naskah akademik rancangan perubahan...kepala biro pengkajian, ttd yana indrawan alhamdulillah, puji...

364

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya
Page 2: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya
Page 3: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Cetakan Pertama, Oktober 2018

PENASEHAT

Pimpinan Badan Pengkajian MPR RIDr. Bambang Sadono, S.H., M.H.Prof. Dr. Hendrawan SupratiknoH. Rambe Kamarul Zaman, M.Sc, M.M.Martin Hutabarat, S.H.Ir. H. Tifatul Sembiring

PENGARAHDr. Ma’ruf Cahyono, S.H., M.H.

WAKIL PENGARAHDra. Selfi Zaini

PENANGGUNG JAWABDrs. Yana Indrawan, M.Si.

EDITORTommy Andana, Siti Aminah,Otto Trengginas Setiawan dan Pradita Devis Dukarno

TIM PENYUSUNUniversitas Indonesia dan Biro Pengkajian Setjen MPR

ISBN : 978-602-5676-18-5

Diterbitkan oleh Badan Pengkajian MPR RI

ii

Page 4: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Kepala Biro Pengkajian,

ttd

Yana Indrawan

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan YangMaha Esa atas telah diterbitkannya Buku Naskah Akademik Rancangan PerubahanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Buku Naskah AkademikPerubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini merupakandokumentasi gagasan dari akademisi muda yang menjadi fi nalis Constitutional DraftingPadjadjaran Law Fair X Tahun 2018 yang diselenggarakan pada tanggal 20-22 April2018 di Bandung. Para fi nalis lomba tersebut adalah Universitas Brawijaya, UniversitasDiponegoro, Universitas Indonesia, Universitas Pelita Harapan, dan UniversitasTarumanegara.

Mengingat pentingnya buku ini sebagai salah satu referensi ilmiah ketatanegaraanlndonesia, maka dipandang perlu untuk melakukan penerbitan dan penyebarluasandengan maksud agar dapat memperkaya dan memperluas cakrawala pemahamanketatanegaraan masyarakat luas, utamanya generasi muda Indonesia.

Materi Buku Naskah Akademik Perubahan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 ini tidak diubah, beberapa koreksi dan revisi redaksional telahdilakukan dengan tetap memperhatikan autentifi kasi materi sebagaimana yangdisampaikan oleh para fi nalis Constitutional Drafting Padjadjaran Law Fair X Tahun2018.

Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf bila terdapat ketidaksempurnaandalam penerbitan Buku Naskah Akademik Rancangan Perubahan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini. Semoga buku ini dapat memberikanmanfaat dan menjadi sumbangsih bagi bangsa dan negara untuk peningkatan pemahamankonstitusi oleh masyarakat Indonesia.

iii

Page 5: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

iv

Page 6: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Laju perkembangan ilmu pengetahuan bergerak cepat, hampir setiap tahun adagagasan baru dari para akademisi yang dapat digunakan untuk menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan. Pelaksanaan Constitutional Drafting Padjajaran Law FairX Tahun 2018 merupakan ajang akademisi muda untuk mempresentasikan gagasanterbaru di bidang sistem ketatanegaraan lndonesia. Melihat pentingnya naskah yangmemuat gagasan para mahasiswa tentang sistem ketatanegaraan lndonesia, MPRbermaksud untuk mendokumentasi materi yang dimuat dalam naskah akademikperubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tema kegiatan Constitutional Drafting Padjajaran Law Fair X Tahun 2018 yangdiselenggarakan pada tanggal 20-22 April 2018 di Bandung sejalan dengan kegiatanpengkajian yang dilakukan oleh MPR dalam rangka melaksanakan tugas pengkajiansistem ketatanegaraan dan menyerap aspirasi masyarakat serta sosialisasi tentangUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, kegiatanini memiliki peran sebagai media pembelajaran konstitusi bagi generasi muda Indonesiamelalui penulisan naskah akademik yang mengedepankan proses-proses pemikiran, analisa, serta pemahaman-pemahaman ketatanegaraan yang kritis dan konstruktif.

Penyelenggaraan Constitutional Drafting Padjajaran Law Fair 2018 ini memilikimateri edukasi nilai-nilai luhur bangsa dan materi kajian terhadap sistem ketatanegaraanIndonesia sebagai salah satu media atau sarana efektif dalam memberikan pemahamanmengenai konstitusi dan sistem ketatanegaraan Indonesia kepada generasi penerusbangsa.

Demikian penting dan strategisnya keberadaan generasi muda untuk membangun Indonesia masa depan, sehingga para generasi muda ini harus terus kita bangun jiwanya.Kita bangun semangatnya agar memiliki semangat kebangsaan yang tinggi yangmenjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan, nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai persatuanbangsa, serta nilai-nilai ke-bhinneka-an.

Visi MPR adalah sebagai “Rumah Kebangsaan, Pengawal Ideologi Pancasila danKedaulatan Rakyat”. Dengan visi tersebut, MPR diharapkan dapat menjadi representasimajelis kebangsaan yang menjalankan mandat konstitusional untuk menjembataniberbagai arus perubahan, pemikiran, serta aspirasi masyarakat dan

v

Page 7: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

daerah. Sebagai lembaga negara yang memiliki wewenang mengubah danmenetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPRdiharapkan dapat mengawal ideologi Pancasila sebagaimana termaktub dalamPembukaan Undang-Undang Dasar. Sebagai lembaga demokrasi dan kedaulatanrakyat, MPR diharapkan dapat mengawal kedaulatan rakyat melalui kewenangantertinggi yang dimilikinya yaitu mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasarsesuai dengan kebutuhan penyelenggara negara dan kehendak masyarakat.Akhir kata, semoga naskah akademik Perubahan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat menjadi sumbang saran generasi mudadalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Sekretaris Jenderal MPR RI,

ttd

Ma’ruf Cahyono, SH., MH

vi

Page 8: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Konstitusi merupakan hukum yang dianggap paling tinggi tingkatan dantujuannya. Tujuan yang tertinggi itu antara lain mengandung nilai-nilai kebajikanseperti keadilan, ketertiban, dan perwujudan cita-cita kemerdekaan atau kebebasanserta kesejahteraan. Dalam konteks konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan bemegara termuat dalam PembukaanAlinea ke-4 yaitu: (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia, (ii) memajukan kesejahteraan umum, (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa,dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaianabadi, dan keadilan sosial.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah produkpolitik sebagai resultan dari berbagai kepentingan politik masyarakat dan daerah, yangniscaya akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagaikonsekuensi dari karakteristik Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 sebagai konstitusi yang hidup (the living constitution).

Menjadi sebuah catatan bagi kita semua bahwa konstitusi di negara manapuntidak ada yang sempurna, ada kekurangan atau kelemahan tertentu. Dengankonstitusi yang jauh lebih sempurna pun belumlah cukup menjamin bahwaimplementasi dari mandat konstitusi tersebut bisa dijalankan sebagaimana rumusansubtantifnya. Oleh karena itu, menjadi penting untuk kita pahami bersama,pelaksanaan dari mandat konstitusi merupakan kebutuhan mendasar bagi bangsaIndonesia dalam menghadapi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara itu sendiri.

Semangat pelaksanaan amanat konstitusi tersebut selaras dengan implementasiperan dan wewenang MPR untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasarsebagaimana diamanatkan oleh Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945. MPR sebagai salah satu lembaga negara pelaksana kedaulatanrakyat memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis dan konstitusional.

SAMBUTANPIMPINAN BADAN PENGKAJIAN MPR RI

vii

Page 9: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dalam kerangka ini, Badan Pengkajian MPR sebagai salah satu alat kelengkapanMPR - memiliki peran penting untuk mendukung wewenang dan tugas konstitusionalMPR sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, Undang Undang Nomor I7 Tahun 2014 jo, Nomor 42 Tahun2014 yang kemudian diubah menjadi Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD,dan DPRD, maupun Peraturan MPR Nomor I Tahun 2014 Tentang Tata Tertib MPR,serta Keputusan MPR Nomor 4/MPR/20l4 Tentang Rekomendasi MPR masa Jabatan2009-2014.

Penyelenggaraan Constitutional Drafting Law Fair X Tahun 2018 dapatdipandang sebagai salah satu subjek kajian sistem ketatanegaraan yang memiliki peranpenting dalam memberikan pemahaman secara utuh dalam ruang lingkup mengkajisistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun l945serta pelaksanaannya.

Constitutional Drafting Law Fair X Tahun 2018 merupakan salah satu upaya danikhtiar kita bersama dalam mengembangkan budaya sadar berkonstitusi, sadarberdemokrasi, dan sadar akan nilai-nilai kebangsaan. Melalui pemahaman tersebut,tujuan akhir yang hendak kita capai adalah terbentuknya mental dan karakter bangsayang mandiri, bermartabat, berdikari, berintegritas serta berkepribadian Indonesia,utamanya di kalangan generasi muda Indonesia.

Dalam kesempatan ini, tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada parafi nalis Constitutional Drafting Law Fair X Tahun 2018, yang telah bersedia karyanyaditerbitkan. Semoga karya ini dapat memberikan semangat dan inspirasi kepadagenerasi muda lainya untuk terus memahami konstitusi dan menjadi rujukan bagiAnggota MPR dan pihak berkepentingan dalam rangka melakukan pengkajiankomprehensif mengenai sistem ketatanegaraan.

wassalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Juli 2018PIMPINAN BADAN PENGKAJIAN MPR RI

Ketua,

ttd

Dr. BAMBANG SADONO, S.H., M.H.

Wakil Ketua,

ttd

PROF. DR. HENDRAWAN SUPRATIKNO

Wakil Ketua,

ttd

MARTIN HUTABARAT, S.H.

Wakil Ketua,

ttd

RAMBE KAMARUL ZAMAN, M.SC., M.M.

Wakil Ketua,

ttd

Ir. H. TIFATUL SEMBIRING

viii

Page 10: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

KATA PENGANTAR KEPALA BIRO PENGKAJIAN MPR RI .............................. iii

SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL MPR RI .....................................................v

SAMBUTAN PIMPINAN BADAN PENGKAJIAN MPR RI ....................................vii

DAFTAR ISI......................................................................................................................ix

134

ix

Page 11: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

TAHUN 1945

x

Page 12: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diskursus mengenai idealitas kenegaraan menghantarkan kita pada evaluasi terhadap

pengejawantahan vital suatu demokrasi perwakilan dan pencerminan kedaulatan rakyat,

yakni Pemilihan Umum. Pemilu demokratis menjadi awal bagi kelangsungan transisi

demokrasi yang mewadahi pluralisme politik dan partisipasi sipil secara terbuka dan

mandiri. Salah satu institusi penting yang menghantarkan pemilu demokratik di negara-

nagara baru adalah adanya badan penyelenggara pemilu (electoral management body)

yang independen yang didukung legitimasi konstitusional yang kuat dan jelas.

Keberhasilan dan keberlangsungan pemilu yang diselenggarakan sesuai prinsip-prinsip

universal demokrasi meniscayakan adanya penyelenggara pemilu yang memiliki

legitimasi konstitusional dan publik. Legitimasi konstitusional idealnya ialah kedudukan

penyelenggara pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Dasar yang menjabarkan

kedudukan, tugas, dan kewenangannya secara jelas. Sedangkan legitimasi publik

berkaitan dengan sikap dan pengakuan partai politik, calon, serta masyarakat terhadap

institusi penyelenggara pemilu dan keputusan-keputusan yang dibuat dalam

penyelenggaraan pemilu. Dalam konteks Indonesia, untuk membangun kepercayaan

publik kepada electoral management body, maka proses pemilu harus berlangsung secara

demokratik sesuai asas-asas penyelenggaraan pemilu yang demokratik, dan dibutuhkan

rekonstruksi normatif yang berangkat dari pemahaman philosophische grondslag dari

penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.

Membahas pergulatan pencarian sistem pemilu di Indonesia, tidak dapat dialienasikan

dari konsep sistem pemilu itu sendiri. Terdapat beberapa dimensi sistem pemilu dalam

kerangka memahami sebuah sistem pemilu yang tepat untuk diterapkan di sebuah Negara.

Beberapa dimensi sistem pemilu dikemukakan Arend Lijphart yang memberikan 7 (tujuh)

dimensi yang terkait dengan sistem pemilu yaitu:

1. Formula pemilihan (electoral formula);

2. Besaran distrik (district magnitude);

3. Ambang batas (threshold);

4. Jumlah anggota Dewan yang dipilih (the total membership of the body to be

elected);

1

Page 13: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

5. Pengaruh pemilihan presiden di pemilihan legislatif (the influence of presidential

election on legislative election);

6. Malapportionment; dan

7. Hubungan antar-partai (inter-party electoral link)1

Selain itu, terdapat isu utama terkait pilihan sistem pemilu proporsional yang hendak

digunakan dalam proses pencarian di Indonesia serta ada 3 (tiga) isu atau dimensi lain

yang dinilai sebagai isu paling strategis, yaitu:

1. Pembagian kursi/formula pemilihan (electoral formula);

2. Besaran daerah pemilihan (district magnitude) dan pembentukan daerah

pemilihan (districting); dan

3. Ambang batas (threshold).

Ketiga isu utama tersebut akan mengarah pada penamaan sistem proporsional yang

dipilih, apakah sistem proporsional tertutup atau sistem proporsional terbuka. Oleh karena

itu, isu tentang penamaan sistem pemilu (proporsional) menjadi satu perdebatan

tersendiri. Selain itu, dalam membahas isu electoral formula sekaligus perlu dibahas

bagaimana penyuaraan (balloting) sebagaimana dikemukakan Rae bahwa penyuaraan

merupakan sebuah spesifikasi peran rakyat bagaimana cara memilih dalam pemilu serta

apakah akan memilih atau tidak dalam pemilu.2 Tiga isu strategis ini merupakan dimensi

utama yang terkait dengan perumusan sistem pemilu (electoral system) yang akan

memberi konsekuensi kepada proporsionalitas hasil pemilu dan sistem kepartaian yang

hendak dibangun.3 Sebagaimana dikemukakan oleh Lijphart 3 (tiga) tipe utama formula

pemilihan dan alokasi kursi yaitu formula majoritarian (plurality, two-ballot systems, dan

alternative vote), proportional representation (largest remainder, highest averages, dan

single transferable vote formulas), dan semi-proportional system (seperti cummulative

vote dan limited vote).

Adapun tujuan utama dari sistem proporsional di beberapa negara adalah untuk

mencapai proporsionalitas dan perwakilan yang lebih baik bagi kaum minoritas

1 Arend Lijphart, Pattern of Democracy: Government Form and Performance in Thirty-Six Countries, New Haven and London, Yale University Press, 1999, hal. 144. 2 Douglas W. Rae, The Political Consequences of Electoral Laws, New Haven dan London, Yale University Press, 1967, hal. 3.

3 Arend Lijphart, Electoral System and Party System:…op.cit, hal. 10.

2

Page 14: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dibandingkan dengan sistem majoritarian. Pada status quo saat ini, UU Nomor 15 Tahun

2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (pemilu) menyebut adanya dua lembaga

electoral management body (EMB) atau lembaga kepemiluan yakni Komisi Pemilihan

Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sedangkan Dewan Kehormatan

Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak dikategorikan sebagai penyelenggara Pemilu karena

tugas dan kewenangannya tidak secara langsung berkaitan dengan penyelenggaraan

pemilu. DKPP lebih pada penindakan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Landasan konstitusional KPU pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 mandemen Keempat adalah Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, namun secara

redaksional tertulis “komisi pemilihan umum” dengan huruf kecil sehingga tidak terdapat

ketentuan mengikat yang eksklusif mengenai kelembagaan Komisi Pemilihan Umum.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen

Keempat tidak memasukkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke dalam bab yang

mengatur tentang Pemilu. Sehinggaa Pemilukada tidak tergolong dalam rezim Pemilu.

Oleh karena itu dalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945 amandemen keempat tidak

memasukkan frasa kepala daerah dalam bab Pemilihan Umum. Hal ini berimplikasi pada

awal penyelenggaraan Pilkada, kewenangan untuk menangani sengketa Pemilukada

diserahkan kepada Mahkamah Agung karena tidak termasuk dalam kewenangan MK

untuk memutus sengketa hasil pemilihan umum.

Namun setelah munculnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum, menggolongkan Pilkada ke dalam rezim Pemilu yang terdapat pada Pasal 1 ayat

(4) Ketentuan Umum yang berbunyi, “Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara

langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Selanjutnya, muncul

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian mengalihkan penanganan

sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi. Peralihan

kewenangan penyelesaian sengketa tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 236C

yang menyatakan bahwa: “Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan

3

Page 15: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kepala daerah dan wakil kepada daerah oleh Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi

paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.”

Yang ditindaklanjuti dengan dibuatnya nota kesepahaman pada tahun 2008 tentang

pelimpahan kewenangan penanganan penyelesaian sengketa Pilkada dari Mahkamah

Agung kepada Mahkamah Konstitusi. Sementara dalam UU Mahkamah Konstitusi (UU

Nomor 24 Tahun 2003 dan perubahannya UU Nomor 8 Tahun 2011), tidak ada frasa yang

menambahkan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili terhadap perkara

sengketa Pilkada. Namun penambahan kewenangan itu diatur dalam Pasal 29 ayat (1)

huruf e UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dikatakan bahwa

“kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.” Kemudian terdapat frasa

tentang penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam penjelasan Pasal 29 ayat

(1) huruf e yang mengatakan bahwa “dalam ketentuan ini termasuk kewenangan

memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Implikasi dari pengalihan kewenangan itulah yang kemudian memaksa Mahkamah

Konstitusi berbagi fokus antara wewenang yang diberikan secara konstitusional dengan

ketatnya batas waktu penyelesaian sengketa Pilkada yang diatur dalam UU Mahkamah

Konstitusi yakni paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat

dalam Buku Registrasi Perkara Mahkamah Konstitusi. Awalnya Mahkamah Konstitusi

hanya cukup menangani sengketa Pemilu Presiden dan DPR, DPD, dan DPRD untuk 5

(lima) tahun sekali. Namun semenjak dilimpahkannya kewenangan terhadap

penyelesaian perselisihan tentang hasil pemilihan umum tersebut, saat ini Mahkamah

Konstitusi jadi disibukkan oleh penanganan penyelesaian PHPU secara rutin dan terus

menerus. Hal ini pun kontradiktif dengan penafsiran original intent Undang-Undang

Dasar bahwa Pilkada tak termasuk dalam rezim Pemilu.4

Namun kenyataan bahwa pada hakikatnya Pilkada dilakukan menurut prinsip-prinsip

pemilu, menimbulkan pertanyaan mendasar apakah pengaturan mengenai Pilkada masih

harus dibedakan dengan sekadar alasan original intent dan membiarkannya tanpa

kepastian hukum melalui penormaan. Menurut Mahkamah Konstitusi, frasa “dipilih

secara demokratis” baik menurut original intent maupun dalam berbagai putusan

4 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013, http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/mk/2013/97%20PUU-XI-2013.pdf

4

Page 16: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Mahkamah sebelumnya dapat dilakukan baik pemilihan secara langsung oleh rakyat

maupun oleh DPRD. Lahirnya kata demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 pada

saat dilakukan perubahan UUD 1945 terdapat adanya 2 (dua) pendapat yang berbeda

mengenai cara pemilihan kepala daerah. Satu pendapat menghendaki pemilihan kepala

daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat sementara pendapat lain menghendaki tidak

secara langsung oleh rakyat yakni melalui DPRD. Latar belakang pemikiran lahirnya

rumusan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 saat itu adalah sistem pemilihan Kepala Daerah

yang akan diterapkan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan kondisi di setiap

daerah yang bersangkutan. Pembentuk Undang-Undang dapat merumuskan sistem

pemilihan yang dikehendaki oleh masyarakat di dalam Pemilihan Kepala Daerah

sehingga masyarakat mempunyai pilihan apakah akan menerapkan sistem perwakilan

yang dilakukan oleh DPRD atau melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat.

Tujuannya ialah menyesuaikan dengan dinamika perkembangan bangsa untuk

menentukan sistem demokrasi yang dikehendaki oleh rakyat. Hal ini merupakan open

legal policy dari pembentuk Undang-Undang dan juga terkait erat dengan penghormatan

dan perlindungan konstitusi terhadap keragaman adat istiadat dan budaya masyarakat

yang berbeda-beda. Ada daerah yang lebih cenderung untuk menerapkan sistem

pemilihan tidak langsung oleh rakyat dan ada pula daerah yang cenderung dan lebih siap

dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Baik sistem pemilihan demokrasi

langsung maupun tidak langsung, sama-sama masuk kategori sistem yang demokratis.

Berdasarkan pandangan tersebut kemudian disepakati menggunakan kata demokratis

dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Oleh karena pemilihan kepala daerah diatur dalam

Pasal 18 UUD 1945 yang masuk pada rezim pemerintahan daerah, maka peraturan

turunan yakni Undang-Undang Pemerintahan Daerah kemudian mengatur pula mengenai

pemilihan kepala daerah dan penyelesaian perselisihannya diajukan ke Mahkamah

Agung. Jika berdasarkan kewenangannya, pembentuk Undang-Undang menentukan

pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, maka tidak relevan kewenangan

Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi untuk mengadili perselisihan hasil

pemilihan kepala daerah. Menurut Mahkamah konstitusi dalam Putusan 97/PUU-XI/2013

dinyatakan bahwa pemilihan kepala daerah tidak serta merta dapat dimaknai sebagai

pemilihan umum yang penyelesaian atas perselisihan hasilnya dilakukan oleh Mahkamah

Konstitusi.

5

Page 17: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pengalihan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah

Agung kepada Mahkamah Konstitusi bermula dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

072-73/PUU-II/2004, yang mana dalam halaman 114 angka 6 putusan tersebut

Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan antara lain, sebagai berikut:

“Sebagai akibat logis dari pendapat Para Pemohon yang menyatakan bahwa Pilkada

langsung adalah Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945 yang

dijabarkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 maka perselisihan mengenai hasil

pemilu, menurut Para Pemohon harus diputus oleh Mahkamah Konstitusi. Tentang

permohonan Para Pemohon untuk menyatakan Pasal 106 ayat (1) sampai dengan

ayat (7) sebagai bertentangan dengan UUD 1945, Mahkamah berpendapat bahwa

secara konstitusional, pembuat undang-undang dapat saja memastikan bahwa

Pilkada langsung itu merupakan perluasan pengertian Pemilu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945, sehingga oleh karena itu, perselisihan

mengenai hasilnya menjadi bagian dari kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan

ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Namun pembentuk undang-undang juga

dapat menentukan bahwa Pilkada langsung itu bukan Pemilu dalam arti formal yang

disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 sehingga perselisihan hasilnya ditentukan

sebagai tambahan kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana dimungkinkan Pasal

24A ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, "Mahkamah Agung berwenang mengadili

pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan

oleh undang-undang.”

Meskipun dalam pertimbangan putusan tersebut di atas Mahkamah tidak secara tegas

menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung termasuk dalam kategori

pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, namun

Mahkamah memberi ruang kepada pembentuk Undang-Undang untuk memperluas

makna pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 dengan

memasukkan pemilihan kepala daerah. Pun dalam putusan Mahkamah tersebut, terdapat

tiga hakim konstitusi yaitu H. M. Laica Marzuki, A. Mukthie Fadjar dan Maruarar

Siahaan yang memberikan dissenting opinion yang memasukkan pemilihan kepala daerah

secara langsung oleh rakyat sebagai bagian dari rezim hukum pemilihan umum.

Berdasarkan putusan Mahkamah itulah kemudian pembentuk Undang-Undang melalui

6

Page 18: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

memasukkan pemilihan kepala daerah dalam rezim pemilihan umum, kemudian

mengalihkan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah Agung ke

Mahkamah Konstitusi dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU No. 48 Tahun 2009

menambahkan satu kewenangan lain dari Mahkamah Konstitusi yaitu menyelesaikan

perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.

Namun walaupun Mahkamah Konstitusi telah memberikan ruang kebebasan bagi

pembentuk Undang-Undang untuk memasukkan atau tidak memasukkan pemilihan

kepala daerah sebagai bagian dari rezim pemilihan umum berdasarkan putusan

Mahkamah tersebut di atas, akan tetapi Mahkamah Konstitusi kemudian

mempertimbangkan kembali segala aspek yang terkait dengan pemilihan kepala daerah

dari segi original intent, makna teks, dan sistematika pengaturannya dalam UUD 1945,

maupun perkembangan putusan Mahkamah dalam rangka membangun sistem yang

konsisten sesuai dengan UUD 1945. Hal ini menjadi sangat penting mengingat ketentuan

mengenai lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945 dan kewenangannya

masing-masing harus secara rigid mengikuti norma konstitusi. Dalam putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 1-2/PUU-XII/2014, Mahkamah antara lain mempertimbangkan

sebagai berikut:

“Selain itu dalam rangka menjaga sistem ketatanegaraan yang menyangkut

hubungan antar lembaga negara yang diatur oleh UUD 1945 sebagai hukum

tertinggi, Mahkamah harus menggunakan pendekatan yang rigid sejauh UUD 1945

telah mengatur secara jelas kewenangan atributif masing-masing lembaga tersebut.

Dalam hal Mahkamah terpaksa harus melakukan penafsiran atas ketentuan yang

mengatur sebuah lembaga negara, maka Mahkamah harus menerapkan penafsiran

original intent, tekstual, dan gramatikal yang komprehensif yang tidak boleh

menyimpang dari apa yang telah secara jelas tersurat dalam UUD 1945 termasuk

juga ketentuan tentang kewenangan lembaga negara yang ditetapkan oleh UUD

1945.”

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah dalam memahami

kewenangan Mahkamah Konstitusi yang ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945,

harus kembali melihat makna teks, original intent, makna gramatikal yang komprehensif

terhadap UUD 1945. Oleh karena itu, sebagaimana telah diuraikan tersebut di atas,

7

Page 19: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pemilihan umum menurut Pasal 22E UUD 1945, harus dimaknai secara limitatif yaitu

pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih anggota DRPD, DPD, Presiden

dan Wakil Presiden serta DPRD dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Makna

tersebut dipegang teguh dalam Putusan Mahkamah Nomor 14/PUU-XI/2013 antara lain,

“Apabila diteliti lebih lanjut, makna asli yang dikehendaki oleh para perumus perubahan

UUD 1945, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan Pemilihan Presiden adalah

dilakukan serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan. Pada bagian lain,

putusan tersebut Mahkamah mempertimbangkan bahwa Pasal 22 ayat (2) UUD 1945

yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum berada dalam satu

tarikan nafas, yakni, "Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Berdasarkan putusan tersebut yang dimaksud pemilihan umum setiap lima tahun

sekali pada Pasal 22E UUD 1945 adalah pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD,

serta Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan setiap lima tahun sekali. Dengan

demikian jika memasukkan pemilihan kepala daerah menjadi bagian dari pemilihan

umum, akan menjadikan Pemilu tidak saja setiap lima tahun sekali, tetapi berkali-kali

karena pemilihan kepala daerah sangat banyak dilakukan dalam setiap lima tahun dengan

waktu yang berbeda-beda.5 Perdebatan perihal rezim pemilu, sistem pemilu yang paling

tepat dan demokratis hingga permasalahan sengketa pemilihan umum, mengakar pada

suatu problematika fundamental yang belum secara rigid mengatur. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu amandemen terhadap staatsgrundgezets bangsa Indonesia, yakni

Undang-Undang Dasar 1945 untuk meletakkan fondasi konstitusional terhadap sang

pesta demokrasi.

1.2 Identifikasi Masalah

Perubahan UUD 1945 yang telah dilaksanakan secara bertahap dari tahun 1999

hingga 2002 telah menghasilkan UUD yang berlaku saat ini. Dengan semakin

berkembangnya masyarakat Indonesia telah muncul beberapa permasalahan yang

berkaitan secara fundamental dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum. Berdasarkan

5 Mahkamah Konstitusi, “Bukan Kewenangan Konstitusional”, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=12810#.Wq__WqhubIU

8

Page 20: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

latar belakang yang telah dipaparkan, identifikasi masalah yang akan diuraikan dalam

naskah akademik Rancangan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ruang lingkup dari rezim Pemilihan Umum didefinisikan?

2. Bagaimana penyesuaian norma yang perlu dilakukan ke dalam konstitusi untuk

menetapkan sistem Pemilihan Umum Republik Indonesia?

3. Bagaimana perumusan penjaminan pertanggungjawaban yang tepat bagi wakil

rakyat terhadap rakyat sebagai pemilih dalam konstitusi?

4. Bagaimana kelembagaan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dibuat lebih

efektif secara fundamental dalam konstitusi?

5. Bagaimana penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan hasil pemilihan umum

harus diatur dalam konstitusi?

6. Bagaimana peran Dewan Perwakilan Daerah dapat diperkuat dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia di dalam konstitusi?

7. Bagaimana sistem presidensial dapat diperkuat dalam konstitusi?

8. Bagaimana peran perempuan dalam lembaga legislatif dapat dijamin dalam

konstitusi?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penyusunan naskah akademik amandemen UUD 1945 yang kelima ini

adalah:

1. Mendefinisikan ruang lingkup rezim pemilihan umum;

2. Menetapkan sistem pemilu dalam konstitusi;

3. Menginternalisasi penarikan kembali wakil rakyat oleh warga negara ke dalam

konstitusi;

4. Menetapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai salah satu lembaga yang diatur

secara rinci dalam konstitusi;

5. Menetapkan Mahkamah Pemilu sebagai badan penyelesaian sengketa yang

berkaitan dengan hasil pemilihan umum dalam konstitusi;

6. Memperkuat peran dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia;

7. Menjamin keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif.

9

Page 21: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan naskah akademik rancangan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 ini memuat sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab 1 :

Bab 2 :

Bab 3 :

Bab 4 :

Bab 5 :

Bab 6 :

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dilakukan dengan metode kerja sebagai berikut:

1. Metode Yuridis Normatif, atau dalam metode ROCCIPI yang digagas oleh Robert

B. Seidman dan Ann Seidman disebut sebagai kategori aturan (rule) dimana dalam

metode ini dilakukan melalui studi pustaka yaitu dengan menelaah bahan.

a. Bahan hukum Primer, yaitu:

i. UUD 1945 dan perubahannya;

ii. Konstitusi RIS;

iii. UUD Sementara tahun 1950.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu:

i. Buku-buku;

ii. Hasil penelitian;

iii. Risalah sidang;

iv. Artikel atau tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

c. Bahan hukum tersier, berupa:

Pendahuluan, yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan

dan kegunaan, sistematika penulisan serta metode penulisan.

Dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Landasan pemikiran Perubahan Undang-Undang Dasar negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Pembahasan, yang memaparkan mengenai konsep-konsep Rancangan

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Materi Muatan Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Penutup, yang menguraikan kesimpulan dan saran.

10

Page 22: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

i. Kamus hukum;

ii. Kamus umum;

iii. Ensiklopedi.

Adapun data yang diperoleh berupa data sekunder yang diolah dengan menggunakan

teknik content analisys untuk menghasilkan kesimpulan. Metode Pendekatan ROCCIPI

digunakan untuk meneliti suatu peraturan perundangundangan dengan 7 (tujuh) kategori

yakni: Rule (Peraturan), Opportunity (Kesempatan), Capacity (Kemampuan),

Communication (Komunikasi), Interest (Kepentingan), Process (Proses) dan Ideology

(Ideologi).

Rule (Peraturan)

Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

telah menghasilkan konstitusi yang lebih baik dari pendahulunya, namun tidak dapat

dipungkiri ada saja faktor yang muncul sebagai alasan dilakukannya perubahan. Dari

penggunaan frasa yang kurang tepat hingga kerancuan atau ketidaksesuaian pasal tersebut

untuk diterapkan saat ini karena manfaatnya tidak dapat dirasakan apabila tetap

dipertahankan. Perubahan ini juga didorong oleh berbagai macam faktor seperti, belum

dimasukkannya pengaturan mengenai konsep pemilihan umum serta beberapa hal terkait

dengan pemilu, masalah kekuasaan kehakiman, dan masalah lainnya.

Sebuah konstitusi seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 memang memiliki sifat rigid, namun bukan berarti tidak dapat diubah. Dalam UUD

1945 sendiri telah mengatur mengenai perubahan UUD 1945 yang termaktub dalam pasal

37. Dalam hal perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat diamanatkan sebagai pihak

yang berwenang dalam mengubah UUD 1945. Dalam menyusun Rancangan Undang-

Undang Dasar yang menjadi dasar perubahan ialah pertama, perubahan beberapa pasal

yang menimbulkan penafsiran yang ambigu ataupun multitafsir. Padahal Undang-

Undang Dasar seharusnya menjadi pedoman bagi seluruh bangsa Indonesia, tidak

seharusnya menimbulkan kebingungan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya

kesenjangan hukum yang merupakan masalah yang harus diselesaikan. Kedua,

penambahan beberapa pasal yang diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan

yang timbul akibat adanya kesenjangan dari peraturan yang sebelumnya berlaku.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pokok kajian

11

Page 23: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang meskipun telah mengalami perubahan masih menimbulkan ketidaksesuaian di

tengah rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan eksistensinya perlu dilakukannya perubahan

kelima.

Perubahan ini tentunya diharapkan mampu mewujudkan perbaikan sistem di berbagai

bidang, yang merata dan dapat dirasakan oleh seluruh pihak. Hal ini juga diharapkan

mampu membawa undang-undang dasar sebagai dasar hukum atau peraturan yang ada di

Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dapat menjadi alat yang menyatukan seluruh

bangsa dan bukan sebagai alat pemuas dari pihak-pihak tertentu.

Opportunity (Kesempatan)

Hukum memiliki peran sebagai alat untuk mengontrol tingkah laku masyarakat.

Hukum memuat sistem politik dan juga sistem bernegara, dan menjadi satu kesatuan alat

pengatur sistem yang sah. Fungsi UUD 1945 sebagai sumber hukum memiliki peranan

yang sangat penting untuk mengatur bagaimana negara ini berjalan. Dengan hukum yang

sesuai dengan kultur masyarakat akan memberikan peluang perbaikan kehidupan

berbangsa yang baik. Perdamaian dan kesejahteraan dapat terwujud di tengah masyarakat.

Lembaga negara dapat menjalankan fungsinya dengan perbaikan sistem sesuai yang

diamanatkan oleh UUD 1945. Perubahan diharapkan mampu menciptakan lingkungan

negara yang sesuai dengan kebutuhan sehingga timbul kepercayaan (trust) pada

pemerintah untuk memegang tongkat kekuasaan di Indonesia untuk menjalankan negara.

Capacity (Kemampuan)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan

dasar hukum (grondwet) dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia

mencakup segala hal untuk mengatur kehidupan segenap bangsa Indonesia. Perbaikan

sistem lembaga negara agar tercipta check and balances, serta merekonstruksi lembaga

perwakilan rakyat beserta sistem pemilu yang ideal akan membuat Indonesia menjadi

lebih baik. Perubahan konstitusi dimaksudkan untuk dapat dirasakan pada seluruh bangsa

Indonesia, tidak hanya di daerah pusat tapi di seluruh wilayah Indonesia.

Communication (Komunikasi)

12

Page 24: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Sebelum dilakukannya perubahan dalam hal ini pengesahan Rancangan Undang-

Undang Dasar peran masyarakat sangat berarti. Dengan menyampaikan hasil rancangan,

alasan perubahan, justifikasi, dan dampak perubahannya ke publik agar tercipta timbal

balik dan masyarakat mampu memenuhi tanggung jawabnya untuk berpartisipasi.

Penyampaian rancangan undang-undang dasar tidak hanya dengan metode penyebaran

informasi satu arah, namun juga dapat dilakukan dengan diskusi kelompok untuk

membahas secara bersama-sama kemudian mendapatkan solusi, apakah perubahan ini

dirasakan tepat atau sebaliknya, atau memberikan saran kepada pemerintah. Setelah

dilakukannya perubahan maka diperlukan adanya sosialisasi kepada masyarakat

mengenai perubahannya agar efektivitas dapat tercapai. Penyebaran informasi yang

semakin berkembang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi, sosialisasi

dapat dilakukan dengan mudah baik melalui kampanye media cetak, melalui liputan di

televisi, bahkan melalui media elektronik.

Interest (Kepentingan)

Adanya urgensi perubahan mengaitkan seluruh lapisan masyarakat hingga pemangku

kekuasaan. Perubahan UUD 1945 memiliki efek yang sangat besar bagi kehidupan

berbangsa dan bernegara sebagai pemenuhan kepentingan dari tujuan hukum itu sendiri,

yaitu kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum. Penyelenggaraan negara yang

berpedoman pada UUD 1945 akan memberikan dampak yang positif berupa

mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu tujuan Negara. Namun akan

percuma jika pemerintah memedomani UUD yang justru tidak sesuai lagi untuk

diterapkan pada masa kini. Untuk itu perubahan UUD 1945 memiliki efek domino yang

mengaitkan dan berdampak bagi seluruh pihak, baik pemegang kekuasaan maupun rakyat

sebagai sasarannya. Diharapkan dengan adanya amandemen kelima Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 ini, dapat menjawab segala tantangan zaman yang ada sehingga

kehidupan bernegara akan menjadi lancar.

Process (Proses)

Indonesia memberlakukan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 yang disusun sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan sendiri. UUD 1945 merupakan konstitusi tertulis pertama

13

Page 25: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kali.6 Soekarno sendiri sebagai ketua PPKI mengatakan sifat sementara UUD 1945,

karena disadari kurang lengkap dan kurang sempurnanya UUD yang bersifat sementara.

Naskah UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI meliputi Pembukaan dan pasal-pasal yang

terdiri atas 71 butir ketentuan tanpa sebuah penjelasan. Sebagaimana menurut Yamin,

Konstitusi RI adalah yang diputuskan dalam rapat besar PPKI 18 Agustus 1945, sehingga

konstitusi memiliki kekuatan mengikat.7 Dalam prosesnya UUD 1945 sempat berganti

menjadi Konstitusi RIS, UUDS hingga pada akhirnya kembali diberlakukan. UUD 1945

telah mengalami amandemen pada tahun 1999-2002 yang dilakukan dengan 4 (empat)

kali amandemen.

Tuntutan perubahan UUD 1945 merupakan bagian integral dari tuntutan reformasi.

Tidak ada catatan resmi mengenai siapa yang pertama kali melontarkan gagasan

perubahan UUD 1945 secara eksplisit. Isu perubahan UUD 1945 mulai menjadi wacana

yang menyita perhatian publik pada tahun 1998. Berbagai kalangan, mulai dari unsur

akademisi hingga pejabat, melontarkan gagasan-gagasan seputar perubahan UUD 1945.8

Perubahan UUD 1945 yang dilakukan merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi

yang asli. Sehingga konstitusi asli tetap berlaku. Adapun bagian yang diamandemen

merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Bagian perubahan dengan konstitusi

aslinya masih terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum berubah masih

tetap eksis.

Ideology (Ideologi)

Pancasila yang merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar

budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur dari Pancasila sudah semestinya dapat

diimplementasikan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang merupakan dasar dari hukum Indonesia, yang menempati puncak dari piramida

perundang-undangan. Sesuai dengan seluruh nilai-nilai pokok yang telah teruntai dalam

pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk mencapai keadilan,

negara yang berdaulat, persatuan Indonesia dan nilai-nilai lainnya maka diperlukan

6 Mahkamah Konstitusi, Naskah Komperhensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan, 1999 – 2002 Jilid I (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010), hlm. 13.

7 Mahkamah Konstitusi, Ibid., hlm. 38 8 Mahkamah Konstitusi, Ibid., hlm. 84.

14

Page 26: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

perbaikan peraturan yang dapat menyelaraskan masyarakat sehingga dapat meredakan

kesenjangan yang timbul di tengah masyarakat.

Ideologi Pancasila harus selalu diterapkan dalam kehidupan bernegara. Pancasila

sebagai dasar dalam melakukan segala tindakan, termasuk pula dalam hal melakukan

perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu, perubahan UUD 1945

harus mengacu dan berpedoman pada Pancasila sebagai landasan hidup bangsa.

2. Metode Yuridis Empiris atau Penelitian Sosio-legal adalah metode penelitian

yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran

dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran

koresponden adalah fakta yang mutakhir. Pada metode ini diawali dengan

penelitian normatif atau penelaahan terhadap eksistensi dan pemberlakuan UUD

1945 di tengah masyarakat yang menimbulkan kesenjangan, pengumpulan data

dengan studi kepustakaan yang sehubungan dengan permasalahan dan

mengkajinya dari berbagai bidang, seperti sosial, budaya, dan politik.

15

Page 27: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB II

DASAR FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, YURIDIS, DAN POLITIS

2.1 Dasar Filosofis

Untuk membentuk atau mengubah konstitusi perlu memperhatikan tiga lapisan

konstruksi konstitusi yaitu, ilmu konstitusi, teori konstitusi, dan filsafat konstitusi. Setiap

konstruksi itu, terdapat lapisan-lapisan konstitusi yang bersimbiosis, sehingga konstitusi

itu dapat memenuhi unsur sebagai sebuah konstitusi sekaligus memenuhi unsur

keabsahan suatu undang-undang dan undang-undang itu pun memenuhi syarat sebagai

sebuah konstitusi negara. Konstruksi-konstitusi itu terdiri dari:9

(1) Ilmu Konstitusi, yang terdiri dari lapisan:

a. Ilmu Dogmatik Konstitusi: artinya konstitusi dikonsepkan sama makna

dengan undang-undang, dan konstitusi dikonsepkan sebagai norma

positif yang disusun oleh negara. Undang-undang dikonsepkan sebagai

apa seharusnya, bukan apa senyatanya;

b. Sosiologi Konstitusi: artinya dalam kajian ini ada 3 padanan yang sering

muncul di parlemen ketika ingin menyusun atau mengubah suatu

konstitusi, yaitu (1) Sosiologi konstitusi, (2) Konstitusi Sosiologi, dan (3)

ilmu hukum sosiologi konstitusi;

c. Perbandingan Konstitusi: artinya secara makro konstitusi itu harus

memuat semua unsur pluralisme yang hidup dan berkembang di dunia dan

secara mikro konstitusi mencerminkan karakter ke-Indonesiaannya;

d. Sejarah Konstitusi: artinya dalam menyusun, mengolah, menganalisa,

mensistematisasi, termasuk menginterpretasi suatu konstitusi harus

memperhatikan aspek kesejarahannya sekaligus harus memperhatikan

konstruksi teoretis formal ilmu konstitusi. Aspek kesejarahan konstitusi,

artinya sejarah adalah masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.

Aspek konstruksi formal ilmu konstitusi berarti melihat masa lalu dengan

9 Abdul Rasyid, Kajian Anggota Komisi Konstitusi Terhadap Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 (Bandung: Cipta Aditya Baktim 2004), hlm. 1-5.

16

Page 28: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tidak terikat oleh hukum ruang dan waktu masa lalu itu sebagai bahan

masukan untuk menyusun atau mengubah konstitusi baru.

e. Psikologi Konstitusi: artinya mengkaji konstitusi dari sudut pandang ilmu

jiwa, baik dari segi psikoanalisis, humanistik, dan ilmu-ilmu perilaku.

Disini orang-orang mempelajari dan memahami wibawa orang-orang

yang diberi kepercayaan duduk di MPR jika MPR masih diberi wewenang

untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945 atau berfikir lain perlu

menempatkan orang-orang yang benar-benar berwibawa diberi wewenang

untuk melakukan penafsiran terhadap UUD 1945 sebelum diperiksa oleh

hakim MK jumlahnya tidak perlu banyak “Lembaga konstitusi” (bukan

lembaga negara) ini diberi nama “majelis pertimbangan UUD 1945” yang

wewenangnya : (a) melakukan penafsiran terhadap UUD 1945, (b)

melakukan penafsiran terhadap pengertian keadilan, (c) Melakukan

pengertian terhadap pengertian kebenaran, (d) melakukan penafsiran

terhadap penafsiran kesalahan;

f. Antropologi Konstitusi: artinya mengkaji aspek antropos (manusia),

utamanya aspek kultural berupa hak-hak tradisional (indigiunies people),

hak-hak adat-adat sehingga terintegrasi alam keseluruhan nilai-nilai

politik, ekonomi, sosiologi, dan budaya.

(2) Teori Konstitusi, terdiri atas:

a. Teori Fungsional Konstitusi: artinya agar konstitusi itu berfungsi efektif

diterima oleh seluruh elemen negara dan masyarakat, maka dalam

merumus bab-bab dan pasal-pasal konstitusi dalam bentuk UUD harus

memperhatikan kaidah-kaidah yang hidup dan berkembang dalam

pluralisme masyarakat dunia dan Indonesia, kemudian merumuskannya

dalam bentuk UUD, sehingga berfungsinya seluruh tata dalam manusia

dengan baik, maka seluruh tata kehidupan akan berjalan dengan baik pula;

b. Teori Sistem Konstitusi: artinya mengkaji apa teori sistem itu dalam

konstitusi, apakah sistem itu, bagaimana pendekatan sistem itu dan

bagaimana analisa sistem itu dipakai untuk mengkaji konstitusi. Ini adalah

sifatnya inter dan lintas disiplin ilmu, akan tetapi tujuan sistem dalam

17

Page 29: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

konstitusi adalah untuk menciptakan : (a) Kepastian; dan (b) penertiban,

sehingga masyarakat merasa tertib dengan konstitusi tersebut. Artinya

untuk mencapai kepastian dan ketertiban dengan UUD NRI 1945 gejala-

gejala yang hidup dan berkembang di masyarakat harus dikaitkan secara

fungsional dengan fakta-fakta hidup di masyarakat internasional;

c. Teori Empirikal Konstitusi: artinya gejala yang hidup dan berkembang di

masyarakat harus dikaitkan secara fungsional dengan fakta masyarakat

dengan tujuan untuk meletakkan ciri pembeda dengan masyarakat yang

berkonstitusi menurut UUD NRI 1945. Artinya ciri-ciri dari isi pasal UUD

NRI 1945 merupakan ciri pembeda dengan UUD negara lain, walaupun

bentuk dan sistem, pemerintahannya sama dengan UUD NRI 1945. Ciri

empirikal ini penting diletakkan mengingat perlunya melakukan ciri

pembeda antara “Lembaga UUD NRI 1945” dengan “Lembaga negara”

yang termuat dalam UUD NRI 1945 yang menganut ajaran pemisahan

kekuasaan dan yang disertakan dengan prinsip check and balances;

d. Teori Sosialisme Konstitusi: artinya, dalam konstitusi harus memuat

perlindungan hak-hak dasar sosial dan keadilan sosial.

(3) Filsafat Konstitusi, terdiri atas:

a. Kosmologi Konstitusi: artinya bagaimana aspek cosmos yang

menempatkan Indonesia dalam garis khatulistiwa dan senyatanya hidup

dalam berbagai ribu ragam suku, ras, agama, kepercayaan, serta

berkarakter tersendiri, tetapi semuanya bereligiusitas kosmis, sehingga

bangsa Indonesia secara kodrati semuanya bereligi, maka dalam UUD

1945 perlu ada nilai-nilai religiusitas yang termasuk dalam nilai-nilai

kenegaraan dan pemerintahan;

b. Ontologi Konstitusi: artinya mencari, menyelidiki, dan meneliti hakikat

konstitusi dari : (a) isi dasar pengertian konstitusi dan UUD, misalnya

apa konstitusi itu sama dengan UUD, hukum dasar atau norma dasar yang

semuanya bersifat dasar, sehingga konstitusi itu memuat unsur keadilan,

berkepastian dan pantas (untuk bangsa Indonesia); (b) meneliti gagasan

atau cita dari konstitusi itu sendiri, (c) Menetapkan nilai dasar atau norma

18

Page 30: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dasar yang berfungsi sebagai titik awal bagi penetapan nilai kaidah-

kaidah, norma norma dengan tujuan untuk mengembangkan ideologi

(pancasila) yang merupakan bangunan dasar bagi legitimasi aturan-aturan

konstitusi, figur konstitusi dan sistem konstitusi yang ada dan yang sedang

diamati;

c. Epistomologi Konstitusi: artinya menyelidiki seberapa jauh hakikat

tentang ilmu konstitusi dan permasalahan-permasalahan fundamental dari

filsafat konstitusi dimungkinkan adanya. Sehingga pembuat atau

pengubah konstitusi (MPR) mengetahui bahwa cara memperoleh nilai-

nilai yang ada pada konstitusi kemudian bagaimana memasukkan nilai-

nilai ke dalam UU (UUD 1945);

d. Aksiologi Konstitusi: artinya menyelidiki isi penetapan nilai-nilai dan

norma-norma dasar yang ada dalam konstitusi kemudian dimuat dalam

suatu UUD suatu Negara;

e. Teleologi Konstitusi: artinya bagaimana tujuan konstitusi itu lebih banyak

memuat aspek-aspek statika konstitusi, fungsi dan dinamika konstitusi;

f. Filsafat Ilmu dari Konstitusi: artinya, a) Mengkaji hal-hal yang bersifat

fundamental yang hidup dan berkembang di dalam empirik masyarakat

(Indonesia) yang pluralis dan berkarakter merupakan ciri khas Indonesia

dan harus dianggap paling unik di dunia serta perlu dipertahankan dan

dilestarikan; b) Menjawab pertanyaan, misalnya bagaimana menjawab

ukuran dan corak keunikan keilmuan dari UUD 1945, juga menjawab

sampai seberapa jauh keilmuan UUD 1945 dapat dikatakan bebas nilai,

sekaligus sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia;

g. Logika Konstitusi: artinya mengkaji susunan logika dari struktur

konstitusi dan memasukkan struktur konstitusi itu ke dalam bab dan pasal-

pasal UUD 1945. Struktur konstitusi itu berupa a) idiologi, b) asas- asas,

c) kaidah-kaidah d) integrasi e) organ konstitusi. Sehingga dalam suatu

UUD harus memuat 3 hubungan, yaitu : 1) Hubungan konstitusi dengan

logika, 2) Hubungan konstitusi dengan Bahasa, 3) Dasar teknik

berargumentasi pada saat merumus suatu bab-bab, pasal-pasal suatu UUD

yang dimuat dalam risalah penyusunan UUD.

19

Page 31: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Ketiga konstruksi itu harus pula dihubungkan secara vertikal-horizontal dan diametris

pengertian dasar hubungan antara rakyat dengan negara sebagai instrumen demokrasi,

negara hukum, perlindungan hak asasi dan sosialis, yaitu: 1) Hubungan kedaulatan, dan

2) Hubungan kerja. Jika hubungan itu bersifat hubungan kedaulatan, maka memerlukan

“Lembaga UUD”, sedangkan kalau hubungan itu hanya sekedar hubungan kerja maka

melahirkan “Lembaga Negara”. Semua hubungan yang bersifat hubungan kedaulatan,

harus dimuat dalam UUD, sedangkan hubungan yang bersifat hubungan kerja tidak mesti

harus dimuat dalam UUD.

2.1.1. Konten Konstitusi

Mr. J.G. Steenbeek, sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Sri Soemantri dalam

disertasinya, menggambarkan secara lebih jelas apa yang seharusnya menjadi isi dari

konstitusi,10 yakni: Pertama, adanya jaminan terhadap Hak-hak asasi manusia dan

warga negaranya, Kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang

bersifat fundamental, Ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas

ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental. Dengan demikian, apa yang

seharusnya diatur dalam UUD NRI 1945 hanya mengatur penjabaran dari ketiga

masalah pokok tersebut.

Namun, di dalam konstitusi yang ada pada saat ini ada beberapa hal-hal dalam

struktur ketatanegaraan yang tidak bersifat fundamental, tapi kemudian diatur dalam

UUD dalam pembahasan khusus, salah satu diantaranya Komisi Yudisial. Tambah

pula dalam struktur ketatanegaran Indonesia berdasarkan pada prinsip, dimana

kedaulatan rakyat ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara

memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang

dinisbatkan sebagai fungsi lembaga- lembaga negara yang sederajat dan saling

mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip Check and balances yang

selanjutnya melahirkan prinsip pembagian kekuasaan (Distribution of Power).

Sehingga pada prinsipnya, prinsip pemisahan kekuasaan di Indonesia berdasar pada

keterpaduan antara (Separation and distribution of power). Yang mana dalam konsep

perubahan ini, perlu dipertegas melalui fungsi lembaga- lembaga negaranya bahwa

10 K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, terjemahan Muhammad Hardani (Surabaya: Pustaka Eureka, 2005), hlm. 33-34.

20

Page 32: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

sebenarnya Indonesia tidak hanya berdasarkan pada prinsip distribution of power

ataupun separation of power, melainkan dalam pemberian kekuasaan, terlebih dahulu

dipisahkan kekuasaannya berdasarkan Teori Trias Politica, dari Montesquieu yang

selanjutnya diadakan pembagian-pembagian kekuasaan secara efektif berdasarkan

prinsip check and balances.

Berikutnya, menurut Miriam Budiarjo bahwa Setiap UUD harus memuat

ketentuan-ketentuan mengenai:11 (1) Organisasi negara, misalnya pembagian

kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudisial; Pembagian kekuasaan antara

pemerintah federal dan pemerintah negara bagian; prosedur penyelesaian masalah

pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya; (2) Hak-hak

asasi manusia; (3) Prosedur mengubah UUD; (4) Ada kalanya memuat larangan untuk

mengubah sifat tertentu dari UUD.

2.1.2. Filsafat Negara

Menurut Plato dan Aristoteles ada tiga bentuk Negara yang ideal, yakni: Monarki

(Kerajaan), Aristokrasi, dan Demokrasi. Tetapi dalam zaman modern sekarang,

bentuk Negara yang umum kita jumpai adalah Kerajaan (Monarki), dan Republik.12

Negara Ideal Menurut Plato

Pokok yang mendasari pikiran-pikiran Plato mengenai falsafah Negara ialah:

apakah yang paling baik untuk manusia dan jalan mana yang harus ditempuh untuk

mencapainya.13 Plato memberi jawaban dengan suatu model, yakni ajaran mengenai

empat kebajikan. Keempat kebajikan itu ialah Kebijaksanaan, Keberanian, Tenggang

rasa dan Keadilan. Keempat kebajikan inilah yang harus menjadi unsur-unsur dasar

dari suatu Negara yang ideal. Selanjutnya, menurut urutan pentingnya, dalam Negara

ideal seperti itu ada tiga golongan warga: kaum terpelajar, golongan pertahanan, dan

golongan yang mengusahakan pengadaan makanan (kaum tani, nelayan, dll). Ketiga

golongan inilah yang menjadi pilar-pilar dari Negara yang ideal. Jadi menurut Plato,

yang paling baik bagi manusia ialah hidup dalam suatu Negara yang ideal, dan dasar

11 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 101.

12 Werner Ziegenfusz, Handbuch der Soziologie (Stuttgart: UTB, 1956), hlm. 118. 13 Plato, Der Staat (Stuttgart: UTB, 1965), hlm. 260.

21

Page 33: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dari Negara ideal in adalah keempat kebajikan tadi. Yang paling memahami kebajikan

tentunya adalah kaum filsuf. Dengan sendirinya, yang paling cocok untuk memerintah

dan memimpin Negara ideal tersebut adalah seorang filsuf.

Pandangan Aristoteles Mengenai Negara

Sementara Aristoteles mendasarkan pandangannya pada ajaran Sokrates

mengenai kebajikan, menciptakan unsur-unsur pokok bagi suatu ajaran mengenai

Negara. Menurut Aristoteles ada enam kemungkinan bagi bentuk-bentuk Negara.

Menurut urutan kebaikannya bagi masyarakat, bentuk-bentuk Negara itu adalah:

Kerajaan, Aristokrasi, Politeia (sebagai bentuk campuran antara Oligarki dan

Demokrasi), Oligarki, Demokrasi dan akhirnya Tyranni.14 Kedua pemikir Yunani itu

sama-sama berpendapat bahwa tugas utama Negara ialah mengatur kehidupan

bersama para warga dalam masyarakat, dalam suatu bentuk yang mengutamakan

keadilan dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat.

Teori Negara Hukum

Menurut pandangan Nicolaus von Kue, manusia baru benar-benar bebas bila ia

tidak lagi harus mentaati manusia, melainkan mentaati undang-undang. Dengan

demikian, undang-undanglah norma yang tertinggi, yang ditaati oleh setiap orang

tanpa membedakan golongan dan asal-usul. Menetapkan norma-norma dan undang-

undang tidak menjadi hak istimewa seorang penguasa yang karena kelahirannya

ditetapkan punya wewenang untuk itu. Norma dan undang-undang harus ditetapkan

oleh sebuah “panitia” yang terdiri dari kaum bangsawan dan rakyat biasa sebagai

“kuasa di antara dua kekuasaan”.15

2.1.3. Arti Pancasila

Dalam melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen,

maka kita tidak saja harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam

pasal-pasal dari Batang Tubuh (the body of the constitution) atau isi daripada UUD

1945 itu, tetapi juga ketentuan-ketentuan pokok yang termaktub dalam Pembukaan

14 Aristoteles, Politics (Oxford: Aeterna Press, 2015), hlm. 94. 15 Johannes Messner, Der Staat (Berlin: Duncker Humlot, 1978), hlm. 72.

22

Page 34: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

UUD 1945. Karena Pembukaan UUD 1945 adalah bagian mutlak yang tak dapat

dipisahkan dari Konstutisi Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Penjelasan resmi

dari Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 itu

terkandung Pokok-Pokok Pikiran sebagai berikut:

1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dengan berdasar atas persatuan;

2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

3. Negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas

kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan;

4. Negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar

Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Adapun amat pentingnya dan besar artinya Pembukaan UUD 1945 itu ialah

karena dalam alinea ke-IVnya tercantum Ketentuan Pokok yang bersifat fundamental,

yaitu Dasar Falsafah Negara Republik Indonesia, yang dirumuskan dalam kata-kata

berikut:

“maka disusunlah Kemerdekaan Bangsa Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu Negara Republik

Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:

1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa;

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam

Permusyawaratan/Perwakilan;

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kelima dasar ini tercakup dalam satu nama/istilah yang amat penting bagi bangsa

Indonesia, yaitu: Pancasila. Istilah atau perkataan “Pancasila” memang tidak

tercantum baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945. Di dalam alinea

ke-IV dari Pembukaan UUD 1945 hanyalah disebutkan, bahwa Negara Republik

Indonesia berdasarkan kepada Lima Prinsip atau Asas tersebut, tanpa menyebutkan

23

Page 35: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

“Pancasila”. Untuk mengetahui bahwa kelima Prinsip atau Dasar tersebut adalah

Pancasila, maka kita perlu mengadakan penafsiran sejarah maupun penafsiran

sistematis yakni menghubungkannya dengan sejarah lahirnya pemakaian istilah

Pancasila itu sendiri pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila sebagai Dasar Falsafah

Negara Republik Indonesia diusulkan oleh anggota BPPK yaitu Ir. Soekarno dalam

pidatonya di depan Sidang Badan Penyelidik pada tanggal 1 Juni 1945 dan dalam

pidato tersebut, Ir. Soekarno mengusulkan Lima Dasar Negara Indoneisa yang

sekaligus dinamakannya Pancasila: Panca berarti Lima, sedangkan Sila berarti Dasar

atau Asas Kesusilaan.

Dalam pidato 1 Juni 1945 ditegaskan, bahwa maksud Pancasila adalah sebagai

philosophische grondslag daripada Indonesia Merdeka, dan philosophische

grondslag itulah fundamen falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya

didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.

2.1.4. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana

tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan

pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang

dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana bangsa itu memecahkan

persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan

merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang

pasti timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakat sendiri maupun

persoalan- persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa

di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas, sesuatu bangsa akan memiliki

pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik,

ekonomi, sosial, dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang dinamis dan

semakin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula sesuatu bangsa

akan membangun dirinya.

Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang

dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.

24

Page 36: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pada akhirnya, pandangan hidup sesuatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-

nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan

menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Karena itulah dalam

melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak dapat begitu saja mencontoh atau

meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan

pandangan hidup dan kebutuhan-kebutuhan bangsa kita sendiri. Suatu corak

pembangunan yang baik dan memuaskan bagi sesuatu bangsa, belum tentu baik atau

memuaskan bagi bangsa yang lain. Karena itu pandangan hidup suatu bangsa

merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian suatu bangsa.

Alangkah beruntungnya bahwa pendiri-pendiri Republik ini, dapat merumuskan

secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita, yang kemudian

dinamakan Pancasila. Seperti apa yang ditunjukkan dalam Ketetapan MPR Nomor

II/MPR/1978, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian

bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara kita. di

samping itu, maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa

Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita

moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah mengakar di dalam kebudayaan

bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia

akan mencapai kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan,

baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam, dalam hubungan manusia

dengan Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan

rokhaniah.

2.1.5. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila yang dikemukakan dalam Sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945

adalah dikandung maksud untuk dijadikan dasar bagi Negara Indonesia Merdeka.

Adapun dasar itu haruslah berupa suatu falsafah yang menyimpulkan kehidupan dan

cita-cita bangsa dan negara Indonesia yang merdeka. Di atas dasar itulah akan

didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang

menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Oleh karena

Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan menjiwai seluruh isi peraturan dasar

tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia baik itu

25

Page 37: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan

peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh Negara dan

Pemerintah Republik Indonesia haruslah sejiwa dan selaras dengan Pancasila. Isi dan

tujuan daripada peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari

Pancasila.

2.1.6. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Awal dari pembahasan mengenai Perubahan Pembukaan UUD NRI 1945 dimulai

sejak Rapat Pleno Ke-2 Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia (BP MPR RI), 6 Oktober 1999 yang dipimpin oleh Amin Rais selaku ketua.

Disampaikan oleh Juru Bicara F-PG, Tubagus Haryono, Pembukaan UUD NRI 1945

sebagai bagian yang sangat fundamental dari Indonesia. Pembukaan UUD NRI 1945

bersifat sekali dan selamanya, yakni Proklamasi Kemerdekaan RI, untuk Negara

Kesatuan RI, dan dasar negara Pancasila.16 banyak dari anggota rapat yang

menyetujui untuk tidak mengubah Pembukaan UUD NRI 1945.Muhammadi dari F-

Reformasi, Vincent Radja dari F-KKI, Taufiequrochman Ruki dari F-TNI/Polri, Andi

Mattalatta dari F-PG, Hamdan Zoelva dari F-PBB, Antonius Rahail dari F-KKI,

Gregorius Seto Harianto dari F-PDKB, Hendi Tjaswadi dari F-TNI/Polri, dan Valina

Singka Subekti dari F-UG yang pada intinya menyatakan tidak ada perubahan dalam

Pembukaan UUD NRI 1945. Hal ini dikarenakan Pembukaan menyangkut eksistensi

dan cita-cita negara; terdapat perjanjian luhur antar anak negeri di wilayah nusantara

ini untuk menjadi suatu bangsa; memuat falsafah-falsafah dasar negara, tujuan negara,

dan juga dasar negara serta pernyataan Proklamasi.

Muhammadi dari F-Reformasi menyampaikan pendapat yang sama, yaitu:

“…amandemen yang akan datang itu hanya mencakup Batang Tubuh dengan

tetap mempertahankan Pembukaan dan menghapuskan Penjelasannya, Aturan

Tambahan, dan bagian yang sudah tidak sesuai dengan jaman...”

Sehingga, dalam laporan Harun Kamil saat Rapat Pleno Ke-3 BP MPR RI, 14

Oktober 1999, yang dipimpin oleh H. M. Amin Rais, mengatakan bahwa semua fraksi

16 Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses pada Hasil Perubahan UUD NRI 1945, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002, Buku II tentang Sendi-Sendi/Fundaman Negara (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hlm. 68.

26

Page 38: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD NRI 1945; yang diubah adalah

Batang Tubuh dan Penjelasan UUD NRI 1945; dan jika ada hal-hal yang bersifat

normatif dalam Penjelasan UUD NRI 1945, dimasukkan ke dalam Batang Tubuh

UUD NRI 1945.

Begitupun pada Perubahan UUD NRI 1945, Hobbes Sinaga dari F-PDI

Perjuangan menyampaikan kesepakatan fraksi-fraksi ketika rapat sebelumnya untuk

tidak mengubah Pembukaan UUD NRI 1945. Selain itu, Agun Gunandjar Sudarsa

dari F-PG, Abdul Khaliq Ahmad dari F-KB, Lukman Hakim Saifuddin dari F-PPP,

Hamdan Zoelva dari F-PBB, Asnawai Latif dari F-PDU, A. M. Luthfi dari F-

Reformasi, Antonius Rahail dari F-KKI, Gregorius Seto Harianto dari F-PDKB,

Hendi Tjaswadi dan Taufiequrochman Ruki dari F-TNI/Polri, Valina Singka Subekti

dari F-UG, Sutjipno, dari F-PDI Perjuangan, M. Hatta Mustafa dan Valina Singka

Subekti dari F- PG, Zain Badjeber dari F-PPP, Yusuf Muhammad dari F-KB, Hamdan

Zoelva dari F- PBB, dan Patrialis Akbar dari F-Reformasi melaksanakan kesepakatan

yang dilaporkan oleh Jakob Tobing dalam Rapat Ke-5 BP MPR RI, 5 Maret 2000,

yang dipimpin oleh H. M. Amien Rais, untuk tidak mengubah Pembukaan UUD NRI

1945, tetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Sistem Pemerintahan

Presidensiil.

Ketidakdapatannya Pembukaan UUD NRI 1945 untuk diubah memiliki sejarah

panjang, khususnya dalam proses pembuatannya. Pembukaan ini dirumuskan oleh

Panitia Sembilan yang sebenarnya tidak termasuk dalam tugas panitia tersebut yang

resminya diberi nama Panitia Kecil. Namun pada kenyataannya, Pembukaan UUD

NRI 1945 menjadi hal yang penting, khususnya dalam Hukum Tata Negara Indonesia.

Pembukaan ini, pada awalnya dikenal dan terkenal dengan nama Piagam Jakarta.

Meskipun piagam tersebut memang dimaksudkan sebagai “Rancangan Undang-

undang Dasar” yang harus ditetapkan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan (BPUPKI), namun Ketua BPUPKI pada saat itu tidak menyetujui hal

itu menjadi agenda pembicaraan. Hingga pada Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945, tanpa mengalami kesulitan, panitia

menyepakati dan menetapkan Piagam tersebut sebagai Pembukaan UUD NRI 1945.

Berikut empat pokok pikiran yang terkandung dalam UUD NRI 1945:

27

Page 39: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia;

2. Negara mengatasi segala paham golongan; mengatasi segala paham

perseorangan. Negara menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa

Indonesia seluruhnya;

3. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat;

4. Negara berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan;

5. Negara berdasar atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dalam “lampiran” Ketetapan MPRS-RI No. XX/MPRS/1966 tentang

Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan

Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, Bagian I, No. 3 Sub. c.

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945juga memuat Pancasila sebagai Dasar

Negara. Oleh karena itu, dikemukakan pendapat bahwa Pembukaan Undang-undang

Dasar 1945 tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil Pemilihan

Umum.

Selanjutnya, jika ditinjau secara yuridis, dapat diketahui mengenai sejauh mana

Pembukaan tidak dapat diubah, yaitu:

1. Tentang tata urutan peraturan perundang-undangan di Negara Republik

Indonesia;

2. Tentang Kedudukan ketentuan yang berbunyi, bahwa “Undang-undang Dasar

1945 terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuhnya;

3. Tentang kedudukan ketetapan MPRS yang berisi ketentuan yang berbunyi

“Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk MPR

hasil pemilihan umum.”17

Sehingga dari tinjauan-tinjauan tersebut, semakin memperlihatkan bahwa sulit

untuk menemukan ranah perubahan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Celah yang

paling memungkinkan adalah dengan masalah politik. Selain itu, apabila ditentukan

17 Sri Soemantri M., Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi (Bandung: PT Alumni, 2006), hlm. 195-196.

28

Page 40: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dalam UUD NRI 1945, masalah dapat diubah atau tidaknya Pembukaan tidak dapat

diatur dalam peraturan perundang-perundangan yang lain, termasuk Ketetapan MPR.

Dengan perkataan lain, hal itu harus diatur dalam Undang-undang Dasar.18

2.1.7. Kedudukan Pembukaan UUD 1945

Kedudukan Pembukaan dalam kerangka konstitusional Indonesia dapat dijelaskan

dari teori hukum stuffenbau theorie yang digagas oleh Hans Kelsen dan

dikembangkan oleh Hans Nawiasky. Hans Nawiasky dalam buku Allgemine

Rechstlehre memaparkan tentang stuffenbau theorie yang mengelompokkan norma

hukum dalam suatu negara menjadi empat kelompok yang terdiri atas

staatsfundamentalnorm (Pancasila dan Pembukaan UUD 1945), staatsgrundgesetze

(pasal-pasal UUD 1945), formelle gesetze (undang-undang) serta verordnungen dan

autonome satuzungen.19 (peraturan perundang-undangan lainya). Pembukaan UUD

1945 sebagai staatsfundamentalnorm atau Pokok Kaidah Fundamental Negara.20

Hanya dapat diubah oleh pembentuknya atau bila hendak membubarkan negara

Proklamasi 17 Agustus 1945 untuk digantikan dengan negara yang baru. Atas dasar

Pokok Pikiran dan makna alinea-alinea yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945

sebagaimaan diuraikan di atas dapat ditegaskan bahwa Negara Kesaturan Republik

Indonesia (NKRI) dibangun atas dasar paham kekeluargaandan kegotong-royongan

dalam mewujudkan prinsip “semua buat semua” dan “sociale rechtsvaardigheid” atau

“politiekeconomische democratie” atau keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Paham kekeluargaan Indonesia, semangat kegotong—royongan, prinsip “semua buat

semua” dan cita-cita keadilan sosial merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara

yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Pokok Kaidah Fundamental Negara sebagaimana dimaksud harus dijadikan

sumber motivasi sekaligus sebagai tolak ukur yang diejawantahkan dalam batang

tubuh UUD 1945, undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lain yang

berada di bawahnya. Dengan kata lain Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah

18 Ibid., hlm. 201. 19 Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan I: Jenis Fungsi, dan Materi Muatan (Yogyakarta:

Kanisius, 2007), hlm. 46-47. 20 Notonegoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara (Yogyakarta: Kanisius, 1971), hlm. 34.

29

Page 41: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Fundamental Negara adalah jiwa atau roh kebangsaan Indonesia yang menjadi dasar

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mengenai kedudukan pembukaan sebagai kaidah fundamental negara ini perlu

diketahui adanya dua paham mengenai konstitusi: paham konstitusi dalam arti sempit

dan dalam arti luas. Menurut paham konstitusi dalam arti sempit, pembukaan

konstitusi itu secara hukum tidak merupakan bagian dari konstitusi. Ia “sekadar

berjalan mendahului konstitusi”. Pembukaan konstitusi hanya memuat proses faktual

mengenai terjadinya konstitusi, serta keyakinan yang berkaitan dengan cita-cita

bangsa, namun tidak mempunyai watak normatif.21

Menurut paham konstitusi dalam arti luas maka pembukaan merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari konstitusi. Lebih dari itu prinsip-prinsip non-hukum yang

dituangkan dalam pembukaan merupakan apriori-hukum yang mendahului dan

sekaligus menjadi hukum positif. Dalam paham ini, fungsi pembukaan dipandang

sebagai apriori hukum yang memberi makna hukum sekaligus watak normatif pada

ketentuan hukum yang dituangkan dalam batang tubuh konstitusi dalam bentuk

sebagai pasal. Sebagai konsekuensinya, ketentuan hukum yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada apriori hukum adalah bukan hukun dan secara yuridis

batal karena hukum. Para pendiri Negara Republik Indonesia yang menyusun

Konstitusi Proklamasi menganut paham konstitusi dalam arti luas.22

Dalam konstitusi Indonesia, Pembukaan Konstitusi Proklamasi adalah tonggak

dari pendirian Republik yang tak bisa diubah. Seperti diingatkan oleh Prof.

Notonagoro, “Bahwa Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1945

adalah pokok Kaidah Negara yang fundamental yang ditegakkan oleh revolusi dan

tidak boleh diubah-ubah begitu saja; bahwa yang berhak merubah Mukadimah

Undang- Undang Dasar Sementara tahun 1945 hanyalah pembentuk-pembentuk

Negara, ialah mereka yang turut menyusun Proklamasi serta mereka yang

merumuskan Piagam Jakarta yang kemudian dipasangkan Mukaddimah Undang-

Undang Dasar.”

21 Zain Badjeber, “Menyimak dan Menerapkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” Jurnal Ketatanegaraan 1 (2016), hlm. 90.

22 Gregorius Harianto, “Kajian FIlosofis Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara,” Jurnal Ketatanegaraan 1 (2016), hlm. 30.

30

Page 42: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2.1.8. Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945

Penjelasan UUD 1945 memuat penegasan bahwa dalam pembukaan UUD 1945

termaktub empat pokok pikiran yang satu sama lain berkaitan secara holistik dan

menegakkan lima prinsip Pancasila.

Pokok Pikiran I, bahwa Negara Indonesia adalah negara yang melindungi dan

meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta

mencakupi segala paham golongan dan paham perseorangan. Dalam Pokok Pikiran

I, Negara Indonesia menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia

seluruhnya; Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara

yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi

segala paham golongan, mengatasi segala paham perorangan. Dari Pokok Pikiran I

kita melihat bahwa merdeka terlebih dahulu harus ada persatuan. Persatuan adalah

condition sine quanon. Tanpa persatuan, kemerdekaan tidak akan pernah ada.

Pokok Pikiran II, bahwa negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial

bagi seluruh warganya. Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang

didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama

untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian,

pokok pikiran kedua adalah penjelmaan sila kelima Pancasila.

Pokok Pikiran III, bahwa Negara Indonesia menganut paham kedaulatan

rakyat. Negara dibentuk dan diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat.

Negara dibentuk dan diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat yang juga

disebut sistim demokrasi. Pokok Pikiran III menegaskan bahwa persatuan yang dituju

dan keadilan sosial yang hendak dicapai harus melalui cara yang demokratis dalam

arti musyawarah untuk mencapai mufakat, sebagaimana ditegaskan dalam Pancasila

dan pada dasarnya berlaku dalam kehidupan keluarga. Pluralitas bangsa Indonesia

baik dari aspek suku, agama yang dianut, asal keturunan maupun tingkat sosial harus

disadari dapat menjadi sumber konflik. Konflik sebagai potensi harus di atas dan

bukan untuk ditutupi. Dan cara mengatasinya adalah melalui musyawarah untuk

mencapai mufakat yang disemangati paham kekeluargaan Indonesia. Oleh karena itu

31

Page 43: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

sistim negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas

kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.

Pokok Pikiran IV, bahwa Negara Indonesia adalah negara yang Berke-

Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok

Pikiran IV menegaskan makna cita negara kekeluargaan Indonesia sebagai bangsa

yang religius dan berkeadaban. Dengan demikian kepercayaan atau iman pada Tuhan

Yang Maha Esa adalah iman yang berakal budi (Fides et Ratio). Malapetaka manusia

terbesar terjadi karena iman tidak berjalan dengan akal budi. Ketika iman dilepaskan

dari akal budi maka manusia dapat terjebak pada keyakinan subjektif seraya menolak

atau bahkan meniadakan keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Dalam praktek

kehidupan sehari-hari ini bahkan banyak orang yang mengakui beriman tetapi tidak

bertakwa.

Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea tersebut secara keseluruhan

diilhami empat Pokok Pikiran di atas.23 Bahwa cita-cita untuk mendirikan Negara

Indonesia Merdeka hanya mungkin apabila pertama-tama seluruh rakyat Indonesia

bersatu, bersatu alam kehendak dan bersatu dalam perjuangan (Pokok Pikiran I).

Persatuan adalah langkah awal yang harus diselesaikan. Setelah bersatu lalu apa yang

harus dilakukan? Yakni negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia (Pokok Pikiran II). Cara apa yang perlu ditempuh agar keadilan

sosial dapat diwujudkan tanpa merusak persatuan? Pilihannya adalah dengan

memenuhi kehendak rakyat melalui permusyawaratan/perwakilan yang tidak

mengutakan mayoritas ataupun minoritas semata. Jadi demokrasi seturut cita negara

kekeluargaan terutama merupakan cara berdialog atau berkomunikasi dengan

mengutakan win-win solution. Terakhir, semua Pokok-Pokok Pikiran tersebut

didasarkan pada rasa syukur dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang

Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dasar kemanusian yang

adil dan beradab sangat penting mengingat keyakinan akan Tuhan Yang Maha Esa

terwujud dalam kelembagaan agama tertentu yang menurut sejarahnya bersifat

dogmatis dan ekspansionis, sehingga potensial menjadi sumber konflik. (Pokok

Pikiran IV)

23 Darji Darmodharho, Sekitar Pancasila, UUD 1945, dan Pembangunan Sistem Hukum Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing, n.a.), hlm. 56.

32

Page 44: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2.1.9. Konsep dan Prinsip yang Termaktub dalam Alinea-Alinea Pembukaan

UUD 1945

Cita negara kekeluargaan terwujud alam cita hukum (Rechstidee) dan cita moral

yang mengandung nilai-nilai. Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi

manusia, baik lahiriah maupun batiniah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara. Dengan demikian cita hukum merupakan “bintang pemandu” bagi

pencapaian Tujuan Nasional. Sebagai nilai dasar yang bersifat idealistik, cita hukum

memiliki peran tinggi. Pertama sebagai pedoman yang mengarahkan suatu norma

hukum positif menuju sesuatu yang adil. Hamid Attamimi menegaskan hal tersebut

tanpa menyertakan peran cita moral.24

Secara khusus dapat ditegaskan pula bahwa cita hukum tidak hanya berfungsi

sebagai tolak ukur yang bersifat regulatif tetapi sekaligus berfungsi sebagai dasar

yang bersifat konstitutif yaitu menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan

kehilangan maknanya sebagai hukum.25 Cita hukum dan cita moral tersebut

termaktub dalam keempat alinea pembukaan UUD 1945 yang dapat dibagi menjadi

lima keyakinan yakni keyakinan politik-emansipatoris, keyakinan historis-telelogis,

keyakinan religius, keyakinan tekad, serta keyakinan filsafat.

1. Keyakinan politik-emansipatoris bangsa Indonesia terkandung pada alinea

pertama;

2. Keyakinan historis dan visi teleologis perjuangan bangsa Indonesia

terkandung pada alinea kedua;

3. Keyakinan religious-liberatif dan kemerdekaan yang terkandung pada alinea

ketiga;

4. Keyakinan tekad yang harus diemban oleh negara dalam mewujudkan tujuan

nasionalnya yang terkandung pada alinea keempat;

5. Keyakinan filsafati tentang dasar falsafah negara yang tercantum pada alinea

keempat

24 Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), hlm. 45.

25 Gustav Radbruch, Grundzuge der Rechtsphilosophie (Heidelberg: C.F. Muller Verlag, 1993), hlm. 49.

33

Page 45: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Alinea I berbunyi; Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala

bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena

tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan.

Dalam alinea I ditegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan

merupakan hak asasi setiap bangsa. Dalam karangannya yang berjudul “Ke Arah

Persatuan”; Soekarno antara lain menyatakan bahwa nasionalisme Indonesia adalah

suatu nasionalisme yang menerima rasa hidupnya sebagai suatu wahyu dan

menjalankan rasa hidupnya itu sebagai suatu bakti. Lebih lanjut dinyatakan pula

bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang ada di kelebaran dan

keluasannya memberi tempat cinta pada lain-lain bangsa.26 Dengan demikian maka

paham kebangsaan (nasionalisme) Indonesia tidak bersifat sempit atau hanya demi

bangsa sendiri, bukan chauvunisme. Paham kebangsaan Indonesia meliputi dasar

kemanusian yang adil dan beradab; jadi yang adil bagi bangsa Indonesia adil pula

bagi bangsa lain. Dalam Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 juga disebut sebagai

“internasionalisme”.27 Oleh karena itu eksploitasi manusia atas manusia lainya wajib

dihapuskan dan wajah memperlakukan sesama manusia secara adil dan setara.

Alinea I tersebut menegaskan cita moral rakyat dan bangsa Indonesia yang

meliputi pengakuan, penghargaan, dan bahkan perjuangan bagi pemajuan hak-hak

asasi manusia. Atas dasar itu Bangsa Indonesia menyatakan bahwa penjajahan harus

dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan yang

merupakan cita moral bangsa Indonesia. Kemerdekaan, peri-kemanusian dan peri- keadilan dengan demikian juga menegaskan tentang cita moral dan cita hukum dari

rakyat dan bangsa Indonesia yang pada gilirannya dijadikan dasar bagi perumusan

politik hukum nasional.

Alinea II berbunyi; Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah

sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan

rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

26 Slamet Muljana, Kesadaran Nasional (Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1974), hlm. 74. 27 Sekretariat Negara RI, Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1995),

hlm. 76.

34

Page 46: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dalam Alinea II dinyatakan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dan bahwa

kemerdekaan Indonesia itu bukanlah hadiah atau pemberian dari penjajah.

Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan yang panjang yang harus

disyukuri. Rasa syukur dan penghargaan yang panjang harus disyukur. Rasa syukur

dan penghargaan atas perjuangan pergerakan kemerdekaan menunjukkan cita moral

rakyat yang luhur. Namun kemerdekaan bukanlah titik akhir. Kemerdekaan hanyalah

bagaikan sebuah pintu gerbang dan di balik pintu gerbang itulah Negara Indonesia

yang dicita-citakan. Dengan demikian menjadi kewajiban moral segenap rakyat untuk

berjuang mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Artinya kemerdekaan hanyalah sebuah

tantangan baru yang membentuk Negara Indonesia yang tidak hanya bebas dari

penjajahan akan tetapi bebas untuk bersatu, berdaulat, dan menciptakan keadilan

dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

1. Negara Indonesia yang merdeka berarti bebas untuk menentukan nasibnya

sendiri;

2. Negara Indonesia yang bersat, berarti merupakan satu kesatuan yang meliputi

rakyat dan wilayah Indonesia tanpa terkecuali;

3. Negara Indonesia yang berdaulat, berarti memiliki kewenangan penuh untuk

mengatur sendiri seluruh hal ihwal kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara Indonesia

4. Negara Indonesia yang adil dan makmur, berarti negara yang mewujudkan

kondisi kehidupan rakyat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam

keadilan. Adil dalam arti bahwa setiap rakyat hidup layak sesuai kemanusian

yang berkeadaban dan sesuai dengan baktinya yang diberikannya kepada

bangsa dan negara. Makmur dalam arti bahwa setiap rakyat hidup

berkecukupan, baik lahirian maupun batiniah.

Alinea III berbunyi; Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan

didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,

maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Alinea III memuat penegasan tentang religiusitas bangsa Indonesia yang

menunjukkan cita moral rakyat yang luhur bahwa dirinya hanyalah ciptaan Yang

Maha Kuasa dan karena itu segala sesuatunya berasal dari pada-Nya dan terjadi

35

Page 47: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

perkenan- Nya. Bahwa pada dasarnya untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas

tidak cukup dasarnya untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas tidak cukup dengan

adanya keinginan yang luhur, akan tetap pertama-tama adalah berkat rahmat Allah

Yang Maha Kuasa. Bangsa Indonesia meyakini bahwa manusia memang harus punya

cita-cita dan berkuasa untuk mewujudkannya, tetapi akhirnya apa yang harus terjadi

diserahkan kepada kehendak Tuhan. Alinea III juga memuat pernyataan kemerdekaan

Negara Indonesia. Dengan pernyataan ini Pembukaan UUD 1945 sekaligus dapat

dinyatakan sebagai penegasan yang lebih menyeluruh dari teks Proklamasi yang

dibacakan pada 17 Agustus 1945.

Alinea IV berbunyi; Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan

Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,

yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan

rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil

dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Alinea IV memuat tujuan yang hendak diwujudkan setelah merdeka yaitu bukan

sekadar bebas dari penjajahan melainkan adalah bebas untuk terbentuknya suatu

“Pemerintahan Negara Indonesia” yang meliputi segenap aspek kekuasaan

pemerintahan negara yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang

berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara sebagai berikut:

1. Pertama Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Ini berarti segenap kekuasaan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki kemampuan dan

kewibawaan untuk melindungi bangsa dan negara dalam segenap aspeknya

dan tanpa membedakan suku, agama, keturunan maupun golongan.

Pemerintah yang dimaksud juga adalah pemerintah yang mengatasi paham

dan kepentingan perseorangan maupun paham dan kepentingan golongan.

36

Page 48: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Jadi pemerintah yang bersatu dengan seluruh rakyatnya yang mengatasi

seluruh golongan- golongannya dalam lapangan apapun serta dalam suasana

bersatunya rakyat dan pemimpinya, antara golongan-golongan rakyat satu

sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, semangat

kekeluargaan;

2. Kedua, Pemerintah Negara Indonesia yang memajukan kesejahteraan umum.

Artinya Pemerintah negara yang mampu secara ajeg dan berkesinambungan

meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat seluruhnya secara adil,

tanpa diskriminasi dan tanpa kecuali. Kesejahteraan di sini meliputi

kesejahteraan materiil maupun spiritual yang tercermin pada adanya rasa

aman, tenteram, tertib, damai, dan makmur;

3. Ketiga, Pemerintah Negara Indonesia yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Yang dimaksudkan adalah bahwa Pemerintah Negara wajib menciptakan

kehidupan bangsa yang cerdas; bukan hanya cerdas dalam aspek intelektual,

spiritual ataupun emosional. Kehidupan bangsa yang cerdas harus tercermin

juga dalam wujud kondisi hidup dan kehidupan rakyat warga negara yang

sejahtera dan berkeadaban yang tinggi. Dengan kata lain kehidupan bangsa

yang cerdas juga mencerminkan kemampuan untuk mengikuti perkembangan

dan kemajuan peradaban dunia sehingga mampu sejajar dengan bangsa lain

yang telah maju. Jadi cerdas orangnya dan cerdas pula kepribadiannya dan

taraf kehidupan atas dukungan lingkungan alam sekitarnya. “Mencerdaskan

kehidupan bangsa: dengan demikian juga berarti membangun kemampuan

untuk hidup produktif, bukan sekedar dalam aspek having namun utamanya

juga dalam aspek being. Aspek having pada dasarnya didorong oleh tuntutan

rohaniah yang berupa hati nurani. Oleh karena itu mencerdaskan kehidupan

bangsa juga berarti menciptakan keseimbangan lahir-batin yang terwujud

dalam “manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya.”;

4. Keempat, Pemerintah Negara Indonesia yang mampu ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan

keadilan sosial. Hal ini berarti bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus

berkemampuan dan berkewajiban untuk ikut menciptakan ketertiban dunia.

Dengan kata lain Pemerintah Negara Indonesia harus merdeka dan berdaulat,

37

Page 49: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

bebas dari tekanan pengaruh kekuatan asing. Ketertiban dunia tersebut harus

diwujudkan atas dasar tidak adanya lagi penjajahan suatu negara oleh negara

lain dalam suasana persahabatan tanpa permusuhan serta dalam kondisi

kehidupan yang adil dan makmur. Selanjutnya ketertiban dunia juga harus

diwujudkan atas dasar dan demi terwujudnya keadilan sosial. Ketertiban dunia

harus menjadi bagian atau dalam rangka perwujudan keadilan sosial bagi umat

manusia. Bangsa Indonesia menyadari bahwa “ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

merupakan bagian integral dari kesejahteraan dan keadilan sosial bangsa

Indonesia, bahkan dapat disebut sebagai condition sine quanon.

Dalam mencapai keempat tujuan bernegara di atas, Negara Indonesia

diselenggarakan berdasarkan: (1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusian Yang

Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan Yang Dipimpin oleh

Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan (5) Keadilan Sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia yang secara bersama-sama disebut sebagai Pancasila.

2.1.10. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945

Penting untuk juga membahas bagaimana hubungan antara Pancasila dan

Pembukaan UUD 1945. Pada dasarnya hubungan antara Pancasila dan Pembukaan

UUD 1945 dapat dibagi menjadi dua yakni hubungan formal dan hubungan materiil

Dalam hubungan formil, dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam

pembukaan UUD 1945 maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar

hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bertatanegara tidak hanya bertopang

kepada asas-asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan

keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius

dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya berdampak pada Pancasila. Jadi berdasarkan

tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan bahwa; Pertama,

rumusan Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia adalah seperti yang

tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV. Kedua, bahwa pembukaan UUD

1945 berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok kaidah negara yang

fundamental. Dalam hubungan yang bersifat formal antara Pancasila dengan

Pembukaan

38

Page 50: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

UUD NRI Tahun 1945 dapat ditegaskan bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar

Negara Republik Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD

NRI Tahun 1945 alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan

Pokok Kaidah Negara yang Fundamental sehingga terhadap tertib hukum Indonesia

mempunyai dua macam kedudukan, yaitu; Pertama, sebagai dasarnya karena

pembukaan itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum

Indonesia; Kedua, memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib

hukum tertinggi.

Pembukaan yang berintikan Pancasila merupakan sumber bagi batang tubuh UUD

NRI Tahun 1945. Hal ini disebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan berbeda

dengan pasal-pasal atau batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, yaitu bahwa selain

sebagai Mukadimah, Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mempunyai kedudukan atau

eksistensi sendiri. Akibat hukum dari Pembukaan ini adalah memperkuat kedudukan

Pancasila sebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapat diubah dengan jalan

hukum dan melekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

Dalam hubungan yang bersifat material harus tinjau kembali proses perumusan

Pancasila secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama

adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian pembukaan UUD 1945. Setelah pada

sidang pertama pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara

Pancasila.

Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia pembukaan UUD 1945

adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia

bersumberkan pada Pancasila. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia

dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai tertib

sumber hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan

sifat. Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD

1945 sebagai pokok kaidah dasar yang fundamental, maka sebenarnya secara material

yang merupakan esensi atau inti sari dari pokok kaidah negara fundamental tersebut

tidak lain adalah Pancasila.

Adapun hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara

material menunjuk pada materi pokok atau isi Pembukaan yang tidak lain adalah

Pancasila. Oleh karena kandungan material Pembukaan UUD 1945 yang demikian

39

Page 51: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

itulah maka Pembukaan UUD 1945 dapat disebut sebagai Pokok Kaidah Negara yang

Fundamental, sebagaimana dinyatakan oleh Notonagoro, esensi atau intisari Pokok

Kaidah Negara yang Fundamental secara material tidak lain adalah Pancasila.28

Menurut pandangan Kaelan, bilamana proses perumusan Pancasila dan

Pembukaan ditinjau kembali maka secara kronologis materi yang di bahas oleh

BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila, baru kemudian

pembukaan. Setelah sidang pertama selesai, BPUPKI membicarakan Dasar Filsafat

Negara Pancasila dan berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh

Panitia Sembilan yang merupakan wujud pertama Pembukaan UUD 1945.29

2.1.11. Prinsip Pokok Penyelenggaraan Negara

Pembukaan UUD 1945 mencerminkan falsafah hidup (weltanschauung) dan

pandangan dunia (world view) bangsa Indonesia serta cita-cita hukum yang

menguasai dan menjiwai hukum dasar baik tertulis (UUD) maupun tidak tertulis.

UUD mewujudkan pokok-pokok pikiran itu dalam rumusan pasal-pasalnya yang

secara umum mencakup prinsip-prinsip pemikiran dalam garis besarnya.

Menurut Jimly Asshiddiqie selanjutnya yang mengemukakan adanya sepuluh

prinsip pokok yang mendasar penyusunan sistim penyelenggaraan Negara Indonesia

dalam rumusan Undang-Undang Dasar. Kesepuluh prinsip pokok itu meliputi:30

1. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa

Undang-Undang Dasar merupakan dokumen hukum yang mewujudkan cita-

cita bersama setiap rakyat Indonesia yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Sesuai dengan pengertian sila pertama Pancasila sebagaimana termaktub

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, setiap manusia Indonesia sebagai

rakyat dan warga negara Indonesia diakui sebagai insan beragama

berdasarkan ke- Tuhanan Yang Maha Esa. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa

tersebut merupakan pandangan dasar dan bersifat primer yang secara

substansial menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan bangsa Indonesia.

28 Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara, hlm. 23. 29 Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2000), hlm. 92. 30 Jimly Asshiddiqie, Tinjauan Akademis Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta:

Badan Pembinaan Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2001), hlm. 43.

40

Page 52: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Karena itu, nilai-nilai luhur keberagaman menjadi jiwa yang tertanam jauh

dalam kesadaran, kepribadian, dan kebudayaan bangsa Indonesia sehari-hari.

Jiwa keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa itu juga

diwujudkan dalam kerangka kehidupan bernegara yang tersusun dalam

Undang-Undang Dasarnya. Lebih lanjut keyakinan prinsip Ketuhanan Yang

Maha Esa diwujudkan dalam sila kedua Pancasila yaitu sila kemanusian yang

adil dan beradab yang berisi paham kemanusian yang menjamin peri

kehidupan yang adil dan dengan keadilan itu kualitas peradaban bangsa dapat

terus meningkat dengan sebaik- baiknya. Oleh karena itu prinsip keimanan

dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkaitan erat dan bahkan

menjadi prasyarat utama untuk terciptanya keadilan dan peri kehidupan yang

berkeadilan itu sendiri menjadi prasyarat pula bagi pertumbuhan dan

perkembangan peradaban bangsa Indonesia di masa depan. Dalam kehidupan

bernegara Ke-Tuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam kedaulatan rakyat

(demokrasi) dan sekaligus dalam paham kedaulatan hukum (nomokrasi) yang

saling berjalan dan melengkapi satu sama lain. Keduanya diwujudkan dalam

pelembagaan sistim demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional

democracy) dan prinsip negara hukum yang demokratis (democratische

rechstaat)

2. Cita Negara Hukum dan The Rule of Law

Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechstaat) dan bukan Negara

Kekuasaan (Machstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya

pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya

prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistim konstitusional

yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi

manusia dalam Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas

dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam

hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap

penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam paham Negara

Hukum itu hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam

penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam

41

Page 53: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

penyelenggaraan negara itu adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip

the Rule of Law and not of Man yang sejalan dengan pengertian nomokrasi,

yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum.

3. Paham Kedaulatan Rakyat

Seiring dengan negara hukum, Negara Indonesia juga menganut paham

kedaulatan rakyat. Pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam

negara Indonesia adalah rakyat. Kekuasaan itu harus didasari berasal dari

rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam pelaksanaannya, kedaulatan

rakyat diselenggarakan berdasarkan hukum dan konstitusi (constitutional

democracy). Demokrasi yang dimaksud berarti bukanlah demokrasi tanpa

batas dan dapat melanggar hak-hak orang lain. Oleh karena itu perwujudan

gagasan demokrasi memerlukan instrumen hukum, efektivitas, dan

keteladanan kepemimpinan, dukungan sistim pendidikan masyarakat, serta

basis kesejahteraan sosial ekonomi yang berkembang makin merata dan

berkeadilan. Oleh karena itu kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum

diselenggarakan secara beriringan. Untuk itulah Undang-Undang Dasar

hendaklah menganut pengertian bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Negara Hukum yang demokratis dan Negara Demokratis yang berdasar atas

hukum. Keduanya adalah perwujudan nyata dari prinsip Ketuhanan Yang

Maha Esa yang dikonstruksikan sebagai paham kedaulatan Tuhan.

4. Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan

Kedaulatan rakyat Indonesia diselenggarakan secara langsung dan melalui

sistim perwakilan. Secara langsung kedaulatan rakyat diwujudkan dalam tiga

cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat

yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah;

Presiden dan Wakil Presiden; Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Dalam menentukan kebijakan pokok pemerintahan dan mengatur ketentuan-

ketentuan hukum berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang (fungsi

legislatif), serta dalam menjalankan fungsi pengawasan (fungsi kontrol)

42

Page 54: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

terhadap jalanya pemerintahan, pelembagaan kedaulatan rakyat itu disalurkan

melalui sistim perwakilan yaitu melalui lembaga parlemen dua kamar

(bikameral) yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah provinsi dan kabupaten/kota,

pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui sistim perwakilan

yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Penyaluran kedaulatan

rakyat secara langsung (direct democracy) dilakukan melalui pemilihan

umum dan pemilihan presiden. Disamping itu kedaulatan rakyat dapat pula

disalurkan setiap waktu melalui pelaksanaan hak atas kebebasan berpendapat,

hak atas kebebasan pers, hak atas kebebasan informasi, hak atas kebebasan

berorganisasi dan berserikat serta hak-hak asasi lainya yang dijamin dalam

Undang-Undang Dasar. Namun demikian, prinsip kedaulatan rakyat yang

bersifat langsung itu hendaklah dilakukan melalui saluran-saluran yang sah

sesuai dengan prinsip demokrasi perwakilan. Sudah seharusnya lembaga

perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah diberdayakan fungsinya

dan pelembagaannya, sehingga dapat memperkuat sistim demokrasi yang

berdasar atas hukum (demokrasi konstitusional) dan prinsip negara hukum

yang demokratis tersebut di atas.

5. Pemisahan Kekuasan dan Prinsip Check and Balances

Prinsip kedaulatan yang berada dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya

diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan

penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat dan yang

diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak

terbatas. Dari majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara

vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi negara yang berada di bawahnya.

Oleh karena itu prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian

kekuasaan (distribution of power). Akan tetap dalam Undang-Undang Dasar

ini kedaulatan rakyat itu ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara

memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang

dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling

mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip Check and Balances.

Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat,

43

Page 55: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tetapi Majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederhana dengan

lembaga negara lainya. Cabang kekuasaan eksekutif berada di tangan Presiden

dan Wakil Presiden. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman atau yudikatif

dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Majelis

Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan penjelmaan seluruh rakyat yang

strukturnya dikembangkan dalam dua pintu yaitu Dewan Perwakilan Rakyat

dan Dewan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu prinsip perwakilan daerah

dalam Dewan perwakilan Daerah harus dibedakan hakikatnya dari prinsip

perwakilan rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Agar seluruh aspirasi

rakyat benar-benar dapat dijelmakan ke dalam Majelis Permusyawaratan

Rakyat yang terdiri dari dua pintu. Kedudukan Majelis Permusyawaratan

Rakyat yang terdiri dua kamar itu sederhana dan saling mengontrol satu sama

lain sesuai dengan prinsip check and balances. Dengan adanya prinsip check

and balances ini maka kekuasaan negara dapat diatur dan dibatasi sehingga

tidak ada penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara.

6. Sistem Pemerintahan Presidensial

Negara Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbesar keempat di

dunia. Komposisi penduduknya sangat beragam baik dari suku bangsa, etnis,

agama, maupun dari banyak segi lain. Wilayah Indonesia pun sangatlah luas

dan ada lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil. Kompleksitas dan keragaman

itu sangat menentukan peta konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dalam

masyarakat sehingga tidak dapat dihindari keharusan berkembangnya sistim

multi partai dalam sistim demokrasi yang hendak dibangun. Agar peta

konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dalam masyarakat tersebut dapat

disalurkan dengan sebaik-baiknya menurut prosedur demokrasi, berkembang

keinginan agar sistim pemerintahan yang dibangun adalah sistim parlementer

ataupun setidak-tidaknya varian dari sistim pemerintahan

parlementer. Namun terlepas dari kenyataan bahwa sistim parlementer itu

pernah gagal dipraktikkan dalam sejarah Indonesia modern di masa lalu dan

karena itu membuatnya kurang popular di mata masyarakat, realitas

kompleksitas keragaman kehidupan bangsa Indonesia justru membutuhkan

44

Page 56: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pemerintahan yang kuat dan stabil. Jika kelemahan sistim presidensial yang

diterapkan di bawah Undang-Undang Dasar ini maka ekses-ekses dalam

praktek penyelenggaraan sistim pemerintahan presidensial tidak perlu

dikhawatirkan lagi. Keuntungan sistim presidensial adalah lebih menjamin

stabilitas pemerintahan. Sistim ini dapat dipraktikkan dengan tetap

menerapkan sistim multi-partai yang dapat mengakomodasikan konfigurasi

politik dalam masyarakat yang dilengkapi dengan pengaturan konstitusional

untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan bawaan dari sistim

presidensial.

7. Persatuan dan Keragaman

Prinsip persatuan sangat dibutuhkan karena keragaman suku bangsa, agama,

dan budaya yang diwarisi oleh bangsa Indonesia dalam sejarah mengharuskan

bangsa Indonesia bersatu dengan seerat-eratnya dalam keragaman itu.

Keragaman itu merupakan kekayaan yang harus dipersatukan (united) tetapi

tidak boleh disatukan atau diseragamkan (uniformed). Oleh karena itu, prinsip

persatuan Indonesia tidak boleh diidentikkan dengan kesatuan. Prinsip

persatuan juga tidak boleh dipersempit maknanya ataupun diidentikkan

dengan pengertian pelembagaan bentuk Negara Kesatuan yang merupakan

bangunan negara yang dibangun atas moto Kebhinekaan-tunggal-ikaan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan Negara Persatuan

dalam arti sebagai negara yang warga negaranya erat bersatu yang mengatasi

segala paham perseorangan ataupun golongan yang menjamin segala warga

negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan dengan

tanpa kecuali. Dalam negara persatuan itu, otonomi individu diakui

kepentingannya secara seimbang dengan kepentingan kolektivitas rakyat.

Kehidupan orang per orang ataupun golongan-golongan dalam masyarakat

khusus yang dimiliki seseorang atau segolongan orang atas dasar kesukuan

dan keagamaan dan lain-lain, yang membuat seseorang atau segolongan orang

berbeda dari orang atau golongan lain dalam masyarakat. Negara Persatuan

mengakui keberadaan masyarakat warga negara karena kewarganegaraan.

Dengan demikian, Negara Persatuan itu mempersatukan seluruh bangsa

Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena prinsip

45

Page 57: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kewarganegaraan yang berkesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan. Negara Persatuan tidak boleh dipahami sebagai konsepsi atau

cita negara yang bersifat totalitarian ataupun otoritarian yang mengabaikan

pluralisme dan menafikan otonomi individu rakyat yang dijamin hak-hak dan

kewajiban asasinya dalam Undang-Undang Dasar ini.

8. Negara Kesatuan Dengan Federal Arrangement

Dalam Negara Federal (federal state, bondstaat), konsep kekuasaan asal atau

kekuasaan sisa (reside power) berada di tangan Pemerintah Daerah,

sedangkan kekuasaan Pemerintah Pusat ditentukan keluasan dan batas-

batasnya dalam konstitusi dan undang-undang yang berlaku. Sebaliknya,

dalam Negara Kesatuan (unitary state, eenheidsstaat), kekuasaan asal itu

berada di tangan Pemerintah Pusat, kepada pemerintah daerah ditentukan

keluasan dan batas- batas kekuasaan yang diberikan oleh Pusat berdasarkan

ketentuan konstitusi atau undang-undang. Pelimpahan kewenangan (transfer

of authority) dari pusat ke daerah diatur menurut asas otonomi atau

desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan sebagaimana

mestinya. Negara Indonesia adalah negara yang terbentuk Negara Kesatuan

(unitary state), Kekuasaan asal berasal di pemerintah pusat. Namun,

kewenangan (authority) pemerintah pusat ditentukan batas-batasnya dalam

Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang. Sedangkan kewenangan yang

tidak disebutkan dalam Undang-Undang Dasar atau undang-undang

ditentukan sebagai kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

Hubungan-hubungan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah Provinsi serta Pemerintah Daerah Kabupaten, dan Kota, tidak diatur

berdasarkan asas dan tugas pembantuan (medebewind). Dengan demikian

antara Pemerintah Pusat dan Daerah, baik daerah provinsi maupun daerah

kabupaten dan kota, tidak terdapat hubungan pertanggungjawaban yang

bersifat hierarkis, yang terkait dengan asas dekonsentrasi itu. Hubungan

pertanggungjawabkan hanya terkait dengan pelaksanaan tugas perbantuan,

baik dari pusat ke daerah provinsi dan kabupaten/kota maupun dari daerah

46

Page 58: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

provinsi ke daerah kabupaten dan kota. Dengan pengaturan konstitusional

yang demikian itu, berarti Negara Kesatuan Republik Indonesia

diselenggarakan dengan federal arrangement atau pengaturan yang bersifat

federalistis. Pengaturan demikian dimaksudkan untuk menjamin agar seluruh

bangsa Indonesia benar-benar bersatu dalam keragaman dalam bingkai

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip keadilan antara pusat dan

daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota juga makin terjamin. Otonomi dan

kebebasan rakyat di hadapan jajaran pemerintah pusat dan daerah juga makin

tumbuh dan berkembang sesuai dengan prinsip demokrasi atau kedaulatan

rakyat. Oleh karena itu, susunan Negara Kesatuan dengan pengaturan yang

bersifat federal tersebut dikembangkan sebagaimana mestinya dengan tetap

memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan antar daerah di seluruh

Indonesia. Oleh sebab itu, pelaksanaan prinsip Negara Kesatuan dengan

pengaturan federal hendaklah dilaksanakan secara bertahap. Daerah-daerah

yang belum dapat melaksanakan diri. Daerah-daerah itu juga tidak perlu

memaksakan diri untuk secepat mungkin menerapkan prinsip otonomi daerah

yang seluas-luasnya dengan meninggalkan sama sekali penyelenggaraan

pemerintah daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Pemerintah Pusat

bertanggungjawab menyukseskan pelaksanaan agenda otonomi daerah yang

dilakukan secara bertahap itu. Di samping itu meskipun susunan pemerintahan

telah sepenuhnya bersifat desentralistis, tetapi Pemerintah Pusat tetap

memiliki kewenangan koordinasi antar daerah provinsi dan Pemerintah

Daerah Provinsi memiliki kewenangan koordinasi antar daerah

kabupaten/kota sebagaimana mestinya.

9. Paham Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Pasar

Sosial Paham kedaulatan rakyat Indonesia selain berkenaan dengan

demokrasi politik juga mencakup paham demokrasi ekonomi. Distorsi

kelemahan yang terdapat dalam demokrasi politik melalui sisim perwakilan

politik diatasi dengan mengadopsi sistim perwakilan fungsional sebagai

pelengkap. Sistim Perwakilan politik diwujudkan melalui lembaga Dewan

Perwakilan Rakyat, sedangkan sistim perwakilan fungsional diwujudkan

melalui lembaga Dewan Perwakilan Daerah yang berorientasi teritorial dan

47

Page 59: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kedaerahan. Dengan demikian perwakilan golongan atau selaku ekonomi dan

golongan-golongan rakyat lainya di luar sistim kepartaian dapat disalurkan

aspirasinya melalui lembaga perwakilan daerah. Degan adanya doktrin

demokrasi politik dan demokrasi ekonomi itu, sistim sosial di Indonesia dapat

dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi yang seimbang, sehingga

menumbuhkan kultur demokrasi sosial yang kokoh dan menjadi basis sosial

bagi kemajuan bangsa dan negara di masa depan. Dalam paham demokrasi

sosial (social democracy) itu, negara berfungsi sebagai alat kesejahteraan

(welfare state). Meskipun gelombang liberalisme dan kapitalisme terus

berkembang dan memengaruhi hampir seluruh segi kehidupan umat manusia

melalui arus globalisasi yang terus meningkat, tetapi aspirasi ke arah

sosialisme baru di seluruh dunia juga berkembang sebagai pengimbang.

Sebagai akibatnya, paham kapitalisme itu sendiri juga terus mengadopsikan

elemen-elemen konstruktif dari paham sosialisme dan demikian pula

sebaliknya dalam hubungan yang bersifat konvergen. Oleh karena itu, paham

market socialism terus berkembang dalam kerangka pengertian pasar sosial.

Oleh karena itu tekad the founding fathers untuk mengadopsikan kedua paham

tersebut dalam rumusan Undang-Undang Dasar dalam Bab XIV tentang

Kesejahteraan Sosial tetap harus dipertahankan dengan mencantumkan

gagasan demokrasi ekonomi dan paham ekonomi pasal sosial itu dalam

Undang-Undang Dasar ini. Pemikiran demikian itu mendasari perumusan

berbagai ketentuan dasar mengenai perekonomian dan kesejahteraan sosial

Indonesia yang hendak diwujudkan di masa depan.

10. Cita Masyarakat Madani

Berkaitan dengan pengertian-pengertian yang berkenaan dengan kepentingan

keberdayaan masyarakat madani atau civil society. Dalam hubungan antara

negara, masyarakat dan pasar. Perkembang sangat pesat disertai oleh

gelombang globalisasi yang mempengaruhi peri kehiduipan umat manusia.

Pengertian-pengertian masyarakat madani yang perlu ditingkatkan

keberdayaanya, haruslah menjadi perhatian sungguh-sungguh setiap

penyelenggara negara. Bahkan untuk menjamin peradaban bangsa dimasa

depan ketiga wilayah domain negara, masyarakat dan pasar itu sama-sama

48

Page 60: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

harus dikembangkan keberdayaanya dalam hubungan yang funsional sinergis

dan seimbang. Materi undang-undang dasar harus tetap terjamin tingkat

abstarksi perumusannya dan disamping itu keseluruhan norma-norma yang

bersifat mendasar memang harus tidak dimuat dalam konstitusi tertulis,

bahkan dalam sistem hukum indonesia harus pula dikembangkan adanya

pengertian mengenai hukum yang dibuat oleh negara, hukum yang diputus

hakim yang merupakan yurisprudensi. Hukum yang dikembangkan sebagai

doktrin ilmu hukum. Hukum yang tumbuh dalam praktek. Dan hukum hidup

dikalangan masyarakat sendiri. Yang penting untuk disadari adalah institusi

negara dibentuk dengan maksud untuk mengambilalih fungsi-fungsi yang

secara alamiah dapat dikerjakan sendiri secara lebih efektif dan efisien oleh

institusi masyarakat. Institusi negara dibentuk justru dengan maksud untuk

makin mendorong tumbuh dan bekembangnya peradaban bangsa indonesia,

sesuai dengan cita-cita masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera lahir

dan batin demokratis dan berkeadilan.

2.2 Dasar Sosiologis

Landasan sosiologis adalah landasan yang mengharuskan adanya perhatian terhadap

nilai yang diterapkan dan diterima oleh masyarakat di dalam rumusan hukum yang

dibuat.31 Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan atau dasar

sosiologis (sociologische grondsIag) apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan

keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Keyakinan umum dapat berupa

kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan

masyarakat. Dengan memperhatikan kondisi semacam ini, maka peraturan perundang-

undangan diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan mempunyai daya laku secara

efektif.32

31 Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional, “Pentingnya Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan” http://jdih.den.go.id/17/pentingnya-harmonisasi-peraturan-perundangundangan diakses 15 Maret 2018.

32 Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY, “Methoda Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan (Disusun kembali dari bahan materi diklat Legal Drafting oleh Sopingi Widyaiswara Bandiklat Pemda DIY)” http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/kegiatan/artikel/item/92-methoda-pembuatan- peraturan-perundang-undangan-disusun-kembali-dari-bahan-materi-diklat-legal-drafting-oleh-sopingi- widyaiswara-bandiklat-pemda-diy diakses 15 Maret 2018.

49

Page 61: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dalam perspektif sosiologis, hukum merupakan institusi sosial yang tujuannya adalah

untuk menyelenggarakan keadilan dalam masyarakat. Sebagai suatu institusi sosial, maka

penyelenggaraan yang demikian itu berkaitan dengan tingkat kemampuan masyarakat itu

sendiri untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, suatu masyarakat akan

menyelenggarakannya dengan cara tertentu yang berbeda dengan pada masyarakat yang

lain. Perbedaan ini berhubungan erat dengan persediaan perlengkapan yang terdapat

dalam masyarakat untuk penyelenggaraan keadilan itu dan hak ini berarti adanya

hubungan yang erat antara institusi hukum suatu masyarakat dengan tingkat

perkembanagn organisasi sosialnya.33

Seperti dijelaskan di atas, didapati bahwa keberlakuan sosiologis cenderung lebih

mengutamakan pendekatan yang empiris. Selain itu, keberlakuan sosiologis

mengutamakan beberapa pilihan kriteria, yaitu (1) kriteria pengakuan (recognition

theory), (2) kriteria penerimaan (reception theory), atau (3) kriteria faktisitas hukum. Dari

ketiga ini, kriteria yang sering dipakai adalah kriteria yang pertama. Kriteria ini

menyangkut sejauh mana subjek hukum yang diatur memang mengakui keberadaan dan

daya ikat serta kewajibannya untuk menundukkan diri terhadap norma hukum yang

bersangkutan. Jika subjek hukum yang bersangkutan tidak merasa terikat, maka secara

sosiologis norma hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan berlaku baginya.34

Sebagai sebuah institusi sosial, maka ciri yang harus dimiliki oleh suatu kaidah

hukum adalah:35

1. Stabilitas Hukum sebagai sebuah institusi sosial harus menciptakan suatu

kemantapan dan keteraturan dalam usaha manusia untuk memperoleh keadilan

itu. Keadaan ini mengandung arti bahwa dalam masyarakat tidak lagi terdapat

kesimpangsiuran tentang siapa yang berwenang untuk menentukan batas-batas

dan isi dari hubungan-hubungan antara sesama anggota masyarakat dalam

kaitannya dengan tuntutan dan pemberian keadilan itu. Apabila batas-batas yang

demikian itu tidak ditentukan, barang tentu akan terjadi keributan dan pemborosan

tenaga masyarakat.

33 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 121. 34 Muhtadi, “Tiga Landasan Keberlakuan Peraturan Daerah : Studi Kasus Raperda Penyertaan

Modal Pemerintah Kota Bandar Lampung kepada Perusahaan Air Minum “Way Rilau” Kota Bandar Lampung,” Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum 7 (Mei-Agustus 2013), hlm. 214-215.

35 Rahardjo, Ilmu Hukum, hlm. 118.

50

Page 62: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2. Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan kebutuhan dalam

masyarakat Di dalam ruang lingkup kerangka yang telah diberikan dan dibuat,

maka haruslah dilihat apakah anggota-anggota masyarakat dapat memenuhi

kebutuhan- kebutuhannya. Dengan demikian, tuntutan kebutuhan yang bersifat

pribadi dipertemukan dengan pembatasan-pembatasan dalam kerangka sosial.

3. Berwujud norma

Sebagai kerangka sosial untuk kebutuhan manusia, maka hukum menampilkan

wajahnya dalam bentuk norma-norma. Norma-norma inilah yang merupakan

sarana untuk menjamin agar anggota-anggota masyarakat dapat dipenuhi

kebutuhannya secara terorganisasi. Melalui norma-norma tersebut, terjelmalah

posisi-posisi yang kait mengait secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan

kebutuhan tersebut. Keadaan yang demikian itu terjelma oleh karena norma-

norma tersebut menetapkan tentang posisi dari masing-masing anggota

masyarakat dalam hubungan dengan suatu pemenuhan kebutuhan tertentu dan

bagaimana kaitannya dengan posisi anggota masyarakat yang lain.

4. Jalinan antar institusi

Sekalipun berbagai institusi dalam masyarakat itu diadakan untuk

menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan tertentu, namun tidak dapat dihindari

terjadinya tumpang tindih antara mereka itu. Keadilan, misalnya, dilayani oleh

institusi hukum. Namun demikian, tidak semua pemenuhan kebutuhan yang

berhubungan dengan keadilan itu bisa dipuaskan oleh institusi tersebut. Institusi

ekonomi tentulah turut serta pula dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut,

khususnya dalam hubungan dengan keadilan yang bersegi kebendaan. Adanya

jalinan antara berbagai institusi dalam masyarakat itu menyebabkan bahwa

pengubahan pada suatu institusi akan memberikan dampaknya terhadap institusi

lainnya.

Salah satu teori yang berkembang dari pemikiran sosiologis ini adalah Teori

Pengakuan atau “The Recognition Theory.” Teori ini berpokok pangkal pada pendapat

bahwa kelakuan kaedah hukum didasarkan kepada penerimaan atau pengakuan oleh

51

Page 63: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mereka kepada siapa kaedah hukum tersebut tertuju.36 Hoebel pernah mengemukakan

bahwa, “...flatly behavioristic and empirical in that we understand all human law to

reside in human behavior and to be discernible through objective and accurate

observation of what men do in relation to each other and the natural forces that impinge

upon them.”37 Roscoe Pound menyarankan agar dilakukan studi sosiologis pada saat

mempersiapkan pembuatan undang-undang. Pound mengatakan :“...but is not enough to

compare the law themselves. It is more important to study their social operation and effect

which the they produce, if any, then put in action...” D’Anjaou pun menjelaskan adanya

kaitan erat antara pembuatan undang-undang dan habitat sosialnya.38

Hart mengemukakan adanya tiga karakteristik hukum dan sistem hukum, yaitu

validity, efficacy, dan acceptance. Suatu aturan mungkin valid apabila dilacak secara

formal sesuai dengan prosedur system pembuatan dan perubahan aturan hukum. Namun,

suatu aturan belum tentu mempunyai efficacy. Suatu hukum dikatakan mempunyai

efficacy jika aturan hukum itu ditaati secara umum. Selain itu dibutuhkan juga

acceptance, yakni masyarakat menerima aturan itu sebagai aturan yang valid.39

Konstitusi yang merupakan landasan filosofis bangsa indonesia tentunya harus

mampu mengakomodir apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat. Bukan masyarakat

secara partikulir, melainkan masyarakat secara universal. Sehingga dalam konstitusi

bangsa Indonesia tentunya harus juga mengakomodir bagaimana tuntutan masyarakat

Indonesia demi perbaikan sistem yang selayaknya dijalankan demi terciptanya

kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.

Pandangan sosiologis melihat bahwa hukum sebagai kaedah merupakan perwujudan

dari sikap tindak atau perilaku yang paling banyak terjadi, sehingga merupakan

perwujudan statistik dari sikap tindak atau perilaku dalam kenyataan.40 Landasan

sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah

36 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 91.

37 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 14.

38 Betha Rahmasari, “Mekanisme dan Dasar Keberlakuan Legal Drafting di Indonesia,” Jurnal Hukum 13 (Mei 2016), hlm. 82.

39 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 64.

40 Purbacaraka, Sendi-Sendi, hlm. 14.

52

Page 64: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dan kebutuhan masyarakat dan negara.41 Oleh karenanya, keberlakuan sosiologis dapat

dilihat melalui sarana penelitian empiris tentang perilaku warga masyarakat. Jika dari

penelitian tersebut tampak bahwa masyarakat berperilaku dengan mengacu kepada

keseluruhan kaidah hukum, maka terdapat keberlakuan empiris kaidah hukum. Dengan

demikian, norma hukum mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.42

2.2.1. Kebutuhan untuk Amandemen UUD 1945

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga yang berwenang

melakukan amandemen UUD NRI 1945 mengklaim bahwa semua komponen bangsa,

mulai dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, forum rektor, seluruh partai

politik, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Wapres, menyetujui pada

periode pemerintahan saat ini akan terjadi amandemen kembali terhadap Undang-

Undang Dasar. Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengatakan bahwa faktanya

sekarang seluruh partai politik, Presiden, Wakil Presiden, ooganisasi masyarakat,

hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah setuju untuk dilakukan amandemen.

Sehingga ia menyimpulkan bahwa dukungan untuk melakukan amandemen sudah

100 persen.43

2.2.2. Integrasi Rezim Pemilu

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan bahwa pemilihan

kepala daerah (pilkada) bukan merupakan rezim pemilu. Keputusan ini berdasarkan

Pasal 22E UUD 1945. Pernyataan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut

Pilkada bukanlah rezim dari pemilu, memunculkan banyak pertanyaan di DPR RI.

Hal ini menimbulkan perdebatan mengenai kewenangan KPU dalam

menyelenggarakan Pilkada, juga apakah MK akan menyelesaikan sengketa Pilkada

41 Indonesia, Undang–Undang Pembentukan Peraturan Perundang–Undangan, UU No. 12 Tahun 2011, LN. No.82 Tahun 2011, TLN No. 5234, Lampiran 1.

42 Rahmasari, “Mekanisme dan Dasar,” hlm. 84. 43 Robbi Khadafi, “MPR: Semua Komponen Bangsa Setuju UUD DIamandemen,”

http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/01/21/54031/25/25/-MPR-Semua-Komponen-Bangsa-Setuju-UUD-Diamandemen diakses Pada 19 Maret 2018.

53

Page 65: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang tidak termasuk rezim pemilu.44 Putusan MK Nomor 072-073/PUU-II/2004

menerangkan bahwa penentuan sistem pemilihan kepala daerah merupakan open

legal policy pembentuk UU. Putusan lain bernomor 97/PUU-XI/2013 bahwa Pilkada

dinyatakan sebagai rezim pemerintah daerah, tidak masuk dalam rezim pemilu dalam

pasal 22E UUD 1945.

Namun open legal policy yang diberikan oleh MK kepada pembentuk UU ini

menimbulkan banyak pertentangan dari masyarakat. Satu masalah nyata adalah

Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang sedang dibahas di DPR terus

melahirkan polemik dan perdebatan. Pasalnya, dalam salah satu poin dalam Pemilu

Serentak 2019 pemerintah ingin menggunakan sistem proporsional tertutup.

Menanggapi polemik itu Ketua Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai wacana

tersebut sangat bertentangan dengan keinginan rakyat. Sekaligus, dia menegaskan ini

tidak sesuai dengan agenda reformasi yang memperjuangkan pemilu untuk dilakukan

secara terbuka, jujur, dan adil.45

Menurut pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago

mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup memiliki beberapa kelemahan. Di

antaranya adalah mempersempit kanal partisipasi publik dalam Pemilu, serta

menjauhkan akses hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pascaPemilu.

Proporsional tertutup, membuat komunikasi politik tidak berjalan secara efektif.

Tidak hanya itu, krisis calon anggota legislatif juga menjadi sulit dihindari karena

sedikitnya yang berminat dan serius maju menjadi Caleg. Hal itu disebabkan siapa-

siapa saja yang duduk di parlemen nantinya sudah bisa diprediksi sejak jauh-jauh hari

lantaran keputusannya ditentukan oleh partai. Pada sistem proporsional tertutup,

partai berkuasa penuh dan menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di kursi

parlemen, setelah perolehan suara partai dikonversikan ke jumlah kursi.46 Oleh karena

itu, dibutuhkan kejelasan yang konstitusional mengenai rezim pemilu dan pilkada

44 MK, “MK Sebut Pilkada Bukan Rezim Pemilu,” http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10565#.Wq8qKSN7Fo4 diakses pada 19 Maret 2018.

45 Putera Negara, “RUU Pemilu Sistem Proporsional Tertutup Dinilai ‘Khianati’ Agenda Reformasi,” https://news.okezone.com/read/2017/03/18/337/1646129/ruu-pemilu-sistem-proporsional-tertutup-dinilai-khianati-agenda-reformasi diakses pada 19 Maret 2018.

46 Ahmad Islamy Jamil, “Ini Plus Minus Pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup,” http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/07/23/oaqz26354-ini-plus-minus-pemilu-dengan-sistem-proposional-tertutup diakses pada 19 Maret 2018.

54

Page 66: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang dapat dipecahkan melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

2.2.3. Menggagas Constituent Recall

Status quo di Indonesia saat ini, mekanisme recall terbilang sangat sederhana.

Cukup usul DPP Parpol disampaikan kepada pimpinan DPR. Pimpinan DPR akan

meneruskan kepada Presiden untuk dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres).

Presiden dan DPR dalam hal ini sifatnya hanya sebagai kotak surat dan pengesahan

saja. Pasalnya baik Pimpinan DPR maupun Presiden tidak bisa menolak usul itu.

Sifatnya hanya administratif. Kewenangan besar Parpol yang ditegaskan MK ini

menimbulkan tanya, benarkah Parpol dapat mencabut mandat seorang anggota DPR

yang diberikan ribuan konstituennya. Apalagi hanya dengan alasan melanggar

Anggaran Dasar atau Anggaran rumah Tangga (AD/ART) yang seringkali tidak jelas.

Banyak pihak mempertanyakan hal ini. MK dalam putusannya

menyatakan recall tidak melanggar Konstitusi. Menurut Mahkamah, salah satu upaya

dalam memberdayakan Parpol adalah dengan memberikan hak atau kewenangan

untuk menjatuhkan tindakan dalam menegakkan disiplin terhadap anggotanya, agar

anggota bersikap dan berbuat tidak menyimpang. Apalagi bertentangan dengan

AD/ART. Mahkamah khawatir, kalau Parpol tidak diberi wewenang menjatuhkan

sanksi terhadap anggotanya yang menyimpang dari AD/ART atau kebijaksanaan

Parpol maka anggota Parpol bebas berbuat semena-mena.47

Namun hal ini ditepis oleh dua hakim konstitusi Prof. Jimly Asshidiqie dan

Maruarar Siahaan. Dalam dissenting opinion nya, baik Jimly dan Maruarar sepakat

bahwa jika recalling anggota DPR semata-mata atas dasar pelanggaran AD/ART

partai yang bersifat hukum privat, maka hal itu merupakan pengingkaran atas sifat

hubungan hukum anggota DPR dengan konstituen dan lembaga negara, yang

seyogianya tunduk pada hukum publik (konstitusi). Menurut kedua hakim konstitusi

tersebut, recalling yang dilakukan partai politik terhadap anggotanya yang duduk di

DPR, baik karena alasan-alasan disiplin partai dan alasan pelanggaran anggaran dasar

47 Aru, “Mempertanyakan Hegemoni Recall Anggota DPR di Tangan Partai Politik,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16071/mempertanyakan-hegemoni-irecalli-anggota-dpr-di-tangan-partai-politik diakses pada 19 Maret 2018.

55

Page 67: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dan rumah tangga, di samping diatur oleh hukum privat AD/ART partai juga harus

tunduk pada hukum publik.48

Dalam rangka pengawasan anggota Parlemen, seharusnya mekanisme itu tidak

menjadi monopoli Parpol, tetapi juga konstituen.

Penggunaan hak recall oleh Parpol cenderung menjadikan Parpol dominan terhadap

anggota partainya sehingga anggota dewan lebih mementingkan kepentingan

partainya dari pada membawakan aspirasi rakyat. Anggota dewan yang bersangkutan

akan takut pada tindakan recall yang sewaktu-waktu dapat dikenakan terhadap

dirinya. Dengan demikian, menurut Laica parlemen menjadi tidak solid serta tidak

stabil, dikendalikan oleh elit partai-partai politik dari luar

Seorang anggota DPR tidak boleh diberhentikan dari jabatannya dengan cara

ditarik oleh pemimpin partai politiknya karena alasan berbeda pendapat dengan

pimpinan partainya atau partai politiknya. Sejalan denga prinsip kedaulatan rakyat

dan sistem suara terbanyak, maka mekanisme recall yang paling tepat adalah

constituent recall, yaitu apabila tuntutan pemberhentian terhadap anggota itu datang

dari warga masyarakat daerah pemilihan dari anggota DPR yang bersangkutan

berasal. Dengan demikian, setiap wakil rakyat yang mengabdi kepentingan rakyat

yang diwakilinya dapat terlindungi kedudukannya dari kemungkinan diancam oleh

pimpinan partai politiknya karena idealis yang diperjuangkan untuk rakyat.49

2.2.4. Integrasi Penyelesaian Sengketa Pemilu di Badan Peradilan Pemilu

Awalnya penyelesaian sengketa pemilu tidak diberikan kepada lembaga

peradilan, melainkan kepada lembaga legislatif, seperti Inggris yang memberikannya

kepada Parlemen sampai dengan tahun 1868, atau Perancis yang sejak abad ke 18

memberikannya pada Etats Generaux hingga berlakunya Konstitusi Republik kelima

pada 1958. Alasan pemberian mekanisme penyelesaian sengketa pemilu kepada

lembaga legislatif saat itu juga sangat dipengaruhi oleh prinsip pemisahan kekuasaan

yang cenderung kaku saat itu, dimana tiap cabang kekuasaan dianggap independen

dari cabang kekuasaan lainnya dan tidak dapat membuat keputusan yang

48 Ibid. 49 Jimly Asshiddiqie, Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan (Jakarta: Sinar Grafika,

2015), hlm. 64-67.

56

Page 68: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mempengaruhi komposisi cabang kekuasaan lainnya.50 Namun kini dalam

perkembangannya banyak negara yang memberikan kewenangan memutus sengketa

pemilu kepada lembaga peradilan baik itu pengadilan biasa, pengadilan konstitusi,

pengadilan administratif, maupun pengadilan khusus pemilu. Dengan

mempercayakan pada lembaga peradilan hal itu diharapkan dapat menjamin segala

sengketa yang terjadi dapat diselesaikan secara hukum dan berdasarkan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam konstitusi,51 karena negara-negara di dunia

beranggapan bahwa dalam pemilu terdapat hak-hak dari warga negara yang

merupakan HAM dan kebanyakan diakui oleh konstitusi negara-negara di dunia,

sehingga untuk menjamin hak tersebut ditegakkan maka penyelesaian sengketa

pemilu harus diberikan kepada pengadilan. Hak-hak tersebut menurut International

IDEA terdiri dari:

1. The right to vote and to run for elective office in free, fair, genuine and

periodic election conducted by universal, free secret and direct vote;

2. The right to gain access, in equal conditions, to elective public office;

3. The right to political association for electoral purposes; dan

4. Other rights intimately related to these, such as right to freedom of expression,

freedom of assembly and petition, and access to information on political

electoral matters.

Di Indonesia sendiri, terdapatnya fenomena judicialization of politics dalam

kewenangan MK memutus perkara perselisihan hasil pemilu memang tidak dapat

dilepaskan dari tujuan dibentuknya MK itu sendiri, karena memang sejak awal terlihat

bahwa pertimbangan dibentuknya MK kental dengan muatan politis.52 Salah satu

alasan mengapa begitu politisnya tujuan dibentuknya MK tidak dapat dilepaskan dari

konfigurasi politik yang ada ketika dibentuknya MK. Ketika dibentuknya Indonesia

baru saja lepas dari pemerintahan yang otoriter dan memasuki era reformasi, dimana

pada saat itu banyak muncul partai-partai politik baru, dan tidak terdapat satu

kekuatan politik yang benar-benar menguasai MPR sebagai lembaga yang mengubah

UUD 1945. Sebagaimana dikemukakan Tom Ginsburg pembentukan Mahkamah

50 Ibid., hlm. 63-64. 51 Ibid, hlm. 62. 52 Wicaksana Dramanda, “Political Judicialization dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Indonesia”, http://pleads.fh.unpad.ac.id/?p=152 diakses pada 1 Februari 2018.

57

Page 69: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Konstitusi sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang ada ketika dibentuknya,

apabila semakin terbaginya lingkungan politik dimana terdapat banyak partai yang

saling bersaing untuk mendapatkan kekuasaan, akan membuat semakin kuatnya peran

pengadilan yang akan dibentuk. Sebaliknya apabila terdapat satu partai politik yang

kuat dan menguasai mayoritas lingkungan politik, maka peran pengadilan akan

semakin lemah.53 Maka dari itu dengan terdapatnya banyak partai dan tidak

terdapatnya kekuatan politik yang sangat dominan ketika dibentuknya MK, tak heran

apabila saat ini MK memiliki peran yang kuat dalam memutus masalah-masalah

politik, sebagaimana hal itu tercermin dimana begitu banyaknya perkara perselisihan

hasil pemilu yang diputus oleh MK.

Di Indonesia melalui kewenangannya memutus perkara perselisihan hasil pemilu

yang merupakan bentuk judicialization of politics, maka terbuka kemungkinan bagi

MK menjadi objek politisasi cabang kekuasaan lainnya karena pemilu itu sendiri

merupakan salah satu mekanisme bagi para pesertanya untuk dapat duduk di cabang

kekuasaan lain yaitu legislatif maupun eksekutif. Terbukanya kemungkinan bagi MK

menjadi objek politisasi tersebut dapat kita lihat dari banyaknya perkara perselisihan

hasil pemilu yang dimohonkan kepada MK. Banyaknya perkara perselisihan hasil

pemilu yang dimohonkan tersebut membuat MK sangat kerepotan dalam

menanganinya. Bahkan sebelum ini MK tidak hanya kerepotan dalam menangani

perselisihan hasil pemilu legislatif dan presiden saja yang dilangsungkan lima tahun

sekali, tetapi juga kerepotan menangani perselisihan hasil pemilihan umum kepala

daerah (pilkada) akibat terlalu banyaknya perkara sengketa pilkada yang masuk.

Banyaknya perselisihan hasil pilkada yang masuk ke MK tersebut disebabkan adanya

anggapan bahwa “apabila kalah dalam pilkada maka dibawa saja ke MK” yang

membuat 90% pilkada berujung di MK.54 Puncaknya adalah ketika mantan Ketua MK

Akil Mochtar ditangkap karena menerima suap ketika menangani sengketa pilkada

sehingga akhirnya MK melalui Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 menghapus

kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada. Namun dapat dikatakan bahwa

53 Tom Ginsburg, “Constitutional Courts in New Democracies: Understanding Variation in East Asia”, Global Jurist Advance, Vol. 2, No. 2, (2002), hlm. 17.

54 Gatra, “Fadel: 90% Pilkada Berujung pada MK”, https://www.gatra.com/politik-1/pemilu-1/pilkada-1/31178-fadel-90-persen-pilkada-berujung-pada-mk.html diakses pada 1 Februari 2018.

58

Page 70: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

akibat terungkapnya perkara suap yang menimpa ketua MK tersebut membuat

tereduksinya kepercayaan rakyat kepada MK.

Memang sejak awal keberadaan MK dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara-

perkara politik dan ketatanegaraan yang salah satunya adalah mengenai perselisihan

hasil pemilu, dengan begitu diharapkan permasalahan mengenai pemilu dapat

diselesaikan secara hukum sesuai prinsip-prinsip yang terdapat dalam konstitusi.

Namun, harus diingat pula bahwa kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil

pemilu merupakan suatu bentuk judicialization of politics yang harus diimbangi

melalui prinsip pembatasan diri (judicial restraint) agar MK sebagai lembaga

peradilan dapat menjaga kedudukannya dan tidak menjadi objek politisasi dari cabang

kekuasaan lainnya, dan mampu fokus pada tugas utama yang lebih minim sarat

politiknya seperti pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar.

Oleh karena itu, kewenangan memutus perselisihan hasil pemilu sudah

seharusnya dialihkan dari Mahkamah Konstitusi ke Peradilan Pemilu yang secara

khusus mengadili seluruh sengketa pemilu dengan hukum acara yang lebih singkat,

penyidik khusus, penuntut khusus, hakim khusus dan lain sebagainya. Perlunya akan

kebutuhan peradilan khusus pemilu dalam pelaksanaan pemilihan umum merupakan

sebuah cita hukum (ius constituendum) yang tujuannya untuk memproteksi hak

konstitusional warga negara dan peserta pemilihan tersebut. Pemilu dapat

memberikan ruang hukum kepada pihak-pihak yang dirugikan dalam

penyelenggaraan tahapan pemilu untuk mendapatkan kepastian hukum dalam

kehidupan negara demokrasi, sekaligus sebagai upaya untuk mempercepat

penyelesaian pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama tahapan suatu pemilu

berlangsung. Ide awal peradilan khusus Pemilu sebenarnya suatu solusi untuk

mewujudkan salah satu komponen terpenting dalam azas-azas penyelenggaraan

pemilu diantaranya adalah “kepastian hukum”. Dalam konteks kepastian hukum,

adalah bahwa antara penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, dan peserta pemilu

menerima secara baik dari proses tahapan, program dan jadwal waktu

penyelenggaraan pemilu. Apabila ada pihak-pihak yang belum puas atau merasa

dirugikan dalam penyelenggaraan tahapan suatu pemilu untuk mendapatkan kepastian

hukum, dapat mengajukan permasalahan tersebut di Peradilan Pemilu. Sehingga

dengan adanya Peradilan Pemilu, maka permasalahan-permasalahan hukum di pemilu

59

Page 71: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang selama ini menumpuk di Mahkamah Konstitusi dapat diselesaikan dengan baik

dan terfokus.

Contoh tersebut tentu menunjukkan bahwa kewenangan MK memutus

perselisihan hasil pilkada telah membuat MK menjadi objek politisasi dari para

peserta pilkada. Saat ini, meskipun MK sudah tidak lagi berwenang memutus

perselisihan hasil pilkada, namun perselisihan hasil pemilu legislatif dan eksekutif

yang masuk ke MK setiap 5 tahun sekali tetap membuat MK kewalahan karena

banyaknya jumlah perkara yang masuk sebab perkara perselisihan hasil pemilu

sampai sejauh ini merupakan perkara yang paling banyak diajukan di MK dimana

dalam pemilu 2014 saja terdapat 702 kasus mengenai perselisihan hasil pemilu

legislatif yang dimohonkan kepada MK, jumlah tersebut menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan dibanding pemilu tahun 2004 dimana terdapat 274 perkara, dan pemilu

tahun 2009 dengan 627 perkara.55

2.2.5. Dorongan Penguatan Dewan Perwakilan Daerah

Penduduk Indonesia mendukung amandemen UUD yang berkaitan dengan

peningkatan wewenang DPD agar lebih mampu memperjuangkan kepentingan daerah

yang diwakilinya. Publik menginginkan DPD memiliki wewenang yang setara

dengan DPR, khususnya yang berkaitan dengan fungsi legislasi.56 Salah satu masalah

yang menjadi perhatian dalam melakukan amandemen adalah belum adanya

kedudukan dan kewenangan yang memadai kepada DPD sebagai lembaga perwakilan

dalam kerangka struktur lembaga perwakilan bikameral. Keterbatasan kewenangan

DPD berdasarkan konstruksi yang dibangun dalam konstitusi membawa konsekuensi

kurang optimalnya peran DPD dalam memperjuangkan kepentingan daerah dan

masyarakat di tingkat nasional. Demikian disampaikan oleh Yunus Sjamsoeddin,

seorang anggota DPD RI, bahwa DPD tidak mampu berbuat banyak jika keputusan

pembahasan RUU ada di tangan DPR, padahal anggaran untuk menyusun RUU

tersebut juga tidak sedikit. Pernyataan ini disampaikan karena dalam lima tahun masa

baktinya, DPD telah menghasilkan 164 rancangan undang-undang, namun tidak

55 Pramono, Penanganan Sengketa Pemilu, hlm. 19-20. 56 Lembaga Survei Indonesia, “Amandemen UUD 1945 dan Penguatan Dewan Perwakilan Daerah

(DPD),” http://www.lsi.or.id/riset/290/amandemen-uud-45-dan-penguatan-wewenang-dewan-perwakilan-daerah-dpd diakses pada 19 Maret 2018.

60

Page 72: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

satupun RUU itu dibahas oleh DPR.57 Hal yang serupa juga disampaikan oleh

Ginandjar Kartasasmita, ketua DPD pada periodenya, yang mengeluhkan rendahnya

respon DPR terhadap berbagai usulan RUU yang diajukan DPD. Lebih lanjut Ia

mengatakan bahwa dari 12 usul RUU inisiatif DPD, 10 diantaranya diserahkan

kepada DPR tetapi yang ditindak lanjuti hanya satu.58

Keterbatasan-keterbatasan DPD ini memang sah secara konstitusional dalam

hukum positif Indonesia, namun belum tentu sah secara demokratik atau menurut

keinginan rakyat. Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan

atau dasar sosiologis (sociologische grondsIag) apabila ketentuan-ketentuannya

sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Kondisi dan

kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat,

kecenderungan dan harapan masyarakat. Kecenderungan dan harapan masyarakat

dapat kita lihat dari survei rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) dengan judul Peluang

dan Harapan DPD RI: Sebuah Evaluasi Publik.59

Survei yang dilaksanakan pada Desember 2011 ini berusaha mengukur

pengetahuan responden tentang DPD, sikap responden terhadap penguatan

kedudukan, tugas, dan wewenang DPD, harapan responden terhadap DPD, serta sikap

responden terhadap rencana perubahan kelima UUD 1945 terkait posisi dan

kewenangan DPD. Dengan jumlah sampel 1220, diperkirakan margin of error sebesar

2.9%. Melalui survei ini, ditemukan bahwa sesungguhnya secara umum masyarakat

sudah mengenali keberadaan DPD RI secara kelembagaan serta 87,6% responden

mengenal tugas DPD untuk mewakili kepentingan daerah di pusat. Namun demikian,

hanya 24,7% responden mengaku mengetahui bahwa kewenangan DPD hanyalah

memberikan pertimbangan kepada DPR dan tidak punya kewenangan untuk ikut

memutuskan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan keinginan rakyat

daerah provinsi.

57 Anonim, “164 RUU Usulan DPD Tidak Dibahas DPR,” https://www.antaranews.com/print/142807/164-ruu-usulan-dpd-tidak-dibahas-dpr diakses pada 19 Maret 2018.

58 Anonim, “Ginandjar Keluhkan Rendahnya Respons DPR atas RUU Usulan DPD,” https://www.antaranews.com/berita/128166/ginandjar-keluhkan-rendahnya-respon-dpr-atas-ruu-usulan-dpd diakses pada 19 Maret 2018.

59 Lembga Survei Indonesia, “Peluang dan Harapan Masyarakat atas DPD RI,” http://www.lsi.or.id/riset/416/Harapan_Masyarakat_atas_DPD_RI diakses pada 19 Maret 2018.

61

Page 73: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dari survei ini juga ditemukan bahwa mayoritas responden berharap atau sangat

berharap agar DPD RI memiliki kewenangan lebih banyak dan lebih luas. Mereka

yang berharap atau sangat berharap agar DPD RI ikut serta memutuskan undang-

undang yang berkaitan dengan kepentingan daerah mencapai 78%; dan DPD RI dapat

menindaklanjuti hasil pengawasan terhadap pemerintah sebesar 74%. Sebanyak 70%

responden berharap atau sangat berharap bahwa DPD bisa bersama- sama dengan

DPR membuat undang-undang. Sementara itu, sebanyak 71% berharap atau sangat

berharap DPD bisa bersama-sama DPR memberikan persetujuan atas RAPBN.

Bahkan lebih jauh, 64% responden juga berharap bahwa DPD juga memiliki

wewenang untuk ikut mengangkat pejabat publik yang penting.

Dari temuan-temuan dalam survei ini, kita dapati bahwa keinginan masyarakat

secara mayoritas adalah menguatkan posisi DPD dalam tugasnya mewakili

kepentingan daerah di tingkat pusat. Maka dari itu, diperlukan upaya penguatan

kewenangan DPD dalam kerangka struktur bikameral. Kebijakan untuk menguatkan

kewenangan DPD ini dinilai menggambarkan keinginan yang berkembang di tengah

masyarakat dan karenanya memenuhi kelakuan peraturan secara sosiologis.

Direktur LSI, Saiful Mujani, memaparkan ada dua alasan utama kenapa dukungan

publik begitu kuat terhadap DPD. Pertama, publik memandang kinerja demokrasi

secara umum tidak memuaskan. Kedua, tingkat kepercayaan publik terhadap parpol

sudah sangat rendah. Ini dibuktikan oleh temuan survei LSI, sebesar 51,8 persen

publik tidak yakin bahwa parpol telah bekerja sebagaimana diharapkan rakyat.

Akibatnya, 76,9 persen publik lebih mengapresiasi mekanisme pemilihan anggota

DPD yang didasarkan pada perseorangan, bukan parpol.60

2.2.6. Penguatan Sistem Presidensiil

Kemudian, adanya kebutuhan untuk mempertegas sistem presidensiil melalui

amandemen UUD NRI 1945. Menurut Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, terdapat lima

indikator yang dapat digunakan untuk mengukur suatu keberhasilan pemerintahan.

Pertama adalah aspek politik, apakah internal politik di pemerintah itu kuat? Apakah

60 Anonim, “Usulan Amandemen UUD 1945 Diujung Tanduk,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17304/usulan-amandemen-uud-1945-diujung-tanduk diakses pada 19 Maret 2018.

62

Page 74: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dukungan partai politik pemerintah kuat? Apakah dukungan partai politik pemerintah

kuat? Apakah ada pertentangan antara presiden dan wakil presiden serta partai

pendukungnya? Indikator kedua adalah mengenai respon pemerintah terhadap

masalah sosial akibat nilai tukar rupiah, harga yang tak terkendali, kenaikan BBM.

Ketiga adalah aspek ekonomi, yaitu apakah pertumbuhan ekonomi sekarang lebih

tinggi dari sebelumnya. Indicator keempat adalah mengenai hubungan antar lembaga

negara, apakah hubungan antar lembaga negara seperti DPR dan Pemerintah, MA dan

KY, atau lainnya berjalan harmonis atau sebaliknya. Indikator terakhir adalah

mengenai hubungan dengan luar negeri seperti hubungan dengan ASEAN, Eropa,

Australia, dan sebagainya. Hubungan ini akan berguna untuk menaikan citra

Indonesia di mata Internasional.61

Apabila melihat pada kelima indikator tersebut, maka dua diantaranya adalah

mengenai pemerintahan dan partai politik. Hal ini menandakan bahwa salah satu

faktor penting dalam keberhasilan suatu negara adalah bagaimana pemerintahannya

itu sendiri berjalan. Hubungan antara partai politik dengan pemerintahan memang

saling ketergantungan satu sama lainnya. Di satu sisi, partai politik merupakan

pencerminan aspirasi rakyat yang diperjuangkan dalam pemerintahan. Di sisi lain,

pemerintahan seperti layaknya kompetisi yang akan menyaring partai politik mana

yang akan bermain dalam pemerintahan selama masa jabatan tertentu. Pemerintahan

membutuhkan dukungan dan peran dari partai politik pula dalam menjalankan

fungsinya. Oleh sebab itu, tidak heran apabila keduanya dapat saling mempengaruhi

keadaan suatu negara atau jalannya pemerintahan.

Permasalahan multipartai yang dihadapi oleh Indonesia dianggap menghambat

jalannya pemerintahan. Banyaknya partai politik dalam koalisi yang dibangun

dianggap dapat mengakibatkan kebuntuan pendapat akibat dari banyaknya

kepentingan dan pendapat yang diutarakan. Keadaan yang sama dapat pula terjadi

pada kekuasaan legislatifnya. Hubungan yang kurang baik antara eksekutif dengan

legislatif dapat membawa dampak buruk pada jalannya pemerintahan, seperti

misalnya menurunnya fungsi legislasi. Hal ini pula yang bagi sebagian besar

61 Murdaningsih Dwi, “Ketua MPR Sebut Lima Indikator Keberhasilan Pemerintah,” http://www.republika.co.id/berita/mpr-ri/berita-mpr/15/05/16/nodysy-ketua-mpr-sebut-lima-indikator-keberhasilan-pemerintah diakses pada 19 Maret 2018.

63

Page 75: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pengamat digunakan untuk melihat apakah pemerintahan berjalan dengan baik atau

tidak.

Tercatat pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri, terdapat

40 undang-undang yang berhasil ditandatangani pada tiga tahun awal masa

kepemimpinannya.62 Sedangkan dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono, pada tahun 2010 disepakati 70 RUU masuk Program legislasi Nasional

(Prolegnas), tetapi hanya 18 RUU yang berhasil disahkan menjadi UU. Menurut

Ketua DPR Marzukie Alie, sepanjang tahun 2012 DPR baru menyetujui pengesahan

30 UU namun 20 diantaranya merupakan UU kumulatif terbuka seperti perjanjian

atau ratifikasi internasional, UU tentang Anggaran, dan UU tentang Pembentukan

Daerah Otonom Baru. Hanya 10 UU yang tergolong prioritas atau masuk dalam

Prolegnas 2012, jumlah tersebut dianggap jauh dibawah target yang ditetapkan oleh

pemerintah dan DPR, yakni 69 RUU.63 Masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo

memang belum selesai, namun kinerja dari pemerintahannya dianggap lebih lambat

daripada pemerintahan Presiden SBY.64 Pada tahun awal bekerja, DPR hanya berhasil

menghasilkan tiga undang-undang dari 39 RUU yang harus diselesaikan pada tahun

awal sebagai hasil kesepakatan Prolegnas 2015.65 Di penghujung tahun 2016, tercatat

baru 22 RUU yang berhasil disahkan menjadi undang-undang.66 Padahal dalam lima

tahun ke depan, DPR, DPD, dan Pemerintah telah menyetujui 159 RUU dalam

Prolegnas 2015-2019.67

62 Data Center, “Daftar Undang-Undang yang Ditandatangani Presiden Megawati Tahun 2004,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol11481/daftar-undangundang-yang-ditandatangani-presiden-megawati-tahun-2004 diakses pada 19 Maret 2018.

63 Anita Yossihara, “Kinerja Legislasi Pun di Bawah Target,” https://nasional.kompas.com/read/2012/12/27/02261545/Kinerja.Legislasi.Pun.di.Bawah.Target diakses pada 19 Maret 2018.

64 Kiswondari, “Dibanding Rezim SBY, Kinerja Era Jokowi Dinilai Lebih Lambat,” https://nasional.sindonews.com/read/1069029/12/dibanding-rezim-sby-kinerja-era-jokowi-dinilai-lebih-lambat-1449949699 diakses pada 19 Maret 2018.

65 Abi dan Sarwanto, “Setahun Bekerja DPR Hanya Hasilkan Tiga Undang-Undang,” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151001143452-32-82122/setahun-bekerja-dpr-hanya-hasilkan-tiga-undang-undang diakses pada 19 Maret 2018.

66 M-25, “Sepanjang 2016, 22 RUU Telah Sah Jadi UU,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5862593001f54/sepanjang-2016--22-ruu-telah-sah-jadi-uu diakses pada 19 Maret 2018.

67 Admins, “Masa Depan Fungsi Legislasi,” https://www.saldiisra.web.id/index.php/tulisan/artikel-koran/26-mediaindonesia/608-masa-depan-fungsi-legislasi.html diakses pada 19 Maret 2018.

64

Page 76: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Selain masalah kuantitas UU yang menurun, kualitas UU yang dihasilkan juga

kerap dipertanyakan. Pasalnya, tidak sedikit UU yang digugat atau diuji materi di

Mahkamah Konstitusi (MK). Dari situs resmi MK, diketahui sedikitnya ada 11 UU

produk DPR periode 2009-2014 yang diuji materi. Bahkan sebagian UU beberapa kali

diuji materi atas permohonan kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Pegajuan

permohonan uji materi itu merupakan salah satu indikator rendahnya kualitas UU

tersebut, yang dianggap masyarakat UU tersebut bertentangan dengan konstitusi serta

peraturan perundang-undangan lainnya.68

Menurunnya pencapaian legislatif ini sebagian besar dipengaruhi oleh kerjasama

antara eksekutif dengan legislatif yang kurang baik. Tersandera secara politik

merupakan satu dari sekian banyaknya alasan yang menyebabkan efektifitas dan

efisiensi kerja pemerintah menurun. Pada pemerintahan SBY, politik akomodatif

yang sangat mementingkan keseimbangan dan harmoni politik, menyebabkan SBY

cenderung merangkul dan memuaskan semua kalangan dengan keinginan

mengakomodasi semua partai ke dalam pemerintahan. Politik akomodatif ini

cenderung tidak mengehendaki adanya “oposisi” dan membangun koalisi sebesar-

besarnya. Koalisi yang dibangun pun menjadi kebesaran (oversized coalition) dengan

menguasai 75% kursi di parlemen. Meskipun dalam kabinet hampir diisi oleh

sebagian besar partai koalisi, tidak menjamin pemerintahan akan berjalan dengan

baik-baik saja.69 Misalnya saja Partai Golkar dan PKS, yang merupakan partai koalisi

pendukung pemerintah pada saat pencalonan presiden dan wakil presiden, hampir

menjadi partai oposisi karena bertentangan pendapat dengan SBY.70 Hubungan yang

kurang baik ini tentu saja berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan, seperti

kebijakan-kebijakan yang tidak akan berjalan efektif dan lancar.

68 Anita Yossihara, “Kinerja Legislasi Pun di Bawah Target,” https://nasional.kompas.com/read/2012/12/27/02261545/Kinerja.Legislasi.Pun.di.Bawah.Target diakses pada 19 Maret 2018.

69 The Indonesian Institute Center for Public Policy Research, “Menakar Kinerja Satu Tahun Pemerintahan SBY-Boediono,” http://www.theindonesianinstitute.com/wp-content/uploads/2014/03/Update-Indonesia-Volume-V-no.-07-November-2010-Bahasa-Indonesia.pdf diakses pada 19 Maret 2018.

70 Bochri dan Rachman, “Partai Golkar dan PKS Diatas Angin dalam Koalisi,” http://www.kompasiana.com/b_rachman/partai-golkar-dan-pks-diatas-angin-dalam-koalisi_54ff68f4a33311944d50ff61 diakses pada 19 Maret 2018.

65

Page 77: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Diperlukan suatu evaluasi terhadap hubungan antara eksekutif dengan legislatif

agar hubungan yang dibangun dapat bertahan hingga akhir masa kepemimpinan.

Perbaikan pun sudah semestinya dilakukan untuk mengurangi kekurangan

mekanisme yang dipilih.

2.3 Dasar Yuridis

Dalam konstitusi Negara Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, ditetapkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum

(rechtstaat). Hal ini ditegaskan melalui Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sebelum menjadi ayat tersendiri, penegasan

bahwa Indonesia merupakan negara hukum hanya terdapa t dalam Penjelasan Umum

UUD 1945. Dengan demikian, maka Negara Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa

dirinya adalah negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat) dan bukanlah negara yang

berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Negara Hukum Indonesia adalah negara

hukum yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan falsafah dan dasar negara.

Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan cerminan dari jiwa Bangsa Indonesia,

haruslah menjadi sumber hukum dari semua peraturan hukum yang ada.71

Secara umum, negara hukum (rechtstaat) dapat diartikan bahwa negara yang

susunannya diatur dengan sebaik-baiknya dalam peraturan perundang-undangan (hukum)

sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan atas hukum. Begitu

pula dengan rakyatnya, tidak bisa bertindak sekehendaknya yang bertentangan dengan

hukum.72 Menurut Joeniarto, asas negara hukum mengandung arti bahwa dalam

penyelenggaraan negara tidakan penguasa harus didasarkan hukum dan bukan didasarkan

kekuasaan atau kemauan penguasa belaka dengan maksud untuk membatasi kekuasaan

penguasa serta melindungi kepentingan masyarakat, yaitu perlindungan terhadap hak

asasi anggota masyarakatnya dari tindakan sewenang- wenang.73 Konsep ini sejalan

dengan pengertian negara hukum menurut Bothling, yaitu “de staat, waarin de

wilsvriheid van gezagsdragers is beperket door grezen van recht.” yang artinya adalah

71 Al Atok A Rosyid, Negara Hukum Indonesia, diambil dari http://lab.pancasila.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/Negara-Hukum-Indonesia-Oleh-A-Rosyid-Al-Atok.pdf diakses pada 19 Maret 2018.

72 Ibid. 73 Joeniarto, Negara Hukum (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada, 1968), hlm. 53.

66

Page 78: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan

hukum.74 Begitu pula menurut Sudargo Gautama, bahwa dalam suatu negara hhukum

terdapat pembatasan kekuasan negara terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa,

tidak bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi

oleh hukum. Dengan demikian, suatu negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum

apabila tindakan dari pihak yang berwajib, penguasa atau pemerintah secara jelas ada

dasar hukumnya sebagai dasar dari tindakan yang berwajib, penguasa atau pemerintah

yang bersangkutan.75

Sebagai konsekuensi dari sebuah negara hukum, dalam menjalankan kehidupan

bernegara Indonesia harus berdasarkan hukum. Dalam hal ini, hukum dijunjung tinggi.

Setiap tindakan atau perbuatan dalam kehidupan bernegara, harus berdasarkan hukum.

Tidak hanya berlaku bagi pemerintahnya saja, melainkan seluruh rakyatnya. Sehingga,

dalam hal mengamandemen konstitusi negara harus pula berdasarkan hukum yang

berlaku. Mengenai amandemen atau perubahan terhadap konstitusi ini, pedoman yang

digunakan adalah Pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur

proses perubahan UUD 1945. Sedangkan naskah yang menjadi objek perubahan adalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada 18

Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959

oleh serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR sebagaimana

tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959.

Pada sidang tahunan MPR tahun 1999, seluruh fraksi membuat kesepakatan tentang

arah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:76

1. Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;

2. Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Sepakat untuk mempertegas sistem presidensiil;

4. Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan

UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945; dan

74 Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bandung: Mandar Maju, 2013), hlm. 1.

75 Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum (Bandung: Alumni, 1973), hlm. 8. 76 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, hlm. 11.

67

Page 79: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

5. Sepakat untuk menempuh cara addendum dalam melakukan amandemen terhadap

UUD 1945.

Kelima kesepakatan tersebut merupakan patokan atau dasar dalam melakukan

perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan UUD 1945 memuat dasar

filosofis dan normative yang mendasari seluruh pasal dalam UUD 1945, selain itu dalam

pembukaan UUD 1945 mengandung staatsidee berdirinya Negara Kesatuan Republik

Indonesia, tujuan negara serta dasar negara yang harus tetap dipertahankan. Negara

kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya Negara Indonesia dan

dipandang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk

ditinjau dari berbagai latar belakang. Penguatan sistem presidensiil bertujuan untuk

memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis yang dianut oleh

Indonesia dan telah dipilih oleh para pendiri bangsa. Peniadaan penjelasan UUD 1945

dimaksudkan untuk menghindarkan kesulitan dalam menentukan status “penjelasan” dari

sisi sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Perubahan UUD 1945

dengan cara addendum berarti perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan dengan tetap

mempertahankan naskah asli Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana terdapat dalam

Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan naskah

perubahan-perubahan UUD 1945 diletakkan melekat pada naskah asli.

2.4 Dasar Politis

Hubungan antara politik dan hukum merupakan suatu hubungan yang tidak dapat

dipisahkan. Hukum dan politik sesungguhnya sebagai subsistem kemasyarakatan adalah

bersifat terbuka, karena itu keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

subsistem lainnya maupun oleh sistem kemasyarakatan secara keseluruhan.77 Satjipto

Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak

dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

Menurutnya dalam studi ilmu politik hukum, terdapat beberapa pertanyaan mendasar,

yaitu:78

1. Tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada?

77 Nurfaika Ishak, “Politik Hukum Pengaturan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 5 (2016), hlm. 117.

78 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 151.

68

Page 80: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2. Cara- cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam

mencapai tujuan tersebut?

3. Kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah?

4. Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam

memutuskan proses pemilihan tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan

tersebut dengan baik?

Menjadi pertanyaan kemudian dalam hubungan antara politik dan hukum, manakan

yang menjadi variabel terpengaruh atas yang lainnya? Untuk mendapat pengertian yang

baik, perlu dipahami bahwa kebenaran ilmiah dalam ilmu sosial dan humaniora tidak ada

yang mutlak, hanyalah kebenaran relatif. Hukum sebagai produk politik adalah benar

adanya jika didasarkan pada das Sein dengan mengonsepsikan hukum sebagai undang-

undang. Sebagai undang-undang, sebuah hukum dibuat oleh lembaga legislatif, maka ia

merupakan kristalisasi, formalisasi, atau legalisasi dari kehendak politik yang saling

bersaingan. Jika kita mendasarkan pemikiran hukum dengan das Sollen, adanya hukum

sebagai dasar mencari kebenaran ilmiah dan memberi arti hukum di luar undang-undang.

Dalam pengertian ini, hukum bukan merupakan produk politik. Menurut Mahfud MD.,

politik hukum adalah legal policy atau kebijakan resmi tentang hukum yang akan

diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum

lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Jadi di dalamnya termasuk pilihan tentang

hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum yang akan

dicabut atau tidak diberlakukan sepenuhnya untuk mencapai tujuan negara.79 Dapat kita

mengerti bahwa politik hukum adalah jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan

hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara. Pijakan

utama dalam politik hukum adalah tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem

hukum nasional yang harus dibangun dengan pilihan isi dan cara-cara tertentu.80

Berbicara mengenai tujuan negara, kita berbicara tentang dunia cita, yaitu suasana

ideal yang harus dijelmakan. Tujuan negara merupakanapa yang hendak diwujudkan oleh

negara yang bersangkutan dengan menggunakan organisasi pemerintah yang dilengkapi

79 Moh. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: RajawaliPers, 2011), hlm. 1. 80 Moh. Mahfud MD., Membangun Politik Hukum: Menegakkan Konstitusi (Jakarta:

RajawaliPers, 2011), hlm. 14.

69

Page 81: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kekuasaan. Menurut Charles E. Merriam sebagaimana dikutip oleh Soelistyati Ismail

Gani, tujuan negara mencakup:81

1. External security (keamanan keluar), merupakan seluruh tugas perlindungan

negara terhadap serangan-serangan dari luar terhadap kelompok itu sendiri.

2. Internal order (ketertiban kedalam), merupakan tujuan negara yaitu sistem

dalam mana dapat diadakan perkitaan yang layak tentang apa yang akan

dilakukan dalam bidang sosial dan siapa yang akan melakukannya.

3. Justice (keadilan), mengumpamakan adanya sistem nilai dalam perhubungan

individu, agar setiap orang memperoleh bagiannya berdasarkan nilai-nilai itu.

4. General Welfare (kesejahteraan umum), termasuk didalamnya juga

keamanan, ketertiban, keadilan, kebebasan, tugas-tugas preventif seperti

pencegahan ancaman bahaya alam, dan lain-lain.

5. Freedom (kebebasan), yaitu kesempatan mengembangkan dengan bebas

hasrat-hasrat individu akan ekspresi, kebebasan harus disesuaikan dengan

gagasan kesejahteraan umum.

Tujuan Negara Republik Indonesia sendiri dapat kita lihat pada pembukaan UUD NRI

1945. Pembukaan UUD NRI 1945 mencangkup empat pokok pikiran yaitu: pertama,

bahwa Negara Indonesia adalah negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mencukupi segala paham golongan

dan paham perorangan; kedua, bahwa Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan

sosial bagi seluruh warganya; ketiga, bahwa Negara Indonesia menganut paham

kedaulatan rakyat. negara dibentuk dan diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat

yang juga disebut sebagai sistem demokrasi; dan keempat, bahwa Negara Indonesia

adalah negara yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang

adil dan beradab.82

Selain keempat pokok pikiran itu, keempat alinea Pembukaan UUD NRI 1945

masing-masing mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai

keseluruahan sistem berpikir materi UUD NRI 1945. Alinea pertama menegaskan

keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan itu adalah hak asasi segala bangsa, dan

81 Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm. 74. 82 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD 1945

(Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 63-64.

70

Page 82: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai

dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Alinea kedua menggambarkan proses

perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil

mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka,

bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea ketiga menegaskan pengakuan bangsa

Indonesia akan ke-Maha Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan

spiritual kepada segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya,

yang atas dasar keyakinan spiritual serta dorongan luhur itulah rakyat Indonesia

menyatakan kemerdekaannya. Alinea keempat menggambarkan visi bangsa Indonesia

mengenai bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan dalam

rangka melembagakan keseluruhan cita- cita bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat,

adil dan makmur dalam wadah negara Indonesia.83

Dengan pemahaman bahwa politik hukum merupakan kebijakan resmi tentang hukum

yang akan diberlakukan dengan pijakan utama kepada tujuan negara tersebut, lantas

apakah politik hukum tersebut mencakup pula pada Undang Undang Dasar itu sendiri?

Perihal ini kembali kepada pertanyaan apakah hukum (Undang Undang Dasar)

determinan terhadap politik atau sebaliknya. Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus

pahami perbedaan pengertian konstitusi dan Undang Undang Dasar.

Hingga saat ini, dikenal adanya dua pengertian terhadap konstitusi. Pertama,

konstitusi dalam arti sempit yang menyamakan konstitusi dengan Undang Undang Dasar.

Kedua, konstitusi dalam arti luas yang mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum tentang

sistem ketatanegaraan suatu negara atau dengan kata lain hukum tata negara.84 Pendapat

serupa juga dapat ditarik dari rumusan pengertian konstitusi yang dikemukakan para ahli.

Misalnya Herman Heller yang membagi pengertian konstitusi menjadi tiga:85

1. Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit (konstitusi sebagai

pengertian sosial politik). Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik

didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis

dan sosiologis.

83 Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia, hlm. 64. 84 Hardjono, Legitimasi Perubahan Konstitusi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 174. 85 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 140.

71

Page 83: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2. Die Verselbstandgte recstsverfassung (konstitusi sebagai pengertian hukum).

Konstitusi merupakan suatu kaidah yang hidup dalam masyarakat. Jadi

mengandung pengertian yuridis.

3. Die geshereiben verfassung (konstitusi sebagai suatu peraturan hukum).

Konstitusi yang ditulis sebagai suatu naskah sebagai Undang-undang yang

tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Demikian juga dengan pengertian konstitusi oleh F. Lasalle, yang membagi konstitusi

dalam dua pengertian:86

1. Pengertian sosiologis atau politis (sosiologische atau polotische begrip).

Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan nyata (dereele machtsfactoren)

dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-

kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara. Kekuasaan tersebut

diantaranya: raja, parlemen, kabinet, pressure groups, partai politik, dan lain-lain;

itulah yang sesungguhnya konstitusi.

2. Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah yang

memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.

Baik pengertian dari Heller maupun Lasalle memandang konstitusi mengandung

pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang Undang Dasar. Menurut Heller, UUD

termasuk bagian konstitusi dalam pengertian normatif, sementara secara lebih luas

terdapat bagian konstitusi dalam pengertian yuridis, ataupun sosial politik. Lasalle juga

menyatakan bahwa konstitusi mengandung pengertian yang lebih luas dari UUD, tetapi

dari pengertian yuridis, Lassalle menyamakan konstitusi dengan UUD, sebagai naskah

(dalam arti berbentuk tertulis) yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi

pemerintahan. Konstitusi secara keseluruhan mencakup kehidupan politik di dalam

masyarakat sebagai suatu kenyataan, maka dari itu kebijakan pembentukan atau

perubahan terhadap Undang Undang Dasar juga merupakan bagian dari politik hukum.

Inilah yang terjadi pada saat pembentukan Negara Republik Indonesia. Dalam rangka

mendirikan suatu negara, politik yang pertama kali dilakukan oleh tiap bangsa adalah

mentransformasikan serba konsep yang terkandung dalam ideologi yang dianutnya ke

dalam pengertian kehidupan kenegaraan beserta penyelenggaraannya, dan dituangkan

86 Ibid., hlm. 10.

72

Page 84: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dalam konstitusi negara (Undang Undang Dasar). Politik hukum yang serupa juga terjadi

pada upaya-upaya perubahan UUD NRI 1945 yang sudah dilakukan. Amandemen

merupakan turunan dari istilah Bahasa Inggris amandement artinya perubahan atau

mengubah (to amend, to change, to alter, and to revise). Dalam konteks “perubahan

konstitusi” yang dimaksudkan adalah constitustional amendment atau constitutional

revision atau constitutional alteration.87 Dalam pengertian yang lebih luas, Bagir Manan

menggunakan istilah ‘pembaruan’ yaitu memperbarui Undang Undang Dasar dengan cara

menambah, merinci, dan menyusun ketentuan yang lebih tegas. Kata pembaruan disini

termasuk pula memperkukuh sendi-sendi yang telah menjadi konsensus nasional seperti

dasar negara, bentuk negara kesatuan (negara persatuan) dan bentuk pemerintahan

republic

Secara etimologik, kata amandemen berasal dari bahasa Inggris, “to amend” yang

berarti, to make better, to remove the foults. Kata amandemen berarti, a change for better,

a correction of errors foults, etc, a revision or addition proporsed or made in a bill, law,

constitution, etc.88 Istilah amandemen atau perubahan di sini digunakan dalam arti umum

yakni ‘perubahan’, bukan dalam arti khusus seperti di Amerika Serikat. Di sini

amandemen diartikan sebagai perubahan kalimat, penyisipan kata, pencabutan pasal, dan

penambahan pasal baru serta tidak harus dibuatkan satu amandemen untuk setiap pasal

yang akan diubah melainkan bersikap kumulatif. Secara resmi istilah yang dipakai di

Indonesia adalah “perubahan.”

Perubahan konstitusi sudah semestinya memperhatikan politik hukum nasional

dengan tujuan menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki untuk

mewujudkan cita-cita atau tujuan negara. Sistem hukum nasional merupakan kesatuan

hukum dan perundang-undangan yang terdiri dari banyak komponen yang saling

bergantung, yang dibangun untuk mencapai tujuan negara dengan berpijak pada dasar

dan cita hukum negara yang terkandung di dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD

1945.89

87 Ishak, Politik Hukum Pengaturan Amandemen…, hlm. 123. 88 Abdulkadir Besar, Perubahan UUD 1945 tanpa Paradigma: Amandemen bukan, Konstitusi-

baru setengah hati (Jakarta: Pusat Studi Universitas Pancasila, 2002), hlm. 13. 89 Moh. Mahfud MD., Membangun Politik, hlm. 22-23.

73

Page 85: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dalam upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian cita-cita dan tujuan

negara, politik hukum nasional harus berpijak pada kerangka dasar sebagai berikut:90

1. Politik hukum nasional harus selalu mengarah pada cita-cita bangsa, yakni

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

2. Politik hukum nasional harus ditujukan untuk mencapai tujuan negara yakni:

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban

dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

3. Politik hukum nasional harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar

negara, yakni: berbasis moral agama, menghargai dan melindungi hak- hak asasi

manusia tanpa diskriminasi, mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan semua

ikatan promordialnya, meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat,

membangun keadilan sosial.

4. Politik hukum nasional harus dipandu oleh keharusan untuk: melindungi semua

unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup ideologi dan

teritori, mewujudkan keadilan sosial dalam ekonomi dan kemasyarakatan,

mewujudkan demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum),

menciptakan toleransi hidup beragama berdasarkan keadaban dan kemanusiaan.

5. Sistem hukum nasional yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila,

yakni sistem hukum yang mengambil atau memadukan berbagai nilai

kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan ke dalam satu ikatan hukum

prismatik dengan mengambil unsur-unsur baiknya.

Sunarjati Hartono menyatakan beberapa hal yang terkait dengan pembentukan dan

pengembangan (pembaruan) hukum nasional Indonesia yaitu:91

1. Hukum Nasional harus merupakan lanjutan (inklusif modernisasi) dari hukum

adat, dengan pengertian bahwa hukum nasional itu harus berjiwa Pancasila.

Maknanya, jiwa dari kelima sila Pancasila harus dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat Indonesia di masa sekarang dan sedapat-dapatnya juga di masa yang

akan datang;

90 Ibid., hlm. 30-32. 91 Sunarjati Hartono, Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat (Bandung: Alumni,

1971), hlm. 31.

74

Page 86: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2. Hukum nasional Indonesia bukan hanya akan berkisar pada persoalan pemilihan

bagian-bagian antara hukum adat dan hukum barat, melainkan harus terdiri atas

kaidah-kaidah ciptaan yang baru sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan

persoalan yang baru pula;

3. Pembentukan peraturan hukum nasional hendaknya ditentukan secara fungsional.

Maksudnya, aturan hukum yang baru itu secara substansial harus benar-benar

memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, hak atau kewajiban yang hendak

diciptakan itu juga sesuai dengan tujuan kita untuk mencapai masyarakat yang

adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan.

Dalam rangka pembangunan hukum nasional, perubahan konstitusi harus didasarkan

pada paradigma perubahan. Paradigma ini digali dari kelemahan sistem bangunan

konstitusi lama, dan dengan argumentasi diciptakan landasan agar dapat menghasilkan

sistem yang menjamin stabilitas pemerintahan dan memajukan kesejahteraan rakyat,

paradigma perubahan tersebut adalah sebagai berikut:92

1. Mengembalikan hak atas kedaulatan kepada rakyat dengan cara melaksanakan

pemilihan sistem distrik untuk pemilihan anggota DPR dan pemilihan secara

langsung untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden;

2. Mengubah struktur keanggotaan MPR dan menggunakan sistem bikameral dalam

pembuatan Undang-undang. MPR dipertahankan sebagai sebuah “forum” dan

dikurangi kewenangannya terutama yang terkait dengan sistem presidensiil.

Sistem presidensiil menjadi suatu pilihan, karena sistem ini lebih menjamin

stabilitas pemerintahan dalam waktu tertentu (fixed term). Sistem perwakilan

bikameral menjadi pilihan. Sistem bikameral akan lebih memberikan legitimasi

produk perundang-undangan nasional dimasyarakat lokal, karena Dewan

Perwakilan Daerah diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan publik;

3. Pengawasan DPR terhadap eksekutif tetap dipertahankan. Sistem presidensiil

yang dikhawatirkan akan memperkokoh kedudukan Presiden harus tetap

diimbangi dengan pemberdayaan DPR;

92 Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi (n.a.: Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur INTRANS, 2004), hlm. 85.

75

Page 87: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

4. Mengubah kekuasaan yang sentralistik dan menganti ke arah lebih desentralistik

secara terencana dan pelaksanaanya harus dipertimbangkan setelah terlaksananya

sosialisasi perundang-undangan yang mengatur otonomi daerah;

5. Mengurangi kekuasaan Presiden dengan cara mendistribusikan secara vertikal dan

membagikan kekuasaan secara horizontal. Dalam kondisi tertentu perlu dilakukan

pengurangan kekuasaan Presiden dengan menyimpangi prinsip sistem

pemerintahan presidensiil;

6. Menata kembali sistem peradilan untuk memulihkan kepercayaan pencari

keadilan;

7. Memberikan jaminan perlindungan hak-hak asasi melalui lembaga peradilan.

Dalam pengertian bahwa politik hukum harus memiliki pijakan utama yaitu tujuan

negara, maka Indonesia seharusnya menyepakati nilai-nilai universal dalam Pembukaan

UUD NRI 1945 yang dikonkretisasikan dalam sila-sila Pancasila dalam menetapkan

hukum yang berlaku untuk memenuhi perubahan kehidupan masyarakat. Perubahan

terhadap UUD NRI 1945 sudah sangat menyeluruh, tetapi sebagaimana sudah dijelaskan

sebelumnya pemerintah dalam menetapkannya masih ragu-ragu, sehingga amandemen

terhadap keempat UUD NRI 1945 ini terkesan setengah- setengah, belum optimal.

Sehingga solusinya adalah perlu diadakan amandemen terhadap UUD NRI tahun 1945.

76

Page 88: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB III

LANDASAN PEMIKIRAN PERUBAHAN UUD 1945

3.1 Prinsip Good Governance

Pemerintahan (governance) secara luas didefinisikan sebagai suatu tindakan

kekuasaan politik untuk mengatur perwujudan kepentingan publik suatu bangsa.93

Definisi lain mengenai pemerintahan dikemukakan oleh seorang sarjana dari Nepal yaitu

K.K. Gurugharana yang menyatakan bahwa pemerintahan adalah pemberlakuan arah dan

kontrol atas tindakan warga negara dimana kekuasaan dioperasikan untuk mengatur

sumber-sumber daya sosio-ekonomi yang dimiliki oleh suatu negara.94 Melihat definisi

tersebut maka suatu pemerintahan yang baik dapat diinterpretasikan sebagai salah satu

bentuk pelaksanaan, efisiensi, dan keefektifan lembaga pemerintah dalam menjalankan

tujuan dan kebijakan nasional hasil konsensus bersama. Oleh karena itu didalamnya

terkandung elemen-elemen seperti:

1. Akuntabilitas pejabat pelayanan publik;

2. Transparansi atas prosedur yang dikeluarkan oleh pemerintah;

3. Pandangan perilaku dan keputusan yang rasional;

4. Kebebasan memperoleh informasi untuk menjamin perkembangan ekonomi;

5. Kejelasan aturan-aturan hukum mengatur perilaku pemerintah serta institusi

terkait yang disetujui oleh warga negaranya.

Istilah governance seperti dikatakan Horby95 pada dasarnya menunjukkan pada

tindakan, fakta, atau perilaku governing, yakni mengarahkan atau mengendalikan atau

mempengaruhi masalah publik dalam suatu negara. Sementara arti good dalam good

governance mengandung makna nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak

rakyat untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam pencapaian tujuan kemandirian,

pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Good mengandung makna pula bahwa

terdapat aspek fungsional pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan

93 UNDP, Public Sector ManagementL Governance and Sustainable Human Development (New York: UNDP, 1995), hlm. 45.

94 K.K. Gurugharana, Democracy and Decentralisation: A Policy Perspective on Nepal (Kathamandu: Political Science Association of Nepal, 1996), hlm. 37.

95 A.S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (London: Oxford University Press, 1981), hlm. 608

77

Page 89: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Dari segi functional aspect96 governance dapat

ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dalam upaya mencapai

tujuan yang telah ditetapkan atau sebaliknya.

Mengacu pada pemahaman demikian, Billah97 memberikan makna pada good

governance sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai bersifat

mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah-masalah publik untuk

mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan-tindakan keseharian. Dengan demikian tataran

good governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan saja, melainkan

juga pada tataran masyarakat sipil, seperti yang dipresentasikan oleh organisasi non-

pemerintahan. Konsep good governance dalam konteks ini meliputi tiga dimensi utama

yakni ekonomi politik dan administrasi yang ada dalam kawasan negara (state) dan

masyarakat (society) yang saling berinteraksi untuk menjalankan fungsinya masing-

masing. Ketiga institusi ini harus saling berkaitan dan bekerja dengan prinsip-prinsip

kesetaraan, tanpa ada upaya untuk mendominasi satu pihak terhadap pihak lain.

Dengan demikian untuk mewujudkan good governance maka harus ada peran yang

setara dan kerjasama yang bersifat strategis antara negara dengan masyarakat yang

mengaci pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemen konstituennya seperti

legitimasi, akuntabilitas, perlindungan HAM, kebebasan, transparansi, pembagian

kekuasaan, dan kontrol masyarakat. Berdasarkan hal ini, UNDP98 kemudian mengajukan

karakteristik good governance sebagai berikut:

96 LAN dan BPKP, 2000, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Cetakan Pertama, hlm. 5.

97 Billah, Good Governance and Social control (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 45 98 LAN, “penerapam Good Governance di Indonesia”. Laporan Kerja Tahun 2007, hlm. 40.

78

Page 90: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

1. Participation: Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan

keputusan, baik secara langsung maupun melalui mediasi institusi legitimasi yang

mewakili kepentingannya. Pastisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan

berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Rule of Law: Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,

terutama hukum untuk hak asasi manusia.

3. Transparency: Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi,

proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima

oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat

dimonitor.

4. Responsiveness: Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk

melayani setiap stakeholders.

5. Consensus Orientation: Good Governance menjadi perantara kepentingan yang

berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik

dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

6. Equity: Semua wara negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai

kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

7. Effectiveness and efficiency: Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan

sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber

yang tersedia sebaik mungkin.

8. Accountability: Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan

masyarakat (civil society) bertanggungjawab pada publik dan lembaga

stakeholder. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang

dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal

organisasi.

9. Strategic Vision: Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good

governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan

dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

79

Page 91: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

3.2 Hak asasi Manusia

Istilah “Human Rights” mulai digunakan pada tahun 1742, diskursus tentang hak-hak

dasar manusia ini dapat dikatakan baru mulai berkembang serius setelah terbitnya buku

The Rights of Man dari Thomas Paine tersebut. Selanjutnya istilah “Human rights”

ditetapkan dan dirumuskan dengan resmi dalam “Declaration of Independence”

(Amerika) pada tahun 1776 atas jasa Thomas Jefferson. Setelah itu, muncul antara

penulisan buku The Rights of Man (1791) yang ditulis oleh Thomas Paine dan buku The

Liberator (1831) yang ditulis oleh William Lloyd Garrison, yang sangat menekankan

pentingnya apa yang ia sebut sebagai “The Great Cause Of Human Rights”.99 Menurut

John Locke, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara

kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. Jack Donnely

mengartikannya sebagai hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia.

Mahfud MD mengartikan HAM sebagai hak yang melekat pada martabat manusia

sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hal tersebut dibawa manusia sejak lahir ke muka

bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati) bukan merupakan pemberian manusia

atau negara.

Pada UUD NRI 1945 tidak terdapat pernyataan mengenai arti HAM itu sendiri.

Pengertian HAM dapat ditemukan di UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

yang definisinya adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang

wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Kemudian dapat ditemukan pula pada Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia yang

terdapat pada TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 menyebutkan bahwa hak asasi

manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal,

dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak

berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak

berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh

99 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Konstitusi Sosial: Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi Kehidupan Sosial Masyarakat Madani, Jakarta: Pustaka LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), 2015, hlm. 202.

80

Page 92: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

diabaikan atau dirampas oleh siapapun.100 Namun, Pasal 1 TAP MPR RI Nomor

I/MPR/2003 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan 2002 menentukan bahwa TAP MPR RI

Nomor XVII/MPR/1998 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dokumen-dokumen internasional terkait HAM pada umumnya tidak memberikan

pengertian HAM secara eksplisit. Sebut saja Universal Declaration of Human

Rights/Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), International Covenant on

Civil and Political Rights/Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR/Kovenan

Sipol), serta International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/Kovenan

Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR/Kovenan Ekosob). Tidak

satupun dokumen-dokumen di atas yang memberikan pengertian HAM secara eksplisit.

Namun, apabila dilihat dari pengertian-pengertian yang dipaparkan sebelumnya serta

kandungan ketentuan HAM dalam dokumen-dokumen internasional dapat ditarik garis

umum mengenai HAM yaitu hak dasar yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa yang

bersifat kodrati dan universal.

Perhatian terhadap HAM pada dasarnya juga terdapat pada Magna Carta pada tahun

1215. Namun, perumusan yang secara jelas dalam peradaban berkembang pesat pada

abad ke-17 serta abad ke-18. Hal ini dapat dilihat dengan bermunculannya berbagai

instrumen-instrumen yang memuat perihal penegakan HAM tersebut di berbagai negara.

Di Inggris muncul Petition of Rights (1628), Habeas Corpus Act (1679), dan Bill of Rights

(1689). Di Amerika kemudian muncul Declaration of Independence (1776) dan di

Perancis muncul Declaration of The Rights of Man and Citizen (Declaration des droits

de l’homme et du citoyen) (1789).101

Dalam perkembangannya, kesadaran akan pentingnya instrumen perlindungan HAM

berkembang ke seluruh dunia. Hal ini terlihat dengan bermunculannya berbagai dokumen

internasional baik yang menyinggung perihal HAM bahkan secara khusus membahas

100 Pembukaan piagam HAM dalam TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 Tentang HAM 101 Rocky Gerung, (ed), Hak Asasi Manusia, Teori, Hukum, dan Kasus, Depok: Filsafat UI Press,

hlm 3.

81

Page 93: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mengenai HAM itu sendiri. Sebagai contoh terdapat Europan Convention of Human

Rights (1952) yang ditujukan secara regional untuk negara-negara di Eropa serta Cairo

Declaration on Human Rights in Islam (1990) yang merupakan hasil Konferensi Islam

ke-19 yang dilaksanakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Charter of the United Nations (1945) yang juga menjadi penanda lahirnya PBB juga

juga menaruh pemenuhan hak-hak dasar manusia serta penghargaan terhadap martabat

manusia sebagai hal yang penting untuk diupayakan. Meskipun piagam tersebut tidak

ditujukans secara khusus untuk memberikan ketentuan mengenai HAM. Selanjutnya,

muncul DUHAM (1948), Kovenan Sipol (1966), Kovenan Ekosob (1966), serta berbagai

dokumen internasional lainnya baik yang sekadar menyinggung HAM maupun yang

menjadikan HAM sebagai fokus pembahasannya.

Jika dilihat dalam perkembangan tuntutan maupun kesadaran pentingnya penegakan

HAM tersebut, secara garis besar muncul dari adanya pelanggaran hak dasar serta

perbuatan yang dianggap tidak manusiawi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan poin-

poin pertimbangan dalam berbagai dokumen HAM. Sebagai contoh, pada poin

menimbang yang terdapat dalam alinea ke-dua Pembukaan DUHAM dinyatakan:

“Menimbang, bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia

telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa

kemarahan hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat

manusia akan mengecap nikmat kebebasan berbicara dan beragama serta

kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita

yang tertinggi dari rakyat biasa,…”

Selain pada DUHAM, munculnya dokumen HAM sebagai jawaban atas tindakan tidak

manusiawi atau adanya konflik juga dapat dilihat dari lahirnya Declaration of The Rights

of Man and Citizen sebagai gagasan yang dikembangkan setelah revolusi Perancis.

Seiring berkembangnya kesadaran atas pentingnya penegakan HAM di dunia, di

Indonesia sendiri HAM mendapatkan ruang yang semakin besar dalam perhatian

masyarakat. Sama halnya dengan di berbagai negara lainnya, HAM merupakan suatu hal

yang baru di Indonesia. Meskipun, dulunya konsepsi tersebut tidak disapa dengan

82

Page 94: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

terminologi HAM. Dalam lingkaran peradaban Indonesia maka sejak beratus-ratus tahun

manusia itu telah mempunyai hak dan kewajiban kepada diri sendiri, kepada keluarga,

kepada masyarakat, dan kepada negara. Hak dan kewajiban ini diakui dan diatur menurut

hukum adat. Sebagian dari padanya ada yang dituliskan.102 Pendirian Budi Utomo pada

tahun 1908 dapat dianggap sebagai titik awal timbulnya kesadaran untuk mendirikan sutu

negara kebangsaan yang terlepas dari cengkeraman kolonial, yang kemudian, dalam

konteks HAM dikenal sebagi perwujudan dari the right of self-determination.103

Albert Venn Dicey dalam An Introduction to the Study of The Law of the Constitution

(1973) seperti yang dikutip oleh El-Muhtaj, menyebutkan ada tiga unsure fundamental

dalam rule of law, yaitu: (1) supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan

sewenang-wenang, dalam arti, seseorang hanya boleh dihukum karena melanggar hukum;

(2) kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum. Petunjuk ini berlaku baik bagi

masyarakat biasa maupun para pejabat; dan (3) terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh

undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.104

Dalam paham negara hukum, jaminan-jaminan perlindungan hak asasi manusia

dianggap sebagai ciri yang mutlak harus ada di setiap negara yang dapat disebut

rechstaat. Bahkan, dalam perkembangan selanjutnya, jaminan-jaminan hak asasi manusia

itu juga diharuskan tercantum dengan tegas dalam UUD atau konstitusi tertulis negara

demokrasi konstitusional (constitutional democracy), dan dianggap sebagai materi

terpenting yang harus ada dalam konstitusi, di samping materi ketentuan lainnya, seperti

format kelembagaan dan pembagian kekuasaan negara dan mekanisme hubungan

antarlembaga negara. Menurut Steenbeek, UUD NRI 1945 berisi tiga pokok materi

muatan, yakni pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan

warganegara; kedua, ditetapkannya susunan ketatanegararaan suatu negara yang bersifat

fundamental; dan, ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang

juga bersifat fundamental.105 Sehingga keberadaan ketentuan mengenai jaminan HAM

102 Ismail Suny, Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yarsif Watampone, 2004, hlm. 157. 103 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia,

Bandung: PT Alumni, 2001, hlm. 2. 104 Majda El-Muhtaj, HAM dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2007, hlm. 24. 105 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung: Alumni, 1987, hlm. 51.

83

Page 95: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dalam UUD NRI 1945 merupakan konsekuensi logis Indonesia sebagai negara hukum

dan hal yang jaminan HAM merupakan hal yang memang seyogyanya diatur dalam UUD

NRI 1945 menilik kepada materi muatan UUD menurut Steenbeek tersebut.

Pada dasarnya UUD NRI 1945 telah memiliki muatan yang sejalan dengan penegakan

HAM, baik pada pembukaan UUD NRI 1945 maupun dalam batang tubuh UUD NRI

1945 tersebut. Ismail Suny dalam pidato yang berjudul Perlindungan HAM dalam

Konstitusi Indonesia menyebutkan bahwa jika kita meneliti UUD 1945 dari sudut

pandangan HAM, kita akan menemukan lebih banyak di dalamnya dari pada banyak

orang menduga bahwa ia tak mengandung HAM atau beberapa pasal saja yang secara

langsung mengenai HAM.

UUD 1945 sebelum diubah dengan Perubahan Kedua pada tahun 2000, hanya

memuat sedikit ketentuan yang dapat dikaitkan dengan pengertian HAM. Pasal-pasal

yang biasa dinisbatkan dengan pengertian hak asasi manusia itu adalah:

1. Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”;

2. Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”;

3. Pasal 28 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan

pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebaganya ditetapkan dengan undang-

undang.”;

4. Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi. “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu”;

5. Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut

serta dalam usaha pembelaan negara”;

84

Page 96: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

6. Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat

pengajaran”;

7. Pasal 34 yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara

oleh negara.”

Namun, jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, hanya satu ketentuan saja

yang memang benar-benar-benar memberikan jaminan konstitusional atas hak asasi

manusia, yaitu Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan, ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu’. Sementara itu, ketentuan-ketentuan yag lain, sama

sekali bukanlah rumusan tentang hak asasi manusia atau human rights, melainkan hanya

ketentuan mengenai hak warga negara atau the citizens’ rights atau biasa juga disebut the

citizens’ constitutional rights.

Perbedaan antara HAM dan hak warga negara tersebut dapat dilihat dalam

universalitasnya. HAM bersifat universal sementara hak warga negara ditujukan terbatas

untuk warga negara saja. Pun pada UUD 1945 naskah asli tidak terdapat istilah HAM

juga karena saat itu memang belum dikenal terminology HAM. Terminology HAM

pertama kali dikemukakan oleh Eleanor Roosevelt sebagai Ketua Human Rights

Commission of the United Nations saat perumusan DUHAM.106 Dalam

perkembangannya, selain di UUD 1945, ketentuan mengenai HAM diatur pula dalam

peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pasca reformasi upaya penegakan HAM

dilakukan dengan jalan membuat peraturan perundang-undangan ag terkait dengan HAM

sebagai rambu-rambu, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Ratifikasi terhadap

instrument internasional tentang HAM, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

HAM, yang memungkinkan dibukanya kembali kasus-kasus pelanggaran HAM berat di

masa lalu, serta pemberantasan praktek KKN.107

Status Quo

106 Todung Mulya Lubis, Human Rights Discourses in Contemporary Indonesian History 1945-1993.

107 Woro Winandi, Reformasi Penegakan HAM di Era Globalisasi, pada HAM: Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung: PT Refika Aditama, 2005, hlm. 51.

85

Page 97: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Ketentuan mengenai HAM dalam konstitusi tertulis Indonesia saat ini terdapat pada

Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari sepuluh pasal, yaitu Pasal 28A

hingga Pasal 28J UUD NRI 1945. Bab tersebut lahir setelah perubahan UUD NRI 1945

yang kedua. Dalam perubahan ketiga dan keempat dari UUD NRI 1945 setelah itu,

ketentuan mengenai HAM tidak pernah diubah. Perubahan kedua UUD NRI 1945

dilaksanakan pada tahun 2000. Sehingga, pada dasarnya saat muatan mengenai jaminan

HAM itu dimasukkan ke dalam UUD NRI 1945 melalui perubahan tersebut, telah

terdapat berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia maupun instrumen hukum

internasional terkait HAM yang diberlakukan di Indonesia. Misalnya TAP MPR RI

Nomor XVII/MPR/1998 Tentang HAM, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang HAM, Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 50 Tahun 1993 tentang

Pembentukan Komnas HAM, maupun instrumen hukum internasional seperti Convention

of The Rights of The Child (Konvensi tentang Hak-Hak Atas Anak) yang telah disahkan

dengan Keppres RI No. 36 Tahun 1990, dan berbagai sumber hukum lainnya.

Meskipun telah ada dasar hukum lain terkait HAM di Indonesia, memasukkan HAM

ke dalam UUD NRI 1945 yang merupakan konstitusi tertulis negara dipandang sebagai

upaya mengoptimalkan penegakan HAM tersebut. dimasukkannya HAM ke dalam

konstitusi diharapkan akan semakin memperkuat komitmen untuk pemajuan dan

perlindungan HAM di Indonesia, karena akan menjadikannya sebagai hak yang

dilindungi secara konstitusional (constitutional rights). Pesan ini kemudian ditangkap

oleh Panitia Ad Hoc (PAH) I dan direkomendasikan kepada Sidang Tahunan MPR tahun

2000 agar dimasukkan ke dalam perubahan kedua UUD 1945.108

Banyak kalangan memandang bahwa pencantuman bab khusus mengenai HAM

dalam UUD merupakan “lompatan besar” dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Pasal-

pasal HAM sebagaimana terdapat pada UUD 1945 dinilai sangat singkat dan sederhana.

Maka, kehadiran perubahan kedua UUD 1945 merupakan suatu kemajuan yag signifikan,

sebagai buah dari perjuangan panjang dari pada pendiri bangsa.109

108 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Bandung: PT Alumni, 2001, hlm. 84.

109 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008, hlm. 20.

Status Quo

86

Page 98: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Terdapat berbagai pengelompokan hak asasi manusia yang dikenal. Meskipun,

Donnelly berpendapat bahwa dari perspektif hukum internasional, “semua hak adalah

saling tergantung dan tidak terbagi” (interdependent and indivisible). Namun, meskipun

masing-masing HAM tersebut saling berkaitan pengelompokan HAM tetap berkembang

dan digunakan dalam berbagai hal. Misalnya dalam melihat tingkat prioritas dalam HAM,

dalam proses pembelajaran, bahkan dalam sistematika dokumen-dokumen yang secara

khusus membahas HAM maupun yang membahas hal lebih luas tapi memiliki kandungan

ketentuan jaminan HAM.

Salah satu pengelompokan HAM yang populer adalah pengelompokan menurut Karl

Vasak. Ahli hukum Perancis tersebut membagi HAM dalam tiga generasi yang

dikelompokkan sesuai dengan ruang lingkupnya. Generasi pertama ialah yang tergolong

dalam hak-hak sipil dan politik, terutama yang berasal dari teori-teori kaum reformis yang

dikemukakan pada awal abad ke-17 dan ke-18, yang berkaitan dengan revolusi-revolusi

Inggris, Amerika, dan Perancis. Beliau lebih menghargai ketiadaan intervensi pemerintah

dalam pencarian martabat manusia. Termasuk dalam kelompok ini adalah hak-hak

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2-21 DUHAM.110 HAM pada generasi ini

mengemukakan hak-hak sebagai individu dan bertolak kepada kebebasan individu itu

sendiri.

Sementara itu, generasi kedua adalah yang tergolong dalam hak-hak ekonomi, sosial,

dan budaya. Paham ini merupakan kebalikan dari HAM generasi pertama jika dilihat

dalam hubungannya dengan tanggung jawab negara. Menurut paham ini, negara memikul

tanggung jawab menjamin agar hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya rakyat dapat

terpelihara dan berkembang. HAM generasi kedua, merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari paham negara hukum kesejahteraan (welfare state) dan paham

demokrasi sosial. Sebagai ilustrasi adalah ketentuan-ketentuan yang dirumuskan dalam

Pasal 22-27 DUHAM.

Selanjutnya generasi ketiga yaitu hak-hak solidaritas (solidarity rights) merupakan

rekonseptualisasi dari kedua generasi HAM sebelumnya. Mereka yang tidak setuju

terhadap pengelompokan generasi ketiga, mempersoalkan kemungkinan tumpang tindih

87

Page 99: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dengan hak asasi generasi lain. Hak ini tercantum dalam Pasal 28 DUHAM. Jika dilihat

dari pemaparan di atas, maka pada dasarnya sistematika penulisan hak-hak yang ada

dalam DUHAM berkesesuaian dengan generasi-generasi HAM menurut Vasak tersebut.

Roy Gregory dan Giddings, seperti yang dikutip oleh Manan dan Harijanto, membagi

HAM dalam dua kategori, yaitu: hak-hak substantif (substantive rights) dan hak-hak

prosedural (procedural rights). Kategori hak-hak substantif berisi hak-hak dasar dan

kebebasan dasar yang terdapat dalam generasi pertama, kedua, dan ketiga. hak-hak

generasi ketiga dikatakan oleh Gregory dan Giddings bersifat controversial. Misalnya,

hak-hak kolektif kelompok minoritas, hak atas pembangunan ekonomi, hak atas

lingkungan yang baik, dan lain-lain. Hak-hak prosedural terbagi atas dua kategori.

Pertama, hak atas administrasi yang baik (rights to good administration). Hak ini

berkenaan dengan hak untuk menerima pelayanan atau perlakuan yang adil dan wajar dari

para pejabat adminsitrasi negara yang yang melaksanakan tugas dan wewenangnya. Hak

ini, terutama, berkaitan dengan hak-hak substantif yang telah disebutkan di atas. Kedua,

hak mengajukan keluhan (the right to complain), hak untuk didengar (right to be heard),

dan hak menerima tindakan-tindakan pemulihan apabila seseorang mengalami kerugian

akibat sikap tindak pemerintah (the right to have correction action) Dalam hal ini, Penulis

menekankan pada hak memilih dan dipilih serta kesempatan yang sama untuk ikut serta

dalam pemerintahan.

3.3 Perlindungan Hak Konstitusional

Hak konstitusional warga negara adalah hak yang dijamin oleh negara yang dalam hal

ini adalah pemerintah sebagaimana yang termaktub di dalam UUD 1945. Konstitusi

dibentuk sejatinya adalah untuk membatasi kekuasaan, agar tidak diterapkan secara

sewenang-wenang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konstitusi sangat

menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hak-hak warga negara agar terhindar dari

kesewenang-wenangan pemerintah yang dapat merugikan hak warga negara. Negara

Indonesia adalah negara Welfare State (negara kesejahteraan), sebagaimana disebutkan

dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-IV dengan kalimat “memajukan kesejahateraan

umum” membawa konsekuensi bahwa negara (pemerintah) harus aktif memberikan

perlindungan dan jaminan kepada warganya. Adapun salah satu ciri negara Welfare State

yaitu adanya perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin

88

Page 100: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

hak-hak individu harus menentukan juga cara prosedural untuk memperoleh

perlindungan atas yang dijamin itu.111

Undang-Undang Dasar sebagai constitusional right menyatakan bahwa Indonesia

adalah negara hukum yang salah satu elemen dasarnya adalah pemenuhan, pengakuan

dan penjaminan akan hak-hak dasar warga negara. Dari berbagai literatur hukum tata

negara maupun ilmu politik kajian tentang ruang lingkup paham konstitusi

(konstitusionalisme) terdiri dari:

1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum;

2. Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia;

3. Peradilan yang bebas dan mandiri; dan

4. Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama

dari asas kedaulatan rakyat.112

TAP MPR-RI No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, menyatakan Pembukaan UUD

Tahun 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, dan kehendak bagi

pelaksanaan HAM dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional patut menghormati

hak asasi manusia yang termaktub dalam Universal Declaration of Human Rights serta

instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia.

HAM dan demokrasi memiliki kaitan yang sangat erat, demokrasi memberikan

pengakuan lahirnya keikutsertaan publik secara luas dalam pemerintahan, peran serta

publik mencerminkan adanya pengakuan kedaulatan. Aktualisasi peran publik dalam

ranah pemerintahan memungkinkan untuk terciptanya keberdayaan publik. Perlindungan

dan pemenuhan HAM melalui rezim yang demokratik berpotensi besar mewujudkan

kesejahteraan rakyat.113 Sejak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

bangsa ini telah menjunjung tinggi HAM. Sikap tersebut tampak dari Pancasila dan UUD

Tahun 1945, yang memuat beberapa ketentuan-ketentuan tentang penghormatan HAM

warga negara. Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau

111 Marbun, et.al., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara (Yogyakarta: Liberty, 2009), hlm. 38.

112 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 2

113 Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2008), hlm. 45.

89

Page 101: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

penjaminan terhadap HAM dan hak-hak warga negara (citizen’s rights) atau hak-hak

konstitusional warga negara (the citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana. Hak

memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap

individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara.

Inti dari penegakan hak-hak sipil dan politik adalah untuk melindungi individu dari

penyalahgunaan kekuasaan dari penguasa. Terlebih lagi dengan terjadinya pergeseran

fungsi dan tugas negara dari fungsi negara yang hanya sebagai penjaga malam ke fungsi

mewujudkan kesejahteraan warga negara (welfare state). Campur tangan negara yang

terbuka luas tersebut mengharuskan adanya sejenis tertib peraturan hukum untuk

melindungi perlakuan sewenang-wenang negara terhadap warga negara. Pada prinsipnya

setiap negara demokratis memuat jaminan hak-hak asasi termasuk hak-hak sipil dan

politik dari setiap orang atau penduduk pada konstitusi negara. Namun semuanya sangat

tergantung pada political will penguasa untuk memberikan ruang bagi keberadaan hak-

hak sipil dan politik tersebut. Pada tataran ini diperlukan upaya kedua belah pihak agar

tidak terjadi tindak-tindak penindasan ataupun pengekangan pelaksanaan hak-hak sipil

dan politik setiap orang ataupun warga negara yang berada di negara tersebut.114

Hak sipil dan hak politik warga negara mencakup hak untuk memilih dan dipilih,

penjaminan hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2);

Pasal 28, Pasal 28D ayat (3); Pasal 28E ayat (3). Sementara hak memilih juga diatur dalam

Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C ayat

(1) UUD 1945. Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan

adanya diskriminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Setiap warga negara

mempunyai hak-hak yang sama dan implementasinya hak dan kewajiban pun harus

bersama-sama.115 Konkretisasi dari ketentuan-ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam

peraturan perundang-undangan di bawahnya, sesuai ketentuan yang ada dalam Undang-

Undang tentang peraturan perundang-undangan di Indonesia.

114 Muhardi Hasan dan Estika Sari, “Hak Sipil dan Politik,” Demokrasi Vol. IV, No. 1 (2005), hlm. 95.

115 A. Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila (Yogyakarta, Kanisius, 1993), hlm. 117.

90

Page 102: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

3.4 Indonesia sebagai Negara Kesatuan dan Negara Hukum

Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara

Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Pasal ini adalah pengaturan asli UUD NRI 1945

sebelum perubahan yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945. Dalam pasal ini dapat

tercermin bentuk negara dan bentuk pemerintahan Indonesia, yaitu berbentuk negara

Kesatuan dan bentuk pemerintahan Republik. Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih

menjelaskan bahwa dalam sejarah ketatanegaraan pengertian pengertian tentang negara

senantiasa berubah-ubah. Hal tersebut disebabkan karena pengertian pengertian itu

dilahirkan menurut panggilan zamannya dan juga karena alam pikiran dari penciptanya

tidak bebas dari kenyataan-kenyataan hidup di sekitarnya. Kenyataan-kenyataan tersebut

bisa berupa agama, aliran-aliran, atau paham-paham lainnya yang mempengaruhi

manusia dalam pandangan hidupnya. Dari pandangan-pandangan tersebut maka muncul

pengertian pengertian tentang negara.116

Beberapa sarjana terkenal mengemukakan teorinya mengenai pengertian negara,

yaitu:117

1. Kranenburg merumuskan bahwa negara adalah suatu organisasi yang timbul

karena kehendak dari suatu golongan/bangsanya sendiri.

2. Roger H. Soltau mengemukakan bahwa negara adalah alat/agency atau

wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan

bersama atas nama masyarakat.

3. Harold J. Laski menjelaskan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang

diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang

secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian

dari masyarakat itu.

4. Robert M. Mac Iver merumuskan bahwa negara adalah asosiasi yang

menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah

dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah

yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.

116 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 47.

117 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ibid, hlm. 55-57.

91

Page 103: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Miriam Budiardjo menjelaskan bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang

rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga

negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan

(kontrol) monopolistik dari kekuasaan yang sah.118 Selain membahas tentang pengertian

negara, Miriam Budiardjo juga menjelaskan mengenai sifat hakikat negara, yaitu:119

1. Sifat memaksa, agar peraturan perundang-undangan ditaati dan dengan demikian

penerbitan dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dapat dicegah, maka

dengan memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk

memakai kekerasan fisik secara legal.

2. Sifat monopoli, negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama

dari masyarakat.

3. Sifat mencakup semua, semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk

semua orang tanpa kecuali.

Padmo Wahjono menjelaskan bahwa sifat hakikat negara adalah sebagai organisasi

kekuasaan. Negara adalah semata-mata sebagai alat untuk memaksakan supaya

pengelompokan-pengelompokan manusia itu tunduk dan supaya berlakulah tata tertib

dalam masyarakat. Pengelompokan tersebut lahir karena adanya rasa bersatu yang erat

dan di samping itu karena mereka menghadapi bahaya bersama. Dengan mengutip

Kranenburg, yang pokok dalam hakikat negara adalah atas dasar bahaya bersama dan

keinginan mengatur diri sendiri. Sifat mengatur diri sendiri ini dengan sendirinya

memerlukan sesuatu yang bisa memaksakan peraturan-peraturan itu. Padmo Wahjono

menyimpulkan bahwa hakikat lahirnya negara tersebut karena ada ikatan keinginan

daripada manusia-manusia tersebut untuk menaati sesuatu peraturan-peraturan yang lebih

tinggi dari dirinya sendiri.120

Selanjutnya, Tim Perumus akan membahas mengenai bentuk negara. Jimly

Asshidiqie, menjelaskan bahwa bentuk negara adalah bentuk organ atau organisasi

sebagai keseluruhan.121 Moh. Kosnardi dan Bintan Saragih menjelaskan bentuk-bentuk

negara dengan menggunakan terminologi “bangunan negara”. Baik Jimly Asshiddiqie

118 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1985, hlm. 40-41. 119 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Op.Cit., hlm. 58-60. 120 Padmo Wahjono, Ilmu Negara, Jakarta: Ind-Hill-Co, 2003, hlm. 51-53. 121 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2006,

hlm. 258.

92

Page 104: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dan Moh. Kosnardi dan Bintan Saragih sama-sama berpandangan bahwa terdapat tiga

bentuk atau bangunan negara, yaitu negara kesatuan, negara federasi, dan negara

konfederasi.122 Tim Perumus akan membahas ketiga bentuk negara ini demi mendapatkan

pemahaman dan gambaran yang lebih luas mengenai bentuk-bentuk negara yang ada di

dunia. Tim Perumus memulai pembahasan dengan analisis teoretis mengenai negara

kesatuan. Suatu negara disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintah pusat

merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara, dan hanya badan legislatif di pusat

lah yang memiliki wewenang membentuk undang-undang. Kekuasaan Pemerintah yang

di daerah bersifat derivatif dan seringkali berbentuk daerah otonom, sehingga tidak

dikenal adanya badan legislatif pusat dan daerah yang sederajat.123

C. F. Strong dalam karyanya yang ternama dan banyak dirujuk mengenai konstitusi,

Modern Political Constitutions, menjelaskan mengenai esensi negara kesatuan: the

essence of a unitary state is that the sovereignity of is undivided, or, in other words, that

the powers of the central government are unrestricted, for the constitution of unitary state

does not admit any other law making body than the central one.124 Esensi negara kesatuan

adalah bahwa kedaulatan tersebut tidak terbagi, atau dengan kata lain bahwa kekuasaan-

kekuasaan pemerintah pusat tidaklah dibatasi, karena konstitusi dari sebuah negara

kesatuan tidak mengakui badan legislatif selain badan legislatif pusat. C. F. Strong juga

menjelaskan bahwa terdapat dua ciri yang mutlak melekat pada suatu negara kesatuan

yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Desentralisasi adalah penyerahan

urusan pemerintahan dari pemerintah pusat sebagai tingkat atasnya kepada daerah

menjadi urusan rumah tangga daerah yang bersangkutan. Negara kesatuan pada

hakekatnya dapat tersentralisasi (centralized unitary state) dan dapat pula

terdesentralisasi (decentralized unitary state) seperti Indonesia. Betapapun luas dan

besarnya kekuasaan daerah otonom dalam negara kesatuan yang terdesentralisasi, namun

daerah otonom tersebut tidak akan memiliki apa yang disebut Kranenburg “pouvoir

122 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Op.Cit., hlm. 207, serta Jimly Asshidiqie, Ibid, hlm. 259. 123 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ibid. 124 C. F. Strong, Modern Political Constitution, London: Sidswick & Jackson Limited, 1960, hlm.

80.

93

Page 105: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

constituent”, yaitu kekuasaan untuk membentuk UUD dan UU sendiri serta kekuasaan

yudikatif.125

Soepomo mengartikan istilah negara hukum dengan: “…bahwa Republik Indonesia

dibentuk sebagai negara hukum artinya negara akan tunduk pada hukum, peraturan-

peraturan hukum berlaku pula bagi segala adan dan alat-alat perlengkapan negara”.

Berdasarkan pembahasan pada Simposium Indonesia Negara Hukum, dijelaskan bahwa

“negara hukum menjamin adanya tertib hukum dalam masyarakat yang artinya memberi

perlindungan hukum pada masyarakat, antara hukum dan kekuasaan ada hubungan

timbal balik”. Dengan mengutip Ensiklopedia Indonesia, A. Mukthie Fadjar

menghadapkan istilah negara hukum (rechtsstaat) dengan istilah negara kekuasaan

(machtsstaat). Negara hukum adalah negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan

ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat

pada rakyat. Selanjutnya, dijelaskan bahwa negara kekuasaan adalah negara yang

bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kekuasaan semata-mata. Joeniarto

merumuskan bahwa:

“Asas Negara Hukum atau asas The Rule of Law, berarti dalam penyelenggaraan

Negara tindakan-tindakan penguasanya harus didasarkan kepada hukum, bukan

didasarkan pada kekuasaan atau kemauan daripada penguasanya belaka dengan

maksud untuk membatasi kekuasaan penguasa dan bertujuan melindungi

kepentingan masyarakatnya yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi dari pada

anggota-anggota masyarakatnya dari tindakan sewenang-wenang.”126

Gumplowics mengajarkan bahwa negara tersebut tidak lain daripada suatu “eine

organisatio der herrschaft einer minoritar uber eine majoritat”, organisasi dari

kekuasaan golongan kecil atas golongan besar. Menurut Gumplowics, hukum

berdasarkan ketaatan golongan yang lemah kepada golongan yang kuat.127 Menurut

Azhari, rechtstaat pada permulaannya merupakan negara penjaga malam

(nachtwachterstaat), yakni di mana negara hanya sebagai penjamin ketertiban dan

pertahanan keamanan saja. Negara baru bertindak apabila ketertiban dan keamanan

125_Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan Daerah: Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi, Depok: DIA FISIP UI, 2009, hlm. 146.

126 Joeniarto, Negara Hukum, Yogyakarta: YBPGM, 1968, hlm. 53. 127 A. Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Malang: Widyagama University Press, 1993, hlm. 4-

6.

94

Page 106: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

terganggu. Tetapi kemudian pemakaian rechtstaat digunakan sebagai konsep negara

hukum formal.128

Negara hukum formal tersebut, sebagaimana merujuk pada pandangan Friedrich Julis

Stahl, memiliki empat unsur, yaitu: adanya perlindungan HAM, adanya pemisahan atau

pembagian kekuasaan, adanya pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan

(wetmatigheid van bestuur), dan adanya peradilan yang bebas.129 Negara hukum formal

kemudian berubah lagi menjadi negara hukum material, yakni di mana tugas negara

dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi lebih luas. Akhirnya pada

perkembangan berikutnya, konsep rechtsstaat telah digunakan sebagai negara

kesejahteraan (verzorgingstaat).130

Sebaliknya di Indonesia, rechtsstaat tidak diartikan langsung sebagai negara hukum,

tetapi istilah rechtsstaat dipahami sebagai negara berdasarkan atas hukum, sebagaimana

dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945. Oleh karena itu, konsep rechtsstaat Indonesia

tidak dapat dikategorikan langsung ke dalam konsep rechtsstaat Eropa Continental atau

tidak dapat diidentikkan dengan konsep rule of law Anglo Saxon, sebelum terlebih dahulu

memahami apa unsur-unsurnya dan bagaimana tujuan negara berdasarkan atas hukum itu.

Sebagaimana diketahui bahwa ada tujuh unsur yang termuat dalam konsep negara hukum,

yaitu empat unsur dalam konsep rechtsstaat dan tiga unsur dalam konsep rule of law.

Enam dari tujuh unsur tersebut, menurut Azhari, telah terpenuhi oleh negara Indonesia

sebagai persyaratan suatu negara hukum. Tetapi unsur-unsur tersebut dimodifikasi sesuai

dengan cita negara hukum lainnya. Dengan demikian, rechtsstaat merupakan negara

berdasarkan atas hukum sesuai dengan cita negara Pancasila, dengan kata lain bukan

termasuk dalam konsep Eropa Kontinental maupun Anglo Saxon. Arti rechtsstaat dalam

negara Indonesia harus sesuai dengan tujuan negara itu sendiri.131 Oleh karena itu, konsep

rechtsstaat bagi Indonesia merupakan negara berdasarkan atas hukum yang dikategorikan

kepada negara kesejahteraan (verzorgingsstaat) yaitu negara yang makmur material dan

makmur spiritual.132

128 Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya, Op.cit., hlm. 143.

129 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta: Gama Media, 1999, hlm. 23.

130 Azhari, Loc.cit 131 Azhari, Ibid., hlm. 144. 132 Sayuti, “Konsep Rechtsstaat dalam Negara Hukum Indonesia”, hlm. 23.

95

Page 107: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Jimly Asshiddiqie berpandangan bahwa konsep negara hukum selalu berkembang

sesuai dengan perkembangan teknologi dan konstelasi sosial. Beliau menjelaskan bahwa

prinsip-prinsip negara hukum dapat dielaborasi paling tidak menjadi dua belas, yaitu:133

1. Supremasi Hukum, adanya pengakuan normatif dan empiris terhadap prinsip

supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum

sebagai pedoman tertinggi.

2. Persamaan dalam Hukum, bahwa setiap orang adalah sama kedudukannya dalam

hukum dan pemerintahan.

3. Asas Legalitas, bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas

peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-

undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dahulu atau mendahului

perbuatan yang dilakukan.

4. Pembatasan Kekuasaan, terdapat adanya pembatasan kekuasaan negara dan

organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara

vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal.

5. Organ-organ Pemerintahan yang Independen, sebagai bentuk upaya pembatasan

kekuasaan, saat ini berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan

pemerintahan yang bersifat independen.

6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak, sebagai suatu unsur yang mutlak

keberadaannya dalam negara hukum.

7. Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa dalam setiap negara hukum, harus terbuka

kesempatan bagi warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi

yang menjadi kompetensi peradilan tata usaha negara.

8. Peradilan Tata Negara, bahwa upaya pembentukan mahkamah konstitusi sebagai

upaya memperkuat sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan

untuk menjamin demokrasi.

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia, bahwa dengan adanya perlindungan

konstitusional terhadap HAM dengan jaminan hukum bagi tuntutan

penegakannya melalui proses yang adil.

133 Jimly Asshidiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 182-185.

96

Page 108: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat), bahwa dalam dipraktikkannya

prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat

dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan

perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan

keadilan masyarakat.

11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat),

bahwa gagasan negara hukum yang demokratis adalah untuk mencapai tujuan

nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI 1945.

12. Transparansi dan Kontrol Sosial, bahwa dengan adanya transparansi dan kontrol

sosial terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum sehingga dapat

memperbaiki kelemahan mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan

keadilan.

3.5 Demokrasi Perwakilan

Demokrasi berakar dari dua kata dalam bahasa Yunani, “demos” yang berarti

“rakyat” dan “cratos” yang berarti kekuasaan. Secara harafiah kata “demokrasi” dapat

diartikan sebagai “kekuasaan pada rakyat.” Seringkali konsep demokrasi dikontraskan

dengan konsep oligarki (yang meletakkan kekuasaan pada sedikit orang) dan konsep

monarki (yang meletakkan kekuasaan pada satu orang).134 Namun dalam

perkembangannya dewasa ini hampir seluruh negara-negara modern di dunia menyebut

dirinya sebagai negara demokrasi, bahkan untuk negara-negara monarki modern,

kekuasaan kerajaan dilimitasi oleh mekanisme demokrasi yang tercantum pada konstitusi

negara tersebut.135

Demokrasi adalah suatu ide yang berdiri atas logika persamaan. Logika tersebut

memandatkan bahwa untuk menjalankan suatu pemerintahan maka diperlukan

persetujuan dari yang diperintah. Konsekuensi dari pemikiran tersebut adalah suatu

pergeseran kuasa dari raja kepada rakyat sehingga kedaulatan raja yang sebelumnya

absolut berada di tangan rakyat. Perlawanan tersebut bersumber dari ketakutan terhadap

penyalahgunaan dan hegemoni kekuasaan oleh institusi-institusi kuasa seperti raja dan

134 Wirjono Projodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik, (Bandung: PT Eresco, 1981), hlm. 22-23.

135 Muchamad Ali Safa’at, “Kedudukan DPD dalam Struktur Parlemen Indonesia Pasca Perubahan Keempat UUD 1945” (Tesis Magister, Universitas Indonesia, 2004), hlm. 49.

97

Page 109: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

gereja. Menurut buku Vindiciae Contra Tyrannos yang ditulis oleh kaum

Monarchomacha sebagaimana dikutp oleh Arief Budiman, meskipun raja dipilih oleh

Tuhan, namun dia diangkat berdasarkan persetujuan rakyat. Tidak ada orang yang

dilahirkan sebagai raja, dan tidak mungkin bahwa seseorang menjadi raja tanpa rakyat.

Ajaran mendasar tersebut menjadi landasan pergerakan Revolusi Prancis dan menjadi

fondasi dari paham Kedaulatan Rakyat dan Perwakilan.136

Seorang tokoh yang berperan dalam pengembangan ide kedaulatan rakyat adalah John

Locke yang menuliskan dalam Second Treatise of Civil Government bahwa keberatan

utama yang ia miliki terhadap kerajaan adalah bahwa tanpa dasar persetujuan yang

diperintah, maka suatu absolutisme dari suatu kerajaan dapat dilihat sebagai kekerasan

belaka.137 Kekerasan tersebut akan mencederai kemuliaan kodrati seorang manusia yang

menjadi warga negara. Hal itu tidak sepatutnya terjadi karena secara lahiriah manusia

mempunyai hak-hak pokok yang tidak dapat dikurangi sehingga negara pun lahir karena

disebabkan adanya perjanjian dengan warga negaranya dan bertujuan menjamin hak-hak

asasi tersebut. Perjanjian yang terbentuk dinamakan oleh Rousseau sebagai kontrak sosial

yang bertujuan untuk membentuk suatu badan (pemerintah) yang diserahi kekuasaan

untuk menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat dan untuk memaksa bilamana ada

pelanggaran peraturan.138 K.H. Abdurrahman Wahid bahkan pernah menegaskan

pentingnya demokrasi yang dianggap dapat terbentuknya suatu pola interaksi dan relasi

politik yang cukup setara (tidak ekspolitaitif). Munculnya pemahaman mengenai relasi

kuasa politik yang setara krusial untuk menegakkan otonomi demokrasi yang berdiri atas

dia unsur penting menurut Held yaitu adanya “kebebasan” dan “kesetaraan.”139 Serupa

namun tidak sama dengan proposisi dari Held, Robert A. Dahl menyatakan bahwa

136 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia Pergeseran Keseimbangan antara Individualisme dan Kolektivisme dalam Kebijakan Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi Selama Tiga Masa Demokrasi, 1945-1980-an, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 9

137 Diane Revitch & Abigail Thernstrom (ed), Demokrasi Klasik & Modern – Tulisan Tokoh-tokoh Pemikir Ulung Sepanjang Masa, Yayasan Obor Indonesia, Yogyakarta, 2005, hlm. 72

138 Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat Analisis Terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-negara Lain, Nusa Media, Malang, 2007, hlm. 36

139Georg Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 14

98

Page 110: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

setidaknya ada lima kriteria bagi suatu pemerintahan untuk dapat dikatakan demokratis.

Lima kriteria tersebut meliputi:140

1. Partisipasi yang efektif: Seluruh genap masyarakat harus mempunyai kesempatan

yang efektif untuk memberikan opini dan pandangan mereka sebelum suatu

kebijakan diterapkan

2. Persamaan suara: Setiap rakyat harus mempunyai kesempatan yang sama untuk

memberikan suara dan suara tersebut harus diperhitungkan sama

3. Pemahaman yang cerah: Setiap anggota masyarakat harus diberikan kesempatan

untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternatif yang relevan

4. Pengawasan agenda: Kebijakan-kebijakan negara harus selalu terbuka untuk

diubah apabila dikehendaki oleh rakyat

5. Pencakupan orang dewasa: Semua (atau paling tidak sebagian besar penduduk

dewasa) seharusnya memiliki hak-hak kewarganegaraan penuh yang mencakup

empat poin-poin di atas

Pada intinya, kedaulatan rakyat dapat direduksi menjadi empat unsur yaitu:

kebebasan, kesamaan/kesetaraan, suara mayoritas, dan pertanggungjawaban.141 Pertama-

tama, kebebasan dalam konsep kedaulatan rakyat hidup dalam batasan-batasan

konstitusional dan hukum. Hal tersebut ditafsirkan Rousseau dengan cara bahwa seorang

subjek memiliki kebebasan politik sepanjang kehendak tersebut selaras dengan kehendak

kelompok dalam suatu tata sosial. Sedangkan John Rawls melihat kebebasan sebagai

suatu kondisi di mana individu tidak hanya dibolehkan atau tidak dibolehkan untuk

melakukan sesuatu namun juga pemerintah dan anggota masyarakat lain memiliki

kewajiban hukum untuk tidak merintanginya. Dalam konteks politik, unsur kebebasan

terkait dengan kemampuan untuk memilih secara bebas pada saat pemilihan umum tanpa

paksaan dan intervensi.

Kedua, perihal prinsip persamaan/kesetaraan, setiap individu mempunyai nilai politik

yang sama dan terejawantahkan dalam adagium yang berbunyi, “one man, one vote, one

value.” Kedudukan tiap-tiap anggota masyarakat setara, tanpa mempedulikan latar

140 Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi Menjelajahi Teori dan Praktik Demokrasi Secara Singkat, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. 52-53

141Khairul Fahmi, “Prinsip Kedaulatan Rakyat dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota Legislatif,” Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3, Juni 2010, hlm. 130

99

Page 111: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

belakang kaya/miskin maupun terpelajar/tidak. Prinsip ketiga yaitu konsep suara

mayoritas merupakan konsekuensi dari prinsip kebebasan dan kesamaan/kesetaraan.

Demokrasi hidup dalam hal kebebasan dan kesamaan hak politik rakyat mengambil

bentuk konkrit melalui pilihan politik yang disalurkan melalui prosedur suara rakyat yang

diukur secara kualitatif (majority principle) dan teraktualisasi melalui voting.142 Maka

dapat disimpulkan bahwa atas dasar prinsip suara mayoritas, kedaulatan rakyat

membentuk tatanan sosial apabila mengambil bentuk kehendak mayoritas karena tata

sosial harus selaras dengan kehendak daripada subjek sebanyak-banyaknya.143

Unsur keempat adalah adalah asas pertanggungjawaban yang timbul dari pemberian

kekuasaan dari rakyat kepada pihak-pihak penyelenggara negara. Oleh karena pemerintah

harus bertanggung jawab kepada rakyat, maka akuntabilitas menjadi salah satu prinsip

mendasar dalam demokrasi menurut Miriam Budiarjo dan S.W. Couwenberg.

Akuntabilitas sendiri adalah bentuk pertanggungjawaban pejabat publik terhadap rakyat

yang memberikan mandat untuk mengatur urusan dan kepentingan mereka sehingga

setiap pilihan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik harus dikembalikan kepada

rakyat yang telah memilih mereka.

Meskipun kedaulatan rakyat dapat direduksi menjadi asas-asas yang kurang lebih

sama, namun dalam perkembangan demokrasi di seantero dunia telah muncul berbagai

model. Model-model yang bermunculan adalah upaya berbagai bangsa untuk menjawab

pertanyaan fundamental mengenai demokrasi yaitu: Who will do the governing? And to

whose interests should the government be responsive to when the people are in

disagreement and have divergent preferences? Sesuai dengan prinsip keempat kedaulatan

rakyat yaitu suara mayoritas mada ada bentuk majoritarian model of democracy yang

pada ujungnya membentuk consensus model of democracy yang menerima kekuasaan

mayoritas atas minoritas sebagai batas minimal dan berusaha secara maksimal untuk

mendapatkan dukungan mayoritas.144

Dalam sistem participatory democracy, kekuasaan tidak hanya berasal dari rakyat,

dan dikelola oleh rakyat untuk kepentingan rakyat namun juga dilaksanakan “Bersama”

142Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, Bumi Aksara Jakarta, 2006, hlm. 76-77 143 Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai

Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Bee Media Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 349 144 Arend Lijphart, Patterns of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty Six

Countries (New Haven and London: Yale University Press, 1999), hal. 1-2.

100

Page 112: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

rakyat. Akan tetapi model tersebut sepertinya sulit diterapkan secara murni dalam negara

yang memiliki populasi yang cukup besar, dan dalam perkembangannya ternyata

dibutuhkan penyesuaian sehingga pada dewasa ini demokrasi bersifat tidak langsung atau

perwakilan (representative government) di mana rakyat memilih wakil-wakilnya untuk

duduk dalam lembaga perwakilan rakyat yang akan melaksanakan mekanisme

pemerintahan. Dalam model ini kekuasaan tertinggi masih di tangan rakyat namun

pelaksanaannya dilakukan oleh wakil yang ditunjuk oleh rakyat. Ini berbeda dari bentuk

demokrasi langsung (direct democracy) di mana semua anggota masyarakat berkumpul

bersama untuk menentukan kebijakan ala Athena. International Commission of Jurist

menentukan bahwa syarat-syarat demokrasi perwakilan under rule of law adalah:

1. Adanya proteksi konstitusional;

2. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak;

3. Adanya pemilihan umum yang bebas;

4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat;

5. Adanya tugas oposisi; dan

6. Adanya pendidikan kewarganegaraan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa peralihan fungsi pemerintahan kepada organ-organ

tertentu dilakukan atas dasar hak yang dimiliki rakyat melalui adanya pemilihan umum

yang bebas.

3.6 Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah

Salah satu dari keenam syarat dasar bagi negara demokrasi perwakilan menurut

International Commission of Jurist dalam konferensi di Bangkok pada tahun 1965 adalah

diadakannya pemilihan umum yang bebas. Dapat dikatakan bahwa tidak ada demokrasi

tanpa adanya pemilihan umum karena pada esensinya, pemilihan umum adalah suatu cara

bagi rakyat yang dulunya hanya dianggap sebagai suatu massa yang senantiasa patuh

kepada penguasa tanpa wajah dan identitas untuk memegang kedaulatan atas bangsa dan

negaranya sendiri.

Pemilihan umum yang bebas adalah suatu ajang bagi rakyat untuk menyatakan

hasratnya terhadap garis-garis politik dari negara yang menaunginya dengan cara

101

Page 113: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

menentukan orang-orang yang harus melaksanakan kebijaksanaan politik rakyat.145 Ali

Moertopo memberikan pengartian pemilihan umum sebagai “sarana yang tersedia bagi

rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sesuai dengan asas yang termaktub dalam

Pembukaan UUD 1945.” Sedangkan menurut Haris, pemilihan umum dapat dilihat

sebagai salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang diharapkan bisa

mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai

demokrasi. Hal tersebut tampaknya diamini oleh Karim sebagaimana dikutip oleh Dani

yang menyatakan bahwa pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk

membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah (bottom-up)

menurut kehendak rakyat sehingga terbentuk kekuasaan negara yang benar-benar

memancar ke bawah sebagai suatu kewibawaan yang sesuai dengan keinginan rakyat dan

untuk rakyat.146

Eksistensi pemilihan umum telah diakui oleh negara-negara yang bersendikan asas

kedaulatan rakyat, dan hadir sebagai beberapa hal pada saat yang bersamaan. Lembaga

pemilihan umum sebagai suatu sistem norma dalam penyampaian hak demokrasi rakyat

terdiri dari jalinan kaidah-kaidah dan unsur-unsur yang berhubungan erat satu sama lain.

Apabila terdapat satu unsur dari sistem norma tersebut yang tidak berfungsi dengan baik

maka keseluruhan dari lembaga pemilihan umum akan terpengaruh. Pada saat yang

bersamaan, pemilihan umum juga dapat dilihat sebagai suatu proses yang harus dijalani

oleh rakyat tahap demi tahap secara tertib dan teratur berdasarkan jalinan norma-norma

untuk menyampaikan hak demokrasi warga negara. Tahap-tahap yang didasari oleh

jalinan norma tersebut terdiri dari pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye,

pnyusunan dan perhitungan suara, pemantapan hasil pemilihan, peresmian atau

pelantikan para calon terpilih.

Menurut Aurel Croisant, pemilihan umum secara fungsional harus memenuhi tiga

tuntutan147:

1. Mewakili rakyat dan kehendak politik pemilih

2. Dapat mengintegrasikan rakyat

145Ismail Suny, Mencari Keadilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), hlm. 405 146 Karim Dani, Sistem Politik dan Pemilu di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hlm.

11 147 Pito, Mengenal Teori-Teori Politik dari Sistem Politik sampai Korupsi, (Bandung: Nuansa,

2007), hlm. 306

102

Page 114: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

3. Menghasilkan mayoritas yang cukup besar untuk menjamin stabilitas

pemerintahan dan kemampuan untuk memerintah (governability)

Asas-asas dari pemilihan umum termaktub dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan meliputi prinsip-prinsip langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil. Prinsip-prinsip tersebutlah yang menjadi dasar dari

pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan pelaksanaan pemilihan umum di

Indonesia dimulai dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pemilihan Anggota

Konstituante dan Anggota DPR sampai dengan undang-undang terbaru yaitu Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum beserta semua peraturan

pelaksana di bawahnya. Menurut Ari Darmastuti dan Tabah Maryanah, penjelasan dari

asas-asas tersebut adalah sebagai berikut148:

1. Langsung berarti bahwa masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi langsung

dalam pemilihan umum atas keinginannya sendiri tanpa harus melalui perantara.

Asas ini juga berarti bahwa aksesibilitas bagi penyandang cacat juga terjamin

sehingga mereka dapat langsung memilih tanpa perlu mewakilkannya kepada

orang lain.

2. Umum berarti bahwa pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yang

memenuhi persyaratan tanpa adanya pembeda berdasarkan agama, suku, ras, jenis

kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial lain

3. Bebas berarti bahwa tiap-tiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai

pemilih memiliki kebebasan untuk menentukan siapa yang akan ia pilih sesuai

dengan aspirasinya tanpa ada tekanan, paksaan atau intervensi dari siapa pun

4. Rahasia berarti bahwa dalam menentukan pilihannya tiap pemilih dijamin

kerahasiaannya karena isi dari surat suara yang diberikan tidak dapat diketahui

oleh siapa pun. Hal tersebut penting agar pemilih dapat terjauh dari intimidasi

5. Jujur berarti bahwa semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan

umum harus bertindak dan bersikap jujur sebagaimana telah diuraikan dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku

148 Ari Darmastuti dan Tabah Maryanah, Peningkatan Kesadaran Perempuan Terhadap Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir di Keluarahan Bumi Waras Bandar Lampung, Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP, Universitas Lampung, 2004.

103

Page 115: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

6. Adil berarti bahwa setiap pihak dalam rangkaian penyelenggaraan pemilihan

umum bertindak dan mendapatkan perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan

Paling tidak ada tiga tujuan pemilihan umum di Indonesia149:

1. Pergantian pemerintahan secara damai dan tertib

2. Agar lembaga negara dapat berfungsi sesuai dengan maksud Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

3. Untuk melaksanakan hak-hak asasi warga negara

Selain itu menurut Surbakti, tiga tujuan lain dari pemilihan umum adalah150:

1. Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintah dan alternatif kebijakan

umum

2. Mekanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada

badan-badan perwakilan rakyat yang terpilih melalui partai-partai yang

memenangkan kursi sehingga integrasi tetap terjamin

3. Sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara

dan pemerintah dengan mengikutsertakan rakyat dalam proses politik

Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, Indonesia telah mengadakan berbagai

macam sistem pemilihan umum tergantung pada perkembangan dinamika politik dari

para pemangku kekuasaan. Jika dilihat dari kedudukan individu rakyat, maka terdapat

sistem pemilihan mekanis dan organis. Jika sistem mekanis melihat bahwa rakyat terdiri

atas individu-individu yang memiliki hak suara masing-masing, maka sistem organis

membagi rakyat ke dalam organ-organ kelompok individu berdasarkan aspek-aspek

seperti geneologis, lapisan sosial, organisasi, kelembagaan, dan lain-lain sehingga hak

suara terletak pada kelompok.151

Dari bermacam-macam kombinasi sistem pemilihan umum, sistem mekanis bersendi

pada dua prinsip pokok yaitu sistem distrik (single-member constituency) dan sistem

proporsional/perwakilan berimbang (multi-member constituency). Pada sistem distrik,

149 Abdul Bari Azed, S.H., “Sistem Pemilihan Umum di Indonesia,” Jurnal Hukum dan Pembangunan April 198, hlm. 174

150 Ramlan Surbakti, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 181

151 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1981), hlm. 333-335

104

Page 116: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan (constituencies) yang jumlahnya

sama dengan jumlah anggota badan perwakilan rakyat. Tiap distrik memiliki seorang

wakil yang terpilih dari suatu distrik atas perolehan suara terbanyak. Di lain pihak, sistem

proporsional membagi persentase kursi di badan perwakilan rakyat berdasarkan

persentase jumlah suara yang diperoleh oleh tiap-tiap partai politik. Variasi atas sistem

proporsional bisa juga diterapkan atas dasar hare system atau list system.

Namun harus ditekankan bahwa ruang lingkup pemilihan umum menurut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tercantum dalam Pasal 22E ayat (2) yaitu

untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden

dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sehingga, muncullah

pembahasan mengenai pemilihan kepala daerah yang menurut Pasal 18 ayat (4) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 “dipilih secara demokratis.” Ini berarti

bahwa meskipun terdapat perbedaan nomenklatur di antara kedua istilah tersebut, namun

keduanya sama-sama berakar pada demokrasi perwakilan. Ali Maskur Musa melihat

kaitan antara pemilihan kepala daerah dengan kedaulatan rakyat (sebagai suatu sistem

demokrasi), hal ini mencakup152:

1. Rakyat secara langusung menggunakan hak-hak politiknya (hak pilih)

2. Wujud nyata dari responsibility dan accountability dari kepemimpinan politik

3. Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara

pemerintah dan rakyat

Rowland pun menambahkan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung selain

sebagai upaya penciptaan pemerintahan yang demokratis dan pengembalian “hak-hak

dasar” rakyat dalam pemilihan pemimpin daerah, juga berperan sebagai perluasan

partisipasi politik rakyat dalam menentukan pemimpinnya sebagai perwujudan

kedaulatan rakyat serta memiliki legitimasi yang kuat.

3.7 Partai Politik

Mengutip teori Jean Jaques Rousseau, demokrasi adalah sebuah tahapan atau sebuah

proses yang harus dilalui oleh sebuah negara untuk mendapatkan kesejahteraan.

Pernyataan Rousseau ini seakan mengatakan, bahwa demokrasi bagi sebuah negara

152 Ali Maskur Musa, “Pilpres Langsung,” Sinar Harapan, 30 Januari, 2003, hlm. 10

105

Page 117: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

adalah sebuah pembelajaran menuju ke arah perkembangan ketatanegaraan yang

sempurna. Padahal disadari oleh Rousseau, bahwa kesempurnaan bukanlah milik

manusia. Oleh karenanya, yang menjadi ukuran ada tidaknya sebuah demokrasi dalam

sebuah negara bukan ditentukan oleh tujuan akhir, melainkan lebih melihat pada fakta

tahapan yang ada. Demokrasi akan berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dan akan

sangat dipengaruhi oleh faktor budaya sebuah negara. Dengan begitu Rousseau seolah

ingin mengatakan bahwa jika menempatkan demokrasi secara kaku dan ideal, tidak akan

pernah ada demokrasi yang nyata dan tidak akan pernah ada demokrasi.153

Hal inilah yang juga disadari oleh Hans Kelsen. Uraiannya tentang demokrasi menjadi

lebih tertata dan terstruktur. Ini untuk membuktikan, bahwa demokrasi adalah sebuah

proses yang berkelanjutan menuju kesempurnaan. Awal dari datangnya ide demokrasi

menurut Hans Kelsen adalah adanya ide kebebasan yang berada dalam benak manusia.

Pertama kali, kosakata “kebebasan” dinilai sebagai sesuatu yang negatif. Pengertian

“kebebasan” semula dianggap bebas dari ikatan-ikatan atau ketiadaan terhadap segala

ikatan, ketiadaan terhadap segala kewajiban. Namun, hal inilah yang ditolak oleh Hans

Kelsen. Pasalnya, ketika manusia berada dalam konstruksi kemasyarakatan, maka ide

“kebebasan” tidak bisa lagi dinilai secara sederhana, tidak lagi semata-mata bebas dari

ikatan, namun ide “kebebasan” dianalogikan menjadi prinsip penentuan kehendak

sendiri. Inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran Hans Kelsen mengenai

demokrasi.154

Tipe demokrasi yang ideal diwujudkan dalam derajat yang berbeda-beda. Demokrasi

langsung adalah demokrasi yang mempunyai derajat paling tinggi. Demokrasi langsung

dapat ditandai dengan fakta, bahwa pembuat peraturan, dan juga fungsi eksekutif dan

fungsi legislatif, dilakukan oleh masyarakat di dalam pertemuan akbar atau sebuah

pertemuan umum. Pelaksanaan semacam ini hanya mungkin terjadi di dalam masyarakat-

masyarakat kecil dan di bawah kondisi-kondisi sosial yang sederhana. Oleh karenanya,

dalam pendapat Hans Kelsen dan sebagian besar pemikir politik dan ketatanegaraan

lainnya, demokrasi langsung semacam ini tidak lagi mendapatkan tempat dalam konsep

153 Ini adalah kesimpulan penulis berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Jean Jaques Rouseau. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam Jean Jacques Rousseau, Du Contract Social (Perjanjian Sosial), Cetakan Pertama, Visimedia, Jakarta, 2007, hlm 113.

154 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Cetakan pertama, Penerbit Nuansa dan penerbit Nusamedia, Bandung, 2006, hlm 404.

106

Page 118: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

demokrasi modern yang saat ini sedang diwacanakan oleh banyak pemerintahan di dunia.

Hal yang paling mungkin terjadi adalah suatu demokrasi dimana fungsi legislatif

dijalankan oleh parlemen yang dipilih oleh rakyat, dan fungsi eksekutif dan yudikatif juga

dijalankan melalui pemilihan umum yang dijamin keabsahannya. Pada kondisi ini, Hans

Kelsen menyatakan pendapatnya bahwa suatu pemerintahan adalah sebuah “perwakilan”

karena sepanjang pejabat-pejabatnya dipilih oleh rakyat, maka pejabat tersebut

bertanggungjawab penuh terhadap pemilihnya. Jika kemudian pemerintahan tidak bisa

bertanggungjawab penuh terhadap pemilihnya, maka hal ini tidak bisa disebut sebagai

“perwakilan yang sesungguhnya”.

Dalam demokrasi modern, Hans Kelsen berpendapat bahwa apa yang terjadi dewasa

ini di negara-negara yang mengatasnamakan negara demokrasi, ternyata tidak

sepenuhnya memahami proses keterwakilan ini. Prinsip keterwakilan yang dipahami oleh

Hans Kelsen ternyata berorientasi pada ada tidaknya proses pertanggungjawabannya

terhadap pemilih serta terdapatnya suatu kendaraan esensial dalam rekrutmen perwakilan

yakni partai politik yang sehat dan ideal. Ini artinya, demokrasi dalam konteks perwakilan

mengharuskan adanya pertanggungjawaban yang besar, terutama secara moral, kepada

para pemilihnya serta pertanggungjawaban terhadap partai politik yang mengusungnya.

3.8 Sistem Proporsional

Sistem pemilihan proporsional adalah suatu sistem di mana kursi yang tersedia di

parlemen dibagikan kepada partai-partai politik sesuai dengan imbangan perolehan suara

yang didapat partai politik atau organisasi peserta pemilihan bersangkutan. Sistem

pemilihan ini juga sering disebut sebagai sistem berimbang. Dalam sistem proporsional,

wilayah suatu negara dibagi-bagi dalam daerah-daerah pemilihan. Daerah-daerah

pemilihan ini akan mendapat sejumlah kursi yang harus diperebutkan, memiliki luas

daerah pemilihan, pertimbangan politik dan sebagainya. Karena jumlah kursi yang

dimiliki tiap daerah pemilihan lebih dari satu maka sistem pemilihan proporsional juga

disebut "multi-member constituency". Sisa suara yang dimiliki masing-masing peserta

pemilihan umum di daerah pemilihan tertentu tidak dapat digabungkan dengan sisa suara

107

Page 119: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

di daerah pemilihan lainnya.155 Beberapa hal positif mengenai sistem proporsional ini

adalah suara yang terbuang lebih sedikit dan partai-partai politik kecil atau minoritas

kemungkinan besar mendapatkan kursi di parlemen. Sisi negatif dari sistem ini yang patut

dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Mempermudah fragmentasi partai politik yang akan menimbulkan partai-

partai politik baru. Sistem ini tidak menjurus ke arah integrasi golongan-

golongan masyarakat justru memiliki kecenderungan untuk mempertajam

perbedaan yang ada dan karena itu kurang terdorong untuk mencari dan

memanfaatkan persamaan;

2. Setiap calon yang terpilih menjadi anggota parlemen akan merasa dirinya

lebih terikat kepada partai politik yang mencalonkan dan kurang merasakan

loyalitasnya kepada rakyat yang secara teori diwakilinya;

3. Banyaknya partai politik mempersulit pembentukan pemerintah yang stabil,

terlebih lagi dalam sistem pemerintahan parlementer karena pembentukan

pemerintah/kabinet harus dilakukan dengan kerja sama antara berbagai partai

politik itu;156

Ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;

1. Sistem Proporsional Tertutup (List proportional representation) disini partai-

partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup

memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada;

2. Sistem Proporsional Terbuka (the single transferable vote) : para pemilih diberi

otoritas untuk menentukan pilihannya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan

kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku.

3.8.1. Sistem Proporsional Terbuka

Menurut Farrel, sistem proporsional selalu diasosiasikan dengan nama 4 empat orang,

yaitu Thomas Hare (Inggris), Victor d’hondt (Belgia), Eduard Hagenbach-Bischoff

(Swiss), dan A. Saint Legue (Perancis). Meskipun demikian menurut Farrel asosiasi itu

155 Sri Soematri M., "Pelaksanaan Pemilu Indonesia (Menelusuri UU Pemilihan dan UU Partai Politik dan Golkar)," dalam Dahlan Thaib dan Ni'matul Huda (ed.), Pemilu dan Lembaga Perwakilan dalam Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Jurusan HTN Fakultas Hukum UII, 1992), hlm. 22. 156 Ni'Matul Huda dan Imam Nasef, Penataan Demokrasi..., ed. 1 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 47.

108

Page 120: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tidak selamanya tepat sebab kemunculan sistem proporsional adalah berhimpitan dengan

perekembangan demokrasi perwakilan, dan terutama dengan perluasan Universitas hak

pilih dan perkembangan partai massa.157

Sejak awal demokrasi mulai dilaksanakan, partisipasi selalu menjadi inti dale praktiknya.

Seperti yang pernah terjadi pada masa Yunani Kuno, seseorang dianggap sebagai warga

negara jika telah berpartisipasi dalam memberikan putusan dan memiliki jabatan.158

Dalam demokrasi perwakilan, lembaga-lembaga dale sistem politik memang diminta

bekerja menjalankan fungsinya dari pengelolaan aspirasi politik rakyat dan lembaga-

lembaga tersebut melakukan berbagai aktivitas yang secara terus menerus mempengaruhi

pendapat masyarakat. Peran lembaga-lembaga tersebut dalam pemerintahan perwakilan

memang dibutuhkan sebagai mekanisme dan institusi bagi ekspresi kehendak kehendak

rakyat yang diwakili.159

Sistem proporsional terbuka, karena rakyat dan sebagian para politisi,

menganggap sistem Pemilu dengan cara proporsional tertutup anti demokrasi, kontra

produktif dan juga bertentangan dengan era transparansi yang tengah kita galakkan.

Sementara pemilih (konstituen) tidak merasa terwakili, karena mereka hanya disodori

gambar, tanpa mengetahui siapa yang harus mereka pilih. Dengan sistem proporsional

terbuka, yang akan tampil pada Pemilu hanyalah orang-orang yang cukup dikenal

masyarakat atau dikenal konsituennya. Dengan begitu, rakyat pemilih tahu yang

dipilihnya, tidak seperti membeli kucing di dalam karung, sebagaimana yang kerap kita

lakukan. Dengan cara ini, maka jangan harap akan muncul orang-orang yang tidak

dikenal, karena ia pasti tidak akan dipilih. Hanya persoalannnya, apakah cara ini telah

menjawab pertanyaan yang paling hakiki dari masyarakat.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945 menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakanmenurut Undang-Undang Dasar”. Makna dari” “kedaulatan berada di

157 Sigit Pamungkas, Perihal Pemilu, Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, 2009. Hlm. 30. 158 Pengakuan tersebut terjadi jika kewarganegaraan bagi para laki-laki dewasa mengandung arti keterlibatannya dale urusan-urusan publik. Lihat dalam Fitra Arsil, “Mencegah Pemilihan Umum Menjadi Alat Penguasa (To Prevent The General Election From Being A Tool of The Authority)”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No.4, (Desember 2012), hlm. 571. 159 Muchamat Ali Safa’at, Pembubaran Partai Politik: Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 52.

109

Page 121: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tanganrakyat” dalam hal ini ialah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab,

hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk

pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih

wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Perwujudan kedaulatan rakyat dimaksud dilaksanakan melalui pemilihan umum secara

langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakilwakilnya yang akan

menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat,

membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan

Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan

anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.

Pemilihan umum dimaksud diselenggarakan dengan menjamin prinsip keterwakilan,

yang artinya setiap orang Warga Negara Indonesia terjamin memiliki wakil yang duduk

di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat di setiap tingkatan

pemerintahan, dari pusat hingga ke daerah. Dengan asas langsung, rakyat sebagai pemilih

mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak

hati nuraninya, tanpa perantara.

3.9 Lembaga Perwakilan Rakyat

Walaupun Rousseau, menginginkan tetap berlangsung demokrasi langsung seperti

zaman Yunani Kuno, tetapi karena luasnya wilayah suatu Negara, bertambahnya jumlah

penduduk dan bertambah rumitnya masalah-masalah kenegaraan, maka keinginan

Rousseau tersebut tidak mungkin terealisasi, maka muncul lah sebagai gantinya

demokrasi tidak langsung melalui lembaga-lembaga perwakilan.160 Konsep lembaga

perwakilan adalah dimana kekuasaan rakyat disalurkan melalui lembaga perwakilan atau

sering disebut parlemen161 Tugas utama parlemen adalah membuat undang-undang, di

samping fungsi lain yang berbeda di berbagai negara. Istilah parlemen dan legislatif

memiliki kesamaan nafas terhadap arti yang dimaksudkannya. Parlemen sebagai lembaga

perwakilan rakyat umumnya memiliki tiga fungsi162:

160 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), hlm. 79.

161 Makmur Amir dan Reni Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat (Jakarta:Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, 2005), hlm. 10.

162 Safa’at, “Kedudukan DPD dalam Struktur Parlemen…” hlm. 70.

110

Page 122: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

1. Fungsi pembentukan undang-undang;

2. Fungsi pengawasan, untuk mengawasi eksekutif agar berfungsi menurut undang-

undang yang dibentuk parlemen;

3. Fungsi pendidikan politik rakyat, dimana rakyat dapat mengikuti persoalan yang

menyangkut kepentingan umum dan menilainya sehingga sadar akan hak dan

kewajibannya.

Dalam demokrasi perwakilan, kekuasaan memerintah hanya didapat atas persetujuan

rakyat itu sendiri. Namun perwujudan kekuasaan rakyat tidak ternyata pada pemilihan itu

sendiri, melainkan kewajiban wakil untuk mengadakan hubungan pertanggungjawaban

atas kehendak konstituennya. Mengenai perwakilan ini dapat dipahami lebih lanjut

melalui teori-teori perwakilan yang dikenal dengan teori mandat, di samping teori-teori

lainnya seperti teori organ, teori sosiologi, teori hukum objektif, dan lain-lain. Teori

mandat yang menyangkut hubungan wakil dan konstituennya dikenal beberapa

pengertian:163

1. Teori mandat imperatif, dimana si wakil sudah mendapat instruksi-instruksi dari

yang diwakili, kewenangan si wakil amat terbatas yaitu pada apa yang telah

ditentukan oleh yang diwakili

2. Teori mandat bebas, dimana si wakil mempunyai kebebasan dalam menentukan

apa yang akan dilakukan di lembaga perwakilan.

3. Teori mandat representatif, dimana rakyat sebagai pemegang kedaulatan dan

sudah memiliki kesadaran bernegara. Rakyat memberikan mandatnya pada badan

perwakilan secara keseluruhan untuk melaksanakan kedaulatan tersebut. Wakil

tidak mempunyai hubungan langsung dan tidak bertanggungjawab pada yang

diwakilnya.

Praktik demokrasi dalam masyarakat majemuk mensyaratkan adanya suatu proses

pemilihan yang mencerminkan komposisi dari berbagai kepentingan, kelas sosial, rasa

tahu golongan di masyarakat. Diperlukan sebuah sistem pemilihan umum yang dapat

menjamin kepentingan rakyat, bukan saja yang mayoritas, untuk terwakili secara adil.

Menurut Black’s Law Dictionary, pemilihan umum (general election) berarti: 1. An

election that occurs at a regular interval of time (regular election) 2. An election for all

163 Amir dan Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, hlm. 11-12

111

Page 123: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

seats, as contrast with a by-election. Pemilihan umum sebagai mekanisme penyaluran

kekuasaan/kedaulatan rakyat bertujuan untuk: (1) untuk memungkinkan terjadinya

peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai, (2) untuk memungkinkan

terjadinya penggantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga

perwakilan, (3) untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan (4) untuk

melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.164

Penyelenggaraan pemilu setiap negara memiliki sistem pemilu yang berbedabeda

memperhatikan serangkaian kondisi dalam negara tersebut. Kondisi ini yang

membimbing pemerintah dan parpol guna menetapkan sistem pemilu yang akan dipakai.

Paling tidak menurut Donald L. Horowitz, sistem pemilu harus mempertimbangkan

beberapa hal antara lain:

1. Perbandingan Kursi dengan Jumlah Suara;

2. Akuntabilitasnya bagi Konstituen (Pemilih);

3. Memungkinkan pemerintah dapat bertahan;

4. Menghasilkan pemenang mayoritas;

5. Membuat koalisi antar-etnis dan antar-agama; dan

6. Minoritas dapat duduk di jabatan publik165

Secara umum dikenal dua cara untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan,

yaitu: melalui pemilihan organis dan mekanis. Dalam pemilihan organis, rakyat dianggap

sebagai individu-individu yang bergabung dalam beberapa persekutuan-persekutuan

hidup, baik berdasarkan lapisan sosial, profesi maupun asal atau keturunan, misalnya

kelompok tani, guru, pekerja dan lain-lain. Dalam persekutuan ini memiliki hak politik

untuk menunjuk wakilnya di lembaga perwakilan sesuai dengan yang diminta oleh

konstitusi atau undang-undang yang mengatur mengenai lembaga perwakilan tersebut.

Dalam pemilihan mekanis, rakyat dianggap sebagai individu-individu yang berdiri

sendiri, dimana satu orang mempunyai satu suara (one man one vote). Pada sistem ini

biasanya dikenal dua cara, yaitu: sistem perwakilan distrik atau biasa disebut sistem

164 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Rajagrafindo, 2005), hlm. 741

165 Donny Tri Istiqomah, Pemilihan Umum Sebagai Sarana Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat Setelah Perubahan UUD NRI Tahun 1945: Menuju Pemilihan Umum Demokratis (Tesis Magister, Universitas Indonesia, 2011), hlm. 42.

112

Page 124: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mayoritas (single member constituency), dan sistem perwakilan proporsional (multi

member constituency)166.

Sistem pemilihan ini sangat berkaitan dengan sifat perwakilan yang mendasari

perwakilan tersebut. Lembaga perwakilan yang pesertanya adalah partai politik disebut

dengan perwakilan politik (political representation). Perwakilan politik tidak bisa

mewakili seluruh kepentingan rakyat, sehingga untuk menutupi kelemahan ini dibentuk

perwakilan yang berdasarkan pada fungsi atau jabatan atau golongan seseorang yang

disebut perwakilan fungsional, atau perwakilan yang dipilih untuk mewakili kepentingan

daerah/ regional yang biasa disebut perwakilan daerah/teritorial.167

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk mengisi jabatan

yang berbeda. Pengisian jabatan anggota DPR di Indonesia sebelum perubahan UUD

1945 tidak disebutkan secara langsung, melainkan diserahkan kepada UU untuk

mengaturnya. Sementara setelah perubahan kedua, jelas disebutkan bahwa Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.168 Mengenai pembentukan

DPD, gagasan ini muncul dari kesepakatan untuk mempertahankan unsur Utusan

Golongan, namun setiap anggotanya harus dipilih langsung oleh rakyat, lebih lanjut calon

anggotanya juga tidak mewakili partai politik tertentu. Valina Singka Subekti

mengatakan perlunya penegasan Utusan Daerah sebagai lembaga parlemen yang

berdampingan dengan DPR. Maka dari itu, diperlukan pelembagaan Utusan Daerah

menjadi Dewan Perwakilan Daerah. Mengenai mekanisme pengisian jabatannya, dengan

lebih jelas sudah dirumuskan pada UUD 1945, bahwa Anggota DPD dipilih dari setiap

provinsi melalui pemilihan umum, dan anggota dari setiap provinsi jumlahnya sama. Jadi

ketentuannya lebih pasti ketimbang ketentuan pemilihan anggota DPR, yaitu sistem

pemilihan distrik atau lebih khusus sistem single non-transferable vote.

3.10 Struktur Parlemen Bikameral

Parlemen di seluruh dunia pada umumnya terdiri atas sistem bikameral dan sistem

unikameral. Di Amerika Serikat contohnya, terdapat Congress yang terdiri atas Senate

dan House of Representatives, di Inggris ada House of Lords dan House of Commons, di

166 Istiqomah, “Pemilihan Umum Sebagai Sarana Pelaksanaan..”, hlm. 44-45. 167 Safa’at, “Kedudukan DPD dalam Struktur Parlemen…” hlm. 69-70 168 Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 Amandemen kedua

113

Page 125: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Belanda ada Eerste Kamer dan Tweede Kamer dan di Indonesia ada Dewan Perwakilan

Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Walaupun parlemen terdiri atas dua kamar,

biasanya wewenang untuk membentuk undang-undang hanya ada di salah satu kamar. Di

Indonesia contohnya, kewenangan untuk membentuk dan mensahkan undang-undang

hanya dimiliki oleh DPR.

Mengenai sistem bikameral, terdapat beberapa ahli yang mengemukakan teorinya,

salah satunya adalah Arend Lijphart. Ia menjelaskan kewenangan formal, metode seleksi

dan hubungannya dengan legitimasi demokratis dan kategori warga negara yang diwakili

oleh anggota-anggota di masing-masing kamar.169 Lijphart mengklasifikasikan sistem

bikameral yang kuat (strong bicameralism), bikameral sedang-kuat (medium-strength

bicameralism), dan bikameral lemah (weak bicameralism). Lijphart mengemukakan teori

ini berdasarkan penelitiannya terhadap sistem parlemen di 36 negara. Dari penelitiannya

tersebut, ia menyatakan bahwa kriteria yang menentukan suatu parlemen memiliki sistem

bikameral kuat atau lemah dapat dilihat dari beberapa ciri berikut:

1. Kekuatan yang dimiliki kedua kamar berdasarkan kewenangan formalnya diatur

dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi. Umumnya adalah bahwa terdapat

subordinasi dari kamar kedua kepada kamar pertama. Contoh pengaturan kamar

kedua yang bersifat subordinat dari kamar pertama adalah diabaikannya

ketidaksetujuan kamar kedua terhadap suatu RUU oleh kamar pertama. Terlebih

lagi di sebagian besar negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer,

kabinet bertanggungjawab kepada kamar pertama, bukan kamar kedua.

2. Kriteria lain adalah legitimasi demokratis atau metode seleksi dari kedua kamar

tersebut. Berdasarkan dua kriteria itu—kewenangan formal dan legitimasi

demokratis yang dinilai dari metode seleksi anggota—sistem bikameral dapat lagi

dibagi menjadi bikameral simetris dan bikameral asimetris. Bikameral yang

simetris adalah di mana kekuatan konstitusional yang dimiliki kedua kamar setara

atau setidaknya hanya sedikit perbedaannya dan terdapat legitimasi demokrasi.

Sistem bikameral yang asimetris adalah sistem di mana kewenangan-kewenangan

formal dan legitimasi demokratis yang dimiliki masing-masing kamar sangat

tidak setara. Namun apabila para anggota kamar kedua tidak dipilih secara

169 Arend Lijphart, Patterns of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty-Six Countries, (New Haven dan London: Yale University, 1999), hlm. 205-207.

114

Page 126: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

langsung oleh rakyat, sistem bikameral dapat dikatakan simetris bila kewenangan

formal kamar pertama juga lebih besar daripada kamar kedua. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa kesimetrisan sistem bikameral dapat dinilai dari

proporsi kewenangan formal dan legitimasi demokratisnya.

3. Ciri lainnya adalah komposisi anggota masing-masing kamar. Terdapat skema di

mana kamar kedua memiliki metode seleksi yang berbeda dan dengan demikian

memberi ruang lebih bagi wakil dari kaum minoritas. Apabila pengaturannya

demikian, maka komposisi anggota kedua kamar berbeda dan kamar-kamar

tersebut menjadi incongruent.

Dari tiga kriteria tersebut maka dapat diklasifikasikan bahwa bikameral yang kuat

(strong bicameralism) adalah di mana kamar-kamar di parlemen bersifat simetris dan

incongruent. Kemudian bikameral yang sedang-kuat (medium-strength bicameralism)

adalah bila sifatnya simetris dan congruent atau asimetris dan incongruent dan bikameral

yang lemah (weak bicameralism) adalah apabila karakteristiknya asimetris dan

congruent.170 Selain itu, Lijphart juga menyampaikan bahwa terdapat enam perbedaan

penting antara kamar pertama dan kamar kedua namun dari enam perbedaan tersebut,

khususnya hanya tiga yang penting untuk mengetahui apakah sistem bikameral adalah

institusi yang signifikan untuk parlemen. Tiga perbedaan penting tersebut adalah:

1. Kamar-kamar kedua cenderung lebih kecil jumlah anggotanya dibandingkan

dengan kamar-kamar pertama. Hampir di semua negara demokrasi kecuali

Inggris, pasti jumlah anggota kamar pertama lebih banyak daripada kamar kedua.

2. Masa jabatan para anggota kamar kedua cenderung lebih lama dibandingkan

dengan masa jabatan anggota kamar-kamar pertama.171

3. Pemilihan umum anggota kamar-kamar kedua biasanya tidak teratur. Contohnya

adalah di Australia dan Jepang, setengah dari anggota kamar keduanya

diperbaharui setiap tiga tahun. Di Amerika Serikat dan India, sepertiga dari

anggota kamar keduanya dipilih ulang setiap dua tahun.

Ketiga perbedaan tersebut mempengaruhi bagaimana kedua kamar tersebut

beroperasi di bidang legislatif. Secara spesifik, kamar kedua yang bentuknya relatif lebih

170 Ibid., hlm. 211. 171 Arend Lijphart, Patterns of Democracy, (New Haven dan London: Yale University, 1999), hlm.

204.

115

Page 127: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kecil dapat melaksanakan tugasnya dengan cara yang lebih informal dan santai

dibandingkan dengan kamar pertama.172 George Tsebelis dan Jeannette Money juga

mengemukakan teori mengenai sistem bikameral, fokus mereka adalah ke arah justifikasi

sistem tersebut. Bagi Tsebelis dan Money, dua aspek yang dapat menjustifikasi sistem

bikameral adalah aspek politik dan efisiensi. Bila dilihat dari segi politik, sistem

bikameral secara kelembagaan menyediakan hak veto untuk mencegah tirani

mayoritas.173 Sistem bikameral juga mencegah tirani minoritas dengan adanya dua kamar

berbeda dengan golongan konstituen yang berbeda memberikan dasar konstituen yang

luas untuk mendukung pembentukan undang-undang. Sistem bikameral juga mencegah

potensi tirani pemimpin individual karena proses pembentukan suatu undang-undang

harus menghadapi berbagai alternatif yang diajukan oleh kamar kedua. Pilihan penentu

agenda legislatif harus dapat bertahan sebagai pilihan utama di antara alternatif-alternatif

yang ada. Dengan demikian, sistem bikameral mengurangi kekuasaan yang dimiliki oleh

penentu agenda legislatif. Kemudian dari aspek efisiensi sistem bikameral dapat

dijustifikasi karena alasan-alasan sebagai berikut:

1. Dengan sistem ini pembuat undang-undang bersifat lebih efisien dan akan

menghasilkan legislasi yang lebih baik dan lebih stabil dalam penerapan. Sistem

bikameral ini pada intinya membedakan anggota-anggota yang menduduki posisi

di kamar pertama dan di kamar kedua. Anggota di kamar pertama biasanya

disyaratkan untuk berumur lebih tua daripada anggota-anggota di kamar kedua.

Terlebih lagi biasanya disyaratkan juga untuk memiliki bidang keahlian tertentu,

sedangkan syarat tersebut lebih flexible bagi calon anggota kamar kedua. Dengan

adanya perbedaan tersebut, sumber-sumber instabilitas legislatif menjadi

berkurang.174

2. Sistem bikameral juga menciptakan skema kontrol kualitas yang dapat

dimengerti karena pertama, adanya kamar kedua dapat mencegah terjadinya

kesalahan-kesalahan karena ada pihak lain yang dapat mengawasi. Kedua, karena

dengan adanya dua kamar tercipta sistem untuk mengkoreksi kesalahan-

kesalahan yang telah dibuat. Terlepas dari tingkat keahlian dan kebijaksanaan

172 Ibid., hlm. 205. 173 George Tsebelis dan Jeannette Money, Bicameralism, (London: Cambridge University Press,

1997), hlm. 35. 174Ibid., hlm. 37.

116

Page 128: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang dimiliki oleh anggota kamar kedua, keberadaan kamar kedua itu sendiri

telah memungkinkan mekanisme quality-control ini.

3. Sistem ini juga dapat mengurangi korupsi dan memperlambat proses legislasi

untuk alasan yang baik. Hadirnya dua kamar dapat mengurangi korupsi karena

lebih banyak kolusi yang muncul dengan semakin banyaknya anggota yang

memiliki peranan. Sistem dua kamar juga memperlambat proses legislasi untuk

alasan yang baik karena adanya kontrol terhadap kesalahan dan untuk

menghentikan dampak buruk yang dibawa oleh rakyat terhadap dirinya sendiri

sampai akal sehat, keadilan dan kebenaran mendapatkan kembali otoritasnya di

atas pikiran umum.

4. Sistem bikameral juga dianggap dapat mengurangi biaya-biaya yang dibutuhkan

untuk mengambil suatu keputusan karena adanya mekanisme conference

commitees yang dapat dibentuk apabila terdapat ketidaksetujuan antara dua

kamar. Conference commitees ini merupakan komite ad hoc dan lebih kecil

daripada suatu badan legislatif.

Agar sistem bikameral dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan asumsi-asumsi

yang ada baik dari segi politik maupun efisiensi, pengaturan mengenai kewenangan

formal yang dimiliki kedua kamar, metode pemilihan anggota masing-masing kamar,

syarat-syarat bagi calon anggota masing-masing kamar, dan metode penyelesaian

ketidaksetujuan antar kamar harus diatur dengan jelas. Hanya apabila pengaturan tersebut

memberikan ruang bagi sistem bikameral untuk berfungsi pada potensi terbaiknya,

barulah sistem ini dapat menguntungkan bagi rakyat dan negara.

Mengenai kewenangan formal yang dimiliki oleh masing-masing kamar dan

hubungannya dengan bentuk negara dan sistem pemerintahan, Giovanni Sartori

mengemukakan suatu teori mengenai kategori sistem bikameral. Menurut Sartori,

pengaturan mengenai sistem bikameral memiliki dua variable yaitu equal-non equal

power dan similarity-differentiation dalam hal sifat dan komposisi masing-masing kamar.

Sartori mengemukakan bahwa apabila kewenangannya tidak setara maka sistemnya

disebut weak (asymmetric) bicameralism. Apabila kewenangannya hampir setara maka

tergolong sebagai strong (symmetric) bicameralism dan apabila kewenangan keduanya

sama maka ia tergolong sebagai perfect bicameralism. Kesetaraan kewenangan ini dapat

dinilai dari apakah kamar kedua hanya memiliki hak untuk menunda atau juga memiliki

117

Page 129: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kewenangan untuk menolak atau veto power. Hak veto ini dapat berupa hak mutlak tanpa

syarat, hak mutlak dalam hal-hal tertentu, dapat dikesampingkan oleh mayoritas anggota

kamar kedua yang memenuhi syarat atau dapat dikesampingkan oleh mayoritas ditambah

satu suara. Sartori menyampaikan bahwa sistem bikameral yang strong atau perfect

adalah sistem yang memberikan hak untuk menolak usulan kepada masing-masing

kamar. 175

Mengenai variable similarity-differentiation adalah persoalan pemilihan anggota

masing-masing kamar. Suatu sistem bikameral disebut similar bicameralism apabila para

anggota dipilih dengan sistem pemilihan umum yang sama dan dengan demikian terdapat

kesamaan komposisi dan penduduk yang diwakili. Apabila mekanisme pemilihan umum

bagi kedua kamar tersebut berbeda, maka sistemnya disebut sebagai differentiated

bicameralism. Variabel similarity-differentiation ini penting bila dikaitkan dengan

kemungkinan munculnya konflik karena apabila dalam pemilihan anggota kedua kamar

tersebut berbeda maka lebih besar kemungkinan adanya mayoritas yang berbeda dan

bertentangan.176

Kemudian apabila dikaitkan dengan bentuk dan sistem pemerintahan suatu negara,

Sartori menyatakan bahwa kemungkinan timbulnya konflik dengan digunakannya sistem

bikameral yang strong atau perfect akan berbeda di negara dengan sistem pemerintahan

presidensil dan sistem pemerintahan parlementer. Penggunaan kedua sistem bikameral

tersebut di negara dengan sistem pemerintahan presidensiil maupun parlementer tidak

akan menimbulkan banyak konflik apabila kedua kamar dikuasai oleh kelompok

mayoritas yang memiliki kesamaan. Perbedaan kelompok mayoritas antar kedua kamar

dapat diatasi dalam sistem pemerintahan presidensiil karena pemerintahan tidak

bergantung pada parlementer dan konflik dalam parlemen tidak terlalu mempengaruhi

jalannya pemerintahan. Perbedaan ini menjadi sangat relevan dan krusial di negara

dengan sistem pemerintahan parlementer karena kabinet yang menjalankan tugas

pemerintahan bergantung pada parlemen. Apabila terjadi perselisihan di dalam parlemen,

dampaknya membahayakan posisi kabinet karena dapat berujung pada dead lock.177

175 Giovanni Sartori, Comparative Constitutional Engineering An Inquiry into Structures, Incentives and Outcomes, ed. 2, (New York: New York University Press, 1997), hlm. 185.

176 Ibid., hlm. 184. 177 Ibid., hlm. 185-186.

118

Page 130: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

3.11 Konsep Majelis Permusyawaratan Rakyat

Demokrasi memiliki arti pemerintahan rakyat, maksudnya adalah pemerintahan dari

rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Di negara demokrasi berarti negara yang

pemerintahannya dijalankan oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat. Rakyatlah yang

paling berkuasa, atau kekuasaan tertinggi di negara demokrasi ada di tangan rakyat.

Rakyat menentukan siapa-siapa wakilnya yang menjalankan roda pemerintahan di negara

tersebut. Dengan kata lain, di negara demokrasi rakyatlah yang paling berkuasa, artinya

rakyat memiliki kekuasaan. Kekuasaan sebagaimana dikemukakan oleh Juniarto

mempunyai arti mampu untuk memaksakan kehendak kepada pihak lain.178 Hal ini berarti

bila rakyat yang berkuasa maka rakyat itulah yang menentukan kehendaknya, rakyat yang

menentukan kemauan kepada pihak yang dikuasai. Dengan demikian kekuasaan yang

tertinggi yang menentukan kehendak di dalam negara tersebut adalah rakyat. Rakyatlah

yang menentukan jalannya pemerintahan dan rakyat pulalah yang menentukan siapa yang

memerintah negeri ini.

Negara demokrasi Indonesia sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 di

dalam konstitusinya (UUD 1945) telah dinyatakan bahwa pemegang kedaulatan negara

adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh rakyat

Indonesia, sehingga MPR ini dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia

berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa

ini lembaga MPR mengalami reposisi melalui kekuatan politik era reformasi yang pada

intinya bahwa kedaulatan negara dikembalikan kepada rakyat, bukan kepada lembaga

negara seperti MPR sebagai penjelmaan rakyat. Hal ini dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2)

UUD 1945 (Perubahan) yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

MPR menurut UUD 1945 sebelum perubahan

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai sebuah nama dalam struktur

ketatanegaraan Republik Indonesia sudah ada sejak lahirnya negara ini. Pada awal

disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 MPR memiliki posisi sebagai

lembaga negara tertinggi. Sebagai lembaga negara tertinggi saat itu MPR ditetapkan

178 Juniarto, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 11.

119

Page 131: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan

rakyat MPR mempunyai wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil

Presiden untuk jangka waktu 5 (lima) tahunan. Oleh karena mempunyai wewenang

memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, maka MPR mempunyai

wewenang pula memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sebelum masa jabatannya

berakhir apabila Presiden dan Wakil Presiden dianggap melanggar haluan negara.

Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan menyatakan bahwa MPR terdiri atas

anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-

golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Dari ketentuan Pasal

2 ayat (1) UUD 1945 ini dapat dikatakan bahwa MPR merupakan perluasan dari DPR

setelah ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan

menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.179 Menurut Pasal 3 UUD 1945

sebelum perubahan dinyatakan bahwa MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar dari

pada haluan negara. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUD 1945 sebelum

perubahan tersebut dapat diketahui siapa saja anggota MPR itu dan apa kewenangan MPR

itu, namun dari kedua pasal tersebut belum nampak kedudukan MPR itu sendiri. Hal ini

akan nampak bila dikaitkan dengan ketentuan pasal- pasal UUD 1945 yang lain, antara

lain:

1. Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh

MPR dengan suara yang terbanyak.

2. Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan

dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Dengan demikian nampak bahwa MPR menurut UUD 1945 sebelum perubahan

merupakan lembaga negara tertinggi dalam susunan ketatanegaraan Republik Indonesia.

Bahkan Penjelasan UUD 1945 dalam Sistem Pemerintahan Negara angka Romawi III

dinyatakan bahwa “Kekuasaan negara tertinggi ada di tangan MPR.” Kedaulatan rakyat

dipegang oleh badan bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis

ini menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan menetapkan garis-garis besar haluan

negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara

(wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang

179 Ibid., hlm. 46

120

Page 132: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah

ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan

bertanggungjawab kepada Majelis. Ia adalah ‘mandataris’ dari majelis, ia wajib

menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak ‘neben’, akan tetapi

‘untergeordnet’ kepada Majelis.

Sebagai lembaga negara tertinggi menjadikan kekuasaan MPR berada di atas segala

kekuasaan lembaga-lembaga negara yang ada di negara Republik Indonesia. Hal ini

sebenarnya dapat dipahami, sebab MPR merupakan pemegang kedaulatan rakyat

Republik Indonesia, dan sejak didirikan oleh founding fathers Republik Indonesia

memanglah dikonstruksikan sebagai negara demokrasi, yaitu bahwa negara dimana

kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Kekuasaan rakyat inilah yang dijelmakan MPR.

Oleh karenanya seluruh anggota MPR merupakan wakil-wakil rakyat sebagai penjelmaan

seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD

1945 sebelum perubahan, MPR sebagai lembaga negara tertinggi menetapkan kebijakan

tentang garis-garis besar dari pada haluan negara, dan melalui garis-garis besar dari pada

haluan negara ini pemerintahan dijalankan.180 Garis-garis besar dari pada haluan negara

merupakan pedoman pemerintah (Presiden) dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi

Presiden dalam menjalankan pemerintahan berpedoman pada garis-garis besar haluan

negara yang ditetapkan oleh MPR. Apabila Presiden melanggar garis-garis besar haluan

negara yang ditetapkan oleh MPR, maka Presiden dapat diberhentikan oleh MPR. Hal ini

dianggap wajar sebab Presiden adalah mandataris MPR, maksudnya MPR memberikan

mandat kepada Presiden untuk menjalankan pemerintahan, bila Presiden melanggar

mandat yang diberikan oleh rakyat maka rakyat dapat memberhentikan Presiden.

Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga yang dilontarkan oleh Ir.

Soekarno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945, sebuah keinginan untuk menjelmakan

aspirasi rakyat di dalam bentuk yang berupa perwakilan yaitu Majelis Permusyawaratan

Rakyat.181 Soepomo juga mengemukakan gagasannya yang mendasarkan pada prinsip

musyawarah dengan istilah ”Badan Permusyawaratan” pada dasar Indonesia merdeka.

180 Pasal 3 UUD 1945 sebelum Amandemen: “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara”

181 Samsul Wahidin, MPR RI dari Masa (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 69.

121

Page 133: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Indonesia yang akan berdiri tidak bersistem individualisme seperti pada negara-negara

Barat, tetapi berdasar pada kekeluargaan. Kekeluargaan yang dimaksudkan Soepomo

yakni bahwa warganegara merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pemegang

kekuasaan di dalam negara atau dengan istilah “manunggale kawulo gusti.” Warga negara

tidak dalam kedudukan bertanya apa hak saya dengan adanya negara tetapi yang harus

selalu ditanyakan adalah apa kewajiban saya terhadap negara. Dalam konstruksi yang

demikian diharapkan dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dalam negara

akan diselesaikan atas dasar kebersamaan dan musyawarah antara rakyat dengan

penguasa, dan badan permusyawaratan sebagai wakil-wakil rakyat yang paling berperan

dalam hal ini, sedangkan kepala negara akan senantiasa mengetahui dan merasakan

keadilan rakyat dan cita-cita rakyat.182

MPR menurut UUD 1945 setelah perubahan

Gagasan terhadap perubahan UUD 1945 muncul bersamaan dengan gerakan

reformasi di segala bidang yang menentang rezim pemerintahan Suharto yang dianggap

telah menyimpang dari substansi isi UUD 1945 melalui penafsiran sepihak penguasa.

Dari alasan inilah agar isi UUD 1945 tidak menimbulkan penafsiran yang dapat

digunakan oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaan seperti masa pemerintahan

Suharto, maka pembenahan terhadap isi UUD 1945 perlu dilakukan. Inilah yang menjadi

salah satu agenda reformasi yaitu melakukan perubahan terhadap UUD 1945 dengan

salah satu latar belakang perubahannya adalah meninjau kembali tentang kekuasaan

tertinggi di tangan MPR. Dampak reformasi telah dirasakan terhadap kedudukan lembaga

MPR, dan bahkan ada yang menyatakan sebagai salah satu lompatan besar perubahan

UUD 1945 yaitu restrukturisasi MPR untuk ’memulihkan’ kedaulatan rakyat dengan

mengubah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dari kedaulatan adalah di tangan rakyat dan

dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut UUD.

Dalam perubahan UUD 1945, MPR tetap dipertahankan keberadaannya dan

diposisikan sebagai lembaga negara, namun kedudukannya bukan lagi sebagai lembaga

182 Ibid., hlm. 71-72

122

Page 134: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tertinggi (supreme body) tetapi sebagai lembaga negara yang sejajar posisinya dengan

lembaga-lembaga negara yang lain. Predikat MPR yang selama ini berposisi sebagai

lembaga tertinggi negara telah dihapuskan (die gezamte staatgewalt liegi allein bei der

Majelis). MPR tidak lagi diposisikan sebagai lembaga penjelmaan kedaulatan rakyat, hal

ini dikarenakan pengalaman sejarah selama Orde Baru lembaga MPR telah terkooptasi

kekuasaan eksekutif Suharto yang amat kuat yang menjadikan MPR hanyalah sebagai

’pengemban stempel’ penguasa dengan berlindung pada hasil pemilihan umum yang

secara rutin setiap 5 tahun sekali telah dilaksanakan dengan bebas, umum dan rahasia.

Dari pengalaman sejarah pemerintahan Orde Baru itulah reposisi MPR perlu dilakukan.

Perubahan mendasar dari MPR yang semula sebagai lembaga yang menjalankan

kedaulatan rakyat menjadi lembaga yang oleh sementara pihak disebut sebagai sebatas

sidang gabungan (joint session) antara anggota DPR dan anggota DPD. Yang perlu

mendapat catatan terhadap posisi MPR setelah perubahan UUD 1945 adalah bahwa

kewenangan MPR menjadi dipersempit, maksudnya MPR hanyalah memiliki satu

kewenangan rutin yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan

umum,183 selebihnya merupakan kewenangan insidental MPR, seperti memberhentikan

Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang

Dasar (Pasal 3 ayat (3) UUD 1945 Perubahan), mengubah dan menetapkan Undang-

Undang Dasar (Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 Perubahan) serta kewenangan insidental lain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 Perubahan.184

Perbedaan kewenangan rutin dengan kewenangan insidental ini adalah bahwa

kewenangan rutin pasti dilaksanakan yaitu setiap 5 (lima) tahun sekali, sedangkan

kewenangan insidental akan dilaksanakan jika terjadi sesuatu hal yakni bila ada keinginan

untuk mengubah UUD ataupun bila terjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti

183 Pasal 3 ayat (2) UUD 1945 Perubahan: “Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.(***/****)”.

184 - Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 Perubahan: “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.(***)”

- Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 Perubahan: “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negerti, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulakn oleh partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai akhir masa jabatannya.(****)”

123

Page 135: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

melakukan pelanggaran hukum atau sudah tidak dapat lagi menjalankan kewajibannya

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dengan reposisi MPR setelah perubahan UUD

1945, MPR sendiri memiliki kedudukan yang tidak jelas apakah sebagai permanent body

(lembaga tetap) atau kah sebagai joint session (lembaga gabungan). Dalam ketentuan

Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 (Perubahan) dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR

dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan

undang-undang. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini memosisikan bahwa MPR merupakan

gabungan anggota DPR dan anggota DPD (joint session) bukan gabungan lembaga DPR

dan lembaga DPD (bukan terdiri dari dua kamar atau bukan bikameral). Namun menjadi

tidak jelas lagi jika merupakan gabungan anggota DPR dan anggota DPD yang berarti

memiliki kewenangan gabungan dari kewenangan anggota DPR ditambah dengan

kewenangan anggota DPD dan itulah yang seharusnya menjadi kewenangan MPR, tetapi

dalam ketentuan Pasal 3 UUD 1945 (Perubahan) diuraikan bahwa kewenangan MPR

bukanlah gabungan dari kewenangan anggota DPR dan kewenangan anggota DPD. Jadi

merupakan kewenangan tersendiri sebagai lembaga tetap/permanent body.185

3.12 Konsep Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga perwakilan rakyat yang dikenal

di Indonesia dan satu-satunya yang dapat dibuktikan oleh sejarah, mampu menjadi bentuk

lembaga perwakilan rakyat yang cocok bagi masyarakat Indonesia. Dalam sejarah

perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bentuk negara dan sistem

pemerintahan mengalami perubahan-perubahan namun konsep Dewan Perwakilan

Rakyat mampu bertahan. Bahkan pada saat bentuk kesatuan negara Indonesia berubah

menjadi federasi, Republik Indonesia Serikat, Dewan Perwakilan Rakyat tidak

tergantikan.

Pembentukan konsep Dewan Perwakilan Rakyat dimulai pada saat Indonesia masih

berstatus sebagai negara jajahan Jepang. Pada saat Batavia jatuh, Jepang datang ke

185 Pasal 3 UUD 1945 Perubahan: (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang

Dasar.(***) (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.(***/****) (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat haya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil

Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.(***/****)

124

Page 136: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Indonesia dengan janji kemerdekaan. Oleh karena itu, terbentuklah Badan Penyelidik

Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dengan Maklumat Gunseikan Nomor 23

tentang pembentukan badan untuk menyelidiki usaha-usaha kemerdekaan (Dokuritsu

Zyunbi Tyoosakai).186 BPUPK mengadakan rapat-rapat untuk membahas pembentukan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Struktur parlemen mulai dibahas pada sidang

pertama BPUPK tanggal 29 Mei 1945 di mana Muhammad Yamin mengajukan parlemen

sistem bikameral terdiri atas Balai Pertemuan dan Balai Perwakilan Rakyat. Kemudian

pembahasan mengenai parlemen tidak berkembang banyak sampai pada tanggal 11 Juli

1945, Muhammad Yamin kembali mengutarakan pendapatnya untuk membentuk sistem

parlemen bikameral yang terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Rakyat. Pada sidang tersebutlah konsep DPR pertama kali dicetuskan. Namun

mengenai cara kerja MPR dan DPR belum begitu jelas ditetapkan dalam sidang tersebut.

Konsep DPR menjadi jelas pada rapat besar tanggal 15 Juli 1945. Soekiman, pada rapat

tersebut, menegaskan bahwa Indonesia menggunakan sistem parlemen sendiri di mana

DPR mempunyai kedudukan yang lebih rendah daripada MPR karena kewenangan DPR

untuk membuat UU biasa sedangkan MPR berwenang untuk membuat UUD. DPR juga

disusun daripada dan oleh MPR sehingga terdapat dua badan yang menjadi mandataris

MPR yaitu DPR dan juga Presiden. Mengenai MPR dikemukakan bahwa anggotanya

dipilih secara langsung.

Pada awal kemerdekaan Indonesia sampai dengan masa Orde Baru, MPR merupakan

lembaga tertinggi. DPR adalah lembaga yang memiliki fungsi legislasi, anggaran dan

juga pengawasan. Namun perlu ditekankan bahwa anggota MPR dapat juga menjadi

anggota DPR dan ketua MPR juga adalah ketua DPR. DPR pada waktu itu menjadi

setingkat dengan Presiden, di mana keduanya berada di bawah dan menjadi bertanggung

jawab kepada MPR. Namun sistem parlemen tersebut yang dikenal sebagai sistem satu-

setengah kamar berubah menjadi sistem trikameral yang berlaku setelah Orde Baru

sampai saat ini.

Dewan Perwakilan Rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana diatur

dalam UUD NRI Tahun 1945, dipilih secara langsung oleh warga negara Indonesia

186 Tolchah Mansoer, Pembahasan

125

Page 137: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

melalui Pemilihan Umum.187 Berbeda dengan pengaturan sebelumnya, di mana anggota

DPR ditentukan oleh MPR karena DPR menjadi salah satu mandataris MPR. Dengan cara

pemilihan langsung, jelas bahwa ada suatu hubungan antara para wakil dan yang

diwakilinya karena kedudukan yang seorang anggota DPR miliki hanya dapat diperoleh

apabila ia terpilih secara langsung oleh yang diwakilinya. Melalui pemilihan umum

terjadi suatu pemberian kewenangan langsung dari rakyat kepada para anggota DPR.

Kewenangan DPR juga diatur juga dalam UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa DPR

memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Di

samping itu, DPR juga memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan juga fungsi

pengawasan. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh DPR RI tersebut merupakan fungsi

lembaga perwakilan rakyat seumumnya di seluruh dunia.

Menurut Carl J. Friedrich, sebagai lembaga perwakilan rakyat (representative

assemblies), fungsi utama parlemen adalah fungsi legislasi. Fungsi legislasi dalam arti

sempit, memberikan kewenangan kepada DPR untuk membentuk undang-undang, di

mana setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat

persetujuan bersama.188 Selain sebagai lembaga perwakilan rakyat, Friedrich juga

menyampaikan bahwa DPR adalah majelis yang melakukan pembahasan atau

deliberative assemblies, yang memiliki fungsi untuk memecahkan masalah dalam

kehidupan masyarakat. Dalam fungsi tersebut, parlemen melakukan pengawasan

terhadap fiskal dan administrasi pemerintahan, dan terhadap hubungan luar negeri.

Mengenai fungsi pengawasannya terhadap fiskal, DPR berwenang untuk membahas dan

menyetujui UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengawasan terhadap

administrasi pemerintahan dilakukan oleh DPR dengan hak-hak yang diberikan

kepadanya oleh UUD. Hak-hak tersebut adalah hak interpelasi, hak angket, hak

menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan

pendapat, dan hak imunitas.189 Kemudian dalam fungsinya mengawasi hubungan dengan

luar negeri, DPR tidak memiliki kewenangan yang cukup luas hanya memberikan

187 Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD NRI Tahun 1945, Ps. 19 ayat (1).

188 Republik Indonesia, Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 20 ayat (2).

189 Republik Indonesia, Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 20A ayat (2) dan (3).

126

Page 138: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

persetujuan terhadap pernyataan perang, dan pembuatan perdamaian dan perjanjian

dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden.190 Selain itu dalam pengawasan

hubungan luar negeri, DPR juga berhak memberikan pertimbangan tentang pengangkatan

duta dan penempatan duta negara lain191 serta memberikan persetujuan terhadap

perjanjian internasional tertentu yang dilakukan oleh Presiden.192 Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dipilih secara langsung oleh rakyat untuk mewakili rakyat secara

nasional. Pada pelaksanaannya, sistem pemilihan umum anggota DPR berubah-ubah.

Secara umum, sistem yang digunakan adalah sistem proporsional.

3.13 Konsep Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Sebagai negara yang berbentuk kesatuan, para founding fathers telah sepakat untuk

memberikan kekuasaan otonom kepada pemerintah-pemerintah daerah demi efisiensi,

efektivitas dan hasil maksimal pengelolaan negara. Hal tersebut terejawantahkan pada

Pasal 18 UUD 1945 (Naskah Asli). Pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa

Indonesia akan terbagi atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan

pemerintahan yang akan ditetapkan oleh undang-undang. Pembagian daerah tersebut

dilakukan dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dan hak asal-usul

daerah-daerah yang bersifat istimewa.193 Kemudian dalam penjelasan mengenai pasal

tersebut, ditekankan bahwa karena Indonesia berbentuk negara kesatuan, maka tidak akan

ada pemerintahan di bawah pemerintah pusat yang bersifat "staat"194 atau "state"

sebagaimana di negara berbentuk federasi. Daerah-daerah di Indonesia akan terbagi

menjadi provinsi dan daerah provinsi akan dibagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih

kecil yaitu, sekarang, kabupaten dan kota. Daerah-daerah tersebut bersifat otonom atau

administrasi belaka dan di dalamnya akan diadakan badan perwakilan daerah karena di

daerah pun pemerintahan tetap dijalankan atas dasar permusyawaratan.195 “Pemerintahan

di daerah yang dijalankan secara demokratis dengan bersendi atas dasar

190 Republik Indonesia, Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 11 ayat (1).

191 Republik Indonesia, Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 13 ayat (3) dan (4).

192 Republik Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 11 ayat (2).

193 Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, UUD 1945, LN No. 75 Tahun 1959, Ps. 18. 194 Republik Indonesia, Penjelasan UUD 1945, Ps. 18. 195 Ibid.

127

Page 139: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

permusyawaratan” tersebut menjadi landasan dasar terbentuknya lembaga legislatif di

daerah yang telah berkembang menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).196

Sebelum lembaga legislatif daerah bernama dan berbentuk DPRD, pembentukannya

dahulu di mulai dengan sebutan Komite Nasional Daerah. Komite Nasional Daerah

dibentuk setelah berdirinya Komite Nasional Pusat. Komite Nasional Pusat, sebagaimana

diatur pada Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan

pembantu Presiden dalam kewenangannya untuk menjalankan tugas MPR, DPR dan DPA

sebelum lembaga-lembaga tersebut dapat dibentuk. Secara lebih pastinya, kedudukan dan

tugas Komite Nasional Pusat ditetapkan dalam rapat PPKI tanggal 23 Agustus 1945 yang

intinya dapat diambil dari pidato Presiden Soekarno yang menyatakan bahwa Komite

Nasional baik di pusat maupun daerah-daerah merupakan penjelmaan kebutuhan tujuan

cita-cita bangsa Indonesia, untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang

berkedaulatan rakyat. Suatu kesimpulan dari pernyataan tersebut yang dapat ditarik

adalah bahwa Komite Nasional merupakan penjelmaan pemerintahan demokratis.

Kemudian pada tanggal 16 Oktober 1945 keluarlah Maklumat Wakil Presiden No. X yang

memberikan kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Pusat karena pada saat itu

dibutuhkan suatu lembaga lain untuk bertanggung jawab terhadap nasib Indonesia selain

Pemerintah. Komite Nasional Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Maklumat tersebut

selain memiliki kekuasaan legislatif, juga ikut menetapkan garis-garis besar haluan

negara sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat.197 Melalui Pasal Aturan Peralihan dan Maklumat Wakil Presiden No. X, dapat

disimpulkan bahwa Komite Nasional Pusat pada waktu itu dianggap dan berfungsi

sebagai Dewan Perwakilan Rakyat tingkat pusat.

Perkembangan Komite Nasional Daerah terjadi sebelum Maklumat Wakil Presiden

No. X yang memberikan kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional. Pada tanggal 19

Agustus 1945, pembentukan Komite Nasional Daerah ditetapkan dan tugasnya adalah

untuk membantu gubernur dan residen.198 Dengan Maklumat Wakil Presiden No. X

tersebut, kedudukan dan tugas Komite Nasional Daerah pun berubah. Pada tanggal 20

196 B.N. Marbun, DPRD: Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, ed. revisi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993), hlm. 7.

197 Ibid., hlm. 11. 198 Ibid., hlm. 12.

128

Page 140: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Oktober 1945, Badan Komite Nasional Pusat menetapkan penjelasan mengenai

kedudukan, kewajiban dan kekuasaan badan pekerja yang secara garis besar berisi:

1. Turut menetapkan GBHN bersama-sama dengan Presiden namun tidak ikut

campur terhadap kebijakan Presiden sehari-hari;

2. Menetapkan, bersama-sama dengan Presiden, undang-undang yang boleh

mengenai segala urusan pemerintahan. Namun yang menjalankan undang-undang

tetap Presiden dengan bantuan menteri-menteri dan pegawai-pegawai di

bawahnya. Komite Nasional tidak berhak lagi mengurus hal-hal yang berkenaan

dengan tindakan pemerintah.

Dengan kedudukan yang demikian, maka kedudukan Komite Nasional Pusat adalah

sebagai pembantu Presiden. Komite Nasional Daerah mengikuti perubahan pada pusatnya

dan oleh karena itu juga menjadi pembantu pemerintah, namun di tingkat daerah. Seiring

berjalannya waktu, pengaturan mengenai kedudukan legislatif daerah telah berubah-ubah

dengan penetapan berbagai undang-undang. Contohnya Undang-Undang No. 1 Tahun

1945 tentang Komite Nasional Daerah yang mengubah kedudukannya menjadi badan

legislatif dan bahwa ia diadakan di keresidenan, kota otonom, kabupaten dan lain-lain

daerah yang dianggap perlu oleh Menteri Dalam Negeri.199 Terlebih lagi, Pasal 2 UU

tersebut juga mengubah nama Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan

Rakyat Daerah. Badan Perwakilan Rakyat Daerah ini dipimpin oleh Kepala Daerah dan

bersama dengannya melaksanakan tugas rumah tangga daerah.200 Dengan diubahnya

peran Komite Nasional Daerah menjadi badan legislatif, maka selanjutnya badan tersebut

hanya memiliki tugas untuk membuat peraturan daerah dan tidak lagi mengurus soal

pemerintahan sehari-hari sebagaimana dulu sebagai pembantu Kepala Daerah. Urusan

yang dapat diatur dalam peraturan daerah, menurut isi Berita Republik Indonesia adalah

sebagai berikut:

1. Pembatasan jumlah uang yang dapat dibawa seseorang ke dalam suatu daerah;

2. Pendaftaran perusahaan-perusahaan;

3. Pendaftaran partai-partai dan perkumpulan-perkumpulan lainnya;

4. Pendaftaran bagi orang-orang yang berasal dari daerah lain;

199 Republik Indonesia, Undang-undang tentang Komite Nasional Daerah, UU No. 1 Tahun 1945, Ps. 1.

200 Ibid., Ps. 2.

129

Page 141: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

5. Kewajiban lapor bagi para peninjau yang datang dari luar daerah;

6. Larangan mengangkut barang-barang rumah tangga ke luar daerah;

7. Pendaftaran tenaga ahli;

8. Pendaftaran koperasi;

9. Larangan mengeluarkan dari daerah dan menimbun bahan-bahan penting;

10. Larangan spekulasi perdagangan kapas;

11. Pengawasan terhadap kematian dan sebab-sebabnya;

12. Pengumpulan dana dan ketetapan harga palawija; dan

13. Susunan dan prosedur pemilihan Komite Nasional Daerah.201

Melalui pengaturan tersebut, dapat dilihat bahwa kewenangan Badan Perwakilan

Rakyat Daerah sebagai badan legislatif juga terbatas pada lingkup kewenangan yang

diberikan kepadanya oleh pemerintah pusat. Badan legislatif daerah berubah lagi dengan

Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang ini

memberi penjelasan dan kepastian yang lebih tentang pemerintahan daerah termasuk

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hak dan kewenangan yang dimiliki oleh DPRD di

dalam UU tersebut, cukup luas yang kurang lebih mencakupi kewenangan untuk

mengusulkan pemberhentian Kepala Daerah kepada pemerintah pusat, kewenangan

untuk menjadi atasan Dewan Pemerintah (eksekutif) dan Kepala Daerah dan lain-lain.

Namun UU tersebut tidak berlangsung lama karena perubahan konstitusi dan bentuk

negara. Setelah berhasil melewati permasalahan tersebut, berlaku kembali UUD 1945 di

Indonesia dan lahirlah UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah.

Undang-undang tersebut memperkenalkan sistem otonomi riil di Indonesia. Menurut

penjelasan UU tersebut, sistem otonomi riil adalah suatu sistem ketatanegaraan dalam

penyelenggaraan desentralisasi yang berdasarkan keadaan dan faktor-faktor yang nyata,

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang nyata dari daerah-daerah.202 Ide ini

diciptakan oleh Mr. Kuntjoro Purbopranoto yang berpendapat bahwa otonomi yang

dilimpahkan harus berupa otonomi riil, digantungkan pada kepentingan dan kemampuan

(dalam arti kecakapan dan tenaga manusia) sehingga terdapat keseimbangan yang sehat

antara fungsi dan kemampuan.203

201 B.N. Marbun, DPRD, ed. revisi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993), hlm. 20. 202 Republik Indonesia, Penjelasan Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah,

Penjelasan UU No. 1 Tahun 1957, Ps. 31 ayat (3). 203 B.N. Marbun, DPRD, ed. revisi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993), hlm. 26.

130

Page 142: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Saat ini, mengenai hak dan wewenang DPRD diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. UU tersebut mengatur bahwa DPRD

Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum

yang dipilih melalui pemilihan umum204 dan bahwa DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang memiliki kedudukan sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.205 Fungsi yang

dimiliki DPRD juga telah berubah di mana sekarang fungsinya adalah di bidang legislasi,

anggaran dan pengawasan,206 sebagaimana fungsi DPR.

Perbedaan antara DPR dan DPRD terletak pada sesungguhnya kekuasaan apa yang

dimilikinya. DPR memiliki kekuasaan legislatif yang tidak perlu dipertanyakan. Namun

kekuasaan legislatif yang dimiliki DPRD patut dipertanyakan karena DPRD tidak

memiliki wewenang untuk menghasilkan norma-norma baru sebagaimana wewenang

yang dimiliki lembaga perwakilan rakyat daerah di negara federasi. DPRD dapat

menciptakan peraturan-peraturan namun peraturan tersebut merupakan bagian dari

penyelenggaraan pemerintahan eksekutif. DPRD hanya membuat peraturan-peraturan di

bawah undang-undang bahkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang

mengatasinya. Peraturan-peraturan daerah yang diciptakan tidak dapat bertentangan

dengan peraturan di atasnya, sehingga DPRD tidak berwenang untuk menciptakan

“hukum”. Bila dilihat kewenangannya dari segi tersebut, DPRD sebenarnya memiliki

kekuasaan eksekutif, sebagai pembantu pemerintah.

Fungsi-fungsi DPRD sebelum era Reformasi, saat berlakunya UU No. 5 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

adalah fungsi memilih dan menyeleksi, pengendalian dan pengawasan, pembuatan

peraturan daerah, debat, dan representasi. Di antara fungsi-fungsi tersebut, fungsi debat

merupakan suatu fungsi yang sangat menarik dan menentukan standar anggota DPRD.

Fungsi debat menuntut standar tertentu dari para anggota DPRD. Menurut B.N. Marbun,

204 Republik Indonesia, Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU No. 17 Tahun 2014, LN No. 182 Tahun 2014, TLN No. 5568 Tahun 2014, Ps. 314 dan 363.

205 Ibid., Ps. 315 dan 364. 206 Ibid., Ps. 316 dan 365.

131

Page 143: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

seseorang hanya mungkin berdebat secara produktif apabila memenuhi persyaratan yang

antara lain adalah:

1. kematangan berpikir;

2. latar belakang pendidikan yang memadai;

3. kemampuan berpikir logis dan konseptual;

4. penguasaan teori dan praktek yang memadai;

5. kemampuan berbicara secara komunikatif; dan

6. menguasai teknik berdebat yang positif.207

Kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan oleh setiap anggota DPRD untuk dapat

menjalankan fungsi debat dengan baik dan dengan demikian menjalankan fungsi

pembuatan peraturan daerah serta fungsi lain selayaknya. Perdebatan menjadi penting

karena bila dikaji lebih dalam, kesempatan untuk berdebat akan menghasilkan pikiran-

pikiran matang, mendalam, dan asli atau bahkan inovatif. Tidak mudah untuk melakukan

perdebatan yang dapat menghasilkan pemikiran demikian, oleh karena itu setiap anggota

DPRD dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan tersebut. Dengan anggota-

anggota yang memiliki kemampuan secara intelektual, produk-produk DPRD menjadi

hasil argumen yang nyata demi kesejahteraan masyarakat yang diwakilinya.208 Debat-

debat yang positif tersebut, baik antar anggota DPRD atau antara anggota DPRD dengan

pihak eksekutif, akan merefleksikan kemampuan, integritas, dan rasa tanggung jawab

nasionalis setiap anggota DPRD sehingga dapat dilihat bahwa DPRD merupakan lembaga

yang hidup dan dinamis.209 Inti sari dari pemilihan secara langsung dan pembentukan

suatu lembaga yang mewakili rakyat sebenarnya ada di sini. Lembaga perwakilan rakyat

daerah dipilih secara langsung oleh rakyat karena lembaga ini ada sebagai organ yang

menyuarakan aspirasi rakyat. Dalam memilih wakilnya, rakyat harus mengetahui bahwa

wakil tersebut dapat melakukan kuasa yang diberikan kepadanya dengan baik, serta

dengan itikad baik untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat yang diwakilinya.

Namun pada kenyataannya tidak selalu demikian, masyarakat tidak mengenal wakilnya

dan wakilnya tidak cukup peka untuk mencari tahu aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Untuk itu, kiranya suatu hubungan masyarakat DPRD perlu dijalankan. Dengan mengutip

207 Ibid., hlm. 90. 208 Ibid. 209 Ibid., hlm. 91.

132

Page 144: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

langsung B.N. Marbun, “banyak anggota DPRD yang lupa bahwa setiap diri mereka

masing-masing sebenarnya adalah dan haruslah bertindak sebagai Humas DPRD.”210

3.14 Konsep Dewan Perwakilan Daerah

DPD merupakan lembaga negara yang memiliki kedudukan yang sama dengan DPR

sebagai lembaga perwakilan rakyat. Perbedaannya pada penekanan posisi anggota DPD

sebagai wakil dan representasi daerah (provinsi). Pembentukan DPD sebagai salah satu

institusi negara bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah

untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional, khususnya yang terkait dengan

kepentingan daerah.211 Pembuatan lembaga DPD semula dimaksudkan dalam rangka

mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dengan struktur bikameral itu

diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double-check yang

memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan

dengan basis sosial yang lebih luas. Dewan Perwakilan Rakyat merupakan cermin

representasi politik (political representation), sedangkan DPD mencerminkan prinsip

representasi teritorial atau regional (regional representation).212

Untuk optimalisasi fungsi DPD dalam membawakan misi daerah-daerah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, diperlukan penguatan-penguatan tertentu, yaitu sebagai

lembaga negara yang memiliki kewenangan salah satu kamar di MPR, keberadaan dan

eksistensi kelembagaan harus jelas, bukan sebagai bagian dari organ DPR, sebagaimana

dikatakan oleh Bagir Manan bahwa ondergesclikt terhadap DPR. Dengan demikian

posisi DPD mutlak dan sejajar dengan DPR. Sistem dua kamar (bikameral) dalam

lembaga perwakilan rakyat efektivitasnya ditentukan oleh perimbangan kewenangan

antar-kamar dalam pelaksanaan fungsi parlemen. Perimbangan dalam fungsi legislasi

menjadi faktor utama dalam mekanisme lembaga perwakilan rakyat. Bagaimanapun,

dengan perimbangan itu, terutama dalam sistem dua kamar, dimaksudkan untuk

melaksanakan checks and balances antar kamar di lembaga perwakilan rakyat.

210 Ibid., hlm. 117. 211 Arifin, Firmansyah, et.al., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga

Negara, (Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2005), hlm. 75. 212 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi

(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 140.

133

Page 145: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pandangan Jimly Asshiddiqie, dengan adanya dua majelis di suatu negara dapat

menguntungkan karena dapat menjamin semua produk legislatif dan tindakan-tindakan

pengawasan dapat diperiksa dua kali (double check). Keunggulan sistem double check ini

semakin terasa apabila Majelis Tinggi yang memeriksa dan merevisi suatu rancangan itu

memiliki keanggotaan yang komposisinya berbeda dari Majelis Rendah.213

Bahkan menurut Soewoto Mulyosudarmo, sistem bikameral bukan hanya merujuk

adanya dua dewan dalam satu negara, tetapi dilihat pula dari proses pembuatan undang-

undang yang melalui dua dewan antar kamar, yaitu melalui Majelis Tinggi dan Majelis

Rendah.214 Dari segi produktivitas, kemungkinan sistem dua kamar (yang efektif) akan

lebih produktif karena segala tugas dan wewenang dapat dilakukan oleh kedua kamar

tanpa menunggu atau tergantung pada salah satu kamar saja.215 Berdasarkan penjelasan-

penjelasan tersebut di atas, maka sudah sepantasnya diadakannya penguatan terhadap

lembaga DPD dalam menjalankan fungsi kekuasaan legislatif yang bersentuhan langsung

dengan daerah. Yakni yang meliputi otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan, pemekaran serta penggabungan daerah, perimbangan keuangan pusat dan

daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama.

3.15 Sistem Presidensial

Sejarah Sistem Presidensial

Sebelum MPR mengadakan perubahan terhadap UUD 1945, MPR membentuk Badan

Pekerja MPR yang mempunyai tugas mempersiapkan rancangan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Badan Pekerja MPR ini kemudian membentuk

Panitia Ad Hoc III (pada masa sidang tahun 1999) dan Panitia Ad Hoc I (pada masa

sidang 1999-2000, tahun 2000-2001, tahun 2001-2002, dan tahun 2002-2003). Dalam

prosesnya, Panitia Ad Hoc I menyusun kesepakatan dasar yang berkaitan dengan

213 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, dalam: Saldi Isra, “Penataan Lembaga Perwakilan Rakyat: Sistem Trikameral di Tengah Supremasi Dewan Perwakilan Rakyat”, Jurnal Konstitusi Vol. 1 (2004), hlm 119

214 Suyoto Mulyosudarmo, Pembaruan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, dalam: Saldi Isra, Ibid

215 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Perumusan dan Undang-Undang Pelaksanaanya, (Karawang: Penerbit UNSIKA, 1993), hlm. 2-3.

134

Page 146: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

digunakan sebagai acuan dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945 hingga saat

ini. Terdapat lima butir kesepakatan yang dirumuskan, yaitu:216

1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

4. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh).

5. Perubahan dilakukan dengan cara addendum.

Salah satu yang menjadi tujuan utama dalam melakukan amandemen terhadap UUD

1945 adalah penegasan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini dimaksudkan untuk

memperkuat sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis. Sistem pemerintahan

presidensial telah dipilih oleh para founding father sebagai sistem pemerintahan

Indonesia karena dianggap paling sesuai dengan kondisi Indonesia. Selain itu,

amandemen UUD 1945 dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan

penyelenggaraan negara agar lebih demokratis dan berjalan dengan baik.

Konsep Sistem Pemerintahan Presidensial

Sebagaimana dikatakan Kranenburg dalam Joeniarto bahwa, demokrasi modern dapat

dibagai dalam tiga kelas, tergantung pada hubungan antara organ-organ pemerintahan

yang mewakili tiga fungsi yang berbeda. Klasifikasi tersebut yaitu:

1. Pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan sistem parlementer.

2. Pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan.

3. Pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan disertai pengawasan langsung

oleh rakyat.217

Sedangkan Miriam Budiardjo membedakan kedua sistem ini kedalam dua kelompok,

yaitu: Sistem parlementer (parliamentary executive) dan sistem presidensil dengan fixed

216 Faridah T, Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, http://www.lpmpsulsel.net/v2/attachments/131_Amandemen%20UUD%201945.pdf, (diakses 11 maret 2018)

217 Joeniarto, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1982), hlm. 69.

135

Page 147: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

executive atau non parliamentary executive. Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam

konteks Indonesia, salah satu kesepakatan dalam pelaksanaan amandemen UUD 1945

adalah tetap mempertahankan sistem presidensiil, sekaligus menyempurnakan agar betul-

betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensiil.218 Sistem Presidensiil murni sebagai

model pemerintahan Amerika Serikat pada hakikatnya mempunyai ciri-ciri yaitu:

1. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tunggal.

2. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab di samping

berbagai wewenang konstitusional yang bersifat prerogatif yang lazim melekat

pada jabatan kepala negara (head of state).

3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat (kongres),

karena itu tidak dapat dikenai mosi tidak percaya.

4. Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat oleh kongres, dalam praktik langsung

oleh rakyat, walaupun secara formal dipilih badan pemilih (electoral college).

5. Presiden memangku jabatan empat tahun (fixed), dan hanya dapat dipilih untuk

dua kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun). Dalam hal mengganti jabatan

Presiden yang berhalangan tetap, jabatan tersebut paling lama 10 tahun berturut-

turut.

6. Presiden dapat diberhentikan dari jabatan melalui “impeachment” karena alasan

tersangkut melakukan pengkhianatan, menerima suap, atau melakukan kejahatan

yang serius

Menurut Bagir Manan, sistem presidensiil di Indonesia sebelum amandemen UUD

1945, mempunyai ciri-ciri yang hampir mirip dengan sistem di Amerika Serikat dengan

beberapa ciri khusus, yaitu:219

1. Presiden RI dipilih oleh badan perwakilan rakyat (MPR).

2. Presiden RI tunduk dan bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat

(MPR), tetapi tidak tunduk dan bertanggung jawab kepada DPR. Selain itu,

Presiden RI dapat diberhentikan oleh MPR.

3. Presiden RI dapat dipilih kembali tanpa batas setiap 5 tahun sekali.

218 Jimly Asshiddiqie, 2005, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, (Jakarta: Mahkamah Konsitusi RI, 2005), hlm. 10.

219 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 41.

136

Page 148: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

4. Presiden RI bersama-sama DPR menjalankan kekuasaan membentuk undang-

undang

Meskipun demikian, sistem Presidensiil Pemerintahan RI berdasarkan Undang-

Undang Dasar 1945 pra-amandemen sifatnya tidak murni. Hal ini disebabkan sistem

tersebut bercampur baur dengan elemen-elemen sistem parlementer. Percampuran itu

antara lain tercermin dalam konsep pertanggungjawaban presiden kepada MPR yang

termasuk ke dalam pengertian lembaga parlemen, dengan kemungkinan pemberian

kewenangan kepadanya untuk memberhentikan Presiden dari jabatanya, meskipun bukan

karena alasan hukum. Dalam sistem presidensiil dapat disimpulkan beberapa kewenangan

Presiden yang biasa dirumuskan dalam UUD berbagai negara, yang mencakup lingkup

kewenangan sebagai berikut:220

1. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau menyelenggarakan pemerintahan

berdasarkan UUD (to govern based on the constitution). Bahkan dalam sistem

yang lebih ketat, semua kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh presiden

haruslah didasarkan atas perintah konstitusi dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sehingga kecenderungan discretionary power dibatasi sesempit

mungkin wilayahnya.

2. Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan umum atau

publik (to regulate public affair based on the law and the constitution). Dalam

sistem pemisahan kekuasaan (separation of power), kewenangan untuk mengatur

ini dianggap ada di tangan lembaga perwakilan, bukan di tangan eksekutif. Jika

lembaga eksekutif merasa perlu mengatur, maka kewenangan mengatur di tangan

eksekutif itu bersifat derivatif dari kewenangan legislatif. Artinya, Presiden tidak

boleh menetapkan suatu peraturan yang bersifat mandiri.

3. Kewenangan yang bersifat yudisial dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait

dengan putusan pengadilan, yaitu untuk mengurangi hukuman, memberikan

pengampunan, ataupun menghapuskan tuntutan yang terkait erat dengan

kewenangan pengadilan. Dalam sistem parlementer yang mempunyai kepala

negara, ini biasanya mudah dipahami karena adanya peran simbolik yang berada

220 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005), hlm. 75-77.

137

Page 149: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

di tangan kepala negara. Tetapi dalam sistem presidensiil, kewenangan untuk

memberikan grasi, abolisi dan amnesti itu ditentukan berada di tangan Presiden.

4. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan perhubungan dengan

negara lain atau subjek hukum internasional lainnya dalam konteks hubungan luar

negeri, baik dalam keadaan perang dan damai.

5. Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan memberhentikan

orang dalam jabatan-jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan administrasi negara.

Hal ini disebabkan pula karena presiden juga merupakan kepala eksekutif.

6. Kewenangan dalam bidang keamanan, yakni untuk mengatur polisi dan angkatan

bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam

negeri.221

Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945

Beberapa kondisi yang menandakan dianutnya sistem presidensiil di Indonesia,

yaitu:222

1. Digunakannya istilah ‘Presiden’ sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala

negara. Tidak dikenal adanya pemisahan dua fungsi tersebut, sebagaimana

lazimnya dalam budaya demokrasi parlementer.223

2. Dianutnya prinsip pemisahan kekuasaan, sebagaimana dilihat dalam Pasal 1 ayat

(2), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Hal ini

menandakan, tidak ada satu lembaga pun yang lebih tinggi dari lembaga lainnya.

221 Miriam Budardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 297.

222 Dinoroy Marganda Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Mimbar Hukum, Volume 22 (juni 2010), hlm. 396.

223 Terhadap hal ini, Jimly berpendapat, dalam sistem presidensil saat ini tidak perlu ada lagi pembedaan terhadap kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sebab sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara didalamnya terkandung status kepala negara (head of state) sekaligus kepala pemerintahan (head of government) yang menyatu dan tidak terpisahkan. Namun jika dipandang dari paham negara hukum, dan prinsip rule of law, dapat dikatakan secara simbolik, yang dinamakan kepala negara dalam sistem presidensil itu adalah konstitusi. Dengan kata lain, kepala negara dari negara konstitusional Indonesia adalah UUD. Presiden dan wapres cukup disebut sebagai presiden dan wapres saja, tidak perlu membedakan kapan berperan sebagai kepala pemerintahan dan kapan berperan sebagai kepala negara seperti dalam kebiasaan sistem parlementer. Dalam sistem kenegaraan constitutional democratic republic, kedudukan konstitusi pada dasarnya merupkan Kepala Negara yang sesungguhnya. Lihat Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi dan Konstitusionalisme”, http://www.jimly.com, www.jimly.com/pemikiran/getbuku/9, diakses pada tanggal 11 maret 2018.

138

Page 150: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Semua lembaga negara yang termasuk main organ berada dalam kedudukan yang

setara dengan fungi masing-masing.

3. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan menggunakan sistem pemilihan

langsung oleh rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 6A. Format pemilihan

umum yang terpisah antara pemilu legislatif dan Presiden dan Wapres turut

menandakan dianutnya sistem presidensiil. Sebab, jika pada pemilu legislatif

salah satu partai menguasai kursi parlemen (meskipun tidak mayoritas), tidak

otomatis menjadikan pemimpin partai tersebut menjadi seorang kepala

pemerintahan. Sebagaimana lazimnya dalam budaya demokrasi parlementer.

4. Kewenangan Presiden dalam legislasi yang hanya menjadi pengusul sebuah RUU

kepada DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1). Hal ini berbeda dengan

format kewenangan legislasi yang sebelumnya diatur dalam UUD 1945 pra-

amandemen, di mana kekuasaan legislasi pada dasarnya berada di tangan

Presiden.

5. Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif Presiden

tanpa perlu mekanisme persetujuan dari DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 17

ayat (2). Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di

tangan Presiden.

6. Penggunaan “fixed tenure of office” untuk Presiden dan Wakil Presiden yaitu 5

(lima) tahun. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 7.

7. Lama jabatan tersebut ditegaskan pula dalam Pasal 3 ayat (3), yang menyatakan

bahwa, MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden

dalam masa jabatannya menurut UUD. Yang tidak lain adalah mekanisme

impeachment, sebagaimana diatur pula dalam Pasal 7A.

8. Presiden tidak bertanggung jawab kepada lembaga politik tertentu tetapi langsung

kepada rakyat pemilihnya. Sebagai konsekuensi legal dan politis dari dianutnya

sistem pemilihan secara langsung bagi Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun

secara praktek, Presiden pada setiap akhir tahun tetap membacakan laporan

kinerja di hadapan DPR. Namun hal itu bukan merupakan mekanisme

pertanggungjawaban sebagaimana eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen

dalam sistem parlementer.

139

Page 151: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Negara demokrasi seperti Indonesia tentu saja menjunjung tinggi penyaluran aspirasi

masyarakat dalam jalannya kehidupan bernegara. Karena hal itulah inti dari demokrasi,

dari, oleh dan untuk rakyat itu sendiri. Salah satu bentuk penyaluran aspirasi rakyat adalah

melalui partai politik. Dalam perjalanan sejarah, banyak sekali peran partai politik dalam

membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Seiring berjalannya waktu, partai

politik pun bertambah. Di satu sisi, ada yang mensyukuri banyaknya partai politik karena

mengindikasikan penyaluran aspirasi berjalan dengan lancar. Namun ada pula yang

menolak dengan alasan bahwa semakin banyaknya partai politik maka semakin banyak

pendapat yang berbeda sehingga menghambat jalannya pemerintahan.

Di negara yang bersifat heterogen seperti Indonesia, multipartai merupakan

konsekuensi logis akibat banyaknya pendapat yang ada. Banyaknya partai yang ada

seharusnya tidak perlu dipikirkan. Pembatasannya pun hanya akan memotong hak

konstitusional masyarakat untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Yang perlu

dibenahi adalah bagaimana mengelola multipartai itu sendiri. Oleh sebab itu, perlu

pengaturan ulang mengenai mekanisme pengambilan suara di parlemen agar

pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

140

Page 152: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Integrasi Rezim Pemilu

Diskursus mengenai Pilkada yang masuk dalam rezim Pemilihan Umum atau tidak

bermula pada pengalihan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari

Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi yang seharusnya hanya diberikan

kewenangan konstitusional berupa penyelesaian sengketa hasil Pemilihan Umum,

bermula dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072-73/PUU-II/2004, yang mana

dalam halaman 114 angka 6 putusan tersebut Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan

antara lain, sebagai berikut, "Sebagai akibat logis dari pendapat Para Pemohon yang

menyatakan bahwa Pilkada langsung adalah Pemilu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22E UUD 1945 yang dijabarkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 maka

perselisihan mengenai hasil pemilu, menurut Para Pemohon harus diputus oleh

Mahkamah Konstitusi. Tentang permohonan Para Pemohon untuk menyatakan Pasal

106 ayat (1) sampai dengan ayat (7) sebagai bertentangan dengan UUD 1945,

Mahkamah berpendapat bahwa secara konstitusional, pembuat undang-undang dapat

saja memastikan bahwa Pilkada langsung itu merupakan perluasan pengertian Pemilu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945, sehingga oleh karena itu,

perselisihan mengenai hasilnya menjadi bagian dari kewenangan Mahkamah Konstitusi

dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Namun pembentuk undang-undang

juga dapat menentukan bahwa Pilkada langsung itu bukan Pemilu dalam arti formal

yang disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 sehingga perselisihan hasilnya ditentukan

sebagai tambahan kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana dimungkinkan Pasal

24A ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, "Mahkamah Agung berwenang mengadili pada

tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh

undang-undang."”

Meskipun dalam pertimbangan putusan tersebut di atas Mahkamah tidak secara tegas

menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung termasuk dalam kategori

pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, namun

Mahkamah memberi ruang kepada pembentuk Undang-Undang untuk memperluas

141

Page 153: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

makna pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 dengan

memasukkan pemilihan kepala daerah. Pun dalam putusan Mahkamah tersebut, terdapat

tiga hakim konstitusi yaitu H. M. Laica Marzuki, A. Mukthie Fadjar dan Maruarar

Siahaan yang memberikan dissenting opinion yang memasukkan pemilihan kepala daerah

secara langsung oleh rakyat sebagai bagian dari rezim hukum pemilihan umum.

Berdasarkan putusan Mahkamah itulah kemudian pembentuk Undang-Undang melalui

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

memasukkan pemilihan kepala daerah dalam rezim pemilihan umum, kemudian

mengalihkan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah Agung ke

Mahkamah Konstitusi dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU No. 48 Tahun 2009

menambahkan satu kewenangan lain dari Mahkamah Konstitusi yaitu menyelesaikan

perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.

Namun walaupun Mahkamah Konstitusi telah memberikan ruang kebebasan bagi

pembentuk Undang-Undang untuk memasukkan atau tidak memasukkan pemilihan

kepala daerah sebagai bagian dari rezim pemilihan umum berdasarkan putusan

Mahkamah tersebut di atas, akan tetapi Mahkamah Konstitusi kemudian

mempertimbangkan kembali segala aspek yang terkait dengan pemilihan kepala daerah

dari segi original intent, makna teks, dan sistematika pengaturannya dalam UUD 1945,

maupun perkembangan putusan Mahkamah dalam rangka membangun sistem yang

konsisten sesuai dengan UUD 1945. Hal ini menjadi sangat penting mengingat ketentuan

mengenai lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945 dan kewenangannya

masing-masing harus secara rigid mengikuti norma konstitusi. Dalam putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 1-2/PUU-XII/2014, Mahkamah antara lain mempertimbangkan

sebagai berikut:

“Selain itu dalam rangka menjaga sistem ketatanegaraan yang menyangkut

hubungan antar lembaga negara yang diatur oleh UUD 1945 sebagai hukum

tertinggi, Mahkamah harus menggunakan pendekatan yang rigid sejauh UUD

1945 telah mengatur secara jelas kewenangan atributif masing-masing lembaga

tersebut. Dalam hal Mahkamah terpaksa harus melakukan penafsiran atas

ketentuan yang mengatur sebuah lembaga negara, maka Mahkamah harus

menerapkan penafsiran original intent, tekstual, dan gramatikal yang

komprehensif yang tidak boleh menyimpang dari apa yang telah secara jelas

142

Page 154: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tersurat dalam UUD 1945 termasuk juga ketentuan tentang kewenangan lembaga

negara yang ditetapkan oleh UUD 1945."

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah dalam memahami

kewenangan Mahkamah Konstitusi yang ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945,

harus kembali melihat makna teks, original intent, makna gramatikal yang komprehensif

terhadap UUD 1945. Oleh karena itu, sebagaimana telah diuraikan tersebut di atas,

pemilihan umum menurut Pasal 22E UUD 1945, harus dimaknai secara limitatif yaitu

pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih anggota DRPD, DPD, Presiden

dan Wakil Presiden serta DPRD dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Makna

tersebut dipegang teguh dalam Putusan Mahkamah Nomor 14/PUU-XI/2013 antara lain,

"Apabila diteliti lebih lanjut, makna asli yang dikehendaki oleh para perumus perubahan

UUD 1945, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan Pemilihan Presiden adalah

dilakukan serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan. Pada bagian lain,

putusan tersebut Mahkamah mempertimbangkan bahwa Pasal 22 ayat (2) UUD 1945

yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum berada dalam satu

tarikan nafas, yakni, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.”

Berdasarkan putusan tersebut yang dimaksud pemilihan umum setiap lima tahun

sekali pada Pasal 22E UUD 1945 adalah pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD,

serta Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan setiap lima tahun sekali. Dengan

demikian jika memasukkan pemilihan kepala daerah menjadi bagian dari pemilihan

umum, akan menjadikan Pemilu tidak saja setiap lima tahun sekali, tetapi berkali-kali

karena pemilihan kepala daerah sangat banyak dilakukan dalam setiap lima tahun dengan

waktu yang berbeda-beda.224 Hubungan antara sistem pemilu, kepartaian dan demokrasi

presidensial sangat erat satu sama lain. Hubungan itu antara lain terlihat dari: pertama,

apakah pemilu menghasilkan kekuatan mayoritas di parlemen atau minimal

menumbuhkan bentuk koalisi yang lebih stabil dalam melahirkan sistem presidensial

yang kuat dan efisien. Kedua, apakah sistem pemilu—dalam ruang bikameral (DPR dan

224 Mahkamah Konstitusi, “Bukan Kewenangan Konstitusional”, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=12810#.Wq__WqhubIU

143

Page 155: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

DPD) semakin memperkokoh bangunan demokrasi presidensial. Ketiga, apakah hasil

pemilu melahirkan perwakilan politik yang mendorong stabilitas politik dalam upaya

checks and balances antara eksekutif dan legislatif. Keempat, apakah partai sebagai salah

satu pilar utama demokrasi presidensial bekerja dan berperan dalam kerangka sistem

kepartaian—dalam berkompetisi dan bekerja sama—dalam ruang sistem presidensial,

yang didalamnya terdapat proses intermediasi yang menghubungkan antara pembilahan

sosial dan pemerintahan, masyarakat dan negara, serta dalam proses-proses distribusi

kekuasaan negara. Namun secara hakikat dan ideal menurut Prof. Topo Santoso,

pemilihan kepala daerah pun merupakan bagian dari rezim pemilu.225 Hal ini akan secara

efektif berimplikasi pada penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui badan

peradilan pemilihan umum yakni Mahkamah Pemilu yang dicanangkan Tim Perumus.

4.2 Sistem Pemilu

Landasan mengenai pemilihan umum di Indonesia dapat ditemukan secara tersirat

dalam Pembukaan UUD 1945 khususnya paragraf keempat yang berisikan Pancasila. Sila

keempat berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan." Sila tersebutlah yang memberikan dasar demokratis

berasaskan pancasila terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Ketentuan

konstitutional dalam Pancasila, Pembukaan dan juga Batang UUD 1945 mengisyaratkan

proses atau mekanisme kegiatan nasional dengan siklus 5 tahunan. Salah satu mekanisme

kegiatan nasional atau program nasional adalah Pemilu yang harus dilaksanakan tiap 5

tahun, betapapun mahalnya harga Pemilu itu.226

Sebelum dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, ketentuan mengenai pemilu

hanya diatur dan dapat dikembangan dari Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, Pasal 7 UUD 1945,

Penjelasan Pasal 3 UUD 1945 dan Pasal 19 UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

sebelum perubahan menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan

sepenuhnay oleh MPR. Syarat kedaulatan rakyat adalah pemilihan umum. Kemudian

Pasal 7 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang

jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Penjelasan Pasal 3

226 Sri Soemantri M., "Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan Indonesia," dalam Majalah PERSAHI, No. Ketiga, Januari 1990.

144

Page 156: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

UUD 1945 menyatakan bahwa sekali dalam lima tahun Majelis memperhatikan segala

hal yang terjadi. Dari Pasal 7 dan Pasal 3 UUD 1945 dapat dikembangkan bahwa

pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Lalu Pasal 19 UUD

1945 menetapkan bahwa susuan DPR ditetapkan dengan undang-undang dan undang-

undang yang dimaksud di sini berarti mengatur pemilihan umum.

Setelah dilakukannya Perubahan UUD 1945 oleh MPR pada Sidang Tahunan

2001, masalah pemilihan umum mulai diatur secara tegas dalam UUD 1945 Bab VIIB

tentang Pemilu. Pasal 22E menetapkan sebagai berikut:

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur

dan adil setiap lima tahun sekali.

(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah

adalah perseorangan.

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang

bersifat nasional, tetap dan mandiri.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-

undang.227

Ketentuan-ketentuan mengenai pemilihan umum tersebut diperjelas lagi dalam

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VII/2009. Putusan MK tersebut menyatakan

ketentuan UUD 1945 memberikan rambu-rambu mengenai Pemilu yang meliputi:

a) Pemilu dilaksanakan secara periodik lima tahun sekali;

b) Pemilu menganut asas luber dan jurdil;

c) Tujuan Pemilu adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD,

serta Presiden dan Wakil Presiden;

d) Peserta Pemilu meliputi partai politik dan perseorangan;

e) Tentang penyelenggara Pemilu.

227 Republik Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 22E.

145

Page 157: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Selain itu, Putusan MK tersebut juga menyatakan bahwa hal-hal lain seperti yang terkait

dengan sistem Pemilu, daerah pemilihan, syarat peserta, dan sebagainya didelegasikan

kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan kebijakan hukum. Kebijakan

hukum (legal policy) tersebut dapat dibuat sepanjang tidak bertentangan atau

menegasikan prinsip kedaulatan rakyat, persamaan, keadilan, dan nondiskriminasi

sebagaimana terkandung dalam UUD 1945. 228

Selain dalam Pasal 22E, ketentuan mengenai Pemilihan Umum juga diatur dalam

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 mengenai pemilihan kepala daerah. Pasal tersebut

menegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.229 Adanya

ketentuan mengenai pemilihan umum dalam UUD 1945 dimaksudkan untuk memberi

landasan hukum yang lebih kuat bagi pemilu sebagai salah satu metode pelaksanaan

kedaulatan rakyat. Dengan adanya ketentuan yang ditetapkan melalui Undang-undang

Dasar tentu penyelenggaran pemilu secara teratur reguler yaitu per lima tahun, proses dan

mekanisme serta kualitas penyelenggaran pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur dan adil dapat terjamin.

Di Indonesia seringkali orang mencampuradukkan antara electoral laws dengan

electoral processes. Di ilmu politik, yang disebut dengan electoral laws adalah "those

which govern the processes by which electoral preferences are articulated as votes and

by which these votes are translates into distribution of governmental authority (typically

parliamentary seats) among the competing political parties."230 Dapat diartikan dari

kutipan tersebut bahwa electoral laws adalah sistem pemilihan dan aturan yang menata

bagaimana Pemilu dijalankan serta distribusi hasil pemilihan umum. Sedangkan electoral

process adalah mekanisme yang dijalankan di dalam pemilihan umum, seperti

mekanisme penentuan calon, dan cara melakukan kampanye. Menurut Affan Gafar,

sistem pemilihan tidak mempunyai kaitan dengan sistem kepartaian di Indonesia. Proses

dan mekanisme pemilihanlah yang mempengaruhi dan membawa konsekuensi terhadap

228 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Konpress, 2012), hlm. 26. 229 Republik Indonesia, Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Ps. 18 ayat (4). 230 Affan Gafar, "Sistem Pemilihan Umum di Indonesia Beberapa Catatan Kritis," dalam Dahlan

Thaid dan Ni'matul Huda (ed.), Pemilu dan Lembaga Perwakilan dalam Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Jurusan HTN Fakultas Hukum UII, 1992), hlm. 31.

146

Page 158: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

sistem kepartaian. Gafar memiliki dua alasan yang mendasari pendapat tersebut yaitu

pertama, sejak tahun 1973 Indonesia sudah menganut sistem tiga partai yang merupakan

hasil reformasi sistem kepartaian yang dibuat oleh pemerintah, bukan suatu kejadian yang

terjadi secara alamiah. Akibatnya karena adanya peraturan tersebut, maka sudah tidak

mungkin untuk membentuk partai politik yang baru kecuali apabila undang-undangnya

diubah. Kedua adalah mekanisme dan proses pemilihan umum yang tidak kompetitif telah

berhasil membuat hegemoni partai politik. Proses pemilihan umum tersebut mencakup

rekrutmen calon-calon yang tidak terbuka teutama untuk partai-partai politik yang non-

pemerintah. Dalam proses rekrutmen, partai yang non-pemerintah tidak memiliki

kebebasan untuk menampilkan calon-calon yang mempunyai kualitas tinggi dengan

kharisma tinggi sehingga mampu menarik dukungan massa yang diharapkan dan

dibutuhkan. Hal tersebut terjadai karena besarnya peran Lembaga Pemilihan Umum dan

Kopkamtib dalam menyaring calon-calon yang diajukan oleh suatu partai.

Setelah adanya perubahan situasi politik ke arah Reformasi mulai pada tahun

1998, dilaksanakanlah pemilu pada tahun 1999 yang disiapkan dalam waktu singkat,

terlaksana relatif secara bebas, jujur dan adil apabila dibandingkan dengan pelaksanaan

Pemilu pada rezim Orde Baru. Walaupun demikian, Pemilu pada tahun 1999 tersebut

meruapakn pancangan awal menuju terbentuknya tatanan politik baru yang demokratis;

tatanan politik yang mampu menjamin pemenuhan hak-hak politik rakyat sebagai suatu

pencerminan prinsip kedaulatan rakyat.

Pemilihan umum 1999 hanya langkah awal dan belum mampu menjadi sarana

partisipasi politik rakyat. Pemilu harusnya merupakan aktualisasi nyata demokrasi di

mana rakyat bisa menyatakan kedaulatannya terhadap negara dan pemerintahan. Melalui

Pemilu ini rakyat menentukan siapa yang menjalankan dan mengawasi jalannya

pemerintahan negara. Rakyat memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-

wakilnya di sini. Permasalahannya pada Pemilu 1999 hanya karena persiapan perangkat

undang-undangnya masih memihak status quo dan tidak mencerminkan amanat

reformasi. Pemilu tersebut disiapkan secara tergesa-gesa sehingga tidak memberi

kesempatan kepada partai politik untuk melakukan sosialisasi program kepada

masyarakat luas. Perangkat perundang-undangan yang disiapkan masih banyak

kepentingan partai Orde Baru.

Mengenai sistem pengisian anggota badan perwakilan, secara teoritis cara yang

147

Page 159: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

biasa dianut adalah melalui pengangkatan atau penunjukan. Sistem tersebut biasanya

disebut sistem pemilihan organis dan pemilihan umum yang biasa disebut sebagai sistem

pemilihan mekanis. Wolhoff menyampaikan bahwa dalam sistem organisme rakyat

dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka warna

persekutuan hidup seperti genealogi, dan teritorial, fungsional spesial, dan lapisan-

lapisan. Masyarakat dipandang sebagai suatu organisasi yang terdiri dari organ-organ

yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam kesatuan persekutuan-

persekutuan hidup tersebut. Persekutuan hidup ini adalah pengendali hak pilih atau lebih

tepatnya lagi sebagai hak untuk mengutus wakil-wakil kepada perwakilan rakyat. Badan

perwakilan menurut sistem organisme ini bersifat badan perwakilan kepentingan-

kepentingan khusus persekutuan hidup yang biasa disebut Dewan Korporatif.231 Menurut

Wolhoff dalam sistem pemilihan mekanis, rakyat dipandang sebagai massa individu-

individu yang sama. Individu inilah sebagai pengendali hak pilih aktif karena masing-

masing dapat mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan untuk satu lembaga

perwakilan. Sistem pemilihan mekanis biasanya dilaksanakan dengan tiga sistem

pemilihan umum yaitu:232

6. Sistem Distrik:

Dalam sistem ini, daerah pemilihan dibagi ke dalam wilayah-wilayah (distrik)

pemilihan berdasarkan kesatuan geografis atas dasar perhitungan jumlah

penduduk tertentu. Pembagian atas dasar jumlah penduduk itu dilakukan secara

seimbang misalnya setiap 50.000 penduduk diwakili oleh seorang wakil tunggal

(single member constituency) yang dipilih atas dasar perhitungan suara terbanyak.

Segi positif dari sistem distrik ini adalah bahwa hubungan antara si pemilih dan

wakilnya menjadi dekat dan oleh karena itu, partai-partai politik tidak berani

untuk mencalonkan wakil yang tidak populer dalam distri tersebut. Karena itu,

terpilihnya seorang wakil adalah karena kualitas dan popularitasnya, popularitas

partai politiknya menjadi tidak relevan. Selain itu, sistem distrik mendorong

bersatunya partai-partai politik karena calon yang terpilih hanya satu, karena itu

231 Ni'Matul Huda dan Imam Nasef, Penataan Demokrasi dan Pemilu di Indonesia Pasca-Reformasi, ed. 1 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 46.

232 Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press, 1996), hlm. 26-28.

1

148

Page 160: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

beberapa partai politik lain terpaksa bergabung untuk mencalonkan seorang yang

lebih populer dan berkualitas. Terlebih lagi, karena partai politik menjadi tidak

begitu relevan dalam sistem ini, akan terjadi penyederhanaan jumlah partai

politik. Terakhir, organisasi penyelenggara pemilihan dengan sistem distrik lebih

sederhana sehingga tidak perlu banyak orang untuk menyelenggaran pemilihan.

Namun terdapat beberapa sisi negatif juga dari sistem distrik yaitu kemungkinan

besar banyaknya suara yang terbuang dan akan menjadi sulit bagi partai-partai

kecil dan golongan minoritas untuk mempunyai wakil di Lembaga

Perwakilan233;

7. Sistem Proporsional:

Sistem pemilihan proporsional adalah suatu sistem di mana kursi yang tersedia di

parlemen dibagikan kepada partai-partai politik sesuai dengan imbangan

perolehan suara yang didapat partai politik atau organisasi peserta pemilihan

bersangkutan. Sistem pemilihan ini juga sering disebut sebagai sistem berimbang.

Dalam sistem proporsional, wilayah suatu negara dibagi-bagi dalam daerah-

daerah pemilihan. Daerah-daerah pemilihan ini akan mendapat sejumlah kursi

yang harus diperebutkan, memiliki luas daerah pemilihan, pertimbangan politik

dan sebagainya. Karena jumlah kursi yang dimiliki tiap daerah pemilihan lebih

dari satu maka sistem pemilihan proporsional juga disebut "multi-member

constituency". Sisa suara yang dimiliki masing-masing peserta pemilihan umum

di daerah pemilihan tertentu tidak dapat digabungkan dengan sisa suara di daerah

pemilihan lainnya.234 Beberapa hal positif mengenai sistem proporsional ini

adalah suara yang terbuang lebih sedikit dan partai-partai politik kecil atau

minoritas kemungkinan besar mendapatkan kursi di parlemen. Sisi negatif dari

sistem ini yang patut dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

4. mempermudah fragmentasi partai politik yang akan menimbulkan partai-

partai politik baru. Sistem ini tidak menjurus ke arah integrasi golongan-

golongan masyarakat justru memiliki kecenderungan untuk mempertajam

233 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hlm. 180.

234 Sri Soematri M., "Pelaksanaan Pemilu Indonesia (Menelusuri UU Pemilihan dan UU Partai Politik dan Golkar)," dalam Dahlan Thaib dan Ni'matul Huda (ed.), Pemilu dan Lembaga Perwakilan dalam Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Jurusan HTN Fakultas Hukum UII, 1992), hlm. 22.

2

1).

149

Page 161: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

perbedaan yang ada dan karena itu kurang terdorong untuk mencari dan

memanfaatkan persamaan;

5. setiap calon yang terpilih menjadi anggota parlemen akan merasa dirinya lebih

terikat kepada partai politik yang mencalonkan dan kurang merasakan

loyalitasnya kepada rakyat yang secara teori diwakilinya;

6. banyaknya partai politik mempersulit pembentukan pemerintah yang stabil,

terlebih lagi dalam sistem pemerintahan parlementer karena pembentukan

pemerintah/kabinet harus dilakukan dengan kerja sama antara berbagai partai

politik itu;235

8. Sistim Campuran:

Dalam sistem ini, kelemahan kedua sistem di atas dicoba untuk diatasi. Misalnya

menerapkan sistem distrik dengan menyediakan kursi mutlak untuk minoritas

seperti yang diterapkan di Singapura atau seperti di Jerman dimana setengah dari

anggota parlemen dipilih dengan sistem distrik dan setengahnya lagi dipilih

dengan sistem proporsional.

Dalam sejarah politik Indonesia, dapat dilihat bahwa usaha-usaha untuk

menggunakan sistem pemilihan umum mayoritas untuk memilih anggota parlemen atau

DPR selalu tidak membuahkan hasil yang maksimal. Dalam Pasal 22E ayat (3) Perubahan

Ketiga UUD 1945, telah ditetapkan bahwa peserta pemilu untuk anggota DPR dan DPRD

adalah partai politik. Dengan ketentuan tersebut, secara implisit dapat ditarik kesimpulan

bahwa sistem yang dianut di Indonesia adalah sistem pemilihan proporsional.236 Di

Indonesia, sistem yang digunakan adalah List Proportional Representation with Open

List System. Dalam sistem list proportional representation ini, proses mentransfer suara

ke kursi bisa dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan rata-rata tertinggi atau dengan

pembagi (devisor) dan suara sisa terbesar (largest remainder) atau kuota.237 Indonesia

mengadopsi cara largest remainder dalam mentransfer suara menjadi kursi di legislatif.

Langkah-langkahnya adalah dengan menentukan kuota suara dan besarnya kursi yang

235 Ni'Matul Huda dan Imam Nasef, Penataan Demokrasi..., ed. 1 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 47.

236 Andrew Reynold dan August Mellaz, Pemilu Indonesia: Mendiskusikan Penguatan Sistem, (Jakarta: IDEA, 2011), hlm. 2.

237 Dian Agung Wicaksono, "Metode Konversi Suara Menjadi Kursi dalam Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia," dalam Jurnal Rechts Vinding, Vol. 3 No. 1, Apr 2014, hlm. 76.

2).

3).

3

150

Page 162: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

diperoleh masing-masing partai berdasarkan jumlah suara yang diperoleh. Sisa suara

yang belum terbagi akan diberikan kepada partai politik yang mempunyai suara

terbesar.238 Dengan demikian, lebih sedikit suara yang terbuang dan partai politik kecil

atau minoritas dapat terwakili di lembaga perwakilan.

Dalam tulisan Andrew E., pemilu di Indonesia sejak Pemilu 1955 hingga 2004

menganut sistem proposional dengan metode perhitungan Largest Remainder. Pemilu

tersebut adalah bagi pemilu legislatif yaitu anggota DPR dan DPRD. Sedangkan untuk

pemilu DPD diselenggarakan dengan sistem distrik berwakil banyak.239 Cara perhitungan

metode hare quota dapat dilakukan dengan dua tahapan yaitu menentukan kuota atau

Bilangan Pembagi Pemilih di Indonesia dan kemudian sisa kursi dibagi kepada pemilik

sisa suara terbesar dan seterusnya, sampai suaranya habis.

4.3 Penarikan Kembali Wakil Rakyat oleh Warga Negara (Constituent Recall)

Recall secara harafiah berarti penarikan kembali secara resmi. Dalam kerangka

hukum ketatanegaraan, recall juga dikenal sebagai recall election, recall referendum atau

representative recall sebagai prosedur dari mana pemilih dapat “menurunkan” seorang

pejabat terpilih melalui pemilihan langsung sebelum masa kerja pejabat tersebut telah

berakhir.240 Di beberapa negara lain, recall dilakukan terhadap para wakil-wakil rakyat

yang tidak hanya mencakup anggota legislatif namun juga kepala daerah seperti walikota

dan gubernur. Konstitusi Kolombia mencantumkan pengaturan recall referendum pada

tahun 1991 untuk menyikapi pergerakan yang dikenal sebagai “la septima papeleta”

sebuah tuntutan dari rakyat Kolombia untuk reformasi konstitusi agar menghentikan

kekerasan, terorisme yang berkaitan dengan narkotika, korupsi, dan meningkatnya

ketidakpedulian warga negara. Para kandidat wakil rakyat harus menyerahkan rancangan

pemerintahan yang menjadi dasar dari recall apabila dikehendaki oleh rakyat. Kehendak

rakyat sendiri disalurkan melalui petisi, dan mekanisme recall hanya dapat dipicu apabila

238 Ibid., hlm 77. 239 Ni'Matul Huda dan Imam Nasef, Penataan Demokrasi..., ed. 1 (Jakarta: Kencana, 2017), hlm.

49. 240 RM. A.B. Kusuma, 2011, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Versus Sistem Presidensial

“Orde Reformasi”, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, h. 102.

151

Page 163: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

jumlah partisipan dalam petisi tersebut melebihi ambang batas (threshold) yang

ditetapkan. Threshold tersebut berubah-ubah berdasarkan undang-undang.241

Dalam Pasal 14 konstitusi Latvia, jika sepersepuluh dari pemilih memulai suatu

referendum untuk menarik kembali Saiema (parlemen) maka mekanisme recall dapat

dilakukan dengan beberapa ketentuan lain seperti kapan referendum nasional untuk

menarik keseluruhan parlemen dapat dilakukan. Namun rakyat tidak memiliki hak untuk

menarik anggota individual dari Saiema. Sedangkan di Pasal 10 konstitusi Filipina, rakyat

dapat menarik kembali pejabat daerah. Mekanisme tersebut dimulai dengan minimal 25%

para pemilih dalam satu daerah menandatangani petisi. Dalam pengaturan ini, wilayah

Mindanao dikecualikan.242

Meskipun di Indonesia sendiri belum ada padanannya secara langsung, namun

mekanisme “penarikan kembali” dimaknai di Indonesia sebagai pemberhentian seorang

anggota parlemen melalui penggantian antar waku (PAW) atas dasar Pasal 22 B Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan

bahwa “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang

syarat-syarat dan ketentuannya diatur dalam undang-undang.” Mekanisme tersebut

diperinci lebih lanjut243 dalam Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (UU MD3) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol).

Berdasarkan kerangka hukum yang ada, kendali recall anggota-anggota parlemen berada

di tangan partai politik. Hal tersebut menegaskan kembali peran partai politik yang

signifikan dalam kancah demokrasi dan dinamika politik Indonesia dan seakan-akan

241 Yanina Welp &Juan Pablo Milanese, Playing by the rules of the game: partisan use of recall referendums in Colombia, Democratization

242 Michael Bueza, “Fast Facts: The recall process,” Rappler, https://www.rappler.com/newsbreak/iq/70044-fast-facts-process-recall diakses pada 18 Maret, 2018

243PAW hanya dapat dilakukan dengan ketentuan: meninggal dunia; mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri secara tertulis; dan diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. Untuk dapat diberhentikan sebagai anggota DPRD terdapat beberapa kriteria yaitu: tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap; tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon Anggota DPRD; dinyatakan melanggar sumpah/janji, kode etik DPRD, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai Anggota DPRD; melanggar larangan rangkap jabatan; dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara. Indonesia, Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerha, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 17 tahun 2014, LN XXX TLN XXX, Ps. 239

152

Page 164: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mereduksi peran rakyat yang hanya menjadi pelengkap saat masa-masa pemilihan umum.

Begitu seorang wakil rakyat terpilih, tali yang menghubungkannya dengan rakyat

menjadi begitu tipis sehingga para elite partai politik menjadi alpa untuk

memperhitungkan kepentingan dan aspirasi dari konstituen politik mereka. Peran rakyat

hanya sebagai salah satu pihak yang dapat mengadukan perilaku menyimpang dari

anggota lembaga-lembaga perwakilan, sehingga efektivitas partai politik dan kesesuaian

kinerjanya dengan keinginan maupun kebutuhan rakyat sejatinya bergantung sepenuhnya

pada kehendak dan responsivitas partai dalam mendengar aspirasi masyarakat.

Sayangnya, dalam realitanya partai justru sering digunakan sebagai tameng yang

melindungi anggotanya yang bermasalah dengan hukum dan tidak mengikuti konsep

ideal partai politik sebagai manifestasi spektrum politik rakyat.

Sehingga dapat diidentifikasi kritik utama terhadap hak recall yang berada di tangan

partai politik yaitu bahwa hal tersebut membuktikan adanya inkonsistensi paradigma

sistem kedaulatan rakyat yang dibangun melalui pemilihan umum. Mekanisme pergantian

antar waktu yang ada bahkan dapat dibilang menyimpang dari sila keempat Pancasila

yang mensyaratkan adanya tiga unsur krusial yaitu kedaulatan rakyat, permusyawaratan,

dan pelaksanaannya dengan hikmat-kebijaksanaan dalam pelaksanaan demokrasi

perwakilan.244 Posisi rakyat sebagai pemilih yang dianugerahkan oleh hak berpolitik yang

melekat pada eksistensi tiap-tiap orang seharusnya dijalankan secara paripurna dari awal

life-cycle politik seorang wakil rakyat sampai akhir dari siklus tersebut, ini termasuk

apabila adanya pelanggaran, penyelewengan, kegagalan pemenuhan ekspektasi oleh

wakil rakyat tersebut sehingga siklus tersebut harus terhenti sebelum waktu semestinya.

Jika didalami, landasan dari hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam tiap fase politik

wakilnya didasari atas hak untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara

sebagaimana diberikan oleh Pasal 28C ayat (2) UUD NRI 1945.245

244Iswatul Hasanah, Dr. Jazim Hamidi, S.H., M.H.m Tunggul Anshari S.N., S.H., M.H., “Recall Partisipatif (Paradigma Asas Musyawarah Mufakat dalam Mekanisme Pemberhentian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia)”

245“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam hal ini memilih pemimpin merupakan salah satu upaya untuk membangun bangsa dan negara, dan secara konstitusional dilindungi oleh undangundang dasar.” Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 28C ayat (2)

153

Page 165: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Professor Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa sistem recall sepatutnya ditinjau

kembali dan menggantikan party recall yang dianut dengan sistem constituent recall.246

Hal tersebut agar para wakil-wakil rakyat yang menduduki posisi pemangku kekuasaan

tidak menjadi bulan-bulanan dari pergejolakan politik internal partai yang cenderung

arbitrer mengikuti kehendak pihak yang memangku kekuasaan dan pengaruh paling

banyak. Untuk mencegah adanya disparitas kedudukan akibat ketimpangan kekuasaan

antara para wakil rakyat dan rakyat yang memilihnya sehingga diperlukan suatu

keputusan aktif untuk meletakkan hak recall pada warga negara agar dapat terbentuknya

suatu pola interaksi dan relasi poitik yang tidak eksploitatif sebagaimana ditegaskan oleh

K.H Abdurrahman Wahid. Pentingnya penyetaraan “lapangan bermain” (playing field)

antara para wakil rakyat dengan konstituen politik yang memilihnya juga diutarakan oleh

Held yang mensyaratkan unsur “kebebasan” dan “kesetaraan” yang dapat diwujudkan

dengan implementasi recall warga negara. Gagasan recall warga negara juga harus

dikaitkan dengan lima kriteria pemerintahan demokratis menurut Dahl.

1. Dalam hal partisipasi yang efektif seluruh anggota masyarakat harus mempunyai

kesempatan yang efektif untuk memberikan opini dan pandangan mereka sebelum

suatu kebijakan diterapkan. Mekanisme constituent recall dapat merealisasikan

hal tersebut karena tali partisipasi masyarakat menjadi lebih pendek dan bersifat

langsung. Dalam arti lain, akuntabilitas dari para wakil rakyat dapat lebih mudah

dicermati dan dituntut oleh masyarakat apabila tidak diperantarai oleh partai

politik yang mempunyai agenda dan kepentingan permainan politiknya tersendiri.

2. Dalam hal persamaan suara, tiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang

sama untuk memberikan suara dan tiap suara harus diperhitungkan sama. Apabila

rakyat lalu berpendapat bahwa suara yang telah ia berikan untuk seorang wakil

rakyat sudah tidak sepantasnya diberikan, maka mekanisme constituent recall

dapat memberikan jalur suatu realisasi suara rakyat dalam bentuk lain.

3. Dalam hal pemahaman yang cerah atas kebijakan-kebijakan alternatif yang

relevan, constituent recall akan mendorong rakyat untuk lebih aktif mempelajari

kebijakan-kebijakan alternatif yang relevan. Tingkat akuntabilitas yang tinggi

dikarenakan penerapan constituent recall juga dapat mendorong para wakil-wakil

246Jimly Asshiddiqie, Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 64-67

154

Page 166: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

rakyat untuk meningkatkan kinerjanya dalam perumusan kebijakan-kebijakan

yang pada akhirnya akan diterapkan pada masyarakat,

4. Dalam hal pengawasan agenda, constituent recall dapat menjadi cara

pengawasan dari rakyat agar kebijakan-kebijakan negara tetap selalu terbuka dan

berada dalam kendali rakyat alih-alih menjadi produk permainan politik partai

belaka.

Demokrasi pada suatu negara tentunya terus mengalami perubahan seiring dengan

berkembangnya masyarakat. Lapisan-lapisan yang ada dalam demokrasi perwakilan tidak

sejatinya harus jumud, dan dengan adanya perkembangan akses informasi dan teknologi,

jarak yang ada antara wakil rakyat dengan konstituennya dapat perlahan-lahan dikecilkan

dan menjadi suatu hubungan yang intim dan akuntable. Hubungan tersebut dapat

ditingkatkan kualitasnya dengan penerapan constituent recall. Constituent recall dapat

dipandang sebagai manifestasi dari hak berpolitik yaitu hak asasi manusia generasi kedua

yang patut dijamin secara aktif oleh negara. Sehingga, hak warga negara untuk menarik

kembali wakil rakyat yang dipilihnya sudah sepatutnya dijaga dalam konstitusi.

Mekanisme tersebut menegaskan demokrasi perwakilan yang hidup dalam masyarakat

Indonesia dan mengantisipasi pertumbuhan budaya demokrasi yang semakin lama

semakin terbuka di dunia yang semakin lama kian terbuka pula.

4.4 Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Perwakilan

“For me, a better democracy is a democracy where women do not only have the right to

vote and to elect but to be elected.”—Michelle Bachelet, head of UN Women, former

president and defense minister of Chile

Sebagai suatu negara demokrasi yang bangga, Indonesia patut secara aktif melibatkan

perempuan dalam kancah politiknya dengan tujuan untuk membangun suatu negara

demokrasi yang lebih baik seperti diutarakan oleh Michelle Bachelet. Keterlibatan

perempuan dalam sistem politik dibutuhkan untuk mengintegrasikan pertimbangan-

pertimbangan gender ke dalam kebijakan suatu negara agar dapat mengentaskan

permasalahan-permasalahan yang menghambat kemajuan perempuan. Produk kebijakan

dan instrumen hukum yang sensitif terhadap gender diperlukan apabila Indonesia berniat

untuk melaksanakan pembangunan bangsa yang mengikutsertakan semua elemen

155

Page 167: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

masyarakat tanpa pandang suku, ras, agama maupun gender, dan ini dapat dicapai dengan

melibatkan perempuan sebagai pembuat kebijakan.

Patut dicatat bahwa tumbuhnya bibit-bibit keterlibatan perempuan dalam politik

Indonesia telah ditandai oleh kongres perempuan pertama di Yogyakarta pada tahun 1928

dan diwarnai oleh berbagai organisasi perempuan sampai menjelang masa kemerdekaan.

Penjaminan dan partisipasi perempuan dalam politik juga telah diejawantahkan pada

pemilu tahun 1955 di mana perempuan Indonesia mempunyai hak untuk dipilih dan

memilih247. Dewasa ini terdapat beberapa kerangka hukum penting yang dapat menjamin

hak-hak politik perempuan di Indonesia, dari Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD

1945), ratifikasi Convention on the Political Rights of Women (1953) dengan Undang-

Undang Nomor 68 Tahun 1958, dan ratifikasi Convention on the Elimination of All Forms

of Discrimination Against Women (1979) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.

Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa perkembangan dari hak-hak tersebut belum

tampak dan walaupun pergerakan perempuan dalam politik telah berlangsung selama

delapan puluh sembilan tahun, di negara dengan persentase perempuan mencapai

setengah dari seluruh populasi248, keterwakilan perempuan dalam politik tidak

proporsional, sebagaimana diilustrasikan oleh tabel di bawah ini:

Perbandingan Jumlah Pemilih dan Anggota DPR RI

Pemilu Jumlah Pemilih Jumlah Anggota DPR RI

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki

1999-2004 66.291.000 (57%) 50.009.000

(43%)

44 (8.8%) 455 (91.2%)

2004-2009 65.957.990 (53%) 58.491.049

(47%)

65 (11.8%) 485 (88.2%)

2009-2014 87.854.388 (49.8%) 88.560.046

(50.2%)

103 (18.1%) 456 (81.9%)

247 Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 155

248 Badan Pusat Statistik, Persentase Penduduk menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, Tahun 2009-2013, https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1601, diakses pada 18 Oktober, 2017

156

Page 168: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2014-2019 93.886.517(49.98%) 93.980.181

(50.02%)

97 (17.3%) 463 (82.7%)

Sumber: Data diambil dari Buku Data dan Infografik Pemilu Anggota DPR RI & DPD RI dari tiap-tiap

periode yang dapat diakses di www.kpu.go.id, diakses pada 18 Oktober 2017.

Dari tabel tersebut, tampak bahwa representasi perempuan di parlemen tidak

proporsional dengan jumlah penduduk dan pemilih perempuan yang diwakilinya.

Rendahnya partisipasi politik perempuan dalam legislatif mencerminkan bahwa budaya

patriarki yang menempatkan perempuan sebagai gender yang lebih rendah masih

mempunyai akar-akar yang kuat. Perempuan masih dipandang sebagai gender yang tidak

tegas, lamban mengambil keputusan, dan pada dasarnya tidak cocok menempati suatu

posisi politik yang didominasi oleh laki-laki.249 Untuk mengubah status quo dari

keterwakilan perempuan dalam politik dibutuhkan suatu upaya modifikasi anggapan

sosial dengan menerapkan suatu kebijakan yang disebut sebagai affirmative action.

Affirmative action dapat diartikan sebagai suatu tindakan institusi/organisasi yang

memastikan bahwa tidak terjadi diskriminasi berdasarkan gender, namun affirmative

action sendiri harus dibedakan dari equal opportunity atas dasar bahwa suatu affirmative

action bersifat proaktif dalam memitigasi diskriminasi250. Sebagai suatu bentuk

diskriminasi positif, affirmative action berfungsi untuk menyeimbangkan kedudukan

perempuan dan laki-laki khususnya saat ada suatu kondisi underrepresentation dalam

bidang kerja. Dalam ranah politik, penetapan kuota perwakilan perempuan dalam

lembaga legislatif telah dianggap sebagai suatu bentuk affirmative action251.

Dalam UUD NRI 1945, hak-hak perempuan dalam berbagai ranah termasuk dalam

perumusan Bab XA UUD NRI 1945 secara khusus yang diderivasikan dari Pasal 27 ayat

(1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD NRI 1945, namun dalam praktik penyelenggaraan negara

kaum perempuan masih saja termarjinalkan. Ratio legis dari jaminan perlindungan

tersebut adalah ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Wanita (CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 di mana dalam bagian

konsiderans tertera bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

249 Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan, hlm. 163 250Faye J. Crosby, Aarti Iyer, dan Sirinda Sincharoen, “Understanding Affirmative Action,”

Annual Reviews Psychol. 2006, hlm. 587. 251Ronnie Eklund, Gender-based Affirmative Action, hlm. 29,

http://arbetsratt.juridicum.su.se/Filer/PDF/ronnie%20eklund/eklund%20lex%20ferenda.pdf, diakses pada 18 Oktober, 2017.

157

Page 169: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

hukum dan pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus

dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” Jika

hal tersebut dikaitkan dengan ketentuan dalam UUD NRI 1945 maka untuk memperbaiki

rendahnya kehadiran wakil perempuan dalam lembaga perwakilan dibutuhkan tindakan

afirmatif berupa perlakuan khusus sehingga kedudukannya dapat disetarakan dengan

laki-laki. Patut dicatat bahwa upaya tersebut berupa diskriminatif positif (reverse

discrimination) yang dapat dibenarkan menurut ketentuan hukum HAM internasional dan

UUD NRI 1945.252

Pada taraf undang-undang, upaya pertama untuk menerapkan suatu bentuk tindakan

afirmasi terhadap perempuan dalam politik pertama kali dimuat dalam Undang-Undang

Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sistem kuota yang

termaktub dalam undang-undang tersebut mengalami perubahan dengan dibentuknya

undang-undang pengganti yaitu Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang tersebut pun mengalami perubahan

dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dan pada akhirnya dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum. Perubahan-perubahan tersebut tentu bertujuan untuk

menyetarakan derajat kompetisi antara perempuan dan laki-laki dengan harapan bahwa

perempuan akan memiliki tingkat keterwakilan yang lebih proporsional. Secara khusus

dalam pengaturan terbaru, ketentuan yang dapat dipersepsikan sebagai upaya untuk

menggenjot keterwakilan perempuan dalam ranah politik tercantum pada Pasal 173.

Namun, berdasarkan data jumlah perempuan yang sekarang menjabat sebagai wakil

rakyat, jelas bahwa masih banyak hambatan-hambatan yang ditemui di tingkat

implementasi.253 Hambatan-hambatan tersebut mencakup hambatan teologis, sosial-

budaya, sikap-pandang, dan historis yang pada intinya melekatkan stereotip-stereotip

pada sosok perempuan dan menghalangi perempuan untuk berkecimpung dalam politik

252 Nalom Kurniawan, “Keterwakilan Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008” Jurnal Konstitusi Volume 11, Nomor 4, Desember 2014, hlm. 721-723

253 Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan, hlm. 157.

158

Page 170: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kenegaraan.254 Karena sistem kuota dalam parlemen tampaknya belum bisa

menanggulangi hambatan-hambatan tersebut, maka dirasa perlu bahwa UUD NRI 1945

patut mencantumkan dengan jelas perumusan yang menegaskan kehadiran perempuan

dalam lembaga perwakilan Indonesia.

4.5 Mekanisme Pergantian Antar Waktu

Sebuah Negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal

yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan mengharuskan adanya pemilihan

umum, rotasi atau kaderisasi kepemimpinan nasional, kekuasaan kehakiman yang

independen, representasi kedaulatan rakyat melalui kelembagaan parlemen yang kuat dan

mandiri, penghormatan dan jaminan hak asasi manusia, serta konstitusi yang memberikan

jaminan hal-hal tersebut berjalan.255 Negara demokrasi tentunya membenarkan

keberadaan Partai Politik sebagai pilar dari demokrasi atau pelaksanaan kedaulatan

rakyat. Partai politik pada pokoknya memiliki kedudukan (status) dan peranan (role) yang

sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi karena memainkan peran yang penting

sebagai penghubung antara pemerintahan negara (the state) dengan warga negaranya (the

citizens).256

Partai politik adalah pilar demokrasi. Jika pilar ini tidak lagi dipercaya oleh rakyat,

maka hal itu merupakan ancaman serius terhadap keberlangsungan demokrasi di

Indonesia. Dengan demikian, mengembalikan partai politik kepada jalur yang benar

dalam arus demokratisasi di Indonesia menjadi tanggung jawab kita semua. Partai politik

juga hanya bukan sekedar organisasi tempat berkumpulnya politisi, tetapi juga dapat

menjalankan fungsinya bagi kepentingan masyarakat. Dengan demikian dalam sistem

demokrasi, partai memegang peranan yang sangat penting.

Pemilihan umum merupakan salah satu cara untuk menentukan wakil rakyat yang

akan duduk dalam badan perwakilan rakyat. Menjadi perwakilan politik dalam kerangka

kerja suatu sistem demokrasi membawa beban dan tanggung jawab serta konsekuensi

254 Sali Susiana, ed. Perempuan Indonesia Menyongsong Abad 21: Kajian tentang Kedudukan dan Peran dalam Pembangunan, (Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, 2000), hlm. 62.

255 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hlm. 60.

256 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta, BIP, 2007), hlm. 710.

159

Page 171: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

politik yang relatif besar. Karena itu, disamping jeratan hukum karena pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan yang dapat dibuktikan secara materi di

pengadilan umum, anggota dewan menghadapi tantangan untuk digugat secara politis

baik oleh partai politik induknya maupun konstituen dan masyarakat pada umumnya.257

Kenyataannya, Indonesia cenderung menganut model diversifikasi dimana anggota DPR

merupakan wakil dari partai politik. Hal ini berarti anggota DPR harus mewakili

kepentingan partai politik dan menyuarakan suara partai politik. Adanya sistem

Penggantian Antar Waktu (PAW) yang digunakan oleh partai politik terhadap anggota

DPR yang berasal dari partai politik yang bersangkutan memperkuat hal tersebut.

Penggantian Antar Waktu (PAW) sempat ditiadakan berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penghapusan

Penggantian Antar Waktu (PAW) tersebut sebagai imbas dalam rangka untuk penguatan

parlemen. Namun, hal ini pun menjadi polemik, karena sejumlah anggota dewan yang

berbuat tidak pantas, misalnya pindah partai politik, melakukan perbuatan amoral, atau

melakukan pelanggaran kode etik tidak mendapatkan sanksi tegas. Sedangkan tuntutan

masyarakat menginginkan anggota dewan yang accountable, baik kinerja politiknya

maupun etika perilakunya. Oleh karena itu Penggantian Antar Waktu (PAW)

dimunculkan kembali dengan diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009

Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Tetapi dalam perjalanannya, wewenang

Penggantian Antar Waktu (PAW) ini pun disalahartikan oleh petinggi-petinggi partai.

Anggota dewan yang bersebrangan pendapat dengan partai mendapat sanksi dan

diberhentikan melalui mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW). Padahal anggota

dewan tersebut menyuarakan aspirasi rakyat.

4.5.1 Penggantian Antar Waktu (PAW)

Dalam bahasa sehari-hari, Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR

diasosiasikan sebagai recall. Secara etimologis, kata recall dalam bahasa Inggris

257 Sebastian Salang, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta: PT. Penebar Swadaya, 2009), hlm. 269.

160

Page 172: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mengandung beberapa pengertian. Setidaknya menurut Peter Salim (dalam The

Contemporary English-Indonesia), yakni mengingat, memanggil kembali, menarik

kembali atau membatalkan. Penggantian Antar Waktu (PAW) diartikan sebagai

proses penarikan kembali atau penggantian kembali anggota DPR oleh induk

organisasinya yang tentu saja partai politik.258

Recall yang terdiri kata “re” yang artinya kembali, dan “call” yang artinya

panggil atau memanggil. Jika kata ini disatukan maka kata recall ini akan berarti

dipanggil atau memanggil kembali. Kata recall ini merupakan suatu istilah yang

ditemukan dalam kamus ilmu politik yang digunakan untuk menerangkan suatu

peristiwa penarikan seorang atau beberapa orang wakil yang duduk dalam lembaga

perwakilan (melalui proses pemilu), oleh rakyat pemilihnya. Jadi dalam konteks ini

recall merupakan suatu hak yang dimiliki pemilih terhadap orang yang dipilihnya.259

Pengertian recall di Indonesia berbeda dengan pengertian recall di Amerika

Serikat. Di Amerika serikat istilah recall, lengkapnya Recall Election yang

digunakan untuk menyatakan hak rakyat pemilih (konstituen) untuk melengserkan

wakil rakyat sebelum masa jabatannya berakhir.260 Penggantian Antar Waktu (PAW)

juga diartikan sebagai proses penarikan kembali anggota lembaga perwakilan rakyat

untuk diberhentikan dan digantikan dengan anggota lainnya sebelum berakhir masa

jabatan anggota yang ditarik tersebut.261 Penggantian Antar Waktu (PAW) adalah

suatu proses penarikan kembali atau pergantian DPR oleh induk organisasinya

Penggantian Antar Waktu (PAW) berfungsi sebagai mechanism control dari partai

politik yang memiliki wakilnya yang duduk sebagai anggota parlemen.

Hak Penggantian Antar Waktu (PAW) didefinisikan oleh sejumlah ahli, salah

satunya oleh Mh. Isnaeni mengatakan: Hak Penggantian Antar Waktu (PAW) pada

umumnya merupakan suatu ‘pedang Democles’ bagi tiap-tiap anggota DPR. Dengan

adanya hak recall maka anggota DPR akan lebih banyak menunggu petunjuk dan

pedoman pimpinan fraksinya dari pada ber-oto-aktivitas. Melakukan oto-aktivitas

258 BN. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), hlm. 417. 259 Haris Munandar, Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta:

Gramedia, 1994), h. 128. 260 Ananda B. Kusuma, Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 4 Tentang Recall, (Jakarta: MK RI,

2006), h. 156.

261 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 318.

161

Page 173: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang tinggi tanpa restu pimpinan fraksi kemungkinan besar melakukan kesalahan

fatal yang dapat berakibat recalling. Karena itu untuk keamanan keanggotaannya

lebih baik menunggu apa yang diinstruksikan oleh pimpinan fraksinya.262 Moh. Hatta

juga pernah mengatakan: Hak Penggantian Antar Waktu (PAW) bertentangan

dengan demokrasi apalagi dengan demokrasi Pancasila. Pimpinan partai tidak berhak

membatalkan anggotanya sebagai hasil dari pemilu. Rupanya dalam kenyataannya

pimpinan partai merasa lebih berkuasa dari rakyat pemilihnya. Kalau demikian

adanya ia menganjurkan agar pemilu ditiadakan saja. Pada dasarnya hak PAW ini

hanya ada pada negara komunis dan fasis yang bersifat otoriter.263 Adapun Moh.

Mahfud MD, mengartikan Penggantian Antar Waktu (PAW) adalah hak untuk

mengganti anggota lembaga permusyawaratan/ perwakilan dari kedudukannya

sehingga tidak lagi memiliki status keanggotaan di lembaga tersebut.264

4.5.2 Sejarah dan Perkembangan Penggantian Antar Waktu (PAW)

Penggantian Antar Waktu (PAW) berkembang sejak tahun 1903 di

California, ada 117 kali percobaan untuk melengserkan para Anggota legislatif. Ada

7 kali yang sampai pada pemungutan suara pemilih, tetapi tidak ada satupun yang

berhasil. Pada umumnya warga negara Amerika Serikat berpendapat bahwa masa

jabatan anggota legislatif yang hanya dua tahun itu tidak cukup untuk menilai

keberhasilan seseorang. Bila seorang representatif di anggap tidak berhasil maka dia

tidak akan dipilih kembali. Penggantian Antar Waktu (PAW) untuk eksekutif hanya

berhasil melengserkan Gubernur North Dakota, Lynn J. Frazier pada tahun 1921 dan

Gubernur California Gray Davis pada tahun 2003.265

Di Amerika Serikat, prosedur Penggantian Antar Waktu (PAW) dimulai dari

inisiatif rakyat pemilih yang mengajukan petisi kepada para anggota Badan

Perwakilan. Bila Badan Perwakilan Rakyat menyetujui petisi pemilih (konstituen),

maka diadakan pemungutan suara yang akan menentukan apakah wakil rakyat terkait

262 Mh. Isnaeni, MPR-DPR sebagai Wahana Mewujudkan Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Yayasan Idayu, 1982), h. 57-58.

263 Deliar Noer, Mohammad Hatta Suatu Biografi Politik, (Jakarta: LP3ES, 1989), h.305-306 264 Moh. Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum, Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik

terhadap Produk Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: FH UGM Press, 1993), h. 324. 265 http://www.hukumonline.com/Mempertanyakan Hegemoni Penggantian Antar Waktu (PAW)

Anggota DPR di Tangan Partai Politik, diaskes pada 12 Maret 2018.

162

Page 174: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

akan lengser atau tetap di jabatannya. Penggantian Antar Waktu (PAW) adalah hak

dari konstituen, bukan hak dari wakil rakyat (representatif).266

Pada dasarnya wacana mengenai Penggantian Antar Waktu (PAW) terkait

erat dengan partai politik (parpol) baik struktur organisasi maupun fungsinya. Hak

Penggantian Antar Waktu (PAW) berada di tangan pengurus parpol darimana

anggota legislatif bersangkutan berasal. Dengan demikian peranan pengurus parpol

dalam penggunaan hak Penggantian Antar Waktu (PAW) sangat menentukan.267

Dewasa ini Penggantian Antar Waktu (PAW) menjadi alat efektif untuk

menyingkirkan anggota dewan yang berseberangan dengan kepentingan pengurus

partai politik, akibatnya eksistensi anggota dewan sangat tergantung dengan selera

pengurus partai politik, sehingga menggeser orientasi anggota dewan menjadi

penyalur kepentingan pengurus partai politik, padahal keberadaan anggota dewan

karena dipilih oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum yang bersifat langsung,

bebas, jujur dan adil.

Hak Penggantian Antar Waktu (PAW) dapat dilakukan partai politik terhadap

para anggotanya yang duduk sebagai anggota parlemen, baik di tingkat pusat maupun

di tingkat daerah. Penggantian Antar Waktu (PAW) sendiri tidak lepas dari eksistensi

partai politik. Keberadaan partai politik merupakan salah satu dari bentuk

perlembagaan sebagai wujud ekspresi ide, pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas

dalam masyarakat demokratis. Karena itu, keberadaan partai politik berkaitan erat

dengan prinsip-prinsip kemerdekaan berpendapat (freedom of expression),

berorganisasi (freedom of association), dan berkumpul (freedom of assembly.

4.5.3 Penggantian Antar Waktu Lintas Masa

Perkembangan Penggantian Antar Waktu (PAW) di Indonesia secara historis

diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966 dimana terkandung maksud

politis yang sangat kental dalam mengimplementasikan Undang-Undang ini, yakni

untuk menyingkirkan anggota-anggota Parlemen yang masih setia kepada Soekarno.

266 Ananda B. Kusuma, Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 4 Tentang Recall, (Jakarta: MK RI, 2006), h. 156.

267 Indra Samega, Menata Negara, Usulan LIPI tentang RUU Politik, (Bandung: Mizan, 1998), h. 59.

163

Page 175: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Secara filosofis, regulasi ini jelas menabrak Pancasila dan UndangUndang Dasar

1945 yang berkedudukkan sebagai nilai positif yang tertinggi. Ketika masa orde baru

berakhir, dan masuk pada masa reformasi, hak Penggantian Antar Waktu (PAW)

kembali diorbitkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009.268

Keberadaan hak Penggantian Antar Waktu (PAW) di masa Orde Baru diatur

dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966 yang menyatakam bahwa

anggota MPRS/DPR-GR dapat diganti menurut ketentuan sebagai berikut:18 a).

Anggota dari calon Golongan Politik dapat diganti atas permintaan partai yang

bersangkutan; b). Anggota Golongan Karya yang organisasinya berafiliasi dengan

satu partai politik dapat diganti atas permintaan organisasi atau instansi yang

bersangkutan; c). Anggota Golongan Karya yang organisasinya tidak berafiliasi

dengan suatu partai politik dapat diganti atas permintaan organisasi atau instansi

yang bersangkutan.

Setelah Orde Baru tumbang digantikan Orde Reformasi, mekanisme

Penggantian Antar Waktu (PAW) oleh partai politik yang selama Orde Baru efektif

digunakan oleh partai politik untuk menyingkirkan ‘lawan politik’ di tubuh

partainya, tidak lagi diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang

Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Di Pasal 5 ayat (1) ditegaskan

anggota MPR berhenti antar waktu sebagai anggota karena:269 a). Meninggal dunia;

b). Permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan MPR; c). Bertempat tinggal

di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d). Berhenti sebagai anggota

DPR; e). Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3

ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib; f). Dinyatakan melanggar

sumpah/janji sebagai wakil-wakil rakyat dengan keputusan MPR; g). Terkena

larangan penangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (1).

Akan tetapi pengaturan Penggantian Antar Waktu (PAW) kembali muncul

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan

MPR, DPR dan DPRD. Di Pasal 85 ayat (1) ditegaskan anggota DPR berhenti antar

268 Bintan R. Siragih, Peranan DPR-GR Periode 1965-1971 dalam Menegaskan Kehidupan Ketenagakerjaan yang Konstitusional Berdasarkan UUD 1945, Disertasi, Fakultas Universitas Padjajaran, Bandung, 1992), h.324

269 Lihat Pasal 5 ayat (1) UU No.4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

164

Page 176: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

waktu karena; a). Meninggal dunia; b). Mengundurkan diri sebagai anggota atas

permintaan sendiri secara tertulis; dan c). Diusulkan oleh partai politik yang

bersangkutan.

Adapun alasan anggota DPR yang diberhentikan antar waktu dalam ayat (2)

karena:270

1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap

sebagai anggota DPR;

2. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota DPR sebagaimana

dimaksud dalam UU tentang Pemilu;

3. Melanggar sumpah/janji, kode etik DPR, dan/atau tidak melaksanakan

kewajiban sebagai anggota DPR berdasarkan hasil pemeriksaan badan

kehormatan DPR;

4. Melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

5. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman

pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara.

4.5.4 Hak Penggantian Antar Waktu (PAW) oleh Partai Politik

Fungsi partai politik adalah menciptakan mekanisme artikulasi kepentingan

masyarakat, agar kepentingan-kepentingan tersebut dapat diakomodir secara luas

oleh pemerintah yang pada gilirannya akan menjadi pola yang sinergis antara

pemerintah dengan masyarakat. Dengan demikian diharapkan partai politik

mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi kepada para pemilihnya, oleh

karenanya harus menyesuaikan dengan keinginan serta kebutuhan masyarakat.

Bahkan harus rela berkorban demi kepentingan pendukungnya.271

Mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) menjadi hak prerogatif partai

politik. Sehingga memungkinkan seorang anggota parlemen yang merupakan wakil

(representation) rakyat yang dipilih melalui mekanisme demokratis yaitu pemilihan

270 Lihat Pasal 85 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

271 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2000), h.21

165

Page 177: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

umum yang berdasarkan kekuasaan atau kedaulatan rakyat dapat diberhentikan oleh

partai politiknya.

Keberadaan seorang anggota partai politik di parlemen merupakan

pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai wujud pelaksanaan demokrasi tidak langsung

atau demokrasi perwakilan karena keberadaan parlemen sebagai perlembagaan

kedaulatan rakyat. Eksistensi seorang anggota parlemen khususnya anggota Dewan

Perwakilan Rakyat yang berada dalam lembaga perwakilan rakyat. Secara umum,

Mekanisme Penggantian Antarwaktu yang saat ini menjadi hukum positif di

Indonesia masih menjadi kewenangan Partai Politik. Dalam rancangan amandemen

ke lima Undang-Undang Dasar NRI 1945 ini , tim perumus menambahkan

mekanisme Penggantian Antarwaktu (recall) partisipatif yang melibatkan konstituen

(constituent recall). Hal ini penting untuk diatur sebagai mekanisme kontrol yang

lebih ketat kepada wakil rakyat dan memberikan ruang partisipasi kepada pemilih

untuk mengontrol wakilnya dan memfasilitasi konstituen yang merasa kepentingan

politik dan sosialnya tidak terwakili oleh wakil rakyat yang mewakili daerah

pilihnya.

4.6 Badan Peradilan Pemilu

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Ketentuan tersebut memberikan

landasan yang sangat kuat bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi konstitusional,

karenanya partisipasi rakyat di dalam pelaksanaan pemerintahan menjadi persyaratan

utama, khususnya dalam pengisian jabatan-jabatan publik. Serta secara eksplisit

memberikan hak kepada rakyat untuk menentukan dan memilih pemimpinnya. Terkait

dengan hal tersebut, Pasal 25 huruf b International Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR) menentukan bahwa “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan

kesempatan, tanpa pembedaan dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk memilih

dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang

universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk

menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih“.

166

Page 178: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dalam rangka memberikan daulat kepada rakyat, sistem ketatanegaraan Indonesia

mengenal sistem pemilihan secara langsung sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E

UUD NRI Tahun 1945. Pemilihan langsung tersebut merupakan manifestasi dari adanya

kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat. Terkait dengan pemilihan umum, Miriam

Budiarjo272 menyatakan bahwa pemilihan umum adalah merupakan conditio sine quanon

bagi suatu negara demokrasi modern, dimana melalui pemilihan umum warga negara

menyerahkan sementara hak politiknya yakni hak berdaulat untuk turut serta menjalankan

negara. Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum

karena pemilihan umum merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip kedaulatan

rakyat (demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip dasar kehidupan

kenegaraan yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses

politik.273

Pasca reformasi, pelaksanaan kedaulatan rakyat (demokrasi) tidak hanya

dimanifestasi dalam pemilihan umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E UUD

NRI Tahun 1945. Namun, demokrasi telah dimanifestasi dalam kehidupan politik lokal

melalui pendesentralisasian politik kepada daerah-daerah otonom. Salah satu isi

kebijakan dari desentralisasi politik tersebut adalah adanya pemilihan secara demokratis

terhadap jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota. Terkait dengan hal tersebut, Pasal 18

ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota

masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih

secara demokratis.”

Ketentuan mengenai dipilih secara demokratis tersebut, kemudian dimanifestasi

dengan adanya pengaturan mengenai Pilkada langsung yang berfungsi sarana bagi rakyat

untuk berpartisipasi di dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Pilkada langsung

tersebut merupakan suatu keniscayaan demokrasi sebagai manifestasi dari daulat rakyat.

Dalam pelaksanaan Pilkada langsung tersebut tidak tertutup kemungkinan akan

menimbulkan sengketa, yang salah satu bentuknya adalah sengketa hasil Pilkada

langsung. Sengketa hasil Pilkada langsung tersebut harus diselesaikan dengan tata cara

yang sesuai dengan hukum (due process of law) termasuk lembaga yang berwenang.

272 Miriam Budiarjo, Hak Asasi Manusia Dalam Dimensi Global, (Jakarta: Jurnal Ilmu Politik, No. 10, 1990), hlm. 37

273 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, (Yogyakarta: Liberty, 1993), hlm. 94

167

Page 179: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Terkait dengan hal tersebut, beberapa peraturan perundangundangan yang terkait dengan

hal tersebut memiliki politik hukum (legal policy) yang berbeda-beda.

Pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015) memberikan

kewenangan kepada Pengadilan Tinggi (PT) yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung.

Kemudian ketentuan tersebut, diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, di dalam ketentuan Pasal 157 menentukan

bahwa yang berwenang adalah badan peradilan khusus. Namun sebelum terbentuk badan

peradilan khusus tersebut, Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015

menentukan bahwa penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung diselesaikan kembali

oleh Mahkamah Konstitusi.

Perubahan-perubahan lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa hasil

Pilkada langsung tersebut tidak memberikan kepastian hukum. Pada status quo saat ini

perihal pembentukan badan peradilan khusus juga tidak memberikan kepastian hukum,

karena tidak langsung dibentuk dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Bahkan

ketentuan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tidak memberikan

solusi hukum yang komprehensif, karena menunjuk kembali Mahkamah Konstitusi

sebagai lembaga yang berwenang. Padahal Mahkamah Konstitusi melalui putusannya

telah menyatakan dirinya tidak berwenang, karena kewenangan tersebut tidak diatur

dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah berimplikasi terhadap perubahan sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia. Salah satu perubahan mendasar tersebut adalah

adanya penguatan atas pelaksanaan otonomi daerah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 18

UUD NRI Tahun 1945, yang memberikan kewenangan otonomi yang seluas-luasnya

kepada daerah otonom. Otonomi tersebut memberikan kewenangan kepada daerah

otonom untuk mengatur (regelendaad) dan mengurus (bestuurdaad) urusan pemerintahan

yang menjadi kewengannya. Otonomi merupakan the right of self government274 Dengan

274 Hanry Campbell Black, Black Law Dictionary, (USA: ST. Paul Mint. West Pu-blishing Co., 1979), hlm. 154

168

Page 180: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kata lain bahwa otonomi merupakan pendesentralisasian kewenangan pemerintahan oleh

pusat kepada daerah otonom275 Dengan adanya otonomi, daerah-daerah otonom diberikan

kebebasan dan kemandirian untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangannya.276

Pemberian otonomi tersebut tidak hanya terbatas pada pemberian urusan

pemerintahan, namun juga harus disertai dengan adanya pendesentralisasian kehidupan

politik lokal. Hal tersebut diwujudkan dalam Pilkada langsung dalam pengisian jabatan

Gubernur, Bupati dan Walikota. Hal tersebut secara eksplisit ditentukan dalam Pasal 18

ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan bahwa “Gubernur, Bupati, dan

Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

kota dipilih secara demokratis.” Frase “dipilih secara demokratis” tersebut secara umum

dapat diartikan bahwa pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota

harus dipilih dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat

tersebut dapat dilakukan, baik secara langsung melalui Pilkada langsung maupun secara

perwakilan melalu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Esensi dari frase “dipilih secara

demokratis” tersebut adalah tertelak pada proses pengisian jabatan kepala daerah yang

harus dilakukan secara demokratis. Frase “dipilih secara demokratis” tersebut tidak

menunjuk pada model, apakah langsung ataupun perwakilan. Namun demikian,

Taufiqurrahman Syahuri menyatakan bahwa frase “dipilih secara demokratis” hanya

dapat dimaknai dengan pemilihan secara langsung.277

Atas dasar Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 di atas, Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2015 menentukan bahwa “Pemilihan dilaksanakan secara

demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Dari

ketentuan tersebut, maka Gubernur, Bupati atau Walikota dipilih secara langsung oleh

rakyat. Pilkada langsung tersebut merupakan perwujudan daulat rakyat untuk ikut serta

di dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Pilkada langsung tersebut merupakan

keniscayaan demokrasi yang harus dilaksanakan.

275 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1967), hlm. 109

276 Philipus M. Hadjon, Sistem Pembagian Kekuasaan Negara (Analisis Hukum Tata Negara), (Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga), hlm. 6

277 Taufiqqurahman Syahuri dalam Yusak Elisa Reba, Kompetensi Mahkamah Konstitusi Dalam Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah, (Papua: Jurnal Konstitusi, PSK-FH, Uncen, Vol. 1 No. 1 Juni 2009), hlm. 66

169

Page 181: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dari aspek hak warga negara, Pilkada langsung merupakan wujud dari adanya

pemenuhan hak warga negara. Untuk mewujudkan hak tersebut, maka Pilkada langsung

memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang

demokratis. Pemerintahan daerah yang demokratis tersebut ditandai dengan adanya

partisipasi masyarakat di dalam pengisian jabatan kepala daerah. Terkait dengan hal

tersebut, Amien Rais menyatakan bahwa ciri utama negara demokratis adalah partisipasi

masyarakat dalam pembuatan keputusan bernegara.278 Bahkan substansi dari sistem

demokratis adalah adanya peran serta atau partisipasi aktif warga negara dalam proses

pengambilan keputusan bernegara.279

Oleh karena itu, Pilkada langsung harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip

demokrasi dan good governance dengan bertitik tolak pada pelaksanaan Pilkada langsung

yang berkeadilan, terbuka dan dapat memberikan kepastian hukum. Bahkan lebih dari itu,

Pilkada dilaksanakan dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Pilkada langsung dan demokrasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Artinya bahwa Pilkada langsung harus diwujudkan dengan prinsipprinsip demokrasi,

sedangkan demokrasi diwujudkan melalui Pilkada langsung. Karenanya, Robert A Dahl

menyatakan bahwa: Dalam pelaksanaan demokrasi, harus diperhatikan prinsip-prinsip

demokrasi yaitu:

1. Adanya prinsip hak yang sama dan tidak diperbedakan antara rakyat yang satu

dengan yang lainnya;

2. Adanya partisipasi efektif yang menunjukkan adanya proses dan kesempatan yang

sama bagi rakyat untuk mengekspresikan prefensinya dalam keputusan-keputusan

yang diambil;

3. Adanya pengertian yang menunjukkan bahwa rakyat mengerti dan paham

terhadap keputusan-keputusan yang diambil negara, tidak terkecuali birokrasi;

4. Adanya kontrol akhir yang diagendakan oleh rakyat, yang menunjukkan bahwa

rakyat mempunyai kesempatan istimewa untuk membuat keputusan dan

278 Amien Rais dalam Agus Wijayanto Nugroho, Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pemilu Legislatif (Sebuah Pembelajaran Dalam Mewujudkan dan Menjaga Kedaulatan Rakyat), (Banjarmasin: Jurnal Konstitusi, PKK-FH, Lambung Mangkurat, Vol. II No. 1 Juni 2009), hlm. 65

279 I Gde Panca Astawa, “Hak Angket dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menurut UUD 1945”, (Bandung: Disertasi Doktor PPS Universitas Padjajaran, 2000), hlm. 84

170

Page 182: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dilakukan melalui proses politik yang dapat diterima dan memuaskan berbagai

pihak;

5. Adanya inclusiveness yakni suatu pertanda yang menunjukkan bahwa yang

berdaulat adalah seluruh rakyat.

Walaupun Pilkada didasarkan pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan

adil, namun dalam pelaksanaannya sangat berpotensi untuk menimbulkan pelanggaran

dan sengketa. Salah satu jenis sengketa yang dapat muncul dalam penyelenggaraan

Pilkada langsung adalah sengketa hasil Pilkada langsung. Sengketa hasil Pilkada

langsung dapat diartikan sebagai sengketa yang muncul akibat yang ditetapkannya hasil

Pilkada langsung oleh penyelenggara Pilkada langsung. Secara tekstual, sengketa hasil

Pilkada langsung sebenarnya hanya bersifat kuantitatif yakni terkait dengan kekeliruan

perhitungan atas hasil Pilkada langsung. Akan tetapi, dalam perkembangannya ditemukan

bahwa sengketa hasil tidak hanya berupa sengketa kuantitatif, namun terkait juga dengan

sengketa kualitatif, dimana proses Pilkada langsung yang mempengaruhi hasil dapat diuji.

Sengketa hasil pilkada langsung tersebut harus diselesaikan sesuai dengan hukum (due

process of law). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang

menentukan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”. Oleh karenanya, sebagai sebuah

negara hukum, maka sengketa hasil Pilkada langsung harus diselesaikan melalui lembaga

dan menurut tata cara yang telah ditentukan oleh hukum. Selain itu, sengketa hasil Pilkada

langsung harus diselesaikan secara melembaga dan damai, sehingga tidak mengurangi

legitimasi penyelenggaraan Pilkada langsung. Hal tersebut sesuai dengan nilai-nilai

positif dan unsur-unsur universal dari demokrasi sebagai landasan penyelenggaraan

Pilkada langsung, yakni adanya penyelesaian perselisihan dengan damai dan

melembaga.280

Dengan adanya penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung yang demokratis, due

process of law dan melembaga, maka akan mencegah terjadinya konflik sosial di tengah-

tengah masyarakat. Penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung tersebut dapat

memberikan kepercayaan kepada rakyat, bahwa suara yang mereka salurkan melalui

Pilkada langsung tidak dicurangi oleh siapapun. Selain itu, penyelesaian sengketa hasil

280 Henry B. Mayo dalam Taufiqurrohman Syahuri, Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Perselisihan Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2003, (Bengkulu: Jurnal Konstitusi, PKK-FH, Universitas Bengkulu, Vol. II No.1 Juni 2009), hlm. 10

171

Page 183: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pilkada langsung bertujuan untuk tetap menjaga suara rakyat secara konsisten demi

tegaknya kedaulatan rakyat melalui Pilkada langsung yang demokratis. Terkait dengan

hal tersebut, maka penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung telah dikenal semenjak

diadopsinya Pilkada langsung di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut memberikan kewenangan

kepada Mahkamah Agung untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada. Hal tersebut

ditentukan di dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menentukan

bahwa (1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu

paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan

dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. (3)

Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud, pada ayat (1)

disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala

daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah kabupaten/kota. Dengan dasar tersebut, Mahkamah Agung semenjak tahun

2005 menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung.

Namun, terminologi Pilkada langsung tersebut berubah menjadi Pemilihan Umum

Kepala Daerah (Pemilukada) melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2007, menentukan bahwa: “Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilu

untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945”. Perubahan tersebut pada dasarnya bermula sejak

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072-73/PUU-II/2004, tanggal 22 Maret 2005.

Dalam putusan tersebut, ratio decidendi Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa:

“Sebagai akibat (konsekuensi) logis dari pendapat Para Pemohon yang menyatakan

bahwa Pilkada langsung adalah Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD

1945 yang dijabarkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2003, maka perselisihan mengenai

hasil pemilu, menurut Para Pemohon, harus diputus oleh Mahkamah Konstitusi. Tentang

permohonan Para Pemohon untuk menyatakan Pasal 106 ayat (1) sampai dengan ayat (7)

sebagai bertentangan dengan UUD NRI 1945, Mahkamah berpendapat bahwa secara

172

Page 184: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

konstitusional, pembuat undang-undang dapat saja memastikan bahwa Pilkada langsung

itu merupakan perluasan pengertian Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E

UUD 1945 sehingga karena itu, perselisihan mengenai hasilnya menjadi bagian dari

kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Namun pembentuk undang-undang juga dapat menentukan bahwa Pilkada langsung itu

bukan Pemilu dalam arti formal yang disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 sehingga

perselisihan hasilnya ditentukan sebagai tambahan kewenangan Mahkamah Agung

sebagaimana dimungkinkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Mahkamah

Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-

undangan di bawah undangundang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang

lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.

Dalam ratio decidendi putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi sebenarnya

memberikan ruang kepada pembentuk undang-undang untuk dapat memperluas makna

Pemilu yang terdapat dalam ketentuan Pasal 22E UUD NRI 1945. Namun demikian, pada

hakikatnya perluasan makna Pilkada menjadi Pemilukada bertentangan dengan Pasal 22E

UUD NRI Tahun 1945. Karenanya, perubahan tersebut bertentangan tentang ketentuan

Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945, karena tidak melalui prosedur formal yang telah

ditentukan. Terkait dengan hal tersebut, Yusak Elisa Reba menyatakan bahwa Pasal 18

ayat (4) UUD NRI 1945 tidak secara tegas mengkategorikan pemilukada sebagai rezim

pemilu, karena Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah walaupun memegang jabatan

selama lima tahun, namun dari aspek waktu masa jabatan tidak sama antara Bupati atau

Gubernur di seluruh Indonesia dan pemilihan terhadap kepala daerah berkarakter lokal

karena tidak mengikutsertakan wilayah lain di Indonesia. Namun, Widodo Ekatjahyana

menyatakan bahwa, melalui konvensi ketatanegaraan tersebut, ketentuan Pasal 22E ayat

(2) UUD 1945 telah mengalami perubahan yakni dengan cara memperluas pengertian

pemilu, sehingga Pemilukada masuk menjadi rezim pemilu.281

Perubahan terminologi tersebut membawa perubahan mendasar atas lembaga yang

berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung, yakni dari Mahkamah

Agung ke Mahkamah Konstitusi. Perpindahan tersebut didasarkan pada adanya

281 Widodo Ekatjahyana, Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur Jawa Timur Putaran Kedua Tahun 2008 dan Implikasi Hukumnya, (Jambi: Jurnal Konstitusi, PSKP-FH Universitas Jambi, Vol. II No. 1 Juni 2009), hlm. 90

173

Page 185: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum

sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang

menetapkan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama

dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk …, dan memutus perselisihan tentang

hasil pemilihan umum.”

Atas dasar ketentuan tersebut, maka berdasarkan Pasal 236C Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2008 ditentukan bahwa kewenangan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan

hasil Pilkada langsung tersebut dialihkan menjadi kewenangan Mahkamah Konstutusi.

Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menentukan: “Penanganan sengketa

hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh

Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan

bulan) sejak undang-undang ini diundangkan.” Peralihan kewenangan penyelesaian

sengketa hasil Pilkada langsung telah menimbulkan perdebatan pro dan kontra di

kalangan ahli hukum tata negara. Hal tersebut mengingat bahwa ketentuan Pasal 24C

UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 hanya

memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa

hasil Pemilu yang secara gramatikal dan original intent adalah pemilihan umum yang

ditentukan di dalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Oleh karenanya, banyak

ahli menyatakan bahwa pengalihan kewenangan penyelesaian sengketa hasil Pilkada

langsung ke Mahkamah Konstitusi adalah inkonstitusional.

Di isi yang lain, sebagian ahli hukum tata negara juga menyatakan bahwa peralihan

kewenangan tersebut merupakan konstitusional dan merupakan perubahan yang sangat

penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Walaupun timbul perdebatan secara

akademis, Mahkamah Konstitusi tetap melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh

Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tersebut. Di sisi yang lain, Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 juga memberikan dasar hukum bagi kewenangan

Mahkamah Konstitusi di dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung. Dengan

demikian, dengan dasar tersebut Mahkamah Konstitusi untuk pertama kali menggunakan

kewenangannya tersebut di dalam perkara perselisihan hasil sengketa hasil pemilukada

Jawa Timur yang tetuang dalam putusan No. 41/PHPU-D-VI/2008. Perdebatan pro kontra

tersebut berakhir pada tahun 2013, dimana MK menyatakan bahwa MK tidak berwenang

untuk mengadili sengketa hasil Pilkada langsung. Hal tersebut dituangkan dalam Putusan

174

Page 186: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XI/2013 tersebut didasarkan pada ratio decidendi sebagai berikut:

a. Bahwa Pasal 236C UU 12/2008, dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU 48/2009

memberikan kewenangan kepada Mahkamah untuk mengadili perselisihan

hasil Pemilukada, padahal dalam Pasal 22E ayat (2), dan Pasal 24C ayat (1)

UUD 1945 tidak memberikan kewenangan tersebut; b. Bahwa Pemilukada

bukan termasuk dalam ruang lingkup pemilihan umum, sehingga penanganan

perselisihannya bukanlah menjadi ruang lingkup Mahkamah. Hal tersebut

telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan menyalahi asas “lex superiori

derogat legi inferiori”, karena Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 sebagai norma

hukum yang lebih tinggi tidak memberikan kewajiban kepada norma yang

lebih rendah untuk mengatur penyelesaian sengketa Pemilukada diberikan

kepada Mahkamah;

b. Bahwa pemisahan pemilihan kepala daerah dalam konstitusi dapat dimaknai

pemilihan kepala daerah bukanlah merupakan bagian dari pemilihan umum,

karena secara jelas telah diatur dalam konstitusi penyelenggaraan pemilihan

umum tidak termasuk pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu, Pasal 236C

UU 12/2008 telah menyalahi pengertian pemilihan umum yang telah

ditentukan dalam UUD 1945 yang kemudian diakomodasi oleh Pasal 29 ayat

(1) huruf e UU 48/2009 dengan memberikan ketentuan kewenangan lain dari

Mahkamah Konstitusi;

c. Bahwa kewenangan dan kewajiban Mahkamah telah ditentukan secara

limitatif oleh UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan

ayat (2) UUD 1945. Kewenangan Mahkamah tersebut meliputi mengadili

pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus

perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban Mahkamah adalah

memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran

hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut

Undang-Undang Dasar. Berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (6) UUD 1945,

175

Page 187: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

ketentuan lebih lanjut mengenai Mahkamah Konstitusi hanya dapat diatur

dengan Undang-Undang yaitu khusus mengenai pengangkatan dan

pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya

tentang Mahkamah Konstitusi. Dari segi original intent, penggunaan kata

“dengan undang-undang” dalam Pasal 24C ayat (6) tersebut dimaksudkan

bahwa harus diatur dengan Undang-Undang tersendiri.

Adapun maksud frasa “ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi” adalah

ketentuan mengenai organisasi atau hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan fungsi dan

wewenang Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat

(6) tersebut, dibentuklah UU MK yang dalam Pasal 10 menentukan kembali salah satu

kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum; d.

Bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilihan

umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, harus dikaitkan

makna pemilihan umum dalam Pasal 22E UUD 1945 yang secara khusus dengan

mengatur mengenai pemilihan umum.

Paling tidak terdapat empat prinsip mengenai pemilihan umum dalam Pasal 22E UUD

1945, yaitu:

1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan

adil setiap lima tahun sekali;

2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden,

serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);

3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai

politik dan pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan;

dan

4. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang

bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22E UUD 1945 tersebut, dengan menggunakan

penafsiran sistematis dan original intent, yang dimaksud pemilihan umum menurut UUD

1945 adalah pemilihan yang dilaksanakan sekali dalam setiap lima tahun untuk memilih

anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD. Oleh karena itu, sudah

176

Page 188: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tepat ketentuan Pasal 74 ayat (2) UU MK yang menegaskan bahwa perselisihan hasil

pemilihan umum yang menjadi kewenangan Mahkamah yaitu perselisihan hasil

pemilihan umum anggota DPR, DPRD, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Pasal

74 ayat (2) tersebut menentukan bahwa permohonan penyelesaian hasil pemilihan umum

hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara

nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:

a. Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;

b. Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden;

c. Perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah

pemilihan;

Bahwa pada sisi lain, pemilihan kepala daerah tidak diatur dalam Pasal 22E UUD

1945 akan tetapi diatur secara khusus dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang

menyatakan, “Gubernur, Bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Menurut

Mahkamah, makna frasa “dipilih secara demokratis”, baik menurut original intent

maupun dalam berbagai putusan Mahkamah sebelumnya dapat dilakukan baik pemilihan

secara langsung oleh rakyat maupun oleh DPRD. Lahirnya kata demokratis dalam Pasal

18 ayat (4) UUD 1945 pada saat dilakukan perubahan UUD 1945 terdapat adanya 2 (dua)

pendapat yang berbeda mengenai cara pemilihan kepala daerah. Satu pendapat

menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun

oleh DPRD sementara pendapat lain menghendaki tidak dilakukan secara langsung oleh

rakyat. Latar belakang pemikiran lahirnya rumusan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 saat itu

adalah sistem pemilihan Kepala Daerah yang akan diterapkan disesuaikan dengan

perkembangan masyarakat dan kondisi di setiap daerah yang bersangkutan. Pembentuk

Undang-Undang dapat merumuskan sistem pemilihan yang dikehendaki oleh masyarakat

di dalam pemilihan Kepala Daerah sehingga masyarakat mempunyai pilihan apakah akan

menerapkan sistem perwakilan yang dilakukan oleh DPRD atau melalui sistem pemilihan

secara langsung oleh rakyat. Tujuannya adalah agar menyesuaikan dengan dinamika

perkembangan bangsa untuk menentukan sistem demokrasi yang dikehendaki oleh

rakyat. Hal ini merupakan opened legal policy dari pembentuk UndangUndang dan juga

177

Page 189: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

terkait erat dengan penghormatan dan perlindungan konstitusi terhadap keragaman adat

istiadat dan budaya masyarakat di berbagai daerah yang berbeda-beda. Ada daerah yang

lebih cenderung untuk menerapkan sistem pemilihan tidak langsung oleh rakyat dan ada

pula daerah yang cenderung dan lebih siap dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat.

Baik sistem pemilihan secara langsung (Direct Democracy) maupun sistem pemilihan

secara tidak langsung atau perwakilan (Indirect Democracy) sama-sama masuk kategori

sistem yang demokratis. Berdasarkan dua pandangan itulah kemudian disepakati

menggunakan kata demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Oleh karena pemilihan

kepala daerah diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang masuk pada rezim pemerintahan

daerah adalah tepat Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (UU 32/2004) mengatur juga mengenai pemilihan kepada daerah dan

penyelesaian perselisihannya diajukan ke Mahkamah Agung. Walaupun Mahkamah tidak

menutup kemungkinan pemilihan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang tersendiri,

tetapi pemilihan kepala daerah tidak masuk rezim pemilihan umum sebagaimana

dimaksud Pasal 22E UUD 1945. Pembentuk Undang-Undang berwenang untuk

menentukan apakah pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat atau

dipilih oleh DPRD atau model pemilihan lainnya yang demokratis. Jika berdasarkan

kewenangannya, pembentuk undang-undang menentukan pemilihan kepala daerah

dilakukan oleh DPRD maka tidak relevan kewenangan Mahkamah Agung atau

Mahkamah Konstitusi untuk mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Hal

itu membuktikan pula bahwa memang pemilihan kepala daerah itu bukanlah pemilihan

umum sebagaimana dimaksud Pasal 22E UUD 1945.

Demikian juga halnya walaupun pembentuk Undang-Undang menentukan bahwa

pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat, tidak serta merta

penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah harus dilakukan oleh Mahkamah

Konstitusi. Logika demikian semakin memperoleh alasan yang kuat ketika pemilihan

kepala desa yang dilakukan secara langsung oleh rakyat tidak serta merta dimaknai

sebagai pemilihan umum yang penyelesaian atas perselisihan hasilnya dilakukan oleh

Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ratio decidendi di atas, diktum putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 menentukan bahwa pemberian kewenangan

penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung kepada Mahkamah Konstitusi yang

diberikan melalui ketentuan Pasal 263C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dan P

178

Page 190: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

asal 29 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 adalah inkonstitusional

dan harus dicabut, karena bertentangan dengan Pasal 24C ayat (1) dan Pasal 22E ayat (2)

UUD NRI Tahun 1945 serta tidak memiliki keuatan Hukum yang mengikat. Berdasarkan

diktum di atas, maka Mahkamah Konstitusi tidak lagi memiliki kewenangan untuk

mengadili, memeriksa dan memutus sengketa hasil Pilkada langsung. Alasan utama

putusan tersebut adalah karena Pilkada langsung tidak dapat dipersamakan dengan rezim

Pemilu yang diatur di dalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, sehingga

pemberian kewenangan penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung kepada Mahkamah

Konstitusi adalah inkonstitusional dan harus dicabut, karena bertentangan dengan Pasal

24C ayat (1) dan Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Dengan dasar putusan

tersebut, Mahkamah Konstitusi memberikan keleluasaan kepada pembentuk UU untuk

menentukan lembaga peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil

Pilkada. Namun, diktum Nomor 2 Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 menentukan

bahwa: “Mahkamah Konstitusi masih berwenang berwenang mengadili perselisihan hasil

pemilhan umum kepala daerah selama belum ada undang-undang yang mengatur

mengenai hal tersebut”. Diktum tersebut bertujuan untuk mengisi kekosongan hukum,

sehingga pembentuk undang-undang dituntut untuk segera menentukan lembaga

peradilan apa yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut hanya bersifat sementara dan merupakan

win-win solution, walaupun masih menimbulkan perdebatan ketatanegaraan. Pasca

putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 di atas, pembentuk UU (wetgever/ legislator)

menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.

Pasal 157 UU No. 1 Tahun 2015 menentukan bahwa “Dalam hal terjadi perselisihan

penetapan perolehan suara hasil Pemilihan, peserta Pemilihan dapat mengajukan

permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU

Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh

Mahkamah Agung”. Artinya dari ketentuan tersebut, maka yang memiliki kewenangan

untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung adalah pengadilan tinggi yang

ditunjuk oleh Mahkamah Agung. Namun demikian ketentuan Pasal 157 ayat (1) Undang-

Undang Nomor Tahun 2015 tersebut tidak berlaku lama, karena pembentuk Undang-

Undang (wetgever/legislator) menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.

Perubahan undang-undang tersebut juga membawa perubahan kepada lembaga peradilan

179

Page 191: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung. Terkait

dengan hal tersebut, Pasal 157 undang-undang tersebut mengatur mengenai lembaga

peradilan mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada. Pasal 157

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menentukan bahwa: (1) Perkara perselisihan hasil

Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Badan Peradilan Khusus. (2) Badan peradilan khusus

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak

nasional. (3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa

dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus. (4)

…dst.

Berdasarkan ketentuan tersebut, terjadi pengalihan mengenai lembaga peradilan yang

berwenang untuk menyelesaikan hasil sengketa Pilkada langsung, dimana sengketa hasil

Pilkada diselesaikan oleh Badan Peradilan Khusus. Namun demikian, badan peradilan

khusus apa yang dimaksud, Pasal 157 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2015 tidak

menentukan secara limitatif. Pasal 157 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015

hanya menentukan bahwa badan peradilan khusus tersebut akan dibentuk sebelum

pelaksanaan pilkada serentak nasional. Ketentuan tersebut merupakan perumusan yang

kurang tepat mengingat Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan dirinya tidak

berwenang lagi untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung. Hal ini disebabkan

ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang menggantung mengingat ketentuan Pasal

201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menentukan bahwa pemilihan kepala

daerah serantak serentak nasional akan dilaksanakan pada tahun 2027. Artinya, bahwa

ketentuan tersebut secara substansif bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi

yang memberikan kewenangan kepada pembentuk undang-undang untuk menunjuk

lembaga peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung

Akibat ketidakjelasan lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil

pilkada langsung sebagaimana diatur dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2015, maka untuk mengisi kekosongan hukum (recht vacum), Pasal 157 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2015 menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi diberikan

kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung sampai terbentuknya

badan peradilan khusus yang mempunyai kompetensi untuk menyelesaikan sengketa

hasil pilkada langsung. Ketentuan tersebut memang ditentukan dalam diktum nomor 2

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menentukan bahwa:

180

Page 192: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

“Mahkamah Konstitusi masih berwenang berwenang mengadili perselisihan hasil

pemilhan umum kepala daerah selama belum ada undang-undang yang mengatur

mengenai hal tersebut”. Norma hukum yang ada dalam diktum nomor 2 putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 dan Pasal 157 ayat (3) UU No. 8 Tahun

2015 terdapat beberapa kekurangan yang sangat mendasar, karena bertentangan dengan

diktum nomor 1 putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013. Diktum nomor

1 putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 menentukan bahwa norma

Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dan norma Pasal 29 ayat (1) huruf e

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD NRI 1945 serta tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Mahkamah Konstitusi tidak lagi

memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung.

Sehubungan dengan itu, menjadi tidak logis apabila melalui Pasal 175 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 memberikan kewenangan kepada Mahkamah

Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung. Walaupun hal tersebut

sangat dimungkinkan oleh diktum nomor 2 putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XI/2013, namun seharusnya pembentuk undang-undang memahami bahwa

diktum tersebut bersifat sementara. Karenanya, seharusnya dalam undang-undang

tersebut ditentukan lembaga peradilan yang berwenang. Apabila menunggu sampai

dibentuknya badan peradilan khusus, maka kewenangan MK yang diberikan melalui

Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tidak bersifat sementara, karena

butuh waktu sampai tahun 2027. Hal tersebut tidak memberikan kepastian hukum di

dalam praktek ketatanegaraan khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di

Indonesia.

Oleh karena itu, dalam konklusi lembaga yang memiliki kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa hasil pilkada langsung telah mengalami perubahan dan

peralihan. Hal ini terjadi karena ketidakjelasan arah politik hukum dalam penyelesaian

sengketa hasil pilkada langsung. Selain eksistensi MK, salah satu lembaga lain yang

sudah lama diamanatkan atau diberi tempat secara khusus oleh UU adalah “Badan

Peradilan Khusus”. Memang Badan ini tidak secara langsung disebut secara yuridis

(berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009) akan menangani sengketa pilkada

langsung, akan tetapi bisa dibentuk untuk menjadi solusi yuridis atas problem yuridis

tertentu di tengah masyarakat, diantaranya pilkada langsung.

181

Page 193: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menentukan bahwa

“Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa,

mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu

lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam

undang-undang”. Lebih lanjut Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

menentukan bahwa “Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu

lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25”. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 memberikan kewenangan

kepada pembentuk undang-undang untuk membentuk badan peradilan khusus, termasuk

badan peradilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa

hasil Pilkada langsung. Badan peradilan khusus penyelesaian sengketa Pilkada tersebut

harus dibentuk di bawah 4 (empat) badan peradilan yang ada. Oleh karena itu, badan

peradilan khusus yang ditentukan dalam Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2015 sebaiknya dibentuk di bawah peradilan tata usaha negara, mengingat

sengketa hasil Pilkada langsung merupakan sengketa administratif yang menilai

keabsahan keputusan penyelenggara Pilkada langsung terkait hasil Pilkada langsung.

Kalau Badan Peradilan Khusus bisa dibentuk, tentu saja diantaranya dengan belajar pada

paradigma dan sistem penyelesaian perselisihan pilkada langsung yang pernah ditangani

MK, maka barangkali hal ini akan menjadi solusi terbaik untuk “mengurangi” beban

Mahkamah Konstitusi, yang idelitasnya terfokus pada penanganan problem

konstitusional yang menjadi kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi (Pasal 23

C ayat (1) dan (2)).

Lembaga penyelesaian sengketa hasil Pilkada langsung telah berubah-berubah, yakni

dari Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

berpindah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Pasal 236C

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Namun demikian, melalui putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 236C Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, sehingga

MK tidak berwenang lagi untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung.

Merespon hal tersebut, pembentuk UU melalui Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2015 menyerahkan kewenangan tersebut kepada Pengadilan Tinggi dan

kemudian dirubah melalui Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015

182

Page 194: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

menjadi kewenangan badan peradilan khusus. Sebelum badan peradilan khusus tersebut

terbentuk, Mahkamah Konstitusi masih tetap berwenang untuk menyelesaikan sengketa

hasil Pilkada langsung sebagaimana ditentukan dalam diktum nomor 2 putusan MK

Nomor 97/PUU-XI/2013 dan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan kewenangan konstitusional yang

bersifat sementara, dan pada hakikatnya bertentangan dengan substansi putusan

Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Oleh karenanya, pembentuk Undang-Undang harus

segera membentuk badan peradilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa hasil Pilkada langsung.

Oleh karena itu Tim Perumus merekomendasikan agar segala sengketa terkait

pemilihan umum diselesaikan dalam Peradilan Pemilu, dengan demikian menghapuskan

kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi untuk mengadili sengketa hasil

pemilihan umum dengan berdasarkan kajian evaluatif berikut:

4.6.1 Pemilihan Umum sebagai Kunci Menuju Negara yang Demokratis

Kehadiran pemilu yang bersih merupakan keharusan dalam negara yang

demokratis. Sebagaimana dikatakan oleh Abraham Lincoln, demokrasi merupakan

suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.282 Oleh karena itu

untuk menjamin berjalannya demokrasi, keberadaan pemilu yang bebas dan tidak

memihak merupakan keharusan dalam suatu negara yang demokratis. Hal ini juga

diperkuat dengan pendapat dari Internasional Comission of Jurist yang merumuskan

bahwa salah satu syarat utama pemerintahan yang demokratis adalah adanya pemilu

yang bebas dan tidak memihak.283 Terutama saat ini dengan semakin luasnya wilayah

negara maka demokrasi hanya dapat dijalankan dengan sistem perwakilan melalui

wakil, sebab tidak mungkin mengikutsertakan seluruh rakyat dalam pemerintahan,

hanya dengan adanya pemilu untuk memilih para wakil dari rakyat yang akan duduk

282 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 15.

283 Ibid.

183

Page 195: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

di pemerintahan, para wakil yang dipilih tersebut akan bertanggungjawab kepada

rakyat.284

Begitu pentingnya keberadaan pemilu dalam suatu negara yang demokratis

juga dapat kita amati dari tujuan pemilu seperti yang dirumuskan oleh Jimly

Asshiddiqie, yaitu:285

1. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan secara tertib

dan damai;

2. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili

kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;

3. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan

4. Untuk melaksanakan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan warga negara.

Melihat bahwa begitu pentingnya pemilu dalam menentukan berjalannya

demokrasi, maka untuk menjamin berjalannya pemilu dengan benar yang nantinya

akan melahirkan wakil-wakil yang sesuai dengan kehendak rakyat maka

diperlukanlah mekanisme untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi akibat

pelanggaran dalam proses pemilu. Sengketa pemilu atau electoral dispute itu sendiri

sebagaimana dikemukakan oleh International IDEA memiliki arti sebagai:

“any complaint, challenge, claim or contest relating to any stafe of the electoral

process”286

berdasarkan pengertian yang didefinisikan oleh International IDEA, dapat dikatakan

bahwa cakupan dari electoral dispute sangat luas dan mencakup seluruh proses

pemilu.287 Sebab sebagai sebuah proses politik maka proses pemilu sangat rentan

dengan pelanggaran-pelanggaran seperti pelanggaran peraturan tentang pemilu

terutama yang menyangkut kampanye, permasalahan tindak pidana pemilu,

permasalahan money politics, serta kecurangan-kecurangan dalam perhitungan suara

284 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, “Mewujudkan Kedaulatan Rakyat Melalui Pemilihan Umum”, dalam Bagir Manan, Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, dan Negara Hukum, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), hlm. 67.

285 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 199.

286 International IDEA, Electoral Justice: The International IDEA Handbook, (Stockholm: Bull Graphics, 2010), hlm. 199.

287 Bisariyadi, “Komparasi Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilu di Beberapa Negara Penganut Paham Demokrasi Konstitusional”, Jurnal Konstitusi, Vol. 9, No. 3 (September 2012), hlm. 539.

184

Page 196: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang sangat mungkin mempengaruhi hasil pemilu.288 Sehingga sangat diperlukan

mekanisme untuk menyelesaikan sengketa pemilu tersebut.

Proses pemilu sendiri memiliki beberapa tahapan sebagaimana digambarkan

oleh International IDEA melalui skema electoral cycle, yaitu:

berdasarkan electoral cycle tersebut, maka proses pemilu dapat dikatakan terbagi

dalam tiga tahap. Dari ketiga tahapan yang terdapat dalam proses pemilu tersebut

maka dapat dikatakan bahwa kewenangan MK memutus perselisihan hasil pemilu

sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24C UUD 1945 merupakan salah satu bentuk dari

sengketa pemilu yaitu yang termasuk dalam kategori post-electoral period, karena

perselisihan hasil pemilu di MK ini menyangkut penetapan hasil pemilu secara

nasional yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membuat

seorang yang seharusnya terpilih untuk menjadi anggota DPR, DPD, DPRD, hingga

288 Rahayu Prasetianingsih, “Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi sebagai Upaya Hukum Terakhir dalam Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum”, Jurnal Konstitusi, Vol. 1, No. 1 (November 2009), hlm. 43.

185

Page 197: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

calon Presiden dan Wakil Presiden gagal dikarenakan terjadinya kekeliruan

perhitungan suara hasil pemilu baik itu yang disengaja maupun tidak disengaja.289

Namun saat ini terjadi perluasan mengenai makna perselisihan hasil pemilu

yang dapat ditangani oleh MK, dimana berdasarkan tafsiran MK dalam Putusan

Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 apabila terdapat pelanggaran yang bersifat terstruktur,

sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi hasil pemilu, maka

pelanggaran tersebut dapat diproses oleh MK, yang berarti bahwa pelanggaran yang

dapat mempengaruhi hasil tersebut tidak hanya dalam arti sempit berupa perhitungan

suara, akan tetapi juga berkaitan dengan berbagai pelanggaran yang terjadi baik dalam

perhitungan maupun dalam proses yang dapat mempengaruhi hasil pemilu.290

4.6.2 Pemberian Kewenangan Memutus Sengketa Pemilu kepada Lembaga

Peradilan

Pada umumnya penyelesaian sengketa pemilu (Electoral Dispute Resolution)

memiliki empat model utama yang dibagi berdasarkan lembaga yang

menyelesaikannya yaitu:291

1. Legislative Body;

2. Judicial Body;

3. Electoral Management Body with Judicial Power:

a. Regular courts of the judicial branch,

b. Constitutional court or council,

c. Administrative courts,

d. Specialized electoral courts;

4. Ad Hoc bodies created with international involvement or as an internal

national institutional solution to a specific electoral process.

Awalnya penyelesaian sengketa pemilu tidak diberikan kepada lembaga

peradilan, melainkan kepada lembaga legislatif, seperti Inggris yang memberikannya

kepada Parlemen sampai dengan tahun 1868, atau Perancis yang sejak abad ke 18

289 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 38.

290 Sidik Pramono, Penanganan Sengketa Pemilu, (Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 2011), hlm. 26.

291 IDEA, Electoral Justice, hlm. 60.

186

Page 198: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

memberikannya pada Etats Generaux hingga berlakunya Konstitusi Republik kelima

pada 1958. Alasan pemberian mekanisme penyelesaian sengketa pemilu kepada

lembaga legislatif saat itu juga sangat dipengaruhi oleh prinsip pemisahan kekuasaan

yang cenderung kaku saat itu, dimana tiap cabang kekuasaan dianggap independen

dari cabang kekuasaan lainnya dan tidak dapat membuat keputusan yang

mempengaruhi komposisi cabang kekuasaan lainnya.292 Namun kini dalam

perkembangannya banyak negara yang memberikan kewenangan memutus sengketa

pemilu kepada lembaga peradilan baik itu pengadilan biasa, pengadilan konstitusi,

pengadilan administratif, maupun pengadilan khusus pemilu. Dengan

mempercayakan pada lembaga peradilan hal itu diharapkan dapat menjamin segala

sengketa yang terjadi dapat diselesaikan secara hukum dan berdasarkan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam konstitusi,293 karena negara-negara di dunia

beranggapan bahwa dalam pemilu terdapat hak-hak dari warga negara yang

merupakan HAM dan kebanyakan diakui oleh konstitusi negara-negara di dunia,

sehingga untuk menjamin hak tersebut ditegakkan maka penyelesaian sengketa

pemilu harus diberikan kepada pengadilan. Hak-hak tersebut menurut International

IDEA terdiri dari:

1. The right to vote and to run for elective office in free, fair, genuine and

periodic election conducted by universal, free secret and direct vote;

2. The right to gain access, in equal conditions, to elective public office;

3. The right to political association for electoral purposes; dan

4. Other rights intimately related to these, such as right to freedom of

expression, freedom of assembly and petition, and access to information

on political electoral matters.

4.6.3 Penyelesaian Sengketa Pemilu sebagai Bentuk Judicialization of Politics

Dengan munculnya anggapan bahwa penyelesaian sengketa pemilu memiliki

fungsi utama untuk menjamin HAM yang dimiliki oleh warga negara dan diakui oleh

konstitusi, maka kini banyak negara yang memberikan kewenangan memutus

sengketa pemilu sebagai bagian dari kewenangan lembaga peradilan terutama

292 Ibid., hlm. 63-64. 293 Ibid, hlm. 62.

187

Page 199: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pengadilan konstitusinya, dan Indonesia kini menjadi contoh salah satu negara yang

memberikan kewenangan memutus salah satu tahap sengketa pemilu kepada

pengadilan konstitusinya yaitu MK, bahkan kini tidak hanya terjadi di Indonesia

perkara-perkara sengketa pemilu juga mulai masuk ke dua pengadilan konstitusi

paling berpengaruh di dunia yaitu Mahkamah Agung Amerika Serikat, dan

Mahkamah Konstitusi Federal Jerman. Contohnya dapat kita lihat dalam kasus Bush

v. Gore yang tersohor dan diputus oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat, serta

kasus Hessen Election Review yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi Federal

Jerman.294 Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa masuknya penyelesaian

sengketa pemilu ke dalam lingkup kewenangan pengadilan di seluruh dunia

merupakan sesuatu yang lazim saat ini.

Namun sebenarnya, meski masuknya penyelesaian sengketa pemilu kepada

lembaga peradilan dimaksudkan untuk menjaga hak-hak asasi warga negara sesuai

dengan yang dijamin oleh konstitusi, akan tetapi tidak dapat kita kesampingkan pula

bahwa sengketa pemilu merupakan perkara yang memiliki unsur politis yang kuat,

sedangkan pengadilan itu sendiri tentu harus menjaga independensinya dan

membatasi diri terhadap perkara-perkara yang memiliki unsur politis yang kuat.

Dengan diberikannya lembaga peradilan kewenangan untuk memutus sengketa

pemilu yang merupakan perkara yang memiliki unsur politis tinggi maka dapat

dikatakan bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk judicialization of politics atau

suatu fenomena dimana terjadi perpindahan kewenangan dalam memutus pembuatan

kebijakan publik yang bersifat politis dari lembaga politik seperti legislatif maupun

eksekutif, kepada lembaga peradilan yang tidak representatif dan tidak akuntabel.295

Saat ini dengan melihat contoh-contoh di berbagai negara maka fenomena

judicialization of politics tersebut dapat dikatakan merupakan sesuatu yang lazim

dalam suatu negara demokrasi konstitusional,296 akan tetapi tidak sedikit pula yang

bersifat skeptis terhadap fenomena tersebut dan mengkritiknya dikarenakan dengan

masuknya perkara-perkara politik tersebut maka pengadilan akan menggunakan

294 Russel A. Miller, “Lords of Democracy: The Judicialization of Pure Politics in the United States and Germany”, Washington and Lee Law Review, Vol. 587, (Januari 2004), hlm. 599.

295 Ibid., hlm. 595. 296 Jonghyun Park, “The Judicialization of Politics in Korea”, Asian-Pacific Law & Policy Journal,

Vol. 10, No.1 (2008), hlm. 100.

188

Page 200: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

189

pertimbangan politik dalam pengambilan keputusannya, atas dasar itulah Jonghyun

Park dalam tulisannya menyatakan bahwa fenomena judicialization of politics dapat

menghancurkan nilai-nilai negara hukum (rule of law).297

4.6.4 Judicialization of Politics dalam Kewenangan MK Memutus Perselisihan

Hasil Pemilu

Di Indonesia sendiri, terdapatnya fenomena judicialization of politics dalam

kewenangan MK memutus perkara perselisihan hasil pemilu memang tidak dapat

dilepaskan dari tujuan dibentuknya MK itu sendiri, karena memang sejak awal terlihat

bahwa pertimbangan dibentuknya MK kental dengan muatan politis.298 Salah satu

alasan mengapa begitu politisnya tujuan dibentuknya MK tidak dapat dilepaskan dari

konfigurasi politik yang ada ketika dibentuknya MK. Ketika dibentuknya Indonesia

baru saja lepas dari pemerintahan yang otoriter dan memasuki era reformasi, dimana

pada saat itu banyak muncul partai-partai politik baru, dan tidak terdapat satu

kekuatan politik yang benar-benar menguasai MPR sebagai lembaga yang mengubah

UUD 1945. Sebagaimana dikemukakan Tom Ginsburg pembentukan Mahkamah

Konstitusi sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang ada ketika dibentuknya,

apabila semakin terbaginya lingkungan politik dimana terdapat banyak partai yang

saling bersaing untuk mendapatkan kekuasaan, akan membuat semakin kuatnya peran

pengadilan yang akan dibentuk. Sebaliknya apabila terdapat satu partai politik yang

kuat dan menguasai mayoritas lingkungan politik, maka peran pengadilan akan

semakin lemah.299 Maka dari itu dengan terdapatnya banyak partai dan tidak

terdapatnya kekuatan politik yang sangat dominan ketika dibentuknya MK, tak heran

apabila saat ini MK memiliki peran yang kuat dalam memutus masalah-masalah

297 Ibid., hlm. 66. 298 Wicaksana Dramanda, “Political Judicialization dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Indonesia”, http://pleads.fh.unpad.ac.id/?p=152 diakses pada 1 Februari 2018. 299 Tom Ginsburg, “Constitutional Courts in New Democracies: Understanding Variation in East

Asia”, Global Jurist Advance, Vol. 2, No. 2, (2002), hlm. 17.

Page 201: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

politik, sebagaimana hal itu tercermin dimana begitu banyaknya perkara perselisihan

hasil pemilu yang diputus oleh MK.

Di Indonesia melalui kewenangannya memutus perkara perselisihan hasil

pemilu yang merupakan bentuk judicialization of politics, maka terbuka kemungkinan

bagi MK menjadi objek politisasi cabang kekuasaan lainnya karena pemilu itu sendiri

merupakan salah satu mekanisme bagi para pesertanya untuk dapat duduk di cabang

kekuasaan lain yaitu legislatif maupun eksekutif. Terbukanya kemungkinan bagi MK

menjadi objek politisasi tersebut dapat kita lihat dari banyaknya perkara perselisihan

hasil pemilu yang dimohonkan kepada MK. Banyaknya perkara perselisihan hasil

pemilu yang dimohonkan tersebut membuat MK sangat kerepotan dalam

menanganinya. Bahkan sebelum ini MK tidak hanya kerepotan dalam menangani

perselisihan hasil pemilu legislatif dan presiden saja yang dilangsungkan lima tahun

sekali, tetapi juga kerepotan menangani perselisihan hasil pemilihan umum kepala

daerah (pilkada) akibat terlalu banyaknya perkara sengketa pilkada yang masuk.

Banyaknya perselisihan hasil pilkada yang masuk ke MK tersebut disebabkan adanya

anggapan bahwa “apabila kalah dalam pilkada maka dibawa saja ke MK” yang

membuat 90% pilkada berujung di MK.300 Puncaknya adalah ketika mantan Ketua

MK Akil Mochtar ditangkap karena menerima suap ketika menangani sengketa

pilkada sehingga akhirnya MK melalui Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 menghapus

kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada. Namun dapat dikatakan bahwa

akibat terungkapnya perkara suap yang menimpa ketua MK tersebut membuat

tereduksinya kepercayaan rakyat kepada MK.

Contoh tersebut tentu menunjukkan bahwa kewenangan MK memutus

perselisihan hasil pilkada telah membuat MK menjadi objek politisasi dari para

peserta pilkada. Saat ini, meskipun MK sudah tidak lagi berwenang memutus

perselisihan hasil pilkada, namun perselisihan hasil pemilu legislatif dan eksekutif

yang masuk ke MK setiap 5 tahun sekali tetap membuat MK kewalahan karena

banyaknya jumlah perkara yang masuk sebab perkara perselisihan hasil pemilu

sampai sejauh ini merupakan perkara yang paling banyak diajukan di MK dimana

dalam pemilu 2014 saja terdapat 702 kasus mengenai perselisihan hasil pemilu

300 Gatra, “Fadel: 90% Pilkada Berujung pada MK”, https://www.gatra.com/politik-1/pemilu-1/pilkada-1/31178-fadel-90-persen-pilkada-berujung-pada-mk.html diakses pada 1 Februari 2018.

190

Page 202: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

legislatif yang dimohonkan kepada MK, jumlah tersebut menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan dibanding pemilu tahun 2004 dimana terdapat 274 perkara, dan pemilu

tahun 2009 dengan 627 perkara.301

4.6.5 Mengalihkan Kewenangan Memutus Perselisihan Hasil Pemilu kepada

Badan Peradilan Pemilu

Memang sejak awal keberadaan MK dimaksudkan untuk menyelesaikan

perkara-perkara politik dan ketatanegaraan yang salah satunya adalah mengenai

perselisihan hasil pemilu, dengan begitu diharapkan permasalahan mengenai pemilu

dapat diselesaikan secara hukum sesuai prinsip-prinsip yang terdapat dalam

konstitusi. Namun, harus diingat pula bahwa kewenangan MK dalam memutus

perselisihan hasil pemilu merupakan suatu bentuk judicialization of politics yang

harus diimbangi melalui prinsip pembatasan diri (judicial restraint) agar MK sebagai

lembaga peradilan dapat menjaga kedudukannya dan tidak menjadi objek politisasi

dari cabang kekuasaan lainnya, dan mampu fokus pada tugas utama yang lebih minim

sarat politiknya seperti pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar.

Oleh karena itu, kewenangan memutus perselisihan hasil pemilu sudah

seharusnya dialihkan dari Mahkamah Konstitusi ke Peradilan Pemilu yang secara

khusus mengadili seluruh sengketa pemilu dengan hukum acara yang lebih singkat,

penyidik khusus, penuntut khusus, hakim khusus dan lain sebagainya. Perlunya akan

kebutuhan peradilan khusus pemilu dalam pelaksanaan pemilihan umum merupakan

sebuah cita hukum (ius constituendum) yang tujuannya untuk memproteksi hak

konstitusional warga negara dan peserta pemilihan tersebut. Pemilu dapat

memberikan ruang hukum kepada pihak-pihak yang dirugikan dalam

penyelenggaraan tahapan pemilu untuk mendapatkan kepastian hukum dalam

kehidupan negara demokrasi, sekaligus sebagai upaya untuk mempercepat

penyelesaian pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama tahapan suatu pemilu

berlangsung. Ide awal peradilan khusus Pemilu sebenarnya suatu solusi untuk

mewujudkan salah satu komponen terpenting dalam azas-azas penyelenggaraan

pemilu diantaranya adalah “kepastian hukum”. Dalam konteks kepastian hukum,

301 Pramono, Penanganan Sengketa Pemilu, hlm. 19-20.

191

Page 203: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

adalah bahwa antara penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, dan peserta pemilu

menerima secara baik dari proses tahapan, program dan jadwal waktu

penyelenggaraan pemilu. Apabila ada pihak-pihak yang belum puas atau merasa

dirugikan dalam penyelenggaraan tahapan suatu pemilu untuk mendapatkan kepastian

hukum, dapat mengajukan permasalahan tersebut di Peradilan Pemilu. Sehingga

dengan adanya Peradilan Pemilu, maka permasalahan-permasalahan hukum di pemilu

yang selama ini menumpuk di Mahkamah Konstitusi dapat diselesaikan dengan baik

dan terfokus.

4.7 Penguatan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan

Indonesia

Konsep demokrasi dalam suatu negara berarti negara tersebut menempatkan

kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Kekuasaan itu pada hakikatnya berasal dari rakyat,

dikelola oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Bahkan dalam sistem

participatory democracy, kekuasaan itu juga dilaksanakan ‘bersama’ rakyat. Namun

karena kebutuhan praktis, gagasan demokrasi ini perlu dilaksanakan melalui prosedur

perwakilan (representative democracy). Jadi dalam konsep demokrasi, pemerintahan

merupakan pemerintahan oleh rakyat, namun dalam pengertian masa ini pemerintahan

bersifat tidak langsung atau perwakilan (representative government). Dari sini muncul

ide adanya lembaga perwakilan rakyat, dan kedaulatan rakyat tidak berkurang hanya

karena adanya lembaga perwakilan rakyat.302

Carl J. Friedrich mengemukakan setidaknya terdapat 2 fungsi parlemen; sebagai

representative assemblies dan deliberative assemblies. Parlemen pada negara modern

tidak hanya mewakili keinginan (will) dari rakyat, tapi juga tempat membahas masalah

dalam masyarakat (deliberate). Parlemen sebagai majelis perwakilan rakyat

(representative assemblies) memiliki fungsi legislasi sebagai fungsi utamanya. Fungsi ini

lebih merupakan formal daripada politis, karena secara politis fungsi legislasi lebih

banyak dilakukan oleh birokrasi.303 Fungsi-fungsi ini dijalankan oleh parlemen dengan

302 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 112-117.

303 Fatmawati, Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem Multikameral (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010), hlm. 18.

192

Page 204: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

struktur lembaganya yang berbeda-beda antara satu negara dengan lainnya. Secara umum,

struktur parlemen di dunia terdiri dari sistem satu kamar (unicameralism) dan sistem dua

kamar (bicameralism). Dalam praktek parlemen dengan kamar lebih dari 2

(multicameralism), walaupun parlemen terdiri dari 2 kamar, kewenangan membentuk

undang-undang hanya berada pada salah satu kamar atau kedua kamar. Arend Lijphart

membagi dalam 4 kategori struktur kamar dalam penelitiannya, yaitu strong,

mediumstrength, weak, dan unicameral legislatures.304

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dengan adanya dua majelis di suatu negara

dapat menguntungkan karena dapat menjamin semua produk legislatif dan tindakan-

tindakan pengawasan dapat diperiksa dua kali (double check). Keunggulan sistem double

check ini semakin terasa apabila Majelis Tinggi yang memeriksa dan merevisi suatu

rancangan itu memiliki keanggotaan yang komposisinya berbeda dari Majelis Rendah.305

Lebih lanjut, Bagir Manan memandang ada beberapa pertimbangan bagi Indonesia untuk

memilih sistem dua kamar:306

1. Seperti diutarakan Montesquieu, sistem dua kamar merupakan suatu mekanisme

checks and balances antara kamar-kamar dalam satu badan perwakilan.

2. Penyederhanaan sistem badan perwakilan. Hanya ada satu badan perwakilan

tingkat pusat yang terdiri dari dua unsur, yaitu unsur yang langsung mewakili

seluruh rakyat dan unsur yang mewakili daerah. Tidak diperlukan utusan

golongan. Kepentingan golongan diwakili dan disalurkan melalui unsur yang

langsung mewakili seluruh rakyat.

3. Wakil daerah menjadi bagian yang melaksanakan fungsi parlemen (membentuk

undang-undang, mengawasi pemerintah, menetapkan APBN, dan lain-lain).

Dengan demikian, segala kepentingan daerah terintegrasi dan dapat dilaksanakan

sehari-hari dalam kegiatan parlemen. Hal ini merupakan salah satu faktor untuk

menguatkan persatuan dan menghindari disintegrasi.

304 Ibid., hlm. 19-20. 305 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah: Telaah

Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, dalam: Saldi Isra, “Penataan Lembaga Perwakilan Rakyat: Sistem Trikameral di Tengah Supremasi Dewan Perwakilan Rakyat, Jurnal Konstitusi Vol. 1, Juli 2004, hlm. 119

306 Bagir Manan, Teori Dan Politik Konstitusi (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), hlm. 60

193

Page 205: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

4. Sistem dua kamar akan lebih produktif. Segala tugas dan wewenang dapat

dilakukan setiap unsur. Tidak perlu menunggu atau bergantung pada satu badan

seperti DPR sekarang.

Salah satu perubahan substansial yang terjadi pada perubahan pertama hingga

keempat UUD NRI 1945 adalah penegasan sistem presidensial di Indonesia. Untuk itu

dilakukan penegasan posisi Presiden dalam sistem ketatanegaraan disertai penguatan

lembaga legislatif. Maka perubahan UUD NRI 1945 telah melahirkan sebuah lembaga

baru dalam struktur ketatanegaraan, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Keberadaan

DPD pada Perubahan UUD NRI 1945 diarahkan sebagai kamar kedua parlemen dalam

sistem bikameralisme.307 Dibentuknya DPD dilatarbelakangi tuntutan demokrasi untuk

memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah dan memperluas serta meningkatkan

partisipasi daerah dalam kehidupan nasional.308 Setidaknya terdapat tiga tujuan

dibentuknya DPD pada Perubahan UUD NRI 1945, antara lain untuk :309

1. Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah;

2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerahdaerah

dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah;

3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara

serasi dan seimbang.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, sudah pernah dikenal adanya perwakilan

teritorial disamping pewakilan politik. Pada masa awal kemerdekaan hingga saat

diterapkannya konstitusi RIS, lembaga perwakilan rakyat dilaksanakan oleh KNIP

dimana 8 dari 25 orang anggotanya dipilih dari daerah. Pada saat Konstitusi RIS,

Indonesia menerapkan sistem dua kamar yang terdiri dari perwakilan politik oleh DPR

dan perwakilan teritorial oleh Senat RIS. Anggota Senat RIS berjumlah 32 orang di mana

setiap daerah diwakilkan oleh dua orang senat. Pada saat Indonesia kembali ke bentuk

negara kesatuan, diberlakukan UUDS 1950 di mana lembaga perwakilannya adalah DPR

307 Reni Dwi Purnomowati, Implementasi Sistem Bikameral dalam Parlemen Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 3.

308 Kelompok DPD di MPR RI, Untuk Apa DPD RI (Jakarta: Kelompok DPD di MPR RI, 2006), hlm. 37.

309 Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2007), hlm. 103

194

Page 206: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Pada masa ini perwakilan daerah dihapuskan,

namun gagasan sistem dua kamar belum punah. Dalam upaya penyusunan konstitusi baru

oleh Konstituante, sistem bikameral tetap menjadi salah satu opsi bentuk lembaga

perwakilan rakyat.

Akibat gagalnya Konstituante, Presiden mengumumkan Dekrit Presiden yang

memberlakukan kembali UUD NRI 1945. Pada masa ini Presiden membentuk MPRS

yang terdiri atas anggota DPR-GR ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan

Golongan. Utusan Daerah ini berjumlah 94 orang yang mewakili 24 daerah provinsi

dengan tiap provinsinya direpresentasikan oleh 3-5 orang. Pada masa Orde Baru, MPR

merupakan lembaga tertinggi negara yang anggotanya terdiri atas anggota DPR ditambah

utusan golongan-golongan dan utusan daerah-daerah. Setelah Perubahan keempat UUD

NRI 1945, MPR tidak lagi dipahami sebagai lembaga yang lebih tinggi kedudukannya

daripada lembaga negara yang lain. MPR sebagai lembaga tinggi negara setara tingkatnya

dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Perubahan ini juga mengubah struktur

kelembagaan MPR dengan menghapus unsur Utusan Golongan dan mengubah unsur

Utusan Daerah menjadi DPD. Sehingga MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD.

Berbeda dengan DPR yang mencerminkan representasi politik (poltical representation),

DPD mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional

representation).310

Terjadi perubahan nomenklatur Utusan Daerah menjadi Dewan Perwakilan Daerah.

Katin Subiyantoro, juru bicara F-PDIP pada Rapat PAH I BP MPR ke-38 mengatakan

bahwa penambahan kata ‘dewan’ menggambarkan penguatan kelembagaan DPD sebagai

badan yang mempunyai peran dan kedudukan hukum pasti. Perubahan kata ‘utusan’

menjadi ‘perwakilan’ menggambarkan bahwa DPD sungguh-sungguh menjadi wakil

rakyat dari daerah yang tidak sekedar diangkat, tetapi dipilih langsung oleh rakyat.311

Utusan Golongan dalam MPR sebelum perubahan UUD NRI 1945 mewakili

kelompok-kelompok fungsional yang aspirasinya tidak mungkin dapat diwakili oleh

perwakilan politik. Oleh karena itu dikenal adanya perwakilan fungsional disamping

310 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 140.

311 Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD NRI 1945, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Buku III Jilid 2 (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hlm. 1121.

195

Page 207: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

perwakilan politik dan perwakilan regional.312 Terkait hal ini dalam pembahasan

perubahan UUD NRI 1945, Valina Singka dari F-UG mengatakan bahwa Utusan

Golongan dihapus karena pandangan bahwa melalui perwakilan regional (baca: DPD)

sebetulnya kelompok-kelompok minoritas di daerah masing-masing juga bisa

direpresentasikan.313 Ini disebabkan perbedaan hakikat kepentingan yang diwakili oleh

DPR dan DPD. DPR dimaksudkan untuk mewakili rakyat, sedangkan DPD dimaksudkan

untuk mewakili daerah-daerah. Kepentingan yang diutamakan dalam perwakilan regional

adalah kepentingan daerah secara keseluruhan terlepas dari kepentingan individu rakyat

yang seharusnya disalurkan melalui DPR.314

Menurut Bagir Manan, penghapusan Utusan Golongan lebih didorong oleh

pertimbangan pragmatik daripada konseptual yaitu karena tidak mudah menentukan

golongan yang diwakili dan cara pengisiannya mudah menimbulkan kolusi politik antara

golongan yang diangkat dan yang mengangkat.315 Sedangkan pembentukan DPD

dimaksudkan untuk mendapatkan sistem politik yang pas dan sesuai dengan kondisi

masyarakat Indonesia yang heterogen karena mustahil apabila satu sistem kelembagaan

politik saja akan mampu menampung seluruh perbedaan itu.316 Lagi menurut Bagir

Manan, pembentukan DPD dilatarbelakangi oleh beberapa dasar konseptual, yaitu:317

1. Sebagai unsur sistem perwakilan dua kamar di samping DPR yang keduanya

merupakan unsur-unsur MPR;

2. Sebagai pengganti utusan daerah di MPR yang tidak jelas kedudukan dan

fungsinya;

3. Memperkuat kekuasaan legislatif dengan memperluas keterwakilan rakyat (bukan

hanya representasi politik oleh DPR), sebagai faktor pengimbang (check and

balances) yang meningkatkan kualitas hasil kerja, dan saling mengawasi; dan

4. Sebagai forum memperjuangkan kepentingan daerah yang tidak selalu mendapat

perhatian yang cukup dari pusat.

312 Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hlm. 142-143. 313 Tim Penyusun Naskah Komprehensif, Naskah Komprehensif Perubahan…, hlm. 1086 314 Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hlm. 142-147. 315 Bagir Manan, DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru (Yogyakarta: FH UII Press, 2003),

hlm. 75. 316 Kelompok DPD, Untuk Apa DPD RI, hlm. 3-4. 317 Bagir Manan, Membedah UUD NRI 1945 (Malang: UB Press, 2012), hlm. 17-18.

196

Page 208: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Sementara menurut Kelompok DPD di MPR Republik Indonesia, latar belakang

dibentuknya DPD bisa dilihat dari:318

1. Segi filosofis, yaitu didorong oleh kepentingan mewarnai kebijakan pemerintahan

nasional dengan memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah.

Pengertian daerah di sini bukanlah daerah per daerah melainkan wilayah

geokultural dalam bingkai yang majemuk;

2. Segi historis, yaitu hubungan pusat dan daerah yang selalu mengalami ketegangan

sejak kemerdekaan Indonesia; dan

3. Segi yuridis, yaitu dibutuhkannya suatu sistem yang lebih baik agar keterwakilan

politik di Indonesia sebagai wilayah luas dengan keragaman etnis dan budaya

dapat berjalan dengan baik.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan DPD

diharapkan mampu menjamin keterwakilan rakyat daerah dalam memperjuangkan

kepentingan-kepentingannya, memperjuangkan pembangunan dan kemajuan daerah,

serta memperkuat pelaksanaan check and balances.

4.7.1 Status Quo Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah RI

Saat ini, ketentuan mengenai DPD diatur dalam BAB VIIA berjudul Dewan

Perwakilan Daerah, Pasal 22C dan 22D. Secara garis besar, Pasal 22C mengatur

tentang kelembagaannya seperti metode seleksi, keanggotaan, jumlah sidang, serta

susunan dan kedudukannya; sedangkan Pasal 22D mengatur tentang kewenangannya.

Pasal 22C ayat (1) secara khusus mengatur tentang pengisian jabatan DPD, yaitu

bahwa anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Metode

seleksi anggota DPD berbeda dengan anggota Utusan Daerah untuk menegaskan

bahwa anggota DPD merupakan perwakilan dari daerahnya, bukan sekedar utusan.319

DPD merupakan sebuah lembaga territorial representation yang melaksanakan jenis

perwakilan in presence dan in ideas.320 Dikatakan representasi in presence karena

318 Kelompok DPD, Untuk Apa DPD RI, hlm. 5-21 319 Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD NRI 1945, Naskah

Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 199-2002, Buku II tentang Sendi-sendi/Fundamen Negara (Jakarta: Seketariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hlm. 69.

320 Dayanto, Peraturan Daerah Responsif: Fondasi Teoritik dan Pedoman Pembentukannya (Yogyakarta: Penerbit Depublish, 2015), hlm. 220.

197

Page 209: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

secara formal merupakan keterwakilan dari segi kehadiran secara fisik dalam

parlemen. Sedangkan DPD sebagai respresentasi in ideas jika dikaitkan dengan

ketentuan Pasal 22E ayat (4), bahwa anggota DPD adalah perseorangan. Pasal 22C

ayat (2) mengatur tentang sistem rekrutmen anggota DPD. Dalam literatur hukum dan

politik dikenal tiga sistem rekrutmen utama, yaitu:321

1. Sistim Distrik: Dalam sistem ini, daerah pemilihan dibagi ke dalam wilayah-

wilayah (distrik) pemilihan berdasarkan kesatuan geografis atas dasar

perhitungan jumlah penduduk tertentu. Pembagian atas dasar jumlah

penduduk itu dilakukan secara seimbang misalnya setiap 50.000 penduduk

diwakili oleh seorang wakil tunggal (single member constituency) yang dipilih

atas dasar perhitungan suara terbanyak;

2. Sistim Proporsional: Dalam sistem ini, daerah pemilihan dibagi ke dalam

wilayah-wilayah besar untuk memilih beberapa orang wakil sekaligus (multi

member constituency). Misalnya ditentukan bahwa untuk setiap 50.000

penduduk akan dipilih 5 orang wakil yang berasal dari partai-partai yang

memenangkan suara di daerah pemilihan tersebut. Dengan demikian, untuk

setiap 100.000 suara yang dihimpun partai politik yang bersangkutan akan

memenangkan satu kursi di parlemen;

3. Sistim Campuran: Dalam sistem ini, kelemahan kedua sistem di atas dicoba

untuk diatasi. Misalnya menerapkan sistem distrik dengan menyediakan kursi

mutlak untuk minoritas seperti yang diterapkan di Singapura atau seperti di

Jerman dimana setengah dari anggota parlemen dipilih dengan sistem distrik

dan setengahnya lagi dipilih dengan sistem proporsional.

Dapat disimpulkan dari Pasal 22C Pasal (2) bahwa sistem rekrutmen anggota

DPD menggunakan sistem distrik. Saat ini terdapat empat orang anggota DPD dari

tiap-tiap provinsi.322 Pasal 22C ayat (3) mengatur bahwa jumlah sidang yang harus

dilakukan DPD dalam setahun sedikitnya sekali. Sedangkan ayat (4) menjelaskan

bahwa susunan dan kedudukan DPD diatur dengan undang-undang. Pasal 22D

321 Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press, 1996), hlm. 26-28.

322 Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

198

Page 210: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

mengatur tentang kewenangan konstitusional DPD dalam menjalankan fungsi

legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, fungsi

representasi dan legislasi menjadi utama. Fungsi legislasi dalam lembaga perwakilan

rakyat terdiri dari prakarsa, pembahasan, dan persetujuan atas pengesahan undang-

undang serta pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas persetujuan

internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya.323 Namun

apabila dilihat dari kewenangan dalam Pasal 22D, fungsi legislasi DPD sangat lemah.

Banyak pendapat mengatakan bahwa dengan rumusan tegas fungsi legislasi,

anggaran, dan pengawasan oleh DPR, telah memberi garis demarkasi yang sangat

tegas bahwa kekuasaan membuat undang- undang hanya menjadi monopoli DPR.

Tidak hanya kewenangannya yang terbatas, UUD NRI 1945 juga sangat rancu dan

tidak jelas mengatur fungsi-fungsi DPD dan memberikan restriksi kekuasaan yang

tidak proporsional kepada DPD sebagai lembaga negara dan sebagai lembaga

legislatif kedua setelah DPR.

DPD telah lahir sebagai sebuah lembaga baru berdasarkan Pasal 3 UUD NRI

1945 (hasil amandemen keempat). Sebagai institusi negara yang baru, peran DPD

belum begitu berarti, setidaknya karena empat hal:324

1. Fungsi, tugas, wewenang dan hak DPD belum terumus dengan baik, dan juga

hak-hak dari anggota DPD;

2. Sebagai lembaga negara baru, tentunya masih dicari sebuah sistem yang

memungkinkan berperannya DPD secara optimal;

3. Lembaga-lembaga negara negara yang sudah ada sebelumnya, khususnya

DPR-RI belum sepenuh hati memberikan peran yang menentukan bagi DPD,

sehingga wibawa politik dan kewenangan yang dimilikinya sangat lemah; dan

4. Karena Indonesia belum memiliki pengalaman yang luas mengenai sistem

bikameral.

Pasal 22D ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa DPD dapat

mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

323 Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, hlm. 34. 324 John Pieris dan Aryanthi Baramuli Putri, Penguatan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia (Jakarta: Pelangi Cendikia, 2009), hlm. 181

199

Page 211: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Sebelum diadakan penafsiran melalui Putusan MK No. 92/PUU-X/2012, pelaksanaan

ketentuan pasal ini diatur berdasar UU No. 27 tahun 2009, dan UU No. 12 tahun 2011,

serta Tata Tertib DPR. Pengajuan RUU oleh DPD harus terlebih dahulu melewati

DPR karena DPR yang menentukan apakah RUU tersebut masuk ke dalam lingkup

kewenangan DPD.325 Selain itu, pengajuan RUU oleh DPD mesti dilakukan

berdasarkan Prolegnas sebagai instrumen perencanaan program pembentukan

undang-undang di Indonesia.326 Padahal dalam proses penyusunan Prolegnas, Badan

Legislasi DPR hanya menginventarisasi usulan DPD seperti halnya komisi atau

fraksi.327 Dengan adanya Putusan MK No. 92/PUU-X/2012, ditegaskan kembali

Peran DPD terlibat dalam pembuatan Prolegnas serta Peran DPD berhak mengajukan

RUU yang dimaksud dalam Pasal 22D ayat (1) UUD 1945 sebagaimana halnya

bersama-sama dengan DPR dan Presiden.

Pasal 22D ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa DPD ikut membahas

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat

dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan

pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat

atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Selain itu, DPD memberi pertimbangan atas RUU anggaran APBN dan RUU yang

berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Sebelum diadakan penafsiran melalui Putusan MK No. 92/PUU-X/2012,

kewenangan DPD untuk ikut membahas tidak berjalan dengan baik karena wewenang

untuk mengikutsertakan DPD dalam pembahasan ada di DPR.328 Artinya kehadiran

DPD dalam pembahasan RUU bukan karena inisiatifnya, melainkan karena diundang

oleh DPR. Pandangan dan pendapat DPD dalam tahap pembahasan RUU juga tidak

325 Pasal 104 ayat (5) Tata Tertib DPR tahun 2009. 326 Pasal 101 Tata Tertib DPR tahun 2009. 327 Pasal 60 huruf d jo. Pasal 104 ayat (1) Tata Tertib DPR tahun 2009. 328 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata

Tertib.

200

Page 212: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

menentukan sama sekali. DPR tidak memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan

pandangan DPD, bahkan pembahasan RUU tetap dilanjutkan dalam pembahasan

tingkat II walaupun DPD tidak memberikan pandangannya. DPD tidak benar-benar

hadir dalam dua tingkat pembicaraan padahal di situlah terjadi tawar menawar politik

dalam menentukan perumusan pasal undang-undang yang akan mengikat seluruh

rakyat di daerah. DPD juga hanya bisa memberi pertimbangan mengenai RUU APBN

dan yang mengenai pajak, pendidikan, dan agama. Berbeda dengan pembahasan

bersama, pemberian pertimbangan hanya bisa dilakukan oleh DPD secara tertulis.329

Pasal 22D ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa DPD dapat melakukan

pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta

menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai

bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Fungsi anggaran DPD ini hanya terbatas

pada memberi pertimbangan terhadap RUU APBN.

Kata dapat mengajukan, ikut membahas, dan dapat melakukan pengawasan

pada Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3), dalam ilmu tafsir (interpretasi) dipahami sebagai

sesuatu yang juga dapat tidak dilakukan dalam proses legislasi nasional atau dalam

proses pembuatan undang-undang330 Sehingga kemudian dapat kita tarik kesimpulan

bahwa UUD NRI 1945 tidak memberikan original power kepada DPD. Makna kata

dapat dalam Pasal 22D ayat (1) hanya menempatkan DPD sebagai lembaga negara

yang membantu DPR dalam menjalankan fungsi legislatifnya. Kemudian, makna kata

ikut membahas dalam ayat (2) hanya mempromosikan DPD sebagai lembaga negara

yang tidak sepenuhnya menjalankan fungsi pembahasan RUU. Kata ikut

mengimplikasikan bahwa DPD merupakan sub-ordinat DPR. Lalu, pengertian dapat

melakukan pengawasan dalam ayat (3) dapat ditafsirkan bahwa menempatkan DPD

pada posisi yang lemah pada mekanisme checks and balances. Kata dapat

mengindikasikan DPD tidak perlu berkewajiban mengajukan RUU kepada DPR,

329 Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

330 John Pieris dan Aryanthi Baramuli Putri, Penguatan Dewan Perwakilan…, hlm. 184.

201

Page 213: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

apalagi kalau DPD menganggap itu tidak terlalu penting, atau itu hanya sebuah

rumusan yang tidak mengikat DPD untuk mengajukan RUU kepada DPR.331

4.7.2 Perubahan Terhadap Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah RI

Pada Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, dengan dibentuknya DPD dalam

rangka restrukturisasi lembaga perwakilan rakyat, telah terbentuk sebuah struktur

parlemen dua kamar (bikameralisme). Namun kedua kamar dewan perwakilan

tersebut tidak dilengkapi dengan kewenangan yang sama kuat. Misalnya dalam fungsi

legislatif, DPD hanya memberikan pertimbangan mengenai Rancangan Undang-

undang tertentu kepada DPR yang dengan tegas memegang fungsi legislatif. Karena

alasan ini, struktur parlemen Indonesia sering disebut soft bicameralism. Namun,

Menurut Jimly Asshiddiqie, struktur parlemen Indonesia sama sekali tidak bisa

disebut sistem bikameral.332 Pertama, ternyata bahwa DPD sama sekali tidak diberi

kewenangan legislatif, meskipun hanya sederhana sekalipun. DPD hanya memberi

saran atau pertimbangan, dan sama sekali tidak berwenang mengambil keputusan apa-

apa di bidang legislatif. Kedua, Pasal 2 ayat (1) UUD NRI1945 menyatakan bahwa

MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan

umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang, tidak seperti Kongres Amerika

Serikat yang dikatakan terdiri atas DPR dan Senat, atau Staten Generaal Belanda

yang terdiri atas Eereste Kamer dan Twede Kamer. Ketiga, ternyata lembaga MPR

juga mempunyai kewenangan-kewenangan dan Pimpinan tersendiri. Dari kedua hal

itu, MPR dapat disebut sebagai kamar tersendiri, sehingga struktur parlemen

Indonesia dapat disebut sebagai parlemen tiga kamar (trikameralisme).

Ketimpangan kewenangan antara dua kamar sebenarnya bukan hal yang

negatif, karena sebetulnya tujuan pembentukan DPD, sebagaimana disebutkan di

awal, seluruhnya hanya berkaitan berkaitan dengan kepentingan daerah. Inilah yang

sebelumnya kita sebut sebagai bikameral asimetris. Namun di Indonesia kewenangan

DPD bukan hanya asimetris tetapi sangat terbatas dan tidak mandiri. Jika kita

bandingkan dengan praktek bilateral negara lain, dari 22 negara yang diteliti oleh

Fatmawati, hanya 2 negara yang kamar keduanya tidak memiliki kewenangan

331 Ibid., hlm. 185. 332 Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hlm. 150.

202

Page 214: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

membentuk undang-undang.333 Dari penelitian yang sama, tidak ada satu pun negara

yang metode seleksi anggota kamar keduanya dipilih secara langsung yang

membatasi kewenangan kamar keduanya hanya berkaitan dengan kepentingan

daerah. Jadi terlihat bahwa negara-negara yang kewenangan dalam fungsi legislasi

kamar keduanya hanya terkait kepentingan daerah, metode seleksi anggotanya tidak

dipilih secara langsung, seperti di RIS, Federal Republic of Germany, dan Republic

of South Africa.334 Sungguh aneh jika di Indonesia, dimana DPD memiliki legitimasi

demokrasi, tapi kewenangannya terbatas hanya terkait kepentingan daerah tanpa

kewenangan menyetujui undang-undang. Jika dipertahankan demikian, akan lebih

efisien jika sistem Parlemen Indonesia dipertegas sebagai unikameral.

Untuk menentukan struktur parlemen yang ideal pada suatu negara, Arend

Lijphart mengaitkannya dengan teori bentuk demokrasi. Lijphart menggagas dua

model demokrasi yang disebutnya sebagai Westminster/Majoritarian Model of

Democracy dan Consensus Model of Democracy. Penggolongan ini didasari paradoks

dilematis pada pelaksanaan demokrasi bahwa demokrasi yang sepenuhnya menjadi

kekuasaan milik mayoritas tanpa memperhatikan hak-hak minoritas. Sebaliknya,

bukan merupakan demokrasi jika pemerintahan bertentangan dengan kehendak

mayoritas. Untuk itu diperlukan diskusi berkelanjutan untuk menghasilkan kompromi

sebagai bagian alami dalam demokrasi. Diskusi ini terjadi pada lembaga perwakilan

rakyat, sehingga terkait struktur parlemen, Lijphart mengatakan:335

“The pure majoritarian model of democracy calls for the concentration of

legislative power in single chamber; The pure concensus model of democracy

is characterized by a bicameral legislature in which power is devided equally

between two differently constituted chambers.”

Gagasan dasar dari Demokrasi Majoritarian adalah bahwa mayoritas yang

paling berhak memerintah. Model demokrasi yang dipromosikan Lijphart ini

merupakan gambaran dari praktek dan tradisi pemerintahan Inggris yang

333 Fatmawati, Struktur dan Fungsi…, hlm. 285. 334 Fatmawati, Struktur dan Fungsi…, hlm. 167-168, 200-201, 286. 335 Arend Lijphart, Pattern of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty Six

Countries (New Haven and London: Yale University Press, 1999), hal. 200.

203

Page 215: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

parlemennya bertemu di Palace of Westminster, sehingga nama Demokrasi

Majoritarian dipakai secara bergantian dengan Demokrasi Westminster.336

Terdapat beberapa ciri khas yang menggambarkan model Demokrasi

Westminster;

1. Konsentrasi kekuasaan pada eksekutif, dimana terdapat satu partai yang

berkuasa dalam kabinet;

2. Penggabungan kekuasaan dan dominasi oleh kabinet. Kekuasaan

sesungguhnya berada di tangan parlemen, dimana pembentukan dan

kontrol terhadap kabinet sangat bergantung pada mosi percaya atau mosi

tidak percaya dari parlemen;

3. Sistim dwi-partai;

4. Sistem pemerintahan kesatuan (unitaris) dan sentralistis;

5. Konstitusi yang tidak tertulis dan kedaulatan parlemen;

6. Sistem demokrasi perwakilan yang eksklusif.

Model demokrasi yang berhadapan dengan model Demokrasi Majoritarian

adalah Demokrasi Konsensus. Dasar pemikiran dari model ini adalah bahwa

mayoritas tidak boleh dibiarkan menjadi tirani atau diktatur bagi kelompok minoritas.

Pada model ini, terdapat pula beberapa ciri khas yang menggambarkannya:

1. Adanya pembagian kekuasaan eksekutif dengan dibangun sebuah koalisi

besar;

2. Pemisahan kekuasaan secara formal maupun informal;

3. Sistem multipartai;

4. Federasi teritorial dan non teritorial serta desentralisasi. Federasi lebih

dikenal dalam pemberian otonomi pada kelompok berbeda dalam

masyarakat;

5. Konstitusi tertulis dan hak veto dari kelompok minoritas.

Pengkategorian ini merupakan sebuah spektrum, sehingga dimungkinkan

sebuah negara yang termasuk model Demokrasi Majoritarian memiliki beberapa ciri

Demokrasi Konsensus, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan 10 karakteristik model

demokrasi baik executives-party dimension dan federal-unitary dimension yang

336 Lijphart, Patterns of Democracy, hlm. 9.

204

Page 216: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dikemukakan oleh Lijphart, demokrasi di Indonesia adalah consensus model. Oleh

karena itu secara teoritis selayaknya Indonesia menganut sistem parlemen bikameral,

bahkan strong bicameralism jika Indonesia adalah negara ‘pure Consensus Model of

Democracy.337 Untuk menuju struktur parlemen bikameral, perlu diadakan perubahan

mendasar dengan pemahaman masalahnya apakah terdapat pada rumusan pasal UUD

atau terdapat pada tingkat pelaksanaannya. Sebelumnya sudah dilakukan identifikasi

masalah status quo DPD RI. Dapat dimengerti bahwa permasalahan terdapat pada

rumusan pasal UUD yang memperlihatkan ketimpangan antara kedudukan DPD dan

DPR dalam fungsi legislasi. Selain itu rumusan pasal mengenai kewenangan DPD

menggunakan kata rancu yang dalam ilmu tafsir dapat diartikan berbeda dari maksud

aslinya.

Maka dari itu, ditawarkan solusi dengan mempertegas dan memperkuat

kewenangan DPD dalam fungsi legislasi. Dengan demikian DPD bisa mengajukan,

membahas, dan memberi persetujuan dalam proses legislasi undang-undang yang

berkaitan dengan kepentingan daerah. Pertimbangan yang diberikan DPD pada

pembahasan undang-undang saat ini tidak begitu bernilai karena ia tidak memiliki

kewenangan untuk memberi persetujuan. Dengan kewenangan DPD memberikan

persetujuan terhadap rancangan undang-undang, DPD memiliki bargaining position

dalam proses pembahasan undang-undang. Lebih jauh, harus pula diadakan

perubahan rumusan pasal terkait frasa-frasa ‘dapat mengajukan’, ‘ikut membahas’,

dan ‘dapat melakukan pengawasan’ sehingga tidak ada permasalahan dalam

penafsiran.

Sebagai akibat, diharapkan DPR dapat bekerja sama dengan DPD mulai dari

penyusunan Prolegnas hingga pengesahan undang-undang terkhusus yang berkaitan

dengan kepentingan daerah. Kewenangan DPD dalam struktur bikameral sudah

semestinya demikian. DPD diharapkan dapat memberikan ruang baru bagi

kepentingan masyarakat daerah di pusat. Untuk itu, diharapkan juga bagi DPD untuk

bisa membangun hubungan aspiratif dengan berbagai pihak sebagai konstituennya,

bukan hanya dengan pemerintah daerah. Terlebih DPD tidak hanya dimaksudkan

mewakili warga negara di daerah, tetapi juga kepentingan daerah sebagai satu

337 Muchamad Ali Safa’at, DPD Sebagai Lembaga Perwakilan Daerah dan Proses Penyerapan Aspirasi, Disampaikan sebagai bahan pengujian UU Nomor 27 Tahun 2009.

205

Page 217: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kesatuan geografis. Maka dari itu diperlukan wakil yang berdomisili di provinsi yang

bersangkutan serta perangkat baik di daerah maupun di pusat.

4.8 Penguatan Sistem Presidensial

Menurut Miriam Budiardjo, partai politik merupakan suatu kelompok yang

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang

sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan berebut

kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-

kebijaksanaan mereka.338 Sedangkan menurut Carl J. Friedrich, partai politik adalah

sekelompok manusia yang terorganisir serta stabil dengan tujuan merebut atau

mempertahankan kekuasaan. Raymond Gartfield mengatakan bahwa partai politik terdiri

dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai

suatu kesatuan politik.339 Partai politik dalam arti modern adalah sebagai salah satu

organisasi masa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak

kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin serta mengejar penambahan anggota.340

Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa partai politik sejatinya

merupakan sekumpulan orang yang terorganisir atau teratur, yang memiliki suatu tujuan

yang berkaitan dengan kekuasaan dan politik di suatu negara. Partai politik memiliki

beberapa fungsi, diantaranya adalah:341

1. Sebagai sarana komunikasi politik: Yaitu berfungsi sebagai komunikator politik

berkaitan dengan kapasitas dan kebijakan pemerintah dalam menyampaikan

aspirasi dan kepentingan kelompok masyarakat.

2. Sebagai rekrutmen politik: Mencari anggota yang berkompeten dalam

menjalankan kegiatan partai. Fungsi merupakan kelanjutan dalam mencari dan

mempertahankan kekuasaan. Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan

kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk mencari anggota.

338 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 403.

339 H.B. Widagdo, Management Pemasaran Partai Politik Era Reformasi (Jakarta: PT Gramedia, 1999), hlm. 206.

340 Anthonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia (Medan: FISIP USU, 2002), hlm. 106. 341 Ramlan Subekti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm. 161.

206

Page 218: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

3. Sebagai pengatur konflik: Dalam kehidupan yang demokratis tiap negara dan tiap

kelompok masyarakat berhak menyampaikan aspirasi serta memperjuangkan

kepentingan masing-masing. Akibat dari kehidupan yang demokratis tersebut

dapat menimbulkan pergeseran, perbenturan, pertentangan antar kepentingan

dalam masyarakat. Pengatur konflik juga bertujuan untuk mengakumulasikan

berbagai aspirasi dan kepentingan melalui dialog antar kelompok untuk

memusyawarahkan dan mencari keputusan politik yang memuakan kepentingan

berbagai kelompok.

4. Sebagai sosialisasi politik: Yaitu proses pembentukan dari orientasi politik para

anggota masyarakat terhadap kehidupan politik yang berlangsung. Proses ini

mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai

dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Proses sosialisasi ini dapat dilakukan

melalui pendidikan formal dan non-formal.

Dalam kehidupan bernegara, partai politik menduduki tempat yang penting. Terutama

dalam hal demokrasi, adanya partai politik merupakan perwujudan atas partisipasi

masyarakat dalam pemerintahan. Partai politik pula merupakan manivestasi dari Pasal 28

UUD 1945, yang melegitimasi perlindungan terhadap kebebasan berkumpul dan

berserikat. Kebebasan hak asasi yang dijamin oleh konstitusi ini pun diwujudkan salah

satunya dengan hadirnya partai politik di negara. Sehingga partai politik ini sendiri

menjadi vital dalam negara yang menganut demokrasi, sebagai penyalur suara rakyat.

4.8.1 Sistem Kepartaian dan Sistem Pemerintahan

Menurut Ramlan Subekti, sistem kepartaian merupakan pola perilaku dan

interaksi diantara partai politik dalam suatu sistem politik. Tidak jauh berbeda,

Riswanda Imawan, seorang politikus Indonesia, mengartikan sistem kepartaian

sebagai pola interaksi partai politik dalam suatu sistem politik yang menentukan

format dan mekanisme kerja satu sistem pemerintahan. Berdasarkan definisi

tersebut, dapat dilihat bahwa interaksi antar partai politik dalam suatu negara

dapat menentukan dan berpengaruh terhadap pemerintahannya. Maurice

Duverger dalam bukunya, Political Parties, membagi sistem kepartaian menjadi

3 macam, yaitu: sistem partai tunggal (one-party system), sistem dwi partai (two

party system), dan sistem multi partai (multi-party system).

207

Page 219: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Sistem partai tunggal merupakan istilah yang dipakai untuk partai yang

benar- benar merupakan satu-satunya partai di dalam suatu negara, ataupun yang

memiliki kedudukan dominan diantara partai lainnya. Pola partai tunggal terdapat

di beberapa negara Afrika, Eropa Timur dan RRC. Suasana kepartaian dalam pola

ini adalah non- kompetitif dikarenakan partai-partai yang ada harus menerima

pimpinan dari partai yang dominan. Sistem dwi partai diartikan bahwa adanya dua

partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai.

Terdapat partai yang berkuasa (partai yang memenangkan pemilihan umum) dan

partai oposisi (partai yang kalah dalam pemilihan umum). Pola ini ditemukan di

negara Inggris, Amerika Serikat dan Filipina. Sistem dwi partai biasanya

didukung dengan sistem pemilihan single- member constituency (sistem distrik)

di mana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Lain

halnya dengan sistem multipartai, dimana terdapat banyak partai (lebih dari dua

partai) yang hidup dan bertarung dalam pemilihan umum di suatu negara. sistem

multipartai ini dianggap sebagai konsekuensi dari masyrakat dengan komposisi

yang beranekaragam. Sistem ini dapat ditemukan di Indonesia, Malaysia,

Belanda, Perancis, dan sebagainya. Biasanya sistem multipartai diperkuat dengan

sistem pemilihan Perwakilan Berimbang (Proportional Representation) yang

memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai kecil.342

Sistem pemerintahan terdiri dari dua kata, yaitu “sistem” dan

“pemerintahan”. Sistem adalah susunan yang terdiri dari bagian-bagian yang

berkaitan satu dengan lainnya dengan teratur dan terencana untuk mencapai tujuan

tertentu. Jika satu bagian tidak seimbang dengan lainnya atau terganggu fungsinya

akan berpengaruh pada bagian lainnya.343 Sedangkan pengertian pemerintahan

menyangkut tugas dan kewenangan. Pemerintahan dalam arti luas berarti seluruh

fungsi negara seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif.344 Menurut Mahfud MD,

sistem pemerintahan merupakan suatu sistem hubungan tata kerja antar lembaga-

342 Makmur Amir, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), hlm. 35.

343 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 56-57. 344 Subekti, Memahami Ilmu Politik, hlm. 169.

208

Page 220: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

lembaga negara.345 Terdapat dua macam sistem pemerintahan yang umum

dikenal, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan

presidensial.

Sistem pemerintahan parlementer merupakan sistem pemerintahan

dimana parlemen memiliki peranan dalam pemerintahan. Dalam pemerintahan

parlementer, terdapat seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang

memiliki kewenangan dalam pemerintahan. Presiden hanya menjadi simbol

kepala negara sedangkan perdana menteri menjadi kepala pemerintahan yang

menjalankan pemerintahan. Sistem pemerintahan parlementer, cabang eksekutif

bergantung pada dukungan dari cabang legislatif atau parlementer baik secara

langsung atau tidak langsung, yang biasa dikemukakan dalam sebuah veto

keyakinan. Parlementer dapat menjatuhkan pemerintah dengan cara

mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Dalam hal ini, tidak adanya

pemisahan yang jelas antara eksekutif dengan legislatif. Salah satu negara yang

menerapkan bentuk sistem pemerintahan ini adalah Negara Inggris, bahkan

Inggris dianggap menjalankan dengan baik sistem parlementernya sehingga

disebut sebagai mother of parliaments.

Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, dalam sistem

pemerintahan presidensial badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukannya

sendiri dan independen atau terpisah satu sama lain. Hal ini karena adanya

pemisahan kekuasaan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu

legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang merupakan ajaran Trias Politica dari

Montesquieu. Badan legislatif dan eksekutif dipilih oleh rakyat secara langsung

dan terpisah, yang mengakibatkan legitimasi keduanya adalah sama sehingga

tidak ada lembaga yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Legislatif dan

eksekutif tidak dapat saling menjatuhkan. Presiden sebagai kepala negara dan

kepala pemerintahan, dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan yang tetap

atau tertentu (fixed term). Presiden dapat mengangkat menteri, yang akan

membantu tugas presiden dan akan bertanggung jawab kepada presiden pula.

345 Mohammad Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 93.

209

Page 221: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Contoh negara yang menerapkan sistem ini dan dianggap berhasil menerapkan

presidensial adalah Amerika Serikat.

Sistem multipartai sendiri biasanya dipasangkan dengan sistem

parlementer. Hal ini karena dalam sistem parlementer terdapat beberapa kelebihan

yang dapat mengurangi kelemahan dari sistem multipartai itu sendiri. Misalnya

saja dalam hal koalisi. Dalam sistem parlementer, koalisi partai politik lebih

bersifat permanen karena dibangun setelah pemilu. Anggota parlemen dari koalisi

partai politik pendukung pemerintah yang tidak mendukung kebijakan pemerintah

akan dikeluarkan dari parlemen. Selain itu, jika anggota-anggota tidak

mendukung program-program pemerintah agar berhasil, perolehan kursi mereka

akan terancam pada pemilu berikutnya. Sehingga suksesnya pemerintah terbentuk

juga akan mempengaruhi citra partai politik pendukungnya. Dengan koalisi yang

permanen maka pemerintahan pun cenderung akan stabil.346

Meskipun demikian, ada pula yang mengawinkan sistem multipartai

dengan sistem presidensial. Walaupun banyak negara yang menerapkannya,

namun hanya sedikit yang berhasil diantaranya yaitu negara Brazil dan Chile.347

Scott Mainwaring, dalam studinya, meneliti sistem pemerintahan dan kepartaian

pada 31 negara maju dan berkembang, menemukan bahwa presidensialisme,

multipartisme, demokrasi adalah kombinasi yang menyulitkan. Ada tiga hal yang

menjadi temuan dalam studi ini:348

1. Presidensialisme multipartai lebih berpotensi menimbulkan kebuntuan

eksekutif atau legislatif daripada sistem parlementer atau presidensial dua

partai (bipartisme). Presidensialisme tidak memiliki mekanisme untuk

menjamin legislatif mayoritas. Dukungan legislatif yang minim bisa

menyebabkan kesulitan bagi eksekutif untuk mendorong isu dan

perubahan kebijakan.

346 Koordinator Peneliti CETRO (Center for Electoral Reform), “Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah,” Jurnal Legislasi Vol. 5 (1).

347 Isharyanto, “Cerita Sukses Koalisi Multipartai dan Sistem Presidensial,” diambil dari http://www.kompasiana.com/isharyanto/cerita-sukses-koalisi-multipartai-dan-sistem-presidensial_54f7a7f6a333119a1d8b4676 diakses pada 8 Maret 2018.

348 Christian Marides Marpaung, “Analisis Kebijakan Parliamentary Threshold (PT) 3,5% pada UU Pemilu No. 8 Tahun 2012 dalam Sistem Multipartai dan Sistem Presidensial di Indonesia,” Tesis (2013), hlm. 119-120.

210

Page 222: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

2. Multipartisme tidak sejalan dengan presidensialisme karena terjadinya

pengutuban ideologi yang terlalu banyak. Longgarnya syarat-syarat partai

politik masuk parlemen (entry-barries) memungkinkan kemudahan

masuknya partai yang berideologi radikal hingga bisa menyulitkan

tercipatnya stabilitas demokrasi.

3. Kombinasi presidensialisme dan mulipartisme bisa menimbulkan

kesulitan- kesulitan membangun koalisi antar partai dalam demokrasi

presidensial.

Koalisi dalam sistem presidensial dibangun sebelum pemilihan umum

dilaksanakan. Akibatnya, beberapa partai politik dapat berpindah dukungan.

Partai politik mendukung pada awal pencalonan akan tetapi tidak mendukung

ketika calon tersebut terpilih. Berpindahnya dukungan ini dapat disebabkan,

misalnya, tidak terwakilinya partai tersebut di kabinet.349 Karena beberapa

kekurangan tersebut, maka pemerintahan yang menganut sistem multipartai dan

presidensial cenderung lebih tidak stabil.

4.8.2 Partai Politik di Indonesia

Perkembangan partai politik di Indonesia sendiri dimulai sejak

Pemerintahan Hindia Belanda mencanangkan politik etis pada tahun 1908, dan

berdiri organisasi kemasyarakatan yang merupakan pelopor berdirinya partai

politik di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo. Kemudian sesudah kemerdekaan,

dengan Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945 dan Maklumat

Pemerintah 3 November 1945, Indonesia menganut sistem multi partai yang

ditandai dengan munculnya 25 partai politik. Namun pada tahun 1974, dilakukan

penyederhanaan partai politik yang menghasilkan tiga partai politik saja yaitu

golkar, PPP, dan PDI sehingga pada Pemilu tahun 1977 hanya terdapat 3 perserta

pemilu.350

Indonesia sudah mengalami beberapa kali sistem kepartaian yang

berubah- ubah. Pada awal munculnya partai politik, sistem kepartaian yang

digunakan adalah multipartai dengan banyakya partai yang menjadi peserta

349 CETRO, “Sistem Multipartai, Presidensial, dan Persoalan Efektivitas Pemerintah”, hlm. 20. 350 Amir, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, hlm. 75-76.

211

Page 223: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pemilihan umum. Kemudian bergeser menjadi hanya tiga partai politik besar saja

yang ada, hingga saat ini kembali lagi ke sistem multipartai. Tercatat hingga 2016,

sudah ada 75 partai politik yang sudah berbadan hukum dalam daftar Kementrian

Hukum dan Ham Indonesia351 dan hanya 10 partai politik yang ditetapkan sebagai

peserta pemilihan umum tahun 2014 kemarin oleh KPU.352

4.8.3 Sistem Multipartai di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang menerapkan sistem

presidensial dalam kehidupan bernegaranya. Hal ini dijelaskan dalam UUD 1945

melalui Pasal 4 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), (2) dan (3) UUD 1945.

Pasal 4 ayat (1) :

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut

Undang-Undang Dasar.”

Pasal 17 ayat (1), (2) dan (3) :

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (2) Menteri-menteri itu

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (3) Setiap menteri membidangi urusan

tertentu dalam pemerintahan”

Untuk sistem kepartaiannya sendiri, Indonesia menerapkan sistem

kepartaian multipartai. Hal ini memang tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam

UUD 1945, namun tersirat dalam Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi :

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilihan umum.”

Frasa gabungan partai politik disini mengisyaratkan adanya paling tidak

dua atau lebih partai politik yang bergabung untuk mencalon seorang presiden

dan/atau wakil presiden. Sehingga nantinya dalam pemilihan umum, akan diikuti

oleh minimal tiga partai politik atau lebih. Pengawinan antara sistem

351 MI, 75 Parpol Terdaftar sebagai Badan Hukum, diambil dari http://mediaindonesia.com/news/read/70938/75-parpol-terdaftar-sebagai-badan-hukum/2016-10-08 diakses pada 14 Maret 2018.

352 Komisi Pemilihan Umum Pelindung Suara Rakyat, KPU Tetapkan 10 Parpol Peserta Pemilu 2014, diambil dari http://kpu.go.id/dmdocuments/Suara%20KPU%20Januari%202013.pdf diakses pada 14 Maret 2018.

212

Page 224: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pemerintahan presidensial dengan sistem kepartaian multipartai merupakan suatu

pasangan yang rumit dan sebuah anomali. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, bahwa hal ini dapat menyulitkan pemerintah dalam menjalankan

pemerintahannya. Banyaknya partai politik yang bergabung dalam pemerintahan

dianggap akan menyulitkan kerja dari pemerintah itu sendiri karena beberapa

alasan. Oleh sebab itu, mulai diberlakukan ambang batas atau Threshold.

Berdasarkan pasal 202 ayat (1) UU legislatif, besar ambang batas atau

Parliamentary Threshold untuk dapat menduduki kursi di legislatif adalah sebesar

2,5% suara. Sehingga hanya partai politik yang mencapai ambang batas suara

tersebut saja yang dapat masuk ke legislatif.

Hasil dari pemilu legislatif ini juga dapat mempengaruhi pemilu Presiden

dan Wakil Presiden. Karena banyaknya partai yang bersaing untuk mendapatkan

dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum maka yang sering

terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai untuk dapat

mencapai persen Threshold atau ambang batas. Tentunya dalam melakukan

koalisi, dilakukan konsensus atau tawar menawar (praktek dagang sapi) yang

dilakukan antar partai yang berkoalisi. Tawar menawar ini biasanya berupa

jabatan atau kedudukan tertentu.353 Karena tidak ada suara mayoritas, maka

Presiden terpilih harus membangun koalisi dalam pemerintahannya. Koalisi yang

didalamnya rawan akan praktek dagang sapi ini pun biasanya akan bersifat rapuh

karena perbedaan pandangan setiap partai maupun perbedaan kepentingan

didalamnya. Dalam koalisi pun biasanya para anggota partai politik yang berada

di dalamnya, terkungkung oleh dua kepentingan yaitu kepentingan partai

politiknya serta kepentingan menjalankan pemerintahan. Sehingga sering sekali

kebijakan Presiden tidak didukung, baik dalam arti tidak sependapat maupun tidak

setuju.354

Contohnya pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono (SBY). Dalam sistem presidensial dan multipartai, mungkin saja

terjadi presiden terpilih tidak mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen.

353 Subekti, Memahami Ilmu Politik, hlm. 126-127. 354 Suko Wiyono, “Pemilu Multi Partai dan Stabilitas Pemerintahan Presidensial di Indonesia,”

Jurnal Konstitusi Vol. II No. 1 (Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2009), hlm. 14-15.

213

Page 225: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Presiden SBY merupakan presiden yang berasal dari partai politik yang memiliki

suara dan kursi yang kecil, Partai Demokrat hanya mendapatkan suara 7,45%.

Padahal dalam sistem presidensial, dukungan parlemen kepada presiden sangat

berpengaruh di dalam proses pembuatan undang-undang dan pelaksanaan

kebijakan dan program-program pemerintah. Semakin besar dukungan parlemen

kepada presiden maka implementasi kebijakan publik oleh pemerintah akan

semakin efektif. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil dukungan parlemen maka

efektifitas pemerintah di dalam mengimplementasikan kebijakan akan semakin

berkurang. Selain itu, koalisi yang dibangun dalam sistem presidensial dan

multipartai dilakukan setelah pemilihan umum presiden dilaksanakan, sehingga

koalisi yang dilakukan bersifat rapuh karena partai dapat menarik dukungannya

kepada presiden terpilih. Hal ini pun terjadi pada saat kepemimpinan Presiden

SBY. PAN sebagai partai pendukung SBY, tiba-tiba menarik dukungannya

ditengah perjalanan. Tidak adanya jaminan bahwa koalisi terikat untuk

mendukung pemerintah sampai dengan berakhirnya masa kerja presiden. Partai

politik yang tergabung di dalam koalisi cenderung mengambil keuntungan dari

pemerintah. Jika kebijakan atau program yang diambil oleh pemerintah tidak

popular, maka partai politik cenderung melakukan oposisi.355

Karena kelemahan-kelemahan tersebut, maka sistem presidensial yang

dipasangkan dengan sistem multipartai dianggap banyak bermasalah dan tidak

cocok sehingga jalannya pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik.

4.8.4 Sistem Dua Barisan Sebagai Penguatan Sistem Presidensiil

Partai politik merupakan salah satu cara penyaluran aspirasi masyarakat.

Partai politik pun memiliki tempat yang penting dalam jalannya suatu

pemerintahan. Namun dengan banyaknya partai politik yang ada, hal ini dianggap

sebagai bencana. Setiap partai politik pun memiliki pandangan yang berbeda satu

sama lain. Kebijakan pemerintah tidak dapat berjalan dengan mulus akibat terlalu

banyaknya pendapat yang berbeda-beda tersebut. Akibatnya, pemerintahan bisa

mengalami stagnansi.

355 Koordinator Peneliti CETRO (Center for Electoral Reform), “Sistem Multi Partai Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah”, hlm. 30.

214

Page 226: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Namun disisi lain, banyaknya partai politik yang muncul merupakan

sebuah anugerah. Sistem multipartai merupakan konsekuensi dari sifat negara

yang heterogen seperti Indonesia. Dengan banyaknya partai politik yang ada,

mengindikasikan bahwa aspirasi rakyat tersalurkan dengan sebagaimana

mestinya. Kebebasan untuk berkumpul dan berserikat pun terlaksana dengan baik.

Sehingga dirasakan tidak perlu untuk membatasi jumlah partai politik yang ada

karena hanya akan memotong jalannya demokrasi. Selain itu, sistem multipartai

presidensial di Indonesia memiliki potensi dan sisi positif. Tingginya tingkat

kompetisi antarpartai dapat mendorong partai politik bekerja lebih keras guna

menarik suara, semakin banyak pilihan partai politik untuk publik, dan semakin

stabilnya pemerintah karena presiden tidak mudah untuk dijatuhkan oleh

parlemen seperti pada awal reformasi Indonesia.

Di sisi lain, Jose Antonio Cheibub memperbaiki studi yang dilakukan oleh

Scott Mainwaring. Ia mengatakan bahwa hubungan antara sistem pemerintahan

dan kepartaian tidak sesederhana yang disebutkan oleh Mainwaring. Sistem

parlementer multipartai terlihat lebih efektif dalam proses legislasinya karena

perdana menteri dalam sistem parlementer, sangat berhati-hati dalam mengajukan

usulan kebijakan atau undang-undang karena berada di bawah ancaman

pemakzulan. Sedangkan dalam sistem presidensial, presiden tidak perlu terlalu

takut mengajukan kebijakan karena tidak ada ancaman pemakzulan yang serius

dari parlemen. Oleh sebab itu, keberhasilan meloloskan undang-undang jauh lebih

tinggi dalam sistem multipartai presidensial.

Daripada membatasi lebih baik mengatur atau mengelola apa yang sudah

ada agar menjadi lebih baik kedepannya. Sistem multipartai yang ada ini

sebaiknya dikelola dengan baik agar dapat meminimalisir kekurangan yang

muncul. Bagaimana mekanisme pengambilan suara dalam parlemen merupakan

hal yang justru lebih butuh untuk diatur. Prof. Jimly Asshiddiqie dalam bukunya,

Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan, memperkenalkan sistem dua

barisan sebagai mekanisme pengambilan suara di dalam parlemen.

Prof. Jimly menerangkan bahwa dalam struktur organisasi dan tata tertib

persidangan DPR, harus dilembagakan adanya dua barisan anggota DPR dan

partai politik. Barisan pertama terdiri atas anggota DPR dari partai politik

215

Page 227: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

pendukung pemerintahan atau kabinet, dan barisan kedua terdiri atas anggota

DPR dari partai politik non-pemerintah. Hal ini tentu saja bertujuan untuk

mempermudah dan membuat mekanisme pengambilan keputusan menjadi lebih

sederhana. Kedua barisan ini dapat disebut pula sebagai kelompok mayoritas dan

juga kelompok minoritas. Ketua DPR cukup terdiri dari dua orang, yaitu satu

orang mewakili kelompok mayoritas sebagai ketua dan satu orang mewakili

kelompok minoritas sebagai wakil ketua. Dengan sistem ini, mekanisme

pengambilan keputusan demokratis akan lebih sederhana dan efisien, sehingga

mekanisme hubungan antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif untuk

kepentingan rakyat akan menjadi semakin lancar. Sistem pemerintahan juga

menjadi lebih stabil dan pasti karena keputusan politik dalam rangka

pembentukan kebijakan publik (public policy making) yang dituangkan dalam

bentuk undang-undang dapat diprediksikan dengan rasional dan objektif, semata-

mata untuk kepentingan seluruh rakyat. Semua pilihan kebijakan dapat

diperdebatkan secara terbuka dan transparan dengan melibatkan partisipasi publik

yang luas dan substantif.

4.8.5 Pemilu Serentak

Pemilihan umum merupakan wujud dari adanya demokrasi. Rakyat

melaksanakan apa yang menjadi haknya dalam negara demokrasi, yaitu ikut serta

dalam pemerintahan melalui pemilihan umum. Masyarakat secara langsung

memilih pemimpin dan wakilnya yang akan melaksanakan pemerintahan

nantinya. Pesta rakyat ini diatur dalam pasal 22E UUD 1945. Pada ayat (1)

dikatakan bahwa:

“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”

Dalam konstitusi memang tidak dicantumkan berapa kali seharusnya

pemilihan umum dilakukan dalam 5 tahun. Sehingga penafsiran pada pasal ini pun

dapat bermacam-macam. Pada pelaksanaannya saat ini, pemilihan umum

dilakukan sebanyak dua kali setiap lima tahunnya, yaitu pemilihan umum

legislatif untuk memilih anggota legislatif dan pemilihan umum presiden untuk

216

Page 228: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

memilih presiden dan wakil presiden. Pemilihan umum legislatif dilakukan

terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemilihan umum presiden.

Wacana untuk menyatukan kedua pemilihan umum tersebut, pemilihan

umum legislatif dan presiden, telah banyak disuarakan. Hal ini karena pemisahan

kedua pemilihan umum ini mengakibatkan presiden terkungkung dengan

koalisinya. Koalisi dibangun sebelum dilaksanakannya pemilihan umum.

Presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar-menawar politik terlebih

dahulu dengan partai politik, sebagai bagian dari konsekuensi logis dukungan

demi terpilihnya sebagai presiden dan dukungan DPR dalam penyelenggaraan

pemenrintahan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi jalannya roda pemerintahan

di kemudian hari. Pada kenyataannya pun, koalisi ini lebih banyak bersifat taktis

dan sementara, sehingga presiden menjadi sangat tergantung partai politik.

Menurut Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamid Muluk, dengan

sistem pemilihan yang terpisah ini maka presiden akan selalu tersandera dengan

koalisi yang dibangun dalam dukungan saat pencalonannya sehingga dapat

mereduksi posisi presiden dalam menjalankan pemerintahan.356 Beberapa ahli

menyatakan bahwa original intent dari UUD 1945 adalah menghendaki pemilihan

umum tersebut dilakukan secara serentak sehingga setiap lima tahun sekali hanya

akan ada satu kali pemilihan umum untuk memilih legislatif dan eksekutif.

Dengan mekanisme pemilihan pimpinan eksekutif dan anggota lembaga

legislatif secara serentak, banyak manfaat yang dapat diperoleh untuk

memperkuat sistem pemerintahan. Diantaranya adalah sistem pemerintah

diperkuat melalui “political separation” (decoupled) antara fungsi eksekutif dan

legislatif yang memang sudah seharusnya saling imbang mengimbangi. Para

pejabat dikedua cabang kekuasaan ini dibentuk secara sendiri-sendiri dalam

waktu yang bersamaan, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan ataupun

potensi sandera menyandera yang akan menyuburkan politik transaksional.357

Dengan pemilihan serentak (concurrent elections), presiden terpilih akan

mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat dan mendapatkan dukungan yang

356 Oscar Ferri, “Keuntungan Pemilu Serentak,” diambil dari http://news.liputan6.com/read/808175/keuntungan-pemilu-serentak diakses pada 19 Maret 2018.

357 Asshiddiqie, Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan, hlm. 153-154.

217

Page 229: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kuat dari parlemen. Di dalam masyarakat atau negara yang menganggap

pemilihan presiden lebih penting dibandingkan dengan pemilihan legislatif,

pemilih akan cenderung memilih partai politik yang mencalonkan presiden yang

didukungnya. Akibatnya partai politik yang mendukung calon presiden terpilih

akan memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilu legislatif. Dengan

demikian, mayoritas anggota parlemen berasal dari partai tersebut sehingga akan

menciptakan pemerintahan yang efektif.358 Hal ini juga diamini oleh Pipit

Rochijat Kartawidjaja, seorang pengamat masalah pemerintahan, yang

mengatakan bahwa dengan adanya pemilihan umum serentak maka dapat

menghasilkan suara mayoritas untuk dua atau tiga partai di parlemen. Presiden

yang terpilih nantinya akan mendapat dukungan mayoritas sehingga dapat lebih

leluasa dalam berkoalisi. Hasilnya adalah efektifnya jajaran pemerintahan yang

terpilih setelah pemilu. Begitu pula dengan suara yang terkumpul di legislatif,

dapat meminimalisasi ketersinggungan saat pembuatan kebijakan pemerintah.359

Pengamat politik, Ray Rangkuti, juga mengatakan bahwa dengan

pemilihan umum serentak akan merubah kultur demokrasi yang terbangun. Kultur

koalisi partai politik yang selama ini didasarkan terhadap alasan pragmatis dan

temporal, perlahan akan menuju ke arah koalisi permanen. Dengan begitu koalisi

akan lebih solid, terarah, dan banyak didasarkan pada pertemuan isu dan

kepentingan substansial. Hal yang sama diutarakan oleh pengamat politik lainnya,

Fadjroel Rahman, bahwa orang tidak akan lagi melihat koalisi berdasarkan jumlah

kursi atau jumlah uang yang dimiliki. Tetapi mengembalikan demokrasi pada

nilai-nilai yang substantif, yaitu visi, nilai, dan program. Pemilihan umum

serentak juga akan mengurangi konflik sosial atau gesekan horizontal dalam

masyarakat. Dengan sistem pemilihan umum serentak, maka sisi presidensial

akan diperkuat. Sehingga hal ini sesuai dengan rencana amandemen yang

bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial Indonesia.

358 Koordinator Peneliti CETRO (Center for Electoral Reform), “Sistem Multipartai, Presidensial, dan Persoalan Efektivitas Pemerintah,” hlm. 31.

359 Budi Setiawanto, “Multipartai Dalam Sistem Presidensial” diambil dari https://www.antaranews.com/berita/405505/multipartai-dalam-sistem-presidensial diakses pada 19 Maret 2018.

218

Page 230: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB V

MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

219

Page 231: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB V MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

BAB I: BENTUK DAN KEDAULATAN

UUD NRI

1945

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang

berbentuk Republik.

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar. ***)

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)

Perubahan

Kelima UUD

NRI 1945

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang

berbentuk Republik.

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar. ***)

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)

Hamdan Zoelva dari F-PBB dalam Rapat Perubahan UUD 1945 menyampaikan

bahwa,

..kemudian, dalam batang tubuh itu sendiri tidak kita ubah mengenai pasal bentuk

negara. Jadi, kami pikir bentuk negara itu adalah sudah final, bentuk Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Jadi tidak akan kita ubah sampai kesana. Boleh

kita tinjau pasal lain, tapi tidak mengenai itu.1

1 Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD NRI 1945, Naskah

Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar

220

Page 232: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pernyataan tersebut memperkuat bahwa bentuk negara merupakan pembahasan

yang sudah ajek. Karena, hal ini menyangkut dengan penyelenggaraan suatu negara

dalam memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pembahasan ini merupakan cita-

cita para founding fathers yang telah dengan matang dan secara futuristil melihat

dampak baik dan buruk mempersiapkan Indonesia sebagai negara yang siap

ditempati.

Sehingga, perlu peran penerus bangsa untuk memperjuangkan dan menggali

sedalam mungkin bagaimana keputusan ini diciptakan karena hal ini dapat

berdampak terhadap perkembangan bangsa yang lebih baik.

Lebih lanjut telah disepakati oleh anggota MPR bahwa terdapat hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam perubahan UUD NRI 1945, yaitu:473

1. pembukaan UUD NRI 1945;

2. bentuk negara kesatuan Republik Indonesia;

3. bentuk pemerintahan Sistem Presidensil;

4. dimasukkannya norma-norma kenegaraan yang terdapat dalam Penjelasan

UUD NRI 1945; dan

5. perubahan dilakukan dengan cara adendum atau amandemen.

Sehingga menurut Tim Perumus Pasal 1 UUD 1945 tetap dipertahankan dan

tidak dilakukan perubahan.

BAB II: MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

UUD NRI

1945

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah

Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 199-2002, Buku II tentang Sendi-sendi/Fundamen Negara (Jakarta: Seketariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hlm. 69.

473 A. B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 28.

221

Page 233: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih

lanjut dengan undang-undang. ****) (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali

dalam lima tahun di ibukota negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan

dengan suara yang terbanyak.

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar. ***)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau

Wakil Presiden.***/****)

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat

memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam

masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.***/****)

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah

yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut

dengan undang-undang. ****)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali

dalam lima tahun di ibukota negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan

dengan suara yang terbanyak.

222

Page 234: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

223

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar. ***)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau

Wakil Presiden.***/****)

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat

memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam

masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.***/****)

Dalam bab ini tim perumus tidak melakukan perubahan.

Page 235: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB III: KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 5

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada

Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan

undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 4

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu

orang Wakil Presiden.

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

UUD NRI

1945

224

Page 236: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 6

(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga

negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah

mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani

untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan

Wakil Presiden. ***)

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur

lebih lanjut dengan undang-undang. ***)

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat. ***)

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan

umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan

suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam

pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di

setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah

provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden. ***)

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak

pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat

225

Page 237: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat

terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

lebih lanjut diatur dalam undang-undang. ***)

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun,

dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya

untuk satu kali masa jabatan.*)

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa

jabatannya oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat atas usul Dewan

Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela

maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden

dan/atau Wakil Presiden. ***)

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat

diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis

Permusyarawatan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu

mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk

memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan

Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,

atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/

226

Page 238: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau

Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut

ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden

dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi

pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada

Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan

sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan

Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh

sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan

Rakyat. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan

memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan

Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari

setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh

Mahkamah Konstitusi. ***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden

dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,

tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau

terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna

untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil

Presiden kepada Majelis Permusyarawatan Rakyat. ***)

(6) Majelis Permusyarawatan Rakyat wajib menyelenggarakan

sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat

227

Page 239: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak

Majelis Permusyarawatan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7) Keputusan Majelis Permusyarawatan Rakyat atas usul

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil

dalam rapat paripurna Majelis Permusyarawatan Rakyat yang

dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan

disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang

hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi

kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna

Majelis Permusyarawatan Rakyat. ***)

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan

Perwakilan Rakyat. ***)

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat

melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan

oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-

lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis

Permusyarawatan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk

memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh

Presiden. ***)

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,

diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam

masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan

adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri

Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh

228

Page 240: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

hari setelah itu, Majelis Permusyarawatan Rakyat

menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil

Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik

yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih

pertama dan kedua suara dalam terbanyak pemilihan umum

sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)

Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama dan kepercayaan, atau berjanji

dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyarawatan

Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban

Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik

Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang

teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-

undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti

kepada Nusa dan Bangsa.”

Janji Presiden (Wakil Presiden):

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi

kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden

Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala

undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta

berbakti kepada Nusa dan Bangsa”. *)

229

Page 241: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Jika Majelis Permusyarawatan Rakyat atau Dewan Perwakilan

Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil

Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan

sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis

Permusyarawatan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan

Mahkamah Agung. */*****)

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan

negara lain. ****)

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang

menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan

rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau

mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang

harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya

keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.

230

Page 242: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan

memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 14

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung. *)

(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 15

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan

yang diatur dengan undang-undang. *)

Pasal 16

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas

memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang

selanjutnya diatur dalam undang-undang. ****)

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pasal 4

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu

orang Wakil Presiden.

231

Page 243: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 5

(1)Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang

kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(2)Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk

menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 6

(1) Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warga negara

Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak

pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan

jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai

Presiden dan Wakil Presiden. ***/*****)

(2) Syarat-syarat untuk menjadi calon Presiden dan calon Wakil

Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

***/*****)

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan

secara langsung oleh rakyat. ***)

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan

umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang

mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah

suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh

persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari

setengah jumlah

232

Page 244: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden. ***)

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak

pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat

secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat

terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

lebih lanjut diatur dalam undang-undang. ***)

Pasal 6B

Presiden dan Wakil Presiden harus melepaskan diri dari jabatan

partai politik sesaat setelah dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil

Presiden terpilih. *****)

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima

tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang

sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. *)

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa

jabatannya oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat atas usul Dewan

Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan

tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

233

Page 245: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat

diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis

Permusyarawatan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu

mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk

memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan

Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa

Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau

Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut

ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden

dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan

fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah

Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang

hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya

2/3 dari jumlah anggota DPR. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus

dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat

tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan

Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden

dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum

234

Page 246: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,

tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau

terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna

untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil

Presiden kepada Majelis Permusyarawatan Rakyat. ***)

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan

sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat

tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis

Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil

dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang

dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7/8 dari jumlah anggota dan

disetujui oleh sekurang-kurangnya 7/8 dari jumlah anggota

yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi

kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna

Majelis Permusyawaratan Rakyat.***/*****)

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan

Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak

dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia

digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)

235

Page 247: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-

lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis

Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk

memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh

Presiden. ***)

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,

diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam

masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas

kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam

Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis

Permusyarawatan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk

memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan

Wakil Presidennya meraih pertama dan kedua suara dalam

terbanyak pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa

jabatannya. ****)

Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-

sungguh di hadapan Majelis Permusawaratan Rakyat sebagai

berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban

Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik

Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang

teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-

236

Page 248: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti

kepada Nusa dan Bangsa.”

Janji Presiden (Wakil Presiden):

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi

kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden

Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala

undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta

berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”*/*****)

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat mengadakan

sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut

agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan

pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan

oleh Pimpinan Mahkamah Agung. */*****)

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11

(1)Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

dengan negara lain. ****)

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang

menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan

rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau

mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang

harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

237

Page 249: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat

keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. *****)

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan

memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 14

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung. *)

(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 15

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan

yang diatur dengan undang-undang. *)

Pasal 16 Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas

memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden,

yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. ****)

238

Page 250: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Perubahan yang terjadi pada Pasal 6 ayat (1) adalah kata “calon” dihilangkan.

Tim Perumus menimbang bahwa syarat untuk menjadi calon Presiden dan Wakil

Presiden tidak perlu dicantumkan dalam konstitusi karena syarat ini bersifat dinamis

atau dapat berubah mengikuti perkembangan zaman. Sedangkan Tim Perumus merasa

perlu untuk mengatur syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden di dalam konstitusi

karena syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden bersifat statis atau tetap.

Sehingga tepatlah apabila yang diatur dalam konstitusi adalah syarat untuk menjadi

Presiden dan Wakil Presiden, bukan syarat untuk menjadi calon Presiden dan Wakil

Presiden. Perubahan pada Pasal 6 ayat (2) adalah penambahan kata “calon”. Seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya, syarat untuk menjadi calon Presiden dan Wakil

Presiden bersifat dinamis dan dapat berubah mengikuti perkembangan yang ada.

Sehingga tepat apabila syarat yang bersifat dinamis tersebut diatur lebih lanjut dalam

undang-undang.

Perubahan selanjutnya adalah terdapat penambahan pasal baru yaitu Pasal 6B.

Tim Perumus menambahkan pasal baru yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden

harus melepaskan diri dari jabatan partai politik sesaat setelah dinyatakan sebagai

Presiden dan Wakil Presiden terpilih”. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab

sebelumnya, bahwa Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai politik atau

gabungan partai politik. Dalam pencalonan ini, koalisi dan tawar menawar jabatan

merupakan hal yang biasa. Hal ini menyebabkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih

nantinya akan terkungkung oleh dua kepentingan, yaitu kepentingan negara dan

kepentingan partai politiknya sendiri. oleh sebab itu, sudah saatnya menegakkan

prinsip “my loyalty to the party ends when my loyalty to the country begins”. Demi

mencegah timbulnya konflik kepentingan dalam jabatan pemerintahan dengan jabatan

kepartaian, maka perlu dipisahkan secara tegas agar pemerintah dapat bekerja secara

optimal. Selain itu, pemisahan ini dapat memperkuat sistem pemerintahan presidensil

239

Page 251: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Indonesia.

Perubahan pada Pasal 7B ayat (7) terjadi pada jumlah yang dibutuhkan dalam

keputusan MPR atas usul pemberhentian terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pada Pasal 7A telah disebutkan alasan-alasan sehingga Presiden dan/atau Wakil

Presiden dapat diberhentikan. Salah satu alasan tersebut adalah melakukan perbuatan

tercela. Dari alasan lainnya, alasan melakukan perbuatan tercela merupakan alasan

yang paling multitafsir dan dapat menjadi jebakan bagi Presiden dan/atau Wakil

Presiden. Dengan alasan ini, mungkin saja Presiden dan/atau Wakil Presiden akan

sering atau mudah untuk dijatuhkan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka Tim Perumus

memperketat kuorum dan jumlah minimal suara dalam pengambilan keputusan untuk

memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Hal ini bertujuan untuk

mempersulit proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden serta

memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Daerah. Jumlah kuorum diubah dari

sebelumnya sekurang-kurangnya 3/4 menjadi 7/8. Perubahan ini dimaksudkan untuk

meningkatkan partisipasi anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam pemakzulan.

Meskipun menurut konstitusi bahwa MPR bukan terdiri atas lembaga DPD dan DPR

melainkan anggota-anggota dari kedua lembaga tersebut, dengan ketentuan dalam

konstitusi yang mengatur bahwa jumlah anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 jumlah

anggota DPR, dapat saja dengan ketentuan jumlah kuorum yang lama yaitu 3/4 DPR

mengadakan sidang pemberhentian dalam kerangka MPR sendiri tanpa

mengikutsertakan anggota DPD. Perubahan jumlah minimal kuorum ke dalam angka

7/8 dari jumlah anggota MPR membuat DPR mau tidak mau harus mengikutsertakan

anggota DPD dalam sidang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Ketentuan mengenai pengambilan sumpah Presiden dan/atau Wakil Presiden

diatur dalam Pasal 9 mengalami perubahan. Dalam hal ini, Tim Perumus

menghapuskan sidang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai alternatif forum

pengambilan sumpah Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pengahapusan ini dilakukan

karena Dewan Perwakilan Rakyat tidak diberi kewenangan untuk melantik Presiden

dan Wakil Presiden. Hal ini juga beririsan dengan kewenangan Majelis

240

Page 252: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Permusyawaratan Rakyat yang diberi kewenangan oleh konstitusi untuk melantik

Presiden dan Wakil Presiden pada Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi :

“Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil

Presiden”

Oleh karena itu, Tim Perumus menghapuskan kata “Dewan Perwakilan

Rakyat” agar tidak membuat kewenangan DPR melampaui yang telah ditentukan oleh

konstitusi, yakni fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Perubahan selanjutnya terjadi pada Pasal 12 yang mengatur wewenang Presiden

untuk menetapkan keadaan bahaya. Perubahan dilakukan hanya dengan menghapus

kata “nya” yang melekat pada kata “akibatnya”. Penghapusan tersebut dilakukan untuk

mebuat kalimat rumusan pasal tersebut menjadi lebih efektif dan tidak janggal secara

ketatabahasaan.

BAB IV: DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG (DIHAPUSKAN)

Pada BAB IV tetap diadakan namun tentang Dewan Pertimbangan Agung Tim

Perumus berpendapat bahwa DPA tidak perlu diadakan lagi. Karena hal ini didasarkan

pada pengalaman praktek-praktek ketatanegaraan, khususnya selama orde baru, karena

disaat itu anggota-anggota DPA yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden tidak

memiliki wibawa politik dan lembaga ini menjadi sub-ordinasi dari Presiden.

BAB V: KEMENTERIAN NEGARA

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden.*)

Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam

pemerintahan.*)

UUD NRI 1945

Setelah

Perubahan

241

Page 253: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian

negara diatur dalam undang-undang.***)

Perubahan

Kelima UUD

NRI 1945

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden.*)

(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam

pemerintahan.*)

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran

kementerian negara diatur dalam undang-undang.***)

Dalam bab ini tim perumus tidak melakukan perubahan.

BAB VI: PEMERINTAH DAERAH

UUD NRI 1945 BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi

atas daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,

yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota

itu mempunyai pemerintahan daerah, yang

diatur dengan undang-undang. **)

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan. **)

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah

242

Page 254: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kabupaten, dan kota memiliki Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-

anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

**)

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-

masing sebagai kepala pemerintah daerah

provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

demokratis. **)

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan

243

Page 255: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang oleh undang-undang ditentukan sebagai

urusan Pemerintah Pusat. **)

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan

peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain

untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan. **)

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan

pemerintahan daerah diatur dalam undang-

undang. **)

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat

dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten,

dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten

dan kota, diatur dengan undang-undang

dengan memperhatikan kekhususan dan

keragaman daerah. **)

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya antara pemerintah pusat dan

pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan

secara adil dan selaras berdasarkan undang-

undang. **)

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-

satuan pemerintahan daerah yang bersifat

khusus atau bersifat istimewa yang diatur

dengan undang-undang.**)

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak

244

Page 256: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang diatur dalam undang-undang.**)

Perubahan Kelima UUD NRI 1945

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu

dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap

provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan

undang-undang. **)

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan. **)

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan kota memiliki Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-

anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.**)

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing

sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis

melalui pemilihan umum. *****)

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan

245

Page 257: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. **)

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)

(7) Tata cara pemiihan kepala daerah, susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang- undang dengan memerhatikan kekhususan daerah dan asas otonomi daerah. **/*****)

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang- undang. **)

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan- satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.**)

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.**)

246

Page 258: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dalam bagian ini tim perumus mengubah pasal 18 ayat (4) menjadi:

“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai kepala pemerintah

daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis melalui pemilihan

umum.”

Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan, Perubahan ini kami lakukan

dengan dasar pemikiran bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik secara

subtansial dan secara formil dilaksanakan melalui mekanisme pemilihan umum

yang dipilih langsung oleh rakyat.

247

Page 259: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB VII: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT UUD NRI

1945

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui

pemilihan umum.**)

(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-

undang.**)

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam

setahun**)

Pasal 20

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan

membentuk undang undang.*)

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan

bersama.*)

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat

persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak

boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan

Rakyat masa itu.*)

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah

disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*)

248

Page 260: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui

bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu

tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut

disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi

undang-undang dan wajib diundangkan.**)

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran dan fungsi pengawasan.**)

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur

dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan

Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket,

dan hak menyatakan pendapat.**)

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-

Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai

hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan

pendapat, serta hak imunitas.**)

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat

dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam

undang-undang.**)

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul

rancangan undang-undang.*)

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden

berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti

undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

249

Page 261: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah

itu harus dicabut.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-

undang diatur dengan undang-undang. **)

Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari

jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-

undang.**)

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui

pemilihan umum. **)

(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-

undang. **)

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam

setahun. **)

(4) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana diatur pada ayat

(2) memperhatikan keterwakilan perempuan.*****)

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (4) diatur lebih lanjut

dalam undang-undang.*****)

Pasal 20

(6) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan

membentuk undang undang. *)

(7) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan

bersama. *)

(8) Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber

250

Page 262: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah dibahas oleh

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *****)

(4) Jika rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan

bersama, rancangan undang-undang tidak boleh diajukan lagi

dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau

Dewan Perwakilan Daerah masa itu. */*****)

(5) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah

disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. */*****)

(6) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui

bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu

tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut

disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi

undang-undang dan wajib diundangkan. **/*****)

251

Page 263: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran, dan fungsi pengawasan. **)

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur

dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan

Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket,

dan hak menyatakan pendapat. **)

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-

Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat

mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan

usul dan pendapat, serta hak imunitas. **)

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat

dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam

undang-undang. **)

Pasal 21 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul

rancangan undang-undang. *)

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden

berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti

undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah

itu harus dicabut. *****)

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang- undang diatur dengan undang-undang. **/*****) Pasal 22B

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya oleh rakyat. **/*****)

252

Page 264: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Syarat-syarat dan tata cara pemberhentian anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat diatur lebih lanjut dalam undang-undang. *****)

Terkait dengan Bab Dewan Perwakilan Rakyat dikarenakan tidak dapat dipisahkan

pembahasanya dengan Dewan Perwakilan Daerah maka pembahasan tentang

perubahan kelima akan dibahas pada bagian Bab VIIA Dewan Perwakilan Daerah

dibawah ini.

BAB VIIA: DEWAN PERWAKILAN DAERAH

UUD NRI

1945

BAB VIIA***)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pasal 22C

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap

provinsi melalui pemilihan umum.***)

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi

jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan

Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah

anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam

setahun.***)

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur

dengan undang-undang.***)

253

Page 265: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 22D

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah.***)

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah;

hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan

pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang

anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan

agama.***) (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas

pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran

pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama

serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk

ditindaklanjuti.***)

254

Page 266: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan

dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur

dalam undang-undang.***)

Perubahan Kelima UUD NRI 1945

BAB VIIA***)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pasal 22C

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap

provinsi melalui pemilihan umum.***)

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi

jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan

Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah

anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali

dalam setahun.***)

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur

dengan undang-undang.***)

(5) Susunan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana diatur pada

ayat (4) memperhatikan keterwakilan perempuan.*****)

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) diatur lebih lanjut

dalam undang-undang.*****)

Pasal 22D

(1) Dewan Perwakilan Daerah memegang kekuasaan

membentuk undang-undang bersama Dewan

Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah. ***/*****)

255

Page 267: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Perubahan yang diadakan oleh Tim Perumus pada dasarnya terkait dengan

penguatan kewenangan DPD terutama dalam fungsi legislasi, baik perubahan pada

Bab Dewan Perwakilan Rakyat maupun pada Bab Dewan Perwakilan Daerah.

Dengan semangat mempertahankan bentuk dan struktur asli UUD NRI 1945, Tim

perumus tetap mempertahankan kedua bab ini secara terpisah. Perubahan yang lebih

radikal dan mendasar terhadap UUD NRI 1945 bisa menempatkan DPR dan DPD

pada bab yang sama karena pada pola pikir yang menempatkan DPD sebagai mitra

dan lembaga negara yang setara dengan DPR.

Pada pasal 19 dan 22C, tim perumus menambahkan 2 ayat yang merupakan

implementasi dari keterwakilan perempuan yang sudah dijelaskan pada bab

pembahasan. Keterwakilan perempuan merupakan bagian dari Affirmative Action

dan bentuk dari diskriminasi positif.

(2) Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan

rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan

belanja negara serta yang berkaitan dengan pajak,

pendidikan, dan agama. ***/*****)

(3) Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan

atas pelaksanaan undang-undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan

daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat

dan daerah, pajak, pendidikan, dan agama, serta

undang-undang anggaran pendapatan dan belanja

negara. ***/*****)

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat

diberhentikan dari jabatannya oleh rakyat.****)

(5) Syarat-syarat dan tata cara pemberhentian anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat diatur lebih lanjut dalam undang-undang. *****)

256

Page 268: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pada Pasal 20, Tim Perumus menambah satu ayat sehingga pembahasan

rancangan undang-undang tertentu membutuhkan persetujuan dari DPD, sehingga

pembahasan dan persetujuan menjadi bersifat tripatrit. DPD bersama DPR dan

Presiden membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah untuk mendapat persetujuan bersama ini mengimplikasikan

bahwa DPD kini memegang fungsi legislasi yang kuat walau tidak sekuat DPR, sebagai

kamar legislatif kedua di parlemen Indonesia Penambahan ini dibuat karena perihal

pembentukan peraturan perundang-undangan diatur pada Bab Dewan Perwakilan

Rakyat, sebagai upaya penguatan posisi DPD dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yang selanjutnya akan diatur pada babnya tersendiri.

Terdapat perubahan-perubahan lain yang diadakan Tim Perumus pada Bab

Dewan Perwakilan Rakyat. Misalnya penambahan frasa ‘dan/atau Dewan Perwakilan

Daerah’ pada Pasal 20 ayat (4). Penambahan frasa ini berusaha menegaskan bahwa

pembahasan sebenarnya dilakukan oleh tiga lembaga. Kemudian juga ada penambahan

frasa ‘peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)’ untuk mempertegas

kalimat pada ayat tersebut. Sebelumnya penyusunan gramatikal ayat ini kurang baku

karena ketidakjelasan apa hal yang ‘tidak disetujui’.

Tim perumus menambahkan pasal 22B dan 22D ayat (4) dan (5) yang

merupakan wujud constituen recall. Berangkat dari semangat demokrasi dan prinsip

keterwakilan, rakyat pada dasarnya memiliki kedaulatan tertinggi yang sudah

seharusnya memiliki sarana untuk mengawasi dan mengontrol wakilnya yang dirasa

kinerjanya tidak sesuai dan tidak mewakili daerah pemilihan nya.

Dalam Pasal 22D ayat (1), Tim Perumus menggunakan kata “memegang

kekuasaan membentuk undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat…..”. Hal

ini dimaksudkan untuk memperkuat wewenang DPD dalam proses legislasi. Dengan

pengaturan bahwa DPD memegang kekuasaan membentuk undang-undang bersama

DPR, DPD bisa mengajukan, membahas, dan memberi persetujuan dalam proses

legislasi undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Lebih jauh,

diperlukan sebuah badan kelengkapan yang mencakup DPR dan juga DPD. Badan

kelengkapan ini yang akan mengkoordinasikan penyusunan Prolegnas dan

257

Page 269: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

keikutsertaan DPD dalam pembahasan suatu rancangan undang-undang.

Pada Pasal 22D ayat (2), diatur kewenangan DPD terkait rancangan undang-

undang APBN, dan undang-undang yang terkait pajak, pendidikan, dan agama. Tim

perumus merasa kewenangan DPD memberikan pertimbangan sudah cukup dalam

kapasitasnya. Karena DPD masih bisa memberikan pertimbangan dalam upaya

melindungi kepentingan daerah, namun DPD tidak dapat memengaruhi pembentukan

undang-undang yang sebetulnya adalah kewenangan mutlak dari pemerintah pusat.

Terkait dengan fungsi pengawasan, Tim Perumus menghilangkan kata ‘dapat’ serta

menghilangkan frasa ‘menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti’. Pada dasarnya

undang-undang yang diawasi pelaksanaannya oleh DPD sangat berkaitan dengan

kepentingan daerah yang diwakilinya. Perubahan ini merupakan bagian penguatan

kewenangan DPD dalam fungsi pengawasan. DPD diharapkan lebih mengetahui

pelaksanaan undang-undang ini di setiap daerah-daerah. Dengan perumusan pasal yang

demikian, DPD diharapkan bisa menindaklanjuti hasil pengawasannya bersama-sama

dengan DPR dengan mekanisme penindaklanjutan yang lebih jelas. Sehingga hasil

pengawasan yang dilakukan DPD dengan berbagai riset dalam daerah tidak hanya

dijadikan tumpukan kertas di gedung DPR RI.

BAB VIIB: PEMILIHAN UMUM

BAB VIIB***)

PEMILIHAN UMUM

Pasal 22E

Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. ***)

UUD NRI

1945

258

Page 270: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah adalah partai politik. ***)

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi

pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri

***)

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang ***)

Perubahan Kelima UUD NRI 1945

BAB VIIB***)

PEMILIHAN

UMUM

Pasal 22E

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

(2) Pemilihan umum terdiri atas pemilihan umum nasional dan

pemilihan umum lokal, yang diselenggarakan secara

serentak.

*****)

(3) Pemilihan umum dilaksanakan dengan sistem

proporsional.*****)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan umum diatur

dengan undang-undang. *****)

Pasal 22 F

(1) Pemilihan umum nasional diselenggarakan untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Presiden dan Wakil Presiden. *****)

(2) Peserta pemilihan umum nasional untuk memilih anggota

259

Page 271: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dewan Perwakilan Rakyat adalah perseorangan dari partai

politik. *****)

(3) Peserta pemilihan umum nasional untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. *****)

(4) Peserta pemilihan umum nasional untuk memilih Presiden

dan Wakil Presiden adalah pasangan calon Presiden dan

Wakil presiden yang diajukan oleh partai politik atau gabungan

partai politik. *****)

Pasal 22 G

(1) Pemilihan umum lokal diselenggarakan untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Gubernur dan

Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota

dan Wakil Walikota. *****)

(2) Peserta pemilihan umum lokal untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan

dari partai politik. *****)

(3) Peserta pemilihan umum lokal untuk memilih Gubernur

dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota adalah pasangan calon

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,

serta Walikota dan Wakil Walikota yang diajukan oleh

partai politik atau mengajukan diri secara mandiri. *****)

Pasal 22 H

(1) Pemilihan umum diselengarakan oleh suatu Komisi

Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan

mandiri. *****)

(2) Komisi Pemilihan Umum berwenang

menyelenggarakan pemilihan umum, mengawasi

penyelenggaraan pemilihan umum, menegakkan kode

etik penyelenggaraan pemilihan umum, dan

260

Page 272: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kewenangan lain yang berkaitan dengan pemilihan

umum.*****)

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang lembaga pemilihan

umum diatur dengan undang-undang. *****)

Pada Bab Pemilihan Umum, Tim Perumus menambahkan beberapa pasal dan ayat

baru. Dalam hal ini, Tim Perumus memasukkan pula rezim Pemilihan Kepala Daerah

dalam Bab Pemilihan Umum. Jika dilihat dari faktor historis, amandemen UUD 1945

menghasilakan rumusan baru mengenai pemilihan kepala daerah yang diatur dalam

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi :

“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah

daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.”

Dalam risalah sidang MPR pada saat amandemen UUD 1945 yang

merumuskan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, para perumus UUD 1945 memang

menghendaki dan bersepakatan bahwa pemilihan gubernur, bupati dan walikota

dilakukan secara demokratis. Namun perumus UUD 1954 tersebut berkeinginan untuk

memberikan kesempatan bagi para pembentuk Undang-Undang untuk mengatur

pemilihan kepala daerah lebih lanjut sesuai dengan kondisi keragaman daerah, situasi

daerah, serta kondisi daerah asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

demokrasi. Terdapat dua penafsiran dari frasa “dipilih secara demokratis”. Pertama,

yang menafsirkan frasa “diplih secara demokratis” sebagai pemilihan umum secara

langsung oleh rakyat. Pendapat ini didasarkan pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945

yakni “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar”, begitu juga dengan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden yang diplih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Pada

saat amandemen UUD 1945, Fraksi PPP adalah salah satu fraksi yang menafsirkan

frasa “dipilih secara demokratis” sebagai pemilihan umum secara langsung. PPP

menyebutkan bahwa arti penting pilkada langsung yakni “Gubernur, Bupati, dan

Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat, yang selanjutnya diatur oleh UU, hal ini

sejalan dengan keinginan kita untuk pemilihan Presiden juga dipilih secara

261

Page 273: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

langsung”2. Karena Presiden itu dipilih langsung maka pada pemerintahan daerah pun

Gubernur, Bupati dan Walikota diplih juga langsung oleh rakyat. Undang-Undang nya

dan tata caranya nanti akan kita atur. Dengan Undang-Undang nanti akan terkait

dengan Undang-Undang otonomi daerah itu sendiri”. Kedua, golongan yang

menafsirkan frasa “dipilih secara demokratis dengan cara dipilih secara tidak langsung

melalui DPRD. Pelaku sejarah yang merupakan golongan ini adalah Patrialis Akbar

dan Lukman Hakim Saifudin sebagai Panitia Ad Hoc 1 BP MPR yang membahas

amandemen Pasal 18 UUD 1945 di Sidang Tahunan MPR 2000 dalam keteranganya

pada perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 di Mahkamah

Konstitusi adalah sebagai berikut:

“Latar belakang pemikiran Pasal 18 ayat (4) saat itu adalah bahwa sistim

pemilihan yang akan diterapkan disesuaikan dengan perkembangan

masyarakat. Masyarakat mempunyai pilihan apakah akan menerapkan sistim

perwakilan (pemilihan dilakukan oleh DPRD) atau melalui sistim pemilihan

secara langsung (pemilihan dilakukan langsung oleh rakyat). Tujuanya adalah

agar ada fleksibilitas bagi masyarakat dalam menentukan sistim pemilihan

kepala daerah. Hal itu terkait dengan penghargaan konstitusi terhadap

keragaman adat istiadat dan budaya masyarakat di berbagai daerah yang

berbeda-beda. Ada daerah yang lebih condong untuk menerapkan sistim

pemlihan tidak langusng (demokrasi perwakilan) dan ada pula daerah yang

cenderung lebih menyukai sistim pemilihan langsung (demokrasi langsung)

dalam hal memilih gubernur, bupati, dan walikota. Baik sistim pemilihan secara

langsung maupun sitim pemilihan secara tidak langsung sama-sama masuk

kategori sistim yang demokratis. Berdasarkan dua pandangan itulah kemudian

disepakati menggunakan kata demokratis dalam artian karena ayat (7) Pasal 18

itu susunan dan penyelenggaran pemerintahan daerah diatur dalam undang-

undang. Undang-undang lah yang menentukan apakah pemilihan kepala daerah

itu dilakukan langsung oleh rakyat atau sebagaimana sebelumnya dilakukan

oleh DPRD yang penting prinsip dasarnya demokratis.3

2 Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Rapat Panitia AdHoc I, hlm.255. 3 Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 072/PUU-II/2004, Pengujian terhadap UU

Nomor 32 Tahun 2004.

262

Page 274: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dapat diketahui bahwa terdapat dua tasfiran dari frasa “dipilih secara

demokratis”, yaitu dalam arti pemilian kepala daerah secara langsung oleh rakyat dan

pemilihan yang dilakukan oleh DPRD.

Tim Perumus akhirnya menentukan bahwa frasa “dipilih secara demokratis” adalah

pemilihan kepala daerah secara langsung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan

yuridis bahwa dalam amandemen UUD NRI 1945 sesuai dengan Pasal 1 ayat (2)

menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar” hal ini menunjukan bahwa pengertian pemilihan kepala daerah

secara langsung oleh rakyat dapat diartikan bahwa pemerintah harus bersumber dari

rakyat. Rakyatlah sebagai pemegang kedaulatan dalam menentukan sikap yang harus

menjadi kepala daerahnya. Hal ini berlandaskan dari dampak amandemen UUD NRI

1945 terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Undang yang menjelaskan bahwa DPRD hanya

diberi peran minimal yakni sebatas mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian

kepala daerah.

Secara umum dapat dikatakan juga bahwa pemilihan Kepala Daerah secara

langsung itu lebih demokratis. Setidaknya ada tiga alasan mengapa pemilihan langsung

itu dinggap perlu. Pertama, untuk lebih membukan pintu bagi tampilnya Kepala

Daerah yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat sendiri. Kedua, untuk mejaga

stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan di tengah jalan4. Pemilihan

kepala daerah secara langsung merupakan proses politik yang tidak saja merupakan

mekanisme politik untuk mengisi jabatan demokratis (melalui pemilu), tetapi juga

sebuah implementasi pelaksanaan otonomi daerah atau desentralisasi politik yang

sesungguhnya. Ketiga, Pemilihan kepala daerah secara langsung lahir dari keinginan

agar kepala darah terpilih benar-benar representatif, artinya seroang Gubernur

misalnya, terpilih atau diplih bukan hasil rekayasa politik anggota DPRD yang pada

akhirnya kepala daerah bukanlah hasil keinginan rakyat yang sebenarnya.5

Oleh sebab itu, dalam Bab Pemilihan Umum ini Tim Perumus membagi pemilihan

4 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2011, hlm. 240. 5 Noor M Aziz, Pemilihan Kepala Daerah, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukm

dan Hak Asasi Manusia %, 2011, hlm. 69.

263

Page 275: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

umum kedalam dua macam yaitu Pemilihan Umum nasional dan pemilihan umum

lokal. Pemilihan umum nasional diperuntukkan memilih anggota DPR, DPD, serta

Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan pemilihan umum lokal diperuntukkan

memilih anggota DPRD tingkat kabupaten atau kota serta pasangan Bupati dan Wakil

Bupati atau pasangan Walikota dan Wakil Walikota. Pemisahan ini dilakukan agar

perhatian masyarakat dapat terfokus pada masing-masing pemilihan umum. Seringkali

isu pemilihan nasional menutupi isu pemilihan lokal, yang sejatinya juga penting bagi

daerahnya masing-masing. Namun pemisahan ini hanyalah sebatas pemisahan nama

saja agar masyarakat dan komisi pemilihan umum nantinya mudah dalam

pelaksanaannya. Penyelenggaraan kedua pemilihan umum ini dilakukan secara

serentak sebagaimana Tim Perumus sebutkan dalam Pasal 22E ayat (2). Pemilihan

umum serentak ini dilakukan untuk memberikan efisiensi baik dari segi anggaran

maupun waktu. Selain itu, salah satu keuntungan dari pemilihan umum serentak ini

adalah dapat memperkuat sistem pemerintahan presidensil sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam bab sebelumnya.

Tim perumus kemudian menormakan sistem pemilu dengan proporsional

dalam undang-Undang Dasar. Hal ini merupakan hanya penegasan yang merupakan

konsekuensi logis dari dianutnya sistem kepartaian dalam negara dmeokrasi. Buah

pemikiran mengenai ini tim perumus tuangkan dalam pasal 22E ayat (3).

Hal fundamental lain yang tim rumuskan adalah mengenai kelembagaan

pemilihan umum yang menjadikan Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga

eksklusif untuk melakukan penyelanggaraan pemilu, pengawasan serta penegakkan

kode etik dalam penyelenggaraan pemilu.

264

Page 276: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB VIII: HAL KEUANGAN

UUD NRI

1945

BAB VIII

HAL KEUANGAN

Pasal 23

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari

pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan

undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. ***)

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja

Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Daerah. ***)

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui

rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang

diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)

Pasal 23A

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

Negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23B

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. ***)

265

Page 277: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 23C

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

***)

Pasal 23D

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,

kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan

undang-undang. ***)

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

BAB VIII

HAL KEUANGAN

Pasal 23

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari

pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan

undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. ***)

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja

Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Daerah. ***)

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui

rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang

diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)

Pasal 23A

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

Negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23B

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. ***)

266

Page 278: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 23C

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

***)

Pasal 23D

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,

kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan

undang-undang. ***)

Tim perumus tidak melakukan perubahan terhadap bab ini.

BAB VIIIA: BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

UUD NRI

1945

BAB VIIIA***)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Pasal 23 E

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan

yang bebas dan mandiri.***)

(2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan

kewenangannya.***)

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.***)

267

Page 279: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 23 F

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.***)

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh

anggota.***)

Pasal 23G

(3) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara,

dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.***)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan

diatur dengan undang-undang.***)

Tim Perumus tetap mengikuti Naskah Konstitusi dan tidak perlu diadakan usulan

perubahan terhadap Pasal 23E, 23F, dan 23G karena secara substansi Pasal diatas sudah

memadai dan oleh karena itu tidak perlu diubah.

BAB IX: KEKUASAAN KEHAKIMAN

UUD NRI

1945

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan. ***)

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)

268

Page 280: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman diatur dalam undang-undang. ****)

Pasal 24A

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,

menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang

lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)

(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang

tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang

hukum ***)

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan

Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan

selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

***)

(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh

hakim agung. ***)

(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara

Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 24B

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan

pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela. ***)

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

269

Page 281: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 24C

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti

undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran

partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil

pemilihan umum. ***)

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas

pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan

pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut

Undang-Undang Dasar. ***)

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota

hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan

masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang

oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

***)

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan

oleh hakim konstitusi. ***)

(5) Hakim konstitusi harus memiliki intgeritas dan kepribadian

yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi

dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat

negara. ***)

270

Page 282: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum

acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi

diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim

ditetapkan dengan undang-undang.

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan. ***)

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman diatur dalam undang-undang. ****)

Pasal 24A

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,

menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang

lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)

(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang

tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang

hukum ***)

271

Page 283: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(1) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan

Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan

selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

***)

(2) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh

hakim agung. ***)

(3) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara

Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 24B

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan

pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela. ***)

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 24C

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti

undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar, dan memutus

pembubaran partai politik.***)

272

Page 284: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas

pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan

pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut

Undang-Undang Dasar. ***)

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota

hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan

masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang

oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

***)

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan

oleh hakim konstitusi. ***)

(5) Hakim konstitusi harus memiliki intgeritas dan kepribadian

yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi

dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat

negara. ***)

(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum

acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi

diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 24D *****)

(1) Mahkamah Pemilu berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan

mengikat untuk memutus tentang pelanggaran administrasi,

sengketa proses pemilihan umum, tindak pidana pemilu yang

memengaruhi hasil serta sengketa tentang hasil pemilihan

umum. *****)

(2) Mahkamah Pemilu mempunyai sembilan orang anggota

hakim yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-

masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh

Mahkamah Konstitusi, dan tiga orang oleh Komisi Yudisial.

273

Page 285: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

*****)

(3) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Pemilu dipilih dari dan

oleh hakim Pemilu. *****)

(4) Hakim Mahkamah Pemilu harus memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela, adil, serta tidak merangkap

sebagai pejabat negara. *****)

(5) Pengangkatan dan pemberhentian hakim Mahkamah Pemilu,

hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah

Peradilan Pemilu diatur dengan undang-undang. *****)

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim

ditetapkan dengan undang-undang.

Terhadap Bab Kekuasaan Kehakiman, Tim Perumus melakukan

perubahan terhadap pasal 24 C ayat (1) dengan mereduksi salah satu kewenangan

Mahkamah Konstitusi yakni kewenangan memutus sengketa hasil pemilihan

umum. Implikasi dari direduksinya kewenangan tersebut, tim perumus

menambahkan pasal 24 D tentang Mahkamah Pemilu. Mahkamah Pemilu

merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman yang bertugas untuk

menyelesaikan segala sengketa yang mempengaruhi hasil pemilihan umum.

274

Page 286: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB X: WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

UUD NRI

1945

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

Pasal 26

(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa

Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan

dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang

bertempat tinggal di Indonesia.** )

(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan

undang-undang.** )

Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan.

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

pembelaan negara.**)

Pasal 28

275

Page 287: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-

undang.

Tim Perumus tetap mengikuti Naskah Konstitusi dan tidak perlu diadakan

usulan perubahan terhadap Pasal 26, 27, dan 28 karena secara substansi Pasal diatas

sudah memadai dan oleh karena itu tidak perlu diubah.

BAB IXA: WILAYAH NEGARA

UUD NRI

1945

BAB X

WILAYAH NEGARA **)

Pasal 25A****)

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara

kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.**)

Tim Perumus memutuskan untuk tidak melaksanakan perubahan. Khususnya

dalam frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia” sebagai bentuk negara dan bentuk

pemerintahan Indonesia dan frasa negara kepulauan. Tim Perumus berpegang dengan

konsep negara kepulauan dikarenakan konsep negara kepulauan Indonesia telah diakui

oleh dunia internasional melalui United Nations Conference on the Law of the Sea 1982

(UNCLOS). Dengan diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan oleh masyarakat

internasional, maka akan menaikan eksistensi Indonesia di kancah internasional.

BAB XA: HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28A

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

UUD NRI

1945

276

Page 288: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya. **)

Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui perkawinan yang sah. **)

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.**)

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan

dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia. **)

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun

masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum. **)

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan

dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang

sama dalam pemerintahan. **)

277

Page 289: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat

tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak

kembali. **)

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati

nuraninya. **)

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,

dan mengeluarkan pendapat. **)

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,

serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

segala jenis saluran yang tersedia. **)

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan

dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi. **)

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yangmerendahkan derajat martabat menusia dan

berhak memperoleh suaka politik darinegara lain. **)

278

Page 290: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan. **)

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan

khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang

sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai

manusia yang bermartabat. **)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak

milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-

wenang oleh siapa pun. **)

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasarhukum yang

berlaku surut, adalah HAM yang tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apa pun. **)

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif

itu. **)

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras

dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)

279

Page 291: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM

adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)

(5) Untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan

HAM dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan. **)

Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam

tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

**)

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang

wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan

undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang

adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis. **)

Perubahan

Kelima UUD

1945

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA *****)

Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)

Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan

melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

**)

280

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya. **)

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui perkawinan yang sah. **)

(1)

Pasal 28A

Pasal 28B

Page 292: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh

dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.**)

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri

melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,

berhak mendapat pendidikan dan

memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan

dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi

kesejahteraan uman manusia. **)

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan

dirinya dalam memperjuangkan haknya

secara kolektif untuk membangun

masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum. **)

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh

kesempatan yang sama dalam

pemerintahan. **)

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan

281

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.**)

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan

dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan

kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia.

**)

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih

tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya,

serta berhak kembali. **)

Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan

dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang

sama dalam pemerintahan. **)

Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk

membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)

(2)

(1)

(1)

(1)

(2)

(3)

(2)

Pasal 28C

Pasal 28D

Pasal 28E

Page 293: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

beribadat menurut agamanya, memilih

pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan,

memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkanya, serta berhak kembali. **)

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini

kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya. **)

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan

berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat. **)

Pasal 28F

(1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah dan menyampaikan informasi

dengan menggunakan segala jenis saluran

yang tersedia. **)

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan

harta benda yang di bawah kekuasaannya,

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan

dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak

asasi. **)

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari

282

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran

yang tersedia. **)

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang

di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan. **)

Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia

dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)

Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati

nuraninya. **)

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,

dan mengeluarkan pendapat. **)

(1)

(1)

(1)

(2)

(2)

(3)

Pasal 28F

Pasal 28G

Pasal 28H

Page 294: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

penyiksaan atau perlakuan yangmerendahkan

derajat martabat menusia dan berhak

memperoleh suaka politik darinegara lain.

**)

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan

dan perlakuan khusus untuk memperoleh

kesempatan dan manfaat yang sama guna

mencapai persamaan dan keadilan. **)

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara

utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik

pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh

diambil alih secara sewenang- wenang oleh

siapa pun. **)

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak

beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak

untuk diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas

dasarhukum yang berlaku surut, adalah HAM

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apa pun. **)

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan

283

Pasal 28I

Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan

khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang

sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)

Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai

manusia yang bermartabat. **)

Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak

milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-

wenang oleh siapa pun. **)

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut, adalah HAM yang tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apa pun. **)

Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang

bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak

mendapatkanperlindungan terhadap perlakuan yang

bersifat diskriminatif itu. **)

Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras

dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM

adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM

adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)

(2)

(3)

(4)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Page 295: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun

dan berhak mendapatkan perlindungan

terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif

itu. **)

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat

dihormati selaras dengan perkembangan

zaman dan peradaban. **)

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan

pemenuhan HAM adalah tanggung jawab

negara, terutama pemerintah. **)

(5) Untuk menegakkan dan melindungi HAM

sesuai dengan prinsip negara hukum yang

demokratis, maka pelaksanaan HAM

dijamin, diatur, dan dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan. **)

Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam

tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

**) (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang

wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan

undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang

adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis. **)

284

Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam

tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

**)

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang

wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan

undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan

yangadil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai

agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu

masyarakat demokratis. **)

(1)

(2)

Pasal 28J

Tidak ada perubahan yang tim perumus lakukan pada bab tentang HAM ini dan

tetap mempertahankannya.

Page 296: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB XI: AGAMA

UUD NRI

1945

BAB XI

AGAMA

Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agama serta beribadat menurut agama atau

kepercayaannya tersebut.

Perubahan

Kelima UUD

NRI 1945

BAB XI

AGAMA

Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta beribadat menurut agama atau kepercayaannya tersebut

Tidak ada perubahan yang tim perumus lakukan dalam bab tentang Agama ini.

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agama serta beribadat menurut agama atau

kepercayaannya tersebut

285

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agama serta beribadat menurut agama atau

kepercayaannya tersebut

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agama serta beribadat menurut agama atau

kepercayaannya tersebut

Page 297: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB XII: PERTAHANAN DAN KEAMANAN

UUD NRI

1945

BAB XII

PERTAHANAN DAN KEAMANAN**)

Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha

pertahanan dan keamanan Negara. **)

(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui

sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara

Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,

sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan

pendukung.**)

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara

bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara

keutuhan dan kedaulatan negara.**)

(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas

melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta

menegakkan hukum. **)

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,

Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan

Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat

keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan

keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan

dan keamanan diatur dengan undang-undang.**)

Tim Perumus tetap mengikuti Naskah Konstitusi dan tidak perlu diadakan

usulan perubahan terhadap Pasal 30 karena secara substansi Pasal diatas sudah

memadai dan oleh karena itu tidak perlu diubah.

286

Page 298: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB XIII: PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB XIII

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)

Pasal 31

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.****)

Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya.****)

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan

serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

yang diatur dengan undang-undang.****)

UUD

NRI

1945

287

Page 299: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Tim Perumus tetap mengikuti Naskah Konstitusi dan tidak perlu diadakan

usulan perubahan terhadap Pasal 31 dan Pasal 32 karena secara substansi Pasal diatas

sudah memadai dan oleh karena itu tidak perlu diubah.

BAB XIV: PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN

SOSIAL

Pasal 32

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah

peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam

memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.****)

Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai

kebudayaan nasional.****)

Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja

negara serta dari anggapan pendapatan dan belanja daerah untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional.****)

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****)

UUD

1945

NRI BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN

SOSIAL****)

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN

SOSIAL****)

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

288

UUD NRI TAHUN 1945

UUD NRI

1945

Page 300: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta

dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi

nasional.****)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur

dalam undang-undang.****)

Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.

****)

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. ****)

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur

dalam undang-undang.****)

Perubahan

Kelima UUD

NRI 1945

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN

SOSIAL****)

Pasal 33

289

Page 301: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta

dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi

nasional.****)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur

dalam undang-undang.****)

Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.****)

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan. ****)

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang.****)

Tidak ada perubahan yang tim lakukan dalam bab ini.

290

Page 302: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB XV: BENDERA, BAHASA,

DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN**)

UUD NRI

1945

BABXV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA

LAGU KEBANGSAAN**)

Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah sang merah Putih. Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Pasal 36A

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka

Tunggal Ika.**

Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**) Pasal 36C

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang

Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)

Tim Perumus tidak melakukan perubahan pada Bab XV UUD 1945 karena

bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan merupakan atribut negara

291

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka

Tunggal Ika.**

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan lambang

Negara, serta lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)

Page 303: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Indonesia yang memberikan identitas wujud eksistensi Bangsa dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang dilaksanakan berdasarkan asas persatuan, kedaulatan,

kehormatan, kebangsaan, ke-bhinekatunggalika-an, ketertiban, kepastian hukum,

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.485 Bab ini mencerminkan ideologi,

kharakteristik, dan perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan persatuan dan

kesatuan di bawah payung ke-bhinneka-an. Maka dari itu, perubahan pada bab ini dapat

dikatakan identik dengan merubah jiwa dan nilai-nilai yang terkandung di dalam

masyarakat Indonesia.

BAB XVI: PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

UUD NRI

1945

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat

diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat

apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar

diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian

yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang

Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat. ****)

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar

dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima

puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota

Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

485Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

292

Page 304: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat

diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat

apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar

diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian

yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang

Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 7/8 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat. ****/*****)

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar

dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 7/8 dari

seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

****/*****)

(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)

Dalam rangka menguatkan kedudukan dan peran DPD dan MPR dalam susunan

ketatanegaraan Indonesia, maka Tim Penulis pun melakukan perubahan pada ketentuan

Pasal 37 UUD. Perubahan dalam Pasal 37 ini dilakukan dalam rangka menguatkan

fungsi DPD. Pengaturan perubahan yang ada pada UUD NRI 1945 sekarang ini seakan

sengaja dibuat untuk tidak memasukkan DPD. Perubahan tersebut hanya meliputi batas

kuorum anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang harus hadir dalam sidang

perubahan UUD yaitu dari 2/3 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi 7/8

293

Page 305: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

anggota. Hal ini didasarkan kepada rasio bahwa dalam rangka penguatan kedudukan

dan peran DPD maka partisipasi DPD harus dipastikan ada pun dalam hal perubahan

UUD. Selaras dengan adanya perubahan pada batas kuorum kehadiran anggota MPR

dalam sidang impeachment Presiden, maka dalam hal perubahan UUD juga Tim

Penulis mengadakan perubahan dalam pasal ini. Jumlah anggota MPR pada periode

2014-2019 mencapai 687 orang dengan komposisi 132 orang merupakan anggota DPD

dan 555 orang merupakan anggota DPR486. Dengan batas kuorum kehadiran yang ada

saat ini yaitu 2/3 maka dengan sendirinya peran DPD tidak diperlukan untuk

melakukan perubahan UUD karena yang dibutuhkan hanyalah 458 orang anggota MPR

yang mana sudah terpenuhi dengan jumlah anggota DPR saat ini yaitu 555 orang.

Kuorum ini bisa saja dipenuhi oleh anggota DPR saja tanpa mengikutsertakan anggota

DPD. Begitu pula dengan pemberian persetujuan, 50% ditambah satu dari anggota

MPR memiliki arti bahwa hanya dengan 345 anggota MPR sudah bisa membuat

perubahan UUD NRI 1945. Hal inilah yang Tim Penulis ingin hindari sehingga

mengubah batas kuorum kehadiran menjadi 7/8 yaitu 601 kehadiran anggota MPR.

Selanjutnya, dalam memberikan persetujuan terhadap perubahan UUD maka Tim

Penulis pun menambah batas kuorum menjadi 2/3 karena didasari alasan bahwa lagi-

lagi peran DPD harus disertakan dalam memberikan persetujuan terhadap perubahan

UUD tersebut. Padahal dalam UUD NRI 1945 ini tidak hanya memuat peraturan-

peraturan yang mengandung kepentingan politik tetapi juga kepentingan teritorial yang

disampaikan melalui lembaga DPD.

Oleh karena itu, Tim Perumus mengubah batas kuorum menjadi 7/8 yaitu 601

anggota MPR. Dengan asumsi bahwa sidang dihadiri oleh seluruh anggota DPR, masih

diperlukan setidaknya 46anggota DPD lagi untuk menyelenggarakan Sidang Paripurna

MPR. Begitu juga dengan persetujuan atas perubahan UUD NRI 1945, 601 anggta

MPR harus memberikan persetujuannya untuk mengegolkan usul perubahan. Dengan

begitu diharapkan bahwa hasil dari perubahan UUD NRI 1945 benar-benar sesuai

486 Hukum Online, “Anggota MPR, DPR dan DPD Periode 2014-2019 Resmi Dilantik”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt542bb3537f5a8/anggota-mpr--dpr-dan-dpd-periode-2014- 2019-resmi-dilantik, Diakses pada 1 Juli 2016

294

Page 306: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dengan kebutuhan seluruh rakyat Indonesia bukan hanya kepentingan beberapa

golongan saja.

Mengenai Pasal 37 UUD NRI 1945 tentang Perubahan UUD NRI 1945 ini, Tim

Perumus merumuskan bahwa Perubahan UUD NRI 1945 dapat dilakukan dengan

usulan paling sedikit 1/3 dari keseluruhan anggota MPR. Pengajuan usul itu harus

dilakukan secara tertulis dan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta

alasannya. Jika dibandingkan dengan ketentuan sebelum perubahan, ketentuan Pasal

37 UUD NRI 1945 pascaperubahan juga mengatur mekanisme pengambilan putusan

yang lebih ketat. MPR hanya dapat bersidang untuk membahas dan mengambil putusan

terkait perubahan UUD NRI 1945 jika dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah

anggota MPR. Jika sebelum perubahan ditentukan bahwa putusan mengubah UUD

1945 dilakukan dengan persetujuan 2/3 dari anggota yang hadir, Pasal 37 UUD NRI

1945 setelah perubahan mensyaratkan lebih berat yaitu harus disetujui oleh sekurang-

kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR.

ATURAN

PERALIH

AN

UUD NRI

1945

ATURAN PERALIHAN Pasal I

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku

selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar

ini.****)

Pasal II

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang

untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan Belum

diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)

Pasal III

295

Page 307: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

ATURAN

TAMBAHAN UUD

1945

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus

2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh

Mahkamah Agung. ****)

Perubahan

Kelima

UUD NRI

1945

ATURAN PERALIHAN Pasal I

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku

selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar

ini.****)

Pasal II

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang

untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan Belum

diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****)

Pasal III

Dihapuskan*****)

Tim Perumus menghilangkan Pasal III karena Mahkamah Konstitusi telah

terbentuk sehingga tidak perlu lagi ada Pasal aturan peralihan yang mengatur tentang

tanggal pembentukan Mahkamah Konstitusi.

ATURAN TAMBAHAN

Pasal I

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan

peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan

296

Page 308: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada

sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.****)

Pasal II

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal****)

Perubahan Kelima

UUD NRI 1945

ATURAN TAMBAHAN

Pasal I

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal*****)

Pasal II

Dihapus*****)

Tujuan awal dibentuknya aturan tambahan adalah sebagai jaminan bagi

kelangsungan Pemerintahan Republik Indonesia setelah berakhirnya peperangan Asia

Timur Raya sekaligus memberikan ruang bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk

melakukan perubahan atas UUD. Baik Konstitusi RIS maupun UUDS 1950 tidak

memiliki aturan tambahan, yang ada adalah ketentuan penutup. Sama seperti aturan

peralihan, pembahasan aturan tambahan dimulai sejak proses amandemen kedua UUD

1945 tetapi baru mengalami perubahan dan pengesahan pada proses amandemen

keempat UUD 1945. Pembahasan aturan tambahan sebagian besar mengenai relevansi

keberadaan aturan tambahan dalam UUD 1945 dan materi yang dianggap substantif

untuk dimasukkan ke dalam aturan tambahan. Ketentuan-ketentuan dalam aturan

peralihan dan aturan tambahan bersifat sistemik secara teknis, tetapi juga secara

kesatuannya sesungguhnya adalah demokratis dan merupakan dasar bagi suatu proses

demokratisasi dan reformasi yang berkelanjutan.

Tim perumus melakukan penghapusan pada pasal I aturan tambahan yang

membebankan tugas kepada Majelis Permuswayaratan Rakyat untuk melakukan

297

Page 309: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara (TAP MPRS) dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

(TAP MPR) karena tugas tersebut telah terlaksana.

298

Page 310: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

6.1 Kesimpulan

Pembahasan mengenai idealitas kenegaraan menjadi awal diskursus lebih lanjut

mengenai pemilihan umum sebagai salah satu elemen vital dari demokrasi perwakilan

yang mencerminkan kedaulatan rakyat. Pemilu yang demokratis esensiil bagi transisi

demokrasi Indonesia sehingga sepatutnya memperhatikan pluralism politik dan

partisipasi sipil secara terbuka dan mandiri. Untuk mewujudkan hal tersebut maka

beberapa elemen-elemen yang dijamin dalam konstitusi berkaitan dengan pemilu perlu

ditinjau ulang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Secara ringkas, salah satu evaluasi yang harus dilakukan adalah terhadap ruang

lingkup rezim pemilihan umum yang perlu dipertegas dan memperhitungkan pemilihan

kepala daerah yang secara materiil sama dengan perumusan pemilihan umum dalam UUD

NRI 1945. Namun dengan catatan bahwa daerah-daerah yang memiliki suatu rangkaian

pemilihan yang khusus juga tetap dapat diselenggarakan dengan memperhatikan unsur

demokrasi. Selain itu penyesuaian-penyesuaian norma mengenai pemilu dalam konstitusi

juga harus dilakukan untuk mempertegas sistem pemilu yang berlaku dalam Indonesia

agar dalam perkembangan sistem tersebut tetap memiliki fondasi yang kuat dan

konsistensi yang dapat dipegang. Maka secara langsung dalam amandemen kelima UUD

NRI 1945 perlu dicantumkan mengenai sistem yang berlaku yaitu sistem proporsional.

Mengenai apakah yang diterapkan sistem proporsional terbuka, tertutup atau suatu

gradasi tertentu dari kedua pilihan tersebut sudah seharunsya dibiarkan menjadi open

legal policy bagi perumus undang-undang dengan tetap memperhatikan perkembangan

budaya demokrasi dan pemilu masyarakat.

Aspek kelembagaan juga perlu dikaji ulang agar penyelenggaraan pemilu dapat dibuat

lebih efektif secara fundamental. Perumus mengajukan institusionalisasi secara formal

atas Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu, sehingga KPU memiliki

kewenangan-kewenangan yang diatur dalam konstitusi dan kedudukan sebagai suatu

lembaga tinggi sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945. Pemilu tidak hanya

menyangkut mengenai pemahaman dan parameter atas pemilu serta kelembagaan namun

juga apa yang terjadi pada ujung lain dari siklus politik demokrasi. Hal tersebut terkait

dengan penjaminan pertanggungjawaban yang tepat bagi wakil rakyat terhadap rakyat

sebagai pemilih melalui perumusan constituent recall dalam konstitusi, penguatan peran

299

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

Page 311: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Dewan Perwakilan Daerah, sistem presidensial yang berlaku di Indonesia serta peran

perempuan dalam lembaga konstitusi dengan perwujudan melalui norma dalam

amandemen kelima UUD NRI 1945. Aspek terakhir menyangkut penyelesaian sengketa

dalam hasil pemilihan umum, perumus juga mengajukan adanya sentralisasi penyelesaian

sengketa di dalam lembaga Mahkamah Pemilu untuk mempermudah pencari keadilan

yang merasa haknya terlanggar dalam rangkaian penyelenggaraan pemilu. Keberhasilan

dan keberlangsungan pemilu bergantung pada penyelenggaraan yang sesuai prinsip-

prinsip universal demokrasi. Dalam konteks Indonesia, untuk membangun kepercayaan

publik kepada keseluruhan proses pemilu, maka dibutuhkan rekonstruksi normative yang

berangkat dari pemahaman philosophische grondslag dari penyelenggaraan pesta

demokrasi tersebut.

6.2 Saran

UUD NRI 1945 sebagai kontrak sosial di Indonesia juga dipandang sebagai hukum

tertinggi yang berpedoman kepada Pancasila. Pedoman utama dalam berbagai kegiatan

berbangsa dan bernegara tersebut memang bersifat fundamental namun tidak berarti

bahwa dengan seiringnya perkembangan zaman tidak dibutuhkan penyesuaian-

penyesuaian yang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya sendiri. Terlebih lagi

apabila hal tersebut berkaitan dengan pemilu sebagai sebuah jalan utama bagi rakyat

untuk berpartisipasi dalam demokrasi perwakilan yang hidup di Indonesia. Penyesuaian-

penyesuaian tersebut justru dibutuhkan untuk melanggengkan Republik Indonesia dan

pencapaian tujuan-tujuannya yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea

keempat. Sehingga perubahan kelima UUD 1945 harus dilakukan, antara lain dengan

poin-poin berikut:

1. Definisi ruang lingkup rezim pemilihan umum untuk mengikutsertakan pemilihan

kepala daerah;

2. Penegasan berlakunya sistem pemilu proporsional;

3. Penetapan hak warga negara untuk menarik kembali wakil rakyat yang terpilih;

4. Penetapan Komisi Pemilihan Umum sebagai salah satu lembaga yang diatur

secara rinci dalam konstitusi;

5. Penetapan Mahkamah Pemilu sebagai badan penyelesaian sengketa yang

berkaitan dengan hasil pemilihan umum dalam konstitusi;

300

Page 312: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

6. Penguatan peran dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia;

7. Penguatan jaminan atas keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif.

301

Page 313: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

DAFTAR PUSTAKA I. BUKU

Abu Daud Busroh, Intisari Hukum Tata Negara Perbandingan: Konstitusi Sembilan

Negara., PT Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Abu Daud Busroh, Capita Selecta Hukum Tata Negara, Rineke Cipta, Jakarta, 1994.

Achmad Roestandi dan Zul Afdi Ardian, Tata Negara, C. V. Armico, Bandung, 1986.

Achmad Sentosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2001.

Ahmad Muflih Saefuddin, Pengembangan IPTEK Berwawasan Kemanusiaan, Jendela,

Yogyakarta, 2003.

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002.

Aidul Fitriciada Azhari, UUD 1945 Sebagai Revolutiegrondwet, Jalasutra, Yogyakarta,

2011.

Alder, John dan English, Peter, Constitutional And Administrative Law, Macmillan,

London, 1989.

Alder, John, Constitutional and Administrative Law, MacMillan, United States of

America, 1989.

Amiroeddin Syarif, Perundang-Undangan:Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya, Rhika

Cipta, Bandung, 1987.

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, Rajawali Pers, Jakarta, 2007.

Andreae Fockema, Kamus Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983.

Anonim, Profil Lembaga Negara Rumpun Legislatif. Asisten Deputi Hubungan Lembaga

Negara dan Lembaga Non Struktural Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan

Kemasyarakatan, Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, 2011.

302

Page 314: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1995.

Arifin P. Soeria Atmadja, Kedudukan dan Fungsi BPK dalam Struktur Ketatanegaraan

RI, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universtias Indonesia,

Depok, 2000.

Arifin P. Soeria Atmadja. Keuangan Publik dalam Prespektif Hukum: Teori, Praktik dan

Kritik, Rajawali, Depok, 2013.

Bagir Manan dan Susi Dwi Harjanti, Memahami Konstitusi: Makna dan Aktualisasi,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.

___________, Lembaga Kepresidenan, UII Press, Yogyakarta, 2003.

___________, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD NRI 1945 Baru, FH UII Press,

Yogyakarata, 2003.

___________, Lembaga Kepresidenan, Pusat Studi Hukum FH UII kerjasama dengan

Gama Media, Yogyakarta, 1999.

___________, Membedah UUD NRI 1945, UB Press, Malang, 2012.

___________, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum

Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2005.

Bambang Widianto dan Iwan Meulia Pirous, Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan

Koentjaraningrat Memorial Lectures I-V/2004-2008, PT Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2009.

Binsar M. Gultom, Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan Hukum di

Indonesia, Kompas Gramedia, Jakarta, 2015.

Birnie, Patricia, Alan Boyle, Catherine Redgwell, International Law & the Environment,

Oxford University Press, Oxford, 2009.

303

Page 315: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, 5th.Ed., West Publishing Co, United

States of America, 1979.

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika

Global, Edisi ke-2, 2005, Alumni, Bandung, 2005.

Bowels, Nigel, Government and Politics of the United States, Macmillan Press Ltd,

London, 1998.

Bramel, Theodore, Education for The Emerging Age, Evanston and London: Harper &

Row Publisher, New York, 1965.

Budiman B. Sagala, Tugas dan Wewenang MPR di Indonesia, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1982.

Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik), PT. Rineka

Cipta, Jakarta, 1996.

Burn, James McGregor (et. al.), Government By The People, Prantice Hall, New

Jersey,1994.

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

C.F Strong. “Modern Political Constitution”, dalam: Bagir Manan, (eds.), Memahami

Konstitusi: Makna dan Aktualisasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.

C. A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, Kanisius, Jakarta, 1988.

Cameroon, Edwin, “Constitutionalism, Rights, and International Law: The Glenisor

Decision”, Duke Journal of Comparative and Intenational Law, United States of

America, 2013.

CESDA, Laporan Seminar Demokratisasi: Implementasi Pasal 27 dan 28 UUD 1945,

Jakarta: LP3ES, 1993.

304

Page 316: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Chaidir Basrie, Bela Negara: Implementasi dan Pengembangannya (Penjabaran Pasal 30

UUD 1945), UI-Press, Jakarta, 1998.

Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000.

Dahlan Thalib (et. al). Teori dan Hukum Konstitusi. Rajawali Press, Jakarta, 2013.

Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional , Kajian Teori dan Praktik

Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010.

Damos Dumoli Agusman, Treaties Under Indonesian Law, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2014.

Darmawan Tribowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, Pustaka LP3ES

Indonesia, Jakarta, 2006.

Davidson, Scott, Hak Asasi Manusia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2008.

Departemen Pendidikan dan Kebudyaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa

Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 1988.

Dian Puji N. Simatupang. Determinasi Kebijakan Anggaran Negara Indonesia. Papas

Sinar Sinanti, Jakarta, 2005.

Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Direktorat Jenderal Hukum dan

Diulio, Theory and Problems of Money and Banking, Erlangga, Jakarta, 1993.

Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, PT.

Grasindo, Jakarta, 2007.

Dr. Mohammad Hatta, et. al., Penjabaran Pasal 33 UUD 1945, Mutiara, Jakarta, 1977.

Elizabeth A. Martin, A Dictionary of Law, Oxford University Press, London, 2003.

Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Pustaka LP3ES (Lembaga

Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Jakarta, 1988.

305

Page 317: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

F. Budi Hadiman, Demokrasi Deliberatif: Menimbang “Negara Hukum” dan “Ruang

Publik” dalam Teori Diskursus Jurgen Habernas, PT. Kanisius, Yogyakarta, 2009.

Firmansyah Arifin (et.al.), Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga

Negara,Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Jakarta, 2005.

Friedman, Lawrence M, American Law, an Introduction, Second Edition, terjemahan

dalam bahasa Indonesia oleh Wishnu Basuki, Jakarta: PT. Tatanusa, cetakan. 1,

2001.

H. Bohari, Hukum Anggaran Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995.

H. M. Koesnoe, Kedudukan dan Tugas Hakim menurut Undang-Undang Dasar 1945,

Ubhara Press, Surabaya, 1998.

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden: Alasan Pemberhentian Presiden Menurut UUD

1945, Konpress, Jakarta, 2014.

_____________, Impeachment Presiden: Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden

Menurut UUD 1945, Penerbit Konstitusi Press, Jakarta, 2014.

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York: Russell & Russel, 1945.

___________, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien,

cet. 5, Nusa Media, Bandung, 2010.

Hans Nawiasky, Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbergriffe,

Benziger, Einsiedeln/Zurich/Koln, 1948

Harjono, Transformasi Demokrasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi, Jakarta, 2009.

Harun Al-Rasyid, Pengisian Jabatan Presiden, Pustaka Utama Graffiti, Jakarta, 1999.

Harun Nur Rosyid (et.al), Pedoman Pelestarian Kepercayaan Masyarakat, Proyek

Pelesatrian dan Pengembangan Tradisi dan Kepercayaan, Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, 2004.

306

Page 318: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Indra J. Piliang. Bikameral Bukan Federal. Kelompok DPD di MPR RI, Jakarta, 2006

Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Semarang, 1977.

Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, Gagasan Amandemen dan Pemilihan Presiden

Secara Langsung, Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Konstitusi Sosial: Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi

Kehidupan Sosial Masyarakat Madani, Pustaka LP3ES (Lembaga Penelitian,

Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Jakarta, 2015.

__________________, Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009.

__________________, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia, Setjen MKRI, Jakarta, 2005.

__________________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,

2002.

__________________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,

2002.

____________________, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta, 2010.

__________________, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

___________________, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, UI-

Press, Jakarta, 1996.

___________________, Perihal Undang-Undang, Rajawali Press, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2011.

307

Page 319: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

____________________, Perkembangan dan Konsolidasi Antar Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi

RI, Jakarta, 2006.

Jimly Asshidiqie dan Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi di 10 Negara, Sinar Grafika,

Jakarta, 2012.

Jimly Asshidiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.

________________, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

_________________, Sengketa Konstitusional Lembaga Negara,Konpress, Jakarta,

2006

__________________. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press,

Jakarta, 2006.

__________________. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat Jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

___________________. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah:

Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, UI-Press, Jakarta, 1996.

____________________. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah:

Telaah Perbandingan. Konstitusi Berbagai Negara. UI-Press, Jakarta, 1996.

_____________________, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Jakarta, 2006.

____________________. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Reformasi., Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007.

308

Page 320: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

John Pieris dan Aryanthi Baramuli Putri, Penguatan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Pelangi Cendikia, Jakarta, 2009.

KC, The Modern Constitutions, Oxford Univeristy Press, London, 1975.

K.C. Wheare, “Modern Constitution”, dalam: Bagir Manan, (eds.), Memahami

Konstitusi: Makna dan Aktualisasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.

Ki Hadjar Dewantara, Bagian II: Kebudayaan, Offset Tamansiswa, Yogyakarta, 1994.

Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, Taman Siswa, Yogyakarta, 1962.

Klabbers, Jan, Introduction to International Institutional Law, Cambridge: Cambridge

University Press, 2002.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta,

1974.

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, 2002.

Kotan Y. Stefanus, Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara (Dimensi

Pendekatan Politik Hukum Terhadap Kekuasaan Presiden menurut Undang-

Undang Dasar 1945), Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta,

1998.

Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Azasi Manusia dan Pantjasila, Pradnja Paramita,

Jakarta, 1969.

Linderfalk, Ulf, On the Interpretation of Treaties: The Modern Intenational Law as

Expressed in the 1969 Vienna Convention on the Law of Treaties, Dordrecht:

Springer, 2007.

Lowi, Theodore dan Benjamin Ginsberg, American Government, W.W

Norton&Company, London, 1990.

309

Page 321: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Luhut M. P. Pangaribuan, Kemandirian Kekuasaan Keakiman dan Pertanggungjawaban

Publik: Satu Catatan Garis-Garis Besar dalam Perspektif Reformasi Hukum menuju

Masyarakat Madani, Jakarta,

M. Solly Lubis, Pembahasan UUD 1945, Alumni, Bandung, 1997.

Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali

Pers, Jakarta, 2011.

Majda El-muhtaj, HAM dalam Konstitusi Indonesia, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2007.

Makmuri Sukarno, Rekonstruksi dan Revitalisasi Pendidikan Indonesia Menuju

Masyarakat Madani, LIPI Press, Jakarta, 2015.

Maluwa, Tiyanjana, The Incorporation of International L;aw and its Interpretional Role

in Municipal Legal System in Africa: An Explolatory Survey, SAYIL, 1998.

Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis, Fungsi, Materi Muatan.

Kanisius, Jakarta, 2007.

Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Masyarakat Transparansi Indonesia, Pembatasan Kekuasaan Presiden RI : Kajian

Terhadap Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden dalam Hukum Positif

Indonesia , Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta, 1999.

Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Refika Aditama, Bandung,

2011.

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,

Bandung, 2015.

Mochtar Lubis dan Scott, James, Bunga Rampai Karangan-Karangan Mengenai Etika

Pegawai Negeri, Bhratara Karya, Jakarta, 1977.

310

Page 322: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Moh Kusnardi dan Haramaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi

Hukum Tata Negara, Jakarta, 1988.

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama

Jakarta, 1994.

_________________________. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut

Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT. Gramedia, Jakarta, 1980.

Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan, Pustaka Antara,

Jakarta, 1960.

Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama,

Yayasan Prapanca, Jakarta, 1959.

Molan, Michael, Constitutional Law: Machinery of Government, Old Bailey Press,

London, 2003.

Mrydal, Gunnar, Asian Drama an Inquiry into the Property of Nations, Penguin Books,

Australia, 1977.

Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004, Pustaka Eurika,

Surabaya, 2005.

Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, UII Press,

Yogyakarta, 2007.

____________, Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian terhadap Dinamika Perubahan

UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2000.

_____________. Hukum Tata Negara Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2005.

_____________, Negara Hukum, Demokrasi, dan Judicial Review. UII Press,

Yogyakarta, 2005.

311

Page 323: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Nina Pane, Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-Atmadja, Kompas, Jakarta, 2015.

Noor M. Azis, Pemilihan Kepala Daerah, Badan Pembinaan Hukum Nasional dan

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2011.

Padmo Wahyono, Kuliah-kuliah Ilmu Negara, IND-Hill-C, Jakarta, 1996.

Parulian Donald, Menggugat Pemilu, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999.

Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Sinar

Grafika, Jakarta, 2013.

Phillips, Hood, (et.al), Constitutional and Administrative Law, Sweet & Maxwell,

London, 2011.

Punardi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Filsafat Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab,

Rajawali Pers, Jakarta, 1982.

R. M. AB Kusuma, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Versus Sistem Presidensiel

“Orde Reformasi”, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,

2011.

_____________________, Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 Memuat Salinan

Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan

Kemerdekaan, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok,

2004.

R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Rahimullah, Hukum Tata Negara: Hubungan Antar Lembaga Negara. Gramedia , Jakarta,

2007.

Ramlan Surbakti, Perekayasaan Sistem Pemilu untuk membangun Tata Politik

Demokratis, Kemitraan, Jakarta, 2008.

Reni Dwi Purnomowati. Implementasi Sistem Bikameral dalam Parlemen Indonesia. PT.

RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2005.

312

Page 324: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Robbins, Stephen, Organizational Behaviour: Concepts, Controversies and Applications,

Prentice Hall, United States of America, 1990.

Rozikin Daman, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, P. T. Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 1993.

Safri Nugraha (et.al), Hukum Administrasi Negara, Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Depok, 2005.

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legilasi Parlementer dalam

Sistem Presidensial Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2010.

Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD NRI 1945, Andalas

University Press, Padang, 2006.

Saldi Isra. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam

Sistem Presidensial Indonesia. Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

Sam Suhaedi Atmawiria, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 1968.

Samekto FX, Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2004.

Samijo, Ilmu Negara, C. V. Armoci, Bandung, 1992.

Satjipto Rahardjo, Hukum Adat dalam Negara Kesatuan RI, Makalah Bahan Bacaan

Program Doktor Ilmu Hukum Undip, Semarang, 2006.

_____________, Pendayaan Asas Hukum oleh Legislatif – Sisi-sisi Lain Dari Hukum di

Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003.

Satya Arinanton, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Pusat Studi

Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

Sayidiman Suryohadiprojo, Si Vis Pacem Para Bellum: Membangun Pertahanan Negara

yang Modern dan Efektif, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.

313

Page 325: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Sebastian Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, LeIP, Jakarta, 2012.

Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945: 1999 – 2002 Tahun Sidang 1999, Sekretariat

Jenderal MPR RI, Jakarta, 2008.

Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Rapat Panitia Ad Hoc I, Buku Kedua Jilid 3,

Jakarta, 2000.

Shinta Agustine, (Et.al), Obstruction of Justice,Themis Books, Jakarta, 2015.

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Nasional, Airlangga

University Press, Surabaya, 2005.

Soedarso, Korupsi di Indonesia, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1969.

Soegarda Poerbakawatja, Suatu Pemikiran mengenai Pendidikan di Indonesia, Idayu,

Jakarta, 1975.

Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

Sri Edi Swasono, “Mewaspadai Otoritarianisme dan Tirani Ekonomi: Tentang

Kerakyatan dan Demokrasi Ekonomi,” Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

Indonesia, Depok, 2008.

Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

Sri Soemantri M., Prosedur dan Sitem Perubahan Konstitusi, P. T. Alumni, Bandung,

2006.

____________________, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989.

____________________, Supremasi Hukum dalam Perspektif Kepribadian Warga

Negara, dalam Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan, Bagian Proyek

314

Page 326: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Peningkatan Tenaga Akademik tDirektorat Jenderal Pendidikan TInggi

Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2002.

_____________________, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Alumni,

Bandung, 2006.

St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I: Umum, Binacipta, Bandung,

1980.

Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional, terjemahan Bambang iriana Djaja Atmatja,

Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Stewart, Richard dan James E. Krier, Environmental Law and Policy, The Bobbs Merril

Co. Inc, New York, 1978.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2001.

Sunaryati Hartono (et.al.), Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Kewajiban Asasi

Manusia ditinjau dari Instrumen Hukum Internasional di Bidang HAM, Badan

Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2002.

Suwidi Tono, et al., Bank Indonesia: Menuju Independensi Bank Sentral, Mardi Mulyo,

Jakarta, 2000.

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

The World Commission on Environment and Development, Our Common Future, Oxford

University, Oxford, 1987.

Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara, Ilmu Negara, Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, Depok, 2015.

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses da Hasil Perubahan UUD NRI 1945, Naskah

Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

315

Page 327: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 199-2002, Buku II

tentang Sendi-sendi/Fundamen Negara, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.

______________________________________________________________________

___, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil

Pembahasan 1999-2002, Buku III Lembaga Permusyawaratan dan Perwakilan,

Jilid 2. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,

2008.

______________________________________________________________________

___, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang,Proses, dan Hasil Pembahasan

1999-2002, Buku IV tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara.Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2010.

______________________________________________________________________

__, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 199-2002,

Buku VI Kekuasaan Kehakiman, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi, 2008.

______________________________________________________________________

___, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002,

Bab VII Keuangan, Perekonomian Nasional, dan Kesejahteraan Sosial, Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.

______________________________________________________________________

____, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002,

Buku VIII tentang Warga Negara dan Penduduk, Hak Asasi Manusia, dan Agama,

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.

316

Page 328: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

______________________________________________________________________

___, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002,

Bab IX Pendidikan dan Kebudayaan, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2010.

______________________________________________________________________

____, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002,

Buku X Perubahan UUD, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan. Jakarta:

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2008.

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD ’45, Angkasa,

Bandung, 1983.

Treasury Board of Canada, The Ethics Infrastructure In The Public Administration,

Treasury Board of Canada Secretary, Canada, 2002.

Verdun, Amy, The Euro: European Integration Theory and Economic and Monetary

Union , Rowman and Littlefield Publishers, Inc., United States of America, 2002.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik, P. T. Ereso, Jakarta, 1981.

Wurm, Stephen, Atlas of the World’s Language in Danger of Disappearing, Paris: United

Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization, United Nations

Educational, Scientific, and Cultural Ogranization, Paris, 2001.

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011

K.C. Wheare, “Modern Constitution”, dalam: Bagir Manan, (eds.), Memahami

Konstitusi: Makna dan Aktualisasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014, hlm.

29.

317

Page 329: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

C.F Strong. “Modern Political Constitution”, dalam: Bagir Manan, (eds.), Memahami

Konstitusi: Makna dan Aktualisasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

II. ARTIKEL DALAM JURNAL

Purwo Santoso. “Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan Indonesia”,

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Volume 1.0, Nomor

3, Maret 2007.

William G. Andrews, misalnya, dalam bukunya Constitutions and Constitutionalism (3rd

edition, 1968) menyatakan: “The members of a political community have, but

definition, common interests which they seek to promote or protect though the

creation and use of the compulsory politica mechanisms we call the State”, Van

Nostrand Company, New Jersey, hlm. 9.

Bagir Manan, “Kinerja DPR, DPD, dan MPR Pasca Perubahan UUD NRI 1945”, Varia

Peradilan Majalah Hukum Tahun XXVIII No.318, Mei 2012, hlm. 17.

Disertasi Dr. Fatmawati, “Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem

Multikameral: Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara”,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Indra Sucipta, “Strategi Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia,” dalam buku Jendela

Informasi Hukum di Bidang Perdagangan, yang disusun oleh Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia, Biro Hukum Sekretariat Jenderal , Jakarta, 2014.

Bagir Manan, Perubahan UUD 1945, Forum KeadilanNo. 30, 1999.

Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti (artikel), “Pengelompokan Hak Asasi Manusia

dalam UUD 1945 Berdasarkan Karl Vasak, J.Donnellu, Francois Venter, dan Roy

Gregory-Philip Giddings”, dalam Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXIX,

No. 335, Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2013, hlm.25.

Hendra Nurtjahjo, Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State Auxiliary

Agencies) di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, 2012.

318

Page 330: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Miftah Thoha, Desentralisasi di Negara Kesatuan, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 43,

Desember 2013.

Moh. Mahfud MD, Data dan Analisis Pendekatan Hukum Tentang Hal Ini, Jurnal

Analisis CSIS, Vol.34, No.4, 2005.

Ramlan Surbakti, “Defisiensi Berbagai Aspek Kebijakan Otonomi Daerah”, Jurnal Ilmu

Pemerintahan, Edisi 43, 2013.

Robert Endi Jaweng, Kritik terhadap Desentralisasi Asimetris di Indonesia,

Analisis CSIS: Politik Kekerabatan di Indonesia,Centre for Strategic and

International Studies.Jakarta, 2005.

Tri Ratnawati, Pentingnya Revitalisasi Dekonsentrasi Untuk Mendukung Keberhasilan

Otonomi Daerah, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 43, 2013

Andi Sandi dan Agustina Merdekawati, ”Konsekuensi Pembatalan Undang-Undang

Ratifikasi Terhadap Keterikatan Pemerintah Indonesia Pada Perjanjian

Internasional”, Mimbar Hukum, Volume 23, Nomor 3, 2012, hlm. 460.

Roland. R. Foulke, “Treaties” Colombia Law Review, Volume 18, Nomor 5, hlm. 389.

I Wayan Parthiana, “Perjanjian Internasional” Paper disampaikan pada Expert Group

Meeting tentang Perjanjian Internasional, Depok, 9 Januari 2007, hlm. 4.

Jimly Asshiddiqie , “Institut Peradaban dan Gagasan Penguatan Sistem Pemerintahan”,

orasi ilmiah dalam rangka peluncuran Institut Peradaban, Jakarta-Indonesia, 16 Juli

2012.

Mahfud MD, “Politik dan Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia”, disampaikan

pada Sosialisasi UU No, 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang

Diselenggarakan oleh Depkominfo di Hotel Mercure, Batam-Indonesia, 8 Juni

2007, hlm. 3.

Maruarar Siahaan, “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penegakan Hukum Konstitusi”,

Jurnal Hukum No. 3 Vol. 1, Juli 2009, hlm. 360.

319

Page 331: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Andi Sandi dan Agustina Merdekawati, ”Konsekuensi Pembatalan Undang-Undang

Ratifikasi Terhadap Keterikatan Pemerintah Indonesia Pada Perjanjian

Internasional”, Mimbar Hukum, Volume 23, Nomor 3, 2012,

Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti (artikel), Pengelompokan Hak Asasi Manusia dalam

UUD 1945 Berdasarkan Karl Vasak, J.Donnellu, Francois Venter, dan Roy

Gregory-Philip Giddings”, dalam Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXIX,

No. 335, Ikatan Hakim Indonesia, Jakarta, 2013.

Bagir Manan, “Kinerja DPR, DPD, dan MPR Pasca Perubahan UUD NRI 1945”, Varia

Peradilan Majalah Hukum Tahun XXVIII No.318, Mei 2012.

Bagir Manan, Perubahan UUD 1945, Forum KeadilanNo. 30, 1999.

Robert Endi Jaweng, Kritik terhadap Desentralisasi Asimetris di Indonesia,

Analisis CSIS: Politik Kekerabatan di Indonesia,Centre for Strategic and

International Studies.Jakarta, 2005.

Purwo Santoso. Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan Indonesia,

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Volume 1.0,

Nomor 3, Maret 2007.

Ramlan Surbakti, “Defisiensi Berbagai Aspek Kebijakan Otonomi Daerah”, Jurnal

Ilmu Pemerintahan, Edisi 43, 2013.

Tri Ratnawati, Pentingnya Revitalisasi Dekonsentrasi Untuk Mendukung Keberhasilan

Otonomi Daerah, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 43, 2013

Mahfud MD, “Politik dan Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia”, disampaikan

pada Sosialisasi UU No, 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang

Diselenggarakan oleh Depkominfo di Hotel Mercure, Batam-Indonesia, 8 Juni

2007.

Hendra Nurtjahjo, Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State Auxiliary

Agencies) di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, 2012.

320

Page 332: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

I Wayan Parthiana, “Perjanjian Internasional” Paper disampaikan pada Expert Group

Meeting tentang Perjanjian Internasional, Depok, 9 Januari 2007,

Indra Sucipta, “Strategi Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia,” dalam buku Jendela

Informasi Hukum di Bidang Perdagangan, yang disusun oleh Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia, Biro Hukum Sekretariat Jenderal , Jakarta, 2014.

Jimly Asshiddiqie , “Institut Peradaban dan Gagasan Penguatan Sistem Pemerintahan”,

orasi ilmiah dalam rangka peluncuran Institut Peradaban, Jakarta-Indonesia, 16

Juli 2012.

Maruarar Siahaan, “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penegakan Hukum

Konstitusi”, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 1, Juli 2009.

Miftah Thoha, Desentralisasi di Negara Kesatuan, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 43,

Desember 2013.

Moh. Mahfud MD, Data dan Analisis Pendekatan Hukum Tentang Hal Ini, Jurnal

Analisis CSIS, Vol.34, No.4, 2005.

Disertasi Dr. Fatmawati, “Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem

Multikameral: Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara”,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

III. PERUNDANG-UNDANGAN DAN INSTRUMEN HUKUM

INTERNASIONAL

International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.

Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata

Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata

Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

321

Page 333: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Keputusan Pimpinan DPRGR Nomor 10/Pimp/I/65-66 dan Keputusan Pimpinan

DPR-GR Nomor 13/Pimp/I/1965-1966.

Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara

Konstitusi Republik Indonesia Serikat.

Lampiran Peraturan Markas Besar Panglima TNI Nomor Perpang/45/VI/2010 tentang

Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tridarma Ekakarma (Tridek).

Maklumat Nomor X 18 Oktober 1945. Berita Republik Indonesia Tahun I No. 2.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perjanjian Internasional

Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2012.

Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pembentukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara.

Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Tata Tertib.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah.

Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkawa Nomor 072/PUU-II/2004, Pengujian

terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004.

Putusan Mahkamah Konstitusi No.11 /PUU-VIII/2010 tentang pengujian Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2007.

Putusan Mahkamah Konstitusi perkara nomor 001-021-022/PUU-I/2003.

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 48/PUU-XI/2013.

322

Page 334: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/11/DKSP Perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

The Constitution of The United States.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Naskah Asli).

Undang-Undang nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden

Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan

Keamanan Negara Republik Indonesia.

323

Page 335: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,

serta Lagu Kebangsaan.

Undang-Undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Undang-Undang nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi

Undang-Undang Republik Serikat Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi

Sementara Republik Indonesia Serikat Mendjadi Undang-Undang Dasar

Sementara Republik Indonesia.

United Nation Covention Against Corruption.

Universal Declaration of Human Rights.

324

Page 336: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

325

Page 337: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN

( P r e a m b u l e)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab

itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat

yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu

gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan

makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh

keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia

menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang

Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta

dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

326

Page 338: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

UNDANG-UNDANG DASAR

BAB 1

BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang Dasar. ***)

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan

umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. ****)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun

di ibukota negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang

terbanyak.

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan

Undang-Undang Dasar. ***)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil

Presiden.***/****)

Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden

dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang

Dasar.***/****)

327

Page 339: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan

menurut Undang-Undang Dasar.

(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu Orang Wakil

Presiden.

Pasal 5

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat. *)

(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-

undang sebagaimana mestinya.

Pasal 6

(1) Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak

kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena

kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara

rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden

dan Wakil Presiden. ***/*****)

(2) Syarat-syarat untuk menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden diatur lebih

lanjut dengan undang-undang.***/*****)

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh

rakyat. ***)

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan

umum. ***)

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari

lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya

dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah

328

Page 340: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.***)

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua

pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang

memperoleh suara rakyatterbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil

Presiden. ****)

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur

dalam undang-undang. ***)

Pasal 6B

Presiden dan Wakil Presiden harus melepaskan diri dari jabatan partai politik

sesaat setelah dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. *****)

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan

sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali

masa jabatan. *)

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa

jabatannya oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan

Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,

atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai

Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyarawatan Rakyat hanya

dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah

Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan

Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;

329

Page 341: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil

Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak

lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah

dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah

Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya

2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang

paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota

DPR. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan

seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling

lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu

diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau

Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau

Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil

Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna

untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden

kepada Majelis Permusyarawatan Rakyat. ***)

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk

memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga

puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

***)

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian

Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna

330

Page 342: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya

7/8 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 7/8 dari

jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi

kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis

Permusyawaratan Rakyat.***/*****)

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan

Perwakilan Rakyat. ***)

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan

kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden

sampai habis masa jabatannya. ***)

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat- lambatnya dalam

waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat

menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon

yang diusulkan oleh Presiden. ***)

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau

tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara

bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri,

Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyarawatan

Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil

Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan

calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih pertama dan kedua suara

dalam terbanyak pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa

jabatannya. ****)

Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah

menurut agama, atau berjanji dengan sungguh- sungguh di hadapan Majelis

331

Page 343: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Permusawaratan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik

Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-

adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala

undang- undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada

Nusa dan Bangsa.”

Janji Presiden (Wakil Presiden):

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden

Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-

baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan

menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya

serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”*/*****)

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden

dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-

sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan

disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung. */*****)

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan

akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan

beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan

undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur

dengan undang-undang. ***)

332

Page 344: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan

bahaya ditetapkan dengan undang-undang. *****)

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 14

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan

Mahkamah Agung. *)

(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 15

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur

dengan undang-undang. *)

Pasal 16

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan

nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-

undang. ****)

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.*)

(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.*)

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam

undang-undang.***)

333

Page 345: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan

undang-undang. **)

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. **)

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota- anggotanya dipilih melalui pemilihan

umum.**)

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai kepala pemerintah

daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis melalui

pemilihan umum. *****)

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan

yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. **)

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-

peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)

(7) Tata cara pemiihan kepala daerah, susunan dan tata cara penyelenggaraan

pemerintahan daerah diatur dalam undang- undang dengan memerhatikan

kekhususan daerah dan asas otonomi daerah. **/*****)

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi,

kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan

undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)

334

Page 346: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan

dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang- undang. **)

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan- satuan pemerintahan daerah yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.**)

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta

hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam

undang-undang.**)

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)

(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang- undang. **)

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)

(4) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana diatur pada ayat (2)

memperhatikan keterwakilan perempuan.*****)

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (4) diatur lebih lanjut dalam undang-

undang.*****)

Pasal 20

(6) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang undang.

*)

(7) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)

(8) Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan

pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah dibahas oleh Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden untuk mendapat persetujuan

335

Page 347: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

bersama. *****)

(4) Jika rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan

undang-undang tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan

Rakyat dan/atau Dewan Perwakilan Daerah masa itu. */*****)

(5) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama

untuk menjadi undang-undang. */*****)

(6) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut

tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan

undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah

menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. **/*****)

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan

fungsi pengawasan. **)

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain

Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak

interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang- Undang Dasar ini, setiap

anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan,

menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. **)

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota

Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. **)

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-

undang. *)

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

336

Page 348: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

*****)

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang- undang diatur

dengan undang-undang. **/*****)

Pasal 22B

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya oleh

rakyat. **/*****)

(2) Syarat-syarat dan tata cara pemberhentian anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat diatur lebih lanjut dalam undang-undang. *****)

BAB VIIA***)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pasal 22C

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui

pemilihan umum.***)

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan

jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga

jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.***)

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-

undang.***)

(5) Susunan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana diatur pada ayat (4)

memperhatikan keterwakilan perempuan.*****)

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) diatur lebih lanjut dalam undang-

undang.*****)

Pasal 22D

(1) Dewan Perwakilan Daerah memegang kekuasaan membentuk undang-undang

bersama Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan

daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

337

Page 349: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***/*****)

(2) Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan rancangan undang-

undang anggaran pendapatan dan belanja negara serta yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan, dan agama. ***/*****)

(3) Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-

undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan

daerah, pajak, pendidikan, dan agama, serta undang-undang anggaran

pendapatan dan belanja negara. ***/*****)

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya oleh

rakyat.****)

(5) Syarat-syarat dan tata cara pemberhentian anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat diatur lebih lanjut dalam undang-undang. *****)

BAB VIIB***)

PEMILIHAN UMUM

Pasal 22E

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

(2) Pemilihan umum terdiri atas pemilihan umum nasional dan pemilihan umum

lokal, yang diselenggarakan secara serentak.

*****)

(3) Pemilihan umum dilaksanakan dengan sistem proporsional.*****)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan umum diatur dengan undang-

undang. *****)

Pasal 22 F

(1) Pemilihan umum nasional diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden dan Wakil

Presiden. *****)

(2) Peserta pemilihan umum nasional untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat adalah perseorangan dari partai politik. *****)

338

Page 350: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(3) Peserta pemilihan umum nasional untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Daerah adalah perseorangan. *****)

(4) Peserta pemilihan umum nasional untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden

adalah pasangan calon Presiden dan Wakil presiden yang diajukan oleh partai

politik atau gabungan partai politik. *****)

Pasal 22 G

(1) Pemilihan umum lokal diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. *****)

(2) Peserta pemilihan umum lokal untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah adalah perseorangan dari partai politik. *****)

(3) Peserta pemilihan umum lokal untuk memilih Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota

adalah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang diajukan oleh partai politik

atau mengajukan diri secara mandiri. *****)

Pasal 22 H

(1) Pemilihan umum diselengarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang

bersifat nasional, tetap, dan mandiri. *****)

(2) Komisi Pemilihan Umum berwenang menyelenggarakan pemilihan umum,

mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum, menegakkan kode etik

penyelenggaraan pemilihan umum, dan kewenangan lain yang berkaitan

dengan pemilihan umum.*****)

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang lembaga pemilihan umum diatur dengan

undang-undang. *****)

BAB VIII

HAL KEUANGAN

Pasal 23

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

339

Page 351: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan

dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. ***)

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan

oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan

memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran

pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah

menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)

Pasal 23A

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur

dengan undang-undang. ***)

Pasal 23B

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. ***)

Pasal 23C

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23D

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,

tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ***)

BAB VIIIA***)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Pasal 23 E

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara

diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.***)

(2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

sesuai dengan kewenangannya.***)

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau

badan sesuai dengan undang-undang.***)

340

Page 352: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Pasal 23 F

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan

diresmikan oleh Presiden.***)

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.***)

Pasal 23G

(3) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki

perwakilan di setiap provinsi.***)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan

undang-undang.***)

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur

dalam undang-undang. ****)

Pasal 24A

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan

perundang-undangan di bawah undang- undang terhadap undang-undang, dan

mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)

(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,

profesional, dan berpengalaman di bidang hukum ***)

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan

Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai

hakim agung oleh Presiden.

341

Page 353: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

***)

(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.

***)

(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta

badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 24B

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan

hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di

bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. ***)

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-

undang. ***)

Pasal 24C

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dan peraturan

pemerintah pengganti undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,

memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar, dan memutus pembubaran partai

politik.***)

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan

Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil

Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi

yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh

Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang

oleh Presiden.

***)

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim

342

Page 354: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

konstitusi. ***)

(5) Hakim konstitusi harus memiliki intgeritas dan kepribadian yang tidak tercela,

adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak

merangkap sebagai pejabat negara. ***)

(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta

ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-

undang.***)

Pasal 24D *****)

(1) Mahkamah Pemilu berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final dan mengikat untuk memutus tentang pelanggaran

administrasi, sengketa proses pemilihan umum, tindak pidana pemilu yang

memengaruhi hasil serta sengketa tentang hasil pemilihan umum. *****)

(2) Mahkamah Pemilu mempunyai sembilan orang anggota hakim yang ditetapkan

oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung,

tiga orang oleh Mahkamah Konstitusi, dan tiga orang oleh Komisi Yudisial.*****)

(3) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Pemilu dipilih dari dan oleh hakim Pemilu.

*****)

(4) Hakim Mahkamah Pemilu harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak

tercela, adil, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. *****)

(5) Pengangkatan dan pemberhentian hakim Mahkamah Pemilu, hukum acara serta

ketentuan lainnya tentang Mahkamah Peradilan Pemilu diatur dengan undang-

undang. *****)

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan

dengan undang-undang.

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

Pasal 26

(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-

343

Page 355: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal

di Indonesia.** )

(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-

undang.** )

Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan

negara.**)

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

BAB X

WILAYAH NEGARA **)

Pasal 25A****)

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang

berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan

undang-undang.**)

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya. **)

Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah. **)

344

Page 356: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak

atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.**)

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia. **)

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya

secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang

adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan. **)

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih

pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,

memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak

kembali. **)

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan

pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat. **)

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan

345

Page 357: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi. **)

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan

yangmerendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik

darinegara lain. **)

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. **)

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan

dan keadilan. **)

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut

tidak boleh diambil alih secara sewenang- wenang oleh siapa pun. **)

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasarhukum yang

berlaku surut, adalah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

**)

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar

apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang

bersifat diskriminatif itu. **)

346

Page 358: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan

zaman dan peradaban. **)

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung

jawab negara, terutama pemerintah. **)

(5) Untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan prinsip negara

hukum yang demokratis, maka pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)

Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

**)

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata

untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang

lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,

nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis. **)

BAB XI

AGAMA

Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta

beribadat menurut agama atau kepercayaannya tersebut

BAB XII

PERTAHANAN DAN KEAMANAN**)

Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

keamanan Negara. **)

(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan

dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

347

Page 359: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai

kekuatan pendukung.**)

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,melindungi, dan

memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.**)

(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga

keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,

melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. **)

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara

Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-

syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan

negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur

dengan undang-undang.**)

BAB XIII

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)

Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.****)

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya.****)

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-

undang.****)

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya dua puluh

persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggapan

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran

pendidikan nasional.****)

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung

tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta

348

Page 360: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

kesejahteraan umat manusia.****)

Pasal 32

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia

dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan

nilai-nilai budayanya.****)

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kebudayaan

nasional.****)

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional.****)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.****)

Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.

****)

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan. ****)

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan

fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)

349

Page 361: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.****)

BABXV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU

KEBANGSAAN**)

Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah sang merah Putih.

Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

Pasal 36A

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.**

Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**)

Pasal 36C

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta

Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam

sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-

kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara

tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah

beserta alasannya. ****)

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang- kurangnya 7/8 dari jumlah

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****/*****)

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan

350

Page 362: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

persetujuan sekurang-kurangnya 7/8 dari seluruh anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat.

****/*****)

(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat

dilakukan perubahan. ****)

ATURAN PERALIHAN

Pasal I

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama

belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****)

Pasal II

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk

melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan Belum diadakan yang baru

menurut Undang-Undang Dasar ini.****)

Pasal III

Dihapuskan*****)

ATURAN TAMBAHAN

Pasal I

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-

pasal*****)

Pasal II

Dihapus*****)

351

Page 363: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya

352

Page 364: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERUBAHAN...Kepala Biro Pengkajian, ttd Yana Indrawan Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas telah diterbitkannya