newsletter talking sea...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan...

36
newsletter Menjaga Laut Kita PROYEK USAID SUSTAINABLE ECOSYSTEMS ADVANCED (USAID SEA) KEPATUHAN HUKUM DI LINGKUNGAN PESISIR & LAUT Talking SEA EDISI NO. 5 / JAN / 2020

Upload: others

Post on 09-Aug-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

newsletter

Menjaga Laut Kita

PROYEK USAID SUSTAINABLE ECOSYSTEMS ADVANCED (USAID SEA)

KEPATUHAN HUKUM DI LINGKUNGAN PESISIR & LAUT

Talking SEA

EDISI NO. 5 / JAN / 2020

Page 2: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

i | Talking SEA No. 5

Daftar Isi

Foto Sampul: Pasukan Pokmaswas Leawana sedang berpatroli di KKP3K Koon, Seram Timur, Maluku. WWF / Farhan Ramadhani.

Kerangka Kelembagaan dan Kebijakan Penegakan Hukum Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia 2PANDANGAN AHLI Memperkuat Penegakan Hukum Kelautan Dan Perikanan: Perspektif Nasional 6Menjaga Keberlanjutan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Menjamin Stok Ikan Untuk Perikanan Indonesia 8Pengawas PSM: Kader Perubahan Dalam Pemberantasan Penangkapan Ikan IUU 11MENYOROTI PERAN MASYARAKAT DALAM PENEGAKAN HUKUM

Kelompok Masyarakat dan Sistem Pengawasan 12CERITA DARI LAPANGAN Zero to Hero: Pejuang Laut dari Juanga 14Hukum Adat Merangkul Perwalian: “Tolong Dengar: Berhentilah Merusak Kawasan Perikanan Adat Kami!” 16Perempuanpun Tidak Terhalang untuk Bertindak 17PANDANGAN AHLI Kelompok Masyarakat Penting untuk Menjaga Laut Kita 18CERITA DARI LAPANGAN Dari Pencuri menjadi Pelindung 20Pejuang Laut Membangkitkan Dukungan Masyarakat 22

FAKTA MENARIK Tiap Senti Berarti 15Kawanan Lumba-Lumba Berpatroli 21

Bantuan berdatangan untuk POKMASWAS di Sorong Selatan dan Sawai 23Memperkuat Pengawasan Kelautan dan Perikanan di Perairan Provinsi 24CERITA DARI LAPANGAN Keberhasilan SMS Gateway: Penangkapan Ikan IlegalDilaporkan di Sorong Selatan! 26

Mekanisme Respons dalam Penegakan Hukum 27Mengatasi Hambatan dalam Proses Penuntutan Kasus Pelanggaran Perikanan 28PANDANGAN AHLI Tantangan dan Inovasi dalam Menentukan Hukuman bagi Pelanggar Hukum 29PILIHAN EDITOR Foto 31

Page 3: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 1

Memasuki tahun ke-5 Proyek USAID SEA, kami menyadari perlunya pemahaman dan dukungan yang lebih baik terkait

mekanisme untuk meningkatkan kepatuhan terhadap undang-undang kelautan dan perikanan Indonesia, sebagai hal penting untuk memastikan pasokan sumber daya yang berkelanjutan dan akses yang adil ke wilayah laut Indonesia yang luas dan kaya.

Dalam edisi ke-5 ini, Talking SEA berfokus pada bagaimana mendukung peningkatan kepatuhan untuk menjaga laut dengan lebih baik. Ketika berbicara tentang mengelola sumber daya laut, maka upaya penegakan hukum dapat dipahami sebagai upaya mempengaruhi dan memperbaiki perilaku manusia yang terlibat dalam pengelolaan untuk mematuhi ketentuan hukum. Guna mencegah pelanggaran atau perusakan, orang perlu dipahamkan akan konsekuensi dari tindakan melanggar hukum, baik konsekuensinya pada kerusakan sumber daya maupun hukuman yang mungkin diterima jika terbukti melakukan pelanggaran.

Belajar dari berbagai tempat dan praktik pengelolaan konservasi laut dan perikanan di Indonesia, saya menyadari bahwa hampir mustahil kita dapat memantau aktivitas pelanggaran secara efektif di wilayah yang seluas dan seberagam ini. Oleh karenanya, penegakan hukum merupakan tugas berat di negara kepulauan ini. Banyak kasus dimana nelayan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Mereka tahu di mana tempat dan cara menangkap ikan, dan umumnya mereka merasa bebas beroperasi serta menggunakan metode penangkapan yang mereka sukai (yang terkadang merusak dan ilegal).

Saat saya mendengar kasus-kasus nelayan dari suatu pulau yang sering menangkap ikan di provinsi lain yang jauh dari tempatnya dengan menggunakan bom atau nelayan dari provinsi satu berlayar sampai ke provinsi lain untuk menangkap ikan terbang dan ikan teri, maka hal ini memperkuat pemahaman bahwa logika nelayan terpusat pada lokasi di mana ikan berada dan bukan pada yurisdiksi atau batasan hukum. Dalam pembelajaran ini, saya berkeyakinan bahwa kita harus inovatif dalam “menyiasati” kecenderungan perilaku menangkap ikan secara ilegal.

Dalam newsletter ini, kita melihat bagaimana Pemerintah Indonesia bekerja keras untuk melawan perilaku ilegal melalui peraturan mengenai Ketentuan Negara Pelabuhan (Port State Measures – PSM), serta

Alan White, Ph.D. Chief of Party

Selamat membaca dan menikmati edisi terbaru Talking SEA ini. Silakan kirimkan tanggapan Anda!

kepiawaian melacak dan menangkap kapal ikan asing ilegal yang beroperasi di perairan Indonesia. Disisi lain juga didapati kondisi dimana praktik penangkapan ikan yang melanggar hukum dan merusak juga banyak terjadi di pulau-pulau kecil dan di perairan dekat pantai, dan hal ini terkadang masih belum ditindak secara tegas. Dengan memahami bahwa bahwa sekitar 90% usaha perikanan Indonesia digolongkan dalam skala kecil dan beroperasi di wilayah sekitar pantai, maka upaya untuk mendorong kepatuhan mereka terhadap ketentuan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan menjadi sangatlah penting.

Oleh karena itu, dalam edisi ini, pembaca akan melihat tema umum tentang pentingnya pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lokal dalam melindungi sumber daya laut. Pendekatan penegakan hukum di tingkat lokal juga ternyata sangat berbeda, karena keberhasilan utamanya terlihat bukan dari aturan dan kepiawaian penghadangan, namun pada keberfungsian POKMASWAS. Selain itu, keberhasilan juga terlihat saat masyarakat memahami hak atas sumber daya mereka, dan mampu melindunginya untuk pemanfaatan mereka saat ini dan di masa mendatang. Dalam edisi ini, diulas juga upaya “Pejuang Laut” yang mengajarkan tentang pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan memberikan contoh kepada masyarakat sekitarnya.

Pembaca juga disuguhi cermatan akan kendala sistem yang ada saat ini. Hal ini diulas guna menghubungkan berbagai inisiatif yang berbasis masyarakat dengan sistem penegakan hukum formal dan untuk memberi ruang bagi penguatan sistem penegakan hukum kelautan dan perikanan. Proyek USAID SEA berusaha memperkuat landasan kolaborasi antara penegak hukum dan inisiatif berbasis masyarakat, dan kami tentulah akan menyambut gagasan-gagasan baik Anda dalam upaya memajukan proses ini. #

Editorial

Page 4: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

2 | Talking SEA No. 5

“ Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”(Sc. 33, Pa 3, 1945).

Demikian bunyi ‘Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ’yang membentuk prinsip dasar pengelolaan wilayah pesisir dan laut dari tingkat nasional hingga tingkat desa2.

Di tingkat nasional, tanggung jawab dalam pengelolaan dan penegakan hukum di wilayah pesisir dan laut terbagi ke sejumlah lembaga terkait, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) adalah lembaga utamanya. Kemen KP bertanggung jawab dalam pembentukan undang-undang, kebijakan, dan peraturan yang terkait, serta pelaksanaan penegakan hukum untuk melindungi kedaulatan perairan Indonesia dan mendukung pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan untuk kepentingan bangsa. Sebagian besar tugas Kemen KP terfokus pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan Laut, Polisi Air, lembaga pengawasan terkait, dan lembaga peradilan.

Pengelolaan perairan pesisir dan laut di sekitar pantai (hingga 12 mil laut) dijalankan oleh pemerintah provinsi (UU No. 23/2014) melalui berbagai pedoman yang merinci mekanisme tata kelola yang baik. Pedoman- pedoman ini mencakup berbagai aspek pengelolaan kelautan dan perikanan, termasuk pengawasan. Sehubungan dengan wilayah laut provinsi yang umumnya sangat luas, pemerintah provinsi diharapkan untuk bekerja sama dengan dan mendelegasikan sebagian tanggung jawabnya pada pemerintah kabupaten/kota.

Kerangka Kelembagaan dan Kebijakan Penegakan Hukum Wilayah Pesisir dan Laut di IndonesiaOleh Sustainable Solutions International Consulting (SSIC), dengan adaptasi dari ‘Kondisi Laut: Indonesia’ 1.

Tingkat tata kelola yang paling mudah di laksanakan untuk mendukung penegakan hukum di wilayah pesisir adalah pada tingkat lokal, karena di wilayah ini orang secara langsung bergantung dan dapat mempengaruhi sumber daya kelautan dan perikanannya. Di Indonesia, upaya untuk mendukung penegakan hukum ini dapat berupa pembentukan kelompok-kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) dan termasuk tata kelola laut tradisional berdasarkan praktik-praktik adat yang berlaku, yang sangat melekat dalam identitas budaya setempat dan juga dihormati secara nasional.

Oleh karena itu, penegakan hukum wilayah pesisir diimplementasikan dan dikoordinasikan melalui kerangka kerja kelembagaan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten / kota, dan lokal untuk memastikan pengelolaan perairan nasional yang efektif.

K E R A N G K A K E R JA U N T U K PENEGAKAN UNDANG-UNDANG KELAUTAN & PERIKANAN Di Indonesia, undang-undang yang mengatur tentang kelautan dan perikanan adalah Undang-Undang Perikanan (No. 31/2004 diubah menjadi No. 45/2009), yang memberikan hak kepada Kemen KP untuk menerapkan langkah-langkah pengelolaan untuk mengendalikan kegiatan penangkapan ikan dan juga memberikan hukuman terhadap penggunaan metode dan kegiatan penangkapan yang tidak sah dan yang merusak. Hingga saat ini, telah dihasilkan

Page 5: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 3

Bersambung ke h.4

Kapal patroli di pelabuhan Morotai, Maluku Utara.

Anggota kelompok masyarakat pengawas mendukung pengawasan sumber daya

kelautan dan perikanan di Sorong Selatan, West Papua.

Foto

: WW

F/M

nsur

Foto

: CTC

Pengelolaan perairan pesisir dan laut di sekitar pantai merupakan tanggungjawab pemerintah provinsi.

Foto

: CTC

ratusan kebijakan, undang-undang, peraturan nasional dan daerah yang saling melengkapi dan membentuk kerangka hukum yang lebih luas untuk penegakan hukum di Indonesia.

Kerangka kerja kelembagaan dan kebijakan yang bersifat multi-level yang membutuhkan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu dalam penegakan hukum di wilayah pesisir, dikonseptualisasikan sebagai sebuah proses yang bertahap.

Page 6: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Hal terpenting dalam penegakan hukum yang efektif di Indonesia adalah mendorong terciptanya kepatuhan hukum, dengan mengatasi penyebab dan pendorong dilakukannya kegiatan ilegal, dan menghindari penerapan hukuman sebagai satu-satunya cara untuk menghasilkan efek jera. Langkah pertama yang dilakukan yaitu adalah dengan menerapkan program peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku, memastikan adanya pemahaman menyeluruhtentang peraturan, dan mendorong praktik-praktik yang berkelanjutan. Kedua, peran pengawasan dalam bentukpemantauan, dan melaporkan pelanggaran hukum sangat penting sebagai upaya pencegahan bagi calon pelanggar, sedangkan peraturan penghadangan dan manajemenpendukungnya yang tepat dilakukan untuk memastikan bahwa pelanggar harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Tahap berikutnya yaitu penyidikanatas pelanggaran hukum yang mencakup masukan dari berbagai pihak lintas-lembaga (atau anggota masyarakat yang lebih luas atau badan eksternal), untuk menentukan dasar bagi penuntutan pelanggaran pidana. Pembuktianatas bersalah atau tidaknya suatu pihak dalam proses penuntutan berlangsung dalam sistem pengadilan Indonesia. Jika terbukti bersalah, langkah terakhir adalah menentukan hukuman bagi pelanggar hukum. Hal ini bergantungpada preseden hukum dan penerapan peraturan sumber daya kelautan dan perikanan berdasarkan kasus per kasus, yang menggarisbawahi pentingnya sistem pengendalian dan instrumen pengaturan yang tepat untuk membuat keputusan yang adil.

Menerapkan langkah-langkah di atas memerlukan keterlibatan berbagai pihak, dari lembaga di tingkat nasional hingga masyarakat setempat. Selain itu juga keterlibatan dari berbagai sektor masyarakat, dan dukungan lintas lembaga dari pemerintah dan badan-badan peradilan.

“ Pengawasan sumber daya kelautan

dan perikanan yang tepat dan kuat akan membantu mewujudkan kedaulatan,

keberlanjutan, dan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia,

khususnya nelayan Indonesia.

Karena itu, kami berkomitmen bersama untuk melakukan

pengawasan terhadap sumber daya kelautan dan perikanan kapan saja, di mana saja, di

wilayah Republik Indonesia.”

Langkah dan aktor utama yang terlibat dalam penegakan hukum wilayah pesisir dan laut

Nilanto Perbowo, Sekretaris Jenderal

Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP).

“ Arti penegakan hukum kelautan dan perikanan

yang dipegang Kemen KP lebih luas dari sekedar

pemberian sanksi hukuman.

Penegakan juga mencakup aspek kepatuhan, yaitu upaya meningkatkan

kesadaran akan peraturan dan menerapkan norma-

norma pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan

yang berkelanjutan.”

Eko Rudianto, Direktur Pengawasan Sumber

Daya Kelautan, dan Plt Direktur Penanganan

Pelanggaran

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kemen KP.

4 | Talking SEA No. 5

Talking Sea edisi ini mengulas berbagai hal yang diperlukan untuk menerapkan langkah-langkah ini dalam upaya penegakan hukum langsung di

lapangan — tantangan, keberhasilan, dan peluang yang ada untuk melindungi laut kita untuk masa

depan yang sejahtera dan berkelanjutan. #1 Kemen KP & Proyek USAID SEA (2018). Kondisi Laut: Indonesia,

Jilid Satu: Gambaran Umum Pengelolaan Sumber Daya Laut untuk Perikanan Skala Kecil dan Habitat Laut Penting di Indonesia. Jakarta, hlm. 156.

2 Peraturan Menteri Dalam Negeri (no. 56/2015).

Page 7: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 5

Page 8: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Pandangan Ahli!

6 | Talking SEA No. 5

SESI TANYA JAWAB dengan Ir. M. Eko Rudianto, M.Bus.IT, Direktur Pengawasan PengelolaanSumber Daya Kelautan, dan Pelaksana Tugas Direktur Penanganan Pelanggaran, Direktorat Jenderal Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kemen KP.

Meluangkan waktu dari jadwalnya yang sibuk untuk bertemu dengan tim Proyek USAID SEA, Pak Eko menyampaikan perspektif nasional tentang penegakan hukum kelautan dan perikanan Indonesia untuk memastikan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.

USAID SEA: Penegakan hukum itu tepatnya apa?

Pak Eko: Secara umum, orang melihat penegakanhukum dari sudut pandang pidana, yang dipahami sebagai upaya untuk menjatuhkan sanksi, hukuman, dan bahkan pengerahan daya paksa untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum. Namun sebenarnya, penegakan hukum tidaklah sesempit itu. Penegakan hukum merupakan proses upaya untuk menegakkan dan mempertahankan norma-norma hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dalam konteks kelautan dan perikanan, penegakan hukum meliputi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya secara bertanggung jawab, di mana pengelolaan kelautan dan perikanan dilaksanakan dan peraturan dipatuhi untuk hasil yang berkelanjutan.

USAID SEA: Mengapa penegakan hukum lebih luas daripada sekedar pemberian hukuman?

Pak Eko: Untuk Kemen KP, tujuan penegakanhukum adalah kepatuhan, yang berdasarkan kesadaran atau pemahaman tentang peraturan dan ketentuan yang ada. Jika penegakan hukum hanyalah sekedar tindakan menghukum, maka kepatuhan tentu tidak akan terwujud. Karena itu kita perlu memahami mengapa pelanggaran dapat terjadi.

Ada tiga kemungkinan utama penyebab pelanggaran: pertama, karena orang tidak mengerti aturan yang harus mereka patuhi; kedua, karena ada celah dalam aturan atau tatanan sosial yang membuka ruang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengambil kesempatan dengan cara tidak mematuhi aturan; dan ketiga, dengan sengaja, yang dalam hal ini pelanggar sudah mengetahui risiko dari pelanggaran yang dilakukan.

Memperkuat Penegakan Hukum Kelautan dan Perikanan: Perspektif Nasional

Oleh Christiana Yuni, USAID SEA Project.USAID SEA: Apa peran Kemen KP dalam penegakan hukum kelautan dan perikanan?

Pak Eko: Mandat Kemen KP yang jelas adalah untukmemastikan tegaknya norma pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang diatur dalam lima aturan utama: (1) UU Perikanan, (2) UU Kelautan, (3) UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-PulauKecil, (4) UU Karantina, dan (5) UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Dalam konteks sistem penegakan hukum yang mencakup upaya kesadaran, pengawasan, larangan/penghadangan, penyidikan, penuntutan dan peradilan, domain tugas Kemen KP adalah dalam penyadartahuan, pengawasan, dan penyidikan.

Foto: Direktorat Jenderal PSDKP, Kemen KP.

Page 9: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Foto

: Tim

USA

ID S

EA

Talking SEA No. 5 | 7

Proyek USAID SEA dan NOAA mendukung Pelatihan Pengawas PSM.

Untuk penyidikan kasus-kasus di wilayah laut Indonesia, wilayah pesisir dan wilayah pulau-pulau kecil, wewenang dan tugas terbagi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan dan Penyidik Kepolisian, sedangkan penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif menjadi kewenangan PPNS dan Penyidik TNI Angkatan Laut.

Adapun penuntutan dan peradilan berada di luar kewenangan Kemen KP. Kami mengelola proses penanganan kasus hingga tahap penyerahan perkara ke proses penuntutan. Proses itu diurus oleh kejaksaan dan kemudian dilanjutkan ke peradilan, yang merupakan kewenangan pengadilan.

USAID SEA: Tantangan apa yang dihadapi Kemen KP dalam kerjasama untuk penegakan hukum kelautan dan perikanan yang efektif?

Pak Eko: Karena beberapa lembaga berbagi tanggung jawab dalam penegakan hukum, maka upaya untuk mengoptimalkan sinergi antar-lembaga dikoordinasikan di dalam Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan (tercantum dalam Undang-Undang Perikanan No. 31/2004, pasal 73). Tentu saja, ada tantangan dalam implementasinya, karena koordinasi selalu merupakan hal yang mudah dikatakan, tetapi sulit untuk dijalankan.

Namun, jika melihat upaya Kemen KP dan pihak-pihak terkait dalam penyelesaian kasus kelautan dan perikanan belakangan ini, perbaikan sudah mulai dirasakan. Sampai saat ini, kami telah melihat bahwa koordinasi dapat menjadi efektif apabila mandatnya jelas, target kinerjanya jelas, dan Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk kerja sama antar-lembaga juga jelas. Yang paling penting, forum harus didukung oleh sekretariat yang memiliki keterampilan analisis teknis yang baik dan dana operasional yang memadai. Dengan mekanisme ini, forum bukan hanya sekedar untuk koordinasi, namun akan memberikan hasil nyata dari aksi antar-lembaga yang sinergis. Namun, kerja sama penegakan hukum, terutama di tingkat operasional, akan selalu sulit dilakukan, kecuali jika faktor-faktor pendukung ini diperkuat.

USAID SEA: Bagaimana Kemen KP meningkatkan efektivitas penegakan hukum?

Pak Eko: Kemen KP telah dan terus berupaya untuk memastikan bahwa peraturan untuk pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dibuat sejelas mungkin dan menutup peluang pelanggaran di lapangan. Kami juga telah berupaya untuk semakin memperjelas SOP untuk pembinaan, pengawasan, dan penyidikan.

Upaya konkret untuk membangun kesadaran hukum tentang peraturan dan kemampuan untuk mematuhi aturan terus dilakukan oleh direktorat teknis dan petugas pengawas perikanan dari Ditjen PSDKP. Selain itu, Kemen KP juga sedang mengkaji ketentuan mengenai norma pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dan sanksi pidana dan administratif untuk setiap pelanggaran (seperti denda dan pencabutan izin) agar jelas dan efektif untuk penegakan hukum di lapangan.

Pendekatan sangat penting lainnya, dan salah satu tantangan terbesar kami, adalah memastikan bahwa Kemen KP memiliki petugas penegak hukum yang jumlahnya memadai dan dengan keterampilan yang tepat. Untuk meningkatkan kapasitas petugas pengawas perikanan, PPNS dan Polsus di lingkungan Kemen KP, kami bekerja sama dengan kepolisian, kejaksaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, para pakar hukum di Indonesia, dan juga pihak-pihak lain seperti USAID, NOAA, Interpol, dan lembaga pelatihan lainnya. #

Page 10: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

8 | Talking SEA No. 5

Menjaga Keberlanjutan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Menjamin Stok Ikan untuk Perikanan Indonesia

Reformasi Kebijakan Perikanan: Menerapkan Kesepakatan Ketentuan Negara Pelabuhan

Secara global diperkirakan satu dari setiap lima ikan ditangkap secara ilegal1. Di Indonesia, penangkapan ikan ilegal, tidak

dilaporkan, dan tidak diatur (IUU) ditaksir menelan biaya ekonomi nasional sebesar 20 miliar USD per tahun2, dengan kerugian sebesar 4 miliar USD untuk perikanan tangkap laut3. Biaya ini disebabkan oleh penurunan stok ikan, ancaman terhadap ekosistem laut, dan persaingan usaha perikanan yang tidak sehat, yang berakibat pada hilangnya mata pencaharian nelayan yang justru telah patuh terhadap aturan. Namun, karena praktik IUU berdampak pada sumber daya kelautan dan perikanan serta pasar terkait lintas batas negara, maka pencegahan, penangkalan, dan pemberantasan penangkapan ikan IUU memerlukan pendekatan yang bersifat transnasional.

Akhir-akhir ini , pengakuan akan ancaman penangkapan ikan IUU terhadap keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan dan ekonomi nasional Indonesia terus bertambah. Indonesia telah meningkatkan upaya untuk memperkuat penegakan hukum dan menghentikan maraknya penangkapan ikan IUU.

Salah satu hal penting yang terlihat dari upaya ini adalah ratifikasi dan pelaksanaan awal kesepakatan internasional tentang “Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi dan Memberantas Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur” (Port State Measures Agreement – PSMA). PSMA yang disahkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization – FAO) pada tahun 2009, adalah kesepakatan internasional pertama yang mengikat dan ditujukan secara khusus untuk memberantas penangkapan ikan IUU.Diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada bulan Juni 2016 (Peraturan Presiden No. 43/2016), PSMA bertujuan untuk memastikan negara-negara

penandatangan kesepakatan ini melakukan upaya bersama untuk meningkatkan pengelolaan kapal yang memasuki pelabuhan mereka, termasuk pemeriksaan dan investigasi di pelabuhan4.

Penangkapan ikan IUU dalam konteks PSMA berkaitan dengan pencurian ikan oleh kapal ikan berbendera asing, yang kadang-kadang bekerja sama dengan nelayan domestik. Kegiatan ‘pencurian ikan’ di perairan Indonesia adalah ditujukan pada kegiatan kapal berbendera asing yang menangkap ikan tanpa izin, atau bertentangan dengan hukum dan peraturan Indonesia; kegiatan penangkapan oleh kapal penangkap ikan dengan identitas palsu; kegiatan transfer ikan antar-kapal di tengah laut; dan kegiatan mendaratkan ikan atau hasil laut, yang ditangkap secara ilegal dari luar Indonesia, di pelabuhan.

Memberantas penangkapan ikan IUU adalah strategi penting bagi reformasi kebijakan konservasi dan penegakan hukum karena dapat mendukung pemulihan stok tanpa menurunkan tangkapan armada domestik yang sah (bila dijalankan dengan pengelolaan perikanan yang sehat)5. Namun, memerangi penangkapan ikan IUU di laut membutuhkan biaya yang sangat besar dan problematik karena luasnya wilayah yang ditangani, adanya jeda waktu antara laporan dan jeda tibanya aparat penegak hukum di lokasi, dan/atau keterbatasan sumber daya manusia, infrastruktur, dan fasilitas. Oleh karena itu,

Oleh Christiana Yuni, USAID SEA Project.

Foto

: DitJ

en P

SDKP

, Kem

en K

P.

Kapal-kapal perikanan IUU yang ditangkap di Indonesia.

Page 11: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 9

Bersambung ke h.10

pemerintah dan aparat penegak hukum lebih tertarik untuk menggunakan cara alternatif untuk dilaksanakan di wilayah pantai/pesisir yang dapat menurunkan penangkapan IUU. Pelaksanaan PSM adalah pendekatan yang hemat biaya karena menyasar titik-titik di mana tangkapan ikan ilegal memasuki rantai pasokan, yaitu pelabuhan-pelabuhan Indonesia6. Dengan menandatangani PSMA, Indonesia mengirim pesan kuat kepada para nelayan IUU tentang komitmen untuk melindungi perairannya dari penjarahan serta menunjukkan niat untuk melakukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang mendarat atau membongkar muatan di wilayah Indonesia.

Namun demikian, ratifikasi PSMA barulah merupakan langkah pertama dalam proses reformasi yang panjang untuk membangun instrumen penegakan hukum yang lebih baik dan membangun kapasitas aparat penegak hukum di lapangan untuk mencegah aktivitas IUU di pelabuhan. Hal penting kemudian adalah pelaksanaan PSM itu sendiri, yang seharusnya mampu menghalangi distribusi produk perikanan ilegal di pasar domestik dan pasar internasional serta menghilangkan peluang atau insentif bagi kapal penangkap IUU untuk beroperasi di perairan Indonesia. Kunci dari pelaksanaan PSM adalah pada pelaksanaan pemeriksaan kapal di pelabuhan sesuai ketentuan PSM, dan upaya memastikan bahwa kapal tersebut mematuhi ketentuan peraturan penangkapan ikan yang berlaku secara regional dan internasional.

Di dalam pelaksanaan PSMA, kapal perikanan asing diharuskan oleh ketentuan hukum Indonesia untuk mengajukan permohonan masuk pelabuhan dengan dokumen kapal lengkap7 sebagai dasar pemberian atau penolakan akses pelabuhan. Kapal perikanan asing berkewajiban untuk membuktikan bahwa mereka memiliki izin yang sah dari negara bendera yang mereka pakai, dan izin operasi yang sah dari negara-negara wilayah penangkapan mereka. Kapal tanpa bukti dokumen kapal yang sah dan/atau tanpa bukti kegiatan penangkapan ikan yang sah akan dicurigai terlibat dalam penangkapan ikan IUU, sehingga tidak akan diizinkan untuk mendaratkan

atau menjual hasil tangkapan, mengisi bahan bakar, atau memenuhi kebutuhan apapun di pelabuhan dan perairan Indonesia. Selanjutnya, Indonesia akan melaporkan kapal yang dicurigai tersebut sebagai kapal yang tidak mematuhi PSM ke semua negara penandatangan PSMA.

Ketentuan PSMA juga mewajibkan Indonesia untuk melakukan kerjasama pertukaran informasi dengan negara-negara terkait, Regional Fisheries Management Organization (RFMO), FAO, dan lembaga internasional lainnya yang terkait dengan pemberantasan penangkapan ikan IUU, serta mendukung tindakan pengelolaan dan konservasi yang telah diatur baik secara regional dan internasional.

Dalam mengawali pelaksanaan PSM, Kemen KP dengan dukungan Proyek USAID SEA dan NOAA Off ice of Law Enforcement (NOAA OLE), telah mengidentifikasi lima aksi prioritas:

1. memperkuat koordinasi pengumpulan dan pertukaran informasi antar-otoritas dan lembaga-lembaga pelabuhan;

2. memperkuat kebijakan dan peraturan di antara kementerian/lembaga terkait sebagai pelaksanaan komitmen bersama terhadap PSMA;

3. membangun kapasitas petugas pelabuhan dan pemangku kepentingan terkait tentang pemeriksaan dan pemberian layanan pelabuhan;

4. memperkuat SOP layanan pelabuhan, termasuk pemeriksaan; dan

5. meningkatkan fasilitas pelabuhan yang diperlukan untuk pelaksanaan PSMA8.

(Port State Measures – PSM)

Page 12: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

10 | Talking SEA No. 5

1 Agnew DJ. dkk. (2009). Estimating the Worldwide Extent of Illegal Fishing. PLoS ONE 4(2): e4570. doi:10.1371/journal.pone.0004570

2 Redaksi WE Online/Ant (2018). AS Dukung Indonesia Hentikan Illegal Fishing: https://www.wartaekonomi.co.id/read167584/as-dukung-indonesia-hentikan-illegal-fishing.html

3 Cabrel, R. dkk. (2018). Rapid and lasting gains from solving illegal fishing, Nature Ecology & Evolution, Vol 650(2), April 2018, pp. 650–658: www.nature.com/natecolevol

4 Kemen KP & Proyek USAID SEA (2018). Kondisi Laut: Indonesia, Jilid Satu: Gambaran Umum Pengelolaan Sumber Daya Laut untuk Perikanan Skala Kecil dan Habitat Laut Penting di Indonesia. Jakarta, hal. 120.

5 Cabrel, R. dkk. (2018).6 FAO (2019). Port State Measures: http://

www.fao.org/port-state-measures/en/ Global Fishing Index (2019) https://www.minderoo.com.au/global-fishing-index/news/estimating-the-worlds-vulnerability-to-illegal-fishing-is-the-first-step-now-we-need-to-act/

7 Diperlukan satu minggu (periode tujuh kali dua puluh empat jam) sebelum target kedatangan, sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2019.

8 Kemen KP & Proyek USAID SEA (2018).9 Proyek USAID SEA, SEA News Brief

November 2019.

Setelah dibuatnya prioritas ini, Indonesia telah mencapai kemajuan besar menuju tercapainya pelaksanaan PSMA secara menyeluruh. Baru-baru ini, pada November 2019, Kemen KP memberlakukan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2019 yang memberikan dasar teknis untuk penerapan PSMA di lapangan dan mengarahkan mekanisme kerja bagi Kemen KP dan lembaga-lembaga terkait lainnya.

Pencapaian penting lain Kemen KP dalam pelaksanaan PSMA yang didukung oleh Proyek USAID SEA dan NOAA OLE adalah penyelesaian kurikulum dan tujuh modul pelatihan wajib bagi Pengawas PSM yang akan ditempatkan di pelabuhan PSM, serta dilaksanakannya Pelatihan Pengawasan PSM untuk 97 pengawas perikanan dan petugas pelabuhan (dengan fokus pelatihan mengenai inspeksi pelabuhan yang komprehensif).

Indonesia juga telah bekerja sama dalam forum regional dan internasional dalam pemberantasan penangkapan ikan IUU dan terus meningkatkan infrastruktur pelabuhan, infrastruktur data dan informasi, serta meningkatkan jumlah analis handal untuk memperkuat pemeriksaan PSM.

Kemajuan ini adalah bukti nyata komitmen Indonesia untuk memberantas penangkapan ikan IUU, menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan, dan mendorong keadilan bagi usaha perikanan Indonesia yang bertanggung jawab. Memberantas penangkapan ikan IUU melalui pelaksanaan PSM merupakan kebijakan penegakan hukum yang cerdas untuk meningkatkan hasil tangkapan dan keuntungan perikanan domestik dengan cepat, melindungi ekosistem laut dan mendukung pemulihan stok ikan9. #

Page 13: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 11

Di pelabuhan seluruh Indonesia, para pengawas PSM bekerja di lapangan untuk memberantas penangkapan ikan IUU. Merekalah yang melakukan pemeriksaan di atas kapal, menilai

kepatuhan kapal terhadap peraturan kapal dan perikanan Indonesia, dan menerapkan penegakan hukum di lapangan.

Setelah Indonesia meratifikasi PSMA pada bulan Juni 2016, Proyek USAID SEA (bekerja sama dengan NOAA OLE), telah bekerja dengan Kemen KP untuk memberikan pelatihan dan peningkatan kapasitas kepada para pengawas ini. Dengan penekanan pada penerapan keterampilan praktis (80% total waktu pelatihan) dan menggunakan skenario simulasi pemeriksaan di atas kapal, pelatihan telah berhasil meningkatkan rasa percaya diri para pengawas untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kapal perikanan asing yang meminta layanan pelabuhan di Indonesia1, memberikan akses pelabuhan untuk pemeriksaan di atas kapal, menolak akses pada layanan pelabuhan bagi kapal perikanan yang terindikasi penangkapan ikan IUU, dan menegakkan peraturan.

Pelatihan ini dipandu dalam tujuh modul dan memandu para petugas untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar regional dan internasional. Program ini juga mencakup pelatihan instruktur dan sistem penilaian pasca-pelatihan yang terperinci untuk memastikan petugas yang telah dilatih menerapkan keterampilan mereka.

Proyek USAID SEA dan NOAA merasa mendapat kehormatan dapat membantu Kemen KP, dan hingga saat ini telah melatih 109 peserta (101 pria, 8 wanita), dari pelabuhan Jakarta, Bungus, Bitung, serta Benoa (pelabuhan baru yang diusulkan menjadi salah pelabuhan PSM di Indonesia). Penangkapan ikan IUU merupakan ancaman berat bagi konservasi laut dan pengelolaan stok ikan. Kesepakatan PSMA dan pelatihan pengawas terkait merupakan suatu langkah maju yang penting dalam mencegah, menghalangi, dan menangkap kapal-kapal seperti itu sebagai bagian dari visi jangka panjang Kemen KP untuk menghentikan penangkapan ikan IUU di perairan Indonesia. #

Pengawas PSM: Kader Perubahan dalam Pemberantasan Penangkapan Ikan IUU Oleh Muhamad Nour, USAID SEA Project.

Ibu Lina Liana (PSDKP Jakarta)

Senang bisa berpartisipasi. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan barunya

untuk melakukan penyaringan informasi pra-kedatangan,

menganalisis daftar IUU dan membandingkan informasi

dari formulir pra-kedatangan dengan laporan pemeriksaan yang dilakukan di atas kapal.

Bpk. Alden Ratela (PSDKP Bitung)

Senang telah mempelajari teknik dan metode tentang etika, komunikasi, standar

keselamatan dan keamanan, alat tangkap, pengumpulan

bukti, dan pemantauan hasil tangkapan.

Bpk. Yogi Effendi Darmawan (PSDKP Benoa)

Telah berpartisipasi dalam pelatihan PSM sejak 2018, dan

telah menerapkan tahapan dan praktik pemeriksaan

terhadap kapal Jepang yang memasuki pelabuhan Benoa

dalam upaya mencegah produk perikanan IUU.

Foto

: Tim

USA

ID S

EAFo

to: T

im U

SAID

SEA

Foto

: Tim

USA

ID S

EA

1 sesuai pasal 13 PSMA.

Page 14: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

12 | Talking SEA No. 5

Prinsip utama dari POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) adalah partisipasi aktif anggota masyarakat dalam memantau dan mengelola lingkungan laut secara bertanggung jawab (pasal 67, UU No. 45/2009).

POKMASWAS diberi tanggung j a w a b u n t u k m e n g a w a s i pengelolaan l ingkungan laut . Mereka bekerja di lapangan untuk mendukung pemerintah dan dapat didayagunakan untuk tugas-tugas yang tertentu untuk pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan, termasuk kegiatan pemantauan, pengawasan, dan sosialisasi.

POKMASWAS biasanya terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat , perwakilan LSM, nelayan, masyarakat kelautan, dan petugas pemantau terumbu karang. POKMASWAS dianggap sebagai:

MENYOROTI Peran Masyarakat dalam Penegakan Hukum KELOMPOK MASYARAKAT DAN SISTEM PENGAWASAN

Oleh Christiana Yuni, Proyek USAID SEA dan SSIC, dengan adaptasi dari

‘Kondisi Laut: Indonesia’.

• sekumpulan warga yang menjadi contoh bagi masyarakatsekitarnya dalam mendukung penerapan peraturan perikanandan pelaporan pelanggaran dalam pemanfaatan smber daya

• bagian dari sistem pengelolaan pesisir secara keseluruhan• mitra bagi petugas penegakan hukum perikanan dan penyidik

pegawai negeri sipil dalam melakukan kegiatan pengawasan• personel pendukung pemantauan dalam rangka pelaksanaan

UU perikanan (UU No. 45/2009).

Anggota POKMASWAS tidak diperbolehkan untuk:• menghakimi pelaku/pelanggaran• bertindak sebagai penegak hukum• menerapkan aturan yang tidak memiliki dasar hukum• menggunakan peran mereka untuk

keuntungan pribadi atau kelompok• membiarkan pelanggaran terjadi tanpa upaya untuk

mencegah atau menghentikan pelanggaran.

Karena lebih memahami kondisi, tantangan, dan ancaman terhadap wilayah setempat, POKMASWAS memberikan dukungan yang sangat penting bagi penegakan hukum. Selain itu, karena berada di lokasi, kegiatan pemantauan rutin dapat berhasil dilaksanakan.

Secara umum, POKMASWAS melakukan peran mereka dalam konteks Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (SISWASMAS).

Anggota POKMASWAS sedang melakukan kegiatan pemantauan di Sorong Selatan, Papua Barat.

Foto

: WW

F / M

ansu

r

Foto

: WW

F / M

ansu

r

APA ITU POKMASWAS?

Page 15: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Ir. Suharta, M.Si., Direktur Pemantauan Operasi ArmadaDirektorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan, Kemen KP.

Talking SEA No. 5 | 13

“ Perairan Indonesia begitu luas, dan dengan keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas

pemantauan yang ada,maka sangat penting bagi kita untuk mendorongpenguatan pengawasan di lapangan

melalui SISWASMAS dan POKMASWAS.Kita bergantung pada masyarakat untuk

melindungi lingkungan laut kita.”APA ITU SISWASMAS?S ISWASMAS adalah s is tem pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan yang secara aktif melibatkan masyarakat serta mengakui tradisi dan budaya lokal untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan (KepMen KP No. 58/2001). Dalam SISWASMAS, anggota masyarakat (perorangan atau kelompok) didorong untuk berpartisipasi dalam pengawasan kelautan dan perikanan (pasal 67, UU No. 31/2004).

SISWASMAS mensyaratkan:• adanya POKMASWAS yang

aktif di daerah tersebut• adanya pengakuan

oleh pemerintah

desa, masyarakat, dan/atau sistem hukum adat terhadap fungsi dan kontribusi POKMASWAS bagi perlindungan sumber daya kelautan dan perikanan

• adanya mekanisme untuk melindungi dan memantau operasi POKMASWAS di tingkat desa

• adanya kontribusi data pemantauan POKMASWAS terhadap rencana pembangunan desa atau rencana pengelolaan kelautan dan perikanan setempat.

Partisipasi masyarakat dalam SISWASMAS dilakukan dengan cara:• mematuhi hukum dan peraturan pengelolaan perikanan• mensosialisasikan peraturan untuk mendorong

kepatuhan dari masyarakat umum• bekerja sama dan membantu POKMASWAS dan

lembaga penegak hukum dalam kegiatan pengawasan• melaporkan dugaan tindakan pelanggaran terhadap

peraturan kelautan, polusi dan/atau perusakan sumber daya laut, dan bersedia untuk memberikan informasi atau menjadi saksi dalam kasus-kasus pelanggaran dan tindak pidana perikanan. #

Page 16: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Foto: Tim

USA

ID S

EA

Amir Mukadar, “Pejuang Laut,” menyebarkanpesannya tentang konservasi laut.

Foto

: WCS

14 | Talking SEA No. 5

Pak Amir Mukadar duduk di pojok ruangan Kantor Desa Juanga. Orang-orang menyalaminya dengan senyum lebar dan

bercanda dengan gaya khas orang Maluku. Sebagai Ketua POKMASWAS sejak 2014, Amir selalu antusias dalam mengikuti pertemuan terkait kesadaran konservasi laut.

Amir bukan siapa-siapa. Dia adalah seorang kuli di Pelabuhan Daruba, Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang hanya berpenghasilan Rp.500.000/ bulan dan berjuang untuk menghidupi keluarganya.

Amir dulu melakukan penangkapan ikan yang merusak. Dia tidak tahu berapa tahun dia menangkap ikan dengan menggunakan bom dan sianida. Akhirnya, ia menyadari bahwa mengebom ikan dapat merusak kehidupan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada sumber daya laut. Dia berhenti menggunakan bom dan sianida dan menjadi seorang pengawas lingkungan.

“Sekarang berbeda. Setelah selesai bekerja di Pelabuhan Daruba, saya langsung mengambil

perahu, lalu mengelilingi perairan Morotai. Saya ingin memastikan kawasan laut aman dari tindakan menangkap ikan yang merusak.”

Target utamanya adalah wilayah Tanjung Dehegila dan Pulau Mitita, tempat nelayan setempat dan pendatang memakai bom dan racun untuk menangkap ikan.

Suatu hari, datang nelayan Kolorai ke Pulau Mitita. Amir sadar bahwa mereka berencana memakai potasium sianida untuk membius ikan. Dia mendekati dan memperkenalkan dirinya sebagai Ketua POKMASWAS,

Pejuang Laut dari JuangaCerita dari Lapangan

Oleh Hikmawati Poppa, Wildlife Conservation Society.dan memperingatkan para nelayan itu agar tidak memakai potasium. Amir paham bahwa anggota POKMASWAS tidak boleh bertindak seperti aparat penegak hukum. Ia tidak boleh menangkap nelayan jika mereka memakai potasium, tetapi ia dapat melaporkannya pada pihak yang berwenang. Dia mengenang,

“Saya sampaikan: ‘Jika hal ini saya temukan lagi, saya akan melaporkan anda kepada pihak keamanan.’ Kemudian, saya sadar bahwa mereka tidak berhenti memakai

potasium, jadi saya melaporkan mereka ke Dinas Kelautan dan Perikanan setempat

untuk menghentikan praktik ini.”Amir tidak memiliki telepon genggam, jadi dia melaporkan secara langsung apa yang dia saksikan, dengan membawa bukti bambu laut yang digunakan dalam pelanggaran.

Syafruddin Banyo, Kepala Perencanaan Tata Ruang Laut di Dinas Kelautan dan Perikanan Morotai, mengakui dan menghargai dedikasi Amir: “Saya salut dengan Pak Amir, walaupun dengan dokumentasi dan alat komunikasi yang terbatas, ia mampu melaporkan secara rutin kejadian yang ia temui pada saat patroli atau pemantauan.”

Amir telah menjadi kekuatan penggerak kegiatan konservasi laut di Morotai - ia adalah ‘Pejuang Laut dari Desa Juanga.’ Proyek USAID SEA, melalui WCS, mengundang Amir untuk menjadi Pejuang Laut agar dapat mendorong perubahan perilaku dan memperluas pesannya tentang pentingnya konservasi laut bagi penghidupan dan ketahanan pangan di seluruh wilayah itu.

Setiap hari Jumat, Amir menyampaikan pesan konservasi kepada masyarakat Juanga dan mendorong mereka untuk melakukan bersih- bersih pantai. Kata ‘Pejuang Laut’ ini:

“Jangan lagi membuang sampah ke laut, biar pantai kita bersih dan ikan tambah banyak.” #

Zero to Hero:

Page 17: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Foto: Tim

USA

ID S

EA

Talking SEA No. 5 | 15

Ketika mencoba melihat sesuatu dari kejauhan di atas kapal, kita secara naluriah akan berdiri atau pindah ke tempat yang lebih tinggi. Para petugas

pengawas yang sedang mencari para pelanggar yang memasuki kawasan konservasi mereka melakukan hal yang sama. Kita perlu berdiri — atau mencari posisi yang lebih tinggi — karena dari tempat yang lebih tinggi objek yang keluar menuju cakrawala tampak lebih dekat. Tetapi mengapa, dan bagaimana, ketinggian dapat membantu kita melihat benda-benda di kejauhan?

Tiap Senti BerartiOleh Laura Kola, SSIC.

Di laut, samudra nampak seperti selembar air datar yang besar. Tapi tentu saja bukan begitu yang sebenarnya. Bumi itu seperti bola, dan samudra itu mengikuti kelengkungan planet kita. Lengkungan ini menunjukkan bahwa jarak dari pengamat ke cakrawala yang menghadap ke laut tergantung pada ketinggian di atas permukaan air.

Rumus kasar yang menggambarkan manfaat ketinggian ini secara nyata:

Akar Kuadrat (ketinggian di atas permukaan / 6,752) = jarak ke cakrawala

Di mana “tinggi di atas permukaan” adalah dalam sentimeter (cm), dan “jarak ke cakrawala” adalah dalam kilometer (km).

Karena itu, jika mata anda berjarak 20 cm di atas air, anda dapat memperkirakan bahwa cakrawala yang anda lihat berjarak sekitar 1,6 km. Tetapi jika anda berdiri dalam posisi yang sama, dan tinggi anda 170 cm, maka kita dapat memperkirakan mata anda berjarak sekitar 158 cm di atas permukaan. Dalam posisi ini, anda dapat melihat ke cakrawala dengan lebih jauh, atau sama dengan 4,84 km. Dan bahkan dapat dibuktikan bahwa perbedaan beberapa sentimeter saja dapat membuat perbedaan besar, andaikan dalam posisi jarak yang sama anda berdiri di atas tangga 20 cm, maka anda dapat memperoleh tambahan jangkauan pandang sekitar 500 meter lagi dari posisi tersebut (5,3 km). Ketinggian ekstra akan memungkinkan anda melihat sekitar lengkungan laut secara lebih jauh.

Itulah teori di balik mengapa ketinggian ekstra membantu kita melihat jarak yang lebih jauh di laut, dan secara praktis menjadi alasan lain bagi petugas pengawas untuk berdiri tegak dan bangga saat berpatroli di laut! #

* Referensi: https://science.howstuffworks.com/question198.htm

Foto

: WW

F / M

ansu

r

Anggota POKMASWAS mendapatkan manfaat dari ketinggian ekstra ketika melihat ke laut saat berpatroli di Sorong Selatan, Papua Barat.

Page 18: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Cerita dari Lapangan

Foto

: USA

ID S

EA/A

nsel

Kah

an

16 | Talking SEA No. 5

“ Suara kami, masyarakat nelayan di kampung-kampung ini, seolah mau dibungkam

terus... saat menyaksikan nelayan dari luar masuk tanpa izin, lalu mereka kuras dengan

merusak Kawasan Perikanan Adat kami. Hal ini tidak bisa dibiarkan terus!”

Teropong tua dan usang tergantung di lehernya. Sesekali, lelaki tegap itu mendekatkan teropong itu ke matanya dan memicingkan matanya. Dia mencari kawanan penyusup di perairan Mume, Teluk Mayalibit. Tidak banyak orang berjaga seperti dia. Memanfaatkan sumber daya yang paling minimal, ia bertekad: pencuri dan perusak Kawasan Perikanan Adat (KPA) di Mume harus dihentikan!

Inilah Pak Marthin Wanma, Ketua POKMASWAS dan pemuda ‘Jaga Laut’ di Desa Mumes, Raja Ampat, Papua Barat. Sebagai Pejuang Laut, ia memotivasi masyarakat untuk melindungi KPA-nya: “Jika bukan kita, lalu siapa?,” serunya. Dia ingin mengakhiri keserakahan para nelayan yang menggunakan bom dan alat tangkap merusak lainnya yang merusak ekosistem laut di kawasan perairan adat mereka.

Marthin menghadapi nelayan yang melanggar peraturan pengelolaan dan aturan adat di Teluk Mayalibit.

“ Setiap kali kami menemukan pelanggaran, kami menyuruh mereka pergi, tidak boleh masuk wilayah kami tanpa izin. Tapi suara kami tidak pernah digubris ... Saya pernah

menghadang 30 hingga 40 kapal nelayan luar!”

“ Sejak pelatihan Pejuang Laut yang didukung oleh USAID SEA, saya mensosialisasikan pentingnya KPA dan

Kawasan Konservasi Perairan kami. Karena masyarakat menyambut baik, saya tidak berhenti. Kita harus menyebarluaskan pengaruh yang lebih besar,

agar lebih banyak orang ikut menjaga KPA.”Peran POKMASWAS jelas: Melihat, Mendengarkan, dan Melaporkan kejadian atau pelanggaran apa pun kepada penegak hukum yang berwenang. POKMASWAS tidak dapat menegakkan hukum, kecuali aturan dan sanksi adat. Namun, sumber daya untuk melakukan pengawasan terbatas. Akibatnya, melaporkan pemburu liar atau perusak laut menjadi sulit. Tetapi mereka yang menggunakan bom ikan, potasium, dan kompresor bukanlah lawan seimbang bagi seseorang seperti Marthin:

“Sebagai POKMASWAS, kami ingat tiga aturan: Melihat, Mendengarkan, dan

Melaporkan. Namun, untuk penindakan nyata, kami membutuhkan [dukungan penegak hukum] karena peran kami terbatas.”

Anggota POKMASWAS seperti Marthin bertekad untuk menjaga laut terlepas dari tantangan yang mereka hadapi. Tetapi mereka harus didukung oleh masyarakat dan jaringan penegakan hukum yang lebih luas, sistem pendukung dukungan dan tindak lanjut, serta sistem peradilan yang memberdayakan mereka untuk melanjutkan upaya mereka. Hingga saat ini, Proyek USAID SEA mendukung 408 anggota POKMASWAS untuk memotivasi masyarakat lokal agar melindungi perairan mereka dan memperkuat pengawasan.

Sambil menatap ke laut, Marthin merefleksikan pentingnya melindungi KPA mereka,

“ Jika kita tidak bertindak sekarang, perusakan lebih lanjut membahayakan

generasi masa depan kita.” #

Oleh Ansel Kaba Kahan, Proyek USAID SEA.

Marthin Wanma

“ Tolong Dengar: Berhentilah Merusak Kawasan Perikanan Adat Kami! ”

Hukum Adat Merangkul Perwalian:

Page 19: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 17

K ampung Tarof, Kecamatan Kokoda, Papua Barat, terletak di dekat muara sungai yang mengalir ke laut. Anggota masyarakat dapat

dengan jelas melihat pencuri yang menggunakan sungai untuk mencuri sumber daya laut mereka.

Mama Fatma menyaksikan pelanggaran itu dengan geram. Dalam hatinya, dia merasa terpanggil untuk menjaga daerah itu. “Kenapa tidak?” pikirnya. “Meskipun saya perempuan, saya dapat ikut menjaga sungai, bahkan jika perlu bergabung dengan patroli pengawasan.” Demikian kecamuk pikirannya.

Tidak jauh dari situ, di Kampung Konda, Kecamatan Konda, sumber daya perikanan udang 1 menghadapi ancaman dari berbagai arah. Hal ini mendorong warga untuk membentuk POKMASWAS Mangewang, dengan 24 anggota, termasuk dua perempuan, dan mempertimbangkan kesetaraan jender di dalam mengatur keanggotaannya. Dengan menggunakan peralatan pengawasan yang diberikan oleh DKP setempat, mereka secara aktif berpatroli di daerah sekitarnya. Anggota dibagi tiga kelompok untuk melakukan patroli bergilir. Di darat, mereka melakukan pengawasan lingkungan sambil melakukan sosialisasi tentang peran POKMASWAS. Di laut, anggota memantau potensi pelanggaran dan melakukan pengamatan jika perlu. Kelompok ini mendokumentasikan kegiatan sehari-hari dalam logbook mereka, yang umumnya dikelola oleh anggota perempuan.

Dari hasil Penilaian Cepat Perubahan Perilaku belum lama ini untuk POKMASWAS Sorong Selatan, ditemukan bahwa 80-90 persen masyarakat yang disurvei (Distrik Konda dan Kokoda) tertarik dan bersedia terlibat dalam kegiatan pengawasan. Perempuan yang berpartisipasi

Perempuanpun Tidak Terhalang untuk Bertindak Oleh Ely C. Andrianita, Proyek USAID SEA.

Foto

: USA

ID S

EA / A

nsel

Kah

an

Foto

: USA

ID S

EA / S

iti Y

Eni

ta

Perempuan menyortir tangkapan udang di Sorong Selatan. Kampung di mulut sungai di Sorong Selatan.

1 Udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang windu (Penaeus monodon) and udang ende (Metapenaeus ensis).2 6 di Maluku Utara, 7 di Maluku dan 12 di Papua Barat.

percaya bahwa gender bukanlah halangan untuk berkontribusi dalam pengawasan.

Keterlibatan perempuan dalam pengawasan berbasis masyarakat tidak hanya terjadi di Sorong Selatan. Secara nasional, Kemen KP mengakui keanggotaan perempuan dalam tim POKMASWAS dan SISWASMAS melalui peraturan terkait (KepMen KP No. 58/2001). Di wilayah yang didukung USAID SEA terdapat total 25 anggota POKMASWAS perempuan2. Walaupun hanya kurang dari 5 persen anggota, hal ini menggembirakan karena kegiatan pengawasan yang biasanya didominasi pria ini telah mempertimbangkan pelibatan perempuan; mengurangi stereotip pengawasan sebagai peran yang dijalankan khusus oleh pria.

Tentu saja , perwakilan perempuan dalam POKMASWAS tidak bersifat universal. Di Buano Utara, Maluku, kendala terkait struktur adat Soa yang masih bersifat patriarki masih membatasi perwakilan perempuan di ruang publik, apalagi untuk menjaga laut.

Kembali ke Konda, Mama Fatma melanjutkan tugas- tugas POKMASWAS-nya, meskipun faktanya sebagian pria tetap merasa tidak nyaman dengan partisipasi perempuan ketika menyangkut masalah keselamatan dan keamanan, dan menganggap tidak pantas bagi perempuan untuk melakukan peran yang secara tradisional diperuntukkan bagi pria. Tapi itu tidak mengubah tekad perempuan yang peduli perlindungan sumber daya laut mereka. Perempuan di Sorong Selatan tertarik, mau, dan memberikan kontribusi nyata untuk melindungi daerah mereka terhadap ancaman luar. Sebuah langkah perempuan yang maju dan berani untuk pengawasan sumber daya perikanan secara lokal, dan ini mewakili suara perempuan di mana-mana. #

Page 20: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Foto

: USA

ID S

EA / M

elva

Arito

nang

Pandangan Ahli!

18 | TALKING SEA No. 5

Kelompok Masyarakat Penting untuk Menjaga Laut KitaWAWANCARA AHLI dengan Ir. Suharta, M. Si.,Direktur Pengawasan Operasi Armada, Kemen KP.

Baru-baru ini, anggota Tim Proyek USAID SEA beruntung bertemu dengan Ir. Suharta, M. Si., Direktur Pemantauan

Operasi Armada, Kemen KP, untuk mengetahui perspektifnya tentang peran masyarakat dalam melindungi laut Indonesia.

Suharta menjelaskan bahwa menjaga laut Indonesia, khususnya keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan, membutuhkan sumber daya yang signif ikan: sumber daya manusia, fasilitas dan infrastruktur, serta teknologi informasi pendukung untuk mendeteksi pelanggaran pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Namun, mengingat luasnya laut Indonesia dan besarnya potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang ada, pemerintah Indonesia mengakui bahwa mereka tidak bisa melakukan pengawasan sendirian, sehingga perlu melibatkan masyarakat yang lebih luas. Atas dasar itu, pada tahun 2001, Kemen KP mengembangkan SISWASMAS. Seperti yang disebutkan Suharta:

“ Ini menempatkan peran aktif masyarakat dalam melindungi sumber daya laut menjadi

signifikan, dan harus didorong untuk memperkuat pengawasan kelautan.” 1

Implementas i S I SWASMAS membutuhkan pembentukan POKMASWAS sukarela , yang melibatkan para pemuka agama dan adat, LSM, nelayan lokal, pembudidaya ikan, dan perwakilan masyarakat kelautan.

“ POKMASWAS dibentuk atas prakarsa masyarakat, difasilitasi oleh pemerintah

daerah dan dikoordinasikan oleh anggota masyarakat untuk berfungsi sebagai

mediator antara masyarakat dan petugas pengawasan atau pemerintah.”

Suharta menambahkan bahwa potensi pengawasan masyarakat ada di beberapa bagian Indonesia dalam bentuk tradisi budaya dan kearifan lokal. Sistem tata kelola tradisional seperti awig-awig (Bali dan Nusa

1 Didukung dan diamanatkan berdasarkan UU Perikanan Indonesia (UU No. 45/2009 tentang Amandemen UU No. 31/2004).

Oleh Christiana Yuni, Proyek USAID SEA.

Tenggara Barat), Sasi (Maluku), dan Panglima Laut (Aceh), mengandung tanggung jawab dan merupakan cara untuk melindungi mata pencaharian setempat.

Peran utama POKMASWAS adalah melindungi lingkungan di sekitarnya dan sumber dayanya dari kegiatan ilegal dan merusak yang membahayakan mata pencaharian masyarakat setempat.

Bagi Pemerintah, POKMASWAS mutlak diperlukan dalam pengawasan kelautan dan perikanan. Hingga saat ini, banyak informasi yang awalnya diberikan POKMASWAS telah membuahkan keberhasilan dalam penanganan banyak kasus pelanggaran dan penegakan hukum.

Sejak pelembagaannya dalam sistem pengawasan, sekitar 2.570 POKMASWAS telah terbentuk di seluruh Indonesia. Baru-baru ini, Kemen KP dengan DKP provinsi dan Proyek USAID SEA, telah mengembangkan program pelatihan POKMASWAS yang sistematis yang dapat direplikasi di seluruh Indonesia. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas POKMASWAS dalam mendeteksi dan melaporkan dugaan kegiatan ilegal, serta meningkatkan keterampilan komunikasi persuasif mereka untuk mendorong kepatuhan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

“ Ini penting karena tujuan utama pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan adalah

kepatuhan. Jadi, upaya sukarela untuk mendorong kepatuhan masyarakat dan mendorong

pelestarian sumber daya kelautan dan perikanan harus ditingkatkan dan dipertahankan.” #

Page 21: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

TALKING SEA No. 5 | 19

“ POKMASWAS berasal dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk kepentingan masyarakat. POKMASWAS mengawasi atau memantau pemanfaatan

sumber daya kelautan dan perikanan sambil melakukan pekerjaan mereka sehari-hari, dan ketika menemukan kegiatan ilegal, mereka harus melaporkannya kepada Petugas Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum setempat.”

Page 22: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Cerita dari Lapangan

Pasukan Leawana berpatroli di perairan Koon

Foto

: WW

F / Fa

rhan

Ram

adha

ni

“ Sejak 2013, saya mengawasi perairan Koon. Saya melihat langsung perubahan yang terjadi. Pada tahun 2000, terumbu karang

hancur akibat aktivitas pengeboman dan potassium. Sekarang, karang sudah tumbuh kembali. Ikan-ikan akan lebih

banyak kalau karangnya sehat. Mereka yang menolak [pembentukan KKP3K Koon] hanya belum menyadari manfaatnya. ”

20 | Talking SEA No. 5

Pak Syamsudin Rumakat, yang akrab dengan panggilan Imam, telah menjaga perairan Koon, Seram Timur, selama enam tahun.

Dia adalah anggota POKMASWAS Lembaga Adat Wanu Atalo’a, ‘Pasukan Leawana’, yang dibentuk oleh pemerintah adat Desa Kataloka untuk melindungi Kawasan Konservasi Perairan dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Koon 1.

Awalnya Imam bukan seorang pelindung. Dia pernah menjadi pencuri penyu dan telur penyu. Ketika Jou Anzar, Raja Kataloka, membentuk POKMASWAS, beliau memilih Imam untuk menjadi anggota sebagai pengakuan atas pengaruhnya di masyarakat Pulau Grogos. Bergabung dengan Pasukan Leawana mengajarkan Imam nilai sumber daya alam dan pentingnya melindungi perairan Koon. Imam kemudian berhenti mencuri dan mulai menyebarkan pesan konservasinya. Sekarang, dia berharap bahwa sumber daya laut Koon yang melimpah akan dapat dinikmati secara berkelanjutan oleh nelayan lokal sampai masa mendatang.

Saat berpatroli, Imam mensosialisasikan ketentuan tentang pemanfaatam zona-zona KKP3K Koon. Dia ingat pernah menemukan nelayan dari Gorom

Dari Pencuri menjadi Pelindung

Oleh Siti Yasmina Enita dan Asura Rumanama, WWF-Indonesia.dan Pulau Grogos sedang menangkap ikan di zona larang ambil. Zona ini sangat penting untuk melindungi keanekaragaman hayati laut dan mendukung stok ikan untuk mata pencaharian lokal2.

“ Sebagai anggota POKMASWAS,saya merasa bertanggung jawab untuk menginformasikan ke semua nelayan tentang sistem zonasi KKP3K Koon.”

Kehidupan masyarakat di Kataloka sangat tradisional, dan Pasukan Leawana memastikan kegiatan mereka selaras dengan adat. Masyarakat adat sangat terlibat dalam pengembangan potensi wisata di KKP3K Koon. Mereka telah memperkenalkan tiket masuk untuk wisatawan, di mana kepatuhan untuk pembelian tiket dipantau oleh Pasukan Leawana selama mereka berpatroli. Pendapatan ini digunakan untuk kegiatan patroli, survei, dan pengembangan pengelolaan di KKP3K.

Pada tahun 2019, 22 kapal live-a-board dari berbagai negara mengunjungi perairan Koon dalam ekspedisi SCUBA diving. Dengan dukungan dari WWF- Indonesia, dilakukan studi daya dukung untuk mengidentifikasi lokasi penyelaman baru, meneliti potensi wisata, memberikan pelatihan kepada kelompok nelayan lokal, dan menilai peluang untuk mengoptimalkan wisata laut berkelanjutan di wilayah tersebut. Masyarakat adat juga mengadakan Festival Tahunan Kataloka untuk mempromosikan Koon sebagai tujuan wisata. #

Foto: USAID SEA / Veronika Louhenapessy

1 Dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan Keputusan Bupati No. 523/189/KEP/2011.

2 Zona-zona ini baru saja diperbarui setelah konsultasi ekstensif dan dukungan dari mitra Proyek USAID SEA, WWF-Indonesia. Persetujuan penetapan zona baru ini telah diperoleh di tingkat provinsi, dan sekarang sedang ditinjau di tingkat nasional oleh Kemen KP.

Page 23: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Foto

: B K

han

Talking SEA No. 5 | 21

Banyak cerita sepanjang sejarah tentang lumba-lumba sebagai penolong, pelindung, dan penyelamat. Mereka diketahui

menemani orang-orang yang terombang-ambing di laut sampai bantuan tiba, dan tak terhitung kisah mereka melindungi manusia dari serangan hiu.

Perilaku melindungi ini mirip dengan bagaimana kawanan lumba-lumba mengangkat anak mereka untuk bernafas atau mengelilingi individu yang lemah untuk mencegah serangan predator. Meskipun perilaku ini biasa untuk mereka, para peneliti belum tahu mengapa lumba-lumba dapat melindungi manusia.

Yang diketahui oleh para peneliti adalah bahwa lumba-lumba memiliki sistem komunikasi yang sangat canggih. Selain cericit dan siulan mereka yang terkenal, lumba-lumba memiliki sistem sonar (ekolokasi) frekuensi tinggi yang tepat untuk menafsirkan objek dan makhluk hingga sejauh 30 meter. Mereka menggunakan sonar untuk mengidentifikasi lumba-lumba atau kawanan lumba-lumba lain, mangsa, predator, dan bahaya lainnya, dan ini menjelaskan bagaimana lumba-lumba dapat mengidentifikasi manusia sebagai mamalia lain, dan mengenali predator yang mendekatinya.

Sejak jaman mitologi Yunani, lumba-lumba dipuja sebagai penyelamat. Mereka diyakini merupakan utusan dewa laut, Poseidon, yang juga mengirim mereka untuk menyelamatkan putranya, Taras, dari kapal karam. Para pelaut Bizantium, Arab, Cina, dan Eropa semuanya mencatat kisah bagaimana mereka diselamatkan lumba-lumba dan percaya bahwa lumba-lumba dapat

memprediksi laut yang tenang dan menjadi tanda cuaca cerah. Dalam banyak budaya pelaut, menyakiti lumba-lumba dianggap sebagai pertanda buruk.

Lumba-lumba juga terkenal karena kemampuannya mengajarkan perilaku yang dipelajarinya kepada anggota kawanannya, berpikir ke depan, dan melepaskan kebutuhan sesaat untuk imbalan yang lebih besar. Contohnya adalah kerja sama antara lumba-lumba dan nelayan, yang dapat dilihat di perairan yang membentang dari Mediterania sampai Amerika Selatan. Telah didokumentasikan bagaimana lumba-lumba menggiring ikan ke arah kapal ikan, dan membantu nelayan meningkatkan tangkapan mereka. Sebagai imbalannya, para nelayan berbagi sebagian tangkapannya dengan lumba-lumba, yang membuat kawanan lumba-lumba mendapat makanan yang mudah (sebuah investasi atau upaya yang tidak memakan energi).

Hubungan khusus antara pelaut dan lumba-lumba ini menunjukkan kepada kita bahwa kita tidak sendirian dalam berpatroli di lautan. Kerabat kita di laut dan berdarah panas ini kadang-kadang ada di sana di dekat kita, dengan keinginan yang sama dengan kita yaitu lautan yang sehat, dengan sumber daya berlimpah, yang dikelola secara berkelanjutan untuk generasi mendatang. #

Kawanan Lumba-Lumba Berpatroli Oleh Laura Kola, SSIC.

* Referensi: https://sciencing.com/do-dolphins-really-communicate-with-each-other-and-humans-13711533.htmlhttps://www.afd.org.au/images-and-videos/extraordinary-stories/mans-real-best-friend-stories-of-dolphins-rescuing-humanshttps://sites.psu.edu/biomimicrybws5565/2016/03/23/dolphin-sonar/

Kawanan lumba-lumba di Laut Banda, Maluku.

Page 24: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

S E A

22 | Talking SEA No. 5

POKMASWAS berperan penting dalam membantu pemerintah Indonesia mengatasi keterbatasan sumber daya manusia dan

fasilitas untuk pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, dengan berpatroli di perairan desa dan melakukan penyadaran masyarakat tentang dampak perusakan laut.

Namun, kegiatan POKMASWAS membutuhkan dana pendukung operasional, yang mungkin sulit untuk diperoleh, dan mengandalkan dukungan jangka pendek dari LSM atau kelompok donor. Dua POKMASWAS di Maluku menghadapi tantangan ini secara langsung pada tahun 2019, dan meminta bantuan masyarakat.

Di Buano Selatan, anggota POKMASWAS Hena Berkarya, yang dipimpin oleh Pak Robert Hutuely, mengikuti rapat desa untuk mengusulkan agar masyarakat mendanai perahu pengawasan (longboat) dan bahan bakar sebagai dukungan operasional. Hutuely memahami bahwa ada persaingan cukup besar untuk dana desa, dan mereka membutuhkan argumen yang meyakinkan jika ingin usulan mereka dipenuhi. Anggota POKMASWAS berbagi pengalaman mereka, menekankan pentingnya kontribusi dalam menjaga perairan Buano, dan berhasil membuat usulan mereka dipertimbangkan di Musyawarah Pembangunan Desa

(Musrenbang) pada bulan Desember 2019.

Menggunakan cara yang berbeda , POKMASWAS Toha Putih di Sawai

Pejuang Laut Membangkitkan Oleh Gena Lysistrata, Proyek USAID SEA.

F A K T A C E P A T

Page 25: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

POKMASWAS Sorong Selatan dengan peralatan pengawasan yang diperoleh dari DKP Papua Barat.

Wakil Gubernur Bpk. Barnabas Orno memberikan hibah perahu bagi POKMASWAS Sawai di Maluku.

Bupati Sorong Selatan menerima bantuan peralatan dari Kemen KP untuk mendukung POKMASWAS Kokoda.

Proses perangkingan usulan di Musrenbang di Sawai.

Foto: WWF / Ratih Tianotak Foto: Maluku DKPFoto: WWFFoto: USAID SEA / Chris Rotinsulu

Talking SEA No. 5 | 23

Bantuan berdatangan untuk POKMASWAS di Sorong Selatan & Sawai

mengadakan diskusi informal awal dengan Kepala Desa mengenai niat mereka untuk mengusulkan penggunaan dana desa untuk membiayai sebagian biaya operasional mereka sebelum membawa proposal mereka ke forum. Setelah diskusi, pemimpin mereka Pak Mutiin Gay, berbicara dalam pertemuan desa untuk meyakinkan peserta tentang pentingnya pendanaan masyarakat untuk mendukung kegiatan POKMASWAS. Mutiin dan anggota lainnya melanjutkan kampanye mereka selama proses perangkingan usulan di Musrenbang. Kerja keras mereka terbayar dengan pengumuman bahwa pada tahun 2020 dana desa akan mendukung pengadaan

kapal, mesin perahu, dan peralatan komunikasi untuk POKMASWAS.

Kunci keberhasilan kedua POKMASWAS tersebut dalam memperjuangkan usulan mereka adalah upaya mereka melibatkan pemerintah desa, serta membangun pemahaman mereka tentang peran POKMASWAS dan kontribusinya dalam melindungi perairan desa. Dengan memanfaatkan dukungan pemerintah desa dan adat, patroli dan pengawasan perairan desa diakui dan mendapat perhatian bersama, sehingga hal ini secara efektif membantu menempatkan usulan mereka untuk dapat berhasil disetujui. #

Cerita dari LapanganDukungan Masyarakat

Oleh SSIC.Dukungan alat komunikasi untuk Fakfak. Di Papua Barat yang terpencil, kemampuan POKMASWASNusa Matan untuk melaporkan dan membantu menindaklanjuti laporan kejadian pelanggaran terhambat oleh terbatasnya sinyal telepon seluler. Karenanya, mitra Proyek USAID SEA, Conservation International, memfasilitasi pertemuan antara POKMASWAS dan Dinas Informasi dan Komunisasi (Diskominfo) setempat. Sebagai hasilnya, Diskominfo membagi frekuensi radio untuk digunakan oleh POKMASWAS selama patroli, dan DKP Papua Barat memberikan alat komunikasi dan peralatan pengawasan untuk mendukung kegiatan POKMASWAS.

Dukungan operasional POKMASWAS Sorong Selatan pada tahun 2019. Pada bulan Juni, KemenKP memberikan bantuan longboat mesin tempel, satu set teropong, dan radio portabel kepada POKMASWAS Kokoda, membantu dalam kegiatan pengawasan. Pada bulan September, DKP Papua Barat memberi bantuan perangkat GPS, kamera, lampu senter, rompi, dan teropong kepada POKMASWAS Sorong Selatan, sementara DKP Sorong Selatan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan lima perahu dan mesinnya.

Hibah kapal menjaga sistem pengawasan Maluku tetap hidup. Logbook patroli menunjukkan bahwakapal Pak Mutiin Gay telah dirusakkan oleh nelayan potasium sebanyak tiga kali dalam waktu kurang dari dua tahun. Sebagai Ketua POKMASWAS Toha Putih Sawai, Mutiin adalah motivator bagi kegiatan pemantauan masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Serutbar. DKP Maluku menanggapi masalah ini dengan memberikan bantuan kapal untuk mendukung keberlanjutan pengawasan. #

Page 26: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

24 | Talking SEA No. 5

MALUKU UTARA: Pembentukan Satuan Tugas Penangkapan Ikan Ilegal.

Pada tahun 2019, Gubernur Maluku Utara memprakarsai Satuan Tugas Penangkapan Ikan Illegal khusus untuk memerangi penangkapan ikan yang merusak yang praktiknya luas yang mengancam perairan provinsi. Mengikuti model Satuan Tugas 115 di tingkat nasional, satuan khusus ini akan melibatkan lembaga-lembaga terkait yang bertanggung jawab dalam seluruh rantai penegakan hukum, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, Polisi Perairan (Polair), Penyidik Kriminal Khusus, TNI Angkatan Laut, Kejaksaan, dan Hakim Perikanan.

MALUKU: Kerjasama pemangku kepentingan untuk pengawasan diformalkan.

Perairan Provinsi Maluku memiliki banyak pulau kecil dan gugusan pulau, yang membuat daerah ini sulit dipantau dan rentan terhadap kejahatan perikanan. Pemerintah Provinsi Maluku memiliki sumber daya pengawasan yang terbatas untuk memantau wilayahnya yang luas, yang berakibat pada besarnya kendala operasi pengawasan yang dihadapi DKP provinsi dan masyarakat setempat. Karena itu mereka telah mengambil langkah-langkah untuk memformalkan potensi dukungan dari pemerintah pusat dengan mensinergikan tanggung jawab para

Memperkuat Pengawasan Kelautan dan Oleh Tim Proyek USAID SEA dan WWF-Indonesia.

Page 27: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

FAKTA CEPATS E A

Proyek USAID - mengidentifikasi tantangan – mendukung solusi!

Foto: CTC / M Welly Talking SEA No. 5 | 25

pemangku kepentingan melalui penandatangan Nota Kesepahaman antara DKP Maluku dan DitJen PSDKP, Kemen KP (Surat Kesepakatan No. 09/2019). Kesepakatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan, meningkatkan keterlibatan dan kapasitas masyarakat POKMASWAS, serta meningkatkan sinergi dalam operasi pengawasan dan pertukaran data dan informasi di antara para pemangku kepentingan. Selain itu, Pemerintah Provinsi Maluku telah merekrut 33 penyidik untuk memperkuat pengawasan kelautan dan perikanan di Maluku, yang siap untuk dikirim ke 12 gugus pulau di wilayah tersebut. Diharapkan perekrutan penyidik ini dapat memberikan dorongan yang signifikan untuk kegiatan operasional pengawasan.

PAPUA BARAT: DKP Provinsi memberikan dukungan langsung kepada POKMASWAS.

Sebagai pengakuan atas dukungan yang diberikan POKMASWAS Sorong Selatan kepada petugas penegak hukum kelautan dan perikanan, DKP Papua Barat baru-baru ini mengalokasikan dana satu miliar Rupiah untuk kebutuhan operasional POKMASWAS. Tunjangan anggaran ini digunakan untuk mendukung kegiatan patroli, pengawasan, dan pelaporan POKMASWAS (bahan bakar, peralatan, dan lain-lain) dan untuk memastikan kontribusi POKMASWAS Sorong Selatan dalam upaya pengawasan dan memerangi kejahatan perikanan di tahun-tahun mendatang. #

Perikanan di Perairan Provinsi

Page 28: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

26 | Talking SEA No. 5

Keberhasilan SMS Gateway: Penangkapan Ikan Ilegal Dilaporkan di Sorong Selatan!

POKMASWAS merupakan mata bagi lembaga penegakan hukum di lapangan yang terlibat dalam pengawasan sumber

daya kelautan dan perikanan di Indonesia. Ketika para anggota POKMASWAS mengamati adanya kejahatan perikanan, mereka harus melaporkannya pada pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti.

POKMASWAS tidak dapat ‘menegakkan’ hukum, tetapi sangat penting untuk mendukung kegiatan pengawasan dan pemantauan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertahankan antusiasme dan komitmen mereka untuk berpatroli / monitoring dan melaporkan, serta membantu mereka dalam membangun jejaring yang kuat dan andal dengan petugas dan lembaga penegakan hukum yang lebih luas yang dapat menindaklanjuti laporan mereka dengan tindakan penegakan yang tepat.

Pada tahun 2019, dengan dukungan dari Proyek USAID SEA, WWF-Indonesia1 melatih 26 perwakilan dari POKMASWAS Sorong Selatan, dengan fokus pelatihan pada proses pelaporan dan peningkatan kapasitas untuk melaporkan pelanggaran yang ditemui saat pengawasan. Sistem pelaporan SMS Gateway adalah salah satu alat praktis yang memungkinkan POKMASWAS untuk membuat laporan melalui teks telepon (SMS) secara real-time pada pihak terkait.

Pak Pilimon Anjamsaru, Ketua POKMASWAS Knasaimos, Distrik Saifi, Sorong Selatan, menggunakan SMS Gateway pada bulan Maret untuk melaporkan aktivitas penangkapan ikan ilegal ke Pusat Pengendalian Kemen KP.

“ Kami menemukan nelayan Andon yang

mencuri ikan di Kawasan Konservasi Perairan

Sorong Selatan.”Dengan tanggap yang cepat , Ditjen PSDKP dan Perikanan menginstruksikan Unit

Oleh Ehdra Beta Masran, WWF-Indonesia.

Pengelolaan Teknis PSDKP (UPT PSDKP) Tual, bekerja sama dengan DKP Papua Barat, untuk menyelidiki laporan kejadian tersebut.

Itu adalah laporan SMS Gateway pertama dari POKMASWAS Knasaimos tentang indikasi kejahatan perikanan di KKP Sorong Selatan dan merupakan contoh yang sangat baik dari upaya membangun jejaring komunikasi POKMASWAS yang terintegrasi untuk mengurangi kejahatan perikanan. Pilimon menjelaskan,

“ Meskipun itu adalah laporan pertama kami melalui SMS Gateway, pelanggaran lainnya telah dilaporkan secara lisan ke

Polair dan DKP Sorong Selatan.” Dia menambahkan bahwa pelanggaran yang dilaporkan oleh SMS Gateway tersebut dilihat langsung oleh anggota POKMASWAS dan perwakilan pemerintah desa ketika mereka melakukan pengawasan di muara Saifi.

WWF juga memetakan urutan dan nomor kontak pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses pelaporan, untuk memastikan anggota POKMASWAS memahami peran para pihak dan dapat mengakses jejaring untuk membuat laporan yang baik dan menindaklanjuti pelanggaran demi keberhasilan penerapan undang-undang. #

Pemangku kepentingan yang terlibat

dalam proses tindak lanjut

laporan pada tingkat lokal, kabupaten, provinsi

dan nasional.

1 Melibatkan pelatih dari DKP Papua Barat, Stasiun Pengawasan Sorong Selatan Kemen KP, dan Direktorat Pemantauan Operasi Armada Kemen KP.

Page 29: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 27

Mekanisme Tanggap Cepat dalam Penegakan Hukum

LAPOR VIA SMS GATEWAY 085-88-888-4171

Page 30: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Penangkapan ikan yang merusak menghancurkan terumbu karang, tetapi buktinya seringkali sulit diperoleh. Foto

: WW

F / Si

la K

artik

a Sa

ri

28 | Talking SEA No. 5

Mengatasi Hambatan dalam Proses Penuntutan Kasus Perikanan

Peran kejaksaan sangat penting dalam penegakan hukum yang efektif terkait masalah kelautan dan perikanan di

Indonesia. Menurut ketentuan perundang-undangan Indonesia1, proses penuntutan perkara harus netral dan objektif, bebas dari pengaruh eksternal dan pemerintah.

Namun, dalam proses ini kejaksaan mengandalkan dukungan dan kerja sama dari para pemangku kepentingan seperti kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan saksi ahli. Selain itu, dalam proses penyidikan kasus perikanan, kejaksaan dibatasi waktu hanya selama 30 hari, yang berarti bahwa koordinasi, dukungan, dan kerja sama pemangku kepentingan sangat penting dan hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para jaksa. Misalnya, koordinasi dengan pihak universitas sebagai saksi ahli atau bekerja sama dengan rumah penyimpanan barang bukti membutuhkan waktu dan proses birokrasi yang signifikan.

Jaksa juga diatur dalam ketentuan UU Perikanan2, di mana untuk mengelola kasus-kasus perikanan, jaksa harus mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dan pelatihan teknis di bidang perikanan, serta memiliki pengalaman yang terkait. Namun, di tingkat provinsi, biasanya terdapat pembatasan mengenai jumlah personel untuk mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan seperti itu (dibatasi hanya dua personel jaksa), yang hal ini berakibat pada tantangan efektivitas dan kualitas dukungan penuntutan di wilayah Indonesia yang demikian luas.

Selain itu, kapasitas jaksa dapat sangat berpengaruh dalam proses penuntutan. Jaksa harus memiliki kepekaan dan kemampuan analisis dalam meninjau dan menafsirkan kasus perikanan dan bukti terkait. Sementara itu dalam kasus penangkapan ikan yang merusak (pengeboman), terdapat komplikasi bukti fisik yang cepat rusak, dan tantangan kesulitan

Oleh Gena Lysistrata, Proyek USAID SEA.

mendapatkan seluruh bom atau bahan peledak sebagai bukti. Oleh karena itu, dalam kasus seperti ini, seorang jaksa dituntut untuk kreatif dalam menemukan dasar agar berhasil melakukan penuntutan. Jika bukti sangat terbatas atau sulit untuk dihadirkan, jaksa perikanan dapat menggunakan hukum darurat alternatif tahun 1952 untuk menuntut para pelanggar hukum. Meskipun undang-undang ini hanya memberikan hukuman minimal bagi pelanggar hukum, paling tidak di sini diakui bahwa tindakan penangkapan ikan yang merusak adalah ilegal. Sedangkan dengan bukti substansial, penuntutan berdasarkan UU Perikanan (2004)3 dapat mengakibatkan hukuman penjara maksimal enam tahun.

Kompleksnya pengelolaan bukti dan kasus ini menyebabkan adanya perbedaan hukuman untuk kasus penangkapan ikan dengan bom, dan hal ini menggarisbawahi pentingnya kepintaran seorang jaksa penuntut saat menganalisis kasus perikanan dan menentukan keputusan terbaik dalam proses penuntutan. Proyek USAID SEA berupaya untuk membantu para jaksa penuntut di Maluku Utara, Maluku, dan Papua Barat dengan cara memfasilitasi revitalisasi atau pembentukan Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan Provinsi4. Dalam forum ini mereka dapat bersama-sama memfokuskan upaya penanganan kasus penangkapan ikan yang merusak, saling berbagi pengetahuan dan informasi antar- petugas penegak hukum, dan forum ini juga dapat memberikan ruang untuk mendiskusikan tantangan dan gagasan dalam penuntutan, serta menciptakan komunitas yang berkomitmen untuk mempertahankan dan memperkuat penegakan hukum perikanan. #

1 UU Kejaksaan, UU No. 16/2004, pasal 2, ayat 22 UU Perikanan, UU No. 31/2004, pasal 75, ayat 2B3 UU Perikanan, UU No. 31/2004, pasal 84, ayat 14 Sebagaimana tercantum dalam UU Perikanan, No. 31/2004.

Page 31: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 29

Efektivitas penegakan hukum perikanan, dan keberhasilannya sebagai pembentuk efek jera,

tidak boleh diukur dari beratnya hukuman, melainkan dari perilaku-perilaku yang ditimbulkannya.

Seberapapun beratnya hukuman, jika pelaku terus melakukan pelanggaran,

hukuman itu tidak berfungsi sebagai pembentuk efek jera.

Sebaliknya, sebuah hukuman minimum berdasarkan pertimbangan adil yang dapat mengubah perilaku

pelaku dan mencegah berulangnya pelanggaran, hal ini menunjukkan keberhasilan sebuah penegakan hukum.

Selama lebih dari dua dekade, Pemerintah Indonesia telah berusaha memerangi kegiatan ilegal terkait kelautan dan

perikanan, ditandai dengan diberlakukannya undang-undang yang memberikan dasar hukum untuk menghadapi tindakan kriminal terkait perikanan (UU No. 31/2004 dan No. 45/2009).

Untuk mendapatkan perspektif yang lebih baik tentang efektivitas hukuman bagi pelanggar hukum dalam penegakan hukum perikanan, anggota Tim Proyek USAID SEA meminta pendapat Pak Dedy Lean Sahusilawane, S.H. dan Pak Abdul Wahid, S.Pi., M.Si., Hakim Perikanan di Pengadilan Perikanan di Sorong.

Upaya penegakan hukum dan penentuan hukuman bagi pelanggar hukum terkait penangkapan ikan yang merusak menghadapi banyak tantangan. Salah satu yang lebih kompleks adalah akulturasi negatif, di mana pengetahuan menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan telah ditransfer dengan baik dari nelayan pendatang ke penduduk asli Papua. Hal ini diungkapkan oleh Hakim Abdul berdasarkan kasus peradilan yang ditangani oleh Pengadilan Sorong baru-baru ini.

Tantangan dan Inovasi dalam Menentukan Hukuman bagi Pelanggar Hukum

PANDANGAN AHLI dengan Dedy Sahusilawane dan Abdul Wahid, Hakim Perikanan, Sorong.

Oleh Chris Rotinsulu, Proyek USAID SEA.

Bersambung ke h.30

“ ... Kampanye dan konseling [peningkatan kesadaran] yang menyasar masyarakat

setempat [sangat penting untuk mendukung] perubahan perilaku positif untuk melestarikan dan memanfaatkan

sumber daya laut secara berkelanjutan.”Harus dilakukan upaya-upaya yang menekankan bahwa manfaat penangkapan ikan berkelanjutan dapat sama besar — atau bahkan lebih besar — daripada penangkapan ikan yang merusak.

Tantangan lain yang sering muncul dalam proses peradilan adalah penyertaan barang bukti tanpa keabsahan materi, yaitu tidak diperkuat dengan dokumen keterangan ahli atau surat dukungan dari lembaga yang berkompeten yang diakui secara hukum. Masalah ini dapat memperumit keyakinan hakim dalam menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak. Selain itu, dapat terjadi juga dimana seorang jaksa penuntut umum mendakwa seorang terdakwa dengan ketentuan hukum yang tidak relevan, sehingga berdasarkan hukum tuntutan tersebut dapat dipatahkan. Hal ini dapat menjadi

Page 32: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Abdul Wahid, S.Pi., M.Si. (kiri) dan Dedy Lean Sahusilawane, S.H. (kanan), Hakim Perikanan di Pengadilan Perikanan, Sorong, Papua Barat.

Foto

: USA

ID S

EA / C

hrist

ovel

Rot

insu

lu

Pandangan Ahli!

30 | Talking SEA No. 5

1 KUH Perdata Pasal 1367.

tantangan untuk menjatuhkan hukuman maksimum yang dapat memberikan efek jera.

Dalam menentukan beratnya hukuman untuk mencegah pelanggaran kelautan dan perikanan, Hakim Dedy menjelaskan,

“... Hakim kadang harus mempertimbangkan hukuman maksimal

pada pelaku yang secara sadar telah melakukan kegiatan penangkapan ikan yang merusak berulang kali dan tidak

menunjukkan penyesalan atas rusaknya sumber daya alam [yang merupakan dasar

mata pencaharian banyak orang].”Namun, Hakim Abdul mengungkapkan bahwa dari sudut pandang hukum, menjatuhkan hukuman maksimum dapat mengindikasikan bahwa tidak ada hal yang meringankan dari kepribadian terdakwa. Bagaimanapun, diperlukan prinsip kemanusiaan dalam pemberian hukuman untuk memastikan pihak yang bersalah juga memiliki kesempatan yang adil untuk memperbaiki diri.

Hakim Abdul melihat bahwa menjatuhkan hukuman tanpa tahanan, atau sanksi pekerjaan atau layanan sosial dapat dipandang juga sebagai hukuman tambahan selain dipenjara, karena hal ini juga dapat menyebabkan perubahan hati nurani yang positif dari pelanggar selama masa hukuman mereka dan, dengan

PARA AHLI DARI PENGADILAN

demikian, dapat memberikan atau membangun efek jera. Melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat bagi kepentingan umum dapat membantu pelanggar untuk lebih memahami konsekuensi tindakan mereka terhadap masyarakat dan hal ini dapat menginspirasi perubahan. Walaupun tidak lazim di Indonesia (karena praktiknya tidak memiliki ketentuan hukum yang mendukung), namun hukuman kerja sosial pantas didukung jika pembuat undang-undang melihat hal ini sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan penegakan hukum di masyarakat.

Alternatif efek jera lainnya adalah pengenaan sanksi administratif, seperti mencabut izin kapten atau izin perusahaan perikanan, klaim kompensasi, dan lain-lain, sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Alternatif berikutnya adalah dengan pengenaan hukum pidana pada individu pelanggar maupun perusahaan yang bertanggung jawab atas tindakan si pelanggar, di mana pengadilan dapat membuktikan tanggung jawab perusahaan atas tindakan si pelanggar yang melakukan pelanggaran1.

Hal terpenting dari pandangan ahli ini adalah bahwa dalam memutuskan hukuman bagi pelanggar, sebuah penghukuman bukan ditujukan untuk pembalasan. Semua pihak yang terlibat dalam proses peradilan perikanan harus memberikan keputusan yang adil, dan diharapkan dapat mengembalikan kerugian negara akibat pelanggaran yang dilakukan, serta mendorong perubahan perilaku dari si pelanggar. #

Page 33: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 31

Anggota POKMASWAS Siganoi berjaga di laut di perairan Inanwatan, Sorong Selatan, Papua Barat. Mereka memanfaatkan peralatan pengawasan seperti kamera, perangkat GPS, dan teropong serta mencatat pengamatan dalam logbook mereka. POKMASWAS Siganoi memberikan dukungan penting bagi penegakan hukum tingkat lokal. Anggota POKMASWAS ini memandang serius mandat mereka untuk “Melihat, Mendengarkan, Melaporkan” dan sungguh termotivasi untuk mengambil peran aktif dalam memantau pemanfaatan ilegal sumber daya kelautan dan perikanan di sekitar Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Sorong Selatan dengan tujuan untuk melindungi mata pencaharian mereka.

POKMASWAS Siganoi adalah salah satu dari 39 kelompok pengawasan berbasis masyarakat dengan dukungan Proyek USAID SEA dan mitra pelaksananya, dan telah mendapat manfaat dari pelatihan khusus untuk memperkuat keterampilan pengawasan laut bagi para anggotanya. #

Pilihan Editor

Foto: WWF / M. Ridwan Putra

Foto

“ Kami sudah jenuh dengan nelayan pencuri dari luar yang masuk [perairan kami] untuk menangkap

udang, ikan, dan kepiting kami tanpa izin. Adalah tugas kita untuk menjaga laut kita.”

Page 34: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

32 | Talking SEA No. 5

Mendukung penciptaan insentif bagi nelayan tuna (huhate dan pancing ulur) untuk

mendorong praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan, keterampilan tingkat lanjut, dan kemajuan menuju sertifikasi MSC di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715.

Lokasi: Pelabuhan perikanan di Maluku, Maluku Utara, Papua Barat

Memberikan manfaat sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat setempat melalui pengembangan

atau peningkatan usaha masyarakat, termasuk pariwisata berbasis alam.

Lokasi: Maluku Utara (Morotai, Mare)

Dengan fokus pada perikanan ikan teri, UKIP mendukung penelitian, desain intervensi

perikanan, dan pengelolaan perikanan berkelanjutan di daerah sasaran.

Lokasi: Papua Barat (Misool, Teluk Kabui)

Mendorong peningkatan tata kelola sumber daya ikan terbang di daerah sasaran, pekerjaan UNIPA meliputi

penelitian dan pelibatan masyarakat untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Lokasi: Papua Barat (Fakfak)

Dengan fokus pada Maluku Utara, pekerjaan WCS meliputi: mengkoordinasikan kegiatan dengan lembaga pemerintah Maluku

Utara; melakukan penelitian perikanan; dan mendukung desain intervensi dan implementasi untuk EAFM; menangani praktik penangkapan ikan yang merusak dan perdagangan satwa liar ilegal; mendukung pembentukan dan pengelolaan KKP yang efektif; mendorong penegakan hukum dan peningkatan kapasitas di tingkat provinsi.

Lokasi: Maluku Utara (Morotai, Ternate, Tidore, Mare, Guraici, Weda, Widi)

Mereformasi pengelolaan perikanan melalui PAAP (Pengelolaan Akses Area Perikanan) atau TURF (Territorial Use Rights for Fishing)

untuk mendorong perubahan perilaku dalam masyarakat sasaran agar dapat meningkatkan produktivitas perikanan dan memajukan mata pencaharian berkelanjutan.

Lokasi: Papua Barat (Teluk Mayalibit, Selat Dampier)

Dengan fokus pada perikanan pelagis besar (tuna), tugas-tugas MDPI meliputi: mendorong insentif melalui Fair Trade dan skema-skema terkait untuk penerapan praktik EAFM; mendukung penelitian, desain, dan pengelolaan untuk perikanan berkelanjutan; membentuk forum dan membangun keterampilan.

Lokasi: Maluku Utara (Kayoa, Bisa, Bacan], Sula); Maluku (Sawai, Parigi, Bula)

Menerapkan intervensi multi-level di dalam Proyek SEA, pekerjaan WWF meliputi: mengkoordinasikan kegiatan di Papua Barat; melakukan penilaian perikanan;

memajukan desain dan pelaksanaan Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan (EAFM) melalui Proyek Peningkatan Perikanan dan mekanisme insentif yang lebih luas; mendukung pengelolaan KKP yang efektif; memajukan wisata bahari berkelanjutan di seluruh lokasi; serta meningkatkan keterampilan dan kapasitas di berbagai tingkatan.

Lokasi: Maluku Utara (Ternate, Tidore, Weda); Maluku (Sawai, Koon, Kepulauan Buano); Papua Barat (Sorong Selatan, Sorong, Bintuni)

Kegiatan di dalam Proyek SEA USAID dipimpin oleh Tetra Tech, dan dilaksanakan oleh konsorsium mitra di tingkat nasional, regional, dan lokal.

Mitra

Memajukan pengembangan kapasitas untuk mendukung desain, pembentukan dan pengelolaan KKP yang efektif, pekerjaan CTC meliputi: pelatihan dan pengembangan keterampilan multi-level; mendorong pelibatan masyarakat setempat dan pemberdayaan para pelopor KKP; mendukung desain lokasi KKP yang efektif; mendorong pengelolaan spesies.

Lokasi: Maluku Utara (Sula); Maluku (Buano, Lease, Ay-Rhun)

Membangun jaringan pengelolaan wilayah laut setempat;

membangun keterampilan untuk meningkatkan tata kelola masyarakat; memajukan hak tenurial dan inisiatif mata pencaharian untuk mendorong pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Lokasi: Maluku (Seram Barat, Maluku Tengah)

Mendukung desain, pembangunan, pembentukan, dan pengelolaan bersama KKP baru di wilayah sasaran.

Lokasi: Papua Barat (Fakfak)

Mendukung pembangunan jejaring KKP untuk setiap provinsi dan di seluruh WPP 715, serta membangun kapasitas dalam aspek teknis desain KKP sebagai alat pengelolaan perikanan.

Lokasi: WPP & di seluruh provinsi

Dengan fokus pada pengembangan dan pemanfaatan metodologi tingkat pengembalian ekonomi (ERR) yang telah disesuaikan sebagai alat untuk pemodelan pola penggunaan dan pertimbangan ekonomi di daerah sasaran, pekerjaan Marine Change bertujuan untuk mengoptimalkan keputusan investasi seputar perikanan maupun pariwisata berkelanjutan.

Lokasi: Maluku Utara (Morotai, Mare, Widi); Maluku (Sawai, Sewa)

Page 35: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

Talking SEA No. 5 | 33

Page 36: newsletter Talking SEA...pada penyusunan dan reformasi kebijakan, serta penyusunan peraturan pendukung untuk aksi di lapangan, dalam konteks kolaborasi lintas lembaga dengan Angkatan

34 | Talking SEA No. 5

Talking SEA:Publikasi untuk para praktisi perikanan dan konservasi laut ini diterbitkan dua kali setahun oleh Proyek SEA USAID (2016 – 2021). Proyek ini dilaksanakan oleh Tetra Tech dengan konsorsium 13 mitra pelaksana. Proyek ini mendukung Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan tata kelola dan pengelolaan berkelanjutan perikanan dan sumber daya laut, dan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di tingkat lokal, kabupaten, provinsi, dan nasional.

Talking SEA diterbitkan dengan dukungan USAID sebagaimana yang tercantum dalam kontrak no. AID-497-C-16-00008. Talking SEA didistribusikan tanpa biaya kepada pemangku kepentingan dan pihak lain atas permintaan. Artikel dapat dikutip atau direproduksi dalam publikasi lain dengan menyebutkan sumbernya.

Editor : Alan WhiteEditor Pelaksana: Eleanor Carter dan Laura KolaEditor Asisten: Christiana Yuni Kusmiati, Tiene Gunawan, dan Juliana TomasouwDesain, Tata Letak, dan Grafik: Laura KolaPenerjemah: Adrian Coen dan Eni Sulistyo Rini

Komentar dan korespondensi akan diterima dengan senang hati dan dapat dialamatkan ke:Editor, Talking SEA, Sona Topas Tower, Lantai 16,Jl. Jendral Sudirman Kav. 26, Jakarta 12920, IndonesiaTelepon: + 62-21-2506262; Email: [email protected]

PERNYATAAN:Newsletter ini dimungkinkan dengan dukungan kemurahan hati Rakyat Amerika melalui USAID dengan kerja sama erat dari Pemerintah Indonesia. Isi dari publikasi ini adalah tanggung jawab Tetra Tech dan tidak selalu mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

Kantor Proyek SEA USAID:Sona Topas Tower Lantai 16Jl. Jendral Sudirman Kav.26

JAKARTA 12920, INDONESIAwww.sea-indonesia.org

@USAIDSEAWave elemen diciptakan oleh Starline - Freepik.com