ndc_tommys_09.70.0125

26
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Tommy Sumanto NIM: 09.70.0125 Kelompok: E1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: james-gomez

Post on 10-Sep-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Berdasarkan pengertiannya, Nata de Coco merupakan produk fermentasi dari substrat cair oleh bakteri Acetobacter xylinum yang mempunyai bentuk gel dan mengandung gula dan asam yang terapung pada permukaan medium (Hakimi & Daddy, 2006). Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini untuk membuat nata de coco adalah air kelapa. Air kelapa merupakan bahan yang paling sering digunakan dalam pembuatan nata terutama dalam industri komersial. 1.1. Pembuatan MediaDalam pembuatan nata de coco pada praktikum ini bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah air kelapa, gula pasir, asam cuka glasial 95%, dan ammonium sulfat. Proses pembuatan media diawali dengan penyaringan air kelapa sebanyak 1 liter untuk menyaring kotoran atau cemaran yang terikut dalam air kelapa (Pato & Dwiloka, 1994). Setelah itu ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk hingga terlarut. Kemudian ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dan asam cuka glasial hingga pHnya berada di kisaran 4-5. Setelah itu, air kelapa dipanaskan hingga gula terlarut sempurna dan disaring lagi. 1.2. Proses FermentasiProses fermentasi dilakukan dengan cara mengambil 200 ml larutan media steril ke dalam wadah plastik bening, lalu ditutup rapat dengan kertas sampul coklat. Setelah itu starter ditambahkan ke dala media sebanyak 10% dari media secara aseptis dan dikocok perlahan hingga tercampur homogen, lalu diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang karena suhu optimum yang memungkinkan untuk fermentasi nata de coco yaitu pada suhu 28-30oC (Wijayanti et al., 2010). Suhu inkubasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan sebagian bakteri mati, sedangkan bila terlalu rendah akan menyebabkan teksturnya terlalu lunak sehingga lapisan nata de coco tidak terbentuk (Rahayu et al.,1993). Proses fermentasi berakhir ditandai dengan terbentuknya lapisan putih (Rahman, 1992). Mekanisme pembentukan lapisan putih ini diawali dengan pembentukan miofibril oanjang dari glukosa selama proses fermentasi dikarenakan adanya komponen selulosa. 1.3. Fermentasi Substrat Cair pada Nata de CocoBerdasarkan pendapat Seumahu et al.,(2007), ketinggian nata yang optimal adalah 1,5-2 cm dengan selulosa gel yang homogen dan mempunyai transparansi yang tinggi. Nata yang ketinggiannya kurang dari 0,5 cm dan berwarna putih pucat bisa dikatakan kurang baik kualitasnya. Hal ini dapat disebabkan kandungan oksigen yang kurang dalam nata sehingga pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum terhambat (Wijayanti et al.,2010). Berdasarkan hasil pengamatan tinggi nata didapatkan hasil yang mayoritas kurang sesuai dengan teori yang ada dimana seharusnya lapisan nata akan meningkat selama waktu inkubasi. Uji Sensori Nata de CocoUji sensori nata de coco diawali dengan pencucian nata de coco dan pemotongan dadu serta penambahan air gula. Pemotongan dadu sebesar 1x1x1 cm telah sesuai dengan pendapat Halib et al.,(2012). Sedangkan tujuan dari penambahan larutan gula adalah untuk memberikan rasa manis dan memperpanjang umur simpan nata (Palungkun, 1996). Pada bagian pengamatan sensori aroma, kelompok E4 memiliki aroma yang tidak asam, sedangkan kelompok E1, E2, E3 dan E5 memiliki aroma yang sangat asam. Pada bagian warna semua kelompok memiliki pengamtan warna yang sama, yaitu bening. Pengamatan sensori tekstur hanya bisa dilakukan oleh kelompok E3 dengan hasil pengamatan tekstur yang diperoleh adalah kenyal. Untuk pengamtan sensori rasa, semua kelompok tidak bisa melakukan pengamatan sensori rasaBerdasarkan teori yang diungkapkan oleh Arsatmodjo (1996), proses pemasakan dengan penambahan gula akan mempengaruhi warna nata karena komponen gula tersebut akan masuk ke dalam jaringan antar serat (selulosa). Warna nata de coco yang terbentuk disemua kelompok dengan berbagai perlakuan yaitu putih, kecuai pada kelompok B1 yang nata de coco-nya memiliki warna putih bening. Adanya komponen selulosa di dalam nata menyebabkan tekstur nata menjadi kenyal. Berdasarkan pendapat Anastasi

TRANSCRIPT

16

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama: Tommy SumantoNIM: 09.70.0125Kelompok: E1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara II201513

1. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Pengamatan Fermentasi Substrat Cair Nata de CocoHasil pengamatan Nata de Coco kelompok E1 sampai dengan E5 dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de CocoKelTinggi awal media (cm)Ketebalan Nata (cm)Presentase Lapisan (%)

H0H7H14H0H7H14

E12,800,40,4014,2914,29

E22,600,50,4019,2315,38

E31,300,50,8038,4661,54

E4300,40,6013,3320

E52,500,30,301212

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa hasil pengamatan ketebalan dan persentase lapisan nata yang diperoleh setiap kelompok berbeda-beda jika dilihat perbandingannya terhadap waktu. Pada H0 ketebalan nata semua kelompok adalah sama, yaitu 0. Pada H7, semua kelompok mendapat hasil pengamatan terbentuknya lapisan nata. Kelompok E2 dan kelompok E3 memiliki ketebalan nata yang paling tebal, yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan 19,23% dan 38,46%. Kelompok E1 dan E4 memiliki ketebalan nata 0,4 cm dengan presenntasr lapisan 14,29% dan 13,33%. Kelompok E5 memiliki ketebalan nata paling tipis, yaitu 0,3 cm dengan presentase lapisan 12%. Pada H14 diperoleh beberapa varian data. Kelompok yang memperoleh peningkatan lapisan nata adalah kelompok E3 dan E4 dengan ketebalan nata 0,8 cm dan 0,6 cm dengan presentase lapisan 61,54% dan 20%. Kelompok E1 dan E5 tidak mengalami perubahan ketebalan lapisan nata dibandingkan H7 sehingga perhitungan presentase lapisan nata tidak berubah. Untuk kelompok E2, diperoleh data penurunan ketebalan nata dengan penurunan ketebalan sebanyak 0,1 cm sehingga ketebalan nata menjadi 0,4 cm dari data H7 seebal 0,5 cm. Presentase ketebalan lapisan kelompok E5 pada H14 adalah 15,38%.

1.2. Tabel Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoHasil pengamatan uji sensori Nata de Coco dapat dilihat pada Tabel 2.

3

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoKelompokAromaWarnaTeksturRasa

E1++--

E2++--

E3++++++++-

E4++--

E5++--

Keterangan:Aroma Warna TeksturRasa++++ : tidak asam++++ : putih ++++ : sangat kenyal++++ : sangat manis+++ : agak asam+++ : putih bening +++ : kenyal+++ : manis++ : asam++ : putih agak bening ++ : agak kenyal++ : agak manis+ : sangat asam+ : bening + : tidak kenyal+ : tidak manis

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat hasil pengamatan uji sensori nata pada H14 yang meliputi aroma, warna, tekstur dan rasa. Pada bagian pengamatan sensori aroma, kelompok E4 memiliki aroma yang tidak asam, sedangkan kelompok E1, E2, E3 dan E5 memiliki aroma yang sangat asam. Pada bagian warna semua kelompok memiliki pengamtan warna yang sama, yaitu bening. Pengamatan sensori tekstur hanya bisa dilakukan oleh kelompok E3 dengan hasil pengamatan tekstur yang diperoleh adalah kenyal. Untuk pengamtan sensori rasa, semua kelompok tidak bisa melakukan pengamatan sensori rasa.

2. PEMBAHASANPraktikum fermentasi substrat cair pada nata de coco pada kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui prinsip pembuatan, memanfaatkan limbah air kelapa sebagai bahan baku, serta mengetahui proses fermentasi Nata de Coco.Berdasarkan pengertiannya, Nata de Coco merupakan produk fermentasi dari substrat cair oleh bakteri Acetobacter xylinum yang mempunyai bentuk gel dan mengandung gula dan asam yang terapung pada permukaan medium (Hakimi & Daddy, 2006). Menurut Anastasia & Afrianto (2008), nata merupakan selulosa yang memiliki bentuk padat, berwarna putih transparan, serta memiliki tekstur kenyal. Kandungan air pada nata de coco cukup tinggi dan banyak dikonsumsi sebagai makanan ringan. Nata de coco dapat dibuat dari bahan yang mempunyai kandungan gula, protein, dan mineral yang tinggi seperti misalnya air kelapa (nata de coco), sari kedelai (nata de soya), sari buah mangga (nata de mango), dan sari buah nanas (nata de pina) (Pambayun, 2002).

Berdasarkan pendapat Halib et al. (2012), dalam jurnal yang berjudul Physicochemical Properties and Characterization of nata de coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose, Acetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi alkohol dan gula. Menurutnya, nata de coco dihasilkan dari fermentasi air kelapa dengan gula atau glukosa sebagai sumber karbonnya. Nata de coco mempunyai tekstur kenyal dengan rasa seperti produk kolang-kaling (Santosa et al, 2012). Manfaat nata de coco bagi kesehatan sudah terbukti dengan tingginya kandungan serat didalanya. Dalam sebuah jurnal yang berjudul Dampak Nata De Coco dalam Ransum Mencit (Mus muculus) Terhadap Metabolism Lemak dan Penyerapan Mineral oleh Hernaman (2007), dikatakan bahwa kandungan serat yang tinggi dalam nata de coco akan membantu penyerapan lemak dan mineral dengan lebih sempurna dalam proses metabolisme.

Nata de coco terbentuk dari spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain (Lapuz et al., 1967). Berdasarkan pendapat Swissa et al. (1980), beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat memiliki kemampuan membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak digunakan secara komersial adalah Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum termasuk dalam genus Acetobacter yang bersifat gram negatif, aerob, dan berbentuk batang pendek atau kokus (Moat, 1986). Mekanisme pembentukan nata de coco terjadi karena adanya proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau gula dalam air kelapa oleh sel-sel dari bakteri Acetobacter xylinum (Palungkun, 1996).

Nata de coco termasuk makanan yang rendah kalori dan kaya serat. Dalam jurnal yang berjudul Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Cocooleh Santoso et al. (2012), dikatakan bahwa nata de coco mempunyai potensi dijadikan minuman instan dengan penambahan CMC. Hal ini menyebabkan produk nata de coco ini menjadi produk pangan yang cukup populer. Proses pembuatan nata de coco meliputi persiapan bahan dan alat, pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum, pembuatan starter, fermentasi, pemanenan, pengolahan, dan pengemasan. Dalam praktikum kali ini, selain menggunakan air kelapa sebagai bahan baku pembuatan, digunakan juga kultur dari bakteri Acetobacter xylinum serta gula sebagai substratnya. Hal ini telah sesuai dengan pendapat Rahayu et al.,(1993) yang mengatakan bahwa Acetobacter xylinum akan menjadi selulosa apabila ditumbuhkan dalam media yang mengandung gula.

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini untuk membuat nata de coco adalah air kelapa. Air kelapa merupakan bahan yang paling sering digunakan dalam pembuatan nata terutama dalam industri komersial. Hal ini dikarenakan air kelapa memiliki beberapa kelebihan; harga terjangkau, potensi kontaminasi minimal karena merupakan produk alami serta ketersediaannya melimpah (Rahman, 1992). Hal ini didukung oleh pendapat Almeida et al.,(2012) dalam jurnal yang berjudul Mineral Consumption by Axetobacter xylinum on Cultivation Medium on Coconut Water yang mengatakan bahwa nutrisi yang terkandung dalam air kelapa terbukti membuat produksi bakteri selulosa Acetobacter menjadi optimal. Selain penambahan gula yang bertindak sebagai sumber nitrogen, ditambahkan juga asam cuka glasial hingga pH 4-5. Hal ini sesuai dengan pendapat Pambayun (2002) yang mengatakan bahwa Acetobacter xylinum tumbuh pada kisaran pH 3,5-7,5, namun akan lebih optimal pada pH 4,3. Pada praktikum kali ini proses pembuatan nata de coco dibagi menjadi 2 tahap yaitu pembuatan media dan proses fermentasi.

2.1. Pembuatan MediaDalam pembuatan nata de coco pada praktikum ini bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah air kelapa, gula pasir, asam cuka glasial 95%, dan ammonium sulfat. Proses pembuatan media diawali dengan penyaringan air kelapa sebanyak 1 liter untuk menyaring kotoran atau cemaran yang terikut dalam air kelapa (Pato & Dwiloka, 1994). Setelah itu ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk hingga terlarut. Kemudian ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dan asam cuka glasial hingga pHnya berada di kisaran 4-5. Setelah itu, air kelapa dipanaskan hingga gula terlarut sempurna dan disaring lagi.

Gambar 1. Penyaringan air kelapa dengan kain saring.Gambar 2. Penambahan gula 10%.Gambar 3. Penambahan ammonium sulfat 0,5%.

Gambar 4. Penambahan cuka glasial.Gambar 5. Pengukuran pH dengan pH meter.

Penambahan gula dalam larutan media sebanyak 10% sudah tepat karena berdasarkan pendapat Hayati (2003), penambahan gula sebanyak 10% membuat kondisi yang optimal untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylnium. Jika konsentrasinya berlebihan maka Acetobacter xylinum tidak dapat memanfaatkannya dengan optimal (Sunarso, 1982). Penambahan gula selain berfungsi sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri juga berfungsi untuk mengawetkan, memberikan tekstur, memperbaiki penampakan, dan flavor bagi nata de coco. Dalam jurnalnya yang berjudul The effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum, Jagannath et al.,(2008) mengatakan bahwa penambahan gula pada pembuatan media perlu dilakukan dalam kondisi lingkungan yang bersih karena penggunaan sukrosa atau gula pasir rentan terkontaminasi dengan yeast.

Penambahan amonium sulfat sebagai sumber karbon serta menghilangkan senyawa pengotor yang berpotensi menjadi kontaminan (Hakimi & Daddy, 2006). Selain amonium sulfat, sumber nitrogen lain yang dapat digunakan adalah ekstrak yeast, ammonium fostat (ZA) dan urea (Pambayun, 2002). Penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk mengatur keasaman supaya pH awal air kelapa yang semula 5,6 dapat turun menjadi 4. Akan tetapi berdasarkan teori oleh Atlas (1984), Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh pada pH yang terlalu rendah karena energi yang berlebihan dapat mengakibatkan aktivitas fermentasi menjadi terhenti. Proses pemanasan pada media bertujuan untuk membunuh mikrooraganisma kontaminan serta melarutkan gula pasir (Astawan & Astawan, 1991). Gula yang tidak larut akan sulit diserap oleh bakteri sehingga proses fermentasi dapat terhambat dan menghasilkan selaput tebal.

2.2. Proses FermentasiProses fermentasi dilakukan dengan cara mengambil 200 ml larutan media steril ke dalam wadah plastik bening, lalu ditutup rapat dengan kertas sampul coklat. Setelah itu starter ditambahkan ke dala media sebanyak 10% dari media secara aseptis dan dikocok perlahan hingga tercampur homogen, lalu diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang karena suhu optimum yang memungkinkan untuk fermentasi nata de coco yaitu pada suhu 28-30oC (Wijayanti et al., 2010). Gambar 6. Substrat cair yang sudah jadi diambil sebanyak 200 ml.Gambar 7. Menambahkan biang nata dalam air kelapa secara aseptis.

Suhu inkubasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan sebagian bakteri mati, sedangkan bila terlalu rendah akan menyebabkan teksturnya terlalu lunak sehingga lapisan nata de coco tidak terbentuk (Rahayu et al.,1993). Selama waktu inkubasi sebaiknya wadah plastik berisi larutan diusahakan tidak dipindahkan agar lapisan nata de coco dapat terbentuk dengan stabil dan tidak terpisah-pisah. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk mengamati lapisan di permukaan cairan serta ketebalan lapisan nata de coco. Persentase kenaikan ketebalan pada nata de coco dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Proses fermentasi berakhir ditandai dengan terbentuknya lapisan putih (Rahman, 1992). Mekanisme pembentukan lapisan putih ini diawali dengan pembentukan miofibril oanjang dari glukosa selama proses fermentasi dikarenakan adanya komponen selulosa. Selain itu dihasilkannya gas karbondioksida menyebabkan lapisan nata terangkat. Hal ini sesuai dengan teori dari Hamid et al.(2011) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Setelah proses fermentasi berlangsung maka akan tumbuh jutaan mikroorganisme pada media tersebut dan membentuk lembaran benang-benang selulosa. Lembaran-lembaran benang selulosa tersebut akan memadat dan berwarna putih atau transparan (Pambayun, 2002).

2.3. Fermentasi Substrat Cair pada Nata de CocoBerdasarkan pendapat Seumahu et al.,(2007), ketinggian nata yang optimal adalah 1,5-2 cm dengan selulosa gel yang homogen dan mempunyai transparansi yang tinggi. Nata yang ketinggiannya kurang dari 0,5 cm dan berwarna putih pucat bisa dikatakan kurang baik kualitasnya. Hal ini dapat disebabkan kandungan oksigen yang kurang dalam nata sehingga pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum terhambat (Wijayanti et al.,2010).

Gambar 8. Hasil nata de coco hari ke-14

Berdasarkan hasil pengamatan tinggi nata didapatkan hasil yang mayoritas kurang sesuai dengan teori yang ada dimana seharusnya lapisan nata akan meningkat selama waktu inkubasi. Dalam praktikum ini, diperoleh data Pada H0 ketebalan nata semua kelompok adalah sama, yaitu 0. Pada H7, semua kelompok mendapat hasil pengamatan terbentuknya lapisan nata. Kelompok E2 dan kelompok E3 memiliki ketebalan nata yang paling tebal, yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan 19,23% dan 38,46%. Kelompok E1 dan E4 memiliki ketebalan nata 0,4 cm dengan presenntasr lapisan 14,29% dan 13,33%. Kelompok E5 memiliki ketebalan nata paling tipis, yaitu 0,3 cm dengan presentase lapisan 12%. Pada H14 diperoleh beberapa varian data. Kelompok yang memperoleh peningkatan lapisan nata adalah kelompok E3 dan E4 dengan ketebalan nata 0,8 cm dan 0,6 cm dengan presentase lapisan 61,54% dan 20%. Kelompok E1 dan E5 tidak mengalami perubahan ketebalan lapisan nata dibandingkan H7 sehingga perhitungan presentase lapisan nata tidak berubah. Untuk kelompok E2, diperoleh data penurunan ketebalan nata dengan penurunan ketebalan sebanyak 0,1 cm sehingga ketebalan nata menjadi 0,4 cm dari data H7 seebal 0,5 cm. Presentase ketebalan lapisan kelompok E5 pada H14 adalah 15,38%. Hal ini juga didukung oleh teori Lapuz et al.(1967) dimana semakin lama waktu inkubasi seharusnya lapisan nata akan makin menebal. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pembuatan media yang kurang sesuai, gangguan selama proses inkubasi, kurangnya suplai oksigen dan nutrien serta wadah plastik yang digunakan (Rahman, 1992). Media fermentasi yang kurang sesuai seperti misalnya terlalu pekat akan menyebabkan pembentukan selulosa berjalan lambat akibat meningkatnya tekanan osmosis sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri (Wijayanti et al.,2010). Gangguan selama proses inkubasi menyebabkan lapisan nata dapat tenggelam, namun lapisan baru masih dapat terbentuk jika keadaan memungkinkan. Menurut Mashudi (1993), wadah juga berpengaruh terhadap ketinggian nata, dimana semakin dangkal dan luas maka lapisan nata yang terbentuk juga makin tinggi. Hal ini dikarenakan suplai oksigen yang cukup dan rata pada lapisan nata. Selain itu perbedaan tinggi nata juga disebabkan karena wadah plastik yang digunakan oleh setiap kelompok berbeda baik ukuran maupun jenisnya.

2.4. Uji Sensori Nata de CocoUji sensori nata de coco diawali dengan pencucian nata de coco dan pemotongan dadu serta penambahan air gula. Pemotongan dadu sebesar 1x1x1 cm telah sesuai dengan pendapat Halib et al.,(2012). Sedangkan tujuan dari penambahan larutan gula adalah untuk memberikan rasa manis dan memperpanjang umur simpan nata (Palungkun, 1996). Pada bagian pengamatan sensori aroma, kelompok E4 memiliki aroma yang tidak asam, sedangkan kelompok E1, E2, E3 dan E5 memiliki aroma yang sangat asam. Pada bagian warna semua kelompok memiliki pengamtan warna yang sama, yaitu bening. Pengamatan sensori tekstur hanya bisa dilakukan oleh kelompok E3 dengan hasil pengamatan tekstur yang diperoleh adalah kenyal. Untuk pengamtan sensori rasa, semua kelompok tidak bisa melakukan pengamatan sensori rasa.

Hal ini membuktikan bahwa proses pencucian nata disetiap kelompok telah sesuai. Aroma asam dapat disebabkan oleh asam cuka glasial yang ditambahkan pada media (Fardiaz, 1992) atau karena asam asetat yang dihasilkan selama proses fermentasi (Rahman, 1992). Menurut Arsatmodjo (1996), pencucian sebanyak 3 kali dapat menghilangkan aroma asam yang tidak diharapkan pada nata de coco. Hal ini didukung oleh pendapat Anastasia & Afrianto (2008) dalam jurnal yang berjudul Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Meskipun begitu, adanya aroma asam juga merupakan tanda bahwa proses fermentasi telah berlangsung (Astawan & Astawan, 1991).Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Arsatmodjo (1996), proses pemasakan dengan penambahan gula akan mempengaruhi warna nata karena komponen gula tersebut akan masuk ke dalam jaringan antar serat (selulosa). Warna nata de coco yang terbentuk disemua kelompok dengan berbagai perlakuan yaitu putih, kecuai pada kelompok B1 yang nata de coco-nya memiliki warna putih bening. Warna putih atau kekeruhan yang dihasilkan pada nata de coco disebabkan oleh karena degradasi substrat oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selain itu gula dan nitrogen terlarut juga memberikan reaksi warna terhadap nata de coco (Rahman, 1992). Teori ini didukung oleh Astawan & Astawan (1991) yang mengatakan bahwa adanya reaksi antara air kelapa yang bercampur dengan Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi menyebabkan warna kekeruhan pada nata (Astawan & Astawan, 1991). Meskipun diberi perlakuan gula yang berbeda pada setiap kelompok, akan tetapi hasil warna nata de coco hampir sama semua. Menurut Mashudi (1993), seharusnya dengan makin banyak glukosa yang ditambahkan maka makin banyak gula yang mengalami browning, terutama saat proses pemasakan/pemberian panas.

Adanya komponen selulosa di dalam nata menyebabkan tekstur nata menjadi kenyal. Berdasarkan pendapat Anastasia & Afrianto (2008), semakin tinggi kandungan selulosa dalam nata maka teksturnya akan semakin kenyal dan lapisannya menebal. Perbedaan tekstur nata ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah gula yang ditambahkan selama proses pemasakan dalam larutan gula (Astawan & Astawan, 1991). Penambahan asam cuka glasial yang semakin banyak akan menyebabkan penurunan tekstur. Tekstur nata yang lunak menunjukkan banyaknya serat kasar yang terbentuk pada nata. Banyaknya serat kasar dipengaruhi oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum ketika proses metabolisme glukosa menjadi selulosa. Banyaknya Acetobacter xylinum yang tumbuh tergantung dari jumlah nutrisi pada media (Wijayanti et al., 2010).

Penambahan larutan gula dengan konsentrasi tertentu memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada rasa nata de coco. Hal ini sesuai dengan pendapat Palungkun (1996) bahwa penambahan larutan gula berfungsi untuk memberikan rasa manis pada nata de coco. Rasa nata de coco pada setiap kelompok sangat bervariasi mulai dari yang tidak manis hingga sangat manis.

14

3. KESIMPULAN

Nata de coco merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum dengan menggunakan air kelapa sebagai media tumbuhnya. Nata de coco memiliki bentuk yang menyerupai gel dengan tekstur yang kenyal, berwarna putih transparan dan padat. Acetobacter xylinum akan tumbuh optimal pada pH yang berkisar antara 4-5. Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerob dan dapat mensintesa selulosa secara ekstraseluler. Penambahan gula bertujuan untuk memberikan nutrien untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum, memberikan flavor dan memperpanjang umur simpan. Pemberian asam cuka glasial bertujuan untuk mengatur keasaman pada larutan media yang akan digunakan sebagai media tumbuh. Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri Pembentukan nata de coco dipengaruhi oleh kondisi media yang digunakan, wadah yang digunakan dan gangguan selama proses fermentasi. Inkubasi nata de coco dilakukan selama 2 minggu dengan pengamatan tinggi lapisan pada minggu pertama dan kedua. Untuk menghasilkan nata de coco yang lebih tinggi diperlukan wadah yang luas serta dangkal sehingga suplai oksigen merata. Semakin lama waktu fermentasi maka ketebalan nata akan meningkat. Ketinggian nata de coco yang optimum adalah 1,5-2 cm. Pencucian nata de coco perlu dilakukan untuk menghilangkan aroma asam.

Semarang, 12 Juni 2014 Asisten Dosen,Praktikan,

Jessica OctavinMeilisa Lelyana 11.70.0119

4. DAFTAR PUSTAKA

Almeida et al. 2012. Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206Anastasia, N. dan Afrianto, E. 2008. Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.Arsatmodjo, E. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina. Skripsi Fateta. IPB. Bogor.Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.Halib, N.; Mohd, C.I.M.A. and Ishak, A. 2012. Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco fromLocal Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211Hamid, A.; Andriyani, N.A.; Wibisono, H. dan Sutopo, H. 2011. Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Jurnal Teknik Kimia. Vol 12 (2): 74-77.Hayati, M. 2003. Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.Hernaman, I.; Kamil, K.A.; Mayasari, N. dan Salim, M.A. 2007. Dampak Nata De Coco dalam Ransum Mencit (Mus muculus) Terhadap Metabolism Lemak dan Penyerapan Mineral. Jurnal Peternakan Universitas Padjadjaran Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati. Jagannath, Kalaiselvan S. S, Manjunatha P. S, Raju A. S. Bawa. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. 1967. The Nata Organism Cultural. Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.Mashudi. 1993. Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu Penundaan Bahan Baku Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan Struktur Gel Nata de coco. Skripsi. Jurusan Teknologi Pandan dan Gizi, Fateta. IPB. Bogor.Palungkun, R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Pato, U. dan Dwiloka, B. 1994. Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 77.Rahayu, E.S.; Indriati, R.; Utami, T.; Harmayanti, E. dan Cahyanto, M.N. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1:6-11.Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68.Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bharata Karya Aksara. Jakarta.Sunarso. 1982. Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan

Kelompok 1 Hari ke-7

Hari ke-8

Kelompok 2 Hari ke-7

Hari ke-8

Kelompok 3 Hari ke-7

Hari ke-8

Kelompok 4 Hari ke-7

Hari ke-8

16

Kelompok 5 Hari ke-7

Hari ke-8

5.2. Laporan Sementara5.3. Report Viper5.4. Abstrak Jurnal