naskah publikasi hubungan antara pola pikir … · sangat menentukan apa yang dapat dicapainya...

25
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN Oleh : Ajeng Prasetya Dewi Sonny Andrianto PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006

Upload: vocong

Post on 02-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA

DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN

Oleh :

Ajeng Prasetya Dewi

Sonny Andrianto

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2006

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA

DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing

( Sonny Andrianto S. Psi., M. Si )

HUBUNGAN ANTARA POLA PIKIR DENGAN KECEMASAN BERBICARA

DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN

Ajeng Prasetya Dewi Sonny Andrianto

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Muhammadiyah Purwokerto angkatan 2003 dengan jumlah subjek 125 orang. Skala yang digunakan adalah Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan kesimpulan dari dua teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers (2004). Skala Pola pikir juga disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rini (2002). Skala Pola Pikir lebih cenderung pada pola pikir negatif.

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Korelasi Product moment dari Pearson menunjukkan bahwa nilai r = 0,649 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01), artinya ada hubungan yang sigifikan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Kecemasan Berbicara di Depan Umum, Pola Pikir

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Sebagai seorang calon guru, Mahasiswa Fakultas Keguruan dituntut untuk

mempunyai kemampuam berbicara di depan umum, disamping keahlian

mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Mengungkapkan pikiran secara lisan

diperlukan kemampuan penguasaan bahasa yang baik supaya mudah dimengerti oleh

orang lain dan pembawaan diri yang tepat. Pembawaan diri yang dimaksud adalah

adanya kepercayaan diri, kemampuan dalam stabilitas emosi, sanggup menampilkan

gagasan-gagasan secara lancar dan teratur, serta memperlihatkan suatu sikap gerak-

gerik yang tidak kaku.

Sama halnya dengan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadyah Purwokerto (FKIP UMP) yang terdiri dari tujuh jurusan,

dituntut untuk mempunyai kemampuan berbicara didepan umum. Oleh sebab itu

mahasiswa yang telah memasuki semester enam diwajibkan untuk mengambil mata

kuliah microteaching (mengajar dalam lingkup kecil) dan seminar. Selain itu, setiap

jurusan mempunyai mata kuliah dengan nama yang berbeda-beda, tetapi pada intinya

mata kuliah tersebut melatih kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum.

Tujuh mahasiswa angkatan 2003 FKIP UMP yang mewakili masing-masing

jurusan diwawancarai oleh peneliti, dari tanggal 20-22 Maret 2006. Seorang

mahasiswa dari jurusan Matematika yang merupakan ketua dari Dewan Mahasiswa

FKIP UMP mengaku dirinya tidak begitu canggung ketika sedang berbicara di depan

umum. Selain karena dirinya sudah terbiasa berbicara di depan umum juga karena

dirinya selalu memikirkan hal-hal yang menyenangkan dari setiap aktivitasnya. Enam

mahasiswa mengaku bahwa mereka sering mengalami kecemasan ketika

membawakan presentasi di depan kelas. Adanya perasaan takut dan khawatir berbuat

banyak kesalahan serta tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman-

temannya. Tujuh mahasiswa ini juga menilai bahwa hampir seluruh teman satu

kelasnya mengalami hal yang serupa, perasan cemas tersebut sangat terlihat ketika

setiap mahasiswa mendapat gilirannya untuk berbicara di depan kelas. Hanya

beberapa orang saja yang terlihat santai ketika berbicara di depan kelas.

Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal

yang hampir pasti dialami oleh semua orang. Bahkan seseorang yang telah

berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

Menurut Osborne (2004) perasaan cemas ini muncul karena takut secara fisik

terhadap pendengar, yaitu takut ditertawakan orang, takut bahwa dirinya akan

menjadi tontonan orang, takut bahwa apa yang akan dikemukakan mungkin tidak

pantas untuk dikemukakan, dan rasa takut bahwa mungkin dirinya akan

membosankan.

Rini (2002) mengatakan bahwa perasaan ini muncul karena melemahnya rasa

percaya diri sehingga dalam pikiran seseorang muncul pikiran-pikiran negatif

mengenai dirinya. Ada juga anjuran supaya seseorang harus mempersiapkan diri

sebaik-baiknya sebelum berbicara di depan umum, tetapi perasaan cemas ini tetap

ada. Keinginan untuk bersikap sebaik-baiknya mendorong munculnya perasaan

cemas. Secara negatif, pikiran seseorang biasanya terbebani oleh ketakutan untuk

membuat kesalahan dan kekhawatiran akan gagal, kecemasan jika melakukan

kekonyolan dan berbagai bayangan-bayangan negatif lainnya

(http://tao.infoproduk.com/index.php?p=97#more-97).

Individu yang pemalu dan cemas secara sosial cenderung untuk menarik diri

dan tidak efektif dalam interaksi sosial, ini dimungkinkan karena individu tersebut

mempersepsi akan adanya reaksi negatif. Kecemasan merupakan suatu kekurangan

dalam hubungan sosial, karena individu yang gugup (nervous) dan terhambat

mungkin menjadi kurang efektif secara sosial, misalnya ketika individu mengalami

nervous, individu tersebut mungkin menunjukkan indikasi-indikasi seperti gemetar,

gelisah, menghindari orang lain, tidak lancar berbicara dan kesulitan konsentrasi

(Dayakisi & Hudaniah, 2003).

Kecemasan yang terjadi pada diri individu akan membuat individu tersebut

merasa rendah diri, meremehkan diri sendiri, menganggap dirinya tidak menarik dan

menganggap dirinya tidak menyenangkan untuk orang lain. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa individu yang cenderung mengalami kecemasan ditandai dengan

ketegangan otot dan adanya tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi. Kemudian,

individu tersebut akan menolak untuk bersosialisasi dengan orang lain, keadaan

individu akan membaik ketika ketegangannya berkurang (Teichman, 1974).

Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pikiran seseorang

sangat menentukan apa yang dapat dicapainya dalam kehidupan ini. Mapes (2003)

menyatakan bahwa setiap orang memiliki pola-pola pikiran tertentu dan secara sadar

atau tidak sadar mereka berusaha berperilaku untuk mewujudkan apa yang ada dalam

pikirannya itu. Pikiran yang kerdil akan membuat seseorang menjadi kerdil.

Seseorang yang sering mengalami musibah kebanyakan berpola pikir takut musibah,

selalu cemas atau selalu memikirkan kecelakaan. Sebaliknya, orang yang selalu

bergembira memang berpola pikir gembira, mampu melihat kebaikan dalam setiap

peristiwa, tidak ada kecenderungan menyakiti diri sendiri dan orang lain.

Rahayu, dkk (2004) memaparkan hasil penelitiannya, bahwa semakin

seseorang berpola pikir positif maka semakin rendah kecemasan berbicara di depan

umum, sebaliknya semakin seseorang berpola pikir negatif maka akan semakin tinggi

kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini dapat disebabkan karena individu

membangun pesan-pesan yang negatif dan memperkirakan hal-hal yang negatif

sebagai hasil keikutsertaannya dalam interaksi komunikasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinniah, dkk (2003) juga menunjukkan

bahwa takut pada evaluasi negatif secara tidak langsung dapat mempengaruhi

kesehatan mental melalui menghindari hubungan sosial dan distress. Artinya, ketika

seseorang dikritik mengenai hal-hal negatif yang dilakukannya maka cenderung

menyebabkan individu tersebut mengalami distress dan menghindari hubungan

sosial, kemudian akan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Sebagian besar,

kecemasan berbicara di depan umum disebabkan karena individu membangun

perasaan negatif dan memperkirakan hasil-hasilnya yang negatif sebagai hasil

keterlibatannya dalam interaksi komunikasi, takut akan kesalahan-kesalahan yang

dilakukannya, kemudian orang lain akan menertawakan dan memberikan sindiran-

sindiran pedasnya.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Olfson, dkk (2000),

dijelaskan bahwa kecemasan dalam interaksi sosial lebih sering dikarenakan adanya

pikiran-pikiran negatif dalam diri individu. Individu merasa orang lain tidak dapat

menerima dirinya karena perbedaan-perbedaan yang dimilikinya, seperti perbedaan

status sosial, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

Tinjauan Pustaka

Pengertian Kecemasan Berbicara di Depan Umum

Daradjat (1969) menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari berbagai

proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami

tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Ada beberapa jenis rasa

cemas, yaitu cemas akibat mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya, rasa

cemas berupa penyakit yang dapat mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.

Selanjutnya, rasa cemas karena perasaan berdosa atau bersalahyang nantinya dapat

menyertai gangguan jiwa. Sedangkan Chaplin (2000) berpendapat bahwa kecemasan

merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai rasa-

rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.

Sementara itu, kecemasan menurut Lazarus (1976) mempunyai dua arti, yaitu:

a. Kecemasan sebagai respon digambarkan sebagai suatu pengalaman yang dirasakan

tidak menyenangakan serta diikuti dengan suasana gelisah, bingung, khawatir dan

takut. Bentuk kecemasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. State anxiety, merupakan gejala kecemasan yang sifatnya tidak menetap pada

diri individu dihadapkan pada situasi tertentu, gejala ini akan tampak selama

situasi tersebut masih ada.

2. Trait anxiety, kecemasan yang tidak tampak langsung dalam tingkah laku tetapi

dapat dilihat frekuensi dan intensitas keadaan kecemasan individu sepanjang

waktu, merupakan kecemasan yang sifatnya menetap pada diri individu dan

timbul dari pengalaman yang tidak menyenangkan pada awal kehidupan.

Kecemasan tersebut berhubungan dengan kepribadian individu yang

merupakan disposisi pada individu untuk menjadi cemas.

b. Kecemasan sebagai intervening variable disini lebih mempunyai arti sebagai

motivating solution, artinya situasi kecemasan tersebut dapat mendorong individu

agar dapat mengatasi masalah.

Nevid, dkk (1997) menganggap kecemasan sebagai suatu keadaan takut atau

perasaan tidak enak yang disebabkan oleh banyak hal seperti kesehatan individu,

hubungan sosial, ketika hendak menjalankan ujian sekolah, masalah pekerjaan,

hubungan internal dan lingkungan sekitar. Kemudian, menurut Hudaniah dan

Dayakisni (2003) pada umumnya kecemasan berwujud ketakutan kognitif,

keterbangkitan syaraf fisiologis dan suatu pengalaman subjektif dari ketegangan atau

kegugupan. Beberapa individu juga mengalami perasaan tidak nyaman dengan

keehadiran orang lain, biasanya disertai dengan perasaan malu yang ditandai dengan

kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Keadaan

individu yang seperti ini dianggap mengalami kecemasan sosial.

Burgoon dan Ruffner (1978) menjelaskan hambatan komunikasi

(Communication Apprehension) sebagai suatu reaksi negatif dari individu berupa

kecemasan yang dialami individu ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar

pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi masa. Penelitian kali ini

yang akan ditekankan adalah pada kecemasan berbicara di depan umum.

Batasan antara communication apprehension dengan kecemasan berbicara di

depan umum adalah bahwa individu dengan communication apprehension yang

tinggi akan mengalami kecemasan ketika menghadapi berbagai macam konteks

komunikasi. Individu yang mengalami kecemasan berbicara di depan umum tidak

mengalami kecemasan pada situasi komunikasi biasa. Individu biasanya menjadi

cemas sehubungan dengan situasi berbicara di depan umum. Kecemasan berbicara di

depan umum termasuk dalam bentuk komunikasi kelompok besar, generally anxious

in variety of communication contexts. Kecemasan berbicara di depan umum biasa

disebut dengan istilah “Stage Fright”, yaitu keadaan takut atau cemas pada saat

membayangkan atau situasi nyata berbicara di depan umum. Penekanannya adalah

bahwa fenomena kecemasan berbicara di depan umum berpusat pada pembicara.

Individu yang mengalami kecemasan akan merasakan adanya perubahan psikis dan

psikologis. Perubahan psikis yang dialami individu yang cemas ditandai dengan

perasaan tegang, khawatir dan takut. Perubahan fisiologis yang terjadi misalnya

denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah meningkat.

Selanjutnya McCroskey (1984) menyebutkan ada empat jenis Communication

Apprehension (CA), yaitu CA as a trait, CA in gereralized context, CA with

generalized people, CA as a state. Kecemasan berbicara di depan umum termasuk

dalam jenis CA in generalized context. Beberapa individu mengalami kecemasan

hanya pada kondisis tertentu, maksudnya ada tipe general dari setting/kondisi

komunikasi yang menimbulkan kecemasan, yaitu komunikator. Penekanannya adalah

bahwa fenomena kecemasan berbicara di depan umum berpusat pada pembicara.

Konteks yang paling banyak ditemui adalah berbicara di depan umum (Public

Speaking), misalnya memberikan pidato, presentasi di depan kelas, pada saat

pertemuan atau meeting. Individu akan mengalami kecemasan ketika mulai

membayangkan sampai berlangsungnya pengalaman berbicara di depan umum.

Sejalan dengan itu, Beaty (Opt & Loffredo, 2000) juga menyebut kecemasan

berbicara di depan umum dengan istilah “communication apprehension”. Beaty

menjelaskan bahwa kecemasan berbicara di depan umum merupakan bentuk dari

perasaan takut atau cemas secara nyata ketika berbicara di depan orang-orang sebagai

hasil dari proses belajar sosial.

Ada perbedaan antara berbicara di depan umum dengan pembicaraan biasa,

pada konteks pembicaraan biasa individu merasa aman untuk menyampaikan pikiran-

pikirannya. Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan biasa adalah adanya

proses memberi dan menerima, proses komunikasi dua arah (dialog). Berbeda dengan

berbicara di depan umum, begitu individu mulai berbicara di depan umum, secara

otomatis individu teersebut menjadi pemimpin dan memegang kendali penuh dari

banyak orang. Proses komunikasi berubah menjadi satu arah (monolog). Individu

yang takut berbicara di depan umum biasanya akan menghindarinya, kemudian akan

berlanjut berubah menjadi fobia nyata. Ketakutan dan kecemasan berbicara di depan

umum ditandai dengan perasaan gelisah dan perasaan tertekan (Rogers, 2004).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum adalah

suatu keadaaan tidak nyaman yang sifatnya tidak menetap pada diri individu, pada

situasi berbicara di depan orang banyak. Hal ini akan ditandai dengan reaksi fisik dan

psikologis.

Komponen-komponen dalam penyusunan skala ini merupakan kesimpulan

dari dua teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni (2003) dan Rogers

(2004), yaitu: aspek fisik, aspek kognitif, aspek perilaku dan aspek emosional.

Semakin tinggi nilai pada skala ini, maka semakin tinggi kecemasan berbicara di

depan umum. Semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala ini, maka semakin

rendah kecemasan berbicara di depan umum.

Pengertian Pola Pikir

Berpikir merupakan aktivitas mental, yang berbentuk pemrosesan informasi

secara kognitif dengan memanfaatkan persepsi, konsep-konsep, symbol-simbol dan

gambar (Bruno, 1989). Menurut Bono (1990), berpikir merupakan eksplorasi

pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan.

Sedangkan pola pikir mempunyai pengertian kecenderungan manusiawi yang

dinamis, sehingga dapat berpengaruh terhadap kehidupan. Pola pikir seseorang dapat

membantu dalam menyelesaikan masalahnya, dapat pula merugikannya (Williams,

2004). Pola pikir yang dimaksud terbagi menjadi dua macam :

1) Pola pikir positif, yaitu kecenderungan individu untuk memandang segala sesuatu

dari segi positifnya dan selalu berpikir optimis terhadap lingkungan serta dirinya

sendiri. Pola pikir inilah yang dapat membantu individu dalam mngatasi

masalahnya.

2) Pola pikir negatif, yaitu kecendurngan individu untuk memandang segala sesuatu

dari sisi negatif. Individu dengan pola pikir negaitif selalu menilai bahwa dirinya

tidak mampu, terus menerus mengingat hal-hal yang menakutkan. Pola pikir

negatif lebih memberikan dampak yang merugikan bagi kehidupan individu.

Pola pikir yang dimaksud dalam penelitian ini tidak sama dengan self

image. Batasannya, self image lebih pada gambaran diri individu yang diinginkan

atau yang ingin dicapai (Wulyo, 1990). Individu dengan pola pikir tertentu bukan

karena menginginkan sesuatu tapi lebih dikarenakan pengaruh keyakinan dirinya

yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya. Misalnya, individu yang

memakai pola pikir negatif dengan perasaan pesimisnya akan terus menerus

mengingat sesuatu yang menakutkan berhubungan dengan pengalamannya

maupun pengalaman orang lain. Akibatnya, rasa takut menjadi lebih besar dan

individu tersebut meyakini bahwa apa yang ditakutkan dan dipikirkan aka akan

menjadi kenyataan (Mapes, 2003).

Menurut Rini (2002), pola pikir sangat berhubungan erat dengan kepercayaan

diri. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala

sesuatu dari sisi negatif. Individu tersebut tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya

lah semua negativisme itu berasal. Sedangkan individu dengan percaya diri yang

tinggi, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi positifnya. Sikap positif

individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik

terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.

Albrecht (Rahayu dkk, 2004) memandang individu yang berpikir positif akan

mengarahkan pikiran-pikirannya pada hal-hal yang positif, individu tersebut akan

bersikap positif dalam menghadapi permasalahan. Lebih berbicara tentang

kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian, kebahagiaan

daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, kepuasan daripada kekecewaan.

Selanjutnya, Norem (2002) menyebut pola pikir negatif sama dengan berpikir

negatif (Negative Thingking). Negative thingking merupakan manifestasi dari

perasaan takut pada masa yang akan datang karena individu tersebut merasa tidak

mempunyai teknik problem solving yang tepat dalam menyelesaikan

permasalahannya.

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pola pikir

adalah kecenderungan individu yang dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam

memandang segala sesuatu. Kemudian, pola pikir ini akan berpengaruh terhadap

kehidupannya.

Pola pikir yang diteliti lebih cenderung pada pola pikir negatif, sehingga yang

digunakan merupakan komponen pola pikir negatif yang dikemukakan oleh Rini

(2004). Komponen-komponen tersebut adalah keharusan pada diri sendiri, berpikir

totalitas dan dualisme, pesimistik yang futuristik, tidak kritis dan selektif terhadap

self-criticism, labeling, sulit menerima pendapat, dan mengecilkan arti keberhasilan

diri. Semakin tinggi nilai yang didapatkan dari skala ini, maka semakin tinggi pola

pikir negatifnya. Semakin rendah nilai yang diperoleh, maka semakin rendah pula

pola pikir negatifnya.

Keterkaitan Pola Pikir dengan Kecemasan Berbicara di depan Umum

Kemampuan berbicara di depan umum hampir selalu dibutuhkan dalam setiap

jenis profesi. Ketidakmampuan untuk bicara di depan umum dapat menghambat

pekerjaan dan menghancurkan kesempatan seseorang untuk menunjukkan kelebihan

dan keahliannya. Ketidakmampuan ini lebih sering dikarenakan adanya kecemasan

dalam diri individu tersebut (Rogers, 2004). Perasaan cemas merupakan naluri yang

tidak dapat dihilangkan dengan cara apapun dan setiap manusia pasti pernah

mengalami kecemasan (Freud dalam Hall & Calvin, 2000).

Ketika perasaan cemas berbicara di depan umum tidak dikelola dengan baik,

maka topik yang dibicarakan menjadi kurang efektif (Opt & Loffredo, 2000).

Sebagian besar perasaan cemas muncul bukan disebabkan oleh kompetensi individu,

tetapi lebih sering disebabkan oleh pola pikir yang keliru (Rahayu, dkk, 2004).

Individu dengan pola pikir negatif, akan selalu memikirkan segala hal buruk

yang akan terjadi padanya. Pemikiran seperti ini akan membuat individu merasa

tertekan dan tidak nyaman (Norem, 2001). Akibatnya, individu tersebut mengalami

reaksi fisik dengan cepat, seperti peningkatan detak jantung, gemetar pada bagian

tangan dan kaki, keringat yang keluar terus-menerus (Nevid, 1997). Kemudian akan

menghindari rasa malu dan melindungi diri dari ancaman ini. Berbeda dengan

individu yang berpola pikir positif, memandang sesuatu dari sisi positifnya. Meskipun

mengalami ketegangan tetapi ketegangan ini menjadikannya segera bertindak untuk

mencari solusinya (Rothciid, 1997).

Seperti pernyataan Peale (1996), individu yang berpikir positif akan

memandang segala persoalan yang muncul dari sudut pandang yang positif. Individu

akan menanggapi dan mengatasi persoalannya secara lebih optimis. Pikiran yang

negatif akan berdampak negatif, sebaliknya pikiran yang positif akan berdampak

positif.

Hipotesis

Ada hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum

pada mahasiswa FKIP UMP.

Metode Penelitian

Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel tergantung : Kecemasan berbicara di depan umum

Variabel bebas : Pola pikir

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadyah Purwokerto (FKIP UMP) angkatan 2003,

jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode skala, yaitu

metode penyelidikan dengan menggunakan suatu pernyataan yang harus dijawab atau

dikerjakan oleh individu yang menjadi subjek penelitian.

Penelitian ini menggunakan dua macam skala yang disusun sendiri oleh

peneliti, yaitu

1. Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum yang disusun berdasarkan

kesimpulan dari dua teori yang dikemukakan oleh Hudaniah dan Dayakisni

(2003) dan Rogers (2004).

2. Skala Pola Pikir disusun berdasarkan teori yang dinyatakan oleh Rini (2002).

Metode Analisis Data

Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini, maka metode

analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi product moment dari Pearson.

Perhitungan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 12,0 for Windows.

Hasil Penelitian

Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2003 Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhhamadiyah Purwokerto. Mahasiswa

angkatan 2003 paling tidak sedang mengambil mata kuliah yang membutuhkan

ketrampilan berbicara di depan umum. Subjek untuk penelitian ini tidak ada batasan

umur. Tidak semua mahasiswa angkatan 2003 merupakan lulusan SMA/yang sejajar

tahun 2003, tetapi ada juga yang sebenarnya lulus SMA/yang sejajar jauh sebelum

tahun 2003.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pola pikir dengan

kecemasan berbicara di depan umum. Uji hipotesis dilakukan menggunakan SPSS

12.0 for windows dengan menggunakan korelasi dari Pearson. Hasil analisis data

menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,649 dengan p = 0,000 ( p < 0,01 ), sehingga

hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan anara pola pikir dengan kecemasan

berbicara di depan umum dapat diterima. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel.

Pembahasan

Hasil analisis data dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di depan umum. Skala Pola Pikir yang

digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung pada pola pikir negatif. Hasil uji

korelasi menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir

negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Individu dengan pola pikir

negatif yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum yang

tinggi. Individu dengan pola pikir negatif yang rendah akan mengalami kecemasan

berbicara di depan umum yang rendah pula. Hal senada juga dikemukakan oleh

Rahayu (2004), bahwa pada umumnya kecemasan berbicara di depan umum lebih

sering disebabkan oleh pikiran individu tersebut yang negatif dan tidak rasional.

Munculnya perasaan-perasaan negatif dan ramalan hasil yang negatif. Individu

membayangkan sesuatu yang negatif akan terjadi, sebagai keterlibatannya dalam

situasi berbicara di depan umum.

Individu yang berbicara di depan umum seringkali menjadi rentan, bahkan

terancam, karena pola pikir negatif yang ada dalam diri individu tersebut. Individu

merasa bahwa dirinya sedang diadili oleh banyak orang. Perasaan akan adanya

penilaian terhadap gerak-gerik, ucapan yang salah, menjadi individu yang sedang

diamati secara cermat dan menjadi pusat perhatian. Ketika perasaan-perasaan seperti

ini menguasai individu, maka akan muncul perasaan takut, sehingga menyebabkan

individu tersebut menghindari kesempatan untuk berbicara di depan umum (Rogers,

2004).

Hasil pengolahan kriteria kategorisasi pada tabel 10 menunjukkan bahwa dari

125 subjek dengan skor pola pikir 79,9 < X < 102,1, artinya mayoritas pola pikir

subjek berada pada kategori sedang yaitu mencapai 69,6%. Kemudian, untuk skor

kecemasan berbicara di depan umum yang tertulis dalam tabel 11 menunjukkan

bahwa skor yang didapat 90,2 < X < 114,8, ini berarti mayoritas subjek berada pada

tingkat kecemasan berbicara di depan umum yang sedang, yaitu mencapai 65,6%.

Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa subjek mempunyai pola pikir

yang cukup negatif, sehingga menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum

cukup tinggi.

Hasil uji korelasi dari Pearson menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan antara kedua variabel. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi kecemasan

berbicara di depan umum diketahui sebesar 42,1%, artinya bahwa pola pikir yang

cenderung negatif memberikan sumbangan efektif sebesar 42,1% terhadap kecemasan

berbicara di depan umum. Sisanya sebesar 57,9% adalah faktor lain yang juga

berpengaruh, tetapi tidak mendapatkam perhatian dalam penelitian ini.

Individu yang pemikir lebih sensitif terhadap segala sesuatu terhadap segala

sesuatu yang dipikirkannya, dibandingkan dengan individu yang lebih menggunakan

intuisinya (Williams & Bicknell-Behr dalam Opt dan Loffredo, 2000). Pola pikir

negatif dapat merusak individu yang mengalaminya (Williams, 2004). Individu yang

mengalami kecemasan berbicara di depan umum (Stage Fright) karena faktor pola

pikirnya yang negatif akan merasa takut, sulit dan cemas ketika harus berkomunikasi

di depan banyak orang (Public Setting). Pola pikir negatif ini cenderung karena

adanya pengalaman tidak menyenangkan yang pernah dirasakan individu Hal ini

menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif (Burgoon & Ruffner, 1978).

Russel (2003) menyatakan bahwa pikiran dapat merangsang timbulnya

respon-respon otomatis tertentu dari tubuh. Pikiran tentang sesuatu yang menakutkan

akan menyebabkan individu selalu dalam kondisi cemas, kemudian akan

mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Pikiran juga dapat mengajari tubuh untuk

menyembuhkan sesuatu. Ketika individu optimis terhadap kemampuannya berbicara

di depan umum, maka individu tersebut akan merasa nyaman dalam menyampaikan

materi-materi yang hendak disampaikan.

Penutup

Kesimpulan

Hasil analisis data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 12,0 for

windows menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pikir dengan

kecemasan berbicapan umum. Kemudian, dari hasil uji korelasi kedua variabel

menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir yang

cenderung negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Artinya, bahwa

individu dengan pola pikir negatif yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara

di depan umum yang tinggi. Sebaliknya, individu dengan pola pikir negatif yang

rendah akan mengalami kecemasan berbicara di depan umum yang rendah pula.

Sumbangan efektif yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 42,1 %.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan, perlu kiranya disampaikan

beberapa saran yang ditujukan kepada subjek penelitian dan peneliti selanjutnya.

1. Saran Bagi Subjek Penelitian

Setiap mahasiswa Fakultas Keguruan selalu dituntut untuk mempunyai

ketrampilan berbicara di depan umum. Sebagai calon guru yang nantinya akan

berbicara di depan muridnya, tidak hanya membutuhkan kelancaran dalam berbicara

tetapi juga harus dapat menarik perhatian para murid-muridnya, sehingga proses

belajar mengajar menjadi lebih efektif. Pola pikir yang cenderung negatif sering

menyebabkan kecemasan berbicara di depan umum. Alangkah baiknya apabila pihak

fakultas mengadakan pelatihan untuk mengubah pola pikir para mahasiswa dengan

tujuan dapat mengurangi pola pikir negatif para mahasiswanya ketika hendak

berbicara di depan umum.

2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi para peneliti selanjutnya yang mungkin tertarik meneliti dengan topik

yang sama, disarankan untuk menggunakan variabel-variabel lain yang dapat

mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum. Misalnya harga diri,

ketrampilan atau mungkin pengalaman berbicara di depan umum. Berdasarkan hasil

penelitian ini, 57,9% merupakan faktor lain yang berpengaruh terhadap kecemasan

berbicara di depan umum. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan subjek yang

berbeda dari penelitian ini, dengan pertimbangan sering terlibat dalam situasi

berbicara di depan umum. Misalnya aktivis mahasiswa, Dosen, atau bahkan Kepala

Desa.

Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan teori

yang sama, sebelumnya diadaptasi terlebih dahulu oleh peneliti sesuai dengan kondisi

yang ada. Lebih baik apabila teori yang digunakan adalah teori yang up to date dan

bersifat ilmiah. Hendaknya penelitian didukung dengan perencanaan yang lebih baik

dan lebih matang dengan mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melaksanakan

penelitian. Alasannya, masalah yang diteliti menyangkut masalah sosial dan psikologi

dari subjek.

DAFTAR PUSTAKA

Bono, E . D. 1990. Mengajar Berfikir. Penerjemah, Soemardeo. Jakarta. Penerbit Erlangga

Bruno, F. J. 1989. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius Burgoon, M. and Ruffner, M. 1978. Human Communication. New York: Holt

Rinehart and Winston Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta:

Raja Grafindo Persada Darajdat, Z. 1969. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung Dewi, R. 2005. Hubungan Antara Berfikir Positif dengan Stress pada Remaja.

Naskah Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

General Enterpreneur Smart Work. Menangani Grogi Saat Memulai Presentasi.

http://tao.infoproduk.com/indeks.php?p=97#moore-97 Hall & Callvin. 2000. Libido Kekuasaan Sigmun Freud. Penerjemah, S. Tasrif.

Yogyakarta: Karawang Hudaniah & Dayakisni, T. 2003. Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Malang: Penerbitan

Universitas Muhammadiyah Lazarus. 1976. Pattern Of Adjusment and Human Efectivenees. Kogakusha. Mc Graw

Hill Book Compay Mapes, J. J. 2003. Quantum Leap Thinking, Pedoman Lengkap Cara Berpikir.

Penerjemah: Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon Teralitera McCroskey. 1984. The Communication Apprehension Perspective. Avaliable:

www.as.wvu.edu/bpatters/isc3.htm(26Jan1998) Nawawi, H. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press Nevid, J. S., Rathus, S. A. and Greene,B. 1997. “Abnormal Psychology in a

Changing World “ Third Edition. Prentice–Hall, Inc

Norem, J. K. 2002. Book Review, The Positive Power of Negative Thinking. Journal

The Futorist, Vol. 36. Olfson, M., dkk. 2000. Barriers to the Treatment of Social Anxiety. Am J Psychiatry,

157:521-527. Opt, S. K. & Loffredo, D. A. 2000. Rethinking Communication Apprehension: A

Myers-Briggs Perspective. The Journal Psychology, 134(5), 556-570. Osborne, J. W. 2004. Kiat Berbicara di Depan Umum Untuk Eksekutif Jalan Menuju

Keberhasilan. Jakarta: Bumi Aksara Peale, N. V. 1996. Berpikir Positive. Jakarta: Bina Aksara Rupa Rahayu, I.T., Ardani, T.A. dan Sulistyaningsih. 2004. Hubungan Pola Pikir Positif

Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi UNDIP, Vol. 1, No. 2, 131-134.

Rini, J. F. 2002. Memupuk Rasa Percaya Diri. http://www.e-

psikologi.com/dewasa/index.htm Rogers, N. 2004. Berani Bicara di Depan Publik, Edisi Revisi. Bandung: Penerbit

Nuansa Rothcild, J.1997. Life: The Power of Positive Thinking. Journal Psychology Today,

Vol: 30. Russel, B., et all. 2003. Mind Power, Menjelajah Kekuatan Pikiran. Penerjemah: D.

Hamdi Ridlo. Bandung: Penerbit Nuansa Sinniah, S. D. , Teoh, Hsien-Jien and Shaharom, M. H. 2003. Does Social Evaluative

Anxiety Affect A Person’s Mental Health?. Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol. 18, No. 45, 319-325.

Teichman, Y. 1974. Predisposition for Anxiety and Affiliation. Journal Of

Personality and Social Psychology, Vol.29, N. 3, 405-410. Triana, Ridha. 2005. Hubungan Antara Citra Raga dengan Kecemasan Berbicara di

Muka Umum. Naskah Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Williams, D. 2004. Merubah Pola Pikir (Changing Mindset). http://PuteraKembara.org/archives 3/00000024.shtml

Wulyo. 1990. Kamus Istilah Psikologi. Lamongan: CV Bintang Pelajar