neuropati diabetik

22
  1 BAB I PENDAHULUAN  Neuropati Diabetik adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi saraf dari penderita diabetes tanpa adanya penyebab lain selain diabetes mellitus setelah dilakukan eksklusi penyebab lain. Orang dengan diabetes akan mengalami kerusakan saraf pada seluruh tubuh dari waktu ke waktu. Pada beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak memiliki gejala, sedangkan pada sebagian lainnya mungkin memiliki gejala awal seperti nyeri, kesemutan, atau mati rasa di tangan, lengan, tungkai, dan kaki. Masalah saraf dapat terjadi pada semua sistem organ, termasuk saluran pencernaan, jantung, dan organ seks. 1 Prevalensi neuropati diabetik dalam berbagai literature sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10    20 % pasien saat ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan lamanya penyakit ini dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik akan meningkat 50%. Kemungkinan terjadinya neuropati diabetik pada kedua jenis kelamin sama. United Kingdom Propective Diabetes Study (UKPDS)  pada tahun 1998 menemukan kejadian neuropati diabetik meningkat pada usia tua dan ternyata 50% penderita berusia lebih dari 60 tahun. 1  Neuropati diabetik dapat diklasifikasikan sebagai neuropati diabetik perifer, neuropati diabetik otonom, neuropati diabetik proksimal, dan neuropati diabetik fokal. Masing-masing mempengaruhi berbagai bagian tubuh dengan berbagai manifestasi klinis. 2

Upload: evan-marpaung

Post on 02-Nov-2015

98 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

NEUROPATI DIABETIK

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Neuropati Diabetik adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi

    saraf dari penderita diabetes tanpa adanya penyebab lain selain diabetes mellitus

    setelah dilakukan eksklusi penyebab lain. Orang dengan diabetes akan mengalami

    kerusakan saraf pada seluruh tubuh dari waktu ke waktu. Pada beberapa orang

    dengan kerusakan saraf tidak memiliki gejala, sedangkan pada sebagian lainnya

    mungkin memiliki gejala awal seperti nyeri, kesemutan, atau mati rasa di tangan,

    lengan, tungkai, dan kaki. Masalah saraf dapat terjadi pada semua sistem organ,

    termasuk saluran pencernaan, jantung, dan organ seks.1

    Prevalensi neuropati diabetik dalam berbagai literature sangat bervariasi.

    Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10 20 % pasien saat

    ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan

    meningkat sejalan dengan lamanya penyakit ini dan tingginya hiperglikemia.

    Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati

    diabetik akan meningkat 50%. Kemungkinan terjadinya neuropati diabetik pada

    kedua jenis kelamin sama. United Kingdom Propective Diabetes Study (UKPDS)

    pada tahun 1998 menemukan kejadian neuropati diabetik meningkat pada usia tua

    dan ternyata 50% penderita berusia lebih dari 60 tahun.1

    Neuropati diabetik dapat diklasifikasikan sebagai neuropati diabetik perifer,

    neuropati diabetik otonom, neuropati diabetik proksimal, dan neuropati diabetik

    fokal. Masing-masing mempengaruhi berbagai bagian tubuh dengan berbagai

    manifestasi klinis.2

  • 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi

    Neuropati diabetik adalah kerusakan saraf yang disebabkan oleh diabetes

    mellitus. Terdapat tiga kelompok berbeda dari saraf yang dapat dipengaruhi oleh

    neuropati diabetik: saraf sensoris, yang memungkinkan orang untuk merasakan

    sakit, temperature dan sensasi lainnya; saraf motorik, yang mengendalikan otot-

    otot dan memberi kekuatan serta tonus; saraf autonom, yang memungkinkan

    tubuh melakukan fungsi yang tidak disadari, misalkan saja berkeringat.3

    Hiperglikemi merupakan asal-usul kerusakan saraf, dan studi terbaru

    menunjukkan bahwa bahkan gangguan minimal dalam glukosa darah pada orang

    dengan gangguan toleransi glukosa (IGT) dapat menyebabkan pengembangan

    kerusakan serabut saraf kecil dan nyeri neuropatik.4,5

    Gambar 2.1 Perbedaan saraf normal dan kerusakan saraf akibat neuropati diabetic

    2.2. Etiologi

  • 3

    Penyebab neuropati diabetik mungkin berbeda untuk setiap klasifikasinya. Para peneliti

    sedang mempelajari bagaimana hiperglikemi yang terlalu lama menyebabkan kerusakan saraf.

    Kerusakan saraf terjadi mungkin karena kombinasi dari faktor-faktor:1

    1. Faktor metabolik, seperti hiperglikemi, lama menderita diabetes, kadar lemak darah yang

    abnormal, dan kemungkinan rendahnya kadar insulin.

    2. Faktor neurovascular, menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang membawa oksigen dan

    nutrisi ke saraf.

    3. Faktor autoimun, yang menyebabkan peradangan pada saraf.

    4. Cedera mekanik pada saraf, seperti carpal tunnel syndrome.

    5. Genetik, yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit saraf.

    6. Faktor gaya hidup, seperti merokok atau penggunaan alkohol.

    2.3. Epidemiologi

    Neuropati Diabetik paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50

    tahun, lebih jarang pada yang berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang

    ditemukan pada anak-anak. Dyck et al mempelajari diabetes di Rochester,

    Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1 (insulin-dependent) dan 45% tipe 2

    (noninsulin-dependent) mengalami polineuropati.1,19

    Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih

    dari setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras

    yang khusus untuk diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih

    besar untuk terjadi komplikasi sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi

    dari extremitas bawah dibandingkan orang berkulit putih. DM mengenai baik pria

    maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria dengan tipe 2 diabetes

    dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati diabetik

    biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.3

  • 4

    Neuropati simtomatik telah diakui pada individu dengan IGT dan diabetes yang baru

    didiagnosa. Sumner et al. melakukan tes toleransi glukosa oral pada 73 dari 97 pasien yang dirujuk

    ke tiga klinik neuromuskuler dengan asal neuropati tidak diketahui. Hasil tes abnormal untuk 41

    (56 %) orang, dengan 15 dan 26 memenuhi kriteria untuk diabetes dan IGT. Prevalensi nyeri

    neuropatik tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan IGT (76,9 %) dan pasien dengan

    diabetes (93,3 % , P = 0,1) . Studi elektrofisiologi (amplitudo saraf sural dan kecepatan konduksi

    dan peroneal amplitudo mendalam) dan biopsi kulit untuk menentukan serabut saraf

    intraepidermal (IENF) kepadatan menunjukkan neuropati kurang parah pada individu dengan IGT,

    dimana terutama berdampak pada serat kecil.

    2.4. Faktor Risiko

    Faktor risiko yang tidak dapat dirubah untuk komplikasi mikrovaskuler, termasuk neuropati

    diabetik adalah, usia tua, genetik, lamanya menderita diabetes mellitus, dan tinggi badan. Orang

    yang lebih tinggi dianggap lebih rentan mengalami neuropati diabetik karena mereka memiliki

    nervus perifer yang lebih panjang. Sejak laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan perempuan,

    tidak mengherankan bila laki-laki lebih sering mengalami neuropati diabetik dibandingkan

    perempuan.6

    Faktor risiko yang dapat dirubah untuk neuropati diabetik termasuk hiperglikemi,

    hipertensi, dyslipidemia, merokok, dan konsumsi alkohol dalam jumlah banyak.6

    The European Diabetes Prospective Complications Study, sebuah studi prospective

    multicenter, melaporkan bahwa berkembanganya neuropati diabetik sangat berkorelasi dengan

    lamanya menderita diabetes dan kadar HbA1c. Secara statistic, faktor risiko lain yang dilaporkan

    berpotensi dapat dirubah adalah kadar kolesterol total, LDL-kolesterol dan trigliserida, indeks

    massa tubuh, riwayat merokok, hipertensi, adanya mikroalbuminuria dan penyakit

    kardiovaskuler.6

    2.5. Klasifikasi

  • 5

    Menurut NIDDK, neuropati diabetik dibagi

    menjadi:1

    1. Neuropati Perifer

    Neuropati perifer, disebut juga neuropati

    simetris distal atau sensorimotor neuropati,

    kerusakan saraf di lengan dan kaki. Telapak aki dan

    tungkai cenderung akan terpengaruh sebelum

    tangan dan lengan. Banyak orang dengan diabetes

    memiliki tanda-tanda neuropati yang dokter bisa

    diketahui tetapi tidak merasakan gejala itu sendiri.

    2. Neuropati otonom

    Neuropati otonom mempengaruhi saraf yang

    mengendalikan jantung, mengatur tekanan darah,

    dan control kadar glukosa darah. Neuropati otonom

    juga mempengaruhi organ-organ internal lainnya,

    menyebabkan masalah dengan pencernaan, fungsi

    pernapasan, buang air kecil, respon seksual, dan

    visi. Selain itu, sistem yang mengembalikan kadar

    glukosa darah normal setelah episode hipoglikemik

    mungkin akan terpengaruh, mengakibatkan

    hilangnya gejala peringatan hipoglikemia.

    3. Neuropati Proksimal

  • 6

    Neuropati proksimal, kadang-kadang disebut pleksus lumbosakral

    neuropati, neuropati femoral, atau amyotrophy diabetes, dimulai dengan rasa sakit

    di paha, pinggul, bokong, atau kaki, biasanya pada satu sisi tubuh. Jenis neuropati

    lebih sering terjadi pada orang-orang dengan diabetes tipe 2 dan pada lansia

    dengan diabetes. Neuropati proksimal menyebabkan kelemahan pada kaki dan

    ketidakmampuan untuk pergi dari posisi duduk ke posisi berdiri tanpa bantuan.

    Pengobatan untuk kelemahan atau nyeri biasanya diperlukan. Panjang periode

    pemulihan bervariasi, tergantung pada jenis kerusakan saraf.

    4. Neuropati Fokal

    Neuropati fokal muncul tiba-tiba dan mempengaruhi saraf tertentu, paling

    sering di kepala, badan, atau kaki. Neuropati Focal menyakitkan dan tak terduga

    dan terjadi paling sering pada lansia dengan diabetes. Namun, ia cenderung

    membaik dengan sendirinya selama beberapa minggu atau bulan dan tidak

    menyebabkan kerusakan jangka panjang.

    Boulton et al membagi tiga klasifikasi sistem untuk diabetik neuropati,

    yaitu:7

    1. Sensoris

    a. Acute sensory

    b. Chronic sensorimotor

    2. Autonomic

    a. Kardiovaskuler

    b. Gastrointestinal

    c. Genitourinary

    d. Other

    3. Proximal motor (amyotrophy).

    Terdapat pula klasifikasi menurut Said, yaitu klasifikasi campuran dari

    temuan klinis dan anatomi yaitu:7

  • 7

    1. Length-dependent diabetik polyneuropathy

    a. Distal symmetrical sensory polyneuropathy

    b. Large fiber neuropathy

    c. Painful symmetrical polyneuropathy

    d. Autonomic neuropathies

    2. Focal and multifocal neuropathies

    a. Cranial neuropathies

    b. Limb neuropathies

    c. Proximal DN of the lower limbs

    d. Truncal neuropathies

    3. Nondiabetik neuropathies yang sering terjadi pada penderita diabetes.

    a. Pressure palsies

    b. Acquired inflammatory demyelinating polyneuropathy

    Kemudian menurut Thomas et al, klasifikasi diabetik neuropathy dibagi

    menjadi:7

    1. Rapidly reversible

    a. Hyperglycemic neuropathy

    2. Generalized symmetrical polyneuropathies

    a. Sensorimotor (kronik)

    b. Acute sensory

    c. Autonomic

    3. Focal and multifocal neuropathies.

    a. Cranial

    b. Thoracolumbal radiculoneuropathy

    c. Focal limb

    d. Proximal motor (amyotrophy)

    4. Superimposed chronic inflammatory demyelinating neuropathy

    Menurut Veves et al, neuropati diabetik secara manifestasi klinisnya dibagi

    menjadi:

    1. Painful

  • 8

    2. Painless

    2.6. Patofisiologi

    Banyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi terjadinya

    neuropati diabetik, namun semuanya sampai sekarang belum diketahui

    sepenuhnya. Faktor-faktor etiologi neuropati diabetik diduga adalah vaskular,

    berkenaan dengan metabolisme, neurotrofik dan imunologik. Studi terbaru

    menunjukkan adanya kecenderungan suatu multifaktorial patogenesis yang terjadi

    pada neuropati diabetik.8 Beberapa teori yang diterima adalah :

    2.6.1. Teori vaskular (iskemia-hipoksia)

    Pada pasien neuropati diabetik dapat terjadi penurunan aliran darah ke

    endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat

    hiperglikemia. Biopsi nervus suralis pada pasien neuropati diabetik ditemukan

    adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endotelial dan

    pembuluh darah, yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga

    dapat menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K

    + ATPase

    yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.9,10

    2.6.2 Teori Metabolik

    2.6.2.1. Jalur Polyol

    Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolism

    ini. Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraseluler di

    fosforilasi ke glukosa -6- phosphate oleh hexokinase, hanya sebagian kecil dari

    glukosa masuk jalur polyol . Pada kondisi-kondisi hiperglikemia , hexokinase

    yang disaturasi, maka akan terjadi influks glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose

    reduktase yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di

  • 9

    dalam sel ke dalam alkohol non aktif , tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam

    sel menjadi terlalu tinggi, aldose reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam

    jalur sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktosa.

    10,11,12,13 Dalam

    proses mengurangi glukosa intraseluler

    tinggi ke sorbitol, aldose reduktase

    mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphat

    hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang penting

    untuk memperbaharui

    intracelluler critical anti oxidant, dan pegurangan glutathione. Dengan mengurangi

    jumlah glutathione, jalur polyol meningkatkan kepekaan stress

    oksidatif

    intraseluler. Stres oksidatif berperan utama di dalam patogenesis neuropati

    diabetik perifer.10,14,15

    Ada bukti peningkatan oksigen radikal bebas dan

    peningkatan beberapa penanda stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid

    hydroksiperoksida pada penderita neuropati diabetik.13

    Indikator kuat untuk

    membuktikan bagaimana peran stres oksidatif dalam neuropati diabetik,

    dibuktikan oleh beberapa penelitian mengenai penggunaan antioksidan baik pada

    binatang percobaan maupun pada pasien.19

    Gambar 2.2. Jalur Polyol

  • 10

    Sorbitol sesudah dioksidasi sorbitol dehydrogenase menjadi fruktosa,

    mengalami degradasi secara perlahan dan tidak cukup menebus ke membran sel.

    Akumulasi sorbitol intraseluler mengakibatkan perubahan osmotik yang

    berpotensi ke arah kerusakan sel. Adanya peningkatan osmolalitas intraseluler,

    dalam kaitan aliran glukosa kedalam jalur polyol dan akumulasi sorbitol, sebagai

    akibatnya akan terjadi kompensasi pengurangan endoneural osmolit taurine dan

    mioinositol untuk memelihara keseimbangan osmotik. Metabolit intraseluler,

    seperti mioinositol menjadi berkurang dan mendorong ke arah kerusakan sel

    saraf.10,13,16

    Pada percobaan binatang penurunan mioinositol berkaitan dengan

    penurunan aktivitas Na+/K

    + ATPase dan memperlambat velositas konduksi

    saraf.11,12

    2.6.2.2. Teori Advanced Glycation End Product (AGEs)

    Peningkatan glukosa intraseluler menyebabkan pembentukan advanced

    glycosilation products (AGEs) melalui glikosilasi nonenzymatik pada protein

    seluler.

    Glikosilasi dan protein jaringan menyebabkan pembentukan AGEs.

    Glikosilasi non enzimatik ini merupakan hasil interaksi glukosa dengan kelompok

    amino pada

    protein. Pada hiperglikemia kronis beberapa kelebihan glukosa

    berkombinasi dengan asam amino pada sirkulasi atau protein jaringan. Proses ini

    pada awalnya membentuk produk glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya

    membentuk AGEs yang ireversibel. Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita

    DM. Pada endotel

    mikrovaskular manusia, AGEs menghambat produksi

    prostasiklin dan menginduksi

    PAI-1(Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan

    akibatnya terjadi agregasi trombosit dan stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis.

    Mikrotrombus yang dirangsang oleh

    AGEs berakibat hipoksia lokal dan

    meningkatkan angiogenesis dan akhirnya mikroangiopati.

    11,13

  • 11

    2.6.2.3. Jalur Aktivasi Protein Kinase C

    Aktivasi Protein Kinase C (PKC) juga berperan dalam patogenesis

    neuropati perifer diabetik. Hiperglikemia didalam sel meningkatkan sintesis atau

    pembentukan diacylglyserol (DAG) dan selanjutnya peningkatan Protein kinase

    C.15,20

    Protein

    kinase juga diaktifkan oleh stres oksidatif dan advanced

    glycosilation products (AGEs).

    12,15

    Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,

    gangguan sintesis nitric oxyde (NOS) dan perubahan aliran darah. Ketika PKC

    diaktifkan oleh hiperglikemia intraseluler, mempunyai efek pada beberapa

    ekspresi genetik. Vasodilator yang memproduksi endothelial nitric oxyde synthase

    (eNOS)

    berkurang, sedangkan vasokonstriktor endothelin-1 (ET-1) akan

    meningkat. Transformasi Growth Faktor (TGF- ) dan plasminogen inhibitor -1

    (PAI-1) juga meningkat. Dalam endothelial sel, PKC juga mengaktifkan nuclear

    faktor kB (NFkB), suatu faktor transkripsi yang dirinya sendiri mengaktifkan

    banyak gen proinflamasi di dalam pembuluh darah.

    10,15

    2.6.3. Teori Nerve Growth Faktor (NGF)

    Faktor neurotrophic penting untuk pemeliharaan, pengembangan, dan

    regenerasi unsur-unsur yang responsif dari saraf. Neurotrophic faktor (NF) sangat

    penting untuk saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi.

    Nerve Growth Faktor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan besar

    terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Telah banyak dilakukan

    penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu protein yang

    berperan pada ketahanan hidup neuron sensorik serabut kecil dan neuron simpatik

    sistem saraf perifer . Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan adanya

    defisiensi neurotropik sehingga menurunkan proses regenerasi saraf dan

  • 12

    mengganggu pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal,

    melibatkan serabut saraf yang kecil. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan

    NGF sehingga transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan

    sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif

    dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.8

    2.6.4. Gamma Linolenic Acid

    Penelitian mengenai peran Gamma Linolenic Acid (GLA) pada neuropati

    diabetik masih belum begitu jelas, tetapi pada penelitian terjadi penurunan kada

    GLA pada penderita neuropati diabetik sehingga pada pemberian GLA 480mg

    terjadi perbaikan sensasi suhu, kekuatan otot, reflek tendon.10

    2.7. Manifestasi Klinik

    Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang terkena. Gejala

    biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala karena kerusakan saraf baru

    terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat meliputi sistem saraf sensorik, motorik dan

    otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati fokal, onset nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.3

    Gejala neuropati perifer antara lain :1

    Rasa tebal atau kurang merasakan nyeri atau suhu

    Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk

    Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari tangan

    Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

    Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan

    Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan dan jari-jari

    Gangguan pencernaan seperti mual, muntah

    Masalah miksi (inkontinensia urin)

    Disfungsi ereksi

    Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)

    2.8. Pemeriksaan

  • 13

    Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana

    diperiksa tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus.

    Pemeriksaan kaki yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah

    ada luka atau tidak.1

    2.8.1. Pemeriksaan penunjang :1

    a. Pemeriksaan Laboratorium

    Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c

    pada diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.3

    b. Pemeriksaan Imaging

    CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi kompresi

    dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada radikulopleksopati lumbosakral dan

    neuropati torakoabdominal.

    MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi dan infark

    pada kelumpuhan n.okulomotorius

    c. Elektromiografi (EMG)

    Kecepatan Hantaran Saraf (KHS) motorik dimonitor dengan amplitude dari

    CMAP (Componed Muscle Action Potensials) atau diukur kecepatan hantar

    saraf motoriknya. Kelainan hantar saraf menggambarkan kehilangan serabut

    saraf yang bermielin yang berdiameter besar dan biasanya tungkai lebih

    sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini mencerminkan degenerasi

    serabut saraf berdiameter besar, yang tergantung dari panjangnya saraf.1

    Kecepatan Hantaran Saraf motorik tak boleh menurun lebih dari 50%

    dibandingkan dengan nilai rata-rata normal. Kelainan pada kecepatan hantar

    sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien diabetes, walaupun secara

    klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris. Abnormalitas (KHS)

    umumnya ditemukan di saraf sensorik (N.suralis, N.peroneus dan

    N.medianus)3

  • 14

    EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang

    ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan

    KHS. Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah

    menunjukkan adanya denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves)

    dan fibrilasi (spontaneous discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit

    potensial yang mempunyai amplitude tinggi, duration yang panjang

    mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis. Kelainan pada otot-otot

    paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan spontaneous

    discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan suatu

    poliradikulopati.1

    2.9. Pencegahan

    1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah

    2. Pengendalian Glukosa Darah

    Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan monitor

    HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan dibawah 7%. Di

    samping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid

    sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.19

    3. Diet dan olahraga teratur

    2.10. Penatalaksanaan

    2.10.1. Non medikamentosa

    a. Foot Hygiene

    Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya dengan

    seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang tidak diketahui

    dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan dalam sirkulasi

    darah juga akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada kaki.1

  • 15

    Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hati-hati untuk

    mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :1

    - Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus dihindari

    pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan handuk yang lembut dan kaki

    dikeringkan secara hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.

    - Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada luka, kemerahan,

    pembengkakan.

    - Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan sampai luka dan kulit

    harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.

    - Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya agar supaya tidak ada

    ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.

    b. Diet agar mencapai berat badan ideal

    c. Fisioterapi

    - TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi listrik yang digunakan

    untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan frekuensi rendah untuk menyembuhkan kaku,

    mobilisasi, menghilangkan nyeri neuropatik, menurunkan edema dan memperbaiki ulkus pada

    kaki.

    - Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan atrofi otot. Dapat

    melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.

    2.10.2. Medikamentosa

    Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau

    berlanjutnya komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah

    kontrol glikemik dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang

    normal untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut; diperlukan monitoring gula

    darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah yang ketat bisa

    menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.19

    Terapi kausatif :

    Aldose reduktase inhibitor

  • 16

    Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan

    sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok pemecahan glukosa yang spesifik

    melalui jalur poliol. Diberikan tolrestat 200 mg/hari.20

    Asam alfa lipoik (ALA) dan Asam gamma lipolenik (GLA)

    Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi endotel vaskuler. ALA

    merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu glutation yang berfungsi juga sebagai

    antihiperglikemik sehingga dapat menurunkan glukosa sampai 50% bila diberikan dalam dosis

    1200 mg iv per hari. ALA juga dapat menurunkan glycosylated hemoglobin melalui penurunan

    gula darah. GLA 480 mg atau 360 mg.20

    Imunoglobulin (IVIg)

    Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang digunakan untuk

    penyakit autoimun. IVIg merupakan immunoglobulin yang berasal dari darah

    donor dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti virus dan

    toksin. Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki efek netralisasi

    terhadap system imun pasien. IVIg dosis besar (2g/kgBB) terbukti efektif untuk

    berbagai keadaan penyakit imun. Efek immunomoduler IVIg adalah inhibisi

    complement deposition dan neutralisasi sitokin. Tersedia dalam larutan 5 dan 10%

    dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g dan 12 g untuk injeksi. Efek samping yang dapat

    timbul adalah mialgia, takikardi, sakit kepala, nausea dan hipotensi.21

    Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :

    NSAID

    Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

    PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform

    disebut COX-1 dan COX-2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan

    berupa ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping yang

  • 17

    sering adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan

    lambung.20,21

    Antidepresan Trisiklik (TCA)

    Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan norepinefrin di

    SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri endogen.

    Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi

    transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik

    menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh

    reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan

    jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu

    meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin

    juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan

    konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah

    reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Sehingga

    akan menyebabkan nyeri berkurang.

    TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin. Obat-obatan ini efektif

    untuk menurukan nyeri tetapi dapat menimbulkan efek samping berupa dose-

    dependent. Salah satu efek samping TCA yaitu bersifat toksik. Ditandai dengan

    hiperpireksia, hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan

    gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang rendah dapat digunakan

    untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis rendah. Yang lebih sering

    digunakan adalah amitriptilin. Amitriptilin tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan

    25 mg, dan dalam bentuk larutan suntik 100 mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg

    sehari.20,21

    Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)

  • 18

    SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan juga

    venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan menargetan serotonin dan

    norepinefrin, obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati

    diabetik dan juga mengobati depresi jika ada.

    Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan

    dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum

    sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya

    untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat,

    duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu

    duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120

    mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya.20,21

    Antiepileptic drugs (AED)

    Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran glutamate

    yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di medulla spinalis.

    Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis

    menjadi lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu

    dapat mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu, anti epilepsy

    dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri pada neuropati karena salah satu

    kerja antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi glutamate melalui blok reseptor

    NMDA.20,21

    AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada

    neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping

    lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi.20

    Gabapentin

    merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA.

    Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-

  • 19

    uptake. Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari.

    Efek sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.20,21

    Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND dan juga

    PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan gabapentin.

    Pregabalin, memblok Ca2+

    masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan

    neurotransmitter. Pada penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang

    direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari).

    Pada pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada

    50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari

    dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita.20,21

    Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas

    membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hal ini

    terutama berperan menekan proses yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering

    digunakan pada nyeri neuropatik.20,21

    Terapi tambahan :

    Metilkobalamin

    Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai efek

    merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi dapat

    menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi

    sinaps. Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas Na-K-

    ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan

    menstimulasi regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi pada saraf. Dosis

    3x250 ug metilkobalamin.20,21

  • 20

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan

    prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik,

    vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND,

    hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik merupakan

    dasar utama patofisiologi ND.

    Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM,

    yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan

    kaki sebaik-baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat

    simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme

    yang mendasari keluhan tersebut. Pendekatan non farmakologis termasuk edukasi

    sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic neuropathies: the nerve damage of diabetes. National Institute of Diabetes and Digestive and

    Kidney Diseases 2009; 1-12.

    2. Huizinga MM and Peltier A. Painful diabetic neuropathy: a management-centered review. Clinical Diabetes 2007; 25(1): 6-15.

    3. American College of Foot and Ankle Surgeons. Diabetic peripheral neuropathy. American College of Foot and Ankle Surgeons 2007; 1-2.

    4. Spallone V, Greco C. Painful and painless diabetic neuropathy: one disease or two?. Curr Diab Rep 2013; 13: 533-49.

    5. Tavakoli M, Fadavi H, Malik RA. Advances in the diagnosis and treatment of painful diabetic neuropathy. European Endocrinology 2008; 48-51.

    6. Tanenberg RJ. Diabetic peripheral neuropathy: painful or painless. Hospital Physician 2009; 1-8.

    7. Veves Am Backonja M, Malik RA. Painful diabetic neuropathy: epidemiology, natural history, early diagnosis, and treatment options.

    American Academy of Pain Medicine 2008; 9(6): 660-74.

    8. Ametov AS, Barinov A, Dyck PJ, Hermann R, Kozlova N, Litchy WJ, et al. The sensory Symptoms of diabetic polyneuropathy Are Improved with Alpha

    Lipoic Acid acid: the SYDNEY trial. Diabetes Care 2003; 26:770-6.

    9. Meliala L. Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetika. Dalam: Meliala L, Rusdi I, Gofir A, Pinzon R , editor. Toward Mechanism-Based Pain

    Treatment The Recent Trent and Current Evidences. Yogyakarta: 2004 ; 121-

    8.

    10. Sjahrir H. Diabetic Neuropathy : The Pathoneubiology & Treantment Update. Medan: USU Press; 2006.

    11. Djokomoeljanto R. Neuropati Diabetik. Dalam Darmono,Suhartono T, Tjokorda GD, Soemanto F (ed). Naskah Lengkap : Diabetes Melitus Ditinjau

    dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang : Badan Penerbit Universitas

    Diponegoro 2007 ; 1-14.

    12. Freeman R. The Nervus System and Diabetes . In: Kahn RC,Weir GC, King GL, Jacobson AN, Moses AC, Smith RJ, editor. Joslin Diabetes Melitus 14 th

    Edition. Boston: Lippincot t Wil liams & Wi lkins 2006 ; 952- 70.

  • 22

    13. Tesfaye S. Diabetic Neuropathy. In; Veves A, Giurini JM, LoGerfo FW, editor. The Diabetic Foot, Second Edition. New Jersey: Humaniora Press

    2006; 105-29.

    14. Hsueh A, Moore L, Bryer M. Hyperglycemia and Tissue Damage.Conteporary Diagnosis and Management of Type 2 Diabetes,

    Second Edition. Pennsylvania(USA):Handbooks in Health Care Co. 2004

    ;32-46.

    15. Brownlee M. The Pathology of Diabetic Complications: A Unifying Mechanism. American Diabetes Association, 2005 ; 54(6) : 1615-25.

    16. Vincent AM, Russell JW, Low P, Feldman EL. Oxidative Stress in the Pathogenesis osf Diabetic Neuropathy. Endocr Rev 2004; 25(4): 612-28.

    17. Felman EL.Oxidative Stress and Diabetic Neuropathy: A New Understtanding of an Old Problem. J Clin. Invest 2003; 111: 431-33.

    18. Hoitsma E, Reulen JPH, de Baets M, Drent M, Spaans F, Faber CG. Small fiber neuropathy: a common and important clinical disorder. J Neurol Sci

    2004;227:119-30

    19. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4

    20. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika; 2001.h.145-7

    21. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-4, 230-3

    22. Jamal GA, Carmichael H. The effect of gamma-linolenic acid on human diabetic peripheral neuropathy: a double-blind placebocontrolled trial. Diabet

    Med 1990;7:319-323.