naskah publikasi hubungan konsep diri dengan...

22
1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF TERHADAP PRODUK FASHION PADA REMAJA PUTRI Oleh: ARIENDA ALFIA RAUUFAIDA MIRA ALIZA RACHMAWATI, S. PSI. M. SI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

Upload: hoangthien

Post on 06-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF

TERHADAP PRODUK FASHION PADA REMAJA PUTRI

Oleh:

ARIENDA ALFIA RAUUFAIDA

MIRA ALIZA RACHMAWATI, S. PSI. M. SI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

2

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU

KONSUMTIF TERHADAP PRODUK FASHION PADA REMAJA

PUTRI

Telah Disetujui Pada Tanggal

_________________

Dosen Pembimbing Utama

( Mira Aliza Rachmawati, S. Psi. M.Si)

3

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF

TERHADAP PRODUK FASHION PADA REMAJA PUTRI

Arienda Alfia Rauufaida

Mira Aliza Rachmawati

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada remaja. Semakin tinggi konsep diri, semakin rendah perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada remaja, sebaliknya semakin rendah konsep diri semakin tinggi perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada remaja.

Subyek dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 15-17 tahun SMU Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Skala yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Adapun skala yang digunakan adalah skala perilaku konsumtif terhadap produk fashion dengan mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif dari Swastha & Handoko (1987), dan Skala konsep diri dari Berzonsky (1981).

Metode analisis data yang digunakan menggunakan program SPSS (Statistical Programme for Social Science 16.0 for Window untuk menguji apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk fashion. Hasil korelasi product moment dari pearson menunjukan angka korelasi sebesar r= -0,386 dengan p = 0.000 (p < 0.01).yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada remaja putri. Sehingga hipotesis penelitian yang diajukan diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel konsep diri terhadap variabel perilaku konsumtif terhadap produk fashion sebesar 14,9 % sedangkan sisanya 85.1 % faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumtif terhadap produk fashion (pakaian) adalah motivasi, pengamatan, belajar, kepribadian, sikap, kebudayaan, kelas sosial dan keleompok referensi, keluarga (Swastha & Handoko, 1987) Kata Kunci : Konsep diri, Perilaku Konsumtif terhadap Produk Fashion.

4

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja adalah masa pencarian identitas. Masa dimana seseorang

mencari jati dirinya sendiri. Pada masa ini para remaja memiliki kesempatan yang

sebesar-besarnya untuk mengalami hal-hal yang baru serta menemukan sumber-

sumber baru dari kekuatan-kekuatan, bakat-bakat serta kemampuan yang ada didalam

dirinya. Sementara itu masa remaja itu dihadapkan kepada tantangan – tantangan

pembatasan-pembatasan dan kekangan-kekangan yang datang baik dari dalam

dirinya, maupun luar dirinya (lingkungannya).

Menurut Erik Erikson (Dariyo, 2004), karakteristik remaja yang ideal adalah

remaja yang mampu menyadari dan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang

ada pada dirinya, remaja mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya,

remaja bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi hak dan kewajibannya, remaja

bisa mendahulukan kebutuhan yang menjadi prioritas utama daripada keinginan,

remaja yang bisa bersikap dan bertindak atas dasar nilai-nilai/norma dan etika yang

ada dilingkungannya. Sedangkan dalam masa yang sama mereka memiliki keinginan

untuk berbeda daripada orang lain, sehingga akibatnya remaja berusaha menampilkan

diri mereka agar menarik perhatian masyarakat. Kebingungan yang dialami oleh

remaja dalam menentukan siapakah diri mereka inilah sebenarnya merupakan puncak

terjadinya penyimpangan perilaku dalam kehidupan remaja.

5

Salah satu bentuk dari perilaku pada remaja yaitu remaja mudah terjebak

dalam arus coba-coba. Seperti beberapa remaja mencoba berbagai dandanan/make up,

memakai produk fashion yang sedang trend seperti pakaian, sepatu, tas dan aksesoris

yang menyeret mereka kepada perilaku konsumtif.

Konsumtif biasanya digunakan perilaku konsumen untuk menunjuk pada

perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar daripada nilai produksi

barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Bagi produsen, kelompok usia

remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola

konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya

mudah terbujuk oleh rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan

cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang

dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Di kalangan remaja yang memiliki orang dengan kelas ekonomi yang cukup

berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin

menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar.

Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas

dengan sesuatu yang dimilikinya. Remaja lebih senang menghambur-hamburkan

uangnya untuk membeli produk fashion. Sehingga munculah perilaku konsumtif

terhadap produk fashion.

Perilaku konsumtif kebanyakan dilakukan oleh remaja putri. Pada remaja

putri mudah terpengaruh oleh bujukan penjual, sering tertipu karena tidak sabar

dalam memilih barang, mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu

6

setelah memasuki toko, kurang menikmati kegiatan belanja sehingga sering berburu-

buru mengambil keputusan membeli. Sedangkan remaja pria lebih tertarik pada

warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaanya, remaja pria tidak mudah

terbawa arus bujukan penjual, remaja pria menyenangi hal-hal yang romantis

daripada obyektif remaja pria cepat merasakan suasana toko, remaja pria senang

melakukan kegiatan berbelanja walaupun hanya melihat-lihat saja tapi tidak membeli

(Tambunan, 2001).

Menurut penjelasan diatas dapat dilihat bahwa remaja putri lebih dominan

dalam berperilaku konsumtif sehingga penulis mengambil subyek untuk penelitian

adalah remaja putri. Remaja putri sangat menggemari produk fashion. Berbagai

macam produk fashion seperti pakaian yang sedang trend selalu diburu oleh remaja

putri. Pada saat jalan di mall atau butik-butik ternyata remaja lebih sering

membelanjakan uangnya untuk membeli produk fashion daripada membeli barang-

barang lainnya. Karena menurut survey diatas ternyata remaja putri lebih banyak

membeli pakaian daripada barang lainnya.

Kebanyakan dari remaja putri lebih banyak konsumtif karena mereka memang

lebih banyak menjadi target pemasaran produk. Belum lagi sifat alamiah perempuan

yang mudah tergoda dengan orang lain sehingga mereka memiliki barang dengan

berbagai variasi. Padahal kalau dilihat dari kualitas dan fungsinya sama saja (www.

Perempuan.com//20/03/2008). Hal ini dapat dikuatkan dengan wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada salah satu guru BK SMU Muhammadiyah 2

Yogyakarta yang mengatakan bahwa remaja putri di SMU Muhamadiyah 2

7

Yogyakarta cara berpakaian mereka sama, motif dan modelnya sama. Misalnya

dalam kegiatan ekstrakurikuler pakaian yang mereka gunakan glamour, fashionable

dan kebanyakan sama antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat menunjukkan

gejala timbulnya perilaku konsumtif pada remaja putri. Selain hal itu ada beberapa

hal lain yang menunjukkan adanya perilaku konsumtif pada remaja putri SMU

Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Hal ini terlihat dari seringnya siswi menunggak

membayar SPP.

Remaja putri ingin tampil cantik dan sempurna sehingga mereka sangat

mengutamakan penampilan mereka. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti

pada empat orang remaja putri SMU Muhammadiyah 2 Yogyakarta pada tanggal 18

Juli 2008. Mengatakan bahwa ” perilaku konsumtif yang mereka lakukan disebabkan

karena banyaknya uang saku yang diberikan oleh orang tua. Sehingga mereka terlalu

mudah untuk membelanjakannya sesuai dengan keinginan mereka. Subyek juga

sering menggunakan uang yang diberikan oleh orang tua untuk membayar keperluan

sekolah digunakan mereka untuk membeli barang-barang produk fashion (pakaian).

enurut mereka uang saku yang diterima dari orang tuanya sangat banyak. Karena

untuk biaya sekolah dan makan sehari-hari terpisah dengan uang saku perbulan

mereka. Sehingga dengan uang saku yang cukup remaja putri menjadi lebih senang

melakukan aktivitas bersama-sama teman sebaya diluar rumah seperti nongkrong,

shopping. Aktivitas itu dilakukan oleh remaja untuk bersenang-senang. Hal ini yang

kemudian menunjukkan bahwa remaja putri berperilaku konsumtif.

8

Subyek mudah terpengaruh oleh lingkungan teman sepergaulannya. Misalnya

saja ketika mereka melakukan transaksi jual beli, terkadang remaja putri harus

mendengarkan pendapat dari teman sebayanya. Subyek meminta pendapat kepada

teman yang lain pada saat akan membeli barang yang sedang ngetrend dikalangan

remaja. Pada saat subyek berjalan-jalan dipusat perbelanjaan ada barang yang mereka

anggap menarik mereka langsung membeli barang tersebut tanpa memikirkan

kegunaan barang tersebut.

Beberapa subyek yang tidak tinggal dengan orang tuanya atau ngekos. Mereka

mengatakan tidak bisa mengontrol pengeluaran uang anaknya. Mereka biasa

menggunakan jatah yang seharusnya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari

dan sekolah misalnya untuk membeli keperluan sekolah menjadi diselewengkan

untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan.

Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa penyebab permasalahan

perilaku konsumtif tersebut sesuai dengan aspek-aspek perilaku konsumtif yaitu

pembelian secara berulang, pembelian secara tidak rasional dan pemborosan.

Remaja dalam masa perkembangannya cenderung bersikap hati-hati dalam

menjaga terhadap hal yang dapat merusak penampilan. Hal yang berkaitan erat

dengan penampilan adalah pakaian. Pakaian disebut juga sebagai fashion. (Salim,

1990). Pakaian merupakan symbol status bagi remaja (Hurlock,1974). Pengertian

perilaku konsumtif diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak

tuntas. Artinya, belum habis satu produk dipakai, sudah menggunakan produk jenis

yang sama tapi dengan merek berbeda. Misalnya membeli barang karena hadiah yang

9

ditawarkan oleh orang lain dan membeli satu produk karena banyak orang yang

memakai produk tersebut (www.dpu-online.com). Perilaku konsumtif ini membeli

tidak sesuai dengan pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan. Salah

satu pola hidup konsumtif pada remaja putri adalah shopping atau gila belanja.

Belanja bukan saja untuk memenuhi kebutuhan, tapi sudah menjadi gaya hidup

sendiri bagi remaja putri. Walaupun tidak ada kebutuhan yang sangat mendesak

(primer), tapi karena sudah menjadi trend bagi remaja putri.

Penulis melakukan observasi terhadap 70 subyek yang terbagi dalam beberapa

butik yaitu Cantik, Post mode, Bluza, Miami dan Ambarukmo plaza, Ramai mall,

Malioboro mall pada tanggal 25 April 2008, menunjukan bahwa 90 % orang-orang

yang berbelanja di butik tersebut adalah remaja putri dan sisanya 10 % adalah ibu-

ibu. Hal ini memperlihatkan bahwa kebanyakan remaja putri senang melakukan

aktivitasnya berada diluar rumah yaitu dengan berbelanja atau shopping. Apabila ada

barang keluaran terbaru para remaja tersebut langsung menyerbu berbagai pusat

perbelanjaan untuk membeli produk terbaru yang sesuai dengan mode.

Remaja putri ingin berpenampilan sebaik mungkin sehingga berusaha

mengikuti mode fashion yang sedang beredar. Remaja beranggapan dengan

menggunakan mode fashion yang terbaru dengan penampilan yang trendi bagi remaja

penampilan trendi merupakan penampilan terbaru.

Berdasarkan hasil wawancara pada Merita, pemilik butik Post Mode pada

tanggal 25 April 2008. Remaja putri mengunjungi pusat perbelanjaan pada awal dan

akhir bulan. Remaja cenderung membeli barang dengan jumlah banyak yang sesuai

10

dengan trend. Agar diterima oleh teman sebanya remaja harus mampu menyesuaikan

diri dengan perkembangan trend fashion yang baru. Produk fashion yang digemari

oleh remaja kebanyakan adalah pakaian. Perkara pakaian kerap menggoda remaja

berperilaku konsumtif. Remaja putri merasa nyaman memakai pakaian rumah mode

terkenal, atau rancangan desainer kelas dunia. Remaja putri merasa bangga dan

menyimpan naluri konsumtif yang ada pada diri mereka. Remaja lebih senang apabila

orang lain kagum dengan apa yang dia kenakan (Osolihin, 2007).

Hasil penelitian Surindo (Isnaini, 2008) tentang Behaviorial Trend of

generation yang menunjukkan bahwa frekuensi membeli pada remaja untuk

meningkatkan trend mode merupakan peringkat teratas yakni membeli pakaian lebih

dari satu kali dalam 1 bulan sebesar 99 %, sedangkan untuk membeli asesoris agar

berpenampilan menarik seperti jam tangan, ikat pinggang, dompet, kaca mata dan

sepatu sebesar 89 %.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif terhadap produk

fashion. Pertama faktor eksternal yang meliputi, kebudayaan, kelas sosial, kelompok

sosial dan kelompok referensi, keluarga. Kedua faktor internal yaitu motivasi,

pengamatan, belajar, kepribadian, konsep diri, sikap (Swastha & Handoko, 1987).

Salah satu yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah konsep diri. Konsep diri

telah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas akhir-akhir ini untuk

menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merk. Pada

penelitian ini perilaku konsumtif terhadap fashion konsumtif pada remaja putri akan

ditinjau dari hubungannya dengan konsep diri.

11

Pembentukan konsep diri merupakan suatu hal terpenting dalam

perkembangan remaja. Konsep diri merupakan ide, pikiran, kepercayaan dan

pendirian yang diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi individu. Konsep diri

juga merupakan bagian penting dari kepribadian seseorang yaitu sebagai penentu

bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku. Mead (Burn,1993) menjelaskan

bahwa, Konsep diri sebagai suatu obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu

hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang-

orang lain bereaksi kepadanya.

Pada remaja konsep diri cenderung tidak konsisten. Hal ini disebabkan karena

perilaku remaja yang dipersepsi oleh remaja cenderung berubah. Remaja

mengevaluasi konsep diri yang sudah mereka miliki sejak kecil sampai pada

akhirnya remaja mempunyai sebuah konsep diri yang konsisten, baik itu konsep diri

positif maupun negatif. Konsep diri inilah yang nantinya akan membentuk suatu

kepribadian yang baik atau kurang baik. Seorang individu akan berkembang kearah

positif apabila antara yang ideal dengan yang sesungguhnya terdapat banyak

kesamaan atau terjadi sinkronisasi (Nurdjayadi & Zebua, 2001). Rogers (Burn,1993),

Didalam formulasinya mengenai konsep diri yang ideal, menunjukkan bahwa

persepsi mengenai diri yang ideal menjadi lebih realistis, dan diri menjadi lebih

congruent (sama dan sebangun) dengan diri yang ideal, sebagai akibat dari terapi.

Menurut Alport (Burn, 1993), konsep diri yang ideal yang menunjukkan tujuan-

tujuan seseorang bagi masa depannya. Seorang Individu yang mempunyai konsep diri

tinggi atau positif pada umumnya mempunyai ciri-ciri percaya diri, penerimaan diri

12

yang baik, optimis, harga dirinya tinggi, memiliki perasaan aman, dan tidak mudah

cemas (Apollo, 2007), Sedangkan Snygg & Combs (Winayoga, 1999)

mengungkapkan ciri remaja yang memiliki konsep diri positif antara lain : spontan,

kreatif dan osisinil, menghargai diri sendiri dan orang lain, bebas dan mampu

mengantisipasi hal-hal negatif serta memandang dirinya secara utuh, disukai

diinginkan dan diterima oleh orang lain. Dari pendapat ini remaja mampu

menampilkan dirinya secara bebas tanpa merasa terbebani, sehingga cenderung akan

menghindari hal-hal negatif termasuk gaya hidup dengan perilaku konsumtif.

Berbeda dengan remaja yang mempunyai konsep diri yang negatif. Menurut Fitts

(Winayoga, 1999), karakteristik remaja yang mempunyai konsep diri yang negatif

adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, mengalami tingkat kecemasan

tinggi, tidak mampu mengambilkan manfaat dari pengalaman negatif yang

dialaminya. Remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan luar merasa aneh dan asing

terhadap dirinya sendiri sehingga menjadi sulit bergaul, serta tidak memiliki

pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya rendah.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa adanya suatu keterkaitan antara

konsep diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk fashion pada remaja putri.

Perilaku konsumtif merupakan bentuk khusus dari perilaku membeli yang cepat dan

sering dilakukan oleh remaja putri dalam rangka untuk menunjang penampilan diri

mereka yang terkait dengan pembentukan konsep diri mereka. Sehingga remaja putri

yang memiliki konsep diri yang positif dapat lebih terhindar dari perilaku konsumtif

terhadap produk fashion.

13

METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah remaja putri SMU Muhammadiyah 2

Yogyakarta . Yang berusia 15-17 tahun

B. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan

menggunakan dengan skala. Skala yang digunakan ada 2 macam skala yaitu Skala

Perilaku Konsumtif dan Skala Konsep diri.

C. Metode Analisis Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yang termasuk

dalam penelitian korelasional. Yaitu hubungan antara konsep diri dengan perilaku

konsumtif terhadap produk fashion pada remaja. Teknik korelasi ini digunakan juga

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara konsep diri dengan perilaku

konsumtif terhadap fashion. Pada remaja. Pengolahan data, peneliti menggunakan

program komputer SPSS 16.00 for Windows

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Uji Asumsi

Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji

Asumsi pada penelitian korelasional terdiri dari uji normalitas dan uji

14

linearitas.sebagai syarat untuk pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan yang ditarik

tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. Uji asumsi ini dilakukan dengan

bantuan komputer program SPSS (Statistical Programme for Social Science) 16.00

for windows.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah sebaran skor pada

variabel penelitian mengikuti distribusi kurve normal atau tidak. Uji normalitas

dilakukan dengan menggunakan teknik teknik one sample kolmogorov smirnov test

pada program komputer SPSS for windows 16.00 for windows. Kaidah untuk

mengetahui normal tidaknya sebaran skor pada variabel yang mengikuti kurve normal

jika harga p dari nilai Ks-z atau nilai Chi Square lebih besar dari 0,05 (p>0.05).

Apabila harga p dari nilai Ks-z atau nilai Chi Square kurang dari 0,05 (p<0.05) maka

sebarannya dinyatakan tidak normal. Dari hasil pengolahan data perilaku konsumtif

diperoleh koefisien K-SZ = 0.645 dengan p = 0.799 (p>0.05). Dan dari hasil

pengolahan data konsep diri dipeoleh hasil koefisien K-SZ= 0.490 dengan p = 0.970

(p>0.05). Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data konsep diri dan

perilaku konsumtif terhadap produk fashion, terdistribusi atau tersebar dengan

normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas variabel penelitian. Hal

ini diperlukan untuk dapat menentukan taraf hubungan antara variabel secara tepat.

Berdasarkan hasil uji linearitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan

15

yang linear antara variabel - variabel penelitian. Hubungan antara kedua variabel

dikatakan linear apabila p < 0.05 sebaliknya jika hubungan antara kedua variabel

dikatakan tidak linear apabila p > 0.05.

Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program

For Social Science) 12.00 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan

koefisien F = 5.587 dengan p = 0.021 (p < 0.05). Berdasarkan hasil analisis di atas

dapat dikatakan bahwa hubungan antara dukungan sosial (ibu) dan kecemasan

menghadapi menarche memenuhi asumsi linearitas.

2. Uji Hipotesis

Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel dukungan sosial

(ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche, nilai r = -0.196 dengan p = 0.022 (p

< 0.05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan

antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche, sehingga

hipotesis yang diajukan dapat diterima.

Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara dukungan sosial (ibu)

dengan kecemasan menghadapi menarche menunjukkan angka sebesar 0.038 yang

berarti dukungan sosial (ibu) memberikan sumbangan sebesar 3.8 % terhadap

kecemasan menghadapi menarche.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi product

moment dari Pearson, maka hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan yang

16

negatif yang sangat signifikant antara konsep diri dengan perilaku konsumtif

terhadap produk fashion pada remaja putri dapat diterima dengan koefisien korelasi

(r) sebesar -0,386 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Dengan hasil tersebut dapat diartikan

bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan

perilaku konsumtif terhadap produk fashion. Semakin tinggi konsep diri maka

semakin rendah perilaku konsumtif terhadap produk fashion, demikian pula

sebaliknya semakin rendah konsep diri semakin tinggi perilaku konsumtif terhadap

produk fashion. Hal ini dapat dilihat dari koefisien determinasi r = sebesar 0.149 %

menunjukkan bahwa sumbangan efektif konsep diri terhadap perilaku konsumtif

terhadap produk fashion dalam penelitian ini sebesar 14,9 %.

Fitts (Widiarti & Tarakanita, 2002), mengatakan bahwa konsep diri

mempengaruhi perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.. Ketika

remaja memiliki gambaran yang ada pada dirinya sendiri dan merasa percaya diri

dengan apa yang sudah dia miliki, maka remaja tidak terpengaruh dengan lingkungan

diluar mereka. Sedangkan remaja yang tidak bisa melihat gambaran atau persepsi

yang ada pada dirinya, maka remaja tersebut cenderung kurang percaya diri dan akan

mudah terpengaruh dengan lingkungan dari luar. Berdasarkan hasil kategorisasi

variabel Konsep diri terdapat 0 % (0rang) yang memiliki konsep diri rendah, 79.01%

(64 orang) subyek yang memiliki konsep diri sedang, 20.99 % (17 orang) subyek

yang memiliki konsep diri rendah. Dari hasil kategorisasi variabel perilaku konsumtif

dapat diketahui bahwa terdapat 0 % (0 orang ) yang memiliki perilaku konsumtif

tinggi. Sedangkan subyek yang memiliki perilaku konsumtif sedang 80.25 % (65

17

orang) dan subyek yang memiliki perilaku konsumtif rendah sebanyak 19.75% (16

orang ). Dari hasil kategorisasi tersebut menunjukkan bahwa subyek dalam penelitian

ini memiliki perilaku konsumtif terhadap produk fashion (pakaian) yang cenderung

sedang.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh sumbangan efektif variabel konsep diri

terhadap perilaku konsumtif terhadap produk fashion sebesar 14,9 %.

Pada penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yaitu referensi teori dari

variabel tergantung yang didapat sangat sedikit. Proses pengambilan data dilakukan

pada saat jam pelajaran sekolah sehingga subyek tidak begitu antusias dalam

menjawab pertanyaan angket sehingga beberapa angket tidak dapat dianalisis karena

jawaban subyek tidak lengkap. Selain itu kondisi ruang kelas yang gaduh karena

hanya siswi saja yang diminta untuk mengisi angket sementara siswa tetap berada

didalam kelas. Pada penelitian ini pilihan jawaban pada alat ukur/skala perilaku

konsumtif menunjukkan sikap. Padahal seharusnya alat ukurnya pada penelitian ini

menjelaskan perilaku. Pada penelitian ini lokasi pengambilan untuk survey kurang

tepat karena dilakukan di sebuah Butik Pakaian.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Konsep diri berhubungan

negatif yang sangat signifikan dengan perilaku konsumtif. Semakin tinggi konsep diri

maka semakin rendah perilaku konsumtifnya terhadap produk fashion, Sebaliknya

semakin rendah konsep diri maka semakin tinggi perilaku konsumtif terhadap produk

18

fashion pada remaja. Hal tersebut bearti bahwa hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini dapat diterima

SARAN

Berkaitan dengan hasil penelitian ilmiah ini, maka penulis merekomendasikan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Subjek Penelitian (Remaja)

Bagi subyek penelitian diharapkan dengan adanya penelitian ini

diharapkan dapat mengontrol perilaku konsumtifnya terhadap produk fashion

dengan cara meningkatkan konsep dirinya.

2. Bagi pihak Sekolah

Bagi pihak sekolah sebaiknya lebih meningkatkan kedisiplinan pada siswa

siswinya dan mengajarkan pada sisiwanya sedini mungkin untuk hidup hemat

dan tidak boros. Selain itu dari pihak sekolah memberikan kegiatan ekstra

kurikuler yang dapat mengisi waktu luang siswa.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan topik

yang sama mengenai konsep diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk

fashion pada remaja putri, diharapkan meneliti dengan menggunakan metode

kualitatif untuk mendapatkan data yang lengkap dan lebih valid. Selain

wawancara yang lebih mendalam kepada subyek, peneliti juga dapat menjalin

rapport dengan baik kepada subyek. Sehingga subyek mau memberikan

informasi dan mengungkapkan permasalahan yang dialaminya.

19

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H.2006. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama

Ali, Mohammad.2004. Psikologi remaja perkembangan peserta didik Jakarta : PT

Bumi Aksara Apollo, 2007. Hubungan antara Konsep diri dengan Kecemasan Berkomunikasi

secara Lisan pada Remaja. Manasa.Vol 1, No 1.Juni. Hal 17-31. . Baron, R.A & Byrne, D.2003. Psikologi Sosial, Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Berzonsky, M.D.1981. Adolescent Development. New York : Mac Millan Publishing.

Co.Ltd. Burn. 1993. Konsep Diri Teori Pengukuran Perkembangan dan Perilaku. Jakarta :

Arcan Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia. Hurlock, E.B. 1974. Personality Development. New Delhi : Tata McGraw-Hill. Isnaini, N. 2008. Hubungan Locus of control dengan perilaku konsumtif pada remaja

putri. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Wangsamanggala.

Mahdalela, 1998. Peran Intensitas Interaksi Dengan Teman Di Lingkungan Pergaulan

Sekolah Terhadap Sikap Konsumtif. Psikologika Nomor 5 Tahun III., Hal 39-47.

Osolihin, 2007. Lampu Merah Konsumtif. http//Wordpress.com/3/04/2008. Swastha, B & Handoko. H. 1987.Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku

Konsumen. Yogyakarta : Liberty. Tambunan, R, 2001. Remaja dan perilaku konsumtif. http://www.e-psikologi.com.03/ 04/2008. Zebua & Nurdjayadi, 2001. Hubungan antara konformitas dan konsep diri dengan

perilaku konsumtif pada remaja putri, Journal Phronesis, Vol 3.No 6.Des. Hal 72-80.

20

___________ Perilaku Konsumtif. http//www. Perempuan.com/20/03/2008. ___________ Tinggalkan Perilaku Konsumtif. http //www. dpu – online.com/ 07/03/2008.

21

Identitas Penulis

Nama : Arienda Alfia Rauufaida

Alamat : Jl Ngadiwinatan Ng 1 / 1167 Yogyakarta 55000

No HP : 081804158615

22