nasrul - bab i

Download Nasrul - Bab i

If you can't read please download the document

Upload: ramlilee

Post on 16-Jan-2016

234 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pengendalian Vektor DBD

TRANSCRIPT

11

1

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD), ialah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1 sampai 4. DBD disertai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam tinggi yang timbul mendadak dan terus menerus selama 2 sampai dengan 7 hari, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan sebagai akibat kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (WHO, 1997).

Dinas Kesehatan Kota Palu merupakan organisasi di lingkungan Pemerintah Kota Palu sebagai unsur perpanjangan tangan pemerintah daerah dalam bidang kesehatan. Tugas dari Dinas Kesehatan adalah membantu Walikota dalam melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang kesehatan. Sebagai penjabaran dari pelaksanaan tugas yang diberikan, maka Dinas Kesehatan telah menetapkan visi pembangunan kesehatan, yakni: Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Tengah Mandiri untuk Hidup Sehat Menuju Peningkatan Kualitas SDM yang Berdaya Saing. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Kesehatan Kota mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di tingkat kecamatan yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan yang terdekat dengan masyarakat yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan dalam bentuk kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya. Dalam pelaksanaan fungsinya, puskesmas melakukan upaya paripurna yang meliputi peningkatan (promotif), pencegahan (preventif) pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). (Soehardi R, dkk: 1995).

Kota Palu yang merupakan daerah perkotaan dengan peningkatan arus transportasi dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, dimana Kepadatan penduduk Kota Palu Tahun 2014 tercatat 902 jiwa/km, dengan luas wilayah Kota Palu 395,06 km. Secara administratif, Kota Palu dengan wilayah seluas 395,06 km adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah yang berada pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara astronomis terletak antara 0,35 - 0,56 Lintang Selatan dan 119,45- 120,1 Bujur Timur, tepat berada dibawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0 700 meter dari permukaan laut (Profil Kota Palu, 2014).

Peningkatan arus transportasi dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi ini, secara otomatis akan menyebabkan penyebaran penyakit semakin cepat dan beragam. Hal ini merupakan ancaman global terhadap kesehatan masyarakat karena adanya penyakit karantina, penyakit menular baru (new emerging diases), dan penyakit menular lama yang timbul kembali (re-emerging diases) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 424/Menkes/SK/IV/2007.

Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal dengan arthropodborne disease atau sering juga disebut sebagai vectorborne disease. Penyakit ini merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidermis dan dapat menimbulkan bahaya kematian (Chandra, 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/III/2010 bahwa penyakit tular vektor merupakan penyakit yang menular melalui hewan perantara (vektor). Penyakit tular vektor meliputi malaria, arbovirosis seperti Dengue, Chikungunya, Japanese B Encephalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki gajah), pes (sampar) dan demam semak (scrub typhus). Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).

Untuk mewaspadai penyebaran vektor penular penyakit, puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan ujung tombak Kementerian Kesehatan RI yang berwenang mencegah dan mengendalikan vektor penular penyakit, dengan melakukan upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit secara profesional sesuai standar dan persyaratan yang telah ditetapkan. Pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi atau menekan populasi vektor sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit dan mengendalikan terjadinya kontak antara vektor dan manusia (Yudhastuti, 2011). Sebagaimana hal tersebut diatas, maka Puskesmas memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kondisi wilayah yang bebas dari penularan penyakit.

Berdasarkan penelitian untuk daerah-daerah perimeter data House Indeks (HI) Aedes Aegypti di daerah perimeter harus nol karena kota harus bebas dari sumber penularan penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) (Syafri, 2006). Selain Dengue, Aedes Aegypti juga merupakan pembawa virus Demam Kuning (Yellow Fever), dan Cikungunya (Yudhastuti, 2011).

UPT Puskesmas Mabelopura merupakan satu dari 12 (Dua Belas) puskesmas yang ada di Kota Palu, yang wilayah kerjanya berada di Kecamatan Palu Selatan. Di kecamatan yang terletak di wilayah selatan Kota Palu dengan luas 27,38 km2 ini, terdapat perumahan yang padat penduduk, kompleks perumahan BTN, dan banyak rumah petak / sewaan non permanen yang sering berganti penghuni sehingga kurang terpelihara kebersihannya, sehingga lingkungan menjadi kotor.

Kondisi geografis tersebut memungkinkan masyarakat sulit mendapatkan air bersih. Untuk air bersih mereka mengandalkan air dari Perusahaan Daerah Air Minum setempat, sehingga masyarakat sekitar wilayah UPT Puskesmas Mabelopura sangat berhemat dan banyak menampung air dipenampungan air bersih dirumah. Tentunya apabila tidak dirawat atau ditutup rapat tempat penampungan air tersebut berpotensi tempat perindukan jentik Aedes aegypti. Genangan air yang disukai sebagai tempat perindukan (breeding pleace) jentik Aedes aegypti adalah genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau kontainer, bukan genangan air di tanah. Tempat perindukan yang potensial adalah tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, bak mandi, bak WC, gentong/ tempayan, ember. Disamping itu yang non TPA yaitu vas bunga, pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung, serta tempat penampungan air yang alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun pisang, pelepah daun keladi dan lubang batu. Tempat perindukan jentik Aedes aegypti yang disukai adalah yang bewarna gelap, terbuka lebar dan terlindungi dari sinar matahari langsung (Soegijanto, 2012).

Penyakit yang berpotensi menyebabkan wabah, apabila penyakit tersebut dapat menjalar dengan cepat dan atau memiliki angka mortalitas yang tinggi, yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) salah satunya Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) (Sudarman, 2006). Aedes Aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus Dengue, Aedes Aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes Albopictus menciptakan siklus persebaran Dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini.

Pada tahun 2012 jumlah penderita DBD di Indonesia mencapai 65.432 kasus, sekitar 596 (CFR=0,91%) diantaranya meninggal dunia sedangkan di Provinsi Sulawesi Tengah dengan 2.045 kasus dan meninggal 31 orang. Case Fatality Rate (%) 1,52, Incidence Rate 76,16 per 100.000 Penduduk. Sementara kasus tertinggi terjadi di Kota Palu, yakni 1.325 kasus (Dit PPBB -Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Untuk Januari sampai pertengahan Juli 2013, jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Palu mencapai 449 kasus, dengan angka kematian sebanyak empat orang. Terdiri dari tiga anak-anak dan 1 dewasa. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, angka kasus DBD saat ini mengalami penurunan. Pada 2012, tercatat dari periode Januari hingga Juli, jumlah kasus DBD sebanyak 727 kasus. Sedangkan periode sepanjang 2012, jumlah kasunya mencapai 1.051 kasus. Tercatat pula, angka kematian pada 2012 sebanyak enam orang. (Dinas Kesehatan, 2015).

Berdasarkan Laporan Tahunan UPT Puskesmas Mabelopura (membawahi wilayah Palu Selatan), jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan yang meninggal dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Chart120112011201220122013201320142014
DBD
Meninggal
152
0
188
2
156
2
108
1
Sheet1DBDMeninggal20111520201218822013156220141081To resize chart data range, drag lower right corner of range.

Gambar 1.1 Distribusi Kasus DBD dan yang meninggal, tahun 2011-2014 di wilayah kerja UPT Puskesmas Mabelopura

Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2015.

Berdasarkan data tersebut di atas, terlihat data untuk kasus DBD ada peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan 2012. Sedang untuk tahun 2012 sampai dengan 2014 terjadi penurunan signifikan.

Walaupun terjadi penurunan yang signifikan dalam kasus DBD tersebut, tetap harus dilakukan kontrol agar tidak terjadi peningkatan kembali. Olehnya harus terus dilakukan upaya tindakan pengendalian pengendalian vektor Aedes Aegypti diantaranya yang sudah dilakukan oleh wilayah kerja UPT Puskesmas Mabelopura yaitu Larvasidasi dan Fogging. Larvasidasi dilaksanakan secara selektif setiap bulan dengan menaburkan bubuk abate pada tempat-tempat dan rumah-rumah penduduk yang ditemukan jentik nyamuk Aedes Aegypti, sedangkan secara massal dilakukan 3 bulan sekali terhadap seluruh tempat yang positif jentik maupun tidak ada jentik. Sedang Fogging tidak pernah luput dilaksanakan apabila ditemukan kasus dilingkungan masyarakat.

Penggunaan insektisida yang tidak tepat dosisnya atau tidak tepat jenisnya dapat menjadikan fogging tidak memberikan hasil yang memuaskan atau gagal sama sekali. Semua insektisida merupakan bahan beracun, bila tidak tepat penggunaannya dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan dapat mencemari lingkungan serta terjadinya kekebalan (resisten) pada nyamuk Aedes Aegypti (Bappenas, 2006).

Cara yang paling efektif dan efesien untuk mengendalikan vektor Aedes Aegypti sebenarnya adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M plus. Menutup rapat tempat penyimpanan air bersih, menguras tempat penampungan air sesering mungkin atau minimal seminggu sekali dan mengubur barang-barang bekas yang tidak terpakai seperti kaleng bekas, botol plastik bekas, kemudian pemberian larvadasi untuk membunuh jentik Aides Aegepti pada bak kamar mandi atau tandon air bersih efektif untuk mencegah berkembangbiaknya nyamuk Aides Aegepti. Gerakan PSN harus dilakukan segenap masyarakat secara terus menerus sepanjang tahun, baik di musim hujan maupun di musim kemarau selama tempat penampungan air seperti tandon air masih ada. Sebab jika ada satu saja yang tidak melakukan PSN, akan menjadi sumber berkembangbiaknya nyamuk Aides Aegepti untuk wilayah sekitarnya. Apalagi nyamuk Aides Aegepti mampu terbang dalam radius 100 meter dari tempat asal berkembangbiaknya.

Pentingnya penerapan paradigma pembangunan kesehatan baru yaitu paradigma sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan yang jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri. Paradigma sehat sebagai cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral.

Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat, namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat (Setyawan, 2010). Uraian tersebut tentunya sangat berkaitan dalam pelaksanaan program pengendalian vektor Aedes Aegypti di wilayah kerja UPT Puskesmas Mabelopura untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M plus.

Dari uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan evaluasi program pengendalian vektor Aedes Aegypti di wilayah kerja UPT Puskesmas Mabelopura. Dimana evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi summatif yaitu evaluasi setelah program pengendalian vektor Aedes Aegypti di wilayah kerja UPT Puskesmas Mabelopura selesai dilaksanakan. Evaluasi summatif merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan dari suatu program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai keberhasilan program (Supriyanto dan Damayanti, 2007).

Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Evaluasi Program Pengendalian Vektor Aedes Aegypti di UPT Puskesmas Mabelopura Kecamatan Palu Selatan ?.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengevaluasi Program Pengendalian Vektor Aedes Aegypti di UPT Puskesmas Mabelopura Kecamatan Palu Selatan.

Tujuan Khusus

Menganalisis Program Pengendalian Vektor Aedes Aegypti meliputi perencanaan, pelaksanaan, supervisi dan evaluasi dalam melaksanakan larvasidasi, fogging, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan penyuluhan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Mabelopura. Menganalisis pelaksanaan program pengendalian vektor Aedes Aegypti di masyarakat Wilayah Kerja UPT Puskesmas Mabelopura.

Manfaat Penelitian

Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan bagi UPT Puskesmas Mabelopura Kecamatan Palu Selatan dalam mengambil kebijakan terkait pengendalian vektor Aedes Aegypti.

Manfaat Praktisi

Sebagai landasan bagi praktisi kesehatan dalam memahami kajian terkait pengendalian vektor Aedes Aegypti

Manfaat Institusi

Sebagai pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) pada umumnya dan pengembangan Ilmu Administrasi Kebijakan Kesehatan pada khususnya. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya agar ilmu ini dapat berkembang luas, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi peneliti selanjutnya pada bidang kajian pengendalian vektor Aedes Aegypti.