pembinaan terhadap narapidana anak pelaku ...repository.uinjambi.ac.id/361/1/skripsi nasrul...
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
NASRUL MUKMININ
NIM.TP. 130715
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA
SAIFUDDINJAMBI
2018
PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA PELECEHAN SEKSUAL DI LEMBAGA PEMBINAAN
KHUSUS ANAK (LPKA)
KELAS II MUARA BULIAN JAMBI
PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA PELECEHAN SEKSUAL DI LEMBAGA PEMBINAAN
KHUSUS ANAK (LPKA)
2
KELAS II MUARA BULIAN JAMBI
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Jurusan Pendidikan Agama Islam
NASRUL MUKMININ
NIM.TP. 130715
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA
SAIFUDDINJAMBI
2018
3
Negara Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan kepada hukum artinya bahwa Negara
dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi dengan hukum atau dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Anak sebagai generasi muda penerus cita cita bangsa
dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional dan sesuatu yang paling mendasar
adalah sejauh mana anak disiapkan oleh keluarga, masyarakat dan Negara.Setiap orang yang
melakukan tindak pidana akan mendapatkan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Hasil
penelitian skripsi ini mengungkapkan bahwa pembinaan di LPKA Klas II Muara Bulian
dilakukan secara bertahap, mulai dari registrasi sampai proses integrasi. Rangkaian
pembinaan ini mempunyai kendala yang disebabkan beberapa faktor diantaranya tidak sesuai
antara sarana dengan penghuni Lembaga, petugas yang sedikit dan dana yang terbatas. Untuk
mengatasi persoalan tersebut petugas berusaha memindahkan narapidana ke Lembaga
Pemasyarakatan lain.
Kata Kunci : Pembinaan, Narapidana Anak, Tindak Pidana Pelecehan Seksual
ABSTRAK
4
Indonesia is a country that is based on law, meaning that the State in carrying out any action
must be based on the law or can be legally accounted for. Children as the younger generation
are the successors of the nation's ideals and human resources for national development and
the most basic thing is the extent to which children are prepared by families, communities
and the state. Every person who commits a crime will get coaching at the Penitentiary. The
results of this thesis study revealed that guidance in the Muara Bulian Class II LPKA was
conducted in stages, starting from registration to the integration process. This series of
coaching has constraints that are caused by several factors including those which are not
suitable between facilities and Institution residents, few officers and limited funds. To
overcome this problem the officers tried to transfer inmates to other correctional institutions.
Keywords: Guidance, Child Prisoners, Sexual Harassment Crimes
ABSTRACT
5
إن الشرك لظلم عظيم ك بالل إذ قال لقمان لبنه وهو يعظه يا بني
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar” (QS. Luqman: 13).
ل تشر
MOTTO
)ال- ولقمن:13(
6
Skripsi ini ku persembahkan untuk
kedua orang tua, Ayahanda tercinta Syahrul Amin dan Ibunda tercinta Aminatuzzuhriah
dengan penuh rasa ikhlas, cinta dan do’a restu yang telah membesarkan dan mendidikku.
Buat kakak ku tercinta
(Zinatul Jannah, Riadussolihhin, Zumrotul Mardiah) dan adikku ( Wansuril
Mujahidin ) dan keluarga besarku yang selalu mendukung dan memberikan
motivasi, semangat beserta do’anya Dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segenggam keberhasilan ini akan menjadi amal ibadah demi keberhasilan pada masa
yang akan datang. Amin Ya Rabbal alamin..
PERSEMBAHAN
7
berkat rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan baik.
Pelaksanaan penulisan ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam bidang Pendidikan Agama Islam,
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi yang berjudul “Pembinaan Anak Kasus Pelecehan
Seksual Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian”.
penulisan skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan jasa dari berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Jambi yang telah memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Hj. Armida, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Kuguruan yang telah membantu mempermudah dalam penulisan skripsi
ini.
3. Bapak Drs. Constantin, M.Ag selaku pembimbing I dan Bapak Ridwan,
S.Psi.,M.Psi.,Psi selaku pembimbing II yang telah membantu
mempermudah dalam penulisan skripsi sekaligus pemberi saran yang baik
bagi penulisan skripsi ini.
4. Bapak Didik Budi Waluyo, S.H.,M.Si selaku kepala Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian yang telah memberikan
kemudahan penulis dalam memperoleh data di lapangan.
5. Orang tua yang selalu memberikan motivasi penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir penulis.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
KATA PENGANTAR
8
Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan amal
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini berguna bagi
pengembangan ilmu.
Jambi, 01 Juni 2018
Penulis
Nasrul Mukminin
TP. 130 715
9
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum dan
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti bahwa Negara
dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi dengan hukum atau harus
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Sebagai Negara yang berdasarkan
Pancasila, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia menjadi prinsip yang
harus menjiwai pembinaan narapidana.
Sebagai Negara hukum, dapat diartikan bahwa barang siapa yang berada di
wilayah Republik Indonesia yang melanggar peraturan atau norma-norma hukum
yang berlaku akan mendapatkan sanksi dari Pemerintah. Sanksi yang dimaksudkan
disini adalah berupa hukuman atau perbuatan pelanggaran yang dilakukan setimpal
dengan perbuatannya tersebut. Seseorang yang melanggar hukum akan diadili
terlebih dahulu melalui sidang Pengadilan Negeri, setelah terbukti bersalah baru ia
dimasukkan ke Rumah Penjara atau lebih dikenal dengan Lembaga Pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan wadah atau tempat bagi orang-orang yang
melanggar hukum tersebut menjalani hukumannya.
Sistem Pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yang
diterapkan sekarang ini adalah Sistim Pemasyarakatan yang merupakan perubahan
dari Sistim Kepenjaraan peninggalan zaman kolonial Belanda dahulu. Perubahan ini
terjadi karena prinsip dari sistem kepenjaraan tidak cocok lagi diterapkan sebagai
suatu sistem pemidanaan. Hal ini terbukti dari perlakuan yang dikenakan terhadap
mereka, seperti rambutnya harus di gunduli.
Sistem Pemasyarakatan yang berlaku saat ini secara kontekstual sangatlah
berbeda dengan masa dahulu yaitu sistim kepenjaraan. Azas yang dianut sistem
Pemasyarakatan warga binaan sebagai subjek dan dipandang sebagai warga Negara
yang biasa serta dihadapi bukan latarbelakang pembalasan tetapi lebih diterapkan
kepada pembinaan dan bimbingan. Dalam pembinaan di kembangkan hidup
kejiwaan, jasmani serta kemasyarakatannya sehingga sedapat mungkin program yang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
10
diterapkan kepada warga binaan pemasyarakatan dirumah tahanan dan lembaga
pemasyarakatan dapat memberikan bekal dan mengangkat harkat dan martabat para
narapidana ketika mereka kembali kemasyarakat.
Adapun tujuan dari Sistem Pemasyarakatan yang dirumuskan oleh Direktorat
Jendral Pemasyarakatan adalah : “Dibawah pohon pengayoman tidak saja masyarakat
diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga oleh
orang yang telah tersesat juga diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai
warga yang berguna di dalam masyarakat.”
Efektivitas pembinaan terhadap narapidana oleh pemerintah tidak terlepas
dari pembangunan sarana Lembaga Pemasyarakatan yang mengklasifikasikan tindak
pidana, jenis kelamin narapidana dan umur narapidana. Hingga saat ini, kebanyakan
Lembaga Pemasyarakatan yang tersebar diwilayah kota/kabupaten di Indonesia
masih berisikan semua narapidana campuran yang dibina dalam suatu Lembaga
Pemasyarakatan. Narapidana menurut Undang –UndangNomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan adalah: Terpidana yang menjalani pidana, hilang
kemerdekaannya di LembagaPemasyarakatan.
Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita
perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Nasib
bangsa untuk masa yang akan datang tidak lepas dari perhatian Negara terhadap
nasib anak masa sekarang. Menyiapkan Indonesia kedepan, tidak cukup kalau hanya
berbicara soal pendapatan perkapita, pertumbuhan nilai ekonomi investasi. Sesuatu
yang paling dasar adalah sejauh mana kondisi anak disiapkan oleh keluarga,
masyarakat dan Negara.
Anak menurut Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 adalah : Seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Adapun proses pembinaan anak dapat dimulai dari lingkup terkecil yakni
dalam kehidupan berkeluarga. Pada lingkup inilah yang paling memberikan pengaruh
besar kepada baik buruknya anak. Pada dasarnya kesejahteraan anak tidaksama,
tergantung dari tingkat kesejahteraan orang tuanya. Kita ketahui bahwa di negara kita
masih banyak anak yang hidup berada dalam garis kemiskinan. Kemiskinan sangat
erat hubungannya dengan tingkat pendidikan, bahkan lebih jauh
2
11
lagi sangat berpengaruh pada cara berfikir seorang anak. Kemiskinan, pendidikan
rendah, keluarga yang berantakan dan lingkungan pergaulan akan mempengaruhi
kehidupan atau pertumbuhan seorang anak.
Faktor tersebut merupakan dasar yang melatarbelakangi seorang anak untuk
melakukan tindak pidana atau kejahatan. Menghadapi dan menanggulangi berbagai
perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak
dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak lebih dapat menentukan
langkah perbuatan berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan
disekitar dapat mempengaruhi perilakunya.
Dalam perkembangan selanjutnya sistem pemasyarakatan mulai dilaksanakan
sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan. Undang-undang pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk
mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi
warga binaan pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan menteri
hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu
proses binaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk
menjadi manusia yang menyadari kesalahannya.
Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri
dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam
LAPAS bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup
proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri
serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.
Dengan demikian. Jika warga binaan di LAPAS kelak bebas dari hukuman,
mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup
secara wajar seperti sedia kala. Fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan
tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan
yang ada didalam lembaga pemasyarakatan.
Adapun penyebab kenakalan anak pada prinsipnya disebabkan karena anak
masih dalam pertumbuhan sikap dan mental yang belum stabil atau proses penemuan
jati diri serta dipengaruhi faktor pergaulannya di lingkungan masyarakat. Dewasa ini
kenakalan anak tidak hanya sebatas pada perbuatan melawan kepada orang tua,
3
12
berkata kotor, dan berkelahi, tetapi telah mengarah pada perbuatan melawan hukum
atau tindak pidana yang tidak pantas dilakukan oleh anak, seperti pelecehan seksual.
Pelecehan seksual merupakan segala macam bentuk prilaku yang berkonotasi
atau mengarah kepada hal – hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
diharapkan oleh orang lain yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi
negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung pada diri individu yang menjadi
korban pelecehan seksual.
Meskipun kejadian pelecehan seksual dari dulu telah ada tetapi saat ini
semakin sering terdengar kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak –anak.
Seperti kasus Riko( nama samaran ) umur 17 tahun yang telah melakukan tindak
pidana pelecehan seksual terhadap bekas pacarnya. Diamelakukan semua ini karena
ia takut kehilangan pacarnya tersebut. Riko melakukan perbuatan pelecehan seksual
dengan harapan dia dapat menjalin hubungan serius dengan pacarnya hingga bisa
menikah nanti, namun nasib berkata lain, mereka ditangkap oleh pemuda dan Riko
diadukan oleh orang tua korban kepolisi., hingga Riko harus ditahan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Muara Bulian, untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Di tempat inilah dia akan dibina
sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Klas II Muara Bulian. Jika ia bebas dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Klas II Muara Bulian tidak akan mengulangi lagi perbuatannya karena ia
merasakan bahwa hidup di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II
Muara Bulian sangat tidak mengenakkan, dikurung tanpa ada kebebasan.
Setelah melalui berbagai proses pemeriksaan di pengadilan maka sampailah
anak tersebut pada hasil putusan pengadilan yang memungkinkan anak mendapat
putusan pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan. Dari sinilah peran Lembaga
Pemasyarakatan dimulai dalam rangka menjalankan tugasnya untuk memberikan
pembinaan terhadap narapidana anak.
Sebagai salah satu lembaga pemasyarakatan anak di Indinesia, Lembaga
Pembinaan Khusus Anak ( LPKA ) Klas II Muara Bulian menamoung anak-anak di
wilayah Provinsi Jambi. Data yang diambil pada tanggal 12 April 2018 Lembaga
Pembinaan Khusus Anak ( LPKA ) Klas II Muara Bulian menampung 63 Orang
4
13
Anak dengan Beragam Pidana Kejahatan dari sekian banyaknya, ada delapan kasus
pelecehan seksual.
TABEL 1.1 Jumlah Anak Didik LPKA Klas II Muara Bulian
No Nama Anak Prakara
1 Ledi Kurnedi Pasal 340 KUHP
2 Alpin Suhendra Pasal 340 KUHP
3 Fahmi Hernanda Pasal 340 KUHP
4 Irpandi Pasal 340 KUHP
5 Jumali Pasal 340 KUHP
6 M. Febriansyah UU No. 23 tahun 2002
7 Imam Hanafi UU No. 35 Tahun 2014
8 Alpi Alpredo UU No. 35 Tahun 2014
9 Andre Hizandra UU No. 35 Tahun 2014
10 Adi Yuliansyah UU No. 35 Tahun 2014
11 Dandy Firmansyah UU No. 35 Tahun 2014
12 Aprillian Krisnanda UU No. 35 Tahun 2014
13 Muhammad Yahya UU No. 35 Tahun 2014
14 Ricky Setiawan UU No. 23 Tahun 2014
15 Raden Panca Nugraha Pasal 285 KUHP
16 Rizki Ramadhan UU No. 23 Tahun 2002
17 Dony Afrizal UU No. 35 Tahun 2014
18 Andre Putra Pratama UU No. 35 Tahun 2014
19 Yusir Arafat Pasal 340 KUHP
20 Supriyadi Boy Sahata UU No. 35 Tahun 2014
21 Heriansyah UU No. 35 Tahun 2014
22 Agus Ruslim UU No. 35 Tahun 2014
23 Tri robiansyah UU No. 35 Tahun 2014
24 Riky Ferdi Anggara UU No. 35 Tahun 2014
25 Fajar Pratama UU No. 35 Tahun 2014
26 Ahmad Afrizal UU No. 35 Tahun 2014
5
14
27 Muhammad Amin UU No. 35 Tahun 2014
28 Muhammad Indra UU No. 35 Tahun 2014
29 Aditia UU No. 35 Tahun 2014
30 Muhammad Aprijal Pasal 365 KUHP
31 Eka Linsyah UU No. 35 Tahun 2009
32 Efendi Pasal 365 KUHP
33 Muhammad Rizky UU No. 35 Tahun 2009
34 Aray wardian UU No. 35 Tahun 2009
35 Chesar Fitri Krismawan UU No. 35 Tahun 2009
36 Agusli Sunandar UU No. 35 Tahun 2009
37 Irawan Pasal 365 KUHP
38 Johan Pasal 365 KUHP
39 Arpandi Pasal 338 KUHP
40 Hazni UU No. 35 Tahun 2014
41 Rudi Saputra UU No. 35 Tahun 2014
42 Wahyudi UU No. 35 Tahun 2014
43 Sakdam UU No. 23 Tahun 2002
44 Muhammad Irfando UU No. 35 Tahun 2014
45 Muhammad Rizky UU No. 23 Tahun 2002
46 Karyanto Pasal 285 KUHP
47 Destri Ardiansyah Pasal 363 KUHP
48 Agus Ali Saputra Pasal 365 KUHP
49 Rahmatan Lil Alamin Pasal 365 KUHP
50 Reza Fahlevi Pasal 365 KUHP
51 Raju Mahendra Pasal 368 KUHP
52 Reza fahlefi Pasal 365 KUHP
53 Roiruk Pasal 365 KUHP
54 Reko Ardiansyah Pasal 365 KUHP
55 Isnarudin UU No. 35 Tahun 2009
56 Bayu Mahardika Pasal 365 KUHP
6
15
57 Salman Alfarisi Pasal 365 KUHP
58 Bayu Sabarkah Pasal 285 KUHP
59 Erhan Irawan Pasal 285 KUHP
60 Iki Saputra Pasal 285 KUHP
61 Rio Purnomo Pasal 285 KUHP
62 Hedo Susanto Pasal 285 KUHP
63 Ferdi Ardian Ramadhan Pasal 351 KUHP
Dari sekian banyak anak yang ada di dalam Lapas terdapat dua belas anak
yang melakukan tindak pidana pelecehan seksual1.
TABEL 1.2 Anak Yang Terpidana Pelecehan Seksual
6. BS
7. RPN
8. N
9. EI
10. IS
11. RP
12. HS
13. FA
Dalam tabel diatas, anak pelaku kejahatan pelecehan seksual terdapat pada
pasal 285 KUHP dan 351 KUHP yaitu berjumlah delapan orang anak yaitu Ferdi
1 Profil LPKA KLAS II Muara Bulian, 18 April 2018
7
16
Ardian Ramadhan, Hedo Susanto, Rio Purnomo, Iki Saputra, Erhan Irawan, Bayu
Sabarkah, Raden Panca Nugraha dan Karyanto2.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk
menguraikan lebih lanjut perihal bagaimanakah pembinaan terhadap narapidana anak
dan kendala – kendala yang timbul dalam pembinaan terhadap narapidana anak
pelaku tindak pidana pelecehan seksual tersebut, yang sesuai dengan judul yang akan
penulis paparkan yaitu : “Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Pelaku Tindak
Pidana Pelecehan Seksual di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II
Muara Bulian“.
Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis hasil penelitian, maka
penelitian ini difokuskan kepada Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Pelecehan
Seksual di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
Dari latar belakang diatas, maka masalah pokok penelitian ini adalah
Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
1. Bagaimanakah pembinaan narapidana anak pelaku tindak pidana pelecehan
seksual oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Muara
Bulian?.
2. Apakah kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Klas II Muara Bulian?
3. Apakah upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pembinaan
narapidana anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Muara Bulian?
2 Profil LPKA KLAS II Muara Bulian, 18 April 2018
8
B. Fokus Penelitian
C. Rumusan Masalah
17
Berdasarkan latar belakang masalah dan proses penelitian maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai ialah :
1. Untuk mengetahui pembinaan narapidana anak pelaku tindak pidana
pelecehan seksual yang di lakukan oleh Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Klas II Muara Bulian.
2. Untuk mengetahui kendala – kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga
Pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana anak pelaku tindak pidana
pelecehan seksual.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan petugas Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Muara Bulian dalam pembinaan
narapidana anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka kegunaan yang
ingin dicapai ialah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustakaan bagi
peminat, peneliti atau pihak wewenang yang melaksanakan penelitian atau
pembinaan hukum menyangkut Pembinaan Anak tindak pidana Pelecehan
Seksual di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian
2. Penelitian ini dapat sebagai masukan di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
3. Penelitian ini juga dapat diharapkan menyelesaikan tugas akhir Strata Satu
di Kampus UIN STS Jambi.
D. Tujuan dan Kegunaan
18
Narapidana adalah Orang-orang yang menjalani sanksi kurungan atau
sanksi lainnya, menurut perundang-undangan.menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) narapidana adalah (orang-orang sedang menjalani hukuman
karena tindak pidana ) atau terhukum. Warga binaan sesuai ddengan ketentuan
pasal 1 angka 5 UU pemasyarakatan adalah narapidana, anak dan klien
pemasyarakatan. Terpidana mati dan terpidana sumur hidup merupakan bagian
dari narapidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap.
Menurut UU No, 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan. Yang dimaksud hilang kemerdekaan disini yaitu narapidana
yang telah di fonis bersalah akan di tempatkan di suatu ruangan yang mereka
sulit untuk bergerak, dalam artian para narapidana tersebut tidak bisa bebas
lagi seperti dulu ketika mereka berada diluar penjara. Mereka pun tidak bisa
bertingkah seperti diluar penjara, karena di dalam penjara di jaga ketat oleh
Sipir atau penjaga penjara.
Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 angka 7 Undang Undang Nomor
12 Tahun 1995 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah
“Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaannya di Lembaga
Pemasyarakatan”. Peraturan di buat atau diciptakan untuk di patuhi dan di
laksanakan, bukan di langgar ataupun disalahgunakan. Mereka sebelum
bertindak tidak memikirkan akibat dari perbuatannya tersebut sehingga
perlakuannya tidak terkontrol.
Dengan demikian pengertian narapidana adalah seseorang yang
melakukan tindak pidana kejahatan dan telah menjalani persidangan. Telah
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembinaan Narapidana
1. Pengertian Narapidana
19
difonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut
penjara, peraturan-peraturan standar minimum bagi perlakuan terhadap
narapidana telah disepakati oleh kongres PBB untuk mencegah pelanggaran
hak narapidana.
Dalam aturan ini terdapat 95 pasal yang mengatur tentang perlakuan
terhadap warga binaan pemasyarakatan, seperti : makanan, pakaian,
kebersihan peribadi, latihan dan olahraga, pelayannan kesehatan, informasi
dan keluhan dari narapidana, hubungan dengan dunia luar, buku, agama,
penyimpanan harta kekayaan narapidana, pemberitahuan mengenai kematian,
sakit, pemindahan dan sebagainya, perssonal lembaga, hak-hak istimewa,
pekerjaan, pendidikan, rekreasi, hubungan sosial dan perawatan sisudahnya,
narapidana gila dan bermental tidak normal, narapidana yang ditahan atau
dedang menunggu pemeriksaan pengadilan, narapidana sipil sampai kepada
orang-orang yang ditangkap atau di tahan tanpa tuduhan.
Sistem pembinaan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah suatu
usaha untuk membina kepribadian yang mandiri dan sempurna serta dapat
bertanggung jawab, atau suatu usaha, pengaruh perlindungan dalam bantuan
lebih cepat untuk membantu anak agar cakap dalam melaksanakan tugas hidup
sendiri, pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (diciptakan oleh orang
dewasa seperti sekolah, buku pintar hidup sehari-hari, bimbingan dan nasehat
yang memotivasi agar giat belajar), serta ditujukan kepada orang yang belum
dewasa.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 PP No. 36 Tahun 1999, pembinaan adalah
kegiatan untuk meningkatkan kwalitas ketaqwaan kepada tuhan yang maha
esa, intelektual, sikap danprilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rihani
narapidana dan anak. pembinaan narapidana adalah sebuah sistem yang
menpunyai beberapa komponen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai
suatu tujuan. Berdasarkan pasal 1 dan 2 dan 3 tentang anak di bina di lembaga
pemasyarakatan.
11
2. Sistem Pembinaan Narapidana
20
Menurut Yuridik Yahya, pengertian pembinaan adalah “suatu
bimbingan atau arahan yang dilakukan secara sadar dari orang dewasa kepada
anak yang perlu di dewasakan. Mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh
dan matang kepribadian yang dimaksud mencapai aspek cipta, rasa dan karsa.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pembinaan adalah proses, cara, perbuatan membina ( Negara dan sebagainya)
Pembinaan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sostematis
terencana dan teratur untuk meningkatkan, membimbing, mengarahkan,
mengembangkan dan mengawasi guna mencapai tujuan yang telah
disepakati1.
Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :
14. Pengayoman
15. Persamaan perlakuan dan pelayanan
16. Pendidikan
17. Pembimbingan
18. Penghormatan harkat dan martabat Manusia
19. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
20. Terjaminnya hak tetap terhubung dengan keluarga dan orang-orang
tertentu.
Pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan
diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.
Pemasyarakatan secara tegas mengatakan bahwa jutuan pembinaan adalah
pemasyarakatan yang dibagi dalam beberapa hal yaitu narapidana setelah
keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya, mampu mendekatkan diri kepada tuhan
yang maha esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Pembinaan narapidana adalah sebuah sistem. Sebagai suatu sistem,
maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang bekerja
saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan.
2 http;//www.google.co.id.webhp?sourceid=shrome=-instan&ion-1&espv=27ie=UTF-8#q=pembinaan+narapidana+narkotika+di+lapas+anak pada tanggal 11 februari 2017
12
21
Pembinaan oleh LAPAS dilakukan terhadap anak pidana, anak negara,
peran orangtua atau badan sosial, orang tua atau wali yang diberi peran
melakukan pembimbingan, ada empat belas komponen yang bekerja saling
berkaitan untuk mencapai suatu tujuan pembinaan, diantaranya yaitu :
4. Filsafat
Konsep kepenjaraan tumbuh dan berasal dari pandangan liberal. Oleh
sebab itu perlakuan terhadap narapidana juga berbau liberal. Jadi
pandangan atau falsafah siatu sistem akan sangat mempengaruhi
semua komponen dari sistem itu. Dalam sistem pemasyarakatan
memunculkan falsafah pancasila sebagai dasar pandangan dalam
membina narapidana
5. Dasar Hukum
Dasar Hukum atau Undang-undang yang digunakan dalam sistem
kepenjaraan adalah aturan yang harus ditaati oleh anggota, kelompok,
dan masyarakat ( proces society). Dasar Hukum yang digunakan dala
sistem pemasyarakatan adalah undang-undang pemasyarakatan yaitu
Undang-undang No. 12 tahun 1995.
6. Di dalam sistem kepenjaraan, tujuan pemidanaan adalah penjaraan.
Dengan demikian tujuan diadakannya penjara sebagai tempat
menampung para pelaku tindak pidana dimaksud untuk membuat jera
(regred) dan tidak lagi melakukan tindak pidana. Untuk itu peraturan-
peraturan dibuat keras, bahkan sering tidak manusiawi. Sedangkan
dalam sistem pemasyarakatan, tujuan pemidanaan adalah pembinaan
dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisi/orientasi, pembinaan
asimilasi. Tahap admisi/orientasi dimaksud agar narapidana mengenal
cara hidup, peraturan dan tujuan pembinaan atas dirinya. Asimilasi
dimaksud sebagai upaya penyesuaian diri, agar narapidana tidak terjadi
canggung bila keluar dari lembaga pemasyarakatan.
7. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem dalam sistem kepenjaraan adalah security ap-
proach. Artinya keamanan penjara yang diutamakan. Narapidana lebih
13
22
banyak dianggap objek sehingga pendekatan pembinaan ( treatment
appoach). Berarti pembinaan adalah faktor yang paling utama dalam
pemasyarakatan, dan bukan keamanan. Keamanan hanya sebagai
subbagian dan pembinaan.
3 Klasifikasi
Pendekatan keamana dalam sistem kepenjaraan telah melahirkan
pandangan bahwa narapidana yang mendapatkan pidana
panjangmendapatkan pengawasan keamanan secara maximal
(maximum security). Klasifikasi lamanya pidana kemudian diterapkan
dalam penempatan narapidana di lembaga pemasyarakatan. Misalnya
golongan B-I akan di tempatkan dalam blok, yang terdiri dari beberapa
sel dengan pengawasan yang maximal. Semakin ringan pidananya
semakin kurang pula tingkat pengawasannya. Di dalam pengawasan
pemasyarakatan membagi pengawasan narapidana dalam tiga
klasifikasi. Yaitu maximum security, medium security, dan minimum
security.
4 Pendekatan Klasifikasi
Pendekatan Klasifikasi dalam sistem penjaraan diginakan security
apporch. Sama seperti pendekatan sistem itu digunakan. Artinya faktor
keamanan, pertimbangan keamanan, tetap dominan sebagai penentu.
Sedangkan pendekatan klasifikasi pada sistem pemasyarakatan adalah
streat appiach.
5 Perlakuan Narapidana
Sistem kepenjaraan memerlukan narapidana diletakkan sebagai objek
semata-mata. Artinya narapidana diletakkan sebagai objek. Sedangkan
dalam sistem pemasyarakatan telah mampu mengubah citra itu, dengan
memperlakukannya sebagai manusiawi lebih ditonjolkan, harga diri
lebih dibangkitkan dan kedudukan sejajar dengan manusia yang lain
apabila menyangkut narapidana.
14
23
4. Orientasi Pembinaan
Dalam sistem penjaraan dan sistem pemasyarakatan orientasi
pembinaan lebih bersifat top down approach. Dalam pembinaan ini.
Materi pembinaan berasal dari pembina, atau paket pembinaan bagi
narapidana telah disediakan dari atas. Narapidana tidak ikut serta
menentukan pembinaan dari para pembina.
5. Sifat Pembinaan
Dalam sistem penjaraan, pemberian pekerjaan lebih bersifat eksploitasi
tenaga narapidana untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai
ekonomis. Sedangkan dalam sistem pemasyarakatan sifat pemberian
pekerjaan bagi narapidana, agar bina kelak keluar dari lembaga
pemasyarakatan dapat menerapkan kepandaiannya sebagai belak
hidupnya dan tudak melakukan tindak pidana.
6. Remisi
Sistem kepenjaraan menempatkan remisi sebagai anugrah. Artinya
remisi adalah dari pemerintah kepada narapidana dan hanya diberikan
pada hari ulang tahun ratu belanda. Sedangkan dalam sistem
pemasyarakatan remisi merupakan hak narapidana yang diajukan
kepada presiden.
7. Bentuk Bangunan
Bentuk bangunan dalam kepenjaraan adalah diberi bentuk tempat
pemidanaan dengan bangunan penjara. Dalam sistem pemasyarakatan
semua bentuk bangunan penjara masih tetap digunakan, hanya
namanya saja yang berubah menjadi lembaga pemasyarakatan.
8. Narapidana
Dalam sistem penjaraan peranan narapidana unruk membina dirinya
sendiri sama sekali tidak diperhatikan. Narapidana juga tidak dibina,
tetapi dibiarkan, tugas penjarapada waktu itu tidak lebih dari
mengawasi para narapidana agar tidak membaut keributan dalam
penjara dan tidak melarikan diri secara manusiawi yang tujuannya
tidak lagi sebagai penjaraan tetapi sebagai pembinaan.
15
24
m. Keluarga Masyarakat
Dalam sistem penjaraan, peranan keluarga/masyarakat kurang
diperhatikan. Keluarga dan masyarakat tidak diberikan kesempatan
untuk ikut partisipasi dalam pembinaan narapidana. Narapidana
bahkan dijauhkan dari masyarakat, karena telah dianggap mengganggu
ketertiban masyarakat. Dalam sistem pemasyarakatan sudah mulai di
munculkan pentingnya hubungan narapidana dengan keluarganya dan
masyarakat ini dapat dibuktikan dengan keluarnya keputusan menteri
kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M-01.PK-
03.02 tahun 2001 tanggal 10 mei 2001 tentang cuti mengunjungi
keluarga bagi narapidana dan anak.
n. Pembina dan Pemerintah
Dalam sistem kepenjaraan, para petugas sebagai pembina adalah
membuat jera para narapidana agar tidak lagi mengulangi
perbuatannya dengan memperlakukan narapidana sebagai pesakin,
dengan cara keras, spartan, kurang manusiawi dan lebih sering
diberikan hukuman badan daripada nasehat atau pengertian.
Sedangkan dalam sistem pemasyarakatan pembina/pemerintah telah
menempatkan narapidana sebagai subjek dan tidak sebagai objek.
Masyarakat secara keseluruhan adalah segenap manusia indonesia,
baik secara individu maupun kelompuk yang hidup dan berkembang
dalam hubungan-hubungan sosial dan mempunyai keinginan dan
kepentingan yang berbeda-beda, tetapi menpunyai tujuan dan hakekat
yang sama yaitu menghendaki adanya rasa aman dan kesejahtraan
materil spritual. Namun begitupun narapidana juga tidak boleh
diasingkan dari pergaulan masyarakat apalagi jika kejahatan tersebut
dilakukan oleh anak. jelas bahwa pemasyarakatan merupakan sistem
perlakuan terhadap narapidana yang didasari oleh falsafah pancasila
dan undang-undang dasar 1945, yakni setiap manusia diperlukan
sebagaimana martabatnya secara wajar dan sedapat mungkin tidak
akan banyak hasilnya apabila bekas narapidana itu tidak dapat
16
25
pelayanan baik dari masyarakat. Laju pertumbuhan kejahatan tidak
berkembang pesat. Walaupun kejahatan tidak mungkin dihapuskan
akan tetapi ketertiban masyarakat untuk ikut serta membantu
pemerintah memberantas kejahatan mutlak diperlukan2
Bentuk pembinaan di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas
II Muara Bulian meliputi empat bentuk pembinaan yang diberikan selama
narapidana narkoba menjalani masa hukumannya, yaitu meliputi :
a. Pembinaan Kesadaran Beragama
Bentuk pembinaan keagamaan seperti siraman rohani, bimbingan
sholat/mengaji.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara
Bentuk kegiatan seperti apel pagi, apel siang, apel sore, dan kegiatan
budi pekerti.
c. Pendidikan dan ketrampilan
Bentuk kegiatannya seperti, adanya pendidikan keagamaan,
pendidikan jasmani, dan budi pekerti, danjuga dilaksanakannya
progran paket A,B dan C setara SMP dan SMA dan adanya
keterampilan pertukangan dan batik, perbengkelan, dan perikanan.
d. Pembinaan menginteraksikan diri dengan masyarakat
Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung
keberhasilan Negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat.
Lembaga Pemasyarakatan berperan dalam pembinaan narapidana anak yang
memperlakukan narapidana anak agar menjadi lebih baik, yang perlu di bina
adalah pribadi narapidana, membangkitkan rasa harga diri dengan kehidupan
yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, sehingga potensial menjadi
manusia yang berkepribadian dan bermoral tinggi.
2 Gultom Maidin, perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, ( Bandung: PT. Rafika Aditama, 2014) hlm 137-143
17
.
3. Bentuk-bentuk Pembinaan Narapidana Pelecehan Seksual
26
TABEL 1.2 Program kegiatan pembinaan terhadap anak di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II MuaraBulian
No Jenis Kegiatan pelaksanaan Jumlah
Peserta
( Anak)
1 Keagamaan Menyesuaikan jadwal kegiatan
pembinaan
2 Bimbingan sosial (kegiatan kesadaran Menyesuaikan jadwal kegiatan
berbangsa dan bernegara pembinaan
3 Pendidikan dan keterampilan Menyesuaikan jadwal kegiatan 63
pembinaan Orang
4 Rekreasi, olahraga, danpramuka Menyesuaikan jadwal kegiatan
pembinaan3
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
yang disebut anak didik pemasyarakatan adalah seseorang yang dinyatakan
sebagai anak berdasarkan putusan pengadilan sehingga dirampas kebebasannya
dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan Anak. anak didik pemasyarakatan
adalah terdiri atas anak pidana yaitu anak berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan anak, paling lama sampai umur 18
tahun. Anak negara yaitu anak berdasarkan keputusan pengadilan diserahkan
kepada negara dan dididik dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan anak,
3 Profil LPKA KLAS II Muara Bulian, 18 April 2018
18
B. Anak Didik Pemasyarakatan
27
paling lama 18 tahun. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orangtua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di lembaga
pemasyarakatan anak, paling lama sampai umur 18 tahun. (pasal 1 angka 8 nomor
12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan)4.
Narapidana anak menurut KUHP pasal 45 adalah : anak yang belum
dewasa dan mencapai genap umur 21 tahun, belum menikah dan anak tersebut
melakukan sesuatu yang dianggap melanggar peraturan hukum yang berlaku baik
hukum perundang-undangan atau hukum yang lain dan sekarang berada dalam
rumah tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan.
Dengan mempertimbangkan berbagai kekhususan seorang anak maka
sudah seharusnya penanganan terhadap anak haruslah dilakukan secara khusus
dengan lebih mengedepankan kepentingan anak. Kesalahan dalam penanganan
terhadap seorang anak sebagai pelaku tindak pidana akan dapat memperburuk
situasi anak di masa yang akan datang sebagaimana dikemukakan oleh Ramli
Atmasasmita dalam bukunya teori dan kapita selekta kriminologi, menyebutkan
bahwa menurut teori labeling, label atau cap dapat memperbesar penyimpangan
tingkah laku ( Kejahatan ) dan dapat membentuk karier kriminal seseorang.
Seseorang yang telah memperoleh cap atau label dengan sendirinya akan menjadi
perhatian orang-orang disekitarnya.
Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia
seutuh mungkin. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan
berbagai permasalahan sosial yang dapat mengganggu penegakan hukum,
ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Begitu banyaknya anak-anak
yang berhadapan dengan hukum menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) itu terkait aparat hukum itu sendiri. Yang menjadi perhatian KPAI
sekarang ini adalah jumlah anak yang berhadapan dengan hukum dalam lima
tahun terakhir mencapai 6.000 orang setiap tahunnya. Setiap tahun ada 6.000 anak
dengan 3.800 anak berakhir di lembaga pemasyarakatan ( LAPAS) anak. Sisanya
ada di lapas orang dewasa, di tahanan kepolisian, dan tempat-tempai lain yang
tidak layak untuk anak. Dalam data Ditjen Pemasyarakatan, Kementrian Hukum
4Ibid hal 146-147
19
28
dan HAM, tercatat pada tahun 2008 terdapat 5.630 anak yang menjadi narapidana.
Pada periode yang sama 2010, jumlah meningkat menjadi 6.271 narapidana anak.
Lantaran keterbatasan lembaga pemasyarakatan, sekitar 3.575 narapidana terpaksa
disatukan dalam satu lingkungan dengan tahanan dewasa.
Menurut Simons dan Rono Wiyanto mendefinisikan tindak pidana sebagai
suatu perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh Undang-Undang,
bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang
mampu bertanggung jawab.
Pelecehan seksual menurut kamus besar Indonesia adalah pelecehan yang
berupa bentuk pembendaan dari kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan,
memandang rendah dan mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang
berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenaan dengan perkara
persetubuhan antara laki–laki dan perempuan.
Berdasarkan pengertian tersebut pelecehan seksual berarti suatu bentuk
penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal – hal yang berkenaan
dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara laki– laki dan perempuan.
Untuk menghindari duplikasi penelusuran terhadap penelitian terdahulu,
diperoleh beberapa masalah-masalah sebagai berikut :
Skripsi yang ditulis oleh Leni Ainurahman membahas tentang Pembinaan
Bagi Narapidana Pelaku Kejahatan Pelecehan Seksual Klas IIA Yokyakarta,
berbeda dengan skripsi yang ditulis Neli Ainurahman, di dalam penelitian ini
penulis akan membahas tentang Pembinaan Anak Tindak Pidana Seksual (LPKA)
Kelas II Muara Bulian denga memfokuskan pada Pembinaan Anak Terpidana
Pelecehan Seksual.
Skrpisi yang ditulis Evorianus lebih mengetengahkan proses pembinaan
terhadap anak didik pemasyarakatan tanpa memfokuskan kejahatannya, perbedaan
20
C. Tindak Pidana Pelecehan Seksual
D. Penelitian Yang Relevan
29
dengan skripsi Evorianus dengan skripsi Penulis adalah di dalam pengangkatan judul
penulis lebih memfokuskan kejahatan Pelecehan Seksual pada anak yang berumur 13
sampai 18 tahun.
Skripsi yang di susun oleh I Wayan Wahyu Wira Udytama bahwa ia
membahas keefektifan pembinaan narapidana melalui pembekalan ketrampilan di
Lembaga Pemasyarakatan. Perbedaan dengan skripsi yang penulis tulis ialah terletak
pada judul dan isi skripsi.
30
Sesuai dengan judul penelitian yakni berada dalam lingkungan Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II muara Bulian terfokuskan pada
pembinaan Anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mencari suatu deskripsi gambaran terhadap masalah yang dikaji dan penelitian
ini dilaksanakan dengan pengamatan ssecara langsung dengan kaedah-kaedah
penelitian lapangan.
1. Setting Penelitian
Lokasi penelitian ini di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
21. Muara Bulian lebih tepatnya yaitu pada KM 11 Ness Desa Sungai
Buluh Rt 08. Karena permasalahan dalam latarbelakang relevan dengan keadaan
di lapangan. Alasannya agar dalam penelitian serta hasil pengamatan ini sesuai
dengan keadaan dan kondisi sebenarnya.
2. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti adalah Anak dengan memfokuskan Anak terpidana
Pelecehan Seksual dan Proses pembinaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian. teknik dalam penelitian ini adalah teknik
porposive sampling yakni teknik berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat yang
ada dalam populasi sebelumnya. Jadi ciri-ciri dan sifat-sifat yang spesifik yang
ada atau dilihat dalam populasi dijadikan kunci untuk mengambil sampel1.
Maka selanjutnya ditetapkan informasi tentang pembinaan Anak Tindak
Pidana Pelecehan Seksual Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Muar Bulian. Penelitian ini akan mewawancarai petugas dan Anak kasus
pelecehan seksual. Dan sebagian lain dilakukan pengamatan secara langsung. Hal
ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat.
1 Nurbuko Cholid, Achmad Abu, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012). Hlm 116
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Lingkup Penelitian
B. Setting dan Subjek Penelitian
31
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan di lapangan
oleh orang yang melakukan penelitian atau orang yang memerlukannya. Data
primer ini disebut juga data asli atau data baru2. Data ini diperoleh melalui
hasil observasi dan wawancara kepada para responden yaitu Anak Kasus
Narkoba dan Petugas Lembaga Pembinaan.
Data sistem pembinaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Tindak Pidana Pelecehan Seksual (LPKA) Kelas II Muara Bulian
Data bentuk-bentuk pembinaan Anak Khusus Anak Tindak Pidana
Pelecehan Seksual di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian
Data masalah dalam pembinaan Anak Khusus Anak Tindak Pidana
Pelecehan Seksual
6 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen3.
Data sekunder yang penulis maksudkan dalam penelitian ini adalah
yang diperoleh dari data yang sudah terdokumentasi di lembaga pembinaan
khusus anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual (LPKA) kelas II muara bulian.
Adapun data sekunder tersebut antara lain :
9. Historis dan Geografis
10. Struktur Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian
11. Keadaan Anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
o. Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Cet. 5, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). Hlm 19
3Ibid .,hlm 19
23
3 Jenis dan Sumber Data
32
Keadaan petugas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Muara Bulian
e. Sumber data
Data Primer
Wawancara dengan warga sekitar Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Tindak Pidana Pelecehan Seksual (LPKA) Kelas II Muara Bulian
Wawancara dengan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Kelas II Muara Bulian
Wawancara dengan Anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
Pengamatan terhadap Petugas Anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual
Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
Data Sekunder
Dokumentasi dan arsip di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Muara Bulian
Buku-buku yang berkaitan dengan judul Skripsi
Teknik yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah :
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknis pengumpulan data yang digunaka
peneliti untuk mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
objek yang diteliti, baik dalam situasi buatan yang secara khusus diadakan
(laboratorium) maupun dalam situasi alamiah atau sebenarnya (Lapangan)4.
Observasi digunakan untuk mengetahui secara langsung terhadap gejala-
gejala uang ada pada objek penelitian, yaitu pada lingkungan Lembaga
Pembinaan yan mempunyai tahanan narapidana narkoba. Yakni antara lain
a. Pembinaan Anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
4 Nurbuko Cholid, Op,Cit., hlm 70
24
3 Teknik Pengumpulan Data
33
b. Kendala yang dihadapi dalam proses Pembinaan di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
c. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
Wawancara akan peneliti lakukan mengikuti Kholid Nurbuko yaitu “
Percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua orang belah
pihak yaitu pewawancara dan terwawancara yang memberi jawaban atas pertanyaan
itu5.
Dokumentasi dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di
dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan
harian, dan sebagainya.
Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis secara kualitatif yaitu
menggunakan cara sebagai berikut :
a. Analisis Domain
Analisis domain biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran
pengertian yang bersifat umum dan relative menyeluruh tentang apa yang
difokuskan/pokok permasalahan yang tengah diteliti hasilnya masih berupa
pengetahuan atau pengertian ditingkaat permukaan tentang berbagai domain atau
kategori sombolis secara tertulis.
Analisis domain ini penulis gunakan untuk menganalisis data yang
diperoleh dari lapangan secara garis besarnya yaitu tentang gambaran yang masih
bersifat umum terhadap data yang diperoleh.
b. Analisis Taksonomi
Setelah penulis melakukan analisis domain, sehinggan ditemukan domain-
domain yang dipilih oleh peneliti dan selanjutnya ditetapkan sebaga fokus
penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data pengamatan,
5Ibid hlm 83
25
34
wawancara mendalam dan dokumentasi sehinggan data yang terkumpul
menjadi banyak. Oleh karena itu tahap ini diperlukan analisis lagi yang
disebut dengan analisis taksonomi. Analisis taksonomi ini digunakan dalam
menganalisis data tentang pembinaan Anak kasus narkoba di lembaga
pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
c. Analisis Komponensial
Pada analisis komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan dalam
domain bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi justru yang memiliki perbeaan
atau kontras. Dara ini dicari melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi
yang terseleksi. Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi
tersebut, sejumlah semensi yang spesifik dan perdedaan pada setiap elemen akan
dapat ditemukan. Analisis komponensial ini digunakan untuk menjawab
permasalahan-permasalahan pembinaan observasi terhadap Anak Tindak Pidana
Pelecehan Seksual di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II muara
bulian.
d. Triangulasi Data
Triangulasi data adalah teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada.
Tujuan triangulasi data bukan untuk kebenaran tentang berbagai fenomena, tetapi
merupakan pendekatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah
dikemukakan. Adapun nilai dari teknis pengumpulan data dengan triangulasi data
adalah mengetahui adanya data yang meluas, tidak konsisten, atau menimbulkan
kontradiksi. Dengan menggunakan teknik triangulasi data, data yang diperoleh
lebih konsisten, tuntas, dan pasti.
Penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber yakni
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif ini
dapat dicapai dengan jalan :
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan dengan apa yang
dikatakan di belakang
26
35
3) Membandingkan dengan dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian apa yang dikatakan sepanjang waktu
4) Membandingkan keadaan pada perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
pendidikan menengah atau tinggi
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan
Dengan teknik triangulasi tersebut, maka maksud untuk mengecek
kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh dilapangan tentang
pembinaan Anak Tindak Pidana Pelecehan Seksual di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian dari hasil
sumber observasi, wawancara maupun dokumentasi sehingga dapat
dipertanggung jawabkan seluruh data yang diperoleh di lapangan
dalam penelitian tersebut.
e. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan proposal, dilanjutkan
dengan perbaikan hasil seminar proposal penelitian. Setelah pengesahan judul
dan izin riset, maka penulis mengadakan pengumpulan data, verifikasi dan
analisis data dalam waktu yang berurutan. Hasilnya penulis melakukan
konsultasi dengan pembimbing sebelum diajukan dengan sidang munaqosah.
Hasil sidang munaqosah dilanjutkan dengan perbaikan dan penggandaan
laporan penelitian ini dapat di lihat pada tabel berikut :
36
Dalam menyusun skripsi, historis dan geografi daerah paling menjadi objek dalam sebuah
penelitian. Petugas dan anak juga objek penelitian, sistem dan bentuk-bentuk pembinaan
juga mempengaruhi kelangsungan anak kelak jika bebas dari hukuman atau dengan kata
lain pembinaan merupakan tonggak bagi anak didik supaya merubah pergaulannya kelak
didalam masyarakat. Oleh karena itu dalam bab ini, penulis sajikan tentang historis dan geografis lembaga
pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian sebagai berikut:
22. Historis dan Geografis a. Historis lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian. Setiap terjadinya suatu lembaga pembinaan, baik lembaga pembinaan maupun lembaga
permasyarakatan tentunya dapat diketahui sejarahnya tersendiri, begitupun dengan
lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian. Lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Muara Bulian beralamat di jalan Ness KM. 11
Sungai Buluh, Muara Bulian, Jambi. Dibangun pada pada tahun 1996 dan mulai
dipergunakan pada tahun 2000, diresmikan oleh bupati Batanghari dan kepala kantor
wilayah kementrian hukum dan HAM Jambi. Dengan nomenklatur lembaga
permasyarakatan anak Muara Bulian luas tanah 10 Ha dan luas bangunan 2,2 Ha, dengan
daya tampung penghuni sebanyak 99 orang 1.
Dalam rangka melaksanakan amanat UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan
pidana anak, telah dibentuk lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) dan lembaga
penempatan anak sementara (LPAS) diseluruh wilayah Indonesia. Maka sejak 05 Agustus
2015 Lembaga
4 Dokumentasi,Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) kelas II Muara Bulian 2018
29
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
37
Permasyarakatan anak kelas II B resmi berubah nama menjadi lembaga pembinaan khusus
anak (LKPA) dan lembaga penitipan anak sementara (LPAS). b. Geografis
Lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian mempunyai wilayah
seluas 10 Ha. Yang berbatas2 :
8. 10 KM dengan polres Batanghari
9. 14 KM dengan kejaksaan negeri batanghari
10. 14 KM dengan pengadilan Negeri Batanghari
11. 12 KM dengan Rumah sakit umum
12. 11 KM dengan BNN – K batanghari
13. 13 KM dengan BRI
14. 13 KM dengan kantor Bupati kab. Bataghari
Gambar 4.1 : denah Lembaga pembinaan khusus anak (LPKA)3
k
e
l
a
s
I
I
M
u
a
r
a
7 Dokumetasi, lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian, 18 April 2018 8 Dokumentasi,lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian, 18 April 2018
30
38
Bulian
Dari gambar diatas, dapat dipahami bahwa luas lembaga pemasyarakatan anak Muara
Bulian luas tanah 10 Ha dan luas bangunan 2.2 Ha dengan daya tampung penghuni
sebanyak 99 orang.
2. Struktur organisasi4
Dalam suatu wilayah lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas
12. Muara Bulian merupakan lembahga pembinaan yang dinaungi oleh
kementrian Hukum Hak Azasi Manusia. Sebagai suatu lembaga pemerintahan
untuk melaksanakan segala aktivitasnya, memerlukan suatu bentuk
kepemimpinan secara menejerial sehingga pengelolaan aktivitas tersebut
dapat dikendalikan, dipantau dan dapat pula dievaluasi pelaksanaanya. Untuk
mewujudkan semua ini, maka dapat diperlukan suatu wadah yang dikenal
dengan organisasi. Organisai merupakan suatu wadah kerjasama antar manusia dalam rangka mencapai suatu
tujuan tertentu yang terkait dengan aturan dan ketentuan dalam melaksanakan tugasnya,
organisasi lembaga pembinaan khusu anak (LPKA) kelas II muara bulian merupakan
wadah kerjasama antar manusia yang terdapat pada suatu lembaga pembinaan. Setiap organisasi itu memiliki suatu struktur yang tujuannya gar jelas antara pimpinan dan
dipimpin, adapun struktur organisasi lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II
Muara Bulian dapat dilihat melalui bagan berikut ini:
p. Dokumetasi, lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian, 2018
31
39
TABEL 4.1 Struktur organisasi lembaga pembinaan khusus anak
(LPKA) kelas II Muara Bulian Tahun 2017-2018
KEPALA
DIDIK BUDI WALUYO, S.H.M.P.Si
KEPALA SUBBAG UMUM
RISWANDI, S.E
KEPALA KEPEGAWAIAN DAN TATA USAHA KEPALA URUSAN KEUANGAN DAN
PERLENGKAPAN
SUMARNO,S.HI.,M.H YULI WIRDINA, S.H
KEPALA SEKSI PEMBINAAN KEPALA SEKSI PENGAWASAN DAN
PENEGAKAN DISIPLIN
KEPALA SEKSI REGISTRASI DAN KLASIFIKASI SRIYONO, S.Ag PARULIAN HUTABARAT, S.IP., S.H SYAIKONI, Amd.IP,SH
KEPALA SUBSEKSI REGISTRASI
KEPALA SUBSEKSI PENDIDIKAN DAN KEPALA SUBSEKSI ADMINISTRASI PENGAWASAN
BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENEGAKAN DISIPLIN RIA RACHMAWATI, S.Sy
AHMAD ADIANTO, S.Pd
INDRA BUSTARI
KEPALA SUBSEKSI PENILAIAN DAN
KEPALA SUBBAGIAN KEPERAWATAN PENGKLASIFIKASIAN
REGU PENGAWAS
SUGENG DIDI ANTONI, S.H
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
32
40
Dari struktur organisasi diatas, dapat dipahami bahwa otoritas tertinggi dilembaga
pembinaan khuus anak (LPKA) kelas II Muara Bulian berada di tangan ketua lembaga
pembinaan Didik Budi Waluyo, SH, M.Sidan membawahi kepala sub bagian umum
Riswandi SE, Sedand membawahi kepala urusan kepegawaian Sumarno, S. HI, MA,
kepala urusan keuangan dan perlengkapan Yuli wirdiana, SH, kepala Lembaga pembinaan
khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian membawahi kepala seksi registrasi dan
klasifikasi Syailoni, Amd. IP. SH, dan kepala seksi registrasi dan klasifikasi ini
membawahi kepala subseksi registrasi Ria Rachmawati, S.Sy, kepala subseksi penilaian
dan klasifikasi Sugeng. Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian juga membawahi kepala seksi pembinaan Sriyono,A.Ag, dan kepala seksi
pembinaan membawahi kepala subseksi pendidikan dan bimbingan kemasyarakatan
Ahmad Adianto, S.Pd dan kepala subseksi perawatan Dedi Antoni S.H. kepala seksi
pengawasan dan penegakan disiplin Parulian Hutabarat, S.IP.M.H membawahi kepala
seksi pengawasan dan penegakan disiplin Indra Bustari dan regu pengawas. Di samping itu
kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian juga langsung
mengadakan kontak dengan kelompok jabatan fungsional dan Anak.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian Adalah salah satu unit
pelaksana teknis pemasyarakatan yang mempunyai fungsi sebagai tempat pembinaan anak
( seseorang yang telah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap) agar nantinya setelah keluar dapat diterima kembali di tengah-tengah masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab nya pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Kelas II Muara Bulian adalah menggunakan sistem organisasi garis dan staf yang
terdiri dari :
4. Kepala Lembaga Pembinaan
Dalam melaksanakan tugasnya, kepala lembaga pembinaan khusus
anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian dibantu kepala bagian, kepala
bidang, kepala urusan, wajib menerapkan koordinasi prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan masing-
33
41
masing maupun antar satuan organisasi dalam lingkungan lembaga pembinaan anak sertaa
instansi lain diluar lembaga pembinaan sesuai pokok masing-masing.
JJ Setiap pimpinan organisassi wajib mengawasi bawahannya masing-
masing dan bila terjadi penyimpangan, agar mengambil langkah yang
diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KK Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggungjawab memimpin dan
mengkoordinasi bawahannya masing-masing juga memberikan
bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
LL Setiap pempinan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk-
petunjuk dan bertanggungjawab kepada atasan masing-masing dan
menyampaikan laporan berkala terhadap pada waktunya.
MM Setiap laporan diterima pimpinan satuan organisasi dari bawahan
wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan
lebih lanjut dan untuk memnerikan petunjuk-petunjuk kepada
bawahannya.
NN Kepala lembaga pembinaan menyampaikan laporan kepada wilayah
departement kehakiman.
OO Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan,
tembusan laporan wajib disampaikan pula kepada satuan organisasi
lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
PP Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi
dibantu oleh kepala-kepala satuan organisasi di bawahan dan dalam
rangka pembinaan dan bimbingan kepada bawahan masing-masing
wajib mengadakan rapat berkala.
QQ Bimbingan teknis pemasyarakatan kepala lapas secara fungsional
dilakukan oleh direktur jendral pemasyarakatan melalui kepala kantor
wilayah departemen kehakiman dan HAM yang bersangkutan. Pemerintah senantiasa berusaha memerhatikan keadaan ini mengusahakan perbaikan para
petugas tersebut. Namun pengabdian yang senantiasa memerhatikan kepentingan
kemanusiaan dan bekerja keras untuk melakukan pembinaan. Seyogyanya kekurangan-
34
42
kekurangan yang masil dirasakan itu tidak akan menggoyahkan tekad para petugas dalam
membina narapidana anak demi kejayaan bangsa dan negara. Menurut penulis sendiri,
perlakuan para petugas terhadap anak cukup abik. Hal ini dapat penulis katakan kaena
penulis melihat sendiri para narapidana dengan para petugas sering bercerita-cerita secara
akrab dan jika ada masalah para anak itu tidak segan-segan menceritakannya kepada para
petugas. Ini menunjukkan kepada penulis kalaulah mereka diperlakukan terlalu kejam
mereka tidak akan mau berbagi dengan petugas. 3. Keadaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian5.
Lembaga pemasyarakatan menurut pasal 60 ayai 1 UU No 3 tahun 1997 tentang
pengadilan anak. lembaga pembinaan anak adalah tempat pembinaan dan pendidikan bagi
anak pidana. Anak negara dan anak sipil. Namun yang dimaksud anak disini bukan anak-
anak yang sudah mulai menginjak masa remaja yaitu umur 13 tahun sampai 18 tahun.
Dilihat dari pasal 60 Undang-undang No 3 Tahun 1997. Pasal 18 Undang-undang nomor
12 tahun 1995, maka anak pelaku tindak pidana harus ditempatkan di Lembaga Pembinaan
Anak yang harus terpisah dari orang dewasa. Pelaksanaan pemisahan pembinaan ini
sebagai upaya untuk menghindari terjadinya penularan kejahatan dari orang dewasa
terhadap annak. Secara garis besar penjara anak-anak sebagai wadah untuk menampung
dan memperbaiki anak-anak nakal dibuka pada tahun 1928 dan berturut-turut diurus oleh :
4 Tahun 1928 diurus oleh pemerintah belanda
5 Tahun 1934 diresahkan kepada badan swasta pra juvenile
6 Tahun 1942 diurus oleh pemerintah dari nippon
7 Tahun 1950 dikembalikan kepada badan swasta pra yuwana
8 Tahun 1961 diurus oleh pemerintah republik indonesia
5 Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 2018
35
43
Dalam menelaah kondisi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian ini akan dijelaskan sebagai berikut :
d. Keadaan petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian6
Adapun petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
TABEL 4.2 : jumlah petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian7
No Petugas Jumlah
1 Pejabat struktural 11 orang
2 Petugas Pengamanan 13 orang
3 Pejabat Fungsional umum 22 orang
Jumlah 46 orang
dari tabel diatas dapat dipahami bahwa petugas lembaga pembinaan khusus anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian pada tahun 2018 berjumlah 46 orang. Dan keseluruhan petugas
mendapat bagiannya masing-masing dalam bertugas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Kelas II Muara Bulian. b. Keadaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian Keadaan anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
c. Muara Bulian menurut kasus pidananya dapat dilihat melalui tabel
berikut ini.
3) Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 18 April 2018 4) Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 18 April 2018
36
44
TABEL 4.3 : keadaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian Tahun 20188
No Nama Anak Prakara
1 Ledi Kurnedi Pasal 340 KUHP
2 Alpin Suhendra Pasal 340 KUHP
3 Fahmi Hernanda Pasal 340 KUHP
4 Irpandi Pasal 340 KUHP
5 Jumali Pasal 340 KUHP
6 M. Febriansyah UU No. 23 tahun 2002
7 Imam Hanafi UU No. 35 Tahun 2014
8 Alpi Alpredo UU No. 35 Tahun 2014
9 Andre Hizandra UU No. 35 Tahun 2014
10 Adi Yuliansyah UU No. 35 Tahun 2014
11 Dandy Firmansyah UU No. 35 Tahun 2014
12 Aprillian Krisnanda UU No. 35 Tahun 2014
13 Muhammad Yahya UU No. 35 Tahun 2014
14 Ricky Setiawan UU No. 23 Tahun 2014
15 Raden Panca Nugraha Pasal 285 KUHP
16 Rizki Ramadhan UU No. 23 Tahun 2002
17 Dony Afrizal UU No. 35 Tahun 2014
b Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 18 April 2018
37
45
18 Andre Putra Pratama UU No. 35 Tahun 2014
19 Yusir Arafat Pasal 340 KUHP
20 Supriyadi Boy Sahata UU No. 35 Tahun 2014
21 Heriansyah UU No. 35 Tahun 2014
22 Agus Ruslim UU No. 35 Tahun 2014
23 Tri robiansyah UU No. 35 Tahun 2014
24 Riky Ferdi Anggara UU No. 35 Tahun 2014
25 Fajar Pratama UU No. 35 Tahun 2014
26 Ahmad Afrizal UU No. 35 Tahun 2014
27 Muhammad Amin UU No. 35 Tahun 2014
28 Muhammad Indra UU No. 35 Tahun 2014
29 Aditia UU No. 35 Tahun 2014
30 Muhammad Aprijal Pasal 365 KUHP
31 Eka Linsyah UU No. 35 Tahun 2009
32 Efendi Pasal 365 KUHP
33 Muhammad Rizky UU No. 35 Tahun 2009
34 Aray wardian UU No. 35 Tahun 2009
35 Chesar Fitri Krismawan UU No. 35 Tahun 2009
36 Agusli Sunandar UU No. 35 Tahun 2009
37 Irawan Pasal 365 KUHP
38
46
38 Johan Pasal 365 KUHP
39 Arpandi Pasal 338 KUHP
40 Hazni UU No. 35 Tahun 2014
41 Rudi Saputra UU No. 35 Tahun 2014
42 Wahyudi UU No. 35 Tahun 2014
43 Sakdam UU No. 23 Tahun 2002
44 Muhammad Irfando UU No. 35 Tahun 2014
45 Muhammad Rizky UU No. 23 Tahun 2002
46 Karyanto Pasal 285 KUHP
47 Destri Ardiansyah Pasal 363 KUHP
48 Agus Ali Saputra Pasal 365 KUHP
49 Rahmatan Lil Alamin Pasal 365 KUHP
50 Reza Fahlevi Pasal 365 KUHP
51 Raju Mahendra Pasal 368 KUHP
52 Reza fahlefi Pasal 365 KUHP
53 Roiruk Pasal 365 KUHP
54 Reko Ardiansyah Pasal 365 KUHP
55 Isnarudin UU No. 35 Tahun 2009
56 Bayu Mahardika Pasal 365 KUHP
57 Salman Alfarisi Pasal 365 KUHP
39
47
58 Bayu Sabarkah Pasal 285 KUHP
59 Erhan Irawan Pasal 285 KUHP
60 Iki Saputra Pasal 285 KUHP
61 Rio Purnomo Pasal 285 KUHP
62 Hedo Susanto Pasal 285 KUHP
63 Ferdi Ardian Ramadhan Pasal 351 KUHP
Dari sekian banyak anak yang ada di dalam Lapas terdapat dua belas anak yang melakukan
tindak pidana pelecehan seksual.
TABEL 4.4 Anak Yang Terpidana Pelecehan Seksual9
f. BS
g. RPN
h. N
i. EI
j. IS
k. RP
l. HS
m. FA
Dari tabel diatas, dapat dipahami bahwa keadaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian mayoritas anak
9 Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian, 19 April 2018
40
48
terpidana kasus pasal KUHP, pasal 340 KUHP yaitu kasus pembunuhan berencana yang
dilakukan Anak, pasal 285 KUHP yaitu pidana pemerkosaan atau kekerasan terhadap
orang lain dengan direncanakan pasal 365 KUHP yaitu pencurian, pasal 338 KUHP yaitu
pembunuhan, pasal 363 KUHP yaitu pencurian benda atau hewan yang dilakukan dua
orang, Pasal 368 KUHP yaitu mengancam dengan kekerasan, pasal 351 KUHP yaitu
penganiayaan, UU No. 23 Tahun 2002 yaitu tantang perlindungan Anak, UU No. 35
Tahun 2009 yaitu tentang narkotika, UU No. 35 Tahun 2014 yaitu perlindungan anak. c. Keadaan bangunan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Muara Bulian10
Keadaan bangunan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian dapat dilihat melalui tabel berikut ini :
TABEL 4.5 Keadaan Bangunan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian tahun 201811
No Nama Bangunan Subnama dan jumlah bangunan
1 Perkantoran Portir, administrasi, meeting room, ruang
besukan, koperasi
2 Blok Hunian WBP Peviliun Anak dan Paviliun wanita
3 Poliklinik Ruang kasubrawat, ruang pemeriksaan dan
konsultasi kesehatan
4 Dapur Satu
5 Gedung Pendidikan Satu
6 Masjid Satu
10 Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 18 April 2018 11 Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 18 April 2018
41
49
7 Gereja Satu
8 Perpustakaan Satu
9 Ruang Bimbingan Bengkel Kerja dan ruang Ketrampilan
Kerja
10 Aula Satu
Jumlah 17 bangunan
Dari tabel diatas, dapat dipahami bahwa bangunan portir, administrasi, meeting room,
ruang besuk, dan koperasi, bangunan blok hunian WBP terdiri dari bangunan peviliun
Anak dan peviliun wanita, bangunan poliklinik terdiri dari bangunan kasubrawat, ruang
pemeriksaan dan kesehatan, dapur, gedung pendidikan, masjid, gereja, perpustakaan,
ruang bimbingan kerja yang terdiri dari bengkel dari ruang keterampilan, aula. Kondisi
bangunan ini masih layak dan masih digunakan, meskipun ada sedikit bangunan yang
rusak, hal tersebut tidak menjadi halangan petugas dalam melaksanakan pembinaan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
Penelitian ini dimulai pada tanggal 12 April 2018 sampai tanggal 22
Mei 2018 di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian, pembinaan tergolong “BAIK” karena sesuai dengan aspek-aspek
dan prosedur yang telah direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jika
dilihat secara rinci aspek-aspeknya, maka dapat diuraikan sebagai berikut.
42
B. Temuan Khusus dan Pembahasan
1. Pembinaan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pelecehan
Seksual di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian
50
Pembinaan bagi Lembaga Pembinaan bukan sekedar hanya untuk membalas dendam.
Akan tetapi pembinaan yang dimaksudkan ialah perbaikan. Dimana falsafah pemidanaan
Indonesia yang memandang narapidana orang yang tersesat dan mempunyai waktu untuk
bertaubat. Dengan prinsip penjabaran dan implementasi dari pernyataan misi yang akan
dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu tertentu. Dengan diinformasikannya prinsip ini
maka Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian dengan tepat apa
yang harus dilaksanakan dalam memenuhi visi dan misi Lembaga Pembinaan dengan
mempertimbangkan sumber daya dan kemampuannya. Aspek langkah-langkah pembinaan
terhadap Anak kasus narkoba di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara bulian sudah terlaksana. Berdasarkan pengamatan tentang proses pembinaan bahwa
langkah-langkah pembinaan meliputi tiga tahap yaitu tahap awal, tahap lanjut dan tahap
akhir12
.
a. Tahap Awal Tahap awal ini dimulai sejak anak berstatus sebagai narapidana dengan ( satu pertiga ) dari
masa pidana. Pembinaan tahap awal meliputi : masa pengamatan, masa pengenalan,
penelitan lingkungan paling lama satu bulan. Perencanaan program pembinaan kepribadian
dan kemandirian, pelaksanaan program pembinaan tahap awal. Pembinaan tahap lanjut
dibagi menjadi dua: pembinaan tahap lanjutan pertama dan pembinaan tahap awal
seperdua dari masa pidana. Kegiatan-kegiatannya seperti :
1) Registrasi Kegiatan ini mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan identitas diri ( nama,
alamat perkara pidana dan lain sebagainya ). Yang tak kalah pentingnya dalam kegiatan ini
adalah studi pustaka ( Kelengkapan berkas-berkas dari instansi
12 Observasi penulis terhadap pembinaan Anak Pelaku tindak kejahatan seksual di LPKA Klas II Muara Bulian 18 April 2018
43
51
yang mengirimnya ) kegiatan ini sangat menentukan kegiatan berikutnya.
2) Orientasi Kegiatan ini berupa pengenalan diri dalam lembaga pemasyarakatan, dalam kegiatan ini
para warga binaan dikenalkan dengan program-program yang ada di dalam lembaga
pembinaan khusus anak muara bulian. meliputi pengenalan hak, kewajiban dan peraturan-
peraturan yang berlaku di lembaga pembinaan khusus anak Klas II muara bulian, di
samping pengenalan terhadap walinya. Kegiatan orientasi ini juga bertujuan untuk
melengkapi kekurangan-kekurangan pada tahap registrasi ( evaluasi pada tahap registrasi).
3) Identifikasi Kegiatan identifikasi ini merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan registrasi dan orientasi.
Kegiatan ini juga merupakan kegiatan evaluasi bagi kegiatan registrasi dan orientasi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui, menggali potensi yang ada dalam warga binaan
yang disesuaikan dengan program-program di LPKA Klas II Muara Bulian. Dalam akhir kegiatan ini sudah ada gambaran-gambaran potensi yang ada di dalam diri
warga binaan. Dalam kegiatan ini semua warga binaan diberikan kegiatan sama yang ada
di dalam program-program LPKA Muara Bulian, untuk kemudian dievaluasi masing-
masing warga binaan yang menonjol/menguasai.
4) Seleksi Kegiatan seleksi ini bertujuan untuk menyeleksi/mengelompokkan warga binaan yang
sama kemudian dijadikan satu dalam kelas. Kegiatan ini juga
44
52
berfungsi seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya yaitu evaluasi dari kegiatan identifikasi.
Yang bertanggungjawab dalam kegiatan registrasi orientasi identifikasi dan seleksi
kegiatan pembinaan selain dilakukan terus-menerus melalui proses yang turut juga perlu
diperhatikan pelaksanaannya. Agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan
mencapai tujuan maka perlu disusun orang/badan yang melaksanakannya.
Adapun yang melaksanakan kegiatan ini adalah subseksi registrasi dan bimkemasper
sebagai pelaksana utama dari egiatan tersebut. Sub seksi latihan kerja sebagai pelaksana
pendukung untuk kegiatan ini.
b. Tahap Lanjut pembinaan tahap lanjut yaitu: sejak berakhirnya tahap lanjutan pertama sampai dengan dua
pertiga masa pidana. Pembinaan tahap lanjutan meliputi perencanaan program pembinaan,
pelaksaan program interaksi, pelaksanaan program integrasi, pengakhiri pelaksana
pembinaan tahap terakhir.
c. Tahap Akhir Pada tahap ini di mulai bagi warga binaan pemasyarakatan yang sudah mencapai 1/3
sampai dengan 2/3 lebih masa pidana. Dalam tahap pelaksanaan pembinaan ini merupakan
pelaksanaan dar rencana dan program yang telah dicapai/ disepakati dalam kegiatan
registrasi orientasi identifikasi dan seleksi. Dalam tahap pelaksanaan pembinaan ini warga
binaan pemasyarakatan dibagi 2 (dua) kelompok besar kegiatan, antara lain sebagai berikut
:
1) Kelompok pertama (kelompok dasar) Kelompok pertama ini juga disebut kelompok dasar, karena pada kelompok pertama ini
sudah dimulai diberikan pembinaan-pembinaan dasar. Yang menjadi anggota kelompok
pertama dasar ini adalah warga binaan pemasyarakatan yang
45
53
sudah menjalani 1/3 sampai dengan ½ masa pidana. Dalam kelompok dasar ini diberikan
dasar-dasar pembinaan. Bagi warga binaan pemasyarakatan yang belum berhasil dalam
mengikuti pembinaan ini juga belum bisa untuk mengikuti program pembinaan berikutnya
yaitu kelompok kedua lanjutan. Semua warga binaan pemasyarakatan yang masuk dalam
kelompok ini berkewajiban untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan yang dilakukan/
diadakan oleh lembaga pemasyarakatan anak Muara Bulian.
2) Kelompok kedua (II) Lanjutan Dalam kelompok kedua (II) lanjutan ini merupakan pembinaan berikutnya sesudah
kelompok pertama (I) dasar. Yang menjadi anggota kelompok kedua (II) ini adalah warga
binaan pemasyarakatan yang sudah menjalani ½ sampai dengan 2/3 masa pidana. Dalam
kelompok kedua (II) lanjutan ini dipersiapkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
berikutnya yaitu kegiatan Reintegrasi. Semua warga binaan pemasyarakatan yang masuk
dalam kelompok ini berkewajiban untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan yang
dilakukan/diadakan oleh LPKA Klas II Muara Bulian. kegiatan dalam kelompok kedua (II)
lanjutan hampir sama dengan kegiatan pada kelompok pertama (I) dasar, hanya dibedakan dengan tingkatan yang lebih tinggi dan merupakan kelanjutan dari kegiatan pembinaan dan
pembimbingan sebelumnya.
Pentahapan pembinaan yang meliputi tahap awal, lanjut dan tahap akhir ditetapkan melalui
sidang tim pengamat pemasyarakatan. Tahap-tahap pembinaan narapidana tersebut
dilaksanakan guna untuk mengawasi tingkat kesadaran narapidana yang bersangkutan13
.
13 Samosir djisman, penologi dan pemasyarakatan, (Bandung: Nuansa Aulia, desember 2016) hlm 245-246
46
54
Berdasarkan wawancara dengan Anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual di lembaga
pembinaan bahwa :
“awal masuk di Lembaga Pembinaan dilakukan introgasi oleh petugas, hal ini dilakukan
untuk mengetahui identitas Anak, mengapa bisa masuk Lembaga Pembinaan, dan segala
keterangan mengenai anak yang bersangkutan. Kemudian Anak diberi bimbingan dan
pembinaan oleh petugas LP, pembinaan yang dilakukan agar saya dan kawan-kawan
pelaku pidana pelecehan seksual bisa menjadi lebih baik dan tidak mengulangi
perbuatannya kelak bebas dari lembaga pembinaan14
” Dari hasil observasi penulis, tahap-tahap pembinaan diterapkan di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian guna memperjelas identitas dan hukum yang
akan dijalani oleh Anak. Berdasarkan Observasi dan wawancara penulis dapat dipahami bahwa tahap-tahap
pembinaan Anak dan narapidana pelecehan seksual meliputi tiga tahap, yakni tahap awal,
tahap lanjut dan tahap akhir. Tahap-tahap tersebut berguna untuk mengetahui identitas dan
bimbingan yang akan diberikan kepada Anak pelaku tindak pidana pelecehaan seksual.
Pembinaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
sudah termasuk “Baik” karena proses pembinaannya sejalan dengan fungsi Lembaga
Pembinaan. Program-program pembinaan narapidana dan anak yang diterapkan
pemerintah sesuai dengan undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
pembinaan para warga binaan harus dilaksanakan berdasarkan pengayoman, persamaan
perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat
manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, terjaminnya hak
untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu15
. Petugas Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian menerapkan asas-asas tersebut
diatas, hal ini dibuktikan ketika peneliti
14 karyanto, wawancara peneliti, Muara Bulian, 17 April 2018
15Op Cit, Samosir djisman, hlm 199
47
55
melakukan pengamatan terhadap proses pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Kelas II Muara Bulian bahwa anak pelaku pidana pelecehan seksual diperlakukan
dengan adil. “hal ini pun dibuktikan melalui wawancara penelitian terhadap anak, bahwa perlakuan
kami disamakan antara satu anak dengan anak yang lain, tidak ada yang di anak tirikan dan
tidak ada anak kesayangan, semuanya berjalan sesuai dengan sistem pembinaan di
Lembaga Pembinaan16
”. Dari hasil pengamatan penulis, bahwa terlihat proses pembinaan anak diperlakukan seperti
halnya anak sendiri, tidak ada yang di anak tirikan dan tidak ada pula yang di anak
sayangkan. Karena dibina merupakan hak asasi anak dan kewajiban petugas Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Muara Bulian. Dalam pelaksanaan pembinaan, lembaga
pembinaan khusus anak memiliki bentuk atau cara sendiri.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan diatas, pembinaan Anak pelaku pelecehan
seksual bersifat adil. Karena keadilan dalam sebuah pembinaan sangatlah penting dan
mempengaruhi kondisi anak. Petugas yang mengerti akan hukum dan profesional memiliki jiwa tegas dan benar-benar
berusaha agar anak pelaku pelecehan seksualberubah dan tidak mengulangi kesalahannya
kelak jika bebas dari Lembaga Pembinaan. Memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi dan
keuletan dalam menjalankan tugas pemerintah, akan tetapi hal ini harus dilaksanakan agar
tercapainya visi dan misi lembaga pembinaan yaitu menjadikan anak yang memiliki
mental dan kepribadian yang baik di masyarakat ketika bebas nanti. Begitu halnya dengan
pembinaan anak pelaku pelecehan seksual, tetapi anak pelaku pelecehan seksualini
melaksanakan tugas yang diberikan oleh petugas.
Lahirnya Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dan undang-
undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak telah diberikan landasan hukum yang
kuat untum membedakan perlakuan terhadap anak yang terlibat suatu tindakan kejahatan.
Landasan hukum yang
16 Rio purnomo, wawancara peneliti, 17 april 2018
48
56
kuat tersebut dilatarbelakangi oleh penjelasan atas undang-undang nomor 3 yang
mengatakan bahwa :
“anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa
dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan
dan persatuan bangsa dalam wadah negara kessatian republik indonesia yang berdasarkan
pancasila dan undang-undang dasar 1945, diperlukan pembinaan secara terus-menerus
demi kelangsungan hidup. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta
perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan kereka dan bangsa masa
depan.
Dalam berbagai hal upaya pembinaan dan perlindungan tersebut, dihadapkan pada
berbagai masalah dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai dengan
penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak melakukan
perbuatan melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Di samping itu
terdapat pula anak yang karena satu dan lainnya tidak mempunyai kesempatan
memperoleh perhatian, baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena keadaan diri yang
tidak memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak
melakukan tindakan atau perilaku yang dapat merugikan dirinya dan masyarakat”17
. Dalam undang-undang nomor 3 tahun 1997 dapat penulis pahami bahwa proses
pembinaan anak kasus satu dengan kasus lainnya harus dibedakan. Maksud dibedakan
yaitu dalam proses pembinaannya maupun tempat meraka mendekam. Misalnya
pembinaan anak kaasus pembunuhan di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian. Latarbelakang seorang anak menggunakan pembunuhan karena disengaja
ingin
17 Gultom Maidin, perlindungan hukum terhadap anak dan perempuan, (Bandung: PT RAFIKA ADITAMA, cet ketiga, desember 2014) hlm 130-131
49
57
terlihat berani dimata teman-teman kelompoknya,dan mencari kesenangan walaupun
sesaat. Kemudian motif seorang anak melakukan pembunuhan karena tidak sengaja,
karena terpaksa melakukannya karena alasan yang lain, bukan untuk kesenangan ataupun
keinginan menekankan hal tesebut karena ditakutkan anak kasus satu dengan kasus lainnya
melakukan penyimpangan, yakni melakukan kekerasan ataupun melanggar hukum
sehingga proses pembinaan tersebut tidak berjalan dengan semestinya. Akan tetapi,
pembinaan anak di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian tidak
menekankan bahwa proses pembinaan harus dibedakan, karena kondisi petugas dan sarana
prasarana tidak memungkinkan petugan melakukan hal tersebut meskipun pembinaan
narapidana tidak dibedakan, tetapi proses pembinaan anak berjalan dengan lancar dan
baik. Hasil wawancara penulis dengan Bapak Sriyono, S.Ag
“bahwa tidak ada membedakan antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Dan di
dalam LP tidak diterapkan rehabilitasi untuk anak pecandu narkoba, dan perlakuan bersifat
umum dan tidak ada perlakuan khusus terhadap pembinaannya18
. Berdasarkan pengamatan penulis lakukan, ketrampialn memang harus dimiliki setiap
petugas, karena dengan ketrampilan tersebut petugas tidak bingung pembinaan apa yang
harus diberikan. Selain ketrampilan, seorang petugas pun harus memiliki prinsip. Prinsip
tersebut akan menentukan berhasil atau tidak nya petugas melaksanakan pembinaan.
Dari wawancara dan pengamatan penulis, dapat dipahami bahwa keterampilan yang
mumpuni harus memiliki petugas lembaga, mumpuni berarti setiap petugas mempunyai
ketrampilan tersendiri dalam melakukan pembinaan. Sehingga ketika proses pembinaan
berlangsung, petugas tidak bingung lagi metode apa untuk melakukan pembinaan. Dalam pembinaan anak dikenal sepuluh prinsip pemasyarakatan,, yaiki ayomi, penjatuhan
pidana bukan tindak jelahatan balas dendam memberkan pembinaan bukan penyiksaan
negara tidak membuat mereka menjadi buruk,
18 Didik Budi Waluyo, S.h.,M.Si, wawancara peneliti, 17 April 2018
50
58
pekerjaan yang diberika tidak sekedar pengisi waktu , bimbingan harus
berdasarkan pancasila, anak kasus narkoba hanya dijatuhi hilang kemerdekaan,
anak di pupuk-pupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsinya pembinaan sistem
pemasyarakatan19
.
Hasil wawancara dengan bapak Ahmad Adianto, S.Pd, bahwa bentuk
pembinaan Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian meliputi:
“pertama, pendidikan yaitu usaha sadar yang dilakukan petugas untuk memelihara,
membimbing, melatih, dan mengaahkan batin dan watak anak agar menjadi manusia yang
seutuhnya. Artinya menjadikan anak sosok manusia yang mempunyai kekuatan fisik
maupun psikis dan mampu mengadakan perubahan-perubahan dalam lingkungannya dan
sikap dimana yang akan datang didalam lingkungannya, contihnya yaitu pengajian,
upacara bendera, kedua pendidikan mandiri yaitu kemampuan berdiri sendiri tanpa
bergantung pada orang lain, hal ini petugas lakukan agar anak kelak bisa menentukan yaitu
menerjakan ujian hidup sendiri tanpa menyontek pada teman lainnya, ketiga pendidikan
kepribadian susunan-susunan psikofisik( kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan yaitu keadaan
smosional dan perasaan), bentuk pendidikan keprobadian yaitu sholat tepat waktu,
pengajian, baca al-Qur’an dan beladiri20
”.
Berdasarkan pengamataan penulis dapat pahami bahwa bentuk-bentuk
pendidikan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) kelas II Muara
Bulian supaya terlaksananya tujuan pembinaan serta visi dan misi lembapa
pembinaan.
Dari hasil wawancara dan pengamatan penulis, dapat disimpulkan
bahwa bentuk-bentuk pembinaan yang umum di lembaga pembinaan khusus
anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian yaitu pembinaan mental, pendidikan
kemandirian dan pendidikan kepribadian. Sesuai dengan bentuk-bentuk
pembinaan di lembaga pembinaan lainnya, bahwa bentuk pembinaan di
lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian adalah untuk
tercapainya tujuan visi dan misi pembinaan.
19 Of,Cit.Goltom Maidin, Hlm 134 20 Dokumentasi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian 18 April 2018
51
59
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada anak:
“Bahwa saya nyaman tinggal di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA kelas II Muara
Bulian, selain mendapat keterampilan, saya juga memperoleh pendidikan. Kegiatan ini
sangat berguna untuk saya kedepannya ketika di masyarakat21
”. Berdasarkan pengamatan penulis, keterampilan diberikan kepada anak supaya menunjang
kedepannya, anak merasa nyaman tinggal di dalam lembaga pembinaan khusus anak
(LPKA) kelas II Muara Bulian. Bukan karena ingin selamanya tinggal disana tapi karena
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat yang membuat mereka betah tinggal di LPKA.
Dari hasil wawancara dan pengamatan diatan dapat disimpulkan bahwa anak nyaman di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian, selain mendapat ilmu,
tetapi juga dapat teman yang baik.
Berikut ini kegiatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian22
.
a. Kegiatan paket A, B dan C
Kegiatan ini yaitu pendidikan anakyang setara dengan pendidikan SMP dan SMA di luar
lembaga pembinaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menunjang pendidikan anak kelak saat
keluar dari LP. Berikut ini jadwal kegiatan paket B dan C di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian.
TABEL 4.5 : jadwal pelajaran Paket B setara SMP Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Kelas II Muara Bulian Tahun 2018
Senin selasa rabu Kamis
Matematika B.Inggris IPA Olahraga
PKN Agama IPS B.Indonesia
21 Ferdi ardian ramadhan, wawancara penulis, 17 April 2018 22 Dokumentasi lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian, 18 April 2018
52
60
TABEL 4.6 : jadwal Pelajaran Paket C Setara SMA Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Kelas II Muara Bulian Tahun 2018
Senin selasa rabu Kamis
MTK Sosiologi Ekonomi B.inggris
PKN BK Geografi Olahraga
B.indo Agama sejarah
Dari hasil wawancara dengan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II
Muara Bulian mengatakan :
“bahwa kegiatan paket A,B dan C ini sangat berguna bagi anak. selain mereka
mendapatkan ilmu dari hasil belajarnya, merekapun ujian dan mendapatkan ijazah yang
setara dengan SMP dan SMA”. Berdasarkan pengamatan penulis, kegiatan paket A,B dan
C adalah kegiatan belajar seperti anak sekolahan yang diluar. Mereka juga ujian dan mendapatkan
ijazah setara dengan SMP dan SMA.
Dari wawancara dan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa di dalam lembaga pembinaak
khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian juga terdapat kegiatan pendidikan formal.
b. Tadarusan Kegiatan tadarusan dilakukan supaya anak mengerti dan faham akan baca tulis al-Qur’an
yang baik dan benar. Kegiatan ini bukan sekedar membacanya saja, tetapi juga mengenaal makhrijul huruf dan
hukum tajwid.
c. Yasinan/tahlilan Yasinan dan tahlillah adalah kegiatan rutinitas anak setiap hari jum;at pagi hari sampai
menjelang sholat jum’at.
53
61
d. Senam kesehatan jasmani Kegiatan senam yaitu kegiatan rutinitas anak setiap hari sabtu pagi. Hal ini dilakukan agak
anak terjaga kesehatannya meskipun mereka nerada dipenjara.
e. Olahraga permainan Olahraga permainan yaitu olahraga hiburan untuk menghibur fisik dan jiwa anak setelah
melakukan pembinaan di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
f. Seni musik Seni musik adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak pada hari kamis siang. Anak
melaksanakan tugas ini dengan senang hati dan nyaman.
g. Pramuka Pramuka adalah salah satu kegiatan berbangsa dan bernegara. Kegiatan pramuka dilakukan
setiap hari jum’at sore. Latihan ini diawasi oleh regu pengawas
h. Latihan Peraturan Baris Berbaris (PBB) Latihan ini termasuk latihan berbangsa dan bernegara. Latihan PBB dilakukan oleh
petugas dan diikuti oleh petugas dan semua anak.
i. Bahasa Inggris Anak tidak hanya dibekali oleh keterampilan musik, akan tetapi anak juga diajarkan
bahasa asing yaitu bahasa inggris.
j. Pertanian dan Batik Printing Keterampilan ini dilakukan agar kelak Anak Benas dari Lembaga Pembinaan yang tidak
meneruskan pendidikan sekolah, mereka bisa
berwirausaha dengan membuka pertanian dan batik printing. Berdasarkan bentuk-bentuk
kegiatan diatas, dapat dipahami bahwa
pembinaan anak sudah berjalan dengan lancar.
Berdasarkan wawancara penulis, kepada Kepala Lembaga Pembinaan beliau mengatakan :
54
62
“tujuan dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pembinaan hanya supaya anak didik berbah,
karena dengan diadakannya kegiatan-kegiatan positif yang bisa dilakukan dan bernilai baik
dimasyarakat23
”. Berdasarkan pengamatan penulis, kegiata-kegiatan yang dilakukan tidak lain yaitu untuk
anak itu sendiri, dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, anak tidak akan bosan dan
secara otomatis akan lupa dengan hal-hal negatif yang masih menyelimuti pikirannya.
Karena sesungguhnya seorang anak melakukan hal-hal negatif karena tidak berfikir
panjang terhadap akibat yang akan mereka alami. Dari hasil wawancara dan pengamatan penulis, dapat dipahami bahwa tujuan dilakukannya
kegiatan pembinaan adalah untuk memenuhi tugas yang diberika pemerintah kepada
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Muara Bulian.
Sasaran sistem pembinaan narapidana anak berdasarkan sistem
pemasyarakatan belum tercapai sampai saati ini di lingkungan kementrian Hukum dan
HAM, khususnya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian.karena masih dipengaruhi beberapa kendala : a. Pegawai
Salah satu aspek terpenting dari kendala pegawai adalah pengetahuan-pengetahuan
pegawai akan bidang pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan dapat dilakukan oleh pegawai
jika pegawai tersebut mempunyai pengetahuan tentang tugasnya masing-masing. Begitu
halnya dengan pegawai Pembinaan tenaga ahli dalam bidang tertentu dalam melaksanakan
pembinaan pada hakikatnya memerlukan tenaga ahli seperti psikolog, pskiater, dokter,
insinyur, pekerja sosial.dan lain-lain sesuai dengann kebutuan teknis operasional Lembaga
Pembinaan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata tidak ada tenaga kerja ahli dalam bidang
kejiwaan anak, padahal sangat penting sekali
23 Wawancara, Didik Budi Waluyo, S.H.,M.Psi tanggal 19 April 2018
55
2. Kendala Dalam Melaksanakan Pembinaan di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
63
mengetahui konsisi kejiwaan anak supaya lebih mudah dalam melaksanakan pembinaan Berdasarkan wawancara penulis kepada kepala Bapak Didik budi
Waluyo, S.H.M.Si mengatakan :
“ kendala petugas dalam melaksanakan pembiaan yaitu kurangnya petugas Lembaga
Pembinaan. Hal ini menyebabkan kurangnya pengawasan dalam proses pembinaan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian24
. Dari hasil pengamatan penulis, dapat difahami bahwa masih kurangnya petugas dalam
melakukan pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian. Hal ini terlihat saat pembinaan berlangsung Anak melakukan tugasnya sendiri
tanpa adanya pengawasan dari petugas. Berdasarkan wawancara dan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa proses
pembinaan tidak berlangsung mulus karena kurangnya petugas dan tenaga ahli dalam
bidang pembinaan. Hal ini anak berdampak buruk bagi proses pembinaan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian. Kesilitan petugas lainnya yaitu pendidikan anak yang rendah, anak
juga sering kedapatan merokok dan membawa handphone, dan anak
tersebut langsung diberi hukuman berupa di jemur dilapangan elama
setangah hari, bersih-bersih seluruh pekarangan Lembaga Pembinaan dan
Mengisi buku agenda perpustakaan.
b. Anak didik
Dalam undang-undang nomor 12 tahun1995 tentang pemasyarakatan, yang disebut anak
adalah seseorang yang dinyatakan sebagai anak berdasarkan putusan pengadilam dan
dirampas kebebasannya dan ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian.
24 Didik Budi Waluyo, S.H.,M.si, wawancara peneliti, 2018
56
64
Dalam proses pembinaan, banyak anak yang melakukan tindakan-tindakan sesuka hati
mereka. Seperti melawan petugas, merokok, membawa handphone dan berkelahi dengan
temannya sendiri. Berdasarkan wawancara peneliti kepada petugas , bahwa :
“anak dilarang merokok di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian. Jika kedapatan merokok atau membawa handphone atau barang terlarang lainnya,
maka petugas mem-BAP atau memberi hukuman berupa membersihkan seluruh
pekarangan, di jemur pada terik matahari dan mengisi buku agenda25
. Berdasarkan pengamatan penulis, saat jam pelajaran berlangsung. Anak ribut dan keluar
masuk ruangan, anak kurang bisa menangkap pelajaran dengan baik, hal ini menyebabkan
proses pembinaan kurang kondusif. Kemudian, dalam peraturan Lembaga Pembinaa
Khusus Anak Muara Bulian bahwa dilarang merokok dan membawa handphone di dalam
pembinaan. Akan tetapi peneliti masi menemukan anak yang merokok di dalam LPKA
tersebut.
Hal ini juga dibuktikan dengan wawancara dengan anak pelaku pelecehan seksual26
“saya merokok dengan sembunyi-sembunyi dan saya mendapatkan rokok dari beli di
kantin Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian. Pengamatan yang penulis lakukan, oknum membuat pelanggaran di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian yaitu bukanlah orang lain, melainkan orang
yang ada di dalam lembaga itu sendiri. Hasil wawancara dan pengamatan penulis terhadap anak Lembaga Pembinaan Khusus
Anak Kelas II Muara Bulian, dapat disimpulkan bahwa adanya oknum pendukung Anak
untuk melakukan pelanggaran hukum di
25 Ahmad Adianti, S,Pd, Wawancara Penulis 18 April 2018 26 Hedo susanto wawancara penulis, 18 April 2018
57
65
lingkungan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Muara Bulian
tanpa sepengetahuan petugas.
c. Sarana dan prasarana
Dengan perubahan perlakuan terhadap anak dari sistem penjara ke sistem pemasyarakatan
kemudian naik sistem pembinaan. Perubahan ini tidak hanya berganti nama tempat
penampungan saja, tetapi mempunyai konsekwensi berubahnya sistem penampungan dan
prasarana dari penampungan tersebut. Sarana fisik Lembaga Pembinaan Harus memenuhi
syarat-syarat sebagai sarana pembinaan sesuai dengan proses pemasyarakatan, karena hal
ini merupakan faktor-faktor yang menentukan disamping faktor lainnya dalam pembinaan.
Berdasarkan penelitian di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara
Bulian, peneliti melihat bahwa sarana dan prasarana belum memadai. Hal ini terlihat
bahwa banyak gedung-gedung yang rusak, dan ada pula yang tidak bisa lagi dipakai.
Hasil wawancara dengan bapak Ahmad Adianto, S.Pd beliau mengatakan :
“bahwa untuk sekarang ini gedung-gedung sudah mulai rusak, hampir semua gedung
mengalami rusak ringan. Kemudian gedung aula dan dapur yang rusak parah”27
. Berdasarkan pengamatan penulis melihat saat jam besuk ruangan sempit dan orang tua
anak atau keluarga yang duduk-duduk diluar gedung besuk karena gedung tersebut tidak
muat menampung dengan kondisi ruangan yang kecil.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan penulis, dapat dipahami bahwa perhatian
pemerintah terhadap penyelenggaraan Pembinaan Anak belum terlihat maksimal. Kendala lainnya yaitu media pembelajaran, media yaitu alat bantu dalam proses
pembelajaran. Jika tidak ada media. Maka kesan sebuah pembelajaran akan membosankan.
Dalam pembinaan anak pelaku
27 Ahmad Adoanto, S.Pd, wawancara penulis, 22 April 2018
58
66
pelecehan seksualdibutuhkan alat bantu yang memadai agar tingkat kesulitan bisa
ternetralisir.
Hasi wawancara dengan petugas Lembaga Pembinaan Muara Bulian Bapak Indra Bustari
mengatakan :
“Banyak alat-alat atau media yang rusak akibat sering digunakan oleh Anak, dan pihak
lembaga sudah mengadukan hal ini kepada kementrian Hukum dan HAM, tetapi belum
ada konfirmasi dari atasan28
”. Berdasarkan pengamatan, dapat dipahami bahwa media atau alat bantu dalam proses
pembinaan masih minim dan kurang diperhatikan, hal ini terlihat saat olahraga anak
menggunakan alat seadanya.
Dari hasil wawancara dan pengamatan, dapat dipahami bahwa sarana dan prasarana yang
memadai yaitu saat tidak ada keluhan dari anak atau petugas Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian.
Adanya upaya penanggulangan kendala yang ditemukan dalam
Pembinaan Anak pelaku pelecehan seksualdi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian a. Pegawai
Upaya untuk mengatasi kendala pegawai di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Kelas II Muara Bulian yaitu melakukan penambahan personil di Lembaga Pembinaan,
memberikan latihan konseling kepada petugas Lembaga dan mengirim petugas keluar
untuk mengikuti pelatihan. Dari hasil pengamatan penulis, petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas
II Muara Bulian berusaha agar pembinaan terhadap anak dapat berjalan dengan baik.
Langkah-langkah yang diperlukan dengan menambah personil.
28 Wawancara, Indra Bustari, tanggal 19 April 2018
59
3. Upaya Mengatasi Kendala dalam Pembinaan di Lembag Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian
67
b. Anak
Upaya dalam mengatasi kendala anak adalah menerapkan hukuman untuk anak yang
kedapatan menghisap rokok dan membawa Handphole, petugas melakukan bimbingan
lebih optimal lagi. Yaitu menambah jam kegiatan agar anak tidak berkeliaran kemana-
kemana, petugas juga memberhentikan pegawai yang kedapatan mendukung anak untuk
melakukan pelanggaran hukum. c. Sarana dan Prasarana
Upaya mengatasi kendala sarana dan prasarana yaitu usaha menbangun beberapa ruangan
baru, seperti paviliun anak dan paviliun wanita. Melakukan kerjasama dengan Kementrian
Agama Batanghari, bidang kerjasama : pembinaan mental dan spiritual jangka waktu : 1
tahun ( jan’5-des’15), kemendiknas Batanghari, bidang kerjasama : pembinaan kementrian
( kejar paket A,B dan C) jangka waktu : 1 tahun ( jan’5-des’15), Bank Indonesia bidang
kerjasama : pembinaan kementrian (sablon san batik printing) jangka waktu 1 tahun (
jan’5-des’15). Selain itu, kondisi sarana dan prasarana yang tersedia mulai diperhatikan.
Hal ini dibuktikan dengan pengaduan pihak lembaga ke kementrian Hukum dan HAM.
Meskipun belum terwujud, tetapi ada usaha dari pihak Lembaga untuk melaporkan
keluhannya. Pembahasan tersebut sesuai dengan hasil wawancara kepada pembina :
“Upaya yang dilakukan pihak Lembaga dalam mengatasi kendala yaitu membangun
beberapa ruangan baru, menetapkan anggaran biaya rutin setiap bulannya dari seluruh
petugas Lembaga Pembinaan agar anak nantinya setelah keluar dari Lembaga Pembinaan
mudah beradaptasi dengan lingkungannya29
”. Dari hasil pengamatan, penambahan ruang besuk, dan menetapkan anggaran biaya rutin
anak dan melaporkan keluhan anak kepada
29 Didik Budi Waluyo, S.H.M.Si.wawancara peneliti 20 mei 2018
60
68
kementrian hukum dan HAM tentang penambahan alat-alat penunjang pembinaan.
Dari hasil wawancara dan pengamatan penulis, dapat dipahami bahwa upaya yang
dilakukan petugas lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas II muara bulian dalam
hal sarana dan prasarana yaitu menambah ruangan baru seperti menambah ruang besuk,
melakukan penetapan anggaran untuk anak dan melaporkan ke pihak Kemantrian hukum
dan HAM atas keluhan Anak.
69
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian dapat disimpulkan sebagai berikut :
23. Pembinaan anak pelaku pelecehan seksual di Lembaga Pembinaaan
Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian sudah tergolong baik.
Aspek-aspek pembinaan terhadap anak pelaku pelecehan seksual di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian sudah
terlaksana. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan-kegiatan rutunitas
Anak Didik di Lembaga Pembinaan Khusus Akan (LPKA) Kelas II Muara
Bulian.
24. Kendala yang dihadapi dalam proses pembinaan anak di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Bulian adalah
kurangnya personil tenaga pengawas, anak nakal, anak sering kedapatan
merokok, membawa handphone dan tidak mau mengikuti kegiatan
pembinaan, keadaan pendidikan yang rendah, sarana dan prasarana yang
tidak memadai, media yang rusak.
25. Upaya mengatasi kendala dalam pembinaan yaitu penambahan
personil/petugas. Mengirim petugas keluar kota untuk pelatihan,
menetapkan anggaran biaya rutin setiap bulan nya dari seluruh petugas
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara bulian
nantinya setelah keluar dari lembaga pembinaan mudah beradaptasi maka
mereka dibekali dengan pendidikan dan ketampilan. Penambahan ruangan
baru untuk orang tua yang ingin membesuk, merenovasi paviliun anak dan
melaporkan keluhan anak ke kementriannhukum dan HAM terkait media
yang rusak.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
70
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah
dirumuskan diatas, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai
berikut :
5 langkah-langkah atau tahap-tahap pembinaan disosialisasikan
kepada semua anak agar mereka selalu berusaha untuk
mengikuti setiap program pembinaan dengan baik. Selain tahap
registrasi, anak juga harus mengetahui adanya tahap assimilasi
dan bebas bersyarat.
6 Hasil pembinaan akan lebih optimal jika sarana dan prasarana
di dalam lembaga tersadia dengan baik dan lengkap, seperti
sarana fisik yaitu penyediaan ruangan perlu ditambah,
khususnya ruangan untuk berkunjung, perlengkapan peralatan
kesehatan dan diharapkan di dalam program pembinaan para
pembina dapat ditugaskan sesuai dengan bidang ilmu/keahlian
yang dililiki agar proses pembinaan dapat berjalan dan
memperoleh hasil yang baik.
7 Perlunya di tambah petugas yang sesuai dengan bidangnya agar
proses pembinaan dapat terlaksana dengan semakin baik dan
mendapatkan hasil yang lebih baik
8 Kesejahtraan pembina pada umumnya dan petugas lembaga
pembinaan khususnya hendaknya lebih diperhatikan dan
ditingkatkan kesejahtraannya oleh pemerintah. Mengingat
pengabdian yang mereka berikan untuk kepentingan bangsa
dan negara bukan untuk kepentingan mereka sendiri.
B. Saran
71
Adi Sujatno, Sistim Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri,
Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Jakarta, 2004.
Ahmad Abu, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta : Rineka Cipta, cet. 3 , 2016).
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers , 2015).
Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, (
Bandung : PT. Rafika Aditama, 2014).
https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=U
T P- 8#q=pembinaan+narapidana+narkotika+di+lapas+anak
diakses pada tanggal 11 februari 2017.
Iqbal Hasan, analisis data penelitian dengan statistik, Cet. 5 ,(Jakarta : Bumi
Aksara, 2010).
Imron Rosadi Kemas, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Padang : SUKABINA
press, cet 1, 2016).
Maunah, sosiologi pendidikan, ( Depok Sleman Yokyakarta : Kalimedia, cet. 1,
2016).
Nurbuko Cholid, Achmad Abu, metodologi Penelitian, ( Jakarta : Bumi Aksara,
2012).
Pandual Skripsi, (IAIN Jambi, 2015 )
Rakyat Indonesia, Undang-undang Dasar 1995, ( Jakarta : ABDI PERTIWI,
1959).
Samosir Djisman, Penologi dan Pemasyarakatan, ( Bandung: Nuansa Aulia,
Desember 2016).
Tim Mahardika, undang-undang R.I Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dan Undang-undang R.I nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, (
Yokyakarta : Pustaka Mahardika, April 2011).
Tim Mahardika, Undang-undang Perlindungan Anak, ( Yokyakarta : Pestaka
Mahardika, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
72
Yamis Martinis, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan, (
Jakarta : REFERENSI, 2013).
Yamin Martinis, profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, ( Jakarta :
REFERENSI, 2013).