ms mmd tuggas neuro

29
Referat MULTIPLE SCLEROSIS Penyusun: Maria Mustika Dewanti 11.2014.242 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RS. Dr. Esnawan Antariksa TNI AU Periode oktober-november 2015 Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 1

Upload: erenjelalu

Post on 20-Feb-2016

227 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

NEURO

TRANSCRIPT

Page 1: MS MMD Tuggas Neuro

Referat

MULTIPLE SCLEROSIS

Penyusun:

Maria Mustika Dewanti 11.2014.242

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

RS. Dr. Esnawan Antariksa TNI AU

Periode oktober-november 2015

Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta

1

Page 2: MS MMD Tuggas Neuro

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga

referat ilmu penyakit Saraf dengan judul “Multiple Sclerosis” dapat selesai. Referat ini dibuat

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan ilmu penyakit Saraf di RS

Angkatan Udara Jakarta (RSAU Antariksa)

Referat ini membicarakan sebuah kasus saraf yang umum terjadi di dalam

masyarakat, yaitu multiple sclerosis. Yang dibahas dalam referat ini antara lain definisi MS,

klasifikasinya, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis MS. Penulis

berharap referat ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembacanya, baik

teman-teman sejawat, kalangan medis lain, maupun masyarakat awam.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Penulis memohon

maaf apabila ada kesalahan dalam pemilihan kata-kata atau penulisan. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Terima kasih.

Jakarta, November 2015

Penulis

2

Page 3: MS MMD Tuggas Neuro

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II MULTIPLE SKLEROSIS

2.1. DEFINISI 5

2.2. ETIOLOGI 6

2.3. PATOFISIOLOGI 6

2.4. KLASIFIKASI MULTIPLE SCLEROSIS 6

2.5. MANIFESTASI KLINIS 7

2.6. DIAGNOSIS MULTIPLE SCLEROSIS 9

2.7. PENATALAKSANAAN MULTIPLE SCLEROSIS 10

2.8. KOMPLIKASI 16

2.9. PROGNOSIS 16

2.10 PENUTUP 18

DAFTAR PUSTAKA 19

3

Page 4: MS MMD Tuggas Neuro

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 100 tahunyang lalu sejak Charcot, Carswell, dan Cruveilhier, berhasil

menjelaskan tentang gambaran klinis, patologis, dan karakteristik multiple sklerosis. Penyakit

sistem saraf pusat yang bersifat progresif dan sering menyebabkan relaps ini terus

menimbulkan tantangan bagi para peneliti untuk mencoba memahami patogenesis dan

tatalaksananya sehingga mencegah penyakit tersebut terus berkembang.1,2

Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin sistem saraf pusat yang

disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya.Sekitar400.000 orangdi

Amerika Serikat dan 2,5 juta orang di seluruh dunia, dengan prevalensi sekitar 1 kasus per

1000 orang dalam populasi dan rasio perempuan dengan laki-laki 2:1 menderita penyakit ini.

Sekitar 85% pasien dengan multiple sklerosis sering bersifat relaps atau hilang-timbul saja.

Lebih dari setengah dari pasien tersebut berkembang menjadi kecacatan dan berlanjut dari

serangan akut dan beralih ke progresif sekunder dalam waktu 10 hingga 20 tahun setelah

terdiagnosis.1

Harapan hidup pasien dengan MS menjadi berkurang. Dalam satu studi di Kanada,

harapan hidup penderita berkurang sebesar 4 sampai 7 tahun, dan di Denmark berkurang

hingga 10sampai 12 tahun. Kualitas hidup seorang pasien ini sangat dipengaruhi oleh gejala

fisik yang timbul termasuk kelelahan, kesakitan, dan kesulitan dengan mobilitas, dan masalah

sosial dan gangguan perasaan dan mood.1

Saat ini belum ada obat yang dapat mencegah timbul dan menyembuhkan MS. Terapi

yang diberikan hanya meminimalkan timbulnya serangan, mengurangi efek serangan, dan

memperpanjang masa remisi.Salah satu alasan mengapa MS sulit disembuhkan adalah sekali

sistem saraf pusat (SSP) rusak maka perbaikan neuron yang telah rusak akan sulit.1

Berdasarkan hal tersebut, sampai saat ini eksperimental tentang penatalaksanaan dan

penggunaanobat yang mungkin dapat merangsang 'remyelinisasi' saraf yang rusak

danmemperlambat atau menghentikan proseskerusakan lebih lanjut masih terus

dilakukan.Pada makalah ini, akan dibahas tentang tatalaksana dari penyakit multiple sklerosis

sehingga dapat menambah pengetahuan dalam mengurangi morbiditas bagi penderita.1,2

4

Page 5: MS MMD Tuggas Neuro

BAB II

MULTIPLE SCLEROSIS

DEFINISI

Multiple sklerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan sumsum tulang

belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan penyebab utama kecacatan

pada dewasa muda. Penyebabnya dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses

autoimun. Focal lymphocytic infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam

sirkulasi menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara terus-menerus menuju lokasi

dan melakukan penyerangan pada antigen myelin pada sistem saraf pusat seperti yang umum

terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi, kerusakan pada

myelin (demyelinisasi), neuroaxonal injury, astrogliosis, dan proses degenerative. Akibat

demyelinasi neuron menjadi kurang efisien dalam potensial aksi. Transmisi impuls yang

disampaikan oleh neuron yang terdemyelinisasi akan menjadi buruk. Akibat 'kebocoran' impuls

tersebut, terjadi kelemahan dan kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan sensorik

tertentu di berbagai bagian tubuh.3

Bila otak penderita MS dipotong, akan terlihat bercak-bercak induratif yang multipel di

substansia alba yang membuatnya dinamai multipel sklerosis. Lesi tersebut umumnya berlokasi

di periventrikel, korpus kalosum, nervus optikus, dan medula spinalis. Selain itu dapat ditemukan

di batang otak dan serebelum. Secara mikroskopis, lesi tersebut menunjukkan destruksi myelin

parsial/total. Juga ditemukan infiltrasi perivaskuler dari monosit, limfosit serta makrofag,

sedangkan astrosit dan oligodendrosit pada fase lanjut. Pada lesi yang relatif aseluler umumnya

aksonnya masih utuh dan terjadi remyelinisasi, sedangkan pada lesi yang infiltratif terjadi

degenerasi aksonal.3

Gambar 2.1 Perbedaan Neuron yang Sehat dan yang Mengalami Demyelinisasi.4

5

Page 6: MS MMD Tuggas Neuro

ETIOLOGI

Etiologi dari kelainan tersebut masih belum jelas. Ada beberapa mekanisme penting yang

menjadi penyebab timbulnya bercak MS yaitu autoimun, infeksi, dan herediter. Meskipun bukti

yang meyakinkan kurang,f aktor makanan dan paparan toksin telah dilaporkan ikut berkontribusi

juga. Mekanisme ini tidak saling berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari berbagai

faktor.3,4

a. Virus : infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia

b. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock protein sehingga

menyebabkan pelepasan sitokin

c. Defek pada oligodendroglia

d. Genetika : penurunan kontrol respon immun

e. Lain-lain : toksin, endokrin, stress

PATOFISIOLOGI

Secara umum hipotesis yang sering digunakan dalam menggambarkan teori terjadinya MS

yaitu “the inside-out model” dan “the outside-in model”. The outside-in model merujuk pada

demielinasi yang disebabkan karena kehilangan akson dan degenerasi sistem saraf, sementara the

inside-out model menjelaskan bahwa terjadinya kerusakan neuron dan akson disebabkan karena

adanya demielinasi dari sistem saraf .5

Sistem imun berperan penting dalam patofisiologi terjadinya Multiple Sclerosis (MS).

Beberapa sel dalam sistem imun yang terlibat dalam proses terjadinya MS antara lain sel

dendritik, NK cell (Natural Killer cell), Sel B, dan makrofag. Sel dendritik merupakan APC

(antigen prresenting cell) memiliki peran penting dalam memediasi respon imun.Sel dendritik

dapat menyediakan sinyal transduksi untuk sel T belum aktif untuk berdiferensiasi menjadi sel T

reaktif terhadap myelin (myelin-reactive T-cell). Kemudian sel T reaktif ini menjadi pencetus

terjadinya reaksi autoimun yang menyebabkan demielinasi sistem saraf pusat.5

6

Page 7: MS MMD Tuggas Neuro

Gambar 1. Peran Sel Dendritik (DC) dalam patogenesis Multiple Sclerosis (MS).6

KLASIFIKASI MULTIPLE SCLEROSIS

Berdasarkan perbedaan klinis dan gejala, terdapat beberapa tipe MS :

1. Relapsing-remitting MS. Banyak kasus umumnya berawal dari bentuk MS yang gejalanya

bersifat hilang timbul terutama pada dewasa muda. Merupakan perjalanan klinis yang

klasik dari multipel sklerosis dimana terdapat fase relaps dan remisi. Gejala hanya

memburuk ketika adanya serangan meskipun dapat berkembang menjadi secondary

progressive multiple sclerosis.7

2. Chronic progressive MS. Gejala secara bertahap memburuk setelah episode serangan

pertama dan terus terjadi peningkatan kecacatan tanpa diselingi fase remisi sama sekali.

Sering melibatkan penurunan gerakan motorik tubuh, atau kinerja sensorik (terutama

penglihatan).7

3. Benign MS. Gejala yang relatif kecil, perkembangan sangat lambat sehingga hampir tak

terlihat secara klinis, atau ada sedikit serangan selama masa waktu yang panjang biasanya

15 tahun setelah diagnosis. Ada bukti yang menyebutkan bahwa perjalanan MS mungkin

awalnya jinak. Namun, bukti dari penelitian jangka panjang menyebutkan kasus benign MS

akhirnya mengakibatkan gejala dan kecacatan yang signifikan, meskipun ini mungkin tidak

terjadi selama 20 atau30 tahun setelah diagnosis.7

4. Secondary progressive MS. Relapsing-remitting MS dapat berubah menjadi bentuk

secondary progressiveMS dimana mulai terjadi penurunan yang relatif stabil namun

frekuensi remisi cukup jarang.7

7

Page 8: MS MMD Tuggas Neuro

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang terkena. Terdapat beberapa

gejala dan tanda yang timbul pada MS:8,9

Disfungsi usus dan saluran kencing

Menurunnya persepsinyeri, getaran, dan posisi

Kelelahan dan gangguan mobilitas

Depresi dan gangguan kognitif atau memori

Masalah penglihatandan pendengaran

Tremor, hiperefleksia, spastisitas, dan tanda babinsky yang positif

Nistagmus, gangguan koordinasi dan keseimbangan

Gejala neurologis yang sering timbul pertama kali pada multipel sklerosis adalah neuritis

optika pada 14-23 % pasien dan lebih dari 50% pasien pernah mengalaminya. Gejala yang

dialami adalah penglihatan kabur, pada orang kulit putih biasanya mengenai satu mata,

sedangkan pada orang asia lebih sering pada kedua mata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

refleks pupil yang menurun, penurunan visus, gangguan persepsi warna dan skotoma sentral.

Funduskopi pada fase akut menunjukkan papil yang hiperemis tetapi dapat normal pada neuritis

optika posterior / retrobulbar. Sedangkan pada fase kronis dapat terlihat atrofi papil. Selain itu

pada neuritis optika umumnya pasien mengeluh nyeri pada orbita yang dapat timbul spontan

terus-menerus atau pada pergerakan bola mata.Selain itu terdapat suatu fenomena yang unik

yang disebut fenomena Uhthofff dimana gejala penurunan visus (bersifat temporal) dieksaserbasi

oleh suhu panas atau latihan fisik. Diplopia juga dapat muncul pada MS meskipun lebih jarang

dibandingkan neuritis optika.8

Gangguan sensorik merupakan manifestasi klinis awal yang juga sering dialami oleh 21-

55% pasien MS. Umumnya gejala yang timbul berupa rasa baal (hipestesi), kesemutan

(parestesi), rasa terbakar (disestesi) maupun hiperestesi. Kelainan tersebut dapat timbul pada satu

ekstremitas atau lebih, dan pada tubuh atau wajah. Selain itu proprioseptif, rasa vibrasi, dan

diskriminasi dua titik juga dapat terganggu sehingga menimbulkan kesulitan menulis, mengetik

atau mengancing baju. Gejala proprioseptif ini umumnya timbul bilateral dan bila terdapat lesi di

daerah lemniskus gangguan proprioseptif tersebut hanya mengenai lengan yang dinamakan

useless hand syndrome. Gejala tersebut umumnya mengalami remisi dalam beberapa bulan.

Tanda yang sering terjadi pada penderita MS meskipun tidak karakteristik adalah tanda

8

Page 9: MS MMD Tuggas Neuro

Lhermitte; bila kepala difleksikan secara pasif, timbul parestesi sepanjang bahu, punggung dan

lengan. Hal ini mungkin disebabkan akson yang mengalami demyelinisasi sensitivitasnya

meningkat terhadap tekanan ke spinal yang diakibatkan fleksi kepala.8

Gangguan serebelum juga sering terjadi pada MS meskipun jarang menjadi gejala utama.

Manifestasi klinisnya ataksia serebelaris, baik yang mengenai gerakan motorik halus (dismetria,

disdiadokokinesia, intention tremor), gait, maupun artikulasi (scanning speech, disartria). Selain

itu dapat timbul pula nistagmus, terutama yang horizontal bidireksional dan vertikal.9

Hemiparesis yang diakibatkan lesi kortikospinal dapat terjadi pada MS meski

frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula spinalis dapat menyebabkan sindroma

Brown-Sequard atau mielitis transversa yang mengakibatkan paraplegi (umumnya tidak

simetris), level sensorik dan gangguan miksi-defekasi. Refleks patologis dan/atau hiperrefleksia

bilateral dengan atau tanpa kelemahan motorik merupakan manifestasi yang lebih sering dan

merupakan tanda lesi kortikospinal bilateral. Yang karakteristik, meskipun kelemahan hanya

pada satu sisi, refleks patologis selalu bilateral. Spastisitas dapat menyebabkan gejala kram otot

pada pasien MS. Kelelahan/fatigue merupakan gejala non spesifik pada MS dan terjadi pada

hampir 90% pasien MS. Kelelahan dapat merupakan kelelahan fisik pada waktu exercise

berlebihan ataupun pada temperatur panas maupun kelelahan / kelambatan mental.9

Gangguan memori dapat terjadi pada pasien MS. Menurut penelitian Thornton dkk

memori jangka pendek, working memori dan memori jangka panjang umumnya terganggu pada

pasien MS (13). Selain itu juga didapatkan gangguan atensi. Gangguan emosi berupa iritabilitas

dan afek pseudobulbar berupa forced laughing atau forced crying umum terjadi pada pasien MS

disebabkan lesi hemisfer bilateral.9

Gejala lainnya yang lebih jarang meliputi neuralgia trigeminal (bilateral), gangguan lain

pada batang otak berupa paresis n. facialis perifer (bilateral), gangguan pendengaran, tinitus,

vertigo, dan sangat jarang terjadi penurunan kesadaran (stupor dan koma).9

DIAGNOSIS MULTIPLE SCLEROSIS

Kriteria diagnostik yang umum dipakai adalah kriteria McDonald yang merupakan

kriteria MS dengan konsep asli tahun 2001 dan revisi terakhir tahun 2010. Kriteria McDonald

menekankan adanya pemisahan menurut waktu/disseminated in time (dua serangan atau lebih)

dan pemisahan oleh ruang/disseminated in space (dua atau lebih diagnosa topis yang berbeda).

Seseorang dinyatakan definite menderita MS bila terjadi pemisahan waktu dan ruang yang

9

Page 10: MS MMD Tuggas Neuro

dibuktikan secara klinis atau bila bukti secara klinis tidak lengkap tetapi didukung oleh

pemeriksaan penunjang (MRI, LCS atau VEP).8,9

Tabel 2.1. Kriteria McDonald10

Attacks Clinical

lesion

Requirements for diagnosis MS

2 or more 2 or

more

None

2 or more 1 lesion Dissemination in space (DIS), demonstrated by: MRI

(CSF (+) or further clinical attack)

New criteria: DIS demonstrated by the presence of 1 or more 2

lesions in at least 2 of 4 of area CNS: Periventricular,

Juxtacortical, Infratentorial, or Spinal Cord.

1 attack 2 lesion Dissemination in time (DIT), demonstrated by: MRI or second

clinical attack

New criteria: No longer a need to have separate MRIs run; DIT

demonstrated by: Simultaneous presence of asymptomatic

gadolinium-enhancing and nonenhancing lesions at any time; or

A new T2 and/or gadolinium-enhancing lesion(s) on follow-up

MRI, irrespective of its timing with reference to a baseline scan;

or Await a second clinical attack. [This allows for quicker

diagnosis without sacrificing specificity, while improving

sensitivity.]

1 attack 1 lesion New criteria: DIS and DIT, demonstrated by:

For DIS: 1 or more T2 lesion in at least 2 of 4 MS-typical

regions of the CNS (periventricular, juxtacortical, infratentorial,

or spinal cord); or Await a second clinical attack implicating a

different CNS site; and For DIT: Simultaneous presence of

asymptomatic gadolinium-enhancing and nonenhancing lesions

at any time; or A new T2 and/or gadolinium-enhancing lesion(s)

on follow-up MRI, irrespective of its timing with reference to a

baseline scan; or Await a second clinical attack.

10

Page 11: MS MMD Tuggas Neuro

0 attack

Insidious neurological

progression

suggestive of MS

New criteria: One year of disease progression (retrospectively or

prospectively determined) and two or three of the following:

1. Evidence for DIS in the brain based on 1 or more T2 lesions

in the MS-characteristic (periventricular, juxtacortical, or

infratentorial) regions

2. Evidence for DIS in the spinal cord based on 2 or more T2

lesions in the cord

3. Positive CSF (isoelectric focusing evidence of oligoclonal

bands and/or elevated IgG index)

Pemisahan secara waktu maksudnya adalah terjadinya dua serangan atau lebih dimana

jarak antara dua serangan minimal 30 hari dan satu episode serangan minimal berlangsung 24

jam. Sedangkan pemisahan oleh ruang adalah terdapatnya dua atau lebih gejala neurologis

obyektif yang mencerminkan dua lesi yang diagnosis topisnya berbeda.10

Kriteria definite (disseminated in space) MRI harus meliputi 3 dari 4 kriteria:

1. Adanya 1 lesi yang besar atau minimal 9 lesi yang kecil

2. Minimal 1 lesi infratentorial

3. Minimal 1 lesi juxtakortikal

4. Minimal 3 lesi periventrikel.

Selain itu pada MRI dapat terlihat gambaran atrofi korteks yang didahului oleh

pembesaran ventrikel.10

11

Page 12: MS MMD Tuggas Neuro

Gambar 2.2. MRI Otak Wanita 25 Tahun dengan Relapsing-Remitting MS.11

Pemeriksaan oligoclonal band dari cairan serebrospinalis / LCS sangat membantu

diagnosis MS. Sensitifitas pemeriksaan ini dikatakan dapat mencapai 95% dan bila terdapat

peningkatan oligoclonal band pada LCS maka hanya dibutuhkan 2 lesi pada MRI untuk

memenuhi kriteria disseminated in space.10,11

Pemeriksaan VEP (visual evoked potential) merupakan pemeriksaan penunjang yang

cukup sensitif (dibandingkan pemeriksaan evoked potential lain) untuk MS dimana terjadi

pemanjangan latensi VEP yang disebabkan adanya demyelinisasi pada nervus optikus. VEP

secara dini dapat mendeteksi kelainan meskipun pada pasien MS yang secara klinis belum

terdapat gejala klinis neuritis optika.10,11

PENATALAKSANAAN MULTIPLE SCLEROSIS

Managemen dan tatalaksana multiple sklerosis mengikuti Clinical Guideline 8 Multiple

Sclerosis National Institute for Clinical Excellence tahun 2003. Pola klasifikasi menggunakan

tingkatan rekomendasi (A, B, C, D, DS, HSC).12

Tabel 2.2. Tingkatan rekomendasi.12

Grade Keterangan

A Kategori I

B Kategori II atau dengan penambahan kategori I

C Kategori III atau dengan penambahan kategori I atau II

D Kategori IV atau dengan penambahan kategori I, II atau III

DS Berdasarkan bukti diagnostic

HSC Berdasarkan pelayanan kesehatan 2002/2004

Kondisi Grade

Setiap yang mengalamiepisode akut(termasukneuritis optik) menyebabkan

distresatauketerbatasan fisik harus diberikan kortikosteroid dosis tinggi. Hal

ini sebaiknya dilakukansesegera mungkinsetelah muncul relaps :

intravenametilprednisolon, 500 mg-1g sehari, selama 3- 5 hari

atau

dosis tinggimetilprednisolon oral 500 mg-2 g sehari, selama 3 - 5

hari.

A

Pasien harus diberi penjelasan tentang risiko dan keuntungan penggunaan D

12

Page 13: MS MMD Tuggas Neuro

kortikosteroid.

Frekuensi penggunaan kortikosteroid lebih dari 3 minggu dan lebih dari 3

kali setahun harus dihindariD

Penggunaan obat lain pada terapi akut saat relaps sebaiknya tidak digunakan

kecuali ada protokol lainD

Penderita MSharus disarankan mengkonsumsiasamlinoleat17-23g/hariagar

mengurangiperkembangan kecacatan.Sumber makanan kaya

akanasamlinoleattermasukbunga matahari,jagung,kedelai dan

minyaksafflower.

A

Tatalaksanaberikuttidak boleh dilakukankecuali dalam

keadaan khusus:

setelahdiskusi lengkapdan melalui pertimbangansemua risiko

denganevaluasi, sebaiknya denganstudiprospektif lain

dilakuakan oleh seorang pakardalam penggunaanobat-obat dibawah

inidenganpemantauan ketatuntukefek samping. Pengobatan:

azathioprine

mitoxantrone

intravenaimunoglobulin

plasma exchange

intermiten(4-bulan) pendek(1-9hari) program

metilprednisolon dosis tinggi.

D

A

Tatalaksanaberikuttidak boleh digunakankarenabukti penelitiantidak

menunjukkanefek menguntungkan pada:

siklofosfamid

anti-virus (misalnya, asiklovir, tuberkulin)

cladribine

pengobatan jangka panjangdengan kortikosteroid

hiperbarikoksigen

linomide

iradiasi seluruh tubuh

A

13

Page 14: MS MMD Tuggas Neuro

basicproteinmyelin(tipeapapun).

Terapi simptomatik

Selain primary care, terapi simptomatik juga harus dipertimbangkan diantaranya adalah :

1. Spasticity, spastisitas ringan dapat dikurangi dengan peregangan dan program exercise

seperti yoga, terapi fisik, atau terapi lainnya. Medikasi diberikan ketika ada kekakuan,

spasme, atau klonus saat beraktivitas atau kondisi tidur. Baclofen, tizanidine, gabapentin,

dan benzodiazepine efektif sebagai agen antispastik.3,4

2. Paroxysmal disorder. Pada berbagai kasus, penggunaan carbamazepin memberikan respon

yang baik pada spasme distonik. Nyeri paroxysmal dapat diberikan antikonvulsan atau

amitriptilin.3,4

3. Bladder dysfunction. Urinalisis dan kultur harus dipertimbangkan dan pemberian terapi

infeksi jika dibutuhkan. Langkah pertama yang dilakukan ada mendeteksi problem apakah

kegagalan dalam mengosongkan bladder atau menyimpan urin. Obat antikolinergik

Oxybutinin dan Tolterodine efektif untuk kegagalan dalam menyimpan urin diluar adanya

infeksi.3,4

4. Bowel symptom. Konstipasi merupakan masalah umum pada pasien MS dan harus diterapi

sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi. Inkontinensia fekal cukup jarang. Namun

bila ada, penambahan serat dapat memperkeras tinja sehingga dapat membantu spingter

yang inkompeten dalam menahan pergerakan usus. Penggunaan antikolinergik atau antidiare

cukup efektif pada inkontinensia dan diare yang terjadi bersamaan.3,4

5. Sexual symptom. Masalah seksual yang muncul antara lain penurunan libido, gangguan

disfungsi ereksi, penurunan lubrikan, peningkatan spastisitas, rasa sensasi panas dapat

terjadi. Pada beberapa pasien MS, gangguan disfungsi ereksi dapat diatasi dengan sildenafil.

6. Neurobehavior manifestation. Depresi terjadi lebih dari separuh dari pasien dengan MS.

Pasien dengan depresi ringan dan transien dapat dilakukan terapi suportif. Pasien dengan

depresi berat sebaiknya diberikan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) yang

memiliki efek sedative yang lebih kecil disbanding antidepresan lain. Amitriptilin dapat

digunakan bagi pasien yang memiliki kesulitan tidur atau memiliki sakit kepala.3,4

7. Fatigue. Kelelahan dapat diatasi dengan istirahat cukup atau penggunaan medikasi.

Amantadine 100 mg dua kali perhari cukup efektif. Modafinil, obat narcolepsy yang bekerja

sebagai stimulant SSP telah ditemukan memiliki efek yang bagus pada pasien MS. Obat

14

Page 15: MS MMD Tuggas Neuro

diberikan dengan dosis 200 mg satu kali sehari pada pagi hari. SSRIs juga dapat

menghilangkan kelelahan pada pasien MS. Amantadine memiliki efek anti influenza A dan

baik diberikan pada Oktober hingga Maret.3,4

Terapi relaps

1. AdrenalKortikosteroid. Kortikosteroidmerupakan terapi andalandalam mengurangi gejala-

gejala MSrelapsakut.Agen inibekerja melaluiefekimunomodulatordan antiinflamasi,

pemulihanblood brain barier, dan pengurangiedema.kortikosteroidjuga dapat

meningkatkankonduksiaksonal.Terapi kortikosteroidmemperpendekdurasirelapsakutdan

mempercepatpemulihan.Namun, kortikosteroid belum bisa meningkatkanpemulihan secara

keseluruhan MS.6

Jika seorang pasienmenjadi cacat setalah mendapat serangan akut,dokter

harusmempertimbangkan pengobatandengan intravena metilprednisolon selama tiga

hinggalima hari(atau kortikosteroid yang setara)dalam dosis1gdiberikan secara

intravenadalam 100 mLnormal salin selama 60menitsekali seharidi pagi hari.6

2. Perawatanlainnya. Pada pasiendengan MS, fisoterapi harus selalu dilakukanuntuk

meningkatkanfungsi dan kualitashidup dari ketergantungan obattherapy.Perawatan

pendukungberupakonseling, terapi okupasi, saran dari sosial,masukan dariperawat,dan

partisipasi dalam patient support group merupakan bagian dariperawatan kesehatandengan

pendekatan timdalampengelolaanMS. Pasien dengan MS sering tergoda untuk mencoba

terapi alternatif seperti diet khusus, vitamin, sengatan lebah, atau akupunktur. Meskipun

bukti definitif efektivitas perawatan ini kurang.5,7

Disease-Modifying Therapies

Terapi yang diberikan hanya meminimalkan timbulnya serangan, mengurangi efek serangan,

dan memperpanjang masa remisi. Disease-modifying therapies untuk pengelolaan awal MS saat

ini yang tersedia di Amerika Serikat: intramuskular interferon beta-1a (Avonex), subkutan

interferonbeta-1a (Rebif), interferon beta-1b (Betaseron), dan glatiramer asetat (Copaxone).

Agen kelima, mitoxantrone(Novantrone), telah disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk pengobatan relapsing–remitting MS dan sekunder progresif MS yang memburuk.15

1. Interferon beta. Interferon beta merupakan sitokin alami yang berfungsi sebagai

imunomodulasi dan memilikiaktivitas antivirus. Tiga interferon beta disetujui FDA yang

digunakan untuk MS telah terbukti mengurangi kekambuhan sekitar sepertiga dan

15

Page 16: MS MMD Tuggas Neuro

direkomendasikan sebagai terapi lini pertama atau untuk pasien yang intoleran dengan

glatiramer padarelapsing-remitting MS. Pada studi randomized double blind placebo control

trial, penggunaan interferon beta dapatmengurangi 50 sampai 80 persen lesi inflamasi yang

divisualisasikan pada MRI otak. Ada juga bukti bahwa obat ini meningkatkan kualitas hidup

dan fungsi kognitif.

Influenza-like symptom seperti demam, menggigil, malaise,nyeri otot, dan kelelahan, terjadi

pada sekitar 60 persen pasien yang diobati dengan interferon beta-1a atau interferon beta-1b.

Gejala ini biasanya menghilang dengan terapi lanjutan dan premedikasi dengan obat anti-

inflamasi non-steroid. Untuk mengurangi gejala dapat dilakukan dengan pengaturan dosis

titrasi pada waktu inisial terapi interferon beta.

Efek samping lain dari interferon beta termasuk reaksi alergi pada tempat injeksi, depresi,

anemia ringan, trombositopenia, dan meningkatnya kadar transaminase. Efek samping ini

biasanya tidak berat dan jarang menyebabkan penghentian pengobatan.

2. Glatiramer. Obat ini merupakan campuran polipeptida yang pada awalnya dirancang untuk

meyerupai dan bersaing dengan protein dasar myelin. Glatiramer dalam dosis 20 mg

subkutan sekali sehari telah terbukti mengurangi frekuensi kambuh MS sekitar sepertiga.

Obat ini juga direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama pada pasien dengan

Relapsing-Remitting MS dan bagi pasien yang tidak dapat mentoler interferon beta. Hasil

terapi glatiramer mampu mengurangi sepertiga proses inflamasiyang terlihat pada MRI.

Glatiramer umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan influenza-

likesymptoms. Reaksi post injeksi termasuk peradangan lokal dan reaksi yang tidak umum

seperti flushing, sesak dada dengan jantung berdebar, gelisah, atau dispnea dapat sembuh

spontan tanpa gejala sisa. Pemantauan rutin laboratorium tidak diperlukan pada pasien yang

diobati dengan glatiramer, dan kemampuan antibodi dalam mengikat antigen juga tidak

terganggu.

3. Mitoxantrone. Sebuah studi klinis menemukan bahwa mitoxantrone, sebuah agenan

tineoplastikanthracenedione, dapat mengurangi jumlah relaps MS sebesar 67 persen dan

memperlambat perkembangan. Mitoxantrone dianjurkan untuk digunakan pada pasien

dengan bentuk Progressive MS.

Efek samping akut mitoxantrone termasuk mual dan alopecia. Karena juga adanya

cardiotoxicity kumulatif, obat dapat digunakan hanya untuk dua sampai tiga tahun (atau

16

Page 17: MS MMD Tuggas Neuro

untuk dosis kumulatif 120-140mg perm2). Mitoxantrone adalah agen kemoterapi yang harus

diresepkan dan dikelola oleh para perawat kesehatan profesional yang berpengalaman.

KOMPLIKASI11

1. Depresi

2. Kesulitan dalam menelan

3. Kesulitan berppikir dan berkonsentrasi

4. Hilang dan menurunnya kemampuan merawat diri sendiri

5. Membutuhkan kateter

6. Osteoporosis

7. Infeksi saluran kemih

PROGNOSIS

Jika tidak diobati, lebih dari 30% pasien dengan MS akan memiliki cacat fisik yang

signifikan dalam waktu 20-25 tahun setelah onset. Kurang dari 5-10% dari pasien memiliki

fenotipe MS klinis ringan, di mana tidak ada cacat fisik yang signifikan terakumulasi

meskipun berlalu beberapa dekade setelah onset (kadang-kadang terlepas dari lesi baru yang

terlihat pada MRI). Pemeriksaan rinci dalam banyak kasus, mengungkapkan beberapa tingkat

kerusakan kognitif.17

Pasien laki-laki dengan MS progresif primer memiliki prognosis terburuk, dengan

respon yang kurang menguntungkan untuk pengobatan dan cepat menimbulkan kecacatan.

Insiden yang lebih tinggi dari lesi sumsum tulang belakang di MS progresif primer juga

merupakan faktor dalam perkembangan pesat dari kecacatan.10,12

Harapan hidup dipersingkat hanya sedikit pada orang dengan MS, dan tingkat

kelangsungan hidup terkait dengan kecacatan. Kematian biasanya terjadi akibat komplikasi

sekunder (50-66%), seperti penyebab paru atau ginjal, tetapi juga dapat disebabkan oleh

komplikasi utama, bunuh diri, dan menyebabkan tidak berhubungan dengan MS. Marburg

varian dari MS adalah bentuk akut dan klinis fulminan penyakit yang dapat menyebabkan

koma atau kematian dalam beberapa hari.11

KESIMPULAN

Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit sistem saraf pusat kronis yang ditandai dengan

kehilangan selubung mielin dan akson. MS biasanya menyerang dewasa muda dan dapat

17

Page 18: MS MMD Tuggas Neuro

berkaitan dengan resiko osteoporosis dan penurunan masa tulang.Saat ini belum ada obat yang

dapat mencegah timbul dan menyembuhkan MS. Terapi yang diberikan hanya meminimalkan

timbulnya serangan, mengurangi efek serangan, dan memperpanjang masa remisi. Salah satu

alasan mengapa MS sulit disembuhkan adalah sekali sistem saraf pusat (SSP) rusak maka

perbaikan neuron yang telah rusak akan sulit.12

18

Page 19: MS MMD Tuggas Neuro

DAFTAR PUSTAKA

1. Ajami, S., Ahmadi, G., & Etemadifar, M. (2014). The role of information system in

multiple sclerosis management. Journal of Research in Medical Sciences : The

Official Journal of Isfahan University of Medical Sciences, 19(12), 1175–1184

2. Bomprezzi, R. (2015). Dimethyl fumarate in the treatment of relapsing–remitting

multiple sclerosis: an overview. Therapeutic Advances in Neurological Disorders,

8(1), 20–30. doi:10.1177/1756285614564152

3. Razavi, S., Nazem, G., Mardani, M., Esfandiari, E., Salehi, H., & Esfahani, S. H. Z.

(2015). Neurotrophic factors and their effects in the treatment of multiple

sclerosis. Advanced Biomedical Research, 4, 53. doi:10.4103/2277-9175.151570

4. Fisher, Naomi D. L., Williams, Gordon H. Hypertensive Vascular Disease.

Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. McGraw Hill. USA.2005.

5. Munger.K, Levin L, Holis B, Howard M, Ascherio A. Serum 25-Hidroksivitamin D

Levels and Risk of Multiple Sclerosis. Report: JAMA 2006:296:2832-2838

6. Simon R. Motor Deficit. Clinical Neurology.7 th. McGraw Hill. USA.2009.

7. Malan LK, Stump SE. Krause’s. Food, Nutrition, and Diet Theraphy. 11 thEdition.

Saunders. USA. 2004:1109-1111

8. Kira. J, Tobimatsu S, Gotto I. Vitamin B 12 Metabolisme and Massive Dose Methyl

Vitamin B12 Therapy in Japanese Patients ith Multiple Sclerosis. Report :Internal

Medicine 1994:33:82-86

9. About MS. 2012. Bayer Health Care Pharmaceuticals. Available from:

http://www.multiplesclerosis.com/global/about_ms.php was accessed on

November02sd,2015.

10. Multiple sclerosis. 2012. Medscape References. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1146199-overview was accessed on November

02sd, 2015.

11. McDonald Criteria. 2011. Wikipedia. Available from:

http://en.wikipedia.org/wiki/McDonald_criteria was accessed on November02sd, 2015.

12. Multiple Sclerosis. Pubmed Health Medicine. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001747/ was accessed on

Novemberr 02sd, 2015.

19