naskah akademik rancangan peraturan daerah kabupaten...

77
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang DESA WISATA SEKRETARIAT DPRD KABUPATEN CILACAP LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) IAIN PURWOKERTO Kerjasama Dengan

Upload: lyquynh

Post on 14-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Cilacap Tentang

DESA WISATA

SEKRETARIAT DPRD

KABUPATEN CILACAP

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

(LPPM) IAIN PURWOKERTO

Kerjasama

Dengan

Page 2: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, mudah-mudahan kita menjadi bagian dari umat yang pandai bersyukur. Amin.

Naskah Akademik Raperda tentang Desa Wisata dan Strategi Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Cilacap memiliki 3 (tiga) gagasan utama, yaitu pertama memberi ruang inisiatif yang luas kepada desa untuk memformulasikan konsep ―desa membangun‖. Masyarakat desa memiliki hak penuh untuk berpartisipasi membangun desanya. Pemerintah Desa berkewajiban memfasilitasi proses partisipasi tersebut melalui penyediaan ruang dan konsep-konsep alternatif bagi perencanaan percepatan

pembangunan. Selain itu, dokumen perencanaan yang dimiliki desa baik RPJM Desa ataupun RKP Desa harus mencerminkan aspirasi warga yang disusun secara partisipatif.

Kedua, Desa dituntut untuk lebih kreatis pasca diundangkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa beserta aturan-aturan operasionalnya. Desa memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan pembangunannya baik dari sisi kuantitas dan kualitasnya dengan orientasi utama kesejahteraan warga. Akselerasi pembangunan modern tidak lagi mendasarkan pada kegiatan yang dampaknya tunggal atau terbatas. Pembangunan modern berorientasi menciptakan sebanyak mungkin dampak sosio-ekonomisnya sehingga kegiatan pembangunan bernilai efektif dan efisien. Desa wisata merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara ekonomi dan sosial.

Ketiga, Pemerintah Daerah tidak lepas tangan setelah Desa memiliki otonomi dalam kerangka UU No. 6 Tahun 2014. Pemerintah Daerah justeru menjadi salah satu mitra strategis bagi desa dalam percepatan pembangunan. Namun dengan adanya pembatasan kewenangan, perlu dicari format agar kolaborasi dan sinergi antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa tidak melanggar konstitusi.

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Desa Wisata dan Strategi Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Cilacap tersusun atas bantuan dan partisipasi banyak pihak, antara lain: 1. DPRD Kabupaten Cilacap yang telah memberikan kepercayaan kepada

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto.

2. Badan Legislasi Daerah (BALEGDA) DPRD Kabupaten Cilacap yang secara inten bermitra dan berdiskusi selama proses penyusunan Naskah Akademik.

3. Para narasumber yang telah bersedia memberikan informasi dan diskusi dengan tim penyusun naskah akademik.

4. Pihak-pihak lain yang tidak disebut satu persatu. Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga

kerjasam yang baik ini dapat berlanjut dalam bidang-bidang lain demi memajukan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.

Page 3: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

Naskah Akademik ini sangat kami sadari banyak kekurangan baik dari sisi teknis maupun substansi. Untuk itu kami berharap masukan dan kritikan dari berbagai pihak untuk memperbaiki dan melengkapi informasi atau cakupan yang belum tercover. Atas nama Tim Ahli LPPM IAIN Purwokerto kami mohon maaf dan terima kasih.

Purwokerto, 29 Juli 2016 Koordinator, Dr. Hj. Nita Triana, M.Si

Page 4: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 tentang desa beserta peraturan-peraturan yang mengoperasionalkan-nya, desa dituntut untuk lebih kreatif mewujudkan kemandirian dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan warganya. Kreatifitas ini penting mengingat UU tersebut memberi ruang dan mandat yang relatif lebih luas

kepada desa untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya.

Perubahan mendasar dalam UU No. 6 Tahun 201 adalah

terkait status desa yang bergeser dari sebatas pelaksana tugas-tugas pembantuan sebagai institusi mandiri yang memiliki kewenangan dalam mengelola pemerintahan di level terbawah.

Walaupun demikian, tugas pembantuan oleh desa tidak hilang sebagai konsekuensi dari model pemerintahan yang bersifat

kesatuan. Implikasinya adalah desa memiliki hak atas anggaran negara sebagai instrumen mengelola pemerintahan dan meningkatkan kesejahteraan warga.

Salah satu point penting dalam UU No. 6 Tahun 2014 adalah desa memiliki hak-hak lokal berskala desa. Artinya sumberdaya-sumberdaya yang berada dalam area lokal dan

berkaitan dengan kehidupan masyarakat desa diserahkan hak pengeloaannya secara mandiri kepada pemerintah desa. Kondisi

ini berbeda dengan sebelumnya di mana institusi pemerintahan yang terendah adalah Kabupaten/Kota. Desa sebagai hal yang defacto eksis dalam kehidupan masyarakat dicovel sebatas

pelaksana tugas pembantuan. Perubahan status yang berimplikasi terhadap bertambahnya kewenangan memberi

peluang besar bagi desa untuk mengembangkan diri. Penerjemahan hak-hak lokal berskala desa yang

didelegasikan kepada desa meliputi pembangunan Desa,

kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Terkait dengan hak pembangunan desa, pemerintah desa

memiliki kewenangan untuk mengembangkan potensi ekonomi lokal desa yang salah satu bentuknya adalah mengelola wisata di desa yang berada di luar arah pengembangan Rencana Induk

Pengembangan pariwisata daerah (Permendesa No. 1 Tahun 2015).

Dalam konteks pengembangan dan pengelolaan potensi

wisata di desa inilah, Pemerintah Desa dapat membangun kerjasama dengan pihak lain di luarnya sebagai inovasi bagi

optimalisasi potensi desa. Salah satu pihak yang bisa diajak

Page 5: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

2

kerjasama adalah Pemerintah Daerah yang secara status berada di atas Pemerintah Desa dan berfungsi sebagai pembina. Bentuk

kerjasama yang mungkin di lakukan adalah melalui pembentukan kawasan perdesaan.

Pembentukan kawasan perdesaan merupakan domain Pemerintah Daerah sebagai bentuk strategi ―pembangunan desa‖ yang bersifat top down. Strategi ini dipertemukan dengan strategi

―desa membangun‖ yang bersifat bottom up. Dengan pertemuan 2 (dua) konsep ini, Pemerintah Desa melalui strategi ―desa

membangun‖ berinisiatif membangun kerjasama dengan pengelolaan potensi wisata di desa dan disinergikan dengan strategi ―pembangunan desa‖ Pemerintah Daerah melalui

pembangunan kawasan perdesaan. Kolaborasi 2 (dua) strategi di atas dalam konteks

pengelolaan potensi wisata desa yang menjadi hak-hak lokal berskala desa melahirkan terminologi ―desa wisata‖. Prinsip desa wisata adalah integrasi antara daya tarik wisata (destinasi)

dengan akomodasi, fasilitas, dan tata atau pola kehidupan masyarakat desa. Untuk mewujudkan integrasi beberapa bidang

dalam desa wisata, hal penting yang harus dilakukan adalah membangun komunikasi dan interaksi antarbidang yang menjadi satu kesatuan wisata. oleh karena itu, dalam rangka mewujdukan

integrasi antarbidang dibutuhkan kerjasama dan sharing antarlembaga yang terlibat dalam rangka mewujudkan dan

menyelenggarakan desa wisata, yaitu Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah, pihak ketiga, dan masyarakat desa.

Dalam rangka mewujudkan desa wisata, terdapat beberapa

hal yang menjadi persoalan saat ini, yaitu fasilitas dan komodasi yang terbatas, destinasi wisata yang relatif belu terkemas secara baik, kesadaran masyarakat atas nilai strategis wisata,

kelembagaan wisata di desa yang masih konvensional, serta belum adanya keterpaduan antarbidang penyelenggaraan

kehidupan masyarakat desa. Kreatifitas Desa

Terdapat reduksi pemaknaan bahwa desa yang memiliki progres yang bagus adalah yang mampu meningkatkan jumlah

Pendapatan Asli Desa (PADes) yang tinggi. Reduksi makna ini kemudian dipahami secara sporadis dengan misalnya meningkatakan retribusi desa secara eksesif yang dalam banyak

hal menambah beban warga. Pada titik tertentu apabila hal ini tidak terkendali akan memunculkan sikap-sikap resisten dari warga. Kondisi ini tentu saja tidak strategis bagi desa dalam

rangka melakukan akselerasi pembangunan. Oleh karena itu, desa dituntut untuk lebih kreatif untuk

meningkatkan kemampuan desa baik dalam konteks

Page 6: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

3

meningkatkan pendapatan atau memunculkan ruang-ruang baru yang dimanfaatkan sebagai ajang ekonomi masyarakat. Terlebih

saat ini, miniatur desa belum terlalu berubah, yaitu tingkat urbanisasi yang tinggi serta pengelolaan potensi-potensi ekonomi

tradisional desa seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan yang masih konvensional. Artinya ketika potensi-potensi ekonomis tradisional tersebut masih konvensional maka tidak

memberikan dampak sustainabilitas terhadap sektor ekonomi yang lain.

Inisiatif membangun desa wisata sesungguhnya diarahkan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari sektor-sektor produktif tradisional di desa. Melalui pendekatan wisata, sektor-sektor

produktif tersebut dikelola menjadi daya tarik yang diintegrasikan dengan destinasi, akomodasi, dan fasilitas lainnya sehingga menimbulkan sensasi wisata bagi pengunjung. Melalui konsep ini

maka desa akan memiliki peningkatan mobilitas manusia yang secara tidak langsung akan menggerakkan ekonomi. Dari sinilah

nilai ekonomi akan bertambah. B. Identifikasi Masalah

Berdasar latar belakang di atas, beberapa hal yang teridentifikasi menjadi masalah pembangunan desa wisata di

Kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut: 1. Praktik desa wisata yang telah ditetapkan di kabupaten

Cilacap saat ini belum mengacu pada konsep genuin tentang

desa wisata di mana integrasi menjadi hal yang strategis. Praktik saat ini lebih menekankan pada upaya mengoptimalisasikan potensi atau destinasi wisata yang

berlokasi di beberapa desa. Penyelenggaraan wisata bukan dalam rangka mengintegrasikan destinasi wisata dengan

unsur-unsur lain sebagai sebuah kesatuan kehidupan di desa melainkan meningkatkan kunjungan wisata ke obyek-obyek wisata yang ada di desa. Praktik pengeloaan wisata di desa

―hanya‖ menambah pendapatan desa melalui kegiatan ―tourisme‖. Dalam konteks praktik lokal ini, persoalan yang teridentifikasi menjadi hal yang harus diselesaikan melalui

Peraturan Daerah ini adalah revitalisasi konsep desa wisata pada desa-desa yang telah ditetapkan oleh Bupati.

2. Belum adanya konsep desa wisata yang masuk dalam perencanaan strategis pembangunan desa. Pada prinsipnya, desa wisata merupakan strategi alternatif yang bisa digunakan

oleh desa untuk mengakselerasi pembangunan. Sebagai hal yang strategis, desa wisata secara konsep harus didukung oleh

stakeholders desa yang salah satu bentuknya adalah menjadi perencanaan strategis dalam dokumen-dokumen perencanaan desa. Secara eksplisit, dokumen perencanaan desa terwujud

Page 7: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

4

dalam Rencana Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang proses penyusunannya dilakukan secara partisipatif oleh

Pemerintah Desa, BPD, dan unsur-unsur lain dalam masyarakat desa. Dengan masuknya konsep desa wisata

dalam perencanaan desa maka ia diposisikan secara strategis dalam pencapaian dan peningkatan pembangunan desa. Persoalan saat ini di Kabupaten Cilacap secara umum tidak

ada desa yang memasukkan konsep desa wisata dalam perencanaan pembangunannya. Tanpa masuk dalam

perencanaan, maka desa wisata dilaksanakan secara sporadis dan tidak terukur untuk mngurai atau mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Insfrastruktur yang menunjang kegiatan kepariwisataan di desa masih sangat minim. Keberadaan destinasi wisata di desa selama ini hanya dimanfaatkan sebagai tujuan wisata yang

konvensional dan belum dikelola secara profesional. Artinya wisata belum menjadi hal yang strategis bagi desa yang bisa

dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan secara lebih cepat. Implikasinya adalah potensi wisata tidak memperoleh apresiasi baik dari sisi sosial, keuangan, dan proyeksi

pembangunan. Sementara itu, kegiatan kepariwisataan membutuhkan infrastruktur yang memadai sehingga

pengunjung atau turis dapat melaksanakan kegiatan kepariwisataan secara representatif. Membangun infrastruktur kepariwisataan membutuhkan biaya yang relatif besar. Hal ini

tentu saja memberi beban tambahan kepada desa yang sedang mengusahakan penyelenggaraan kegiatan kepariwisataan dalam kerangka desa wisata. untuk itu dibutuhkan kerjasam

lintas instnasi dan sektor untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dasar kegiatan kepariwisataan.

4. Kesadaran kepariwisataan di tingkat stakeholders desa belum menjadi arus utama (mainstream). Dalam banyak hal, kegiatan

wisata tidak dianggap dapat memberikan keuntungan signifikan secara langsung. Karenanya kepariwisataan diselenggarakan secara ―sambilan‖ dan lebih terfokus pada

produksi yang dianggap memberikan profit langsung. Persoalan kemudian produksi jenis ini mengalami keterbatasan baik dari sisi lahan (basis produksi), sumbedaya

pengelola, teknologi, biaya, dll. Pada saat sumberdaya tersebut dikelola eksesif maka akan mengalami penurunan

produktifitas. Pada kondisi inilah kemampuan menghasilkan profit mengalami penurunan. Kepariwisataan dianggap tidak praktis menghasilkan profit karena melibatkan banyak pihak

serta membutuhkan pengaturan yang relatif ―njlimet‖. Dengan kondisi ini, masyarakat belum menempatkan kepariwisataan

Page 8: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

5

dalam kerangka desa wisata sebagai mainstream pembangunan desa.

5. Pengeloaan informasi di desa yang masih sederhana dan terbatas pada layanan-layanan tertentu. Sementara

pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan pengembangan pasar dan jaringan kerja masih relatif terbatas. 2 (dua) hal yang menyebabkan ini terjadi adalah keterbatasan

sumberdaya manusia di desa dan alokasi pembiayaan yang tidak memadai untuk mendukung kerja-kerja penyebaran

informasi. Informasi di desa sangat beragam yang penting untuk didesiminasikan kepada pihak-pihak luar secara luas. Persoalan kemudian bahwa informasi tersebut perlu dikemas

melalui bahasa-bahasa informatif yang representatif. Untuk membangun bahasa informasi yang baik dibutuhkan

kemampuan tertentu yang dimiliki para pelaku di desa. Selain itu juga dibutuhkan perangkat keras (hardware) yang compatible untuk mendukung akses informasi yang cepat. 2

(dua) hal ini seringkali masih dianggap sebagai barang yang mahal sehingga alokasi terhadap keduanya seringkali

dihilangkan.

C. Tujuan dan Manfaat Naskah Akademik

Tujuan penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Desa Wisata dan Strategi Pengembangan

Pariwisata di Kabupaten Cilacap adalah: 1. Memberi ruang kepada Pemerintah Desa dan Pemerintah

Daerah membangun kolaborasi dan sinergi untuk

mempercepat pembangunan desa melalui strategis pengembangan desa wisata.

2. Mendorong pemerintah desa berinisiatif membangun strategi

alternatif pembangunan desa melalui integrasi potensi-potensi desa menjadi satu kesatuan daya tarik wisata.

3. Menetapkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis bagi desa untuk mengembangkan pembangunan di desa dengan mendasarkan pada potensi integratif yang berwawasan

lingkungan. 4. Meningkatkan sentra-sentra produksi masyarakat desa melalui

penciptaan ruang-ruang ekonomi lokal baru.

Manfaat penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai

berikut: 1. Memberi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis bagi

pengambil kebijakan tingkap pemerintah daerah dalam

mempercepat pembangunan di desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Page 9: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

6

2. Mengembangkan alternatif percepatan pembangunan desa berbasis teori-teori pemberdayaan dan pembangunan

partisipatif. 3. Menjadi pedoman praktis penyusunan Rancangan Peraturan

Daerah tentang Desa Wisata dan Strategi Pegembangan Pariwisata Kabupaten di Cilacap.

D. Metode 1. Waktu dan Tempat

Kegiatan penyusunan Naskah Akademik Pembangunan Desa Wisata dan Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Cilacap dilaksanakan selama 1 (satu) bulan dari bulan Juni –

Juli 2016. Tempat dilaksanakan penyusunan naskah dari proses hingga pencetakan di Cilacap dan Purwokerto.

2. Sumber Data a. Sumber Primer

Sumber primer merupakan sumber utama yang digunakan sebagai dasar penyusunan materi-materi naskah akademik. Dalam penyusunan naskah akademik ini, data

primer yang digunakan adalah jumlah desa wisata di Cilacap, peta potensi wisata, jumlah desa, RPJP dan RPJMD

Kab. Cilacap, dan beberapa regulasi yang terkait dengan kepariwisataan.

Selain data tersebut, sumber lain ya ng menjadi

acuan penyusunan naskah adalah pokok-pokok pikiran DPRD Kab. Cilacap serta informasi terkait dari dinas / instansi di wilayah Kabupaten Cilacap yang membidangi

desa dan pariwisata. b. Sumber Skunder

Sumber skunder merupakan data pendukung yang digunakan untuk melengkapi atau memperkaya konsep pembangunan desa wisata. Sumber skunder ini diperoleh

dari informasi dan media-media yang terakses oleh penyusun baik berupa media cetak maupun elektronik.

Sumber skunder umumnya digunakan untuk

mengkonstruksi serta memformulasi konsep-konsep mendasar desa wisata dan kepariwisataan yang bersumber

dari teori atau konsep-konsep standar yang berlaku di Indonesia. Beberapa sumber skunder yang dijadikan referensi adalah konsepsi desa wisata, pola kolaborasi

Pemerintah Desa dengan pihak-pihak lain di luarnya, serta bentuk-bentuk kerjasama antara Pemerintah Daerah dan

Pemerintah Desa dalam membangun desa wisata. 3. Metode Pengumpulan Data

Page 10: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

7

a. Observasi; merupakan metode pengumpulan data yang mengandalkan kemampuan panca indera. Metode ini

digunakan untuk mengambil gambaran umum atas sebuah peristiwa sosial yang menjadi objek kajian. Dalam konteks

desa wisata, observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan terhadap praktik pengelolaan desa wisata serta tingkat kunjungan turis dan aktifitasnya dalam desa wisata.

b. Dokumentasi; merupakan metode untuk mengumpulkan data-data yang telah diproduksi oleh lembaga dan institusi

lain yang telah dipublikasikan atau tercetak. Dokumentasi ini digunakan untuk mendasari kajian tanpa mengulang materi sebagaimana telah dilakukan oleh pihak lain.

Dokumentasi digunakan untuk melihat data base terkait desa wisata dan kepariwisataan seperti jumlah desa dan desa wisata, jumlah kunjungan, kontribusi kepariwisataan

bagi pendapatan daerah dan desa, peta keuangan desa, peta wisata kabupaten dan beberapa yang terkait dengan

program-program yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak lain dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat atau kelompok sadar wisata (Kopdarwis).

c. Wawancara; merupakan metode untuk mengumpulkan data yang bersifat persepsional. Oleh karena itu, penggalian data

dilakukan secara tatap muka langsung (face to face) antara pewawancara dengan subjek sumber informasi. Namun demikian, proses wawancara tidak harus dilakukan secara

formal, tetapi juga informal dalam suasana yang rileks. Data yang diperoleh wawancara dalam kerangka dewa

wisata antara lain terkait persepsi tentang peningkatan pembangunan desa, arah pembangunan desa, posisi desa dalam pembangunan daerah, dan data terkait upaya-upaya

yang memungkinkan dilakukan dalam rangka membangun desa wisata.

d. Brainstorming; merupakan metode penggalian data yang

diarahkan untuk mempertajam analisis dan mempertimbangkan beberapa alternatif atas konsep-konsep

yang akan dipilih. Braistorming digunakan terutama pada konsep atau formula yang memungkinkan melahirkan penafsiran yang beragam sehingga memunculkan

kontroversi dan silang pendapat. Dalam konteks penyusunan Raperda Desa Wisata, data yang diperoleh melalui brainstorming adalah terkait dengan strategi desa

wisata, strategi pengembangan pariwisata, hubungan antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Daerah,

pendelegasian wewenang serta formula atau desain Desa Wisata di daerah.

Page 11: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

8

e. Public Hearing; merupakan metode untuk menggali aspirasi dari stakeholders terkait dengan tema atau pokok

persoalan. Melalui metode ini, stakeholders memiliki ruang yang representatif untuk menyampaikan aspirasi pada

rencana kebijakan yang akan disusun. Dalam kerangka Desa Wisata, stakeholders yang terkait adalah Pemerintah

Desa (termasuk BPD), masyarakat atau kelompok sadar wisata, pengelola wisata di desa, SKPD meliputi Bapermas, Dinas Pariwisata, Kecamatan, dan pelaku-pelaku kegiatan

kepariwisataan daerah.

4. Analisis Data a. Legal formal

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan

hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

nyata sebagai pedoman pelaku dalam interaksi atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum

merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan masyarakat menjadi

kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang

melibatkan banyak hal. Penegakan hukum adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan

hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan

keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin di

taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Data-data yang diperoleh berdasar metode yang

digunakan kemudian dianalisis melalui gugus tema legal formal yang mengarah pada pembentukan hukum-hukum positif. Dalam konteks Perda, gugus tema terkait dengan

Hak dan Kewajiban, Prosedur, Sanksi, dan Pengawasan. b. Law Enforcement (penegakan hukum)

Page 12: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

9

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum secara hakiki harus

pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakuan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu

tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Menurutnya, kepastian dan keadilan bukanlah

sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan

tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk, melinkan bukan hukum sama sekali. Kedua sifat itu termasuk paham hukum itu sendiri (den begriff des Rechts).

Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,

keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Kepastian hukum

merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat

dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. Ubi jus incertum, ibi jus nullum (di mana tiada kepastian hukum, di

situ tidak ada hukum). Kepastian hukum mempunyai dua segi. Pertama,

mengenai soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal konkret. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum. Artinya,

perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan. Kepastian hukum yang sesungguhnya memang lebih

berdimensi yuridis, yaitu (a) tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh (accessible), diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara; (b)

Instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga

tunduk dan taat kepadanya; (c) warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut; (d) hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan

tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa

hukum, dan; (e) keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Dalam konteks desa wisata, data yang diperoleh

kemudian diformula menjadi diktum-diktum ketentuan yang dapat ditegakkan secara konsisten. Pilihan kata dan pendelagian terhadap subjek penegakkan menjadi poin

yang mendasar.

Page 13: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

10

c. Kepastian Hukum Hukum memberikan kepastian atas beberapa

alternatif yang memungkinkan memunculkan alternatif. Melalui kepastian ini maka kemungkinan tidak adanya

penafsiran atas suatu ketentuan dapat dilakukan. Melalui kepastian ini, pihak-pihak yang terdelegasi atau terikat dalam Peraturan Daerah memperoleh kepastian atas

tindakan hukum yang akan dilakukan. Kepastian hukum ini penting terutama bagi

Pemerintah Desa untuk memperoleh konsekuensi atas Peraturan Daerah yang ditetapkan. Misalnya anggaran atau fasilitas lain yang diperoleh dalam rangka membangun desa

wisata. d. Mudah dioperasionalkan

Sebagai ketentuan yang menjadi panduan dalam

melakukan suatu tindakan, ketentuan-ketentuan hukum harus mudah dioperasionalkan. Salah satu bentuk hukum

mudah dioperasionalkan adalah dengan menggunakan kata yang mudah dipahami, subyek dan obyek yang jelas, serta konsekuensi yang akan diterimanya.

Melalui pendekatan itu, ketentuan hukum dalam satu struktur yang utuh dapat dilaksanakan secara komplit.

Subyek hukum memiliki kemudahan untuk melaksanakan setiap ketentuan dengan tidak ada keraguan melakukan kekeliruan. Ketentuan dalam Raperda diarahkan

menggunakan bahasa sederhana dan pendelegasian yang jelas dan terukur.

Page 14: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

11

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoretis

Pembahasan mengenai pengembangan desa wisata akan dikaji menggunakan beberapa kerangka teori mengenai pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pengembangan

pariwisata daerah, pembangunan desa wisata sebagai strategi pengembangan pariwisata daerah berbasis potensi

lokal,pendekatan dan strategi pengembangan desa wisata.

1. Pembangunan Desa

Pembangunan desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sinergis dalam kerangka pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Rogers menjelaskan

pembangunan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang

dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang

lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. Definisi ini menempatkan partispasi masyarakat sebagai kunci

dalam pembangunan. Sejalan dengan itu Ahmadi (2001:222) menjelaskan

pembangunan merupakan perpaduan yang serasi antara

partisipasi masyarakat dan kegiatan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.Dalam konteks pembangunan desa, masyarakat desa

dengan demikian merupakan mitra pemerintah desa dalam pembangunan, dimana keberhasilannya akan ditentukan dari

keterpaduankeinginan masyarakat, dukungan dan proses yang dijalankannya bersama dengan pemerintah.

Partisipasi demokratis masyarakat dalam proses

pembangunan di desa menjadi hal yang makin krusial di era pembangunan dewasa ini yang paradigmanyatelah berubah arah dengan menjadikan desa sebagai basis pembangunan

nasional. Perubahan paradigma pembangunan ini didasarkan pada dua asas pokok yaitu asas Rekognisi dan Subsidiaritas.

Asas Rekognisi adalah asas yang terkait soal hak asal usul atas kehadiran desa. Asas rekognisi memberikan pengakuan dan penghormatan kepada desa terhadapidentitas

desa, adat istiadat yang berlaku, kebiasaan pengelolaan desa, sistem pranata sosial dan kearifan lokal yang berkembang dan

tumbuh di desa. Asas ini memberikan jaminan atas keragaman desa, kedudukan dan kewenangan desa dalam mengatur jalanya pemerintahan desa.,

Page 15: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

12

Asas rekognisi terkait erat dengan keadilan, kewargaan dan kebangsaan, serta selaras dengan isu desentralisasi yang

telah berkembang. Desa kini bukan lagi sekedar kepanjangan tangan negara dalam melaksanakan pembangunan, melainkan

menjadi entitas yang dapat mengatur dirinya sendiri, menjadi pilar bagi bangsa untuk bangkit dan berdaya mandiri. Pengakuan atas desa dan pemberian kewenangan yang

sedemikian luas kepada desa menjadi tonggak penting bagi pembaharuan pembangunan berbasis desa.

Pengakuan atas entitas desa melalui asas Rekognisi juga diikuti dengan asas Subsidiaritas yang memiliki kaitan erat. Asas Subsidiaritas berarti pemberian kewenangan

kepada desa untuk mengatur, mengelola dan menyelesaikan permasalahan desa secara lokal. Dengan asas ini desa bisa tentukan arah dan kebijakan pembangunan dengan

perencanaan sendiri termasuk anggaran pendanaannya. Dengan kewenangan yang luas,desa sebagai suatu

sistem sosial mendapat peluang untuk mengembangkan aspirasi, ide dan cara-cara baru guna mendorong kualitas hidup dan kesejahteraannya. Sebagai entitas sosial budaya

yang telah diakui keberadaannya, desa dapat mengembangkan potensi kehidupan sosial budayanya sebagai atraksi yang

membangkitkan perekonomian desa, mendorong aktivitas produksi dan penciptaan nilai tambah bagi masyarakat desa.

2. Pembangunan Kawasan Perdesaan Kawasan perdesaan merupakan wilayah yang

mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan

sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan pelayanan jasa,pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi(wikipedia). Dalam undang-undang no 6 tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa pembangunan kawasan perdesaan merupakan

pembangunan antar desadalam satu kabupaten atau kota. Pembangunan kawasan perdesaan bertujuan untuk

mempercepat pembangunan desa dari sisi fisik maupun sosial

melalui meningkatkan kualitas pelayanan dan pemberdayaan masyarakat desa. Jika pembangunan desa menempatkan desa

sebagai subyek pembangunan, maka pembangunan perdesaan menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah (pemda).

Meski merupakan domain pemerintah daerah, peranpemerintah desa dan masyarakat desa menjadi bagian

integral dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan. Hal ini tidak terlepas dari asas Rekognisi dan Subsidiaritas serta asas Partisipatif yang

Page 16: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

13

mendasari paradigma baru pembangunan nasional. Sinergitas ini dimaksudkan untuk menyatukan seluruh program

pembangunan pemerintah dalam kerangka membangun desa. Dengan demikian akan tercipta keselarasan arah dan gerak

pembangunan desa dan pembangunan daerah yang mendorong efektivitas pencapaian tujuan pembangunan.

3. Membangun Desa melalui Desa Wisata

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan pariwisata dikatakan mempunyai efek bangkitan ekonomi yang luar biasa. Hal ini mengingat pariwisata merupakan salah satu

jenis industri padat karya yang mampu menyediakan banyak lapangan kerja, mendorong peningkatan penghasilan, standar hidup dan menstimulasi sektor-sektor produksi lainnya

sehingga berdampak pada pembangunan ekonomi. Dari sudut ekonomi, sedikitnya terdapat delapan

keuntungan pengembangan pariwisata yaitu peningkatan kesempatan usaha, kesempatan kerja, peningkatan penerimaan pajak, penerimaan pendapatan, percepatan

pemerataan pendapatan, peningkatan nilai tambah produk kebudayaan, memperluas pasar produk, meningkatkan

dampak multiplier effect dalam perekonomian akibat pengeluaran wisatawan, investor maupun perdagangan keluar negeri (Yoeti, 2008).

Salah satu strategi pembangunan ekonomi melalui kepariwisataan adalah melalui pengembangan desa

wisata.Pengembangan desa wisata tersebut adalah pengembangan perekonomian masyarakat yang diangkat melalui kegiatan pariwisata, dimana pariwisata dikembangkan

berdasarkan unsur-unsur kegiatan yang telah ada serta ciri khas budaya setempat.

Menurut Putra dan Pitana (2010) pengembangan desa

wisata bertujuan untukmelibatkan masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan sehinggamasyarakat dengan

kebudayaannya tidak hanya menjadi objek pariwisatanamun masyarakat desalah yang harus sadar dan mau memperbaiki dirinyadengan menggunakan kepariwisataan sebagai alat baik

untuk peningkatankesejahteraan maupun pelestarian nilai-nilai budaya serta adat setempat.

Desa wisatabiasanya berupa kawasan pedesaan yang

memiliki beberapa karakteristik khusus yang layak untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya

masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli.Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai

Page 17: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

14

sebuah kawasan desa wisata.Di luar faktor-faktor tersebut, sumberdayaalam dan lingkungan alam yang masih asli dan

terjaga merupakan salah satu faktor penting dari sebuah kawasan desa wisata.

Adanya karakter asli kehidupan sosial budaya yang menyehari dan dinikmati wisatawan menjadi pembeda konsep desa wisata dengan konsep wisata desa. Wisata desa pada

dasarnya hanya kunjungan yang dilakukan ke daerahperdesaan, namun wisatawan tidakmenginap di desa

tersebut. Masalah―menginap di desa‖ inilah yang dijadikanadanya perbedaan antara wisata desadengan desa wisata.Menginap di desamenjadi suatu hal yang penting,

karenasampai saat ini lama tinggal (length ofstay) masih menjadi acuan untukmengukur keberhasilan suatu objek

wisata. Pengembangan desa wisata sebagai strategi

pembangunan desa mempunyai manfaat yang sangat luas baik

di bidang ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan lain-lain. Secara ekonomi, pembangunan desa wisata mampu meningkatkan perekonomian nasional, regional, dan

masyarakat lokal, di bidang sosial mampu membuka lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi masyarakat di desa. Selain

itu di bidang pendidikan, keberadaan desa wisata mampu memperluas wawasan dan cara berfikir orang-orang desa, mendidik cara hidup bersih dan sehat serta meningkatkan

ilmu dan teknologi bidang kepariwisataan. Dalam kehidupan sosial budaya, pembangunan desa

wisata merupakan bentuk usaha pelestarian keunikan kehidupan sosial budaya yang telah mengakar di perdesaan.Pembangunan desa wisata juga merupakan bentuk

kesadaran industri yang berorientasi lingkungan karena dianggap mampu menggugah kesadaran masyarakat akan arti pentingnya memelihara dan melestarikan lingkungan bagi

kehidupan manusia kini dan di masa datang.

4. Strategi Pengembangan Desa Wisata Untuk mendorong pembangunan desa melalui desa

wisata, selain menggali potensi lokal desa berupa keunikan

kehidupan sosial budaya yang sudah berjalan alami sebagai suatu atraksi, didalamnya juga harus terpenuhi aspek akomodasi dan fasilitasi yang terintegrasi, disajikan dalam

suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku di desa tersebut.

Adanya akomodasi dan berbagai fasilitas di desa wisata akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Untuk sarana akomodasi, desa

Page 18: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

15

wisata dapat menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (home stay) yang menyatu dengan keseharian

hidup keluarga di desa sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli. Adapun

fasilitas-fasilitas yang seyogyanya ada di suatu kawasan desa wisata antara lain: sarana transportasi, telekomunikasi, dan kesehatan.

Dalam perencanaan desa wisatahal pertama yang perlu diperhatikan adalah melihat kondisi dan potensi desa, apakah

memiliki kesesuaian dengan karakteristik-karakteristik sebagai desa wisata.Dalam prosesnya, pembangunan desa wisata juga perlu menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbasis

partisipatif, keswadayaan, dan berkelanjutan. Pendekatan partisipatif memungkinkan berbagai elemen

dalam masyarakat terlibat seluas-luasnya untuk turut serta dalam perencanaan kegiatan desa wisata termasuk menggali sumber-sumber dan pembiayaannya. Asas keswadayaan

menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam keberhasilan pembangunan sekaligus penerima manfaat terbesar dari kegiatan desa wisata. Hal ini diwujudkan melalui

keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan kegiatan serta pemanfaatan hasil-hasil desa

wisata. Pembangunan desa wisata merupakan bagian dari

pembangunan pariwisata daerah dan nasional yang menganut

pendekatan berkelanjutan (sustainable). Dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan dijelaskan sebagai pembangunan

yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan

cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait

dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia, dan isu lain yang lebih luas.

Pembangunan pariwisata yang berkelanjutanjuga

memperhatikan aspek kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan

masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.

Berbagai pendekatan dalam pembangunan desa wisata

tersebut dapat diwujudkan melalui adanya tata kelola yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan

seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.Sebagai

Page 19: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

16

bagian dari pembangunan kawasan perdesaan yang merupakan domain pemerintah, maka tugas pemerintah

daerah adalah memastikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam pembangunan desa wisata dapat

diimplementasikan. Untuk mendukung pembangunan desa wisata yang

berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan

masyarakat, aspek sumber daya akan sangat menentukan. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu mempersiapkan dan

melakukan penguatan kapasitas kelembagaan dari masyarakat desa. Upaya ini dapat ditempuh melalui meningkatkan kemampuan lembaga keswadayaan masyarakat dan kelompok

masyarakat dalam pengelolaan desa wisata. Selain pembangunan sumber daya manusia, strategi

non-fisik yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendorong

pengembangan desa wisata adalah melalui promosi, mendorong kemitraaan desa dengan pihak ketiga serta

kerjasama dengan universitas dalam hal riset dan pendampingan.

B. Praktik Empiris

1. Kesesuaian Kriteria Desa Wisata

Praktik desa wisata sebenarnya sudah ada cukup lama. Pengembangan desa menjadi desa wisata mulai muncul diinisiasi oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri Pariwisata pada kisar tahun 2005. Dengan diundangkannya UU Desa nomor 6 tahun 2014, gaung

pengembangan pariwisata berkonsep desa wisata saat ini semakin banyak dilirik oleh pemerintah daerah, tak terkecuali oleh pemerintah daerah kabupaten Cilacap.

Menurut kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Cilacap bidang promosi, pengembangan desa wisata merupakan salah satu strategi

yang diterapkan untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata sekaligus pemberdayaan ekonomi

masyarakat Cilacap. Saat ini di kabupaten Cilacap telah memiliki 4 (empat)

desa wisata yaitu desa Karangbanar kecamatan Jetis, desa

Gentasari kecamatan Kroya, desa Karangbenda kecamatan Adipala dan desa Dayeuhluhur. Dalam beberapa kurun waktu

terakhir ini juga di beberapa desa lainnya tengah dirintis pengembangan menjadi desa wisata seperti beberapa desa kecamatan Adipala, Binangun, Dayeuhluhur dan Cipari.

Page 20: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

17

Menilik keberadan desa wisata maupun desa yang tengah dirintis sebagai desa wisata, nampak bahwa penetapan

desa wisata di kabupaten Cilacap belum memenuhi karakteristik sebagaimana konsep desa wisata yang

diteorikan. Hal ini ditandai dengan belum terintegrasinya kehidupan keseharian masyarakat desa yang unik sebagai bagian dari atraksi. Atraksi sosial budaya yang

dipertunjukkan lebih merupakan atraksi yang diada-adakan semata temporer untuk melayani kunjungan atau menarik

wisatawan. Mengacu kepada konsep yang ada, apa yang oleh

pemerintah daerah disebut sebagai desa wisata pada dasarnya

baru sebatas destinasi wisata desa, yang mengeksplorasi keunikan alam ataupun tradisi tertentu yang bersifat insidental dan bukan merupakan cerminan kehidupan sosial

dari seluruh elemen masyarakat di desa tersebut. Situasi ini diakui sendiri oleh camat Nusawungu, yang

menyatakan bahwa di kabupaten Cilacap belum ada desa wisata yang betul-betul memenuhi standar kriteria sebagai desa wisata yang sesungguhnya. Berangkat dari kenyataan

ini, untuk mengembalikan esensi desa wisata dan mengarahkan pembangunan desa wisata secara benar dan

efektif, maka pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi atas penetapan status desa wisata berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan melalui peraturan daerah.

Bagi desa-desa yang mengajukan usul penetapan sebagai desa wisata, pemerintah daerah perlu melakukan verifikasi atas usulan tersebut.

2. Tantangan Internal: Kesiapan Desa dan Masyarakat Era otonomi desa memberikan peluang dan keleluasaan

kepada desa untuk mengajukan rencana pembangunan, termasuk usulan sebagai desa wisata. Namun nampaknya minat desa untuk menjadi desa wisata tidak didasari dengan

pemetaan potensi lokal dan studi kelayakan yang memadai. Hal ini yang membuat banyak desa gagal memahami apakah memang memenuhi karakteristik sebagai desa wisata atau

lebih sebagai wisata desa saja. Pemahaman dan kesadaran masyarakat desa mengenai

desa wisata juga masih harus ditingkatkan. Dukungan aktif masyarakat merupakan kunci keberhasilan desa wisata, karena masyarakatlah yang akan menentukan sebagai tuan

rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman,

keindahan dan kebersihan lingkungan, memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan.Kurangnya kesadaran

Page 21: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

18

masyarakat ini menjadi hal yang juga dikeluhkan pengelola desa wisata Welahan Wetan.

Peran masyarakat dalam melestarikan keunikan kehidupan sosial budaya juga belum optimal. Gaya dan cara

hidup masyarakat desa kini tidak ubahnya dengan masyarakat kota yang cenderung pragmatis dan individualis sehingga tidak lagi menggambarkan kehidupan sosial yang

unik khas desa sebagaimana di masa-masa lampau. Di beberapa desa telah dikembangkan homestay.Namun

demikian konsep homestay yang ada tidak menyatu dengan kehidupan nyata keluarga di desa yang ada. Homestay yang ada lebih merupakan pondok berkonsep cottage yang terpisah

dari aktivitas keseharian anggota keluarga pemiliknya yang seharusnya menjadi bagian dari atraksi dalam konsep desa

wisata itu sendiri. Pembangunan desa wisata menggunakan pendekatan

partisipatif, dimana masyarakat terlibat aktif dari sejak

perencanaan hingga pelaksanaan dan pengawasan melalui wadah kelembagaan masyarakat. Hal ini menuntut kesiapan

dan kemampuan masyarakat desa mengorganisir diri untuk mengelolanya melalui kelembagaan masyarakat. Nampaknya kemampuan ini juga masih perlu terus ditingkatkan karena

selama ini pengelolaannya lebih banyak ditangani oleh aparat desa, atau jika tidak justru oleh kelompok masyarakat tertentu yang mendominasi. Bahkan camat Widara Payung

menuturkan bahwa pengelolaan wisata oleh desa dan masyarakat terkendala premanisme oleh sekelompok orang,

sehingga pendapatan dari wisatakurang bisa dikelola secara optimal untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.

3. Peran Pemerintah Daerah

Di sisi lain pemerintah daerah juga makin melihat peluang desa wisata sebagai strategi untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah. Untuk itu pemerintah

daerah mulai melakukan langkah-langkah untuk pengembangan desa wisata diantaranya dengan memfasilitasi pengembangan sumber daya manusia (SDM) di sekitar lokasi

wisata dan pembentukan kelembagaan yang bebadan hukum.Dinbudpar juga melakukan survei terhadap rumah-

rumah penduduk yang akan dijadikan sebagai penginapan. Melihat kondisi desa wisata yang ada di kabupaten

Cilacap saat ini dan permasalahan yang ada menunjukkan

masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah daerah jika memang sungguh-sungguh ingin

mendorong pembangunan desa wisata. Upaya yang dilakukan

Page 22: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

19

pemerintah daerah dalam pengembangan desa wisata yang telah dilakukan selama ini nampaknya belum tertata rapi dan

terintegrasi. Salah satu aspek yang banyak disorot adalah dukungan

promosi yang masih kurang dari pemerintah daerah. Sebagaimana diungkap oleh pengelola desa wisata Gentasari Kroya, minat wisatawan untuk berkunjung ke desa wisata

masih kurang. Padahal pihak desa sudah berupaya cukup baik dengan mempromosikan melalui internet. Pemerintah

perlu mengevaluasi dan mengembangkan aktivitas promosi dengan pertimbangan yang lebih jeli mengenai berbagai aspek seperti jangkauan, media, konten serta kemasan promosi.

Selain aspek promosi, dukungan fasilitas infrastruktur oleh pemerintah khususnya akses jalan yang nyaman juga perlu ditingkatkan. Umumnya jalan-jalan akses ke desa

wisata masih berupa jalan desa yang kurang memadai. Sementara kebutuhan pendanaan untuk membangun jalan

cukup besar. Para camat dan pengelola desa wisata banyak menyampaikan bahwa jika hal ini harus dipenuhi seluruhnya dengan dana desa maka akan menyita habis dana yang

dimiliki desa. Di lapangan ditemui kendala dalam desa

mengembangkan wisata termasuk desa wisata adalah karena status kepemilikan lahan wisata yang bukan milik desa melainkan instansi lain (TNI) dan individu. Hal ini terkait

dengan legalitas pengelolaan oleh desa. Di sisi lain penguasaan sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat desa juga menjadi kendala tersendiri bagi desa.

Benturan kepentingan dan konflik pengelolaan seringkali terjadi, terutama dipicu oleh pembagian hasil pengelolaan

yang dinilai tidak adil. Berbagai kenyataan ini menggambarkan bahwa tata

kelola terkait pariwisata desa belum berjalan dengan baik.

Perlu dukungan pemerintah daerah untuk menfasilitasi adanya MoU antar para stakeholder pembangunan desa

wisata/pariwisata desa. Tata kelola yang baik juga mensyaratkan adanya pengawasan dan pembinaan oleh pemerintah daerah agar proses pembangunan wisata dan desa

wisata itu bisa berkelanjutan, memberikan benefit yang optimal dan dapat dinikmati secara adil.

Page 23: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

20

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TERKAIT

Peraturan Daerah merupakan media bagi Pemerintahan Daerah untuk menuangkan usulan-usulan, kebijakan-kebijakan dan/atau aspirasi-aspirasi masyarakat untuk tujuan pembangunan

daerah. Peraturan Daerah tersebut diharapkan mampu menunjang pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan lebih maju.

Dalam menjalankan kewenangan di daerah, pembentukan perundang-undangan Daerah merupakan instrumen dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Pemerintah Daerah

berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (6) UUD 1945. Pada tataran implementasinya, sebuah peraturan

daerah harus tepat sasaran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat, dan yang lebih penting lagi adalah membawa manfaat

bagi masyarakat. Dalam praktik, sering ditemukan bahwa para perancang peraturan perundang-undangan belum mampu menerjemahkan kebijakan yang telah disusun ke dalam bentuk

peraturan daerah yang dapat diterapkan secara efektif. Karena itulah, dalam membentuk Peraturan Daerah tentang Desa Wisata

perlu dilakukan evaluasi dan analisis terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait.

1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengandung norma yang harus diambil untuk memayungi

semua kaidah-kaidah pengaturan penataan ruang. Tujuan penataan ruang menurut Pasal 3 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional

yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan

lingkungan buatan, terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan

memperhatikan sumber daya manusia, dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang adalah

kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, dan dalam Pasal 1 angka 9 disebutkan bahwa pengaturan penataan ruang adalah upaya

Page 24: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

21

pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. Dengan

demikian, pengaturan tata ruang adalah bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dalam mengatur dan mengelola

sebuah kawasan. Sebagai bagian dari penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan maka diperlukan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).

Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan merealisasikan ruang wilayah yang aman,

nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Kesatuan Nasional serta sejalan dengan kebijakan

otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, maka penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian,

keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan.

Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batas wilayah administratif. Sejalan denga kebijakan otonomi daerah, maka

daerah provinsi dan kabupaten/kota berhak melakukan suatu perencanaan tata ruang sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang

dibuat oleh masing-masing pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menentukan

kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh setiap tingkatan

pemerintahan. Dalam Undang-Undang tersebut, kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan ruang terdapat dalam Pasal 11, yang terdiri dari enam ayat. Pemerintah daerah

dalam melaksanakan kewenangannya tersebut harus melakukan suatu langkah konkret berupa sikap dan tindak administrasi

negara dalam bentuk kebijakan, salah satunya adalah dalam bentuk peraturan daerah.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

kehidupan masyarakat terutama menyangkut kegiatan sosial dan

ekonomi sehingga perlu diatur dalam perundang-undangan. Kebijakan penyelenggaraan kepariwisataan pada prinsipnya diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur melalui peningkatan pendapatan nasional, perluasan dan

pemerataan kesempatan usaha dan lapangan kerja. Huruf c

Page 25: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

22

konsideran Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 menegaskan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional yang dilakukkan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan

tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan nasional. Demikian juga

dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan diwujudkan

melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk

berwisata. Selain itu, di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2009 dijelaskan bahwa kawasan strategis pariwisata adalah

kawasan yang memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek,

seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Pemerintah mempunyai kewenangan

untuk menetapkan kawasan strategis pariwisata baik yang nasional maupun kabupaten/kota. Setiap kawasan strategis

tersebut ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 ini disebutkan

keterlibatan dari pemangku kepentingan seperti Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat itu sendiri.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 menyebutkan

keterlibatan pemangku kepentingan, terutama adalah Pemerintah Daerah, dalam mengimplementasikan sistem perencanaan

pemerintah, baik yang berdimensi jangka panjang, terpadu, dan yang berkelanjutan.

Pasal 29 dan 30 menjelaskan kewenangan–kewenangan

yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk pengembangan dan pemeliharaan aset–aset pariwisata di masing–masing kawasan strategis pariwisata.

Selain itu, Pasal 33 sampai dengan Pasal 35 juga memberikan kekuatan hukum bagi Pemerintah untuk melakukan koordinasi

strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program maupun kegiatan kepariwisataan.

Ketentuan di atas memberi isyarat bahwa Daerah memiliki

kewenangan menyelenggarakan kepariwisataan yang diatur dengan Peraturan Daerah, termasuk penetapan suatu desa

sebagai kawasan desa wisata.

Page 26: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

23

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

bertalian erat dengan wibawa hukum yang amat diperlukan bagi pembangunan dan pembaharuan masyarakat. Hukum berwibawa

apabila hukum itu merupakan kekuatan sosial yang ditaati. Salah satu dari fondasi kekuatan suatu Negara adalah adanya peraturan yang baik dengan tujuan untuk ketertiban masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini yang terutama adalah letak susunan Peraturan Daerah di antara peraturan perundangan lainnya. Sebagaimana yang dicantumkan

dalam Pasal 7 ayat (1) undang-undang ini, yaitu Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kemudian dalam Pasal 7 ayat (2) dikatakan bahwa

Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan

hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ―hierarki‖ adalah penjenjangan setiap

jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi.

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Undang-Undang Desa) ini menjelaskan bahwa desa memiliki hak tradisional dan memiliki hak untuk mengatur masyarakat dalam

mengembangkan desa agar lebih maju dan mandiri. Undang-Undang ini juga menjelaskan tentang pembentukan Pemerintahan

Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan

Page 27: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

24

umum dan meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa. Pemerintahan Desa harus dapat memelihara kesatuan

sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional dalam memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan

pembangunan nasional. Dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Desa adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip dasar konstruksi Undang-Undang

Desa adalah menggabungkan fungsi self-governing community dan local self-government. Self-governing community yaitu menjalankan

kewenangan pemerintahan desa berdasar pada asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa. Sementara local self-government yaitu kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dan juga kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Maka ada empat kewenangan utama yang dimiliki

desa, Kewenangan ini harus dijalankan secara demokratis, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat

istiadat Desa, yaitu: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan masyarakat Desa.

Dalam pandangan ketatanegaraan, Indonesia memiliki hierarkhi struktural pemerintahan yang diatur secara tertulis dalam undang-undang, sehingga dalam urutan hierarkhi itu desa

merupakan bagian terendah dari pelaksana pemerintahan. Desa secara status diakui sebagai bagian dari pemerintahan dan

memiliki otoritas kebijakan (hak otonomi baku) dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Karena itulah, Undang-Undang Desa tersebut mengamanahkan pembangunan desa sebagai cara

untuk mengembalikan kedaulatan desa. Undang-Undang Desa mempertegas bahwa desa

sebenarnya membutuhkan kewenangan lebih yang sudah seharusnya didapatkan sesuai dengan hak otonominya, kewenangan yang dibutuhkan oleh desa adalah kewenangan

dalam menyelenggarakan pemerintahannya dan kewenangan dalam mengelola aset desa dalam mewujudkan kemandirian desa, sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 18 sampai Pasal 22

Undang-Undang Desa. Kemandirian desa dapat tercapai melalui pembangunan

desa yang optimal dengan mengedepankan potensi yang dimiliki

Page 28: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

25

desa tersebut. Pasal 78 Undang-Undang Desa menyatakan bahwa pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan

dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Salah satu bentuk pembangunan desa dalam rangka mewujudkan kemandirian desa adalah pengembangan kawasan

desa wisata sesuai dengan potensi alam yang dimiliki desa dimaksud. Pembangunan desa wisata melalui penetapan oleh kepala daerah tingkat kabupaten merupakan salah satu bentuk

upaya pembangunan kawasan pedesaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84 Undang-Undang Desa: ―Pembangunan Kawasan Perdesaan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau pihak ketiga yang terkait dengan pemanfaatan Aset Desa dan tata ruang

Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.‖

5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan

PP Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan

menuntut di muka pengadilan. Karena itulah desa memiliki hak otonomi asli berdasarkan hukum adat, dapat menentukan

susunan pemerintahan, mengatur dan mengurus rumah tangga, serta memiliki kekayaan dan aset. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan eksistensi desa dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 dikeluarkan

untuk melaksanakan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta untuk mengoptimalkan

penyelenggaraan pemerintahan Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tersebut memuat sejumlah aturan, antara lain mengenai Penataan Desa, Kewenangan, Pemerintahan Desa,

Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa, Keuangan dan Kekayaan Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan

Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerjasama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, dan Pembinaan dan Pengawasan Desa oleh Camat atau sebutan lain.

Page 29: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

26

Terkait dengan penetapan desa wisata, maka ketentuan kewenangan desa dalam Peraturan Pemerintah tersebut menjadi

bagian yang penting untuk diperhatikan. Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 menyebutkan bahwa

kewenangan Desa meliputi: 1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; 2. Kewenangan lokal berskala Desa;

3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan

4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Poin 3 dan 4 di atas secara tegas menetapkan bahwa Desa

dapat diberi kewenangan melaksanakan tugas dan amanat yang

diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota. Hal ini penting diperhatikan terkait dengan penetapan desa wisata oleh

pemerintah kabupaten terhadap suatu desa tertentu. Adapun anggaran untuk menyelenggarakan kewenangan Desa yang didapat atau ditugaskan oleh Pemerintah Daerah akan didanai

dengan APBD dari Propinsi, dan Kabupaten atau Kota. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 90 ayat (5) Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2014, yaitu ―Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.‖

Selain itu, Pasal 122 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 menetapkan bahwa ―Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota

menyelenggarakan program sektoral dan program daerah yang masuk ke Desa.‖ Demikian juga Pasal 123 ayat (1) menentukan

bahwa ―Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,

pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.‖ Pasal 124 ayat (1) juga menegaskan bahwa ―Pembangunan kawasan perdesaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh bupati/walikota.‖

Berdasarkan ketentuan di atas, pemerintah kabupaten dapat menetapkan suatu peraturan daerah untuk membuat program pembangunan kawasan perdesaan, termasuk desa

wisata sebagai program pemerintah kabupaten, dalam rangka mempercepat dan meningkatkan kualitas pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat desa.

Page 30: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

27

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini mengatur tentang pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah dengan tujuan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta

masyarakat. Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya

sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum. Selain memperhatikan kepentingan nasional, dalam rangka mengatur dan mengurus kehidupan

warganya, Pemerintah Daerah membentuk kebijakan dengan memperhatikan dan mengutamakan kearifan lokal.

Dalam Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

Urusan Pemerintahan Wajib berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan

penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat, serta sertah hal-hal yang terkait dengan kehidupan sosial.

Adapun Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian, dan transmigrasi.

Dalam pasal 13 ayat (4) huruf f dijelaskan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan Daerah

kabupaten/kota adalah (a) Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota; (b) Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota; (c) Urusan

Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau (d) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh

Daerah kabupaten/kota. Ketentuan tentang urusan wajib dan urusan pilihan di

atas dapat diartikan bahwa pemerintah Daerah kabupaten/kota berwenangan untuk menentukan sendiri sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang potensial untuk dikembangkan di

tempat-tempat yang dianggap sesuai, termasuk juga dengan penetapan desa wisata dan peluang adanya tenaga kerja

kepariwisataan terkait dengan desa wisata tersebut. Begitu pula pada pasal 31 ayat (2) huruf b disebutkan

bahwa penataan daerah ditujukan untuk mempercepat

Page 31: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

28

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, urusan pemerintahan daerah yang bersifat nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan dapat dikembangkan oleh Daerah tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa Daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan sendiri untuk mengurus hal-hal yang menyangkut

kesejahteraan masyarakat yang juga mencakup kepariwisataan atau desa wisata.

Terhadap kewenangan-kewenangan di atas pemerintah daerah perlu membentuk peraturan daerah yang melegitimasi kewenangan tersebut, yang salah satunya adalah terkait dengan

desa wisata.

Page 32: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

29

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Negara Republik Indonesia adalah suatu wilayah negara kepulauan besar yang terdiri dari ribuan pulau dan diapit oleh dua samudra dan dua benua, serta didiami oleh ratusan juta

penduduk. Disamping itu Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang berlainan satu sama lain, dan

tercemin dalam satu ikatan kesatuan yang terkenal dengan sebutan Bhinneka Tunggal Ika. Mengingat keberadaan tersebut dan demi menjaga penyelenggara tertib pemerintah yang baik dan

efisien, maka kekuasaan negara tentu tidak dapat dipusatkan dalam satu tangan kekuasaan saja. Oleh sebab itu penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk mencapai

cita-cita dan tujuan akhir negara sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 45. Sebagai konsekuensinya, maka wilayah

negara kesatuan republik Indonesia haruslah dibagi atas beberapa daerah, baik besar maupun kecil.

Amanat konstitusi diatas implementasinya diatur oleh

peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang terakhir diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, sistem pemerintahan di Indonesia memberikan keleluasaan yang sangat luas kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Daerah otonom, selanjutnya

disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh kebijakan dan kegiatan

pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut. Dalam menyelenggarakan otonomi

daerah lembaga yang berwenang menjalankan fungsi kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan yang dimaksud yaitu: kekuasaan untuk

membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.

Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah , saat ini telah lahir

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa. Desa memiliki hak otonomi asli berdasarkan hukum adat, dapat menentukan

susunan pemerintahan, mengatur dan mengurus rumah tangga, serta memiliki kekayaan dan aset. oleh karena itu, eksistensi desa perlu ditegaskan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Page 33: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

30

desa. Deregulasi dan penataan desa pasca beberapa kali amandemen terhadap konstitusi negara serta peraturan

perundangannya menimbulkan perspektif baru tentang pengaturan desa di Indonesia. Dengan di undangkannya Undang-

Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa , sebagai sebuah kawasan yang otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi

dana desa, pemilihan kepala desa serta proses pembangunan desa .

Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki

oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun

hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Bagi desa, otonomi

yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota.

Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-

usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa atau nama lainnya, yang

selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan

adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggungjawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak,

kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa

desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan

otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku .

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18 kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan

Page 34: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

31

desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal

usul, dan adat istiadat desa. Dan menurut Pasal 19 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa kewenangan desa

meliputi: 1. kewenangan berdasarkan hak asal usul; 2. kewenangan lokal berskala Desa;

3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah

4. Kabupaten/Kota; dan 5. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa desa di kabupaten/kota memiliki kewenangan-kewenangan yang dapat

diatur secara bersama antara pemerintah desa dan BPD yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayananan kepada

masyarakat. Penyelenggaraan desa yang otonom dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara simultan dan

berkesinambungan yang memerlukan pengetahuan aparatur daerah tentang kewenangan mereka, potensi daerah dan

menjaring aspirasi masyarakat di wilayahnya. Kewenangan menurut George R.Terry, menjelaskan bahwa

wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan

orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau

tingkah laku perorangan dan grup. Sedangkan Mac Iver R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan social, yang berfungsi untuk menetapkan

kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam masyarakat. Soerjono Soekanto, bila orang-orang membicarakan

tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Max weber, wewenang adalah

sebagai kekuasaan yang sah. Berdasarkan amanah kewenangan tersebut , maka Pemerintah

Daerah memiliki kewenangan untuk mengelola Pariwisata di

Kabupaten Cilacap, yang sebagian pengelolaannya diserahkan kepada desa-desa yang bersangkutan dengan tetap dalam lingkup

pembinaan pemerintah daerah. Tujuan awal adanya pengaturan tentang Desa Wisata terutama

untuk melakukan peningkatan dalam aspek kepariwisataan yang

dikelola secara integratif oleh Desa. Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas lainnya yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang

menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Saat

Page 35: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

32

ini, pariwisata menjadi salah satu bidang yang mencerminkan keadaan suatu daerah sebagai suatu kesatuan dengan

masyarakatnya. Dunia pariwisata secara umumnya berperan sebagai agen promosi yang membawa gambaran kepada dunia lainnya tentang

daerahnya. Selain itu juga sebagai sumber pendapatan daerah. Sehingga dalam hal ini pemerintah daerah perlu agar daerah membangun infrastruktur kepariwisataan menjadi lebih baik dan dapat dibanggakan

sebagai basis dari perkenalan wilayah ke ajang yang lebih luas. Situasi inilah yang kemudian membawa peraturan daerah

tentang Desa Wisata. Penyusunan Peraturan Daerah tentang Desa Wisata ini pada prinsipnya didasarkan pada asas-asas yang menjadi landasan filosofis penyusunan peraturan perundang-

undangan pada umumnya yaitu diantaranya : 1. Asas Pengayoman, bahwa materi muatan peraturan daerah berfungsi untuk memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentramanmasyarakat; 2.

Asas kemanusiaan, dimana peraturan daerah ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia serta harkat

dan martabat setiap warga masyarakat secara proporsional; 3. Asas Keadilan, dimana ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini adalah untuk memberikan keadilan secara proporsional bagi setiap

warga masyarakat tanpa kecuali serta; 4. Asas ketertiban, dan kepastian hukum dimana salah satu tujuan utama

dari peraturan daerah ini adalah untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

B. Landasan Sosiologis Suatu peraturan perundang-undangan dinilai memilki

landasan sosiologis secara benar jika peraturan daerah tersebut

dibentuk berdasarkan pada realitas dan kebutuhan masyarakat. Munculnya penolakan terhadap diberlakukannya suatu peraturan

daerah merupakan indikasi bahwa peraturan daerah yang bersangkutan tidak memilki landasan sosiologis yang baik. Idealnya, suatu peraturan daerah harus sesuai dengan keadaan

masyarakat yang akan dikenai peraturan tersebut agar tidak terjadi keresahan dan ketidakpuasan.

Sebagai penyelenggara pemerintahan maka pemerintah

daerah dituntut unutk memahami dan mengerti tentang keadaan masyarakat yang diperintahnya. Pemerintah daerah sebagai

pemegang kekuasaan tidak hanya harus memahami dan mengerti tentang keadaan masyarakat tetapi lebih jauh dari itu adalah mempertimbangkan dukungan (support) dan tuntutan (demand)

yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu sebelum pemerintah daerah mengajukan prakarsa pembuatan perda,

pemerintah daerah mempunyai fungsi yang sangat penting untuk bisa mempelajari situasi dan kondisi secara tepat.

Page 36: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

33

Bagi masyarakat yang akan mendukung dan menjalankan kebijakan publik tersebut memperoleh informasi tentang

perkiraan resiko dan dampak yang dipersepsikan, baik luas maupun bentuknya, serta konsep sementara yang ditawarkan

berkenaan dengan langkah-langkah yang dinilai perlu diambil untuk mengatasinya. Keterbukaan pada tahapan ini memungkinkan masyrakat mempersiapkan diri untuk

menghadapinya, membantu merumuskan usulan alternatif lain, atau menolaknya. Penolakan terhadap kebijakan pemerintah

secara terbuka atau terselubung pada umumnya disebabkan oleh minimnya komunikasi oleh birokrasi atau ketidaksiapan, atau ketidaksiapan masyarakat memikul resiko dan dampak yang

dipersepsikan. Sikap budaya lama dari ―pamong‖ (birokrasi) yang merasa

memonopoli informasi acapkali muncul kepermukaan dalam

bentuk yang dituduhkan sebagai ―kecongkaan kekuasaan‖. Hampir semua masalah yang kita hadapi dewasa ini dapat

ditelusuri kembali kepada akar masalahnya, yaitu karena tiadanya komunikasi yang sehat, atau bahkan karena ―salah komunikasi‖. Semuanya berlatar belakang karena ketidaksediaan

berbagi privilese, berbagi informasi dengan pihak lain. Berkaitan komunikasi dan suara masyarakat tersebut,

masyarakat kabupaten Cilacap memerlukan pengaturan terhadap pariwisata , khususnya tentang Desa Wisata. beberapa alasan mengapa peraturan daerah Cilacap ini penting untuk

diterbitkan, beberapa alasan sosilogis empiris dapat dikemukakan disini, diantaranya adalah sebagai berikut: Beberapa Desa di Kabupaten Cilacap memiliki beragam lansekap yang muncul

karena keragaman dan karakter masyarakatnya. Ada lansekap budaya (cultural lanscape). suatu kawasan geografis yang

menampilkan ekspresi lansekap sebagai akibat suatu pola budaya tertentu seperti yang terdapat di kawasan kampung laut kabupaten Cilacap.

Lansekap sejarah (historical lanscape)—-suatu kawasan geografis yang merupakan setting suatu peristiwa (tata

perkebunan, lubang buaya, candi borobudur, dan lain sebagainya). Di kabupaten Cilacap ada Goa Pendem, Sejarah tentang penjajahan Belanda, Selain itu juga ada Lansekap alam

(natural lanscape)—suatu kawasan geomorfologis dari berbagai rupa bumi (lembah, sungai, danau, gunung, dan lain sebagainya)

di kabupaten Cilacap ada pantai yang sangat indah alami seperti Teluk Penyu.

Lansekap-lansekap tersebut banyak yang belum di

optimalkan sehingga belum begitu berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan ekonomi masyarakat. Problematika belum

optimalnya masalah Desa wisata harus segera diperbaiki, seperti

Page 37: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

34

kondisi prasarana di sekitar kawasan wisata perlu di perhatikan agar wisatawan dapat mengetahui dengan benar,karena

berkembang tidaknya suatu obyek wisata tergantung pada produk industri dari pariwisata tersebut, yang meliputi daya tarik,

prasarana serta kemudahan dalam menuju obyek wisata yang ada. Daya tarik wisata merupakan segala sesuatu yang mendorong wisatawan untuk berkunjung dan singgah di daerah

tujuan wisata yang bersangkutan. Misalnya jenis obyek wisata, seni dan budaya, keramahan penduduk, keamanan, kebersihan

dan kenyamanan. Daya tarik ini dapat timbul dari keadaan alam maupun obyek buatan manusia.

Selain hal tersebut perlu juga diperhatikan tentang

prasarana wisata yang merupakan semua konstruksi di atas dan di bawah yang ada pada suatu wilayah yang meliputi sistem pengairan, jaringan telekomunikasi, fasilitas kesehatan, terminal,

sumber listrik, jalan raya dan pembuangan limbah ( Spiliane, 1994). Unsur pengadaan dalam pengembangan prasarana obyek

wisata dapat berupa akomodasi, transportasi, dan fasilitas pelayanan.

Sampai saat ini regulasi tentang wisata yang berada di

Desa-Desa di kabupaten Cilacap sebagai payung hukum tentang pembentukan Desa Wisata tersebut belum ada. Sehingga

dianggap sangat penting untuk segera menyusun raperda tentang Desa Wisata di kabupaten Cilacap.

C. Landasan Yuridis

Kajian yuridis mengenai Desa Wisata tidak dapat lepas dari aspek yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundangan

sebagai landasan yuridis yang mengikat dan menjadi dasar pengaturan. Penyelenggaraan asas desentralisasi oleh pemerintah adalah otonomi daerah yang berlangsung dan diselenggarakan

oleh daerah otonom baik dalam konsep yang mengandung wewenang (fungsi), mengatur (regelend), ataupun mengatur

(bestuur). Berdasarkan analisa mengenai peraturan perundang-undangan yang relevan, maka pembentukan peraturan daerah Cilacap tentang Desa Wisata mempunyai landasan yuridis sebagaimana berikut:

1. Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945- Pasal 18 ayat (6) Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 dibentuknya daerah

otonom tujuannya adalah untuk meningkatkan daya guna

dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dalam pelaksanaan

pembangunan, yang berbunyi sebagai berikut: (1). Negara

Page 38: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

35

Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan

kota, yang tiap- tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang- undang.

(2). Pemerintahan daerah provinsi,daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3).

Pemerintahan daerah provinsi,daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang anggotanya

dipilih melalui pemilihan umum. (4). Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. (5).

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. (6). Pemerintah

Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan. (7). Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang- undang.

Agar dapat berfungsi dan dicapai tujuan

pembentukannya sesuai dengan pasal 18 UUD 1945 maka kepada daerah diberikan wewenang- wewenang untuk

melaksanakan berbagai urusan rumah tangganya. Oleh karena itu, setiap pembentukan Daerah Otonom Tingkat I ataupun II harus selalu memperhatikan syarat- syarat kemampuan

ekonomi, jumlah penduduk,luas daerah pertahanan dan keamanan yang memungkinkan daerah otonom melaksanakan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

2. Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang Tujuan penataan ruang menurut Undang-undang Nomor

26 Tahun 2007 adalah: Penyelenggaraan penataan ruang

bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a.

terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam

penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan

dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (Pasal 3). Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa

rumusan tujuan (pengaturan penataan ruang) merupakan penerapan bagaimana konsep asas-asas penyelenggaran

Page 39: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

36

penataan ruang mengendalikan arah dan sasaran yang hendak dituju oleh suatu pengaturan UU Penataan Ruang ini.

Selanjutnya pasal yang berkaitan dengan Desa Wisata dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang adalah klasifikasi penataan ruang sebagai berikut, Pasal 4: Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan

kawasan, dan nilai strategis kawasan. Pasal 5 (1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan

sistem internal perkotaan. (2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya. (3) Penataan ruang berdasarkan wilayah

administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. (4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan

kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. (5) Penataan ruang

berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota. Pasal 6 (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan

memperhatikan: a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya

buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c.

geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. (3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah

kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. (4) Penataan ruang wilayah provinsi dan

kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan. (5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Dari pasal-pasal tersebut telah jelas klasifikasi

penataan ruang baik berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan-kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan,

dan nilai strategi kawasan. Makin tinggi taraf hidup manusia, makin bertambah

pula macam dan ragam kebutuhannya. Hal ini ditambah pula

Page 40: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

37

dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk

memenuhi kebutuhan di atas dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang tersedia di

sekitarnya dengan melakukan berbagai macam kegiatan, baik langsung maupun tidak. Kegiatan tersebut memerlukan ruang atau tempat. Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat

digunakan untuk berbagai alternatif kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya. Apabila suatu

kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada waktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat terjadi persaingan. Bahkan, terjadi

konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan, yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian, yang terdapat

dalam suatu ruang dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa

pertambangan. Di samping itu, suatu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan lain yang berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu

pada tempat kediaman/pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan wilayah meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh

industri di hulu sungai terhadap pemukiman atau penggundulan hutan terhadap pemukiman di bawahnya karena erosi dan menurunnya air bawah tanah. Perubahan

terhadap peruntukan lahan yang tidak disertai dengan perencanaan yang matang dapat menimbulkan dampak yang merugikan dan konflik-konflik yang mengganggu lancarnya

kegiatan pembangunan. Sebagai contoh konkret mengena hal ini timbulnya masalah tata ruang di kawasan Puncak. Sebagai

objek wisata yang banyak dikunjungi orang, di daerah ini banyak pembangunan fasilitas seperti bungalau, restoran yang tidak cocok untuk itu. Hal ini tidak saja menimbulkan konflik-

konflik dalam berbagai pemanfaatan yang berbeda, tetapi juga dapat mengancam rusaknya keindahan alam yang menjadi objek utama dari para wisatawan.

3. Undang-Undang No.10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan Dalam undang-undang yang menjadi payung utama dalam

menyelenggarakan kepariwisataan ini telah dijelaskan dalam

pasal 14 Undang-undang ini bahwa terdapat beberapa usaha pariwisata yang dapat diselenggarakan yaitu:

a. daya tarik wisata; b. kawasan pariwisata; c. jasa transportasi wisata;

Page 41: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

38

d. jasa perjalanan wisata; e. jasa makanan dan minuman;

f. penyediaan akomodasi; g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

i. jasa informasi pariwisata;

j. jasa konsultan pariwisata; k. jasa pramuwisata;

l. wisata tirta; dan m. Spa.

Kemudian dalam pasal selanjutnya pasal 15 ayat (1)

disebutkan bahwa untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih

dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang kemudian dilanjutkan oleh pasal 16. Pasal ini menyatakan bahwa

Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan. Dari sini dapat diperhatikan bahwa pemerintah

daerah memiliki kewenangan untuk ikut intervensi dalam suatu perizinan usaha pariwisata yang selanjutnya dapat dituangkan

dalam suatu peraturan daerah tersendiri yang mencakup terutama pengaturan, standar, pembinaan, dan pengawasan pariwisata tersebut.

4. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah

UU PDRD ini mempunyai tujuan sebagai berikut: (1). Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah

dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat; (2).

Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah; (3). Memberikan kepastian bagi

dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak

daerah dan retribusi daerah. Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan

retribusi daerah yang dipergunakan dalam Undang-Undang

ini, yaitu: (1). Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak terlalu membebani rakyat

dan relatif netral terhadap fiskal nasional. (2). Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-undang (Closed-List). (3). Pemberian

Page 42: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

39

kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang

ditetapkan dalam Undang-undang. (4). Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang

tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah. (5). Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif dan

korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan

retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.

Materi yang diatur dalam UU PDRD adalah sebagai berikut: Penambahan jenis pajak daerah: Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak

provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah,

yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak kabupaten/kota yang baru

adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota

ada penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan pajak provinsi.

Perluasan Basis Pajak Daerah dengan Desa Wisata ,

antara lain adalah: 1. PKB dan BBNKB, termasuk kendaraan pemerintah,2. Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel, dan 3. Pajak Restoran, termasuk katering/jasa boga.4.

Perluasan Basis Retribusi Daerah Perluasan basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan

Retribusi Izin Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan lingkungan yang selama ini telah dipungut, seperti Retribusi Izin Pembuangan Limbah

Cair, Retribusi AMDAL, serta Retribusi Pemeriksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

5. Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan

Dalam undang-undang ini yang terutama adalah letak susunan Peraturan Daerah diantara peraturan perundangan lainnya. Sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 7 undang-

undang ini, yaitu Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Page 43: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

40

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kemudian pada pasal (2) dikatakan bahwa Kekuatan hukum

Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kaitannya dengan pembentukan perda Desa

Wisata , maka perda ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan diatasnya, lex superior derogat lex inferior (Jika ada Undang-Undang secara substansial bertentangan, maka peraturan yang lebih

tinggi dapat mengabaikan peraturan yang ada di bawahnya). Untuk itu pembentukan perda Desa Wisata ini selalu mengacu kepada Undang-

Undang yang berkaitan yang telah ada sebelumnya, baik yang lebih tinggi tingkatannya maupun yang sejajar.

6. Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa Desa mempunyai sumber pendapatan Desa yang terdiri

atas pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan

retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten/Kota, alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.

Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa diberikan sesuai

dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk percepatan Pembangunan Desa. Sumber pendapatan lain yang dapat

diusahakan oleh Desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar Desa, pengelolaan kawasan wisata skala

Desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak untuk dijualbelikan. Bagian dari dana

perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya

disebut Alokasi Dana Desa. Alokasi anggaran untuk Desa yang bersumber dari Belanja Pusat dilakukan dengan

mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.

Page 44: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

41

Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan

kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Untuk itu, Undang-Undang ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu ‗Desa membangun‘ dan ‗membangun Desa‘

yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa. Sebagai konsekuensinya, Desa menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangannya dengan

mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Dokumen rencana Pembangunan Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa dan sebagai dasar

penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan

mengikutsertakan masyarakat Desa melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan,

dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat

Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa.

Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa.

Pelaksanaan program sektor yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan diintegrasikan

dengan rencana Pembangunan Desa. Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.

Selanjutnya Pemerintah Daerah dapat ikut serta dalam pengelolaan Desa-Desa yang ada dalam wilayahnya, salah satunya dengan mengoptimalkan potensi Desa untuk sama

sama dikelola sebagai Desa Wisata, sebagaimana terdapat dalam Pasal 7 , Sebagai berikut:

Pasal 7 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa.

(2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:

Page 45: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

42

a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;

c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa;

dan

e. meningkatkan daya saing Desa.

7. Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Dalam pasal 12 ayat (2) telah dijelaskan salah satu

urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar

menjadi kewenangan pemerintahan daerah merupakan urusan dalam skala daerah kabupaten yang meliputi penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial, termasuk juga budaya

dan penanaman modal yang bisa diartikan sebagai pemerintah daerah berwenangan untuk menentukan sendiri sumber daya

manusia yang potensial ditempat-tempat yang dianggap sesuai, menentukan budaya dari desa mana yang dapat dijadikan unggulan daerah sehingga salah satunya dapat dijadikan Desa Wisata .

Begitu pula pada pasal yang sama ayat (2) yaitu Urusan pemerintahan pemerintah daerah yang bersifat pilihan

meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan. Hal ini bisa diartikan bahwa daerah memiliki kewenangan sendiri untuk mengurus hal-hal yang menyangkut kesejahteraan masyarakat yang dimana juga mencakup

kepariwisataan. Selanjutnya juga disebutkan, bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban

menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak yang mana mencakup fasilitas dan sarana hiburan dalam kepariwisataan.

Dalam pasal yang sama untuk mengembangkan sumber

daya produktif di daerah juga dapat mencakup sumber daya kepariwisataan untuk dikembangkan dan diatur sendiri oleh pemerintah daerah. Kemudian juga disebutkan untuk

melestarikan nilai sosial budaya yang harus direfleksikan dalam tindakan para pramuwisata terutama dalam melayani para wisatawan

baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar. Terhadap kewenangan-kewenangan diatas tersebut pemerintah daerah perlu membentuk peraturan daerah yang melegitimasi kewengan

tersebut.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Page 46: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

43

Dalam PP ini terutama mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam salah satu pasalnya yaitu

pasal 7 disebutkan bahwa kepariwisataan termasuk salah satu urusan pemerintahan yang dapat diatur oleh pemerintah

daerah. Pariwisata menjadi salah satu urusan pilihan yaitu urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan

kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan (pasal 7 ayat (3)) yang kemudian pada ayat berikutnya dijabarkan

bahwa urusan pilihan itu meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pertanian;

c. kehutanan; d. energi dan sumber daya mineral; dan e. pariwisata .

9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Peraturan Pemerintah ini dibentuk dengan dimaksudkan

adanya suatu rencana induk yang berlaku secara umum tentang

pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berkualitas baik. Salah satu bagian dari PP ini mengatur

tentang peningkatan daya saing produk pariwisata yang diatur dengan tujuan untuk meningkatkan etik kerja masing-masing daerah pariwisata dalam memperbaiki kualitasnya. Daya saing

ini kemudian meliputi hal-hal yang diatur dalam pasal 44 yaitu: daya saing Daya Tarik Wisata; daya saing Fasilitas Pariwisata, dan daya saing Aksesibilitas. Daya Tarik Wisata

kemudian dijelaskan pada pasal 46 meliputi memperbaiki kualitas interpretasi (pasal 46 huruf b).

Berdasarkan Penjelasan PP ini, yang dimaksud dengan ―kualitas interpretasi‖ adalah kualitas kemampuan manusia, segala bentuk media dan/atau alat yang berfungsi mentransformasikan

nilai kemenarikan Daya Tarik Wisata kepada wisatawan. Sebagai contoh, kemampuan mengkomunikasikan nilai kemenarikan suatu daya tarik oleh masyarakat desa setempat atau

pramuwisata, audio visual, termasuk deskripsi/penjelas dan penanda dari benda-benda koleksi dalam museum.

Dalam rangka melakukan peningkatan Daya Tarik Wisata inilah produk hukum berupa perda yang mengatur lebih lanjut tentang Desa Wisata dapat dijustifikasi. Pemberlakuan standar

minimal, pembinaa, dan pengawasan dapat memberikan akses lebih baik bagi pemerintah untuk melakukan pengembangan

tentang kualitas Desa termasuk keadaan fasilitas dan masyarakatnya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pariwisata.

Page 47: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

44

10. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Pemerintah menerbitkan PP Nomor 27 Tahun 2014 untuk menggantikan PP Nomor 6 Tahun 2006 dan PP Nomor

38 Tahun 2008. Pada PP Nomor 27 Tahun 2014, pemerintah melakukan beberapa penyempurnaan atas peraturan sebelumnya. Pokok-pokok penyempurnaan tersebut adalah:

(1). Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D. (2). Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain (3).

Penguatan dasar hukum pengaturan (4). Penyederhanaan birokrasi. (5). Pengembangan manajemen aset negara. (6). Penyelesaian kasus yang telah terlanjur terjadi Dengan

perubahan tersebut, diharapkan PP Nomor 27 Tahun 2014 mampu mengakomodir dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisir multitafsir atas pengelolaan BMN/D;

mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, & kewenangan Pengguna dan Pengelola; harmonisasi dengan peraturan

terkait. Hal-hal yang berkaitan dengan penguasaan atas

pengelolaan barang dalam Peraturan Pemerintah ini

terdapat dalam Pasal 5 (1) Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah. (2).

Pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab: a. menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah; b.menetapkan Penggunaan,

Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan; c. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Daerah; d.

menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Daerah; e. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang

Milik Daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; f. menyetujui usul Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan Barang

Milik Daerah sesuai batas kewenangannya; g. menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan;

dan h. menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur. (3)

Sekretaris Daerah adalah Pengelola Barang Milik Daerah. Dst. Berkaitan dengan pengelolaan Desa Wisata yang

berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, maka

pelaksanaannya mengacu pada peraturan pemerintah ini. Masalah-masalah teknis selanjutnya diatur dalam Peraturan

Bupati mengingat bahwa penguasaan pengelolaan barang milik daerah adalah kepala daerah dalam hal ini di kabupaten Cilacap adalah Bupati.

Page 48: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

45

11. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014 Tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa berisi 91 halaman termasuk penjelasan.

Peraturan Pelaksanaan UU Desa ini didalamnya mengatur tentang Penataan Desa, Kewenangan, Pemerintahan Desa,

Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa, Keuangan dan Kekayaan Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerjasama

Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat desa, dan Pembinaan dan Pengawasan Desa oleh Camat atau sebutan yang lainnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa kewenangan Desa meliputi: (1). Kewenangan berdasarkan hak asal usul; (2). Kewenangan lokal berskala Desa; (3). Kewenangan yang

ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan; (4). Kewenangan lain

yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Desa tersebut dalam PP Desa sedikitnya terdiri atas: (1). Sistem organisasi masyarakat adat; (2). Pembinaan kelembagaan masyarakat; (3). Pembinaan lembaga

hukum adat; (4). Pengelolaan tanah kas desa; dan Pengembangan peran masyarakat desa.

Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit di antaranya meliputi: (1). Pengelolaan tambatan perahu; (2). Pengelolaan Pasar Desa; (3). Pengelolaan tempat pemandian

umum; (4). Pengelolaan jaringan irigrasi; (5). Pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat desa; (6). Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan

terpadu; (7). Pengelolaan Embung Desa; (8). Pengelolaan air minum berskala desa; dan Pembuatan jalan desa

antarpermukiman ke wilayah pertanian. Selain kewenangan sebagaimana hal diatas. Menteri dapat menetapkan jenis kewenangan Desa sesuai dengan situasi, kondisi dan

kebutuhan lokal. (menurut Pasal 34 ayat 3 PP Desa). Berkaitan dengan kewenangan pengelolaan Desa Wisata,

mengingat Desa wisata tersebut merupakan integrasi dari berbagai pengelolaan sumber daya yang ada di desa, maka desa dapat mengelola desa wisata secara swakelola dengan

Page 49: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

46

tujuan untuk memanfaatkan potensi desa secara optimal sehingga tercapai peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No.6 Tahun 2010

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029

Bab II Ruang Lingkup: Pasal 2 Ruang lingkup RTRW

Provinsi Jawa Tengah mencakup: a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Provinsi; b. rencana struktur

ruang wilayah Provinsi; c. rencana pola ruang wilayah Provinsi; d. penetapankawasan strategis Provinsi; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah Provinsi; f. arahanpengendalian

pemanfaatan ruang wilayah Provinsi. Pasal 3 RTRW Provinsi Jawa Tengah menjadi pedoman

untuk : a. pembangunan dan rujukan bagi penyusunan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah; b. perumusan

kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi ; c. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan wilayah Provinsi serta keserasian antar sektor;

d. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat ; e. pengawasan terhadap

perizinan lokasi pembangunan; f. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; g. rujukan bagi penyusunan rencana penanggulangan bencana;dan h.penyusunan

rencanaperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berlandaskan kepada Peraturan Daerah Provinsi Jawa

Tengah ini, maka pengelolaan Desa Wisata di kabupaten

Cilacap, harus berpedoman kepada Peraturan ini baik dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaannya. Sehingga

Desa Wisata yang ada di kabupaten Cilacap terintegrasi dengan desa-desa lainnya yang ada di Jawa tengah baik dalam segi tata ruang maupun peruntukannya sebagai wilayah

/ruang pariwisata untuk tercapainya Tata ruang yang nyaman dan lestari.

13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2027 Pasal 2 (1) Pembangunan kepariwisataan Provinsi

meliputi: a. Destinasi pariwisata; b. pemasaran pariwisata; c.

industri pariwisata; dan d. kelembagaan kepariwisataan. (2) Pembangunan kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan RIPPARPROV. (3) RIPPARPROV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat: a. visi; b. misi; c. tujuan; d. sasaran; dan e. arah pembangunan

Page 50: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

47

kepariwisataan Provinsi dalam kurun waktu Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2027.

(4) Visi pembangunan kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah

Terwujudnya Jawa Tengah Sebagai Destinasi Pariwisata Utama.

(5) Dalam mewujudkan visi pembangunan

kepariwisataan Provinsisebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditempuh melalui 4 (empat) misi pembangunan kepariwisataan

Provinsi dengan mengembangkan: a. destinasi pariwisata yang mempunyai keunikan lokal, aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan

masyarakat dan daerah; b. pemasaran pariwisata yang efektif, sinergis, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara; c. industri

pariwisata yang berdaya saing, menggerakkan kemitraan usaha, bertanggungjawab terhadap pelestarian lingkungan

alam dan sosial budaya;d.organisasi Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi, optimalisasi pelayanan dan mekanisme operasional yang

efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.

(6) Tujuan pembangunan kepariwisataan Provinsisebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c adalah: a.meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata;

b.mengkomunikasikan DPP dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggungjawab; c.mewujudkanindustri pariwisata yang mampu menggerakkan

perekonomian nasional; dan d.mengembangkan lembaga kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu

mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional.

(7) Sasaran pembangunan kepariwisataan

Provinsisebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d adalah peningkatan: a.kunjungan wisatawan nusantara; b.kunjungan wisatawan mancanegara; c.pengeluaran wisatawan nusantara;

d.penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara; dan e. produk domestik regional bruto di bidang kepariwisataan.

(8) Arah pembangunan kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi pembangunan kepariwisataan Provinsi dilaksanakandengan:

a. berdasarkan prinsip pembangunan kepariwisataan yang ber-kelanjutan; b. berorientasi pada upayapeningkatan

kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, peningkatan pertumbuhan serta pelestarian lingkungan; c. tata kelola yang

Page 51: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

48

baik; d. Cara terpadu, lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pelaku; dan e. mendorong kemitraan sektor publik dan privat.

Berkaitan dengan Desa Wisata, maka pengelolaan pariwisata Desa Wisata kabupaten Cilacap tetap berpedoman

kepada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah , sehingga visi dan misi dari Desa Wisata di Kabupaten Cilacap sesuai dan mendukung visi misi Pariwisata di Provinsi Jawa Tengah.

Pengelolaan Desa Wisata ini juga harus terintegrasi dengan pengelolaan pariwisata provinsi Jawa Tengah sesuai dengan

arah pembangunan pariwisata Jawa Tengah yang terpadu, lintas sektor dan lintas daerah.

14. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No.9 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031

Strategi Penataan Ruang Wilayah Pasal 4 (1) Pengembangan dan pemantapan pusat pelayanan secara

merata dan seimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a. Terdiri atas: a. memperkuat fungsi dan peran PKN; b. meningkatkan peran PKL; c. meningkatkan PPK menjadi PKLp;

d. memperkuat fungsi dan peran PPK; e. memperkuat fungsi dan peran PPL; dan f. menguatkan kegiatan ekonomi di

wilayah perkotaan dengan perdesaan secara sinergis. (2). Pengembangan fungsi kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas: a.

Mengembangkan lumbung desa modern; b. mengembangkan prasarana dan sarana agropolitan; dan c. Mempertahankan luasan lahan pertanian...dst...

(7) Pengembangan kawasan pariwisata berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g

terdiri atas: a. mengembangkan kawasan wisata; dan b. mengembangkan pusat promosi dan pemasaran wisata.

Peraturan Tentang RT/RW Daerah Kabupaten ini,

menjadi pedoman pelaksanaa Desa Wisata yang terintegrasi dengan tata ruang di kabupaten Cilacap.

Page 52: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Desa Wisata dan Pengembangan Strategi Pariwisata di Kabupaten Cilacap didesain menjawab persoalan-persoalan sebagai berikut:

1. Tata kelola desa pasca UU No. 6 tahun 2014 memberi peluang sekaligus tantangan yang relatif besar. Peluang mengingat

dana yang masuk dan dikelola desa relatif besar. Selain itu, desa bertransformasi dari pelaksana tugas-tugas pembantuan menjadi pengelola kegiatan melalui ketentuan hak-hak lokal

berskala desa. Namun demikian, dana yang relatif besar serta wewenang yang bertambah tidak lantas memberberi jaminan penyelenggaraan kehidupan masyarakat desa sejahtera. Hal ini

karena kebutuhan pembiayaan kehidupan ―berdesa‖ cukup besar. Untuk itu, berbekal dana yang bertambah dan

wewenang yang ada, desa dituntuk memiliki kreatifitas tinggi memperoleh pendapatan melalui pengelolaan potensi-potensinya secara berkelanjutan, ramah lingkungan, dan

berorientasi kepada kesejahteraan ekonomi dan sosial warganya. Konsep desa wisata menjadi inovasi secara

produktif memanfaatkan dana desa yang bertambah dan kewenangan mengelola potensi loka berskala desa secara produktif.

2. Praktik ekonomi di desa pada umumnya bersifat parsial atau tidak saling berinteraksi satu sama lainnya. Akibatnya implikasi ekonomis yang muncul terbatas pada bidang garap

yang dilakukan. Model ekonomi seperti ini saat ini tidak efisien mengingat biaya produksi semakin tinggi. Oleh karena itu,

model produksi (mode of production) eonomi modern yang dikembangkan adalah yang mampu menciptakan peningkatan penerimaan manfaat yang tinggi (multyplayer effects). Model

produksi ini tidak ada pilihan lain kecuali masing-masing pengelola bidang garap ekonomi saling berinteraksi dan

bersinergi. Desa wisata dengan konsep integrasi bidang-bidang garap ekonomi di desa menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan dan bergatung satu sama lainnya. Melalui

integrasi ini, produksi ekonomi di desa meningkat baik dari sisi volume maupun nilai ekonomisnya.

3. Tuntutan untuk berintegrasi antarpelaku ekonomi di desa secara tidak langsung memaksa pelaku-pelaku tersebut memiliki kohesifitas sosial yang tinggi. Kerjasama menjadi titik

penting dalam proses membangun kohesifitas sosial. Desa wisata menjadi strategi menciptakan solidaritas, kesatuan, dan

produktifitas secara kolektif. Dengan desa wisata, konflik-

Page 53: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

50

konflik sosial yang timbul akibat kompetisi yang tidak sehat atau ketimpangan dapat diminimalisasi. Kondisi ini terjadi

karena desa wisata hanya akan bisa terwujud apabila masing-masing pemangku kepentingan di desa terhubung dalam

ikatan-ikatan kerjasama dan berbagi peran serta tanggungjawab.

B. Kata Penutup Kami dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat (LPPM) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto menyadari banyak kekurangan bahkan kesalahan dalam Naskah Akademik Raperda tentang Desa Wisata dan Pengembangan

Strategi Pariwisata di Kabupaten Cilacap. Untuk itu kami berharap masukan, saran, dan kritik dari pihak-pihak terkait agar naskah akademik ini mampu merepresentasikan keinginan

dan aspirasi masyarakat terutama desa untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

Naskah akademik ini tersusun atas bantuan dan kontribusi banyak pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan harapan semoga kerjasama yang baik

ini dapat dilanjutkan dalam kegiatan lain. Kemudian atas kekurangan naskah akademik ini, kami mohon maaf dan

beberapa hal yang belum memberikan kejelasan akan kami klarifikasi secukupnya.

Purwokerto, 29 Juli 2016 Koordinator,

Dr. Hj. Nita Triana, M.Si

Page 54: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

51

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : .......... TAHUN 2016

TENTANG

DESA WISATA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA

DI KABUPATEN CILACAP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP,

Menimbang : a. Bahwa keanekaragaman, kekhasan dan keunikan tradisi budaya beserta cagar alam dan cagar budaya merupakan bagian dari kekayaan, potensi dan sumber

daya yang perlu dilestarikan dan dikelola demi meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan

masyarakat; b. bahwa bentuk peningkatan kemandirian dan

kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

meliputi pengembangan desa wisata dan strategi pengembangannya demi mendukung pemberdayaan

ekonomi kreatif dan produktif masyarakat; c. bahwa desa membutuhkan regulasi yang mengatur

secara jelas upaya pemanfaatan potensi sumberdaya

yang dimiliki berbasis kepariwisataan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat;

d. bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a, b, dan c, perlu dibuat Peraturan Daerah tentang Desa Wisata dan Strategi Pengembangan

Pariwisata Di Kabupaten Cilacap;

Mengingat :

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam

Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950);

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Page 55: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

52

Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5495); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014

Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana telah di ubah dua kali terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4562); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5533);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539)

sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

Page 56: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

53

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Ne-gara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5717); 13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6

Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6);

14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-

2027 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Nomor 10);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun

2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah

Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 63 Tahun 2011);

16. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perijinan Usaha Kepariwisataan Dan

Perijinan Pengusahaan Objek Dan Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Cilacap (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 24 Tahun 2012, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 91 Tahun 2012); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 5 Tahun

2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Kabupaten Cilacap 2012-2017 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 13

Tahun 2013, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 96);

18. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 2 Tahun 2014, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 105 Tahun 2014);

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG DESA WISATA DAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI

Page 57: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

54

KABUPATEN CILACAP

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Daerah adalah Kabupaten Cilacap.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cilacap. 3. Bupati adalah Bupati Cilacap. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat

DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap.

5. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

6. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

7. Desa Wisata adalah adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas lainnya yang disajikan dalam suatu

struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

8. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

9. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta

interaksi antara wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

10. Strategi pengembangan pariwisata adalah pendekatan

menyeluruh yang berfungsi sebagai dasar dalam perumusan rencana dan program pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Cilacap.

11. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

12. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi

pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya

tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Page 58: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

55

13. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan

penyelenggaraan pariwisata. 14. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang

melakukan kegiatan usaha pariwisata. 15. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang

saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa

bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

16. Kawasan strategis pariwisata daerah adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting

dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

17. Kawasan pariwisata daerah adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan

pariwisata. 18. Infrastruktur Pariwisata adalah semua fasilitas yang

memungkinkan semua proses dan kegiatan kepariwisataan dapat

berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan wisatawan memenuhi kebutuhannya.

19. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup,

kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan kepariwisataan. 20. Pemasaran pariwisata adalah serangkaian proses untuk

menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan Daya Tarik

Wisata dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan dan seluruh pemangku

kepentingannya. 21. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta

jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi

Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke

arah pencapaian tujuan di bidang kepariwisataan. 22. Desa Budaya adalah wahana sekelompok manusia yang

melakukan aktivitas budaya yang mengekspresikan sistem kepercayaan, religi, sistem kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi, sistem komunikasi, sistem sosial, dan sistem

lingkungan, tata ruang, dan arsitektur dengan mengaktualisasikan kekayaan potensinya dan

mengkonservasinya dengan seksama atas kekayaan budaya yang dimilikinya, terutama yang tampak pada adat dan tradisi, seni pertunjukan, kerajinan, dan tata ruang dan arsitektural.

Page 59: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

56

23. Prasarana Umum, Fasilitas Umum, dan Fasilitas Pariwisata yang selanjutnya disebut Fasilitas Kepariwisataan adalah kelengkapan

dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana

semestinya, sarana pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktivitas kehidupan keseharian dan semua jenis sarana yang

secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam

melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata. 24. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana

informasi dan transportasi yang mendukung pergerakan

wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah destinasi pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.

BAB II

TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Tujuan Peraturan Daerah Desa Wisata dan Strategi Pengembangan

Pariswisata di Kabupaten Cilacap adalah: a. memberi kepastian hukum bagi pengembangan desa wisata di

kabupaten Cilacap;

b. mempertegas peran dan tanggungjawab para pihak yang terkait dalam pengembangan desa wisata di kabupaten Cilacap;

c. mengoptimalkan pengelolaan potensi dan sumberdaya desa

melalui pendekatan kepariwisataan; dan d. pemberdayaan masyarakat desa melalui pengembangan ekonomi

lokal dan penetapan desa wisata.

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Daerah Desa Wisata dan Strategi Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Cilacap adalah:

a. pembangunan Desa Wisata; dan b. strategi pengembangan Desa Wisata.

BAB III

PEMBANGUNAN DESA WISATA

Bagian Satu

Penetapan Desa Wisata

Pasal 4

Page 60: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

57

(1) Desa wisata merupakan bagian dari pembangunan kawasan

perdesaan. (2) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh bupati. (3) Desa wisata ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 5

(1) Desa wisata merupakan keterpaduan dalam 1 (satu) kawasan dari komponen-komponen sebagai berikut: a. atraksi wisata;

b. akomodasi wisata; dan c. fasilitas wisata.

(2) Komponen desa wisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diorganisasikan oleh sebuah lembaga yang ditunjuk oleh desa dan atau beberapa desa yang ditetapkan sebagai desa wisata.

(3) Penetapan desa wisata mempertimbangkan aspek geografis, daya tarik wisata, sosial-budaya, dan ekonomi.

Pasal 6

(1) Aspek geografis sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (3) adalah: a. berada dalam satu atau beberapa desa dalam satu atau lebih

kecamatan di wilayah Kabupaten Cilacap;

b. keadaan lahan stabil dan bukan lokasi rawan bencana; dan c. memiliki jalur dan/atau infrastruktur transportasi yang

terjangkau.

(2) Aspek daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) adalah sebagai berikut:

a. memiliki potensi wisata alam, budaya, dan/atau buatan; b. memiliki suasana khas pedesaan yang spesifik; c. memiliki akomodasi penyelenggaraan wisata;

d. menyediakan ruang partisipasi bagi wisatawan dalam keseharian penduduk; dan

e. memiliki organisasi yang melembagakan kegiatan wisata.

(3) Aspek sosial-budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) adalah sebagai berikut:

a. tingginya angka partisipasi masyarakat setempat dalam penyelenggaraan dan pelembagaan wisata;

b. memiliki kebudayaan yang terintegrasi dan saling mendukung

dengan potensi wisata; dan c. tidak terdapat konflik sosial.

(4) Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) adalah sebagai berikut: a. menambah pelaku ekonomi baru di desa;

Page 61: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

58

b. menumbuhkan ekonomi di desa: c. meningkatkan skala produksi ekonomi desa;

d. menambah nilai ekonomi desa; dan e. meningkatkan investasi.

Pasal 7

Desa wisata ditetapkan berdasar kriteria sebagai berikut: a. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi daya

tarik wisata dan memiliki citra yang sudah dikenal; b. memiliki potensi pasar dalam skala lokal, nasional, dan

internasional;

c. memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;

d. memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan

pemanfaatan aset budaya; e. memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;

f. memiliki kekhususan dari wilayah; g. memiliki potensi trend daya tarik wisata masa depan; dan h. telah memiliki RPJM Desa.

Bagian Kedua

Tahap dan Mekanisme Penetapan Desa Wisata

Pasal 8

(1) Tahapan penetapan desa wisata sebagai berikut:

a. pengajuan dan kajian usulan penetapan desa wisata;

b. verifikasi usulan desa wisata; c. penilaian usulan desa wisata; dan

d. penetapan desa wisata. (2) Penetapan desa wisata dilaksanakan dengan mekanisme:

a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi

mengenai wilayah, potensi wisata, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan desa wisata;

b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan desa wisata disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati;

c. Bupati melakukan kajian dan verifikasi atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan program pembangunan kabupaten;

d. berdasarkan hasil kajian dan verifikasi, Bupati menetapkan usulan desa wisata; dan

(3) Dalam melaksanakan kajian dan verifikasi usulan desa wisata, Bupati menunjuk tim koordinasi yang terdiri dari SKPD terkait.

Page 62: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

59

(4) Tata cara pengusulan desa wisata diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati.

Pasal 9

(1) Usulan desa wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

huruf a disertai dokumen sebagai berikut:

a. proposal penetapan desa wisata; b. hasil kajian potensi daya tarik wisata; dan

c. perencanaan pengembangan dan pengelolaan desa wisata; (2) Kajian usulan penetapan desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (2) huruf c, Bupati membentuk tim yang terdiri dari

beberapa SKPD yang terkait. (3) Tugas tim sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 10

(1) Status desa wisata dievaluasi paling lama 5 (lima) tahun sejak penetapan.

(2) Status desa wisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat

dicabut dan/atau diperpanjang. (3) Dalam hal kondisi mendesak, evaluasi status desa wisata dapat

dilakukan segera tanpa menunggu ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Tata cara evaluasi desa wisata diatur lebih lanjut oleh Peraturan

Bupati.

Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban

Pasal 11

(1) Pemerintah Daerah berhak: a. memperoleh bagi hasil retribusi kegiatan kepariwisataan desa

wisata;

b. berpartisipasi mengembangkan desa wisata; c. mengevaluasi status desa wisata; dan

d. menetapkan dan/atau mencabut status desa wisata. (2) Pemerintah Desa berhak:

a. mengelola kegiatan kepariwisataan desa wisata;

b. membentuk lembaga pengelola desa wisata; c. memungut retribusi kegiatan kepariwisataan di desa wisata;

(3) Masyarakat berhak: a. memperoleh manfaat ekonomi dan sosial desa wisata; b. berpartisipasi dalam perencanaan pengembangan desa wisata;

Page 63: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

60

c. berinvestasi dalam pengembangan desa wisata; dan d. menyelenggarakan kegiatan dalam rangka atraksi desa wisata.

(4) Ketentuan bagi hasil atas retribusi kegiatan kepariwisataan desa wisata diatur lebih lanjut melaui Peraturan Bupati.

Pasal 12

(1) Dalam penyelenggaraan desa wisata, Pemerintah Daerah wajib: a. mengembangkan pasar desa wisata;

b. mengembangkan fisik desa wisata; dan c. melakukan pemberdayaan masyarakat.

(2) Mengembangkan pasar desa wisata sebagaimana dimaksud ayat

(1) huruf a adalah memperluas informasi dan promosi yang bertujuan menarik wisatawan domestik dan mancanegara.

(3) Mengembangkan fisik desa wisata sebagaimana dimaksud ayat (1)

huruf b adalah melengkapi dan merehabilitasi infrastruktur dasar wisata.

Pasal 13

Dalam penyelenggaraan desa wisata, Pemerintah Desa wajib: a. melindungi dan melestarikan lingkungan serta habitatnya;

b. menyebarluaskan informasi dan promosi desa wisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan;

c. mengelola desa wisata secara partisipatif, transparan, profesional,

dan akuntabel; d. mengembangkan fisik desa wisata dengan melengkapi fasilitas

dasar wisata; dan

e. mengelola partisipasi dan membina masyarakat desa dengan membentuk kelompok sadar wisata.

Pasal 14

Dalam penyelenggaraan desa wisata, masyarakat wajib: a. melindungi dan melestarikan lingkungan serta habitatnya ; dan b. berpartisipasi meningkatkan daya tarik wisata;

c. menjaga infrastruktur dan fasilitas wisata; d. mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi desa wisata; dan

e. melindungi dan melestarikan peninggalan sejarah kebudayaan masyarakat desa.

BAB IV PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DESA WISATA

Pasal 15

Page 64: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

61

Pembangunan desa wisata diselenggarakan dengan pendekatan: a. pemberdayaan masyarakat;

b. desentralisasi; c. partisipatif;

d. keadilan dan kesetaraan gender; e. keswadayaan; f. penguatan kapasitas kelembagaan; dan

g. pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Pasal 16

Desa wisata dikembangkan dengan strategi sebagai berikut:

a. pembangunan fisik; dan b. pembangunan non fisik

Pasal 17

(1) Strategi pembangunan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a meliputi: a. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk

meningkatkan akses dan jaringan keterkaitan antara desa penyangga dengan desa wisata;

b. mengonservasi sejumlah bangunan yang memiliki nilai seni, budaya, sejarah dan arsitektur lokal yang tinggi dengan tetap mempertahankan nilai keasliannya;

c. mengubah fungsi bangunan untuk meningkatkan kontribusi bagi pengembangan kegiatan desa wisata;

d. mengembangkan bentuk-bentuk penginapan di dalam wilayah

desa wisata yang dioperasikan oleh penduduk desa; e. mengembangkan usaha-usaha terkait dengan jasa

kepariwisataan; dan f. pembagian zona.

(2) Strategi pembangunan non fisik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 huru b meliputi: a. pengemasan desa wisata; b. promosi; c. peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; d. pelestarian kearifan lokal, budaya, dan karakteristik desa

wisata; dan e. mengembangkan sistem keamanan berbasis masyarakat lokal.

BAB V PEMBIAYAAN

Pasal 18

Page 65: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

62

(1) Pembiayaan pengembangan desa wisata bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

d. swadaya masyarakat; dan e. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

(2) Pendanaan pengembangan desa wisata yang berasal dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa merupakan penyertaan modal dari Pemerintah Desa yang dapat berupa pembiayaan dan

atau kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha Badan Usaha Milik Desa.

(3) Pendanaan Pengembangan Desa Wisata yang berasal dari

pinjaman merupakan pinjaman lembaga keuangan atau pemerintah daerah;

(4) Pendanaan Pengembangan Desa Wisata yang berasal dari

kerjasama usaha dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat.

Pasal 19

(1) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk kegiatan pengembangan fisik dan non

fisik desa wisata yang telah ditetapkan. (2) Pengembangan fisik desa wisata sebagaimana dimaksud ayat (1)

diprioritaskan untuk peningkatan infrastruktur dasar

kepariwisataan di desa wisata. (3) Infrastruktur dasar pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (2)

meliputi jalan dan/atau jembatan akses menuju desa wisata dan

bangunan fasilitas pendukung desa wisata. (4) Pengembangan non fisik desa wisata sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) adalah promosi desa wisata dan pemberdayaan masyarakat desa wisata.

(5) Pemberdayaan masyarakat desa wisata sebagaimana dimaksud

ayat (4) meliputi pendidikan dan pelatihan kelompok sadar wisata, pelatihan manajemen desa wisata, asistensi pembuatan profil dan promosi desa wisata.

Pasal 20

(1) Pemerintah Desa (desa yang ditetapkan) wajib mengalokasikan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk kegiatan desa

wisata. (2) Kegiatan desa wisata sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:

a. peningkatan daya tarik wisata; b. melengkapi akomodasi desa wisata; c. promosi;

Page 66: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

63

d. pemberdayaan kelompok sadar wisata; dan e. melengkapi fasilitas kepariwisataan.

(3) Pemerintah Desa dapat bermitra dengan pihak ketiga untuk pembiayaan dalam rangka mengembangkan desa wisata.

(4) Pembiayaan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, dan APB Desa diarahkan pada kegiatan yang menghasilkan aset tetap.

(5) Pembiayaan yang bersumber dari pihak ketiga sebagai bagian dari kerjasama diarahkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan

peningkatan daya tarik wisata, peningkatan kapasitas masyarakat, promosi, dan pengelolaan kegiatan kepariwisataan desa wisata.

(6) Ketentuan lebih lanjut kemitraan usaha Pemerintah Desa dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 21

(1) Pembinaan dan pengawasan merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah melalui SKPD terkait dan Camat.

(2) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemerintah Daerah meliputi: a. perencanaan desa wisata;

b. pengelolaan kegiatan dan keuangan desa wisata; c. pengembangan partisipasi masyarakat dan pembinaan

kelompok sadar wisata; dan

d. kerjasama dengan pihak ke tiga oleh desa wisata. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana pada ayat (1) dilakukan

melalui: a. fasilitasi penyusunan Peraturan Desa tentang Pengelolaan

desa wisata;

b. fasilitasi administrasi tata pemerintahan, pengelolaan keuangan dan pendayagunaan asset desa wisata;

c. fasilitasi peningkatan kapasitas kelompok sadar wisata;

d. fasilitasi program peningkatan daya tarik wisata; e. fasilitasi program promosi dan pemasaran desa wisata; dan

f. monitoring dan evaluasi kegiatan-kegiatan pengembangan desa wisata.

BAB VII SANKSI

Pasal 22

Page 67: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

64

(1) Pemerintah Desa yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 20 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi.

(2) Pemerintah Desa yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 13 huruf a dan c dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

(3) Masyarakat yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 14 huruf a, c, dan e dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23

(1) Semua kebijakan daerah yang terkait dengan desa wisata menyesuaiakn dengan ketentuan-ketentan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, status desa wisata yang telah ditetapkan ditinjau ulang dan dievaluasi oleh tim koordinasi.

(3) Desa wisata yang telah ditinjau ulang dan dievaluasi selanjutnya mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 24

Pemerintah Daerah wajib menerbitkan Peraturan Bupati paling lama ...... (contoh 1 tahun) sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap.

Ditetapkan di Cilacap pada tanggal 2016

BUPATI CILACAP, Ttd

TATTO SUWARTO PAMUJI

Page 68: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

65

Diundangkan di ......................... pada tanggal .....

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CILACAP

ttd

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN 2016 NOMOR ....

Page 69: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

66

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP

NOMOR ……. TAHUN 2016

TENTANG

DESA WISATA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA

DI KABUPATEN CILACAP

UMUM Rancangan Peraturan Daeran tentang desa Wisata dan Strategi

Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Cilacap merupakan

kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan beberapa aturan operasionalnya. Point penting dari amanat undang-undang dan peraturan tersebut adalah bahwa Desa memiliki

hak-hak lokal berskala desa. Hak-hak ini didelegasikan secara langsung kepada Pemerintah Desa untuk dikelola dan sebesar-

besarnya untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan warga.

Satu hal penting dalam hak-hak lokal berskala desa adalah

bahwa Desa berhak mengelola potensi ekonomi berskala desa di mana potensi wisata menjadi subnya. Artinya desa yang memiliki

potensi wisata bisa dikembangkan secara otonom untuk meningkatkan pendapatan desa. Persoalan kemudian adalah terkait dengan definisi potensi wisata yang selama ini dipahami secara

mainstream sebagai obyek wisata. Dengan pengertian ini maka tidak semua desa memilikinya dan dalam konteks Cilacap jumlahnya terbatas. Namun apabila potensi wisata dipahami sebagai sebuah

kerangka berpikir kepariwisataan, maka segala sesuatu bisa dijadikan sebagai destinasi wisata tergantung dengan manajemen

dan pengemasan sebagai daya tark wisata. dalam pengertian kedua, semua desa relatif bisa memanfaatkan potensi desanya menjadi daya tarik wisata.

Wisata menjadi pendekatan pembangunan desa. Pendekatan ini menjadi alternatif mengingat praktik produksi yang mendasarkan pada lahan memiliki keterbatasan baik dari sisi volume maupun

daya dukung fisiknya. Melalui pendekatan kepariwisataan, proses produksi ekonomi di desa berlangsung sustainable dan ramah

lingkungan mengingat hal yang dimanfaatkan adalah dampak sosial dan ekonomi dari mobilitas manusia, produksi pengetahuan, dan unsur-unsur kehidupan lain yang bersifat relaksatif.

Desa wisata dengan prinsip utama integrasi destinasi wisata dengan akomodasi, fasilitas, dan tata pola kehidupan masyarakat

desa memberi alternatif produksi ekonoi baru di desa. Untuk mewujudkan integrasi tersebut dibutuhkan beberapa hal penting, yaitu; (1) tata kelola ruang wilayah desa yang melingkupi pengaturan

Page 70: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

67

akomodasi, fasilitas, dan penyelenggaraan tata kehidupan sosial yang terintegrasi dengan destinasi wisata. (2) kesadaran sosial dan

kognitif masyarakat terkait dengan penyelenggaraan kepariwisataan. Perubahan mental dan sikap terhadap pengunjung menjadi kunci

eberhasilan desa wisata. (3) kolaborasi antar-stakeholders desa meliputi Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten, masyarakat, dan pihak ketiga dalam rangka membangun desa wisata.

Atas dasar beberapa hal di atas, Peraturan Daerah ini mengatur tentang bagaimana prosedur desa wisata ditetapkan, hak

dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat, pembiayaan desa wisata, dan pengawasan. Selain hal tersebut, Peraturan Daerah ii juga dimaksudkan untuk merevitalisasi beberapa desa di Kabupaten

Cilacap yang telah ditetapkan statusnya sebagai desa wisata. Upaya revitalisasi ini dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi desa wisata sehingga selain meningkatkan pendapatan desa, integrasi berbagai unsur kehidupan desa sebagai gagasan utama desa wisata bisa dijadikan sebagai intrumen membangun kohesifitas

masyarakat desa. Dengan pola ini, desa wisata menjadi salah satu strategi pembangunan pariwisata sekaligus pembangunan ekonomi dan sosial.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas Pasal 3

Cukup jelas Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5 Ayat (1)

Huruf a

Atraksi wisata atau juga dikenal dengan daya tarik wisata, yaitu seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta kondisi fisik lokasi

desa yang memungkinkan wisatawan berpartisipasi aktif seperti: kursus tari, bahasa

dan lain-lain yang spesifik. Huruf b

Page 71: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

68

Akomodasi wisata adalah fasilitas yang dimanfaatkan untuk tempat tinggal wisatawan.

Akomodasi ini dapat memanfaatkan sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau

unit-unit yang dibangun sesuai konsep tempat tinggal penduduk.

Huruf c Fasilitas wisata adalah fasilitas yang dimanfaatkan

untuk tempat tinggal wisatawan. Akomodasi ini dapat memanfaatkan sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang

dibangun sesuai konsep tempat tinggal penduduk). Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7 Huruf a

Daya tarik wisata terdiri dari:

1. Daya tarik alam, adalah bentukan-bentukan alam seperti bukit-bukit, hutan, sungai, dan sebagainya

yang memungkinkan untuk dijadikan tempat untuk melakukan berbagai aktivitas wisata.

2. Daya tarik budaya, adalah hasil-hasil kehidupan

manusia, berupa adat istiadat, norma-norma, kepercayaan masyarakat, kebiasaan sehari-hari yang dapat dikemas menjadi daya tarik budaya tanpa

menghilangkan. nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kegiatan bercocok tanam, kesenian

daerah, upacara adat, dan sebagainya merupakan contoh-contoh hasil kebudayaan manusia yang dapat dijadikan daya tarik budaya dimana wisatawan dapat

berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas tersebut. 3. Daya tarik buatan, merupakan sesuatu yang sengaja

dibuat untuk menarik kunjungan wisatawan.

Bentuknya seperti kuliner.

Huruf b Cukup jelas

Huruf c Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Page 72: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

69

Huruf e

Masyarakat desa sekurang-kurangnya memiliki salah satu aktivitas pendukung seperti kegiatan kesenian,

kuliner dan bahan baku untuk kuliner, produksi kerajinan, pemandu wisata, dan transportasi lokal)

Huruf f Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Desa wisata telah ditetapkan menjadi perencanaan desa

yang dituangkan dalam dokumen RPJM Desa.

Pasal 8 Cukup jelas

Pasal 9 Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dapat

berbentuk koperasi desa, CV, PT, dan lain-lain.

Huruf c Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 73: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

70

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13 Cukup jelas

Pasal 14 Huruf a

Cukup jelas Huruf b

Partisipasi masyarakat meningkatkan daya tarik wisata dapat dilakukan dengan menyelenggaraakan kursus bahasa lokal, demo atau menampilkan secara natural

praktik ekonomi matapencaharian lokal, produksi ekonomi lokal, ritual adat dan keagamaan, dan

sejenisnya yang berkembang dan menjadi identitas masyarakat desa setempat.

Huruf c Cukup jelas

Huruf d

Bentuk akomodasi desa wisata yang dapat

dikembangkan oleh masyarakat misalnya warung makanan/kuliner khas, membangun tempat tinggal khas pedesaan, menyediakan alat transportasi lokal, dan

sejenisnya.

Huruf e Cukup jelas

Pasal 15 Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan desentralisasi adalah memberikan ruang yang luas kepada masyarakat untuk mengelola dan mengembangkan kegiatan pembangunan

kepariwisataan di desanya dengan menggunakan dana dari berbagai sumber.

Huruf c

Page 74: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

71

Yang dimaksud partisipatif adalah masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan, dengan memberikan kesempatan

secara luas dari kelompok perempuan.

Huruf d

Yang dimaksud keadilan dan kesetaraan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai

peran dan hak yang sama dalam pelaksanaan pembangunan desa wisata. Desa wisata menjadi pendorong peningkatan peran dan partisipasi

perempuan serta menumbuhkembangkan ekonomi kreatif pendukung bidang kepariwisataan di desa wisata.

Huruf e Yang dimaksud keswadayaan adalah masyarakat

menjadi aktor utama dalam keberhasilan pembangunan, melalui keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan kegiatan.

Huruf f Penguatan kapasitas kelembagaan adalah meningkatkan

kemampuan lembaga keswadayaan masyarakat dan kelompok masyarakat dalam pengelolaan kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan desa wisata

berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Huruf g Berkelanjutan adalah praktik dalam setiap pengambilan

keputusan harus mempertimbangkan kelestarian dan pengembangan program pada waktu-waktu yang akan datang. Dengan demikian pasca pelaksanaan program,

masyarakat dan instansi terkait masih dapat memanfaatkan, mengembangkan dan mendayagunakannya untuk kesejahteraan.

Pasal 16

Cukup jelas Pasal 17

Ayat (1) Huruf a

Mengembangkan sarana yang mendukung pariwisata misalnya membangun daya tarik wisata, tempat tinggal, sanggar seni, praktik mata

Page 75: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

72

pencahariaan lokal, dan jenis kegiatan unik lain yang menjadi ciri khas desa wisata.

Huruf b

Cukup jelas Huruf c

Cukup jelas

Huruf d Cukup jelas

Huruf e Cukup jelas

Huruf f Pembagian zona adalah pengelompokan area

dalam beberapa zona yang sesuai dengan tata guna lahan. Pembagian zona memiliki fungsi untuk memudahkan pembangunan dan

mendukung kerapihan pengelolaan Desa Wisata. Pembagian zona dapat dilakukan dengan membagi

zona berdasarkan fungsinya, misalnya zona atraksi, zona fasilitas, zona akomodasi, dan zona asli, yaitu zona yang tidak dibangun untuk

kepentingan pariwisata. Ayat (2)

Huruf a Pengemasan desa wisata adalah sebuah metode yang

dilakukan untuk menarik minat wisatawan untuk menikmati produk wisata yang ditawarkan secara lebih beragam, sehingga wisatawan akan merasa untung

dengan paket yang ditawarkan dan akan merasa puas dengan pilihan yang diberikan. Pengemasan bisa dilakukan dengan membuat paket wisata.

Huruf b

Bentuk promosi berbentuk bekerjasama dengan: 1. industri pariwisata dengan meningkatkan kualitas

materi promosi dalam bentuk leflet, brosur, booklet,

CD dan website. 2. Bekerjasama dengan Agen perjalanan

Huruf c

Page 76: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

73

Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dilakukan dengan cara:

1. melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat tentang pariwisata dan manfaatnya serta

pengembangan potensi wisata. 2. melakukan pembinaan sadar wisata kepada

masyarakat dengan membentuk kelompok sadar

wisata untuk selanjutnya dibina agar dapat mendukung program pengembangan pariwisata.

3. mengembangkan jaringan pendidikan, baik formal maupun informal yang menekankan pada profesionalisme sehingga dapat menghasilkan tenaga

kerja yang berkualitas, cakap dan memliki skill serta profesional yang nantinya mampu bersaing dalam mengembangkan dan membangun desa wisata.

Huruf d

Cukup jelas Huruf e

Cukup jelas

Pasal 18 Cukup jelas

Pasal 19 Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk

tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode atau berjangka

panjang. Jenis aset tetap digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Contoh aset tetap antara lain adalah properti, bangunan, pabrik,

Page 77: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/desa-wisata... · pembangunan yang memberi efek luas bagi masyarakat secara

74

alat-alat produksi, mesin, kendaraan bermotor, furnitur, perlengkapan kantor, komputer, dan lain-lain.

Ayat (5)

Cukup jelas Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 21 Cukup jelas

Pasal 22 Cukup jelas

Pasal 23 Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas Pasal 26

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR …......