neuropati diabetik

116
BAB I PENDAHULUAN Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus jangka panjang yang paling sering ditemukan serta menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi pada penderita diabetes. Bahkan saat ini telah diketahui juga bahwa neuropati diabetik dapat terjadi pada kondisi gangguan toleransi glukosa dan sindrom metabolik tanpa adanya hiperglikemia. 1,2 Neuropati diabetik merupakan sekumpulan gejala klinis yang mempengaruhi berbagai sistem saraf baik secara tunggal maupun bersama-sama. Gejala dan tanda klinis dapat bersifat non-spesifik, tersembunyi dan berkembang secara lambat serta tidak terdeteksi atau dapat bermanifestasi dengan gejala dan tanda klinis yang menyerupai penyakit lain. Karena itu diagnosis neuropati diabetik didapat dengan menyingkirkan penyebab neuropati lainnya. Masih minimnya pengetahuan mengenai neuropati diabetik mengakibatkan para klinisi tidak segera mendiagnosisnya. Akibatnya penderita neuropati diabetik datang dalam keadaan ulserasi kaki, gangren dan kelemahan anggota gerak. Neuropati diabetik meningkatkan resiko 1

Upload: sylvia-riana

Post on 23-Nov-2015

377 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

neuropati diabetik, diabetik foot, DM

TRANSCRIPT

Epidemiologi

BAB IPENDAHULUAN

Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus jangka panjang yang paling sering ditemukan serta menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi pada penderita diabetes. Bahkan saat ini telah diketahui juga bahwa neuropati diabetik dapat terjadi pada kondisi gangguan toleransi glukosa dan sindrom metabolik tanpa adanya hiperglikemia.1,2

Neuropati diabetik merupakan sekumpulan gejala klinis yang mempengaruhi berbagai sistem saraf baik secara tunggal maupun bersama-sama. Gejala dan tanda klinis dapat bersifat non-spesifik, tersembunyi dan berkembang secara lambat serta tidak terdeteksi atau dapat bermanifestasi dengan gejala dan tanda klinis yang menyerupai penyakit lain. Karena itu diagnosis neuropati diabetik didapat dengan menyingkirkan penyebab neuropati lainnya.

Masih minimnya pengetahuan mengenai neuropati diabetik mengakibatkan para klinisi tidak segera mendiagnosisnya. Akibatnya penderita neuropati diabetik datang dalam keadaan ulserasi kaki, gangren dan kelemahan anggota gerak. Neuropati diabetik meningkatkan resiko amputasi sebesar 1.7 kali, 12 kali lipat bila ada deformitas dan 36 kali lipat jika ada riwayat ulserasi sebelumnya. Neuropati diabetik juga menganggu kualitas hidup penderita diabetes. Saat neuropati diabetik otonom ditegakkan maka kehidupan akan berlangsung suram dan angka mortalitas akan mencapai 25% hingga 50% dalam waktu 5 hingga 10 tahun. Penatalaksanaan terpadu dalam mencegah kejadian neuropati diabetik sangat diperlukan.1,2

Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai neuropati diabetik sehingga dapat menegakkan diagnosis dini dan melakukan penatalaksanaan neuropati diabetik dengan tepat.BAB IIDEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI2.1 Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan sel Schwann). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel sistem saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen ke otot dan kelenjar, yaitu organ efektor. Neuroglia merupakan penyokong, pelindung dan sumber nutrisi bagai neuron otak dan medula spinalis. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat. Sistem saraf dibagi menjadi : sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral). Secara anatomis, sistem saraf perifer dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke sistem saraf pusat atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari sistem saraf pusat atau keduanya. Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan eferen dan dengan demikian saraf spinal dinamakan saraf campuran. Secara fungsional sistem saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

2.2 Definisi

International Consensus Meeting for the Outpatient Management of Neuropathy menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik dalam praktek klinis sebagai adanya gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada pasien diabetes setelah eksklusi penyebab lainnya. Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis yang seksama pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan berarti mengindikasikan hilangnya tanda. 2,32.3 Epidemiologi Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum banyak diketahui. Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih sering dijumpai pada pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus tipe 1. Prevalensi tertinggi neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes lebih dari 25 tahun. 4,5,6,7 Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan yaitu sebesar 30% dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi hampir mendekati 20%. Prevalensi neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar 50%, bervariasi dari 14% hingga 63% tergantung pada tipe populasi yang dipelajari dan kriteria yang digunakan untuk definisi neuropati diabetik.4,5,Pada EURODIAB IDDM Complication Study dengan 3250 pasien, prevalensi keseluruhan neuropati di 16 negara Eropa sebesar 28%. Neuropati diabetik mempengaruhi hampir 60% penderita DM pada Rochester Diabetic Neuropathy Study walaupun yang bersifat simptomatik hanya sekitar 15%. Pada penelitian Canadian First Nation didapatkan neuropati penderita diabetes sebesar 15% sedangkan pada penelitian di provinsi Yazd Iran diketahui kejadian diabetes mellitus sebesar 14.5% dengan komplikasi neuropati sensoris sebesar 51.7%.4,5,8,9Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga perempat di antaranya asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan prevalensi neuropati otonom diabetik sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1 dan 22.1% pada penderita DM tipe 2. Penelitian diabetes multisenter di Perancis menemukan hampir 25% penderita memiliki gejala neuropati otonom diabetik.6,7BAB III

KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS

3.1 Neuropati simetris a. Neuropati diabetik perifer Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang paling umum ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan sensoris pola length-related dengan bermula dari jari kaki dan meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam distribusi kaus kaki. 1,2,3

Gambar 1. Distribusi sarung tangan dan kaus kaki pada neuropati diabetik perifer. 2Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada anggota gerak atas. Neuropati otonom subklinis biasanya didapatkan timbul bersamaan. Tetapi jarang ditemukan neuropati otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik secara klinis tidak tampak jelas pada tahap awal penyakit. Tetapi, seiring perkembangan penyakit, manifestasi motorik akan semakin tampak seperti berkurangnya otot kecil tangan dan kelemahan anggota gerak.7,8,9Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik perifer adalah kehilangan rasa sensorik yang tidak disadari oleh pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa. Beberapa pasien mengalami gejala sensoris progresif seperti : Mengelitik (parestesia)

Nyeri yang membakar Nyeri tungkai bawah paroksismal Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau

Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time clothes and bedclothes (stimulus tidak menyakitkan tetapi sering diasosiasikan sebagai menyakitkan, dikenal sebagai alodinia)

Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang sangat menyakitkan (hiperalgesia)

Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai berjalan tanpa alas kaki di atas kelereng, atau berjalan tanpa alas kaki pada pasir panas

Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki

Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi cramp-like pada betis.10Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh tungkai. Beberapa pasien mungkin hanya mengeluhkan kesemutan pada satu atau dua jari kaki, yang lain mungkin mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau nyeri neuropati berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat. 10Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan, mempengaruhi sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin terasa pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur. Nyeri neuropati yang berat dan menyakitkan biasanya ditandai dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-hari sehingga tidak mengejutkan jika gejala depresif merupakan hal yang umum terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi ataxia sensoris, yang menimbulkan gangguan kemampuan berjalan dan sering terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan karena retinopati.10Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak memiliki berbagai gejala diatas, tetapi datang dengan ulkus kaki. Keadaan ini memaksa perlunya pemeriksaan kaki semua penderita diabetes secara seksama untuk mengidentifikasi berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa merupakan risiko terjadinya luka karena suhu atau mekanik, karena itu pasien harus diingatkan akan hal ini dan diberikan nasehat untuk perawatan kaki.11Neuropati diabetik perifer mudah dideteksi dengan pemeriksaan klinis biasa. Kelainan yang paling sering adalah berkurang atau hilangnya sensasi vibrasi pada jari kaki dengan menggunakan garputala 128 Hz. Kehilangan sensasi saraf sensoris yang berat melibatkan semua hal (sensasi suhu, tekanan dan nyeri) termasuk proprioseptif juga akan berkurang ditandai tanda Romberg yang positif. Refleks tendon ankle hilang dan dengan semakin beratnya neuropati, refleks lutut juga berkurang atau tidak ada. 9,10,11

Gambar 2. Contoh distribusi tipikal defisit sensorik (titik : sensasi suhu, garis:

sensasi nyeri, garis silang: sensasi sentuh) 2Kekuatan otot pada awalnya akan normal walaupun kelemahan ringan dapat ditemukan pada ekstensor jari kaki. Semakin progresif akan ditemukan gangguan muskular generalisata khususnya pada otot kecil tangan dan kaki. Pergerakan halus jari juga terkena dan timbul kesulitan dalam memegang benda kecil. Deformitas seperti bunion dapat membentuk fokus ulserasi dan deformitas yang lebih ekstrim seperti artropati Charcot semakin meningkatkan resiko.b. Nyeri neuropati akut Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati sementara yang ditandai dengan nyeri akut pada tungkai bawah. Neuropati akut tampak dalam bentuk simetris dan relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita dan kadang membuat tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom yang berbeda, pertama yang terjadi dalam kontrol glikemik yang buruk dan kedua akibat perbaikan cepat kontrol metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin). Biasanya gejala sembuh dalam waktu 12 bulan. 2,12,13,14c. Neuropati otonom Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan pada pencernaan, miksi, respon seksual dan penglihatan. Juga mempengaruhi sistem yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga tanda-tanda hipoglikemia seperti keringat dingin, gemetar dan palpitasi menghilang. Secara keseluruhan kerusakan terjadi difus pada saraf parasimpatik dan simpatik terutama pada penderita diabetes dengan neuropati perifer difus. 15 Sistem pencernaan Kerusakan saraf pada saluran pencernaan biasanya menyebabkan konstipasi. Selain itu dapat juga menyebabkan hilangnya motilitas dan pengosongan lambung yang terlalu lambat sehingga menimbulkan gastroparesis. Gastroparesis berat menyebabkan nausea dan muntah persisten, sendawa dan tidak nafsu makan. 16-18

Gambar 3. Radiografi menunjukkan retensi makanan disebabkan oleh gastroparesis.15Gastroparesis juga menyebabkan fluktuasi gula darah akibat pencernaan makanan abnormal. Kerusakan esofagus dapat juga menimbulkan kesukaran menelan, sedangkan akibat gangguan pada usus dapat timbul konstipasi bergantian dengan diare yang sering tidak terkonrol terutama pada malam hari dan keseluruhan menimbulkan penurunan berat badan. Sistem kardiovaskuler Jantung dan sistem sirkulasi merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler untuk mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan saraf otonom pada sistem kardiovaskuler menganggu kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga timbul hipotensi postural setelah duduk atau berdiri dan pasien akan merasakan kepala yang ringan, melayang atau bahkan terjadi sinkop. Kerusakan saraf otonom yang mengatur denyut jantung dapat menyebabkan denyut jantung takikardi sebagai respon terhadap fungsi tubuh saat normal dan latihan. 19-22 Kelenjar keringat Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengatur kelenjar keringat sehingga tubuh tidak dapat mengatur suhu dengan baik dan biasanya timbul keringat berlebihan saat makan dan malam hari. Jika hal ini didapatkan maka gejala biasanya akan menetap. Anhidrosis kaki akibat denervasi simpatis merupakan faktor kontribusi terjadinya kaki diabetik karena kulit kering dan mudah tergores. 1,15,22 Mata Neuropati otonom juga bisa menyebabkan gangguan pada pupil sehingga menjadi kurang responsif terhadap cahaya dan mengalami penglihatan yang kurang jelas bila cahaya dinyalakan mendadak pada kamar yang gelap atau mengalami kesukaran mengemudikan kendaraan pada malam hari. 1,15 Traktus urinarius dan organ seks Neuropati otonom seringkali mempengaruhi organ yang mengontrol miksi dan fungsi seksual. Kerusakan saraf menghalangi pengosongan sempurna kandung kemih dan menimbulkan retensio urin sehingga bakteri dapat tumbuh dalam kandung kemih dan ginjal akibatnya sering terjadi infeksi pada traktus urinarius. Selain itu dapat juga terjadi inkontinensia urin karena pasien tidak dapat merasakan kapan kandung kemih penuh dan tidak dapat mengontrol otot-otot untuk miksi. Neuropati otonom dapat mengurangi respon seksual pada pria dan wanita. Pria akan mengalami gangguan ereksi atau bisa mencapai klimaks seksual tanpa ejakulasi sedangkan pada wanita akan mengalami kesukaran lubrikasi dan orgasme. 1,15,23-25 Kurang respon terhadap hipoglikemia Umumnya bila kadar gula darah menurun di bawah 70% akan timbul gejala seperti gemetar, palpitasi, keringat dingin namun pada penderita diabetes dengan gangguan neuropati otonom ini tidak akan merasakan gejala hipoglikemia sehingga hipoglikemia akan sulit dideteksi. 1,153.2 Neuropati asimetris Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang sudah dikenal pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat dan cepat pula sembuh. Hal ini berbeda dengan neuropati diabetik perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan atas gejala pada beberapa tahun setelah onset.a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal) Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif pertama kali digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini juga dikenal sebagai neuropati motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral radikulopleksus atau neuropati femoral. Penderita merasakan nyeri yang berat pada paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar dan meluas sampai ke lutut. Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena. Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai kelemahan fungsi kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor panggul dapat juga terpengaruh. Adductor paha, gluteus, dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut biasanya berkurang atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga. Gangguan sensorik jarang terjadi dan jika ada biasanya bersamaan dengan neuropati diabetik perifer. 9-11,13Penyebab dari amiotrofi diabetik tidak diketahui. Biasanya cenderung terjadi bersamaan neuropati diabetik perifer. Beberapa orang menyatakan bahwa kombinasi gambaran fokal tumpang tindih dengan neuropati perifer difus menunjukkan kerusakan vaskular pada akar saraf femoral sebagai penyebab kondisi ini.

Gambar 4. Amiotrofi diabetik (proksimal neuropati) 2 Pengelolaan nyeri amiotrofi diabetik tidak berbeda untuk neuropati diabetik perifer. Pasien seharusnya diedukasi dan diyakinkan bahwa kondisi ini dapat disembuhkan. Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan fisioterapi untuk memperkuat otot quadriceps. 9-11,13b. Mononeuropati kranial Mononeuropati kranial yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan saraf ketiga kranial. Pasien datang dengan nyeri tiba-tiba di belakang dan atas mata mendahului ptosis dan diplopia. Proses penyembuhan memerlukan waktu lebih dari tiga bulan. 2,10 c. Radikulopati trunkal Radikulopati trunkal atau neuropati torakoabdominal pada penderita diabetes ditandai dengan onset nyeri akut pada distribusi dermatomal di atas toraks atau abdomen diikuti gangguan sensoris kutaneus atau hiperestesi. Nyeri biasanya unilateral dan herniasi otot abdomen dapat terjadi walaupun jarang. 2,10,12,13

Gambar 5. Neuropati diabetik trunkal (neuropati atau radikulopati/torakoabdominal) 2Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen dan menjalani berbagai pemeriksaan yang tidak perlu seperti barium enema, kolonoskopi dan bahkan laparotomi. Penyembuhan biasanya dalam beberapa bulan meskipun gejala dapat menetap dalam beberapa tahun. 1,2,10,13d. Pressure palsies

Sindrom Carpal Tunnel Beberapa saraf penderita diabetes rentan terhadap tekanan pada diabetes. Pasien biasanya mengeluh nyeri dan parestesi pada tangan yang kadang menyebar ke seluruh lengan khususnya pada malam hari. Pada kasus yang berat pemeriksaan klinis dapat menunjukkan berkurangnya sensasi daerah tengah tangan dan kerusakan pada otot thenar. Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan mudah menggunakan pemeriksaan konduksi saraf medianus dan penatalaksanaan melibatkan pembedahan dekompresi pada carpel tunnel di bagian pergelangan tangan. Respons atas pembedahan biasanya bagus, meskipun gejala nyeri sering berulang dibandingkan pasien yang tidak diabetes. Entrapment saraf ulnaris dan saraf terisolir lainnya Saraf ulnaris juga rentan terhadap tekanan pada siku, berakibat pada kerusakan dorsal interossei khususnya pada dorsal interosseous yang pertama. Pada anggota tubuh bagian bawah, peroneal (lateral popliteal) adalah saraf yang paling sering terkena. Kompresi pada kepala fibula yang menyebabkan foot drop. Sayangnya penyembuhan secara menyeluruh jarang terjadi. Saraf lateral kutaneus pada paha biasanya juga terkena akibat entrapment neuropati diabetik..3.3 Disfungsi Susunan Saraf Pusat

Perhatian terhadap kelainan susunan saraf pusat sangat relatif sedikit pada pasien neuropati diabetik. Penelitian autopsi sebelumnya pada pasien diabetes mendapatkan lesi degeneratif difus di sistem saraf pusat termasuk demielinisasi dan hilangnya silinder akson pada kolum posterior, degenerasi neuron kortikal dan abnormalitas otak tengah dan serebelum yang dideskripsikan sebagai mielopati diabetik dan ensefalopati diabetik.

Penelitian yang mengevaluasi fungsi sistem saraf pusat pasien diabetes menggunakan evoked-potential sebagai respon terhadap stimulasi saraf tepi dan tes neurofisiologis menggambarkan hasil adanya defisit konduksi spinal atau supraspinal (sentral) atau disfungsi kognitif, tetapi derajat disfungsi sepanjang jalur aferen somatosensorik pada pasien diabetes tipe 1 tergantung pada derajat neuropati perifer dan tidak berhubungan dengan diabetes atau kontrol glikemik dan dapat dicirikan dengan gangguan kompleks sensori kortikal dan perifer. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan peningkatan frekuensi lesi subkorteks dan batang otak pasien diabetes tipe 1 dengan neuropati diabetik. Pasien neuropati diabetik menunjukkan area chord yang lebih kecil pada C4/5 dan T3/4. Menggunakan positron emission tomography (PET) dan [18F]-2-deoxy2-fluoro-D-glucose didapatkan penurunan metabolisme glukosa otak pada pasien diabetes tipe 1 dengan neuropati diabetik jika dibandingkan dengan pasien diabetes baru dan subyek sehat. Pengukuran spektroskopik metabolit otak seperti N-acetyl aspartate (NAA) dalam thalamus mendapatkan rasio kreatinin:NAA lebih rendah, menyatakan disfungsi neuronal thalamus pada neuropati diabetik. Dengan demikian terdapat sekumpulan bukti yang menyatakan keterlibatan neuropati pada tingkat spinal dan sentral merupakan gambaran diabetik neuropati tetapi tidak jelas apakah kejadian tersebut primer atau sekunder. 2BAB IvPatogenesis Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada penderita diabetes. Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan dalam perkembangan dan progresi neuropati diabetik sama seperti komplikasi mikrovaskuler diabetes lainnya. Penelitian patofisiologi molekuler dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada jalur metabolisme glukosa. 7Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme adalah fluks glukosa melalui jalur poliol, jalur hexosamine; aktivasi isoform protein kinase C (PKC) yang berlebihan; akumulasi dari advanced glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif dalam sel menyebabkan aktivasi jalur polimerase (PARP) dengan meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam promosi reaksi inflamasi dan disfungsi neuronal. Neuropati diabetik terjadi karena hiperglikemia yang menyebabkan penurunan aliran neurovaskuler mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal. (lihat gambar 6)7,124.1. Jalur Poliol Enzim aldose reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dan sorbitol dehidrogenase (SDH) mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa. Kedua enzim ini secara berlebihan diekspresikan pada jaringan yang rentan terhadap komplikasi diabetes. Hiperglikemia mengaktivasi jalur aldose reduktase dalam jumlah besar. Peningkatan fluks melalui jalur aldose reduktase menyebabkan peningkatan sorbitol intraseluler, keadaan hipertonis intraseluler relatif dan efluks kompensasi osmolit lain seperti mioinositol (penting dalam tranduksi sinyal) dan taurin (antioksidan). Nicotinamide adenine dinucleotide phospate dehidrogenase (NADPH) digunakan oleh aldose reduktase-diperantarai oleh reduksi glukosa menjadi sorbitol dan NADPH habis untuk regenerasi glutation tereduksi (GSH) sehingga terjadi stress oksidatif. 27-31

Gambar 6. Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropati

diabetes.7Langkah kedua dalam jalur poliol yaitu oksidasi sorbitol menjadi fruktosa melalui sorbitol dehidrogenase. Pembentukan fruktosa meningkatkan glikasi disertai penurunan NADPH memperbanyak terjadinya ketidakseimbangan redoks. Aktivasi aldose reduktase juga meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang akan menganggu jalur PKC. 27-314.2 Jalur Hexosamine Jalur hexosamine diimplikasikan sebagai faktor tambahan dalam patologi diabetes yang diinduksi stress oksidatif dan komplikasinya. Fruktose-6 fosfat merupakan metabolik intermediat glikolisis. Selama metabolisme glukosa, beberapa fruktosa 6-fosfat mengalami shunt dari jalur glikolitik menjadi jalur hexosamine. Disini fruktosa 6-fosfat dikonversi menjadi glukosamin-6 fosfat oleh glutamine fruktosa-6 fosfat aminotransferase. Glukosamin-6 fosfat kemudian dikonversi menjadi uridine diphospate-N-acetyl glucosamine (UDPGlcNAc), molekul yang terikat pada serin dan treonin residu faktor transkripsi. Kondisi hiperglikemia membentuk fluks tambahan melalui jalur hexosamine dan menyebabkan kelebihan GlcNAc serta modifikasi ekspresi gen abnormal. 7,27-31Secara spesifik, kondisi hiperglikemia dan kelebihan GlcNAc menyebabkan peningkatan Sp1, suatu faktor transkripsi terlibat dalam komplikasi diabetik. Sp1 bertanggungjawab dalam ekspresi banyak gen glukosa-induced housekeeping termasuk transforming growth factor-1 (TGF- 1) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Ekspresi berlebihan TGF-1 menyebabkan peningkatan produksi matriks kolagen sehingga meningkatkan fibrosis endotel dan penurunan proliferasi sel mesangial. Ekspresi berlebihan PAI-1 meningkatkan mitosis sel otot polos vaskuler yang memegang peranan dalam arterosklerosis. PAI-1 tidak hanya diupregulasi melalui jalur hexosamine tetapi juga jalur PKC. Jadi dua jalur berbeda menyebabkan komplikasi diabetik melalui mekanisme yang sama. 7Selain itu diketahui bahwa GlcNAc menganggu fungsi sel beta dengan menginduksi stres oksidatif; peningkatan glutamine fructose-6 phosphate aminotransferase atau glukosamin menyebabkan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan penurunan ekspresi gen insulin, glucose transporter 2 dan glucokinase. 4.3 Jalur Protein Kinase C Jalur protein kinase C (PKC) merupakan mekanisme tambahan dimana hiperglikemia menyebabkan kerusakan pada jaringan yang rentan komplikasi. Peningkatan kadar glukosa menstimulasi diacyglycerol (DAG) yang selanjutnya meningkatkan PKC. Peningkatan produksi isoform PKC terlibat dalam ekspresi berlebihan protein angiogenik vascular endothelial growth factor (VEGF), PAI-1, NF-B, TGF- dan perkembangan komplikasi diabetik seperti retinopati, nefropati serta penyakit kardiovaskuler. 7,27-31Aktivasi jalur PKC menyebabkan vasokontriksi dan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan hipoksia, angiogenesis, penebalan membran basalis dan proliferasi endotel. Perubahan dalam aliran darah neurovaskuler ini merupakan sumber peranan PKC pada neuropati, walaupun penelitian lebih jauh diperlukan untuk mengetahui hubungannya. Aktivasi PKC juga menganggu fungsi pompa Na-K ATPase dan enzim lain yang penting untuk konduksi saraf. Aktivasi isoform PKC lainnya menunjukkan penurunan aktivitas Na-K ATPase pada sel otot polos dan menormalkan aktivitas saraf perifer. 4.4 Jalur Advanced Glycation Endproducts Reaksi non-enzimatik antara reduksi gula atau oxaldehide dan protein/lemak menghasilkan advanced glycation endproducts (AGEs). Tiga jalur utama bertanggung jawab dalam pembentukan dikarbonil reaktif (prekursor AGE): 1) oksidasi glukosa membentuk glioxal; (2) degradasi produk Amadori dan 3) penyimpangan metabolisme intermediate glikolitik menjadi metilglioxal. 7 AGEs merupakan modifikasi heterogen biomolekul intraseluler dan ekstraseluler. Metilglioxal merupakan dikarbonil sangat reaktif yang menginduksi sensitivitas kerusakan vaskuler sel endotel. Protein AGEs ekstraseluler termasuk protein plasma dan matriks merusak adhesi seluler dan mengaktivasi reseptor AGEs (RAGE). Interaksi AGE-RAGE mengaktivasi transcription factor nuclear factor kappa B (NF-B). NF-B meregulasi sejumlah aktivitas termasuk inflamasi dan apoptosis. Aktivasi RAGE neuronal menginduksi stres oksidatif melalui aktivitas NADPH oksidase. Peningkatan kadar AGE dan RAGE ditemukan dalam jaringan diabetik manusia. Secara kolektif, kerusakan biokimia yang diinduksi AGEs menyebabkan kerusakan aliran darah saraf dan hilangnya dukungan neurotrofik. 27-314.5 Jalur Poli (ADP-ribosa) polimerase Poli(ADP-ribosa)polimerase (PARP) ditemukan dalam sel Schwann, sel endotel dan neuron sensoris juga terlibat dalam glukotoksisitas. PARP merupakan enzim inti yang berhubungan erat dengan stres oksidatif-nitrosatif, radikal bebas dan oksidan. Bukti terakhir juga menyatakan bahwa PARP menyebabkan dan diaktivasi oleh stres oksidatif. PARP bekerja melalui pembelahan nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) menjadi nicotinamide dan residu ADPribose yang terikat dalam protein inti. Hasil dari proses ini termasuk deplesi NAD, perubahan transkripsi dan ekspresi gen, peningkatan radikal bebas dan konsentrasi oksidan serta pengalihan intermediate glikolitik ke jalur patogen seperti pembentukan PKC dan AGE. PARP terlibat dalam manifestasi abnormal klinis seperti penurunan kecepatan konduksi saraf, neuropati serabut kecil, abnormalitas neurovaskuler, retinopati, hiperalgesia termal, mekanikal serta taktil alodinia. 7,27-314.6 Stres Oksidatif dan ApoptosisJalur AGEs, poliol, hexosamine, PKC dan PARP terlibat dalam kerusakan neuronal dengan secara langsung merusak kapasitas redoks sel, baik melalui pembentukan langsung reactive oxygen species (ROS) atau oleh deplesi komponen penting siklus glutation. 7Jalur hexosamine, PKC dan PARP merusak melalui ekspresi protein inflamasi. Progresivitas neuropati diabetik sepanjang distal-proksimal akson menyatakan bahwa kerusakan awal berada di akson. Akson sangat rentan terhadap kerusakan akibat hiperglikemia dikarenakan efek langsung hiperglikemia terhadap suplai aliran darah saraf dan sejumlah besar mitokondria akson. Banyak bukti menyatakan bahwa lingkungan hiperglikemia bersama suplai darah yang buruk menyebabkan beban berlebihan terhadap kapasitas metabolik mitokondria sehingga menghasilkan stres oksidatif. Stres oksidatif ini menyebabkan kerusakan mitokondria diikuti dengan degenerasi aksonal dan kematian. Kerusakan mitokondria terjadi akibat pembentukan berlebihan ROS dan reactive nitrogen species (RNS). ROS, seperti superoksida dan hidrogen peroksida, dihasilkan di bawah kondisi normal melalui rantai transfer elektron mitokondria dan secara normal dilepaskan oleh agen detoksifikasi seluler seperti superoxide dismutase, katalase dan glutation. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan aktivitas mitokondria sehingga meningkatkan produksi ROS.

Peroksinitrit (RNS utama) dibentuk oleh reaksi superoksida dan nitric oxide (NO). RNS memicu sejumlah efek sitotoksik termasuk nitrosilasi protein dan aktivasi PARP. Kelebihan pembentukan ROS/RNS membebani kapasitas alamiah antioksidan sel, menyebabkan kerusakan lipid, protein dan DNA. Kerusakan tersebut memperburuk fungsi sel dan integritasnya. Mitokondria rentan terhadap kerusakan ini karena merupakan asal dari pembentukan ROS/RNS.

Stres oksidatif seluler semakin meningkat bila hiperglikemia menyebabkan produksi berlebihan superoksida sebagai produk fosforilasi oksidatif mitokondria. Produksi berlebihan superoksida juga menghambat GADPH, menyebabkan akumulasi intermediate glikolitik upstream. Kerusakan seluler lanjut dan penurunan aliran darah saraf serta iskemia terjadi karena intermediate tersebut memperbanyak produksi aldose reduktase, hexosamine, PKC dan AGEs. Secara ringkas, stres oksidatif dan ROS menghubungkan jalur metabolik dan mediator fisiologis yang terlibat pada disfungsi progresif, kerusakan dan hilangnya serabut saraf pada neuropati diabetik. Pembentukan ROS mengawali siklus dimana stres oksidatif sendiri menganggu mekanisme antioksidan alamiah. Stres oksidatif tidak hanya merusak DNA, protein dan membran mitokondria tetapi juga mengawali jalur sinyal yang menyebabkan destruksi mitokondrial terlokalisir disebut mitoptosis yang selanjutnya memicu apoptosis. 7,27-314.7 Inflamasi Agen inflamasi termasuk protein C-reaktif dan TNF- didapatkan pada diabetes melitus tipe 1 dan 2. Kadar tinggi protein ini berhubungan dengan insidens neuropati. Ketika kelebihan glukosa dipintas melalui jalur alternatif metabolik seperti fructose-6 phospate atau diasilgliserol, intermediate signalling dan modifikasi transcription factor menyebabkan peningkatan TGF- dan NF-B. Pemecahan glikolitik triose fostat akan membentuk AGEs. AGE ekstraseluler lainnya mengaktivasi RAGE yang juga menimbulkan signaling inflamasi intraseluler untuk upregulasi NF-B.

Semua mekanisme inflamasi pada neuropati diabetik merupakan akibat dari aktivasi NF-B. Aktivasi kronis NF-B menyebabkan pembuluh darah dan sel saraf lebih rentan terhadap kerusakan akibat reperfusi iskemia. Reperfusi-iskemia mengakibatkan terjadinya infiltrasi luas monosit makrofag dan inflitrasi sedang granulosit pada saraf tepi diabetik. Sitokin yang diinduksi oleh NF-B dalam sel endotel, sel Schwann dan neuron juga menyebabkan rekruitmen makrofag pada saraf diabetik. Makrofag menyebabkan neuropati diabetik melalui sejumlah mekanisme, termasuk produksi ROS, sitokin dan protease, yang menimbulkan kerusakan mielin dan kerusakan oksidatif seluler. Rekruitment berlebihan makrofag menganggu regenerasi neuropati diabetik. 7,27-314.8 Growth factor 7,27-31Growth factor membantu pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron. Neuropati diabetik diketahui mengalami degenerasi neuronal dan kerusakan sel Schwann, gangguan growth factor seperti nerve growth factor (NGF), insulin-like growth factor (IGF) dan neurotrophin 3 (NT-3) yang terlibat dalam patogenesis neuropati diabetik. Faktor-faktor ini terikat pada reseptor heterodimeric tyrosine kinaseKadar ekspresi berbagai growth factor terganggu pada model neuropati diabetik. NGF merupakan growth factor yang paling banyak dipelajari pada neuropati diabetik. NGF diproduksi oleh otot dan keratinosit dan reseptor trkA-nya diekspresikan pada neuron simpatis dan sensoris. Kadar NGF berkurang pada berbagai model diabetik. Tetapi ketika kadar glukosa kembali normal maka kadar NGF juga kembali normal. Hal ini menunjukkan bahwa diabetes, baik oleh karena hiperglikemia maupun kekurangan insulin, mempunyai kemampuan meregulasi growth factor. Tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan hasil berbeda mengenai kadar ekspresi NGF ini. Sama seperti pada NGF, IGF I dan II diregulasi juga dibawah kondisi diabetik melalui pemberian insulin. NT-3 diekspresikan pada otot dan kulit. NT-1 dapat bersinyal melalui trkA dan B dan umumnya melalui trkC. Seperti trkB, trkC ditemukan pada motor neuron dan populasi neuron sensoris diameter besar yang bertanggungjawab terhadap proprioseptif dan sensasi taktil. Sama seperti penelitian dengan growth factor lainnya, perubahan pada ekspresi NT-3 di diabetes belum secara konsisten tercatat. Kadar protein NT-3 diupregulasi pada saraf suralis dengan kadar mRNA yang dilaporkan dapat meningkat dan menurun.7Akibat proses-proses di atas terjadi perubahan morfologi saraf yaitu hilangnya serabut saraf, atrofi akson, edema nodus Ranvier, disfungsi aksoglia dan edema endoneurial, keadaan ini menyebabkan terjadinya perubahan struktural saraf perifer, yaitu :

Degenerasi Wallerian

Mengenai akson dan selubung myelin, akson yang terputus dari pusat akan menyusut, akson dan myelin terpecah, destruksi oleh makrofag, degenerasi terjadi pada bagian proksimal sepanjang 1-2 segmen, perubahan perikarion, badan Nissl terpecah dan menghilang, nukleus pindah ke pinggir sel, sel Schwann berproliferasi terjadi lesi transversa pada berkas saraf. Degenerasi aksonal

Degenerasi akson pertama kali terjadi terutama pada bagian distal selanjutnya berkembang ke proksimal, proses selanjutnya seperti degenerasi Wallerian

Demielinisasi dan remielinisasi sel Schwann

Lesi terjadi pada sel Schwann, demielinisasi dimulai di daerah nodus Ranvier, meluas ke segmen internodus, destruksi oleh sel makrofag, terjadi remielinisasi pada sel Schwann, keadaan ini dapat terjadi berulang-ulang sehingga terjadi proliferasi sel Schwann yang tersusun konsentris, berlapis-lapis sehingga terjadi benjolan pada saraf. 27,30Manifestasi neuropati diabetik yang paling sering dikeluhkan oleh penderita adalah rasa nyeri. Nyeri neuropati diabetik merupakan salah satu gejala positif dari neuropati diabetik perifer. Patofisiologi timbulnya gejala nyeri masih banyak yang belum dimengerti dan alur neurologik terjadinya nyeri juga masih membingungkan. Pada model hewan menunjukkan adanya kepekaan dari akson perifer yang cedera dan sistem saraf pusat. Kepekaan saraf perifer ditunjukkan dengan tanggapan yang berlebihan dari saluran natrium dan khususnya reseptor adrenergik, pada aferen perifer yang tidak bermielin juga dikeluarkan sejumlah peptida, terutama 11-aminoacid peptide substance P yang merupakan vasodilator kuat dan penarik kimia untuk sel darah putih serta menyebabkan lepasnya histamine dan serotonin dari platelet. Sedangkan perubahan saraf pusat ditunjukkan dengan peningkatan sensitivitas dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NDMA) juga reseptor glutamine-activated yang mengubah reseptor opiate dan neuropeptida lainnya.32-33Pada beberapa peneliti menduga bahwa nyeri ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi serabut kecil tidak bermielin tipe C nosiseptif dan sedikit serabut bermielin A delta namun berkaitan dengan serabut bermielin besar. Setelah terjadi cedera pada saraf perifer karena kadar gula darah tinggi yang berlangsung lama, beberapa serabut C akan mengalami kehilangan kontak sinaptik dengan medula spinalis dan terjadi degenerasi aksonal. Sebagai mekanisme kompensasi, pada serabut besar bermielin akan timbul tunas di daerah yang mengalami kehilangan sinap, yaitu di daerah superfisial dari kornu dorsalis medula spinalis. Pada keadaan yang sama pembentukan tunas kolateral, serabut besar juga timbul cetusan ektopik abnormal, hal ini merupakan penggerak utama terjadinya nyeri neuropati. Teori ini didukung dengan percobaan bahwa anestesi lokal dosis rendah dapat menahan cetusan ektopik dengan menghasilkan efek analgesik bermakna pada hewan percobaan dan percobaan klinik dengan nyeri neuropati. Komponen nyeri neuropati lain adalah hilangnya inhibisi pada medula spinalis (terjadinya degenerasi dari -aminobutyric acid = GABA-ergik pada kornu dorsalis) memperlihatkan adanya eksitotoksisitas dengan pengeluaran glutamate dan aspartat yang berlebihan 1,33-34BAB VDIAGNOSIS

5.1. AnamnesisMelalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan dengan neuropati diabetik seperti : Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli, seperti memakai sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas. Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi keluhan lebih dari satu tipe nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita untuk mengumpulkan keterangan mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang merupakan respon dari aktivitas reseptor nyeri terhadap stimulus noksisous.Untuk menentukan tingkat beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual Analog Scale. Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan atau distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai, sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, gerakan halus tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah bertabrakan. Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi berdiri, sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi dalam gelap dan terang. 1,7,9,10,355.2 Pemeriksaan fisik 1,7,9,10,35 Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.

Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles. Observasi mengenai cara berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan pemeriksaan propioseptif.

5.3 Pemeriksaan penunjang Laboratorium

Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi. 1,2,10,34,35 Radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan atau lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram merupakan suatu pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intrakranial lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan nervus okulomotorius. 1,2,10,34,35Consensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic Neuropathy merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis neuropati diabetik sebagai berikut :

1. Pengukuran klinis

2. Analisis morfologi

3. Pengukuran elektrodiagnostik

4. Tes kuantitatif sensoris dan

5. Tes sistem saraf otonom1. Alat skrining klinis Kebanyakan instrumen skrining untuk neuropati diabetik bersifat non-invasif, murah, sensitif dan endpoint prediktif klinis tinggi. Sejumlah sistem skoring diajukan untuk menilai secara klinis defisit neurologis sehingga dapat diketahui adanya dan beratnya neuropati. Pendekatan ini dimulai oleh Dyck dkk pada Mayo Clinic yang membuat Neuropathy Disability Score (Mayo NDS). Tetapi sistem skoring tersebut memerlukan keahlian seorang neurolog. Modifikasi NDS pertama dibuat oleh Young dkk dapat dilakukan oleh non-spesialis dan mempunyai jumlah total 28 terhadap defisit sensoris dan refleks. Skor sensoris merupakan evaluasi nyeri (pin prick), sentuh (wol katun), dingin (garpu tala yang dimasukkan ke dalam air es), vibrasi (garpu tala 128 Hz), digradasikan sesuai lokasi anatomi yang terganggu (tidak ada abnormalitas [0], ibu jari [1], kaki tengah [2], ankle [3], tengah tungkai bawah [4], dan lutut [5]). Rerata kedua tungkai untuk setiap modalitas dihitung jumlah dari keempat defisit menggambarkan skor sensoris. Skor refleks berasal dari refleks lutut dan ankle (normal=0, ada=1 dan tidak ada=2). Skor 1-5=neuropati ringan, 6-16= neuropati sedang dan 17-28=neuropati berat. 1,2,35Tabel 1. Modified Neuropathy Disability Score 35Neuropathy disability scoreKananKiri

Ambang batas persepsi getaran

Garpu tala 128-Hz; apeks ibu jari:

Normal = dapat membedakan getaran/tidak

Persepsi suhu dorsum kaki

Menggunakan garpu tala dengan pecahan es atau air hangat

Pin-prick

Melakukan tusuk jarum proksimal ibu jariNormal = dapat membedakan tajam/tumpul

Refleks Achilles

Normal = 0

Abnormal = 1

Ada = 0

Ada dengan bantuan = 1

Tidak ada = 2

Metode alternatif untuk mendiagnosis dan menentukan derajat neuropati diabetik pada pasien rawat jalan termasuk Michigan Neuropathy Sreening Instrument, yang terdiri atas 15 pertanyaan ya atau tidak untuk gejala yang berhubungan dengan sensasi, kelelahan umum dan penyakit vaskuler perifer selain inspeksi kaki, penilaian sensasi vibrasi dan refleks ankle. Beberapa metode lainnya seperti Neuropathy Symptom Profile, Neuropathy Symptom Score Diabetic Neuropathy Symptom Score dan UT Abbreviated Neuropathy Questionnaire.Monofilament Semmes-Weinstein, garpu tala Rydel-Seiffer, diskriminator sirkumferensial taktil dan Neuropen dapat mendeteksi resiko ulserasi. Tetapi kemampuannya untuk mendeteksi neuropati ringan dan perubahan minimal terbatas, karenanya alat ini tidak dapat digunakan dalam uji klinis untuk menentukan efikasi pengobatan. 2,35

Gambar 7 . Monofilamen Semmes-Weinstein 82. Penilaian morfologi Biopsi nervus suralisBiopsi nervus suralis bukan metode rutin dalam diagnosis neuropati diabetik. Biasanya digunakan untuk menegakkan diagnosis ketika etiologi neuropati diragukan. Keterbatasan teknik ini adalah informasi dari biopsi tidak langsung menguntungkan pasien dan prosedurnya berhubungan dengan morbiditas dan menyebabkan banyak komplikasi. 1,2,36-37 Biopsi tusuk kulitBiopsi kulit secara luas digunakan untuk meneliti saraf sensoris kecil termasuk intra-epidermal nerve fibers (IENF) tak bermielin, serabut saraf dermal bermielin dan serabut saraf otonom pada neuropati perifer serta kondisi lainnya. European Federation of Neurological Societies merekomendasikan guideline untuk penggunaan biopsi kulit dalam diagnosis neuropati perifer yaitu menggunakan 3 mm biopsi tusuk kulit tungkai bawah dan mengukur densitas linier IENF pada sedikitnya tiga potongan setebal 50 mm per biopsi. Efisiensi diagnosis dan nilai prediktif teknik ini sangat tinggi. Penelitian longitudinal densitas IENF dan laju regenerasi dipastikan berhubungan dengan perubahan neuropatologis dan progresi neuropati serta untuk menilai kegunaan potensial biopsi kulit sebagai pengukuran outcome pada penelitian neuropati perifer.2,36-37

Gambar 8. Biopsi nervus suralis normal dibandingkan neuropati diabetik sedang dan

berat.23. Tes kuantitatif sensoris (Quantitative Sensory Testing) Tes kuantitatif sensoris (QST) memiliki intensitas dan karakteristik stimulus yang terkontrol baik dan ambang deteksi ditentukan dalam unit parameter yang dapat dibandingkan dengan nilai normal sehingga penting untuk pengukuran akurat neuropati.Alat ini mengukur :

1. Evaluasi serial terstandarisasi pada lokasi tubuh multipel.

2. Kontrol akurat karakteristik dalam range dinamik luas

3. Penilaian sensoris multipel

4. Perbandingan hasil uji individual dengan database normatif dan bersifat non-invasif.

Kerugian utama yaitu kurangnya objektivitas dan respon yang diperiksa tergantung pada kerjasama dan konsentrasi mereka seperti yang diharapkan. QST mengukur vibrasi menggunakan Biothesiometer atau Neurothesiometer. 1,2

Gambar 9. Neurothesiometer 24. Elektrodiagnostik Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari gangguan neurologis. Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada otot kemudian dilakukan pencatatan sewaktu istirahat dan kontraksi. Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk beberapa pasien dan mungkin memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG), membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya patofisiologi saraf perifer. 1Pemeriksaan hantaran mencatat respon listrik otot terhadap rangsangan ke saraf motoriknya pada dua titik atau lebih di sepanjang jalurnya menuju otot. Pemeriksaan hantaran saraf sensorik menentukan kecepatan hantaran dan amplitudo potensial aksi dalam serabut sensorik dengan merangsang serabut pada satu titik dan merekam responnya pada titik lain di sepanjang akson saraf. Pemeriksaan hantaran saraf sangat berguna dalam membedakan antara gangguan demielinisasi dari denervasi dengan hilangnya akson dan dalam mendiagnosis gangguan hantaran neuromuskular. Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan antara mononeuropati dan polineuropati..

Gambar 10. Elektrodiagnostik 25. Tes saraf otonoma. Kardiovaskuler 7,15,19-21,38- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure

- Denyut jantung istirahat

- Manuver Valsava

- Variabilitas denyut jantung

b. Mata 15- Ukuran pupil adaptasi gelap setelah uji parasimpatis total

c. Sudomotor (kelenjar keringat)22- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)

Penderita diberi bedak indikator yang menjadi ungu bila basah

- Potensial kulit

Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan dan telapak kaki.- Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik diameter maupun distribusinya

- Quantitative Sudomotor Axon Reflex Test (QSART)

Mengukur respon keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus iontoforesis asetilkolin.

d. Gastrointestinal 17,18- Scintigrafi

Merupakan baku emas pengukuran gastrointestinal. Menggunakan putih telur rendah lemak yang dilabel dengan technetium-99.- Uji nafas menggunakan 13-C-acetat atau asam octanoit nonradioaktif.

- Ultrasonografi

- Elektrogastrografi permukaan digunakan untuk mendeteksi abdominal aktivitas slow-wave lambung.

Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, guideline membutuhkan gejala dan tanda klinis yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari pemeriksaan penunjang abnormal (konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes otonom). Neuropati subklinis diidentifikasi melalui pemeriksaan penunjang yang abnormal. BAB VI

PENATALAKSANAAN 6.1 Kontrol glikemik Langkah pertama dalam pengobatan neuropati diabetik adalah menurunkan gula darah ke kadar normal untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf lebih lanjut; karena itu diperlukan monitoring gula darah, pengaturan diet, latihan atau olahraga dan anti diabetika oral atau insulin untuk mengontrol gula darah. Perubahan gula darah yang fluktuatif dianggap dapat memperburuk dan menyebabkan nyeri neuropati sehingga stabilitas nilai kontrol glikemik lebih penting untuk menghilangkan nyeri neuropati diabetik. Kontrol glikemik yang ketat dapat menurunkan resiko neuropati sebesar 60% dalam waktu 5 tahun pada penelitian Diabetes Control and Complication Trial.1,2,7,406.2 Terapi simptomatika. Polineuropati diabetik

Nyeri merupakan manifestasi dini neuropati diabetik dan sering mendahului diagnosis diabetes. Beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa hampir sepertiga pasien dengan gangguan toleransi glukosa (pre-diabetes) mencari pertolongan medis karena sindrom nyeri yang identik dengan polineuropati diabetik. Polineuropati diabetik merupakan gejala persisten pada penelitian epidemiologi pasien dengan DM tipe 2 tetapi jarang pada diabetes tipe 1. Kurangnya pengertian patogenesis kelainan ini menyebabkan terbatasnya perkembangan terapi mekanisme spesifik. Termasuk didalamnya penggunaan antikonvulsan, antidepresan, agen topikal dan opioid. 1,7,39-42

Gambar 11. Mekanisme kerja anti nyeri neuropati 1 Antidepresan

- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai pengobatan first line nyeri neuropati. Antidepresan mengontrol nyeri dan gejala akibat nyeri seperti insomnia dan depresi. Kerja terapeutik agen ini adalah melalui inhibisi reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada penelitian yang dilaporkan oleh Max dan kawan-kawan, amitriptilin (150 mg/hari) lebih superior dibandingkan plasebo dalam mengurangi polineuropati diabetik setelah pengobatan selama 6 minggu. Tetapi amitriptilin berhubungan dengan efek samping signifikan termasuk mulut kering, sedasi dan penglihatan kabur. Desipramine lebih baik ditoleransi dan sama efektifnya dalam mengobati polineuropati diabetik. Uji klinis acak untuk imipramin menyatakan bahwa dosis 50 mg dan 75 mg per hari secara signifikan memperbaiki polineuropati diabetik Clomipramide juga menghilangkan gejala polineuropati diabetik. Penggunaan antidepresan terbatas karena efek sampingnya. 1,7,39-42Secara keseluruhan amino sekunder (nortriptilin, desipramin) lebih baik ditoleransi dibandingkan amino tersier (amitriptilin, imipramin). Antidepresan trisiklik tidak ditoleransi dengan baik pada pasien tua. Dosis antidepresan trisiklik awalnya 10 hingga 25 mg, dititrasi hingga 100 atau 150 mg dosis tunggal. Efek analgesiknya memerlukan beberapa minggu untuk menimbulkan dampak sehingga membatasi penggunaannya untuk nyeri akut.

- Inhibitor reuptake serotonin selektif dan inhibitor reuptake serotonin-norepinefrinInhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) merupakan antidepresan paling baru dalam menggantikan antidepresan trisiklik untuk pengobatan depresi karena ditoleransi lebih baik. Kebalikan dengan antidepresan trisiklik, efek SSRI sangat terbatas dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis fluoexetine 40 mg/hari dan citalopram 40 mg/hari.Tramadol merupakan agonis lemah -reseptor yang menghambat reuptake serotonin. Pada penelitian didapatkan bahwa tramadol 200-400 mg/hari secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Mual, konstipasi, sakit kepala dan dispepsia merupakan efek samping yang paling sering. Selain itu, kombinasi tramadol/asetaminofen (37.5/325 mg) 1-2 tablet empat kali sehari efektif dalam memperbaiki polineuropati diabetik.

Inhibitor reuptake serotonin norepinephrine (SNRI) mempunyai efikasi lebih besar dalam pengobatan polineuropati diabetik dibandingkan SSRI. Duloxetine telah disetujui FDA dalam mengobati polineuropati diabetik berdasarkan tiga uji klinis plasebo-kontrol acak yang besar. Dari penelitian tersebut duloxetine 60 mg dan 120 mg perhari memberikan hasil signifikan dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis lebih tinggi memberikan hasil lebih baik tetapi dengan efek samping yang lebih besar. Secara umum, duloxetine lebih baik ditoleransi dalam hal efek samping jantung dan gastrointestinal dibandingkan SNRI lainnya. Venlafaxine 150-225 mg/hari mengurangi polineuropati diabetik tetapi dengan efek samping terhadap jantung seperti peningkatan resiko perubahan elektrokardiografi.1,7, Antikonvulsan

Antikonvulsan mengontrol eksibilitas neuronal dengan penghambatan saluran natrium dan/atau kalsium. Secara luas obat ini digunakan untuk mencegah kejang tetapi dapat juga digunakan dalam pengobatan nyeri neuropati. Fenitoin dan karbamazepin secara primer memblok voltage gated sodium channel. Dengan dosis antara 200 dan 600 mg/hari, keduanya dapat mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo.

Sodium valproat meningkatkan kadar GABA pada susunan saraf pusat, menghambat saluran T T-type calsium dan meningkatkan masuknya potasium. Efek samping yang ada seperti kerontokan rambut, pertambahan berat badan, hepatotoksisitas dan disfungsi kognitif dalam penggunaan jangka panjang membatasi penggunaannya walaupun dosis 500 mg/hari dapat menurunkan nyeri polineuropati diabetik. Lamotrigine merupakan antikonvulsan baru yang memblok voltage gated sodium channel, menurunkan arus kalsium presinaptik untuk menghambat pelepasan glutamat dan penurunan kadar GABA dalam otak.

Topiramate mempunyai beberapa aksi seperti pemblokan activity-dependent voltage gated sodium channel; menghambat L-type voltage gated calcium channel dan memblok reseptor kainite/-amino-3-hydorxxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) excitatory amino acid receptor. Topiramate 400 mg/hari biasanya ditoleransi baik dan secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik pada 1 dari 6 pasien.Oxcarbazepine merupakan keto-analog karbamazepine yang memblok sodium channel. Oxcarbazepine mempunyai profil efek samping yang baik dan ditoleransi dengan baik. 1,7,39-42 Calcium channel 2- liganGabapentin digunakan secara luas untuk nyeri neuropati karena efektivitasnya dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan antidepresan trisiklik dan antikonvulsan lainnya. Gabapentin menghasilkan efek analgesia dengan terikat pada 2- L-type voltage gated calcium channel dan menurunkan influks kalsium. Gabapentin 400mg lebih efektif dalam mengobati polineuropati diabetik dibandingkan amitriptilin ( 90 mg/hari). Gabapentin dapat ditoleransi dengan baik pada titrasi lambat. Efek samping gabapentin termasuk dizziness, ataksia, sedasi, euforia, edema ankle dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan titrasi berminggu-minggu untuk mencapai dosis maksimal yang efektif hingga 3 g/hari.Pregabalin juga bekerja dengan mengikat subunit 2- calcium channel. Pada empat penelitian uji klinis plasebo kontrol acak, pregabalin (300-600 mg/hari) secara signifikan lebih efektif dalam meringankan polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Tidak seperti gabapentin, pregabalin memiliki absorpsi gastrointestinal yang lebih baik dan dapat diberikan dua kali perhari. Efek farmakokinetik linearnya menyebabkan onset maksimal hilangnya nyeri yang cepat. Tetapi efek sampingnya sama dengan gabapentin. Diantara efek samping tersebut, pertambahan berat badan perlu diperhatikan pada pasien DM tipe 2. 1,7,39-42 Metixiline

Metixline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk mengobati berbagai macam nyeri neuropati termasuk polineuropati diabetik. Beberapa uji klinis plasebo kontrol acak telah dilakukan tetapi tidak satupun penelitian menunjukkan pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi pasien dengan keluhan nyeri yang menusuk dan membakar dan sensasi panas dapat dikurangi dengan terapi metixiline. Opioid Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati diabetik pada periode 6 minggu. Walaupun opioid efektif terhadap polineuropati diabetik, penggunaan jangka panjang akan mempunyai efek samping termasuk konstipasi, retensio urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi imun dan masalah yang berhubungan dengan toleransi dan adiksi. Baru-baru ini penelitian menggunakan kombinasi terapi opioid dan gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan nyeri. Kombinasi obat lebih efektif dalam mengurangi nyeri dibandingkan obat tunggal. 7 Non-steroidal anti inflamatory drug (NSAID) NSAID merupakan kelompok pengobatan yang menghambat siklooksigenase dan mencegah pembentukan prostaglandin. Biasanya NSAID tidak direkomendasikan untuk pengobatan polineuropati diabetik akibat efeknya terhadap fungsi gastrointestinal, ginjal dan jantung. Resiko overdosis juga tinggi pada pasien nyeri kronik. Pada penelitian kecil didapatkan ibuprofen 2400 mg/hari dan sulindac 400 mg/hari secara signifikan mengurangi skor parestesia polineuropati diabetik pada 24 minggu.7 N-methyl D-aspartate receptor antagonist.

Dua antagonis reseptor NDMA, dekstrometrofan dan mematine telah diuji pada polineuropati diabetik. Dekstrometrofan mempunyai efek penurunan polineuropati diabetik signifikan yang tergantung pada dosis. Walaupun begitu inhibitor NMDA mempunyai efek samping termasuk sedasi, mulut kering dan distres gastrointestinal.1,7 Agen topikal

Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat pada reseptor TRPV1 dan memakai substansi P pada saraf perifer untuk mendapatkan efek analgesiknya. Pada penelitian oleh Capsaicin Study Group, 0.075 krim capsaicin dioleskan tiga kali sehari selama 6 minggu lebih efektif dalam mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Rasa terbakar merupakan efek samping paling sering yang cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik capsaicin dimulai mingguan setelah pemakaian krim. Baru-baru ini patch yang mengandung capsaicin dosis tinggi menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan nyeri diabetik.Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan aliran darah terlibat dalam polineuropati diabetik, penelitian kecil menggunakan isosorbid dinitrat dilakukan. Pada 12 minggu penelitian crossover, double-blind, placebo controlled dengan 22 pasien didapatkan semprotan isosorbid dinitrat secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik. Pasien dalam percobaan ini melaporkan nyeri kepala ringan dan dibutuhkan penelitian lebih besar untuk mengevaluasi efek potensial pengobatan ini dalam polineuropati diabetik.Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian mengurangi nyeri polineuropati diabetik. Pada penelitian open label hingga empat patch lidokain 5% diberikan hingga 18 jam/hari dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan nyeri diabetik polineuropati. Patch lidokain secara signifikan memperbaiki nyeri dan angka kualitas hidup.b. Neuropati diabetik otonom

Seperti didiskusikan sebelumnya, langkah pertama dalam pengobatan semua bentuk neuropati diabetik adalah kontrol glikemik. Gejala neuropati diabetik otonom mungkin bermanifestasi pada berbagai organ sehingga pengobatan simptomatik ditujukan untuk organ dan sistem tubuh yang terkena.

Hipotensi ortostatik sangat sulit untuk untuk ditatalaksana karena tekanan darah berdiri akan meningkat tanpa menyebabkan hipertensi ketika pasien berbaring. Pilihan pengobatan hipotensi ortostatik dicantumkan pada tabel 2 di bawah.Pengobatan non-farmakologis merupakan pendekatan awal. Untuk meningkatkan venous return kaos kaki suportif harus digunakan selama seharian dan dilepaskan saat tidur. Pasien juga dinasehati untuk menghindari mandi air panas, bangkit dari tidur atau berdiri dengan lambat dan tidur dengan kepala ditinggikan.1,22Mineralikortikoid seperti fludrokortison bersama dengan suplemen garam meningkatkan volume plasma tetapi tidak efektif karena meningkatkan resiko gagal jantung kongestif dan hipertensi. Agonis adrenergik campuran seperti efedrin, agonis adrenergik -1 seperti midodrine dan agonis adrenergik -2 yaitu clonidine ditemukan efektif pada beberapa pasien tetapi penting untuk memulai dengan dosis rendah dan titrasi untuk meminimalkan berbagai macam gejala berhubungan dengan penggunaannya. Analog somastostatin yaitu octreotide membantu pasien yang mengalami hipotensi ortostatik refrakter setelah makan.1,15,22Gejala gastrointestinal juga menyertai neuropati otonom diabetik, diantaranya adalah gastroparesis. Gastroparesis harus dipertimbangkan pada pasien dengan kontrol glukosa yang tidak pasti. Tabel 2 menunjukkan pengobatan gastroparesis.Kontrol glukosa darah yang baik penting dalam memperbaiki fungsi motorik lambung. Makan dengan porsi kecil dan sering direkomendasikan, penderita harus membatasi makanan berlemak dan menghindari diet serat berlebihan. Jejunostomi dapat dilakukan pada kasus gastroparesis yang berat, agar perut beristirahat hingga fungsinya membaik 1,15-18Diare diabetik juga sering ditemukan yang bersifat intermiten. Langkah pertama dalam mengobati diare diabetik adalah menyingkirkan penyebab penyerta yang dapat diobati. Diare diakibatkan oleh obat (terapi metformin atau acarbose) dan intoleransi laktose harus dipertimbangkan..Terapi Farmakologis Neuropati Otonom DiabetikObat GolonganDosisEfek Samping

HIPOTENSI ORTOSTATIK

9 FluorohydrocortisoneMineralocorticoid0.5-2 mg/hariGagal jantung kongestif,hipertensi

Clonidine2-Adrenergic agonist0.1-0.5 mg (malam)Hipotensi, sedasi, mulut kering

OctreotideAnalog Somatostatin 0.1-0.5 g/kg/hariNyeri tempat suntikan, diare

GASTROPARESIS

MetoclopromideD2-Receptor antagonist10 mg 30-60 mnt sebelum makan dan tidurGalactorrhea, extrapiramidal

DomperidonD2-Receptor antagonist10-20 mg 30-60 menit sblm makan dan tidurGalactorrhea

ErythromycinMotilin receptor agonist250 mg 30 menit sebelum makanKram perut, mual, diare, rash

LevosulfideD2-Receptor antagonist25 mg tidGalactorrhea

DIARE DIABETIK

MetranidazoleAntibiotik spektrum luas250 mg tid, minimal 3 mingguHipotensi ortostatik

Clonidine2-Adrenergic agonist0.1 mg bid atau tidMegakolon toksik

CholestyramineBile acid sequestrant4 1-6 kali/hariMalabsorpsi nutrien (dosis tinggi)

LoperamideOpiate-receptor agonists2 mg qid

OctreotideAnalog somatostatin50 g tid

CYSTOPATHY

BethanecholAcetylcholine receptor agonist10 mg, 4 kali/hari

Doxazosin1-Adrenergic antagonist1-2 mg, 2-3 kali/hariHipotensi, sakit kepala, palpitasi

DISFUNGSI EREKSI

SildenafilGMP type-5 phosphodiesterase inhibitor50 mg sebelum aktivitas seksual, sekali sehariHipotensi dan kejadian kardiak fatal, sakit kepala, flushing, kongesti hidung, dispepsia, nyeri otot, pandangan kabur.

Pengobatan harus dimulai dengan kontrol glikemik yang baik. Antibiotika spektrum luas seperti metronidazol dapat digunakan untuk mengobati diare yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Klonidine memperbaiki diare dengan menekan aktivitas berlebihan adrenergik. Kolestiramin digunakan untuk mengikat garam empedu jika uji nafas hidrogen normal dan pasien gagal diobati dengan antiobiotika. Loperamide dapat digunakan untuk mengurangi jumlah feses tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena resiko megakolon toksik. Diare yang resisten terhadap pendekatan di atas mungkin respon terhadap octreotide.1,7Pengobatan kandung kemih neurogenik harus dimulai dengan berkemih terjadwal, kadang bersamaan dengan tekanan manual pada kandung kemih untuk memulai urinasi (Crede manuver). Agen parasimpatomimetik, bethanecol (10 mg,QID) dapat membantu dan relaksasi sfingter didapatkan juga dengan antagonis adrenergik -1, doxazosin (1-2 mg, BID atau TID). Kateterisasi sangat berguna dan dapat mengurangi resiko infeksi saluran kemih. Biasanya kateterisasi kronis atau pembedahan transuretral leher kandung kemih mungkin diperlukan. 1,7,23,24Disfungsi ereksi merupakan gejala awal diabetes dan petanda berkembangnya penyakit vaskuler generalisata. Pengobatan disfungsi ereksi harus dimulai dengan optimalisasi kontrol glukosa dan mengurangi alkohol serta tembakau. Fosfodiesterase inhibitor saat ini sudah tersedia dengan farmakokinetik dan profil efek samping aman dalam mengobati disfungsi ereksi. Sildenafil (50 mg, 60 menit sebelum aktivitas seksual) atau tadalafil (5 hingga 20 mg, 60 menit sebelum aktivitas seksual) efektif dalam mengobati disfungsi ereksi. Pengobatan dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat nitrogliserin atau obat yang mengandung nitrat. Injeksi prostasiklin ke dalam corpus kavernosum dan prostesa implan penis juga sudah tersedia.1,25,266.3 Terapi kausal

Terapi yang dibahas sebelumnya terbukti dapat mencegah atau memperlambat neuropati diabetik (kontrol glikemia) atau menghilangkan efeknya (terapi simptomatik). Seperti telah diketahui pendekatan yang terbukti dalam mengobati penyebab neuropati diabetik adalah kontrol glikemik, farmakologis dan neutraceutical yang bertujuan menekan patogenesis neuropati diabetik seperti dibahas berikut ini. Terapi potensial ini berusaha untuk mengurangi penyimpangan biokimia yang menginduksi kerusakan saraf. Inhibitor aldose reduktase 7,43Inhibitor aldose reduktase telah lama menjadi target utama dalam pengobatan neuropati diabetik akibat keberhasilannya dalam mengurangi pembentukan katarak dikarenakan stres osmotik akibat akumulasi poliol pada lensa diabetik. Lebih jauh inhibitor aldose reduktase berhasil dalam pencegahan dan menekan kerusakan saraf pada model hewan pengerat. Sejumlah inhibitor aldose reduktase telah memasuki pasaran, kebanyakan terapi ini secara efektif menurunkan kadar poliol saraf, tetapi hasilnya tidak selalu diterjemahkan sebagai perbaikan gejala neuropati diabetik. - Sorbinil

Sorbinil merupakan prototip inhibitor aldose reduktase dikembangkan pada tahun 1981 dalam pengobatan neuropati diabetik. Walaupun berhasil menurunkan dan mencegah defisit NCV pada model hewan pengerat, sorbinil gagal menunjukkan keberhasilan pada manusia. Bagaimanapun sorbinil berhasil membuka jalan untuk terapi inhibitor aldose reduktase di masa depan.7- PonalrestatPonalrestat merupakan asam karbosilat yang secara efektif menurunkan kadar sorbitol saraf in vitro dan pada tikus, tetapi gagal terbukti pada saraf diabetik manusia. Ponalrestat terikat pada 99% plasma protein (peningkatan 10 kali lipat pada tikus) dan kebanyakan asam yang tidak terikat diionisasi pada pH seluler. Ion ini lambat menyeberangi membran plasma sehingga menghilangkan efektivitas ponalrestat.- Zopolrestat Zopolrestat merupakan analog asam karbosilat ponalrestat yang tergantung pada dosis dalam menurunkan sorbitol saraf tikus diabetik dan kadar fruktosa. Pada penelitian manusia, zopolrestat kadar rendah (250-500 mg) menurunkan kadar saraf sorbitol, tetapi tidak mempunyai efek terhadap kadar fruktosa atau pengurangan gejala dan menunjukkan sedikit perbaikan NCV. Zopolrestat kadar tinggi (1000 mg) secara signifikan lebih efektif meningkatkan NCV tetapi berhubungan dengan insiden kenaikan enzim liver lebih tinggi. - Zenarestat

Zenarestat merupakan inhibitor aldose reduktase yang bersifat asam karbosilat juga menunjukkan ketergantungan dosis untuk perbaikan kecepatan hantar saraf. Perkembangannya dihentikan akibat insiden tinggi peningkatan kadar kreatinin serum.- As-3201

AS-3201 atau ranirestat merupakan spirosuccinimide yang ditemukan pada tahun 1998. Percobaan fase 2 menjanjikan dan menunjukkan sedikit efek samping serta perbaikan defisit kecepatan hantar saraf dan gejala neuropati diabetik.Tetapi kesimpulan fase 3 belum didapatkan karena penelitian masih berlangsung. Pengembangan AS 3201 masih berlanjut, peneliti berharap bahwa penelitian lanjutan dan peningkatan dosis ranirestat akan terbukti efek untuk pengobatan neuropati diabetik di masa depan- Epalrestat

Pada tahun 1992 epalrestat memasuki pasaran Jepang sebagai asam karbosilat inhibitor aldose reduktase dengan efek samping minimum tetapi tanpa bukti nyata efikasi yang dilatarbelakangi penelitian randomized, double blind placebo-controlled. Dari tahun 1997-2003 penelitian di atas akhirnya dilakukan dan pada peningkatan dosis (150 mg), epalrestat menghambat kerusakan saraf dan mengurangi banyak gejala neuropati diabetik seperti kesemutan dan kram anggota tubuh. Epalrestat sekarang merupakan terapi standar untuk neuropati diabetik di Jepang. Myo-inositol

Myo-inositol secara alamiah merupakan messenger sekunder yang terlibat dalam fungsi saraf. Deplesi myo-inositol berhubungan dengan penurunan fungsi Na-K-ATPase dan penurunan kecepatan hantar saraf dan terlibat dalam tahap awal patologi neuropati diabetik. Bukti menunjukkan bahwa suplemen myo-inositol mungkin memperlambat progresi neuropati walaupun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai efikasinya.7b. Jalur hexosamine

Seperti disebutkan di atas, aktivasi jalur hexosamine menghasilkan UDPGlcNAc yang memodulasi transcription factor dan menginduksi kerusakan neurovaskuler. Modulasi jalur hexosamine dapat mengalihkan metabolisme glikolisis jauh dari jalur yang merusak berikutnya. Aksi kerja terapi ini menawarkan kemungkinan untuk menganggu jalur kelainan metabolik. 7 Benfotiamine

Benfotiamine merupakan analog larut lemak tiamin atau vitamin B1 yang mengaktivasi transketolase, yaitu enzim yang mengubah fruktosa-6 fosfat menjadi pentosa-5 fosfat. Penurunan input fruktosa 6-fosfat menurunkan fluks melalui jalur hexosamine (sama seperti fluks melalui jalur advanced glycation end product (AGE) dan diasilgliserol (DAG)-protein kinase C (PKC)). Peningkatan fluks jauh dari jalur hexosamine dan masuk ke dalam jalur pentosa 5-fosfat memberikan suatu keuntungan tambahan yaitu peningkatan kapasitas redoks. Salah satu produk jalur pentosa fosfat adalah NADPH, reaktan utama dalam pembentukan glutation antioksidan. Karena NADPH terdeplesi pada jalur poliol, benfotiamine memegang kemungkinan spekulatif hilangnya efek jalur ini. Benfotiamine berhasil menghambat jalur-jalur ini dan mencegah retinopati diabetik pada model hewan. Pada manusia, benfotiamine menunjukkan perbaikan nyeri akibat neuropati diabetik dan perbaikan kecepatan hantar. Benfotiamin saat ini tersedia sebagai suplemen makanan di Amerika Serikat. 7c. Jalur protein kinase C

Ruboxistaurin

Ruboxistaurin merupakan inhibitor kompetitif PKC- yang secara efektif menangani banyak komplikasi diabetes dalam uji klinis. Terapi ini umumnya berhasil dalam mengurangi progresi retinopati diabetik, vasodilatasi endotel pada nefropati. Tetapi efek percobaan ruboxistaurin terhadap neuropati diabetik tidak menunjukkan perbaikan pada neuropati diabetik. Ruboxistaurin saat ini belum disetujui oleh FDA untuk digunakan. 7d. Advanced glycation endproductsreseptor advanced glycation endproductsjalur RAGE

Jelas sekali bahwa kontrol glikemik merupakan terapi utama dalam menurunkan pembentukan AGE. Pencegahan aktivasi RAGE merupakan alternatif terapeutik paling penting dalam neuropati diabetik. Dua pendekatan paling mudah adalah mencegah pembentukan AGE atau memblok RAGE. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa terapi yang telah dinilai untuk kemampuan menurunkan aktivitas aksis RAGE pada neuropati diabetik. 7,29,31 Aspirin

Seperti dijelaskan sebelumnya, aspirin (asam asetilsalisilat-NSAID) banyak digunakan walaupun penggunaan jangka panjang pada pasien diabetik harus dipertimbangkan karena kemungkinan efek samping gastrointestinal. Pada pasien diabetik dengan dosis tinggi aspirin, insiden retinopati menurun dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan aspirin, hal ini menunjukkan bahwa aspirin mempunyai efek perlindungan terhadap glikasi. Aspirin mengurangi glikasi secara potensial melalui asetilasi grup amino pada in vitro dan hewan percobaan. Kemungkinan lain aspirin tidak secara langsung menganggu glikasi tetapi menghambat glikosidasi dan pembentukan cross-link AGE. Selain efek analgesik aspirin, penelitian-penelitian mengindikasikan penurunan resiko kejadian kardiovaskuler pada pasien diabetik dengan dosis rendah aspirin. 7 Aminoguanidine

Aminoguanidine (juga disebut pimagedine) merupakan senyawa nukleofilik hidrazine dan obat potensial anti-glikasi. Awalnya dipikirkan bahwa aminoguanidine mencegah pembentukan AGE melalui blok kelompok karbonil pada produk Amadori walaupun saat ini dikenal bereaksi dengan kelompok karbonil dari reduksi gula atau 3-DG. Aminoguanidine mengurangi nefropati, retinopati dan neuropati pada beberapa penelitian hewan diabetik. Penelitian pendahuluan pada pasien diabetik menunjukkan bahwa terapi aminoguanidine selama 28 hari mengurangi hemoglobin-berasal dari AGEs (Hb-AGE) tetapi tidak menganggu kadar produk Amadori. Selain hasil yang menjanjikan pada awalnya, aminoguanidine tidak dapat digunakan untuk tujuan terapeutik. Tetapi penelitian terhadap senyawa seperti aminoguanidine memberikan bukti keterlibatan AGE dalam patogenesis komplikasi diabetik. 7,29,31 Phenacylthiazolium bromida

Senyawa dari pembelahan cross-link AGE telah dijelaskan, membuka kemungkinan pembalikan komplikasi diabetik. Senyawa tersebut termasuk N-phenacylthiazolium bromide (PTB) yang dapat membelah cross-link melalui mekanisme yang masih belum jelas. PTB telah digunakan membelah cross-link AGE antara albumin dan kolagen in vitro dan penelitian terbaru pada tikus diabetik juga menunjukkan bahwa PTB dapat mencegah atau membalik akumulasi AGE pada pembuluh darah. Tetapi penelitian lain menemukan bahwa PTB dapat mengurangi model cross-link AGE in vitro walaupun tidak mengurangi pembentukan cross-link AGE in vivo. Apakah pemecahan cross-link AGE berguna in vivo akan juga tergantung pada toksisitas jangka panjangnya. Akibat alamiah PTB yang tidak stabil, analog seperti alagebrium klorida, juga dikenal sebagai ALT-711 telah dikembangkan. Senyawa ini mempunyai efek renoproteksi pada tikus diabetik. Penelitian pasien saat ini menemukan bahwa ALT-17 ditoleransi baik dan didapatkan perbaikan signifikan vaskuler pada manula melalui penurunan tekanan darah dan peningkatan elastisitas vaskuler. Efek terhadap komplikasi diabetes lainnya termasuk neuropati belum diketahui7,29,31 Blok terhadap Advanced Glycation Endproducts Receptor (RAGE).Diketahui ada senyawa yang mampu memblok interaksi antara AGE dan RAGE. RAGE dapat diblok dengan penggunaan soluble RAGE (sRAGE) yang merupakan ekstraseluler ligan-binding domain RAGE atau oleh penggunaan antibodi yang mampu bereaksi dengan RAGE. Penelitian oleh Schmidt dan kawan-kawan telah melakukan berbagai penelitian pada model tikus diabetik menggunakan tikus knockout RAGE dan tikus yang diobati dengan sRAGE atau anti-RAGE. Mereka mendapatkan sRAGE topikal memperbaiki penyembuhan luka, sRAGE menurunkan aterosklerosis pada tikus ApoE knockout. Blokade RAGE mencegah tahap akhir diabetogenesis pada tikus diabetik non-obese dan mencegah defisit sensoris. e. Inhibitor poly(ADP-ribose) polimerase

PARP memperantarai disfungsi neuronal dan inflamasi sehingga inhibisi PARP memberikan efek potensial dalam perbaikan dua jalur yang menyimpang pada neuropati diabetik. Inhibitor PARP seperti 1,5 isoquinolinediol dan 3-aminobenzamide berhasil memperbaiki disfungsi neuronal akibat PARP pada tikus diabetik. Selain itu, nikotinamide (vitamin B3) menunjukkan bekerja sebagai inhibitor PARP dan antioksidan pada hewan pengerat dalam memperbaiki neuropati perifer diabetik dini. Nikotinamide merupakan terapeutik potensial karena efek samping dan toksisitasnya yang terbatas. 7f. Antioksidan

Pendekatan terapeutik paling logis adalah mencegah stres oksidatif melalui pemberian antioksidan. Perlawanan antioksidan berasal dari enzim antioksidan yang mengkatalisasi pelepasan molekul antioksidan ROS dengan mencegah oksidasi molekul lainnya, biasanya karena antioksidan ini telah mengoksidasi molekul yang mengikat transisi ion metal sehingga tidak mampu mengkatalisasi pembentukan ROS pada sel. Vitamin E

Vitamin E merupakan senyawa larut lemak yang ada dalam 8 isoform dengan berbagai aktivitas biologis. Kadar vitamin E darah dapat menurun pada stres oksidatif yang memanjang dan individu yang tidak dapat mengabsorbsi lemak makanan, diet rendah lemak atau defisiensi zinc. -tocopherol merupakan isoform paling aktif dan merupakan suplemen makanan yang paling banyak didapatkan. Senyawa ini banyak diuji karena kemampuannya pada penyakit kronis yang melibatkan stres oksidatif termasuk kanker dan komplikasi diabetes. Beberapa penelitian kecil mengindikasikan bahwa intake tinggi vitamin E menurunkan insiden kanker tertentu tetapi penelitian yang besar tidak mendukung penemuan ini. Selain aksi antioksidan poten, vitamin E dapat meningkatkan sistem imun, perbaikan DNA dan metabolisme. -lipoic acid

Alpha lipoic acid disebut juga thioctic acid merupakan antioksidan yang tersedia dalam pengobatan neuropati diabetik. Obat ini merupakan scavanger ROS, meregenerasi antioksidan lainnya dan mengikat ion metal. Beberapa penelitian uji klinis teracak menunjukkan bahwa pemberian infus intravena -lipoic acid (600 mg setiap hari, 5 hari/minggu selama 3 minggu) secara signifikan memperbaiki gejala sensoris neuropati diabetik atau Neuropathic Impairment Score. Pada penelitian kecil lainnya mengenai -lipoic acid oral (800 mg, QD) kecenderungan perbaikan dalam pengukuran neuropati otonom kardiak dilaporkan. Pada penelitian open-label terbaru dengan pemberian intravena selama 10 hari diikuti pemberian oral selama 50 hari, -lipoic acid didapatkan memperbaiki beberapa manifestasi neuropati otonom. Hasil penelitian Neurological Assessment of Thioctic Acid in Neuropathy (NATHAN) I menyimpulkan bahwa -lipoic acid dapat ditoleransi dalam jangka panjang dengan memperbaiki beberapa defisit dan gejala neurologis tetapi tidak memperbaiki konduksi saraf pada neuropati diabetik ringan dan sedang. 7,44g. Terapi target penyakit vaskuler- Angiotensin receptor blocker dan angiotensin-converting enzyme inhibitors.Beberapa obat banyak digunakan dalam kontrol tekanan darah, penyakit kardivaskuler dan nefropati pada DM tipe 2. Terapi first line keadaan di atas adalah angiotensin-converting enzim inhibitor atau angiotensin receptor blocker. Secara spesifik, pencegahan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Pada penelitian eksperimental enalapril menurunkan defisit neurologis termasuk aliran darah dan kecepatan konduksi saraf motorik. Perindropril mencegah kehilangan photo-receptor, sebuah indikator neuropati. Pada uji klinis kecil, trandolapril memberikan perbaikan signifikan pada neuropati perifer. Pasien neuropati otonom diabetik jangka panjang mengalami perbaikan dengan pemberian quinapril dan atau losartan. 7h. Faktor neurotrofik

Kerusakan sistem saraf perifer pada diabetes merupakan akibat hiperglikemia dan hilangnya dukungan neurotrofik yang secara normal dilakukan oleh insulin. Hipotesis ini didukung oleh laporan kadar ekspresi abnormal growth factor pada diabetes. Eksplorasi terhadap penggunaan nerve growth factors, insulin, insulin like-growth factors dan faktor neurotrofik lainnya dilakukan dalam pengobatan neuropati diabetik.

Reseptor insulin ditemukan dalam sel Schwann, perisit, sel endotel dan neuron khususnya neuron sensoris. Pemberian insulin pada spinal cord tikus streptozocin memperbaiki kondisi pengukuran kecepatan hantar saraf dan pemberian dosis rendah sistemik mampu menurunkan tanda distres mitokondria dalam neuron sensoris.Insulin-like growth factors (IGFs) I dan II memiliki efek yang besar terhadap perkembangan sistem saraf dan kelangsungan hidupnya, diperantarai melalui aktivasi reseptor IGF-I (IGF-IR). IGF dan IGF-IR diekspresikan selama perkembangan dan sistem saraf dewasa. IGF dilaporkan menurun pada beberapa model hewan diabetes walaupun mungkin bervariasi dan tergantung pada model, tipe diabetes dan jaringan yang diamati. Sejumlah penelitian preklinis pada tikus diabetik menyatakan terapi IGF sistemik atau intratekal dapat memperbaiki neuropati. Sistem neurotrofin penting dalam perkembangan dan pemeliharaan sistem saraf tepi dan saraf pusat termasuk nerve growth factor (NGF), brain derived neurotrophic factor (BDNF) dan neurotrophins (NT) 3-6. NGF tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup neuron sensoris pada saraf tepi dewasa tetapi NGF mengatur pertumbuhan akson dan fenotip saraf sensoris. Penelitian preklinis NGF pada tikus diabetik menunjukksn perbaikan dalam outcome sinyal sistem NGF. Penelitian klinis belum mencapai fase 3 tetapi didapatkan bahwa molekul aktivator kecil trkA berpotensi dalam pendekatan alternatif.BDNF diekspresikan pada neuron perifer dan otot, reseptornya trkB, ditemukan pada neuron motorik dan beberapa saraf sensoris. Transpor retrograde endogen BNDF pada sel tubuh neuron terganggu pada tikus diabetik, hal ini menyatakan ada masalah dengan suplai lokal BDNF pada terminal saraf perifer. BDNF eksogen bersifat protektif terhadap serabut besar sensoris bermielin pada tikus STZ tetapi tidak pada serabut kecil yang konsisten dengan distribusi ekspresi trkB.Penelitian klinis terapi eksogen NT-3 pada tikus diabetik memiliki hasil bervariasi. Satu penelitian menemukan perbaikan dalam serabut besar sensoris tetapi tidak pada serabut motorik. Penelitian lain menemukan efek terhadap serabut besar sensoris dan motorik. NT-3 intratekal meningkatkan serabut bermielin pada kulit tikus diabetik tetapi tanpa perbaikan fungsi.

Ciliary derived neurotrophic factor (CNTF) merupakan sitokin dengan sejumlah kegunaan neurotrofik. CNTF hanya diekspresikan dalam sel Schwann sistem saraf perifer dan kadar CNTF berkurang pada tikus diabetik. Defisiensi ini dapat diperbaiki oleh terapi inhibitor aldose reduktase. CNTF eksogen sendiri mempunyai keuntungan terapeutik dalam tikus diabetik seiring dengan peningkatan kemampuan regeneratif. Penggunaan CNTF mempunyai efek sistemik terutama pada otot. 7,-45-476.4 Terapi Non-Farmakologis pada Nyeri Neuropati Diabetik

Karena tidak ada farmakoterapi yang memuaskan dalam terapi nyeri diabetik, plihan pengobatan non-farmakologis harus dipertimbangkan. Pembahasan sistematik terbaru menilai bukti uji klinis yang nyata dan meta-analisis terapi komplementer dan alternatif dalam pengobatan nyeri neuropati dan neuralgia. Pengobatan komplementer dan alternatif diidentifikasi sebagai akupuntur, elektrostimulasi, obat herbal, magnet, suplemen makanan dan penyembuhan spritual. a. Dukungan psikologik Komponen psikologik terhadap nyeri tidak boleh diremehkan. Oleh sebab itu penjelasan bahwa nyeri yang berat juga dapat berkurang harus diberikan terutama pada pasien dengan nyeri neuropati akut yang tidak terkontrol. Jadi pendekatan empati terhadap kecemasan penderita dengan nyeri neuropati penting untuk keberhasilan terapinya. 2b. Akupuntur

Pada penelitian 10 minggu tidak terkontrol pada pasien diabetes dengan terapi strandar, 77% menunjukkan kurangnya nyeri secara signifikan setelah akupuntur tradisional Cina selama 6 sesi tanpa adanya efek samping. Pada periode follow-up 18-52 minggu, 67% berhasil mengurangi atau menghentikan pengobatan medisnya dan hanya 24% yang memerlukan pengobatan lanjutan. 2c. Stimulasi elektrik Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation mempengaruhi transmisi neuronal aferen dan kecepatan konduksi, peningkatan ambang refleks fleksi nosiseptif dan pengubahan potensial awal somatosensoris. Pada penelitian 4 minggu TENS terhadap tungkai bawah, selama 30 menit sehari, hilangnya rasa nyeri tercatat pada 83% pasien dibandingkan dengan 38% yang diobati secara pura-pura. Pada pasien yang awalnya respon terhadap amitriptilin, berkurangnya rasa nyeri secara signifikan lebih besar bila diikuti dengan TENS selama 12 minggu. Jadi TENS dapat digunakan sebagai modalitas tambahan yang dikombinasikan dengan farmakoterapi untuk memperkuat hilangnya rasa nyeri.2,48 Mid-frequency external muscle stimulation

Satu penelitian randomized controlled menunjukkan dampak lebih baik mid-frequency external muscle stimulation dibandingkan TENS terhadap gejala neuropati setelah 1 minggu tetapi penelitian yang lebih panjang belum ada.2 Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation

Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation yang dilakukan sebanyak 10 sesi lebih dari 3 minggu menyebabkan berkurangnya nyeri secara signifikan dibandingkan stimulasi plasebo. Penelitian multisenter skala besar saat ini sedang berlangsung. 2 Electrical spinal cord stimulation

Secara umum disetujui bahwa electrical spinal cord stimulation (ESCS) efektif dalam pembentukan nyeri neurogenik. Percobaan mengindikasikan bahwa stimulasi elektrik diikuti oleh penurunan asam amino glutamat dan aspartat pada tanduk dorsal. Efek ini diperantarai oleh mekanisme GABAergik. Pada nyeri neuropati diabetik yang tidak respon terhadap obat, ESCS dengan elektrode yang diimplan antara T9 dan T11 menyebabkan pengurangan rasa nyeri sebesar > 50% 8 dari 10 pasien. Selain itu toleransi latihan akan mengalami perbaikan secara signifikan juga. Komplikasi ESCS termasuk infeksi kuman superfisial pada dua pasien, migrasi lead memerlukan reinsersi pada dua pasien dan late failure setelah 4 bulan pada pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi penghilang rasa nyeri. Pilihan terapi invasif ini dilakukan jika pasien tidak respon terhadap obat yang diberikan. 2,48 Energi infrared monokromatik

Energi infrared monokromatik menunjukkan berkurangnya gejala dan tanda neuropati pada penelitian tidak terkontrol pasien diabetes. Kebalikannya dua penelitian terkontrol menunjukkan bahwa energi infrared monokromatik tidak lebih efektif dibandingkan plasebo pada pasien polineuropati diabetik, hal tersebut menekankan perlunya penelitian terkontrol untuk mendapatkan keputusan pengobatan evidence-based. 2d. Dekompresi bedah

Dekompresi bedah pada lokasi anatomis yang mengalami penyempitan merupakan pengobatan altenatif untuk pasien dengan polineuropati diabetik simptomatis. Literatur mengatakan bahwa hanya penelitian Kelas IV yang menekankan kegunaan pendekatan terapeutik ini. Berdasarkan bukti yang ada, pengobatan alternatif ini dianggap belum terbukti. Prospective randomized controlled trial dengan definisi standar dan pengukuran outcome perlu untuk menentukan nilai dari intervensi terapeutik ini. 2BAB VIIRINGKASAN

Neuropati diabetik merupakan masalah kesehatan yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Gejala dan tanda klinis dapat bersifat non spesifik, tersembunyi dan berkembang secara lambat serta tidak terdeteksi atau dapat bermanifestasi dengan gejala dan tanda klinis yang menyerupai penyakit lainKlasifikasi neuropati diabetik dapat dibagi menjadi neuropati simetris dan asimetris. Manifestasi klinis neuropati simetris berupa neuropati diabetik perifer, nyeri akut neuropati dan neuropati otonom diabetik sedangkan neuropati asimetris dapat berupa amiotrofi diabetik, mononeuropati kranial, radikulopati trunkal, pressure palsies. Manifestasi klinis neuropati diabetik pada sistem saraf pusat berupa mielopati diabetik dan ensefalopati diabetik.Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan dalam perkembangan dan progresi neuropati diabetik. Hiperglikemia mempengaruhi jalur metabolisme glukosa seperti polio, heksosamine, aktivasi isoform protein kinase C, akumulasi AGEs dan aktivasi jalur PARP yang meregulasi ekpresi gen yang terlibat dalam reaksi inflamasi dan stres oksidatif.

Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, dibutuhkan gejala dan tanda klinis yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari pemeriksaan penunjang (konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes otonom) yang abnormal. Neuropati subklinis diidentifikasi melalui pemeriksaan penunjang yang abnormal. .Penatalaksanaan neuropati diabetik yang paling penting adalah kontrol glikemik disertai stabilitas gula darah untuk mencegah progresi neuropati diabetik. Penatalaksanaan lain berupa terapi simptomatik, terapi kausal terhadap jalur gangguan metabolisme glukosa dan non farmakologis.Recent advances in the diagnosis and

management of diabetic neuropathy. H. M. Rathur,

A. J. M. Boulton. VOL. 87-B, No. 12, DECEMBER 2005. THE JOURNAL OF BONE AND JOINT SURGERY. 1605-10In the

EURODIAB IDDM Complication Study

10

which

included 3250 patients, the overall prevalence

of neuropathy in 16 European countries was

28%. In the Rochester Diabetic Neuropathy

Study,

8

it affected almost 60% of subjects

although it was symptomatic only in about

15%.

The prevalence of type 2 diabetes and diabetic sensory neuropathy in Yazd province

is 14.5% and 51.7%, respectively.

Prevalence of Sensory Neuropathy in Type 2

Diabetic Patients in Iranian Population

(Yazd Province). IRANIAN JOURNAL OF DIABETES AND OBESITY, VOLUME 1, NUMBER 1, AUTUMN 2009. Abolghasem Rahimdel, Mohammad Afkhami-Ardekani*, Amin Souzani, Mojgan Modaresi,

Mohammad Reza Mashahiri. 30-35

Algoritme nyeri diabetik (WTE)

Diagnostik (textbook of diabetes,diabetic neuropathy)

Patogenesis (textbook of diabetes)

Algoritme DAN (WTE)

Epidemiologi (diabetic foot, diabric neuropathy)

Clasification (neuropathy in diabetes solomon)

Gambar Neurothesiometer

nicotinamide adenine dinucleotide

phosphateLebih dari 60% pasien diabetes menderita neuropati termasuk diantaranya polineuropati distal simetris, mononeuropati dan neuropati otonom yang menyebabkan disfungsi ereksi, inkontinensia urin, gastroparesis dan diare nokturnal. Hampir 50% penderita diabetes melitus dengan penyakit arteri extremitas bawah yang memiliki komplikasi neuropati di Amerika Serikat mengalami amputasi non-traumatik.

autonomic function tests,

such as the quantitative sudomotor axon reflex

test,29,32 sympathetic skin resp