mpt 3.1 ppt

42

Upload: ayu-retno

Post on 11-Dec-2015

254 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ppt

TRANSCRIPT

Page 1: MPT 3.1 PPT
Page 2: MPT 3.1 PPT

Kelompok A-17

Ketua : AyuRetnoBashirah (1102014053)

Sekretaris : Laura Rahardini (1102014147)

Anggota :

1. Asep Zainudin Sahir (1102014042)

2. Adinda Nuraini Putri (1102010006)

3. Azura Syahadati (1102014056)

4. Chrysza Ayu Agustine (1102014062)

5. Dara Dika Wati (1102014065)

6. Dayu Dwi Deria (1102014066)

7. Ivan Prayoga W (1102014135)

8. Maltari (1102011152)

Page 3: MPT 3.1 PPT

SKENARIO 3RONA MERAH DI PIPI

Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam yang hulang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual, tidak nafsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persendian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malar rash. Pemeriksaan fisik lain tidak didaptakan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Erimatosus.

Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan marker autoimun (autoantibody misalnya anti ds-DNA). Dokter menyarankan untuk dirawar dan dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapu penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.Cat : ds-DNA = double-stranded DNA  

Page 4: MPT 3.1 PPT

I. Kata Sulit

1. Malar rash Ruam merah berbintik seperti kupu – kupu yang melintas diatas hidung, menyebar ke kedua pipi dan merupakan gejala khas penyakit SLE

2. Subfebris Suhu hangat 37,5oC– 38oC

3. Marker autoimun Penanda adanya autoantibodi

4. Anti ds-DNA Untuk mengetahui ada atau tidaknya autoantibodi Ig G

5. SLE ( ) Penyakit rematik autoimun yang ditandaai dengan adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi sistem organ seluruh tubuh

6. Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah atau komponen – komponennya

7. Autoantibodi Antibody yang menyerang dirinya sendiri

8. Follow up Penindaklajutan perjalanan penyakit

Page 5: MPT 3.1 PPT

I. Rumusan Masalah

1. Mengapa pipi merah jika terkena sinar matahari ? 2. Mengapa demam terjadi sejak 6 bulan yang lalu ? 3. Kenapa pasien mengalami suhu subfebris, konjungtiva pucat dan sariawan

mulut ? 4. Kenapa penanganan membutuhkan waktu seumur hidup ? 5. Kenapa dokter menyarankan pemeriksaan hematologi, urin, dan marker

autoimun ? 6. Apa faktor penyebab SLE ? 7. Apa yang menyebabkan nyeri di persendian dan rambut rontok ? 8. Apa hasil pemeriksaan laboratorium hematologi, urin , dan autoimun pada

pasien lupus ? 9. Apakah penanda lain selain ds-DNA ? 10. Mengapa malar rash bisa terjadi ? 11. Apakah penanganan SLE ? 12. Siapa saja yang rentan terkena SLE dan mengapa ? 13. Kenapa demam hilang timbul ? 14. Mengapa bisa terjadi autoantibodi ? 15. Apa fungsi dokter menyarankan pasien untuk bersabar ? 16. Pandangan Islam apabila terkena cobaan ? 17. Apakah pasien SLE bisa sembuh ?

Page 6: MPT 3.1 PPT

I. Analisis Masalah

1. Pasien SLE memiliki mekanisme fotohipersensitivitas yang rentan terhadap sinar matahari

2. Karena terkena pemicu sejak 6 bulan yang lalu yang menyebabkan inflamasi, demam pada penyakit SLE tidak disertai dengan menggigil

3. - Demam : hipotalamus terangsang Interleukin dan TNF - Konjungtiva pucat : antibody menyerang sel darah dan kemudian hancur

dan terjadi kekurangan sel darah. 4. Karena penyakit lupus menyerang sistemik kemudian akan menyerang organ 5. Untuk menegakkan diagnosis 6. Faktor pencetus:

Hormon Sinar ultraviolet Lingkungan Obat Stress

Faktor penyebab : Genetic Kelainan sistem imun

Page 7: MPT 3.1 PPT

7.Nyeri pada persendian akibat penumpukan sel T helper yang berlebihan dikarenakan penurunan jumlah sel T suppressor dan penumpukan tersebut dapat menyebabkan kerusakan organ. Rambut rontok disebabkan karena autoantibodi menyerang kulit , folikel rambut dan tempat akar rambutrusak.

8.Pada pemeriksaan hematologi ditemukan :a.Leukopeniab.Trombositopenia c.Limfopenia

Pada pemeriksaan urin ditemukan:a.Proteinuria yang bila kronis dapat menyebabkan nefritis

Pada pemeriksaan autoimun :a.Ds-DNA : titer diatas normalb.Anti smith : +c.Antibodi fosfolipid : +d.Kadar IgG dan IgM : abnormal

9.Ada, pemeriksaan ANA (Anti Nuclear Antibody) yang hasilnya positif10.Antibodi yang menyerang sel dan jaringannya sendiri menyebabkan inflamasi yang disertai dengan vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan bengkak dan kemerahan. Kemerahan terjadi biasanya di jaringan ikat longgar.

11.Penanganan dapat diberikan untuk mencegah penyakit agar tidak parah. Obat yang dapat diberikan :

a.Kortikosteroid, untuk menekan sistem imun dan mengatasi inflamasi dan nyeri. Prednison adalah contoh yang paling sering digunakan.

Page 8: MPT 3.1 PPT

b.Immunosupresif, untuk menekan sistem imun dan diberikan apabila sudah kronikc.OAINS, obat anti inflamasi non steroid untuk kondisi ringanPencegahan dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi obat metildopa dan klopmazin

12.SLE terjadi pada orang berusia produktif (20-40 tahun), wanita, dan berkulit putih. Sering terjadi pada wanita karena pengaruh hormon estrogen.

13.Bukti respon tubuh terhadap inflamasi

14.Autoantibodi terjadi karena gangguan autoimun yang menghancurkan sel dan jaringan sendiri karena dianggap sebagai autoantigen, kemudian antibody akan membuat autoantibodi untuk merespon autoantigen. Autoantibodi dapat terjadi karena hilangnya toleransi imun karena meningkatnya beban antigen yang menyebabkan merangsang sel T helper yang berlebihan. Hal ini dapat mengganggu supresi sel B dan mengganggu peralihan sel T helper 1 ke sel T helper 2. Hiperaktivitas sel B ini memproduksi autoantibodi yang patogenik.

15.Karena berobat seumur hidup, tidak boleh stress karena dapat menimbulkan relaps.

16.Harus sabar, tawakal, berdoa, dan terus berusaha.

17.Tidak bisa, karena menyerang autoimun. Tetapi bisa dicegah dengan menghindari faktor pencetus agar tidak relaps dan menyerang organ lain.

Page 9: MPT 3.1 PPT

Hipotesis

SLE adalah salah satu penyakit autoimun yang ditandai dengan malar rash, konjungtiva pucat, nyeri sendi, suhu subfebris , rambut rontok , sariawan, dan demam yang hilang timbul. SLE disebabkan oleh autoantibodi terjadi karena gangguan autoimun yang menghancurkan sel dan jaringan sendiri karena dianggap sebagai autoantigen, kemudian antibody akan membuat autoantibodi untuk merespon autoantigen. Autoantibodi dapat terjadi karena hilangnya toleransi imun karena meningkatnya beban antigen yang menyebabkan merangsang sel T helper yang berlebihan. yang dicetuskan oleh hormone, sinar ultraviolet, lingkungan, obat, dan stress. Pemeriksaan SLE dapat dilakukan dengan pemeriksaan hematologi, pemeriksaan urin, pemeriksaan autoimun, dan pemeriksaan ANA. SLE tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dicegah keparahan dan kekambuhannya dengan pemberian kortikosteroid, OAINS, dan immunosupresif dan menghindari faktor pencetus. Pasien harus sabar, tawakal, berdoa, dan terus berusaha selama menjalani pengobatan.

Page 10: MPT 3.1 PPT

Sasaran Belajar

 

LI 1 Memahami dan menjelaskan autoimunitas

LO 1.1 Definisi

LO 1.2 Patofisiologi

LO 1.3 Klasifikasi

LO 1.4 Pemeriksaan

 

LI 2 Memahami dan menjelaskan SLE

LO 2.1 Definisi

LO 2.2 Epidemiologi

LO 2.3 Etiologi

LO 2.4 Patofisiologi

LO 2.5 Manifestasi klinis

LO 2.6 Diagnosis dan diagnosis banding

LO 2.7 Penatalaksanaan dan pencegahan

LO 2.8 Prognosis

LO 2.9 Komplikasi

 

LI 3 Memahami dan menjelaskan pandangan Islam apabila terkena penyakit

Page 11: MPT 3.1 PPT

LI 1 Memahami dan menjelaskan autoimunitas LO 1.1 Definisi

Autoimun adalah suatu keadaan dimana tubuh membuat antibodi melawan selnya sendiri.Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya.Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun.

LO 1.2 Patofisiologi

Faktor Penyebab Penyakit Autoimun

1. GenetikBeberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5.

Page 12: MPT 3.1 PPT

2. Defisiensi komplemen

Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal.Defisiensi komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat.Individu yang mengalami defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus.

3. Hormon

Pada individu normal, testosteron berfungsi mensupresi sistem imuns sedangkan estrogen memperkuat sistem imun.Predominan lupus pada wanita dibandingkan pria memperlihatkan adanya pengaruh hormon seks dalam patogenesis lupus.

Page 13: MPT 3.1 PPT

4. Lingkungan

Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), dan obat-obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun.Mekanismenya dapat melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau II.

Ada empat dasar mekanisme yang menyebabkan kejadian penyakit autoimun:1) Mediasi Antibodi 2) Mediasi Immune Kompleks3) Mediasi Antibodi dan sel T cell 4) Defisiensi Komplemen

Page 14: MPT 3.1 PPT

LO 1.3 Klasifikasi

a. Penyakit autoimun spesifik organPada penyakit autoimun organ spesifik, umumnya

mempengaruhi organ tunggal dan respons autoimun ditujukan langsung pada antigen di dalam organ tersebut. Sebagian besar kelainan spesifik organ melibatkan satu atau beberapa kelenjar endokrin

Sel endokrin berfungsi sebaagai APC bagi protein selnya sendiri yang dikenal oleh sel T dan sel B autoreaktif yang mengakibatkan destruksi sel-sel endokrin secara enzimatik dan oksidatif. Contoh penyakitnya adalah: Tiroiditis Hashimoto, Tiritoksisitas Grave’s dan Sindroma myxedema primer (Tiroiditis atrofik).

Page 15: MPT 3.1 PPT

b. Penyakit autoimun non-spesifik organ

Umumnya terjadi pada beberapa organ dan jaringan di seluruh tubuh. Penyakit autoimun non-spesifik organ mempengaruhi organ multipel dan biasanya berkaitan dengan respons autoimun terhadap molekul yang tersebar di seluruh tubuh, terutama molekul intraseluler yang berperan dalam transkripsi dan translasi kode genetik (DNA dan unsur inti sel lainnya). Contoh: Lupus eritematous sistemik dan artritis reumatoid.

Page 16: MPT 3.1 PPT

Penyakit Organ Antibodi Terhadap

Organ

spesifik

T. hashimoto tiroid tiroglobulin

Grave D. Tiroid TSH recep

Pernisious anemia Del darah merah Intrinsik faktor

IDDM Pankreas Sel beta

Infertilitas laki sperma Sperma

Autoimun Anemia

Hemolitik

Antigen permukaan

sel darah merah

Antigen sel darah

merah

Miestenia gravis Saraf dan sendi Reseptor asetilkolin

Non-organ

spesifik

Virtiligo Kulit

persendian

Melanosit

Rheumatoid arthritis Kulit

Ginjal

sendi

IgG

SLE Sendi

organ

DNA

RNA

nucleiprotein

Scleroderma Kulit persendian Topoisomerase I

Protein Sentromer

Page 17: MPT 3.1 PPT

LO 1.4 PemeriksaanPada gangguan sistemik beberapa tes serologi yang dapat mendeteksi spesifik

autoantibodi dapat digunakan. Gangguan Local paling mudah didiagnosa oleh biopsi spesimen imunofluoresensi . Autoantibodi digunakan untuk mendiagnosa beberapa penyakit autoimun . Tingkat autoantibodi diukur untuk menentukan kemajuan penyakit.

Darah tepi lengkap, LED, urinalisis, sel LE, ANA*, antibodi anti doublestranded-DNA*, antibodi antifosfolipid, antibodi lain (anti-Ro, anti-La, anti-RNP), faktor rheumatoid, titer komplemen C3, C4,dan CH50*, titer IgM ,IgG, dan IgA, uji Coombs, kreatinin, ureum darah*, protein urin >0.5 gram/24 jam (Nefritis)*, dan pencitraan (foto Rontgen toraks*, USG ginjal, MRI kepala).Dalam menegakkan diagnosis tidak semua pemeriksaan laboratorium ini harus ada, tetapi pemeriksaan awal (diberi tanda*) sebaiknya dilakukan.

Page 18: MPT 3.1 PPT

LI 2 Memahami dan menjelaskan SLE

LO 2.1 Definisi

SLE merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi yang berlebih terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Penyakit ini multi sistim dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas. Terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktor yang melibatkan faktor lingkungan (terpapar oleh matahari), genetik (keturunan) dan hormonal (berkaitan dengan hormon testosteron dan LH untuk laki-laki dan estrogen untuk perempuan, dengan penderita lebih banyak pada wanita).

Page 19: MPT 3.1 PPT

LO 2.2 Epidemiologi

Statistik Amerika Serikat Kejadian rata-rata SLE 5 kasus per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan kisaran antara 1,8 dan 7,6 per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Yayasan Lupus Amerika memperkirakan prevalensi menjadi hingga 1,5 juta kasus, yang mungkin mencerminkan terjadinya bentuk ringan dari penyakit ini. Berdasarkan sebuah laporan dari Kelompok Kerja Nasional Arthritis data 2008, terdapat sekitar 250.000 orang Amerika terkena SLE. Frekuensi SLE bervariasi menurut ras dan etnis, tingkat kejadian tinggi dilaporkan pada orang kulit hitam dan Hispanik. Prevalensi SLE adalah sekitar 40 per 100.000 orang kulit putih di Rochester, Minnesota, dan 100 per 100.000 Hispanik di Nogales, Arizona. Insiden SLE pada wanita kulit hitam adalah sekitar 4 kali lebih tinggi dibandingkan wanita kulit putih. SLE juga lebih sering terjadi pada wanita Asia dibandingkan pada wanita kulit putih.

Page 20: MPT 3.1 PPT

Statistik Internasional Di seluruh dunia, prevalensi SLE bervariasi. Tingkat tertinggi prevalensi telah dilaporkan di Italia, Spanyol, Martinique, dan Inggris populasi Afro-Karibia. Meskipun prevalensi SLE tinggi pada orang kulit hitam di Inggris, penyakit ini jarang dilaporkan pada orang kulit hitam di Afrika, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan adanya pemicu lingkungan, serta dasar genetik, untuk penyakit pada populasi di Inggris.

Ras, jenis kelamin, dan demografi yang berkaitan dengan usia Di seluruh dunia, prevalensi SLE tampaknya bervariasi menurut ras. Namun, ada tingkat prevalensi yang berbeda bagi orang-orang dari ras yang sama di berbagai wilayah dunia. Terjadinya kontras dilaporkan antara tingkat rendahnya SLE pada wanita kulit hitam di Afrika dan tingkat tinggi pada wanita kulit hitam di Inggris menunjukkan bahwa ada pengaruh lingkungan. Secara umum, perempuan kulit hitam memiliki tingkat yang lebih tinggi dari SLE dibandingkan wanita dari ras lain , diikuti oleh perempuan Asia dan kemudian perempuan kulit putih.

Page 21: MPT 3.1 PPT

Rasio perempuan dan laki-laki

Lebih dari 90% kasus SLE terjadi pada wanita, sering dimulai pada usia subur. Penggunaan hormon eksogen telah dikaitkan dengan lupus onset dan flare, yang menunjukkan peran faktor hormonal dalam patogenesis penyakit. Risiko pengembangan SLE pada pria adalah sama dengan pada wanita prapubertas atau postmenopause.

Rasio perempuan dan laki-laki yaitu 11:1 selama tahun-tahun subur. Terdapat korelasi antara usia dan kejadian SLE selama tahun puncak produksi hormon seks perempuan. Onset dari SLE biasanya setelah pubertas, biasanya pada usia 20-an dan 30-an, dengan 20% dari semua kasus didiagnosis selama 2 dekade pertama kehidupan.

Page 22: MPT 3.1 PPT

LO 2.3 Etiologi Genetik

Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan epitop-epitop HLA-DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP.

Page 23: MPT 3.1 PPT

Defisiensi komplemen

Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal.Defisiensi komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat.Individu yang mengalami defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus.

Hormon Pada individu normal, testosteron berfungsi mensupresi sistem imuns sedangkan estrogen memperkuat sistem imun.Predominan lupus pada wanita dibandingkan pria memperlihatkan adanya pengaruh hormon seks dalam patogenesis lupus.Pada percobaan di tikus dengan pemberian testosteron mengurangi lupus-like syndrome dan pemberian estrogen memperberat penyakit.

Page 24: MPT 3.1 PPT

Lingkungan Lingkungan Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus,

protozoa), dan obat-obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun. Mekanismenya dapat melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau II.

LO 2.4 Patofisiologi

Pada sistemik lupus eritematosus, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-Supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibodi tambahan, dan siklus tersebut berulang kembali.

Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori.

Page 25: MPT 3.1 PPT

Pada SLE, antibodi yang berbentuk ditunjukkan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non-histon.

Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya reaksi radang.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil. Gejala yang paling sering pada SLE pada sistem muskuloskeletal, berupa arthritis atau artralgia.

Page 26: MPT 3.1 PPT

LO 2.5 Manifestasi klinis

Sistem Klinis Konstitusional Demam, malaise, penurunan berat badan Kulit Ruam kupu-kupu (butterfly rush), lupus discoid, eritema periungual,

fotosensitivitas, alopesia, ulserasi mukosa Musculoskeletal Poliartralgia dan artritis, tenosynovitis, miopati, nekrosis aseptic Vascular Fenomena Raynaud, retikularis livedo, thrombosis, eritomelalgia,

lupus profundus Jantung Pericarditis dan efusi, miokarditis, endocarditis Libma-Sacks Paru Pleuritic, pneumonitis basilar, atelectasis, pendarahan Ganstrointestinal Peritonitis, disfungsi esophagus, colitis Hati, limpa, kelenjar Hepatomegaly, splenomegaly, limfadenopati Neurologi Seizure, psikosis, polineuritis, neuropati perifer Mata Eksudat, papilledema, retinopati Renal Glomerulonefritis, sindrom nefrotik, hipertensi

Page 27: MPT 3.1 PPT

LO 2.6 Diagnosis dan diagnosis bandingNo Kriteria Definisi 1 Bercak malar

(butterfly rash) Eritemia datar atau menimbulkan yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke lipataan nasolabial

2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbulkan dengan adherent keratoric scaling dan follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi pparut atrofi

3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada anamnesis atau pemerikasaan fisik

4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri 5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian

perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkk, dan efusi 6 Serositif a. Pleuritic

Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi pericardial pada pemeriksaan fisik

b. Pericarditis Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat efusi pericardial pada pemeriksaan fisik

7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan

b. Celullar cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau campuran

8 Gangguan saraf Kejang Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolic (uremia, ketoasidosis, atau keseimbangan elektrolit) atau

Psikosis Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolic (uremia ketoasidosis, atau keseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah Anemia hemolitik : dengan retikulositosis Leukopenia : <4000/mm3 pada ≥ 1 pemeriksaan Limfopenia : <1500/mm3 pada ≥ 2 pemeriksaan Trombositopenia : < 100.000/mm3 tanpa adanya

intervensi obat 10 Gangguan

immunologi Terdapat salah satu kelainan

Anti ds-DNA di atas titer normal Anti-Sm(Smith) (+) Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan kadar serum

IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes

standar tes sifilis (+) palsi, paling sedikit selama 6 bulan

dan dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema pallidum atau antibodi treponema

Page 28: MPT 3.1 PPT

b. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang dapat terjadi pada Systemic Lupus Eritematosus:

Artritis rheumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya.

Endokarditis bacterial subakut

Septikimia disebabkan gonokokus/meningokokus yang disertai arthritis dan lesi

kulit.

Reaksi terhadap obat

Limfoma

Leukemia

Trombotik trombositopenik purpura

Sarkoidosis

Lues II

Sepsis bacterial

Page 29: MPT 3.1 PPT

LO 2.7 Penatalaksanaan dan pencegahana. Edukasi

Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan penyakit yang kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang berbagai macam manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila akan hamil maka sebaiknya kehamilan direncanakan saat penyakit sedang remisi, sehingga dapat mengurangi kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita selama hamil.

Page 30: MPT 3.1 PPT

b. Dukungan sosial dan psikologis.

Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer group atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi pasien Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di Jakarta. Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat mengenai lupus. Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial untulk pasienyang kurang mampu dalam pengobatan.

Page 31: MPT 3.1 PPT

c. Istirahat Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang

cukup, selain perlu dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi. d. Tabir surya

Pada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar matahari, sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit sebelum terpapar, diulang tiap 4-6 jam.

a. Monitor ketat Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai

bila terdapat demam yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga perlu pengendalian faktor risiko seperi merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi.

Page 32: MPT 3.1 PPT

Penatalaksanaan secara farmakologis :

a. Siklofosfamid Merupakan obat utama pada gangguan sistem organ yang berat,

terutama nefropati lupus. Pengobatan dengan kortikosterod dan siklofosfamid (bolus iv 0,5-1

gram/m2) lebih efektif dibanding hanya kortikosteroid saja, dalam pencegahan sequel ginjal, mempertahankan fungsi ginjal dan menginduksi remisi ginjal. Manifestasi non renal yang efektif dengan siklofosfamid adalah sitopenia, kelainan sistem saraf pusat, perdarahan paru dan vaskulitis.

Pemberian per oral dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB dapat ditingkatkan sampai 2,5-3 mg/kgBB dengan kondisi neutrofil > 1000/mm3 dan leukosit > 3500/mm3. Monitoring jumlah leukosit dievaluasi tiap 2 minggu dan terapi intravena dengan dosis 0,5-1 gram/m2 setiap 1-3 bulan.

Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, kadang dapat ditemukan rambut rontok namun hilang bila obat dihentikan. Leukopenia dose-dependent biasanya timbul setelah 12 hari pengobatan sehingga diperlukan penyesuaian dosis dengan leukosit

Page 33: MPT 3.1 PPT

b. Mycophenolate mofetil (MMF) MMF merupakan inhibitor reversibel inosine monophosphate

dehydrogenase, yaitu suatu enzim yang penting untuk sintesis purin. MMF akan mencegah proliferasi sel B dan T serta mengurangi ekspresi molekul adhesi.

Efek samping yang terjadi umumnya adalah leukopenia, nausea dan diare. Kombinasi MMF dan Prednison sama efektifnya dengan pemberian siklosfosfamid oral dan prednison yang dilanjutkan dengan azathioprine dan prednisone. MMF diberikan dengan dosis 500-1000 mg dua kali sehari sampai adanya respons terapi dan dosis obat disesuaikan dengan respons tersebut.

c. AzathioprineAzathioprine adalah analog purin yang menghambat sintesis asam

nukleat dan mempengaruhi fungsi imun seluler dan humoral. Pemberian mulai dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari, jika perlu dapat

dinaikkan dengan interval waktu 8-12 minggu menjadi 2,5-3 mg/kgBB/hari dengan syarat jumlah leukosit > 3500/mm3 dan metrofil > 1000. Jika diberikan bersamaan dengan allopurinol maka dosisnya harus dikurangi menjadi 60-75%.

Efek samping yang terjadi lebih kuat dibanding siklofosfamid, yang biasanya terjadi yaitu supresi sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal. Azathioprine juga sering dihubungkan dengan hipersensitifitas dengan manifestasi demam, ruam di kulit dan peningkatan serum transaminase

Page 34: MPT 3.1 PPT

d. Leflunomide (Arava) Leflunomide merupakan suatu inhibitor de novo sintesis pyrimidin

yang disetujui pada pengobatan rheumatoid arthritis. Beberapa penelitian telah melaporkan keuntungan pada pasien SLE yang pada mulanya diberikan karena ketergantungan steroid.Pemberian dimulai dengan loading dosis 100 mg/hari untuk 3 hari kemudian diikuti dengan 20 mg/hari. e. Methotrexate

Methotrexate diberikan dengan dosis 15-20 mg peroral satu kali seminggu, dan terbukti efektif terutama untuk keluhan kulit dan sendi. Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan serum transaminase, gangguan gastrointestinal, infeksi dan oral ulcer, sehingga perlu dimonitor ketat fungsi hati dan ginjal. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan. f. Siklosporin

Pemberian siklosporin dosis 2,5-5 mg/kgBB/hari pada umumnya dapat ditoleransi dan menimbulkan perbaikan yang nyata terhadap proteinuria, sitopenia, parameter imunologi (C3, C4, anti-ds DNA) dan aktifitas penyakit. Jika kreatinin meningkat lebih dari 30% atau timbul hipertensi maka dosisnya harus disesuaikan efek samping yang sering terjadi adalah hipertensi, hiperplasia gusi, hipertrikhosis, dan peningkatan kreatinin serum.

Page 35: MPT 3.1 PPT

Hormon Seks Bromokriptin yang secara selektif menghambat hipofise

anterior untuk mensekresi prolaktin terbukti bermanfaat mengurangi aktifitas penyakit SLE. Dehidroepiandrosteron (DHEA) bermanfaat untuk SLE dengan aktifitas ringan sampai sedang. Danazole (sintetik steroid) dengan dosis 400-1200 mg/hari bermanfaatuntuk mengontrol sitopenia autoimun terutama trombositopeni dan anemia hemolitik.

Kortikosteroid Kortikosteroid efektif untuk menangani berbagai macam

manifestasi klinis SLE. Sediaan topikal atau intralesi digunakan untuk lesi kulit, sediaan intra artikular digunakan untuk artritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk kelainan sistemik. Pemberian per oral dosisnya bervariasi dari 5-30 mg prednison (metilprednisolon) per hari secara tunggal atau dosis terbagi, efektif untuk mengobati keluhan konstitusional, kelainan kulit, arthritis dan serositis.

Kortikosteroid parenteral juga dapat digunakan pada keadaan yang sangat berat, mengancam jiwa, dengan dosis metilprednisolon bolus 1000 mg selama 3 hari berturut-turut.

Page 36: MPT 3.1 PPT

NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug) NSAID digunakan untuk mengatasi keluhan nyeri

muskuloskeletal, pleuritis, perikarditis dan sakit kepala. Efek samping NSAID pada ginjal, hati, sistem saraf pusat harus dibedakan dengan aktifitas lupus yang menghebat.

NSAID juga dapat menyebabkan meningitis aseptik, sakit kepala, psikosis dan gangguan kognitif, meningkatkan serum transaminase secara reversibel. Gangguan gastrointestinal merupakan efek samping paling sering ditimbulkan oleh inhibitor COX non-selektif. Inhibitor COX-2 selektif lebih sedikit efek sampingnya pada gastrointestinal.

Plasmaferesis Dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut

memberikan perbaikan pada trombositopeni, artritis, nefritis, demam, manifestasi kulit dan parameter immunologis. Efek samping yang terjadi adalah demam, mialgia, sakit kepala dan artralgia, serta kadang meningitis aseptik. Kontraindikasi diberikan pada penderita SLE dengan defisiensi IgA.

Page 37: MPT 3.1 PPT

LO 2.8 PrognosisAngka harapan hidup : 5 tahun : 85-88% 10 tahun : 76-87% Penyebab utama kematian pada SLE adalah akibat : Infeksi penyakit Nefritis lupus Konsekuensi gagal ginjal (termasuk terapinya) Penyakit kardiovaskular Lupus sistem saraf pusat

Trombosis arteri mempunyai prognosis buruk. Penyakit ginjal merupakan indikator prognosis yang paling buruk pada SLE, dikarenakan titer antibodi pengikat DNA positif/meningkat, yang berkaitan dengan keterlibatan ginjal, dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.

Page 38: MPT 3.1 PPT

LO 2.9 Komplikasi

Komplikasi LES pada anak meliputi: Hipertensi (41%) Gangguan pertumbuhan (38%) Gangguan paru-paru kronik (31%) Abnormalitas mata (31%) Kerusakan ginjal permanen (25%) Gejala neuropsikiatri (22%) Kerusakan muskuloskeleta (9%) dan

Gangguan fungsi gonad (3%)

Page 39: MPT 3.1 PPT

LI 3 Memahami dan menjelaskan pandangan Islam apabila terkena penyakit

1. SABAR Definisi sabar

Secara etimologi, sabar (ash-shabr) berarti: al-habs atau al-kaff (menahan), Allah berfirman:

ϲ θόϟϭΓΪϐϟΎΑϢϬΑέϥϮϋΪϳϦϳάϟ ϊ ϣϚδϔϧήΒλ ϭ “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari.” (Al-Kahfi: 28) Maksudnya: tahanlah dirimu bersama mereka.

Macam – macam sabar Sabar terdiri dari 3 macam, yaitu:

1. sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah 2. sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat terhadap Allah 3. sabar dalam menerima taqdir yang menyakitkan.

Page 40: MPT 3.1 PPT

Ayat-Ayat Al-Quran Al-Baqarah 152-156

152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Page 41: MPT 3.1 PPT

2. IKHLAS Definisi ikhlas

Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.

Definisi ikhlas menurut istilah syar’i (secara terminologi) Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantara mereka ada yang mendefenisikan bahwa ikhlas adalah “menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah”, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia.

Ayat – ayat Al-Quran tentang ikhlas:

"Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)."(QS. Az-Zumar: 2-3).

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama." (QS. Az-Zumar: 2-3).

Page 42: MPT 3.1 PPT

3. RIDHO Definisi ridho

Ridho ( LًضNِر) berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah.

Macam – macam ridho Menurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ridho terhadap takdir Allah

terbagimenjaditigamacam: 1. Wajib direlakan,yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya.

2. Disunnahkan untuk direlakan,yaitu musibah berupa bencana. Para ulama mengatakan ridho kepada musibah berupa bencana tidak wajib untuk direlakan namun jauh lebih baik untuk direlakan, sesuai dengan tingkan keridhoan seorang hamba.

3. Haram direlakan,yaitu perbuatan maksiat. Sekalipun hal tersebut terjadi atas qodha Allah, namun perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib untuk dihilangkan. Sebagaimana para nabi terdahulu berjuang menghilangkan kemaksiatan dan kemungkaran di muka bumi.