mpph.docx

17
1 PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI MENINGGALKAN ISTRI 2 TAHUN BERTURUT-TURUT TANPA IJIN DAN ALASAN YANG SAH (Studi Putusan Nomor : 10/Pdt.G/2013/PN. Bjn) Proposal Oleh : Rizki Nur Widiantoro E1A113068 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO

Upload: rizkinur61

Post on 08-Jul-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MPPH.docx

1

PERCERAIAN DENGAN ALASAN SUAMI MENINGGALKAN ISTRI 2

TAHUN BERTURUT-TURUT TANPA IJIN DAN ALASAN YANG SAH

(Studi Putusan Nomor : 10/Pdt.G/2013/PN. Bjn)

Proposal

Oleh :

Rizki Nur Widiantoro

E1A113068

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2016

Page 2: MPPH.docx

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu usaha untuk melindungi kelangsungan hidup

rumah tangga yang bahagia, dan tentram itu maka pemerintah tanggal 2

Januari 1974 telah mengeluarkan Undang-undang Perkawinan yaitu Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974, yang pelaksanaannya mulai berlaku efektif

sejak tanggal 1 Oktober 1975 ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 menyebutkan bahwa :

“ Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.”

Atas dasar bunyi Pasal tersebut di atas terkandung makna tujuan

perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal, dapat

diartikan bahwa suatu perkawinan bukan untuk sementara waktu saja tetapi

untuk selamanya, dan tidak boleh di putuskan begitu saja. 1

Keluarga yang bahagia dan kekal sebagaimana dirumuskan dalam

tujuan perkawinan adalah keluarga yang dicita-citakan oleh setiap orang,

namun kadangkala dalam perjalanan hidup seseorang terkadang mengalami

hal-hal yang tidak dibayangkan sebelumnya. Banyak sekali hal-hal yang dapat

menghalangi kebahagian hidup berumah tangga. Misalnya rumah tangga yang

selalu diliputi percekcokan-percekcokan yang tidak ada selesainya. Meskipun

1 K. Wantjik Saleh,. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia,

Jakarta.198, hlm 15

Page 3: MPPH.docx

3

telah diusahakan untuk mendamaikan dengan berbagai cara, ternyata antara

suami istri tidak pernah hidup damai. Dalam keadaan ini ketenangan hidup

rumah tangga terhalang maka dalam kondisi seperti ini dimungkinkan

terhentinya perkawinan (cerai) dengan jalan baik-baik dengan pertimbangan

untuk kebaikan hidup masing-masing.2

Putusnya perkawinan di atas dalam Pasal 38 Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974, ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan putusnya

perkawinan, yaitu karena kematian, perceraian, dan atas keputusan

pengadilan.

Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

butir 4 huruf a, disebutkan bahwa :

“ Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar

masing-masing dapat mengembangkan kepriadiannya, membantu dan

mencapai kesejahteraan spiritual dan material. “

huruf e, menyebutkan bahwa :

“ Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang

bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip

untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan

perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di

depan sidang pengadilan. “

Undang-undang yang menganut prinsip mempersukar terjadinya

perceraian dimaksud agar seseorang yang mengajukan tuntutan/gugatan cerai

benar-benar menggunakan alasan-alasan yang masuk akal dan dapat diterima

serta sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang.

Seperti dalam Putusan Nomor 10/Pdt.G/2013/PN.Bjn, dimana RINI

BAROKAH, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan swasta,

beralamat di desa Bandingan RT 002/002 Kecamatan Sigaluh Kabupaten

2 Ahmad Azhar Basyir, 1980, hlm 63

Page 4: MPPH.docx

4

Banjarnegara selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Menggugat cerai

suaminya PRAYER CHRISTIAN KEMUR, umur 29 tahun, , pekerjaan sopir

dulu, beralamat di desa Sagerat Kecamatan Bitung Barat, Kabupaten Bitung

sekarag tidak diketahui alamatnya dengan jelas tetapi masih di wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia, selanjutnya disebut sebagai Tergugat.

Bahwa Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan di hadapan

Pemuka agama Kristen di Sagerat Kecamatan Bitung Barat Kabupaten

Bitung pada tgl 30 Juni 2007, dan tercatat pada Kantor Kependudukan dan

Pencatatan Sipil kota Bitung, Nomor 402/Btg/P4/2007 tertgl Juli 2007. Satu

minggu setelah menikah mereka merantau ke Jakarta, 4 bulan setelah menikah

Penggugat hamil dan mulai terjadi percecokan karena tergugat tidak pernah

memberi nafkah, akhirnya Penggugat pulang ke rumah orang tuanya di

Banjarnegara, tetapi Tergugat tidak ikut pulang karena kerja di Jakarta. Pada

waktu Penggugat melahirkan seorang anak perempuan yang bernama ALISA

SILVI BERLINA , Tergugat pulang ke Banjarnegara selama 2 hari tetapi juga

tidak memberi uamg kepada Penggugat, kemudin pada waktu anak mereka

berumur 2 bulan Tergugat datang lagi ke Banjarnegara selama 4 hari.

Kemudian sejak tahun 2008 Tergugat tanpa ijin meninggalkan Penggugat

hingga kini kurang lebih sudah 5 tahun. Selama pisah tersebut antara

Penggugat dan Tergugat tidak ada komunikasi dan sudah hidup sendiri-

sendiri. Pada tgl 20 Pebruari 2013 Penggugat dan anaknya berupaya mencari

Terggat ke Jakarta, namun ergugat telah pindah alamat, dan pihak keluarga

Tergugat menyatakan tidak ada yang tahu keberadaan Tergugat. Berdasarkan

fakta-fakta tersebut di atas Penggugat sangat tertekan dan sudah tidak bisa

meneruskan rumah tangga dengan Tergugat, oleh karena itu Penggugat

memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Banjarnegara untuk menerima

gugatan Penggugat dan menetapkan perkawinan antara Penggugat dan

Tergugat putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.

B. Perumusan Masalah

Page 5: MPPH.docx

5

Bagaimanakah dasar pemikiran hukum hakim dalam mengabulkan

gugatan perceraian dalam Putusan Nomor 10/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

C. Tinjauan Pustaka

Pasal Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan :

“ Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.”

Pasal tersebut adalah merupakan rumusan arti dan tujuan

perkawinan. Yang dimaksud dengan perkawinan adalah ialah ikatan lahir

bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pentingnya ikatan lahir dalam perkawinan dikemukakan oleh K.

Wantjik Saleh, bahwa sebagai ikatan lahir, perkawinan merupakan hubungan

hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama

sebagai suami istri. Ikatan lahir ini merupakan hubungan formil yang sifatnya

nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau

masyarakat. 3

Pentingnya ikatan lahir dalam perkawinan dikemukakan oleh Riduan

Syahrani bahwa sebagai ikatan bathin, perkawinan merupakan pertalian jiwa

yang terjadi karena adanya kemauan yang sama dan ikhlas antara seorang pria

dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri. 4

Ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita dapat dipandang

sebagai suami istri, apabila ikatan mereka didasarkan pada suatu perkawinan

3 Op cit hlm 14 - 154 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni,

Jakarta, 1989, hlm 67

Page 6: MPPH.docx

6

yang sah yaitu bila telah terpenuhi syarat yang ditentukan oleh Undang-

undang yaitu syarat intern dan syarat ekstern.5

Sesuai dengan tujuan perkawinan yang dinyatakan dalam Pasal 1

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal, maka dalam Undang-undang ini terkandung

asas-asas perkawinan. Salah satu asas perkawinan tersebut adalah : “Asas

perceraian dipersulit”, maka untuk memungkinkan perceraian harus ada

alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan sidang pengadilan.

Perihal putusnya perkawinan diatur dalam Bab VIII pada Pasal 38

sampai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam Bab V dari

Pasal 14 sampai dengan Pasal 36. Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 menyatakan ada 3 (tiga) sebab yang dapat memutuskan perkawinan

yaitu :

a. Kematian

b. Perceraian dan

c. Atas Keputusan Pengadilan

Putusnya perkawinan karena kematian adalah putusnya perkawinan

karena matinya salah satu pihak (suami atau istri).

Putusnya perkawinan karena perceraian ini juga dapat disebut karena

cerai talak (Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 975). Perceraian

harus dilakukan di depan Sidang Pengadilan berdasar alasan-alasan yang

dapat dibenarkan.

Putusnya perkawinan karena keputusan pengadilan oleh K. Wantjik

Saleh (dalam Bukunya Uraian Peraturan Pelaksanaan Undang-undang

Perkawinan) disebut dengan istilah cerai gugat, justru Undang-undang

5 Soetoyo Prawirohamidjojo,mPluralisme, Dalam Perundang-undangan

Perkawinan di Indonesia, Airlangga, University, Surabaya, 1986, hlm 39

Page 7: MPPH.docx

7

Perkawinan dan Peraturan pelaksanaannya menyebutkan bahwa perceraian ini

dengan suatu gugatan.

Perkawinan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia

dan kekal, dapat diartikan bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur

hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja.

Kenyataannya dalam melaksanakan kehidupan suami istri tidak

selamanya berada dalam situasi yang damai dan tentram, tetapi kadang-

kadang terjadi juga salah paham antara suami dan istri atau salah satu

melalaikan kewajibannya. Dalam keadaan yang demikian, kadang-kadang

masalah itu dapat diatasi, tetapi barang kali tidak dapat diatasi, dan terjadi

perpecahan antara suami istri, hal ini mengakibatkan perceraian antara kedua

belah pihak. Sebagai jalan keluar yang terakhir bagi suami istri yang sudah

gagal dalam membina keluarga adalah perceraian.

Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menentukan

bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang

berwenang setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.

Pasal 39 ayat (2) menugaskan untuk melakukan perceraian harus ada

cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak dapat lagi hidup rukun

sebagai suami istri. Alasan-alasan terjadinya perceraian tercantum dalam

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

D. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dasar pemikiran dan pertimbangan hukum hakim

dalam mengabulkan gugatan perceraian dalam Putusan Nomor

10/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

Page 8: MPPH.docx

8

E. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan proposal

penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Memberikan sebuah informasi, menambah wacana berpikir dan

kesadaran bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya

berkenaan dengan perceraian dengan alasan suami meninggalkan

istri 2 tahun berturut-turut tanpa ijin dan alasan yang sah.

.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan hukum tentang perceraian

yakni pengadilan negeri.

b. Secara praktis atau terapan penelitian ini berguna untuk sedapat

mungkin memberikan sebuah pilihan kearah yang lebih baik

kepada berbagai pihak yang terkait dengan perceraian dengan

alasan suami meninggalkan istri 2 tahun berturut-turut tanpa ijin

dan alasan yang sah.

F. Metode Penelitian

1. Metode pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

Yuridis Normatif, yaitu suatu pendekatan dari sudut peraturan-peraturan

hukum positif dan teori-teori hukum yang berkaitan dengan materi

Page 9: MPPH.docx

9

penelitian, dalam hal ini adalah pendekatan dari sudut ilmu hukum perdata

tentang perkawinan.

2. Spesifikasi penelitian

Penelitian ini bersifat penerapan hukum, dalam hal ini penerapan

terhadap peraturan yang mengatur tentang perkawinan dalam perkara

perceraian, sehingga spesifikasi penelitian ini menggunakan penelitian

normatif dengan type clinical legal research, yaitu penelitian untuk

menentukan hukum in abstrakto bagi perkara in concerto.

3. Materi penelitian

Materi penelitian ini adalah gugatan perceraian dalam Putusan

Nomor 10/Pdt.G/2013/PN.Bjn.

4. Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini, sesuai dengan metode

yang digunakan yaitu metode Yuridis Normatif, maka data yang dipakai

adalah data sekunder yaitu berupa putusan pengadilan, peraturan

Perundang-undangan, dan literatur yang ada kaitannya dengan materi yang

diteliti.

5. Metode pengumpulan data

Data dikumpulkan dengan cara mempelajari kemudian mencatat

(recording) terhadap hal-hal yang ada relevansinya dengan materi yang

diteliti.

6. Metode penyajian data

Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk uraian yang

disusun secara sistematis.

7. Metode analisis data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara normatif kualitatif,

yaitu pendekatan terhadap hasil penelitian didasarkan pada norma atau

Page 10: MPPH.docx

10

kaidah atau teori hukum yang relevan dengan pokok masalah, kemudian

dengan cara berfikir deduktif dengan menggunakan sylogisme, yaitu

sebagai premis mayor adalah ketentuan tentang perceraian, sedang hasil

penelitian sebagai premis minor, kemudian antara premis mayor dan

premis minor dihubungkan dan ditarik suatu kesimpulan sebagai

konklusinya.

\

Page 11: MPPH.docx

11

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1988, Kamus Bahasa Indonesia,

jakarta.

Hadi Kusuma, Hilman, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia, CV Mundur Maju,

Bandung

Maupaung, Happy, 1983, Masalah Perceraian, Tonis, Bandung.

Prawirohamidjojo, 1986, Pluralisme, Dalam Perundang-undangan Perkawinan di

Indonesia, Airlangga, University, Surabaya.

Projodikoro, Wiryono, 1981, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta.

Saleh, K. Wantijk, 1980. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Satrio, J., 1989, Asas-asas Hukum Perdata, Herza, Purwokerto.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia

Indonesia, Jakarta.

Soemiyati, 1982, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan,

Liberty, Yogyakarta

Syahrani, Riduan, 1989, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni,

Jakarta.

Page 12: MPPH.docx

12

Sudarsono, 1994,Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975