my jurnal fita about dbd
DESCRIPTION
gyhyghTRANSCRIPT
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN ULEE KARENG
KOTA BANDA ACEH TAHUN 2014
Oleh :
Hasfita lia
Fakultas Kedokteran, Universitas Abulyatama
Jl. Blang Bintang Lama Km 8,5, Aceh Besar 23372
Email Coresponden :
Abstrak
Demam berdarah atau biasa dikenal dengan DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina. Nyamuk ini merupakan spesies tropis
dan subtropis, dan bisa hidup pada daerah yang ketinggiannya mencapai 2200 m diatas permukaan air
laut. Nyamuk ini merupakan vektor bagi virus demam berdarah, karena nyamuk aedes ini sangat
antropolitik dan hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian demam berdarah di Kecamatan Ulee
Kareng Kota Banda Aceh tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di
Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh, Periode Januari s/d Agustus 2014, berjumlah sebanyak
26.638 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling.
Penyakit ini ditandai dengan empat manifestasi klinik yang utama, yakni demam
tinggi, pendarahan, pembengkakan hati, dan pada beberapa kasus yang parah terjadi
kegagalan sirkulasi darah. Pengertian lain DBD menurut para ahli adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani,2001).
Kata kunci : Perilaku PSN, Lingkungan Kondisi Rumah, kejadian DBD
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pengertian DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang menyerang semua orang
dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering menimbulkan kejadian
luar biasa (Depkes RI, 2001).
Demam Berdarah Dengue (DBD) dikenalkan oleh virus kelompok B Artrhopud Bone
Virus (Arguviruses) dari famili Flaviviridae dan Genus Flafivirus dan mempunyai 4 sero tipe
yaitu DEN – 1 DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
anti bodi terhadap serotipe yang bersangkutan dan tidak dapat memberikan perlindungan
terhadap serotipe yang lain, serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis berat (Depkes RI, 2001).
Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali ditandai dengan
sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan leukopenia sebagai gejalanya.
Demam berdarah dengue (Dengue Haemoragic Fever/DHF) ditandai dengan empat gejala
klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada
kasus berat disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang
diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan sering
menyebabkan fatal (Depkes RI, 2007).
2. Epidemiologi
Depkes RI (2008) juga mengemukakan penyebab penyakit DBD disebabkan oleh
Virus Dengue. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah
virus dengue dengan tipe satu dan tiga. Nyamuk Aedes aegypti memiliki sifat antara lain
mampu bertelur 200-400 butir perhari, Suka hidup pada tempat yang lembab & takut pada
sinar. Telur dan jentik nyamuk Aedes aegypti hidup di tempat penampungan air (TPA) yg
berisi air bersih, bersifat tetap dan terlindung dari sinar matahari langsung, sepeti pada : bak
mandi & bak WC. Hidup di genangan air yang tertampung disuatu tempat/bejana yang
terlindung dari sinar matahari. Tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah. Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti/Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari
penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan
sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
3. Gejala DBD
WHO (2008) mengemukakan ada beberapa gejala penyakit demam berdarah :
a. Bintik merah seringkali di awal demam, tidak ada bintik merah. Ada beberapa
kasus juga yang memang tanpa bintik merah.
b. Panas tinggi panas bisa turun naik, bisa juga tidak turun sama sekali sepanjang
hari.
c. Menggigil dan terasa ngilu tulang, perasaan dingin di sekujur tubuh dan ada titik
tertentu di tubuh terasa ngilu menusuk tulang.
d. Buang air besar berwarna hitam dan keras. Gejala ini terlihat jika trombosit sudah
mulai rendah
e. Trombosit mulai turun, kadar trombosit bisa diketahui dengan tes darah di
laboratorium.
f. Sakit saat mata memandang ke samping. beberapa orang mengalami ini, terasa
sakit jika melirik ke samping kiri dan kanan.
g. Tengkuk sakit, terkadang juga terjadi pembengkakan di tengkuk dan terasa sakit.
Kriteria Laboratoris : Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) Hemokonsentrasi
(kenaikan Ht > 20%). Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi. WHO (2005) membagi
menjadi 4 derajat, yaitu :
b. Derajat I: Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi
perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.
c. Derajat II : Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau
manifestasi perdarahan yang lebih berat.
d. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab,
gelisah.
e. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
4. Cara Penularan
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae.) dari
subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex,
dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Aedes aegyti
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun
mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan
vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Aedes aegypti (WHO, 2005).
5. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi
virus pada umumnya (viremia) yaitu penderita akan mengalami keluhan dan gejala seperti
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, sakit luruh persendian tubuh, infeksi tenggorokan dan
timbul ruam. Pendarahan pada kulit ini khas pada infeksi virus dengue yang menimbulkan
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah disebabkan oleh zat antilakstosin, histamin
volume plasma akan menimbulkan asidosis metabolik yang dapat dilihat hasil pemeriksaan
gas darah dan elektrolit darah. Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD
dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi sebagai akibat infeksi Dengue
sebelumnya (WHO, 2000).
Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD adalah peningkatan replikasi
virus dalam macrofac oleh anti bodi heterotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus dari
serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, anti bodi reaktif-silang yang
gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi saat kompleks
anti bodi virus Dengue masuk ke dalam sel ini. Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan
aktifasi reaksi-silang CD4 + dan CD8+ limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang
disebabkan oleh aktifasi sel T dan oleh lisit monosit terinfeksi di media oleh limfosit sitotoksit
yang dapat mengakibatkan rembesan plasma dan pendarahan yang terjadi pada DHF (WHO,
2000).
6. Pencegahan Demam Berdarah
Pencegahan wabah DHF didasarkan pada pengendalian vektor, karena vaksin belum
tersedia. Saat ini satu-satunya cara yang efektif untuk menghindari infeksi virus dengue
adalah menghindari tergigit dari nyamuk yang terinfeksi.
Penularan virus dengue sering menjadi masalah penatalaksanaan lingkungan
setempat, dan anggota penghuni rumah tangga dapat dengan sering menurunkan risiko
mereka terhadap DF dan DHF dengan sedikit biaya atau tanpa biaya dengan mengontrol
habitat larva dan melawan nyamuk dewasa dengan pemasangan tirai jendela dan pintu serta
menggunakan semprotan insektisida ruangan. Tantangan bagi pejabat kesehatan masyarakat
adalah menemukan cara untuk memungkinkan komunitas mengenali masalah, melakukan
pembagian tanggung jawab untuk solusinya dan meningkatkan kemampuan dan motivasi
untuk mencegah dan mengontrol demam dengue (WHO, 2008).
Upaya pemberantasan-pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan :
a. Menghilangkan tempat genangan air
b. Menutup rapat tempat air minum agar nyamuk betina Aedes aegypti tidak dapat masuk.
c. Membersihkan dan mengganti air mandi atau air minum seminggu sekali
d. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (Soegijanto 2006).
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dengan Kejadian DBD
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah
Dengue, antara lain faktor manusia (host), lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri
(agen). Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan
(environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin,
kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial
ekonomi penduduk) (WHO, 2007).
1. Lingkungan Rumah
Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang andil yang paling besar dalam
menentukan derajat kesehatan. (Azrul, 2006). Tempat berkembangbiakan utama nyamuk
aedes aegypti adalah tempat-tempat penampungan air. Penampungan air tempat nyamuk
DBD berkembangbiak yaitu tidak langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat
berkembangbiak nyamuk DBD yang berada di luar rumah antara lain :
a. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari yang letaknya diluar rumah seperti
drum, tempayan, dan lain-lain.
b. Tempat penampungan air untuk keperluan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat
minum burung, vas bunga diteras, barang-barang bekas yang terletak di halaman (drum,
ban bekas, kaleng, botol, plastik, dan lain-lain)
c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, lobang pada batu, pelepah daun,
tempurung kepala, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain.
2. Faktor Musim
Pada faktor musim, hal tersebut lebih dipengaruhi curah hujan, kelembaban, panas
matahari, dan sirkulasi udara. Yang terjadi saat ini adalah adanya musim yang tak menentu,
sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi siklus tersebut kasus DBD muncul saat
perubahan musim dari kemarau ke penghujan. DBD akan muncul pada awal musim
penghujan, saat hujan belum terlalu banyak. Pada saat kemarau, genangan air yang menjadi
sarang nyamuk tidak ada dan karena itu tidak muncul kasus DBD. Begitu juga saat hujan
sudah lebat, sarang nyamuk akan tersapu oleh hujan dan nyamuk tidak lagi memiliki tempat
bertelur (WHO, 2005).
3. Faktor Perilaku Masyarakat
Depkes RI (2002) juga mengemukakan faktor lain yang memengaruhi perubahan
siklus DBD, yakni perilaku manusia yang cenderung tidak sehat. Kebiasaan tidur pada pagi
atau siang hari tanpa antisipasi nyamuk, suka menggantung baju yang telah dipakai, dan
kurangnya tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dapat menjadi pendorong
penyebaran penyakit tersebut. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada
pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, misalnya lingkungan, Metode
lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), yaitu :
a. Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
e. Biologis, Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri .
f. Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada
tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian demam berdarah di
Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh tahun 2014. Penelitian ini direncanakan
akan dilaksanakan di Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Penelitian ini
direncanakan akan dilaksanakan pada November 2014. Populasi dalam penelitian ini
adalah masyarakat yang ada di Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dengan menggunakan
pemeriksaan dan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan
dan disusun sebelumnya untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
angka kejadian demam berdarah, dan Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Kota Banda Aceh, Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh, instansi terkait dan referensi buku-buku perpustakaan
yang ada hubungannya dengan penelitian serta literatur-literatur pendukung lainnya.
Analisa data pada penelitian ini hanya dilakukan pada analisa univariat, umumnya
analisa ini digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel-variabel yang
diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen. Selanjutnya data
dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisasmito W., 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Systemic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
2. Anonimous.Profil kesehatan provinsi NAD. Dinkes Aceh.Aceh Besar.2009.
3. Anonimous. Undang-Undang Republik Indonesia, NO.36.Tentang Kesehatan.2009.
4. Atmojo S.M., Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare anak balita di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dalam: Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Program Studi Epidemiologi Pascasarjana, Semarang: Universitas Diponegoro.
5. Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam:Simatupang.
6. M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara. Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam: Simatupang.
7. Budiarso R. et al., 1986. Survey Kesehatan Rumah Tangga. Dalam: Harianto, 1991.
8. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.Depkes RI.Pedoman pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta : 2003
9. Depkes RI.Profil Kesehatan Indonesia. Ditjen PPM dan PL. Jakarta 1-16. 2011.
10. Dinkes Nanggroe Aceh Darussalam, Profil Dinkes Kesehatan NAD, Banda Aceh, 2008.
11. Gertruida, Surahni T., Ninik S., Sukowidodo, 1990. Laporan Pelaksanaan
12. Harianto, 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.