nasib jamkesda di tangan politisi

2
23/9/2015 NASIB JAMKESDA DI TANGAN POLITISI http://www.j amsosindonesi a.com/cetak/printout/78 1/2 NASIB JAMKESDA DI TANGAN POLITISI  Didikte mimpi politisi, itul ah nas ib Badan Pelaksana (Bapel) jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Peluang Bapel Jamkesda untuk melaksanakan kaidah-kaidah asuransi/jaminan kesehatan sangat tergantung pada kebijakan Kepala Daerah. Tujuh tahun perjalanan Bapel Jaminan Kesehatan  Jembrana (JKJ) di Kabupaten Jembrana, s ebuah kabupaten kecil di Provinsi Bali, menjadi laboratorium dan s aksi hidup jatuh bangun penyelenggaraan  Jamkesda di tanah air. Jerih payah Kementerian Kesehatan selama hampir dua dekade mengenalkan konsep asuransi sebagai model pembiayaan  pelayanan kesehata n di daerah membuahkan hasil nyata. Hingga tahun ini sekitar 250 daerah menyelenggarakan program  jaminan kesehatan untuk mengatasi hambatan finansial penduduk di wilayah administrasi pemerintahannya dalam menjangkau  pelayanan kesehatan. Sekurangnya 150 daerah menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan cara bekerja sama dengan PT ASKES, sedangkan dae rah-daerah lainnya me nyelenggarakan sendiri denga n mendirikan B apel J amkesda. Program Jamkesda didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sedangkan iuran peserta berperan sangat kecil bahkan hampir tidak ada. Kabupaten Jembrana adalah salah satu daerah yang menyelenggarakan sendiri dengan mendirikan Bapel Jaminan Kesehatan Jembrana (Bapel JKJ). Seperti halnya program-program pemerintah yang didanai oleh anggaran pemerintah, Bapel JKJ tunduk pada kebijakan pemerintah daerah. Bapel JKJ tidak sepenuhn ya independen layaknya badan penye lenggara jaminan keseha tan sosial yang didanai oleh iuran peserta. Intervensi pemerintah daerah tidak terelakkan dan prinsip-prinsip jaminan kesehatan menjadi taruhannya. Langsung dalam kendali bupati Bupati Kabupaten Jembrana mendirikan Bapel JKJ dengan Surat Keputusan Bupati pada tahun 2003. Manfaat program JKJ terbatas pada penggantian biaya  pelayanan rawat jalan oleh dokter, dokter gigi dan bidan di Puskesma s dan fasilitas kesehata n swasta. APBD Kabupaten Jembrana menanggung seluruh  biaya pelayanan keseha tan dan biaya administrasi Bapel. Status badan hukum Bapel JKJ semakin menguat pada tahun 2006. Bupati menetapkan Bap el JKJ menjadi lembaga non struktural yang bertanggung jawab langsung ke pada Bupati dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2006 tentang B adan Pelaks ana Jaminan Sosial Daerah (Bapel Jams osda). Bapel JKJ mengelola dana hibah pemerintah daerah dengan mekanisme pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (BLUD). Manfaat program JKJ diperluas hingga mencakup pelayanan dokter spesialis dan rawat inap di Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Jembrana dan rujukan ke Rumah Sakit Umum Pusa t (RSUP) S anglah Denpas ar. Pemerintah daerah Kabupaten J embrana meyakini bawa J KJ tidak hanya b erfungsi sebagai  penjamin biaya pelayanan, namun yang terpenting adalah sebagai cara dan alat untuk meningkatkan derajat keseha tan r akyat. Walaupun Bapel J KJ mengemban misi kes ejahteraan rakyat, bukan berarti Bapel JKJ terbeba s dari pemantauan. Hanya dalam empat tahun, tepatnya pada tahun 2010, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan kelembagaan dalam pengelolaan dana APBD. Organisasi perangkat daerah tidak mengenal lembaga non struktural yang berada langsung di bawah kewenangan Bupati. Perda Nomor 7 tahun 2006  bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007 Tentang pembagian urusan pemerintahan anatara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotadan PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah . Bupati harus mengoreks i badan hukum Bapel JKJ . Tidak ada jalan lain, pada 31 Desember 2011 Bupati mencabu t Peraturan Daerah ( Perda) Nomor 7 tahun 2006 dan menempatkan Bapel JKJ s ebagai unit pelaksana teknis Da erah dalam struktur Dinas Kesehatan dan Sosial. Bapel JKJ resmi menjadi UPTD JKJ  pada 1 Januari 2011 dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Pergantian Pimpinan Tahun 2010 adalah mas a penuh tantangan dan ketidakpastian bag i Bapel JKJ . Sepuluh tahun pemerintahan Bupa ti Prof . I Gde Winasa, mantan dekan fakultas kedokteran gigi Universita s Saraswati Denpas ar, berakhir setelah meme rintah selama dua periode. Program JKJ terancam berhenti karena prioritas kebijakan pemerintahan daerah berubah. Kucuran dana APBD ke dalam program JKJ mulai tersendat. Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana hanya menga lokasikan dana hibah s ebesar Rp 17,1 milyar dari 18, 5 milyar yang diusulkan oleh Bapel JKJ . Hingga saat ini, kekurangan Rp 1,5 milyar masih tercatat sebagai hutang pemerintah daerah kepada RSU Negara Kabupaten Jembrana. Bapel JKJ te lah lama menghawatirkan ketergantungan abs olut pada APBD. Pada tahun 2008 JKJ telah mencoba memung ut iuran sejumlah Rp 5.000 per orang setiap bulan bagi keluarga yang beranggotakan sekurang-kurangnya empat orang. Hasilnya mudah ditebak, saat pemerintah mens ubsidi masif, sedikit

Upload: niiwuu

Post on 06-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ppt

TRANSCRIPT

Page 1: Nasib Jamkesda Di Tangan Politisi

7/17/2019 Nasib Jamkesda Di Tangan Politisi

http://slidepdf.com/reader/full/nasib-jamkesda-di-tangan-politisi 1/2

23/9/2015 NASIB JAMKESDA DI TANGAN POLITISI

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/78 1/2

NASIB JAMKESDA DI TANGAN POLITISI

 Didikte mimpi politisi, itulah nas ib Badan Pelaksana (Bapel) jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Peluang Bapel Jamkesda untuk melaksanakan

kaidah-kaidah asuransi/jaminan kesehatan sangat tergantung pada kebijakan Kepala Daerah. Tujuh tahun perjalanan Bapel Jaminan Kesehatan

 Jembrana (JKJ) di Kabupaten Jembrana, s ebuah kabupaten kecil di Provinsi Bali, menjadi laboratorium dan s aksi hidup jatuh bangun penyelenggaraan Jamkesda di tanah air.

Jerih payah Kementerian Kesehatan selama hampir dua dekade mengenalkan konsep asuransi sebagai model pembiayaan

 pelayanan kesehatan di daerah membuahkan hasil nyata. Hingga tahun ini sekitar 250 daerah menyelenggarakan program

 jaminan kesehatan untuk mengatasi hambatan finansial penduduk di wilayah administrasi pemerintahannya dalam menjangkau

 pelayanan kesehatan. Sekurangnya 150 daerah menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan cara bekerja sama dengan

PT ASKES, sedangkan daerah-daerah lainnya menyelenggarakan sendiri dengan mendirikan Bapel Jamkesda. Program

Jamkesda didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sedangkan iuran peserta berperan sangat kecil bahkan hampir tidak ada.

Kabupaten Jembrana adalah salah satu daerah yang menyelenggarakan sendiri dengan mendirikan Bapel Jaminan Kesehatan Jembrana (Bapel JKJ). Seperti

halnya program-program pemerintah yang didanai oleh anggaran pemerintah, Bapel JKJ tunduk pada kebijakan pemerintah daerah. Bapel JKJ tidak 

sepenuhnya independen layaknya badan penyelenggara jaminan kesehatan sosial yang didanai oleh iuran peserta. Intervensi pemerintah daerah tidak 

terelakkan dan prinsip-prinsip jaminan kesehatan menjadi taruhannya.

Langsung dalam kendali bupati

Bupati Kabupaten Jembrana mendirikan Bapel JKJ dengan Surat Keputusan Bupati pada tahun 2003. Manfaat program JKJ terbatas pada penggantian biaya

 pelayanan rawat jalan oleh dokter, dokter gigi dan bidan di Puskesmas dan fasilitas kesehatan swasta. APBD Kabupaten Jembrana menanggung seluruh

 biaya pelayanan kesehatan dan biaya administrasi Bapel.

Status badan hukum Bapel JKJ semakin menguat pada tahun 2006. Bupati menetapkan Bapel JKJ menjadi lembaga non struktural yang bertanggung jawab

langsung kepada Bupati dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2006 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial Daerah (Bapel Jamsosda). Bapel

JKJ mengelola dana hibah pemerintah daerah dengan mekanisme pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (BLUD).

Manfaat program JKJ diperluas hingga mencakup pelayanan dokter spesialis dan rawat inap di Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Jembrana dan rujukan

ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Pemerintah daerah Kabupaten Jembrana meyakini bawa JKJ tidak hanya berfungsi sebagai

 penjamin biaya pelayanan, namun yang terpenting adalah sebagai cara dan alat untuk meningkatkan derajat kesehatan r akyat.

Walaupun Bapel JKJ mengemban misi kesejahteraan rakyat, bukan berarti Bapel JKJ terbebas dari pemantauan. Hanya dalam empat tahun, tepatnya pada

tahun 2010, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan kelembagaan dalam pengelolaan dana APBD.

Organisasi perangkat daerah tidak mengenal lembaga non struktural yang berada langsung di bawah kewenangan Bupati. Perda Nomor 7 tahun 2006

 bertentangan dengan PP No. 38 Tahun 2007 Tentang pembagian urusan pemerintahan anatara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kotadan PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah .

Bupati harus mengoreksi badan hukum Bapel JKJ. Tidak ada jalan lain, pada 31 Desember 2011 Bupati mencabut Peraturan Daerah ( Perda) Nomor 7 tahun

2006 dan menempatkan Bapel JKJ sebagai unit pelaksana teknis Daerah dalam struktur Dinas Kesehatan dan Sosial. Bapel JKJ resmi menjadi UPTD JKJ

 pada 1 Januari 2011 dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

Pergantian Pimpinan

Tahun 2010 adalah masa penuh tantangan dan ketidakpastian bagi Bapel JKJ. Sepuluh tahun pemerintahan Bupati Prof . I Gde Winasa, mantan dekan

fakultas kedokteran gigi Universitas Saraswati Denpasar, berakhir setelah memerintah selama dua periode. Program JKJ terancam berhenti karena prioritas

kebijakan pemerintahan daerah berubah.

Kucuran dana APBD ke dalam program JKJ mulai tersendat. Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana hanya mengalokasikan dana hibah sebesar Rp 17,1

milyar dari 18, 5 milyar yang diusulkan oleh Bapel JKJ. Hingga saat ini, kekurangan Rp 1,5 milyar masih tercatat sebagai hutang pemerintah daerah kepada

RSU Negara Kabupaten Jembrana.

Bapel JKJ telah lama menghawatirkan ketergantungan absolut pada APBD. Pada tahun 2008 JKJ telah mencoba memungut iuran sejumlah Rp 5.000 per 

orang setiap bulan bagi keluarga yang beranggotakan sekurang-kurangnya empat orang. Hasilnya mudah ditebak, saat pemerintah mensubsidi masif, sedikit

Page 2: Nasib Jamkesda Di Tangan Politisi

7/17/2019 Nasib Jamkesda Di Tangan Politisi

http://slidepdf.com/reader/full/nasib-jamkesda-di-tangan-politisi 2/2

23/9/2015 NASIB JAMKESDA DI TANGAN POLITISI

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/78 2/2

sekali penduduk yang tertarik untuk mendaftar dan membayar iuran. Hanya mereka yang berpenyakit kronis atau membutuhkan perawatan di rumah sakit

 bersedia mendaftar program JKJ. Bergabungnya peserta ber isiko kesakitan tinggi semakin membebani keuangan Bapel JKJ.

Di tengah kekurangan dana dan ketidakjelasan program karena terjadi pergantian pimpinan, calon-calon Bupati seakan-akan berlomba berkampanye dengan

mengusung tema jaminan kesehatan daerah. Tidak kurang baliho dan spanduk berdiri di sepanjang jalan menyampaikan keberhasilan program JKJ.

Subsidi pemerintah untuk pembiayaan jaminan kesehatan menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah bukan ketergantungan atas

 program jaminan kesehatan. Hal ini dimanfaatkan sebagai isue politik untuk kepentingan masing-masingkandidatdanseringkali merugikan kepentingan

masayarakat.

Akhirnya, kehebohan politisi daerah berimbas pada keberlanjutan dan kualitas pelayanan di klinik dan rumah sakit. Kekacauan informasi tidak terelakkan

dan akhirnya membingungkan masyarakat dan fasilitas kesehatan.

Wacana kolaborasi JKJ dan JKBM memperpanjang daftar masalah program JKJ. Pada awal tahun 2010, Gubernur Provinsi Bali menyelenggarakan JKBM

untuk seluruh penduduk provinsi Bali yang belum terjamin oleh program jaminan kesehatan sosial lainnya. Artinya, peserta program ASKES,

JAMSOSTEK dan JKJ tidak dapat menikmati JKBM.

Menjadi juru bayar

Pemerintah Kabupaten Jembrana mengurungkan niatnya untuk berintegrasi dengan JKBM sepanjang tahun 2010. Pemerintah Kabupaten Jembrana

menginginkan penduduk Kabupaten Jembrana dapat menikmati manfaat JKBM. Namun, negosiasi terkendala oleh ketiadaan dokter swasta dan klinik swasta

dalam jaringan fasilitas kesehatan Bapel JKBM.

Kontrak Bapel Jamkesda dengan klinik dokter swasta adalah satu keharusan dalam penyelenggaraan Jamkesda di Kabupaten Jembrana. Klinik-klinik dokter 

swasta tersebar merata hingga ke desa dan lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Sebaliknya, tidak seluruh Puskesmas terletak dekat dengan

 pemukiman penduduk. Akibatnya, pembatasan akses penduduk terhadap klinik dokter swasta oleh JKBM akan meningkatkan beban biaya pengobatan karena

 penambahan biaya tr ansportasi.

Jalan tengah ditempuh oleh kedua pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan kesehatan yang sama bagi seluruh penduduk Provinsi Bali. Keduanya

sepakat membagi kavling pelayanan mulai awal tahun 2011 sehingga penduduk Kabupaten Jembranan terlindungi oleh dua program JAMKESDA – JKJ dan

JKBM.

Sayangnya, jalan tengah berujung pada perubahan f ungsi Bapel JKJ. Bapel JKJ menjadi juru bayar klinik dokter swasta, ketimbang melaksanakan pengelola

resiko peserta jaminan kesehatan.

Kedua pemerintah daerah menyediakan mata anggaran dari masing-masing APBD. Seperti kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Bali, Bapel JKBM

membayarkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah untuk penduduk Jembrana dengan biaya dari Anggaran Pemerintah Daerah

(APBD) Provinsi Bali. Sementara itu, Bapel JKJ membayarkan pelayanan kesehatan di klinik dokter keluarga bukan milik pemerintah yang tersedia di

Kabupaten Jembrana dengan biaya dari APBD Kabupaten Jembrana.

Laboratorium Berharga

Di tengah kekosongan hukum program jaminan kesehatan nasional, tepatnya ketiadaan peraturan pelaksanaan UU SJSN membuka peluang bagi pemerintah

daerah menyelenggarakan Jamkesda.

Tujuh tahun program JKJ menjadi pelajaran berharga bagi pembangunan jaminan kesehatan di daerah. Ketergantungan yang tinggi pada angaran pemerintah

membuat Bapel Jamkesda seakan tidak berdaya menghadapi intervensi kebijakan yang cenderung berjangka pendek. Prinsip-prinsip pengelolaan risiko

seakan terabaikan karena Bapel Jamkesda adalah organ pemerintah daerah, bukan badan independen. Dan, dampak yang terparah adalah dukungan aktif 

masyarakat pada jaminan kesehatan tidak tercipta. Masyarakat enggan berbagi risiko, mereka lebih menyukai menjadi peserta pasif dan bergantung pada

kemurahan hati pemerintah.

?

Pengutipan sebagian atau seluruhnya dengan menyebutkan judul, tanggal dan sumber:

NASIB JAMKESDA DI TANGAN POLITISI

 __link_footer__ 

? Martabat - www.jamsosindonesia.com, 2013