musni umar: mudik lebaran dari perspektif teologis, sosiologis, politik dan ekonomi

13

Upload: musniumar

Post on 25-Jun-2015

592 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi
Page 2: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Page 3: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi
Page 4: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Mudik lebaran di Indonesia merupakan peristiwa sosial keagamaan yang sangat menarik dan bersifat fenomenal karena dilakukan umat Islam setiap tahun menjelang dan pada saat lebaran Idul Fitri.

Mudik memiliki makna sinonim dengan “pulang kampung”, yaitu perantau yang berasal dari berbagai kampung atau desa, menjelang berakhirnya puasa ramadhan dan pada saat perayaan Idul Fitri, kembali ke kampung halamannya.

Mudik lebaran setidaknya memiliki makna dari perspektif teologis, sosiologis, politik dan ekonomi.

Page 5: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Pertama, perspektif teologis ialah kaum Muslim yang merantau memanfaatkan momentum lebaran Idul Fitri untuk mudik atau pulang kampung. Landasan teologisnya, Allah memerintahkan secara tersirat dalam Alqur’an surat ke 3 Ali Imran ayat 112 untuk menjaga, memelihara, merawat dan mempertahankan “Hablun minallah dan hablun minannaas” (Hubungan dengan Allah yang dimanifestasikan misalnya dengan puasa Ramadhan, dan hubungan dengan sesama manusia seperti melakukan silaturrahim dalam lebaran Idul Fitri.

Perintah bersilaturrahim tidak secara spesifik ditegaskan dalam Alqur’an dengan kata silaturrahim, tetapi makna dari ayat itu adalah sinonim dengan istilah silaturrahim.

Page 6: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Dalam Alqur’an surat ke 16 an-Nahl ayat 90, Allah menegaskan yang artinya: “ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.Para ulama seperti Ats-tsa’labi, Fahrurrozi, Ahmad bin Muhammad bin Mahdi dan lain-lain menafsirkan bahwa memberi bantuan kepada kerabat dekat bermakna juga perintah untuk bersilaturrahim.

Selain itu dalam Alqur’an surat ke 17 al-Isra ayat 26, Allah memerintahkan yang artinya: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.Pada ayat tersebut terdapat perintah untuk memberikan haknya kepada kerabat dekat. Menurut para ulama seperti Baidhowi dan Al-Khozin bahwa makna tersebut adalah juga perintah untuk menyambungkan silaturrahim.

Page 7: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Selanjutnya dalam Alqur’an surat 30 ar-Rum ayat 38 disebutkan pula yang artinya: “Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.Mayoritas mufassir seperti As-Sam’ani (1997: 4: 215) mengemukakan bahwa perintah memberikan hak kepada kerabat dekat, termasuk silaturrahim dengan memberikan hadiah.

Kedua, perspektif sosiologis dari mudik lebaran ialah mendekatkan dan merekatkan kembali “hablun minannaas” yaitu hubungan antara perantau yang mudik lebaran dengan sanak keluarga dan family yang menetap di kampung. Melalui medium lebaran Idul Fitri, dibangun dan diperbaharui kembali hubungan sosial.

Page 8: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Manusia sebagai makhluk sosial, yang sebut Ibnu Khaldun sebagai “al insaanu madaniun bitthab’ii” (manusia tabiatnya bersosialita/bermasyarakat). Dalam kenyataan, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lainnya. Sejak lahir sampai wafat, memerlukan sanak keluarga, family dan atau masyarakat luas.

Oleh karena itu, lebaran Idul Fitri selalu dijadikan momentum untuk mudik atau pulang kampung. Dari perspektif sosiologis, momentum Idul Fitri memiliki makna untuk membangun kembali, memelihara, menjaga, merawat dan meningkatkan silaturrahim dengan komunitas di kampung halaman.

Page 9: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Ketiga, perspektif politik dari mudik lebaran ialah menjadi sarana sosialisasi, pendekatan, dan mencari dukungan dalam rangka mempertahankan dukungan masyarakat (public) untuk raih kursi dalam pemilu parlemen di semua tingkatan atau pemilu eksekutif (pemilu Bupati dan Wakil Bupati, pemilu Walikota dan Wakil Walikota, pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur).

Untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden, para bakal calon Presiden dan Wakil Presiden, hiruk-pikuk mudik lebaran dijadikan momentum untuk berkampanye dengan beriklan di TV dan memasang spanduk atau baliho di berbagai penjuru di seluruh Indonesia.

Mudik lebaran tahun ini, diperkirakan sangat kental dengan makna politik, karena tahun depan (2014) akan dilaksanakan pemilu parlemen dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI.

Page 10: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Keempat, perspektif ekonomi dari mudik lebaran, paling tidak dapat ditinjau dari lima aspek.

1) ingin menunjukkan kelas sosial setelah melakukan perantauan sudah berubah menjadi wong gede tidak lagi wong cilik. Sekaligus sebagai sarana untuk pamer kekayaan dengan mengendarai mobil, sepeda motor dan naik pesawat.

2) Ajang sosialisasi sebagai manusia yang sukses diperantauan dengan titel dan kedudukan yang tinggi di pemerintahan atau swasta.

3) Media untuk memberitahu masyarakat di kampungnya bahwa merantau lebih baik daripada tinggal dikampung.

4) Momentum untuk membagi rezeki kepada sanak keluarga, family dan handai taulan se kampung.

5) Mudik menjadi ekonomi tahunan yang mampu menggerakkan ekonomi desa/kampung karena para pemudik berbelanja makanan dan jajanan, membeli berbagai macam keperluan, termasuk menyewa hotel, rumah dan lain sebagainya untuk menikmati liburan mudik lebaran di kampung.

Page 11: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Hambatan dan Dampak Negatif Mudik Walaupun mudik lebaran memberi dampak positif seperti

digambarkan diatas, tetapi juga mempunyai hambatan dan dampak negatif.

Pertama, terjadi kapitalisasi yang sangat besar di bidang transportasi dalam volume yang besar dan waktu yang persamaan, sehingga harga tiket untuk semua jenis transportasi mengalami kenaikan yang luar biasa.

Kedua, mudik memberi andil yang besar meningkatnya harga semua jenis barang menjelang dan saat lebaran mudik.

Ketiga, besarnya tingkat kecelakaan dalam mudik lebaran, sehingga banyak korban jiwa terutama lalulintas di darat.

Keempat, untuk menunjukkan gengsi tidak jarang pemudik harus berutang atau menjual barang yang dimiliki demi mudik lebaran.

Kelima, rumah yang ditinggal pemudik acapkali dimasuki maling dan bahkan ada yang mengalami kebakaran.

Page 12: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Kesimpulan Fenoemena mudik lebaran sudah menjadi budaya yang

sulit dihapus. Yang harus dilakukan ialah mengelimnir berbagai dampak negatif dengan mendorong, pertama, pemerintah lebih siap menyediakan sarana dan prasarana transportasi dan jalan menjelang dan saat lebaran.

Kedua, pemudik harus semakin didicerahkan, disadarkan dan dicerdaskan supaya tidak terlalu berlaku konsumtif menjelang dan pada saat mudik lebaran.

Ketiga, pemudik harus lebih mengutamakan keselamatan dalam mudik lebaran, supaya korban kecelakaan semakin bisa dieliminir misalnya tidak pulang kampung dengan mengendarai motor karena amat berbahaya.

Page 13: Musni Umar: Mudik Lebaran dari Perspektif Teologis, Sosiologis, Politik dan Ekonomi

Keempat, sebaiknya pemudik tidak berutang atau menjual barang dimiliki

demi mendapatkan uang untuk mudik lebaran. Sarana media sosial seperti sms, facebook, twitter, E-mail dan kartu lebaran bisa dimanfaatkan untuk komunikasi dan menyampaikan selamat Idul Fitri. Jangan dipaksakan mudik lebaran jika satu dan lain hal sedang tidak beruntung atau rezeki sedang turun.

Kelima, rumah yang ditinggal harus dititip kepada keamanan lingkungan, Ketua RT dan tetangga yang kebetulan tidak mudik untuk menjaga keamanan , dan segala peralaran elektronik, stop kontak dan sebagainya yang bisa menimbulkan kebakaran harus dalam keadaan aman.

Akhirnya mudik lebaran harus dikembalikan kepada tujuan utamanya yaitu untuk silaturrahim kepada keluarga dan handai taulan di kampung. Berbagai embel yang dikaitkan dengan mudik lebaran seperti untuk pamer kekayaan dan kemewahan harus semakin dikurangi.

Mudik lebaran harus semakin meningkatkan spiritualisme masyarakat Indonesia bukan konsumerisme dan hedonisme .

Jakarta, 15 Ramadhan 1434 H/25 Juli 2013