motif sosial yayasan kanthil dalam

38
MOTIF SOSIAL YAYASAN KANTHIL DALAM MELESTARIKAN BUDAYA LOKAL KOTAGEDE Beti Widyastuti Alumni Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Abstrak Kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan bersifat dinamis ia akan selalu mengalami perubahan, bahkan tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat pasti akan mengalami perubahan. Oleh karena itu, kebudayaan perlu untuk selalu dilestarikan keberadaanya dan dalam melestarikan kebudayaan sangat dibutuhkan generasi muda yang mahu peduli terhadap kelestarian suatu budaya. Di Kotagede terdapat sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama Yayasan Kanthil yang didirikan oleh sekelompok pemuda asli Kotagede. Kotagede merupakan suatu daerah potensial sebagai daerah peninggalan Kerajaan Mataram Islam, potensi budaya yang dimiliki oleh Kotagede dapat dipilah menjadi lima kelompok, pertama potensi kerajinan, kedua potensi pengolahan makanan tradisional, ketiga potensi seni pertunjukan, keempat potensi gerakan sosial kemasyarakatan dan yang kelima adalah potensi situs sejarah.

Upload: ameersabry

Post on 02-Aug-2015

62 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

MOTIF SOSIAL YAYASAN KANTHIL DALAM

MELESTARIKAN BUDAYA LOKAL KOTAGEDE

Beti Widyastuti

Alumni Program Studi Sosiologi Agama

Fakultas Ushuluddin

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abstrak

Kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan bersifat dinamis ia akan selalu mengalami

perubahan, bahkan tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing

sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat pasti akan mengalami perubahan. Oleh karena

itu, kebudayaan perlu untuk selalu dilestarikan keberadaanya dan dalam melestarikan

kebudayaan sangat dibutuhkan generasi muda yang mahu peduli terhadap kelestarian suatu

budaya. Di Kotagede terdapat sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama Yayasan

Kanthil yang didirikan oleh sekelompok pemuda asli Kotagede.

Kotagede merupakan suatu daerah potensial sebagai daerah peninggalan Kerajaan Mataram

Islam, potensi budaya yang dimiliki oleh Kotagede dapat dipilah menjadi lima kelompok,

pertama potensi kerajinan, kedua potensi pengolahan makanan tradisional, ketiga potensi seni

pertunjukan, keempat potensi gerakan sosial kemasyarakatan dan yang kelima adalah potensi

situs sejarah. Motif sosial para pendiri Yayasan Kanthil berawal dari rasa cinta dan kepedulian

khusus terhadap tempat tinggalnya yakni Kotagede, yang merupakan daerah potensial sebagai

daerah peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Yayasan

Dalam upaya melestarikan, mengembangkan serta memperkenalkan potensi budaya yang

dimiliki oleh Kotagede kepada masyarakat luas, Yayasan Kanthil bekerja sama dengan berbagai

pihak dan mengadakan berbagai macam kegiatan diantaranya adalah Rambling Throug

Kotagede, jelajah Religi, Hunting Architektur, festival Kotagede, menjalin kerja sama dengan

beberapa stasiun televisi dan kegiatan lain sebagainya.

Kata kunci: motif, budaya, lestari.

Page 2: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Pendahuluan

Kotagede sering disebut sebagai Ibu Kota lama, karena dahulu Kotagede merupakan tempat

pertama kali didirikanya Ibu Kota Kerajaan Dinasti Mataram Islam, dahulu Kotagede hanyalah

merupakan sebuah hutan luas yang disebut dengan sebutan Alas Mentaok, yang oleh Raja

Mataram pertama yaitu Panembahan Senopati kawasan tersebut dibangun dan kemudian

ditetapkan sebagai wilayah Kotagede. Kotagede sebagai daerah yang dulunya merupakan

kawasan Kerajaan Dinasti Mataram Islam, menyimpan nilai sejarah dan mempunyai kebudayaan

yang sangat menarik untuk dikaji dan dipelajari oleh semua kalangan masyarakat dari berbagai

belahan dunia.

Kotagede selain merupakan daerah yang mempunyai nilai budaya dan sejarah yang tinggi karena

merupakan daerah peninggalan Kerajaan Dinasti Mataram Islam, Kotagede juga merupakan

daerah industri yang memproduksi kerajinan perak yang mempunyai nilai seni yang tinggi,

Kotagede merupakan pusat pembuatan kerajinan perak yang sudah dikenal oleh masyarakat luas

hingga manca negara. Masyarakat Kotagede telah diwarisi sejarah dan budaya oleh Raja

Mataram yang pernah bertahta di daerah Kotagede, dan hal itu membuat Kotagede semakin

dilirik keberadaanya oleh masyarakat luas. Sekarang ini banyak wisatawan lokal maupun

wisatawan asing yang berkunjung ke Kotagede, baik yang dengan sengaja berbelanja pernak-

pernik perak, maupun hanya sekedar jalan-jalan menikmati keindahan kawasan Kotagede yang

menyimpan keanekaragaman budaya dan sejarah. Kotagede sebagai daerah yang mempunyai

sejuta pesona karena budaya dan sejarah yang tersimpan didalamnya, sangat penting untuk

dijaga dan dilestarikan keberadaanya, agar nilai-nilai budaya dan sejarah yang tersimpan tidak

terhapus seiring dengan perkembangan sosial budaya dan perubahan sosial masyarakat serta

perkembangan zaman yang semakin maju.

Kotagede merupakan daerah peninggalan Kerajaan Dinasti Mataram Islam, hal tersebut

membuat sebagian besar masyarakat Kotagede memeluk agama Islam, Islam mulai dikenalkan

kepada masyarakat Kotagede pada awal berdirinya Kerajaan Dinasti Mataram Islam di bawah

pemerintahan Panembahan Senopati, di mana Kotagede menjadi pusat Kerajaanya. Pada masa

Panembahan Senopati bertahta kehidupan sosial ekonomi dan budaya berkembang dengan pesat

dalam kendali budaya Jawa, dan pada saat itu masyarakat Kotagede berada dalam situasi

keagamaan yang kental akan nuansa budaya Jawa. Kebudayaan adalah merupakan sesuatu yang

Page 3: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

tidak boleh ditinggalkan dan dilupakan oleh manusia, kebudayaan hendaknya selalu dijaga

keberadaan dan kelestarianya karena, kebudayaan merupakan salah satu unsur terpenting dalam

kehidupan sosial setiap individu masyarakat.

Kebudayaan juga berperan penting dalam pembentukkan karakter setiap lndividu masyarakat

maupun kelompok masyarakat karena, pembentukkan karakter manusia sangat dipengaruhi oleh

lingkungan sekitar di mana seseorang individu bertempat tinggal. Kebudayaan mempunyai

pengaruh yang sangat kuat terhadap kehidupan masyarakatnya karena, kebudayaan mengatur

tingkah laku serta mempengaruhi perbuatan setiap individu masyarakat terhadap lingkungan dan

interaksi sosial. Manusia yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk Allah yang paling

sempurna diantara makhluk Allah yang lainya, yang memiliki keistimewaan berupa akal dan

pikiran, mempunyai kewajiban untuk bisa memanfaatkan kelebihanya tersebut untuk

berkembang dan melakukan perubahan kearah yang lebih baik demi kepentingan bersama. Dan

sebagai manusia mempunyai kewajiban pula untuk bisa menyadari, bahwa dalam melakukan

perubahan ataupun menerima suatu perubahan tidak boleh melupakan serta meninggalkan

kebudayaan yang sudah ada.

Kebudayaan yang sudah ada perlu dijaga dan dilestarikan keberadaanya karena,

kebudayaan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial setiap individu

masyarakat maupun kelompok masyarakat. Pada umumnya kebudayaan dikatakan bersifat

adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada

kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka sendiri, dan penyesuaian pada lingkungan

yang bersifat fisik-geografis, maupun pada lingkungan

sosialnya.

Walaupun benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukkan ke dalam

kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu, perlu diingat

bahwa kebudayaan tidaklah bersifat statis, akan tetapi kebudayaan itu bersifat dinamis, ia selalu

mengalami perubahan. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya

asing sekalipun, suatu kebudayaan dalam masyarakat pasti akan mengalami perubahan. Oleh

karena itu, kebudayaan penting untuk selalu dilestarikan dan dijaga keberadaanya. Dalam

melestarikan kebudayaan, sangat dibutuhkan orang-orang, khususnya generasi muda yang mahu

peduli terhadap kelestarian budaya serta lingkungan sekitar, dan suatu organisasi atau lembaga

Page 4: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

kemasyarakatan dirasa perlu dibentuk guna terwujudnya suatu pelestarian budaya, agar

kebudayaan yang sudah ada dapat terus dilestarikan dan tetap terjaga keberadaanya dengan baik.

Dibalik keindahan interaksi sosial terdapat pergeseran kearah yang mengkawatirkan dalam cara

pandang kehidupan budaya yang telah lama dimiliki oleh masyarakat Kotagede. Sebagian

komunitas lambat laun akan menganggap tabu terhadap nilai budaya sendiri, dan hal ini dapat

mengancam keberadaan jati diri masyarakat Kotagede, kemajuan teknologi merupakan salah satu

faktor penyebabnya, karena mental sebagian masyarakat belum siap untuk memilah hal-hal yang

perlu atau tidak perlu dalam melestarikan dan mengembangkan budaya yang mereka

miliki.Yayasan Kanthil, karso anteping tekad hangudi ilmu luhur, yang artinya niat disertai tekad

yang mantap untuk mengunduh ilmu yang luhur adalah merupakan suatu lembaga swadaya

masyarakat (LSM) yang berada di Kotagede, yang bergerak dalam bidang pelestarian dan

pengembangan seni, budaya lokal Kotagede.

Pada umumnya setiap lembaga swadaya masyarakat (LSM) didirikan berdasarkan motif dan

harapan tertentu dari setiap individu anggota yang kemudian dirundingkan bersama dan

disepakati oleh semua anggota. Semua tindakkan dan tingkah laku setiap individu masyarakat

maupun kelompok masyarakat pada hakekatnya mempunyai motif dan harapan tertentu dalam

setiap pelaksanaan kegiatan. Motif yang dimiliki oleh suatu lembaga swadaya masyarakat (LSM)

pada umumnya merupakan motif sosial yang bertujuan untuk kepentingan bersama.

Dengan motif, sebuah lembaga kemasyarakatan akan lebih mudah menjalankan apa yang

menjadi keinginan, harapan dan tujuan suatu lembaga dengan lebih terarah karena, motif yang

dimiliki oleh sebuah lembaga akan mempengaruhi para anggotanya untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan motif yang dimiliki oleh lembaganya. Motif dapat diartikan sebagai daya upaya,

yang menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah dorongan

atau kekuatan yang bermula dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai

suatu tujuan tertentu. Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu tidak selamanya

hanya memiliki satu motif tertentu saja, akan tetapi sering juga didasari atas beberapa motif yang

mendasarinya dan berlangsung secara bersama-sama dalam satu kegiatan. Yayasan Kanthil

sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pelestarian budaya

lokal Kotagede, tentunya juga mempunyai motif sosial dalam setiap pelaksanaan kegiatan yang

diadakan oleh Yayasan Kanthil dalam upaya pelestarian budaya lokal Kotagede demi

kepentingan bersama.

Page 5: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Apa

motif sosial Yayasan Kanthil dalam melestarikan budaya lokal Kotagede? 2. Apa program

kegiatan dari Yayasan Kanthil dalam upaya melestarikan budaya lokal dan memperkenalkanya

kepada masyarakat luas serta apa kontribusi dari Yayasan Kanthil bagi Kotagede.

Kerangka Teori

Yayasan Kanthil Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) ditingkat akar rumput dan

bersifat nirlaba, yang bergerak dalam bidang pelestarian dan pengembangan seni, budaya dan

pariwisata Kotagede, dalam mengadakan berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk

pelestarian dan pengembangan, budaya lokal Kotagede, menjalin kerjasama dengan berbagai

pihak, dan dalam menjalin kerjasama tersebut tentunya, Yayasan Kanthil mempunyai motif serta

harapan tertentu dari setiap pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan, dan dari setiap

kerjasama yang dijalin dengan pihak lain, dapat membuahkan hasil sesuai dengan harapan serta

motif yang dimiliki oleh Yayasan Kanthil.

Berbicara tentang motif tidak dapat terlepas dari kata motivasi karena keduanya mempunyai

pengertian yang hampir sama. Secara morfologi, kamus besar bahasa Indonesia memberikan

pengertian motif dan motivasi sebagai berikut. Motif adalah kata benda yang artinya pendorong,

sedangkan motivasi adalah kata kerja yang artinya mendorang. Motif merupakan asal kata dari

motivasi, sedangkan motivasi berasal dari bahasa latin yaitu Movere yang berarti dorongan atau

daya penggerak. Dorongan atau daya pengerak tersebut terdapat dan barasal dari dalam diri

individu, dan dorongan tersebut dapat menyebabkan seseorang bertindak atau melakukan sesuatu

demi mencapai suatu tujuan tertentu.

Kata motif dan motivasi tidak hanya memiliki satu pengertian saja, melainkan ada beberapa

pengertian yang berbeda-beda yang dipaparkan oleh beberapa ahli, diantaranya dipaparkan oleh

Syaodih membedakan pengertian motif dan motivasi sebagai berikut, motif merupakan suatu

tenaga yang mendorong atau menggerakkan individu untuk bertindak mencapai tujuan dan

motivasi merupakan suatu kondisi tertentu yang tercipta atau diciptakan sehingga

membangkitkan atau memperbesar motif pada diri seseorang. (Syaodih Nana, 2000: 6).

Page 6: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Sardiman mengemukakan, motif adalah daya upaya yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu, motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam diri dan di dalam

subyek untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif juga dapat

diartikan sebagai suatu kondisi inter (kesiapsiagaan). Sedangkan motivasi diartikan sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian sebuah

usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mahu dan ingin

melakukan sesuatu. (Sadirman A.M,1988: 73).

Sedangkan menurut Gerungan (1966) motif merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua

penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia

berbuat sesuatu. Motivasi orang bergantung pada kekuatan motif-motif mereka. Motif biasanya

didefinisikan sebagai kebutuhan (need), keinginan (wants), dorongan (drives) atau desakan hati

(impulse) dalam diri individu. Motif diarahkan pada tujuan yang mungkin sadar atau tidak

sadar.As’ad Mohammad, 1986).

Istilah motif sosial mempunyai banyak definisi, definisi-definisi

tersebut diantaranya dikemukakan oleh:

1. Lindgren (1073) berpendapat bahwa motif sosial adalah motif yang dipelajari melalui kontak

dengan orang lain dan bahwa lingkungan individu memegang peranan yang penting.

2. Barkowitz (1969) berpendapat bahwa motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas

individu dalam mereaksi terdap orang lain.

3. Max Ceimon dan Messick (1976) menyatakan bahwa seseorang dikatakan menunjukkan motif

sosial, jika ia di dalam membuat suatu pilihan atau keputusan memperhitungkan akibatnya bagi

orang lain.

4. Heckhausen (1980) berpendapat bahwa motif sosial adalah motif yang menunjukkan bahwa

tujuan yang ingin dicapai mempunyai interaksi dengan orang lain.

Dari beberapa definisi motif sosial di atas dapat disimpulkan bahwa motif sosial adalah

merupakan motif yang ditimbulkan untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubunganya

dengan lingkungan sosialnya. Le Vine menyatakan bahwa kebudayaan yang timbul dalam

masyarakat, yang berwujud kebiasaan-kebiasaan, tersebar dalam masyarakat dan dengan

sendirinya akan mempengaruhi masyarakat maupun individunya, sehingga akan mempengaruhi

motif sosial mereka. (Sri Mulyani Martaniyah, 1984: 17).

Page 7: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Nilai-nilai, norma, kebudayaan dan kebiasaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat

akan berpengaruh terhadap motif sosial setiap anggota masyarakat. Hal ini dikarenakan, setiap

tingkah laku dan perbuatan dari setiap anggota masyarakat selalu dipengaruhi oleh kebudayaan

yang berkembang dalam lingkungan hidup masyarakat.

Motif seseorang, maupun motif yang terdapat dalam suatu kelompok tidak dapat diamati secara

langsung, akan tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan,

dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motif yang berada

dalam diri individu maupun kelompok merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga

penggerak lainya yang berasal dari dalam diri individu, yang dapat menyebabkan seorang

individu melakukan suatu tindakan atau perbuatan, sesuai dengan motif yang berada dalam diri

individu. Setiap individu yang mempunyai motif, pasti ia mempunyai harapan tertentu dalam

pelaksanaan kegiatan yang dilakukan berdasarkan motif yang muncul dari dalam diri individu.

Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor Vroom (1964) yang menjelaskan bahwa seseorang

akan termotivasi untuk berkinerja berdasarkan:

1. Pengharapan suatu kinerja tertentu akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan oleh orang

tersebut.

2. Pengharapan bahwa usaha yang dikerahkan dapat menghasilkan kinerja yang diinginkan atau

akan membuat perilaku yang diinginkan muncul.

3. Pengharapan bahwa perilaku yang diinginkan seseorang pasti mengarah ke berbagai hasil.

Teori pengharapan dikaji lebih lanjut oleh David A. Nadler dan Edward E. Lawler III dalam

artikel “Motivation: Adiagnostic Approach” tahun 1977. Banyak ahli peprilaku yang

berkesimpulan bahwa teori ini paling komprehensif, valid dan berguna untuk memahami

motivasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa teori ini merupakan alat yang sangat berguna untuk

memahami motivasi atau motif dalam suatu organisasi. (Usmara, 2006)

Organisasi merupakan satu kesatuan kelompok yang terdiri dari beberapa anggota yang

tergabung dalam satu wadah dan para anggotanya melakukan kerja sama dalam mencapai suatu

tujuan tertentu. Motif yang terdapat dalam suatu organisasi, akan mengarahkan para anggotanya

untuk melakukan sesuatu sesuai dengan harapan serta motif yang ada pada organisasinya, motif

serta harapan tersebut merupakan hasil dari kesepakatan yang telah disepakati bersama oleh para

anggota organisasi.

Page 8: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Teori psikodinamika dari fungsi kelompok, teori ini dikemukakan oleh Bion (1948-1951). Dalam

teorinya Bion sedikit sekali menggunakan konsepkonsep psikonalisis secara terbuka. Walaupun

demikian secara tersirat dalildalilnya tentang fungsi dari kelompok didasari oleh anggapan-

anggapan psikoanalisis. Menurut Bion kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu,

melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri.

Ciri-ciri group ini berfungsi pada taraf tidak sadar dan didasarkan pada kecemasan-kecemasan

dan motivasi-motivasi dasar yang ada pada manusia. Ia menganggap kelompok sebagai versi

makrokosmos dari individu. Dengan demikian pada kelompok terdapat kebutuhan-kebutuhan

dan motif-motif (fungsi id), tujuan dan mekanisme (fungsi ego) dan keterbatasan-keterbatasan.

Yayasan Kanthil dan Pelestarian Budaya Lokal Kotagede

Potret Yayasan Kanthil

Kotagede merupakan daerah yang memiliki kekayaan budaya yang potensial. Potensi budaya

yang dimiliki oleh Kotagede dapat dipilah menjadi lima kelompok yaitu pertama, potensi

kerajinan, kedua potensi pengolahan makanan tradisional, ketiga potensi seni pertunjukan (seni

kampung), keempat potensi gerakan sosial kemasyarakatan dan yang kelima adalah potensi

sejarah (situs sejarah) Mataram dan perjuangan negara Republik Indonesia. (Herry Mardianto,

2003: 5).

Seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat muncul

suatu kekhawatiran hilangnya fungsi kultural dari lima potensi budaya tersebut. Untuk menjaga

potensi-potensi yang dimiliki oleh Kotagede dari kemungkinan kehilangan fungsi kulturalnya

dan kemungkinan terjadinya kepunahan secara perlahan-lahan seiring dengan perubahan zaman

yang terus berkembang dan perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, maka

upaya pelestarian serta pengembangan secara dinamis perlu diterapkan dan dilakukan.

Berangkat dari rasa cinta dan perhatian secara pribadi terhadap daerah tempat tinggalnya serta

kekhawatiran akan hilangnya fungsi nilai budaya dan hilangnya potensi yang dimiliki oleh

tempat tinggalnya yakni Kotagede, pada sekitar awal tahun 1985 sekelompok pemuda asli

Kotagede, yang mempunyai perhatian khusus terhadap Kotagede yang menyimpan nilai sejarah

yang jelas sebagai daerah peninggalan Kerajaan Mataram Islam, mulai membicarakan dan

berfikir tentang bagaimana cara yang tepat untuk dapat terus menjaga serta melestarikan budaya

dan sejarah yang ada di Kotagede. Sekelompok pemuda tersebut melihat Kotagede merupakan

Page 9: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

sebuah daerah yang komplit, sebuah Kecamatan yang memiliki nilai sejarah yang jelas sebagai

bekas Kerajaan Mataram Islam yang berdiri sejak tahun 1575.

Setelah melalui pembicaraan dan proses yang cukup panjang dimulai semenjak awal tahun 1985

akhirnya pada tahun 1999 tepatnya pada tanggal 31 Desember 1999 mereka sepakat untuk

mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mereka beri nama Yayasan

Kanthil kepanjangan dari Karso Anteping Tekad Hangudi Ilmu Luhur, yang mempunyai arti niat

disertai tekad yang mantap untuk mengunduh ilmu yang luhur, bergerak dalam bidang pelestari

dan pengembangan seni, budaya dan pariwisata Kotagede.

Yayasan Kanthil didirikan oleh sekelompok warga Kotagede, yang terdiri dari sembilan orang

asli Kotagede, kesembilan orang tersebut adalah Muhammad Natsir, Sholehuddin, Shinta Noor

Kumala, Ida Fajar Priyanto M.A., Heny Astiyanto S.H., Darwan Prapto Suharjo, Sudiyo

Prasetyo, Ki Cermo Sutedjo, dan Kisworo M. Widarso, mereka sama-sama mempunyai

semangat belajar dan ingin tahu tentang sejarah daerah tempat tinggalnya yakni Kotagede,

mereka juga memiliki kepedulian dan komitmen untuk menjaga Kotagede serta melestarikan dan

mengembangkan potensi yang dimiliki oleh Kotagede.

Latar belakang didirikanya Yayasan Kanthil, adalah sebagai tindak lanjut dari komitmen

beberapa warga masyarakat Kotagede yang memiliki rasa kepedulian untuk melestarikan

daerahnya sendiri, sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang terdapat di Yogyakarta untuk

secara lebih serius mengembangkan daerah tempat tinggalnya sendiri dalam sektor pariwisata

melalui pendekatan pengembangan yang bijak dalam arti aspek-aspek penting yaitu pelestarian,

pelibatan masyarakat, pendidikan dan ekonomi dapat tercukupi.

Pada awal berdirinya Yayasan Kanthil mempunyai kantor yang beralamat di Kudusan nomor 76

A Kotagede, tepatnya di rumah Bapak Sholehuidin (Lurah desa Jagalan), akan tetapi setelah

terjadi gempa bumi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, kantor Yayasan Kanthil pindah di

Pekaten KG II/850 RT 45/RW 09 Prenggan Kotagede Yogyakarta 55172 yang merupakan rumah

ketua Yayasan Kanthil yaitu Bapak Muhammad Natsir, kantor Yayasan Kanthil pindah dari

rumah Bapak Sholehudin ke rumah Bapak Muhammad Natsir karena, Yayasan Kanthil

sebenarnya tidak mempunyai kantor yang tetap.

Setiap pengurus dan anggota Yayasan Kanthil mempunyai latar belakang kehidupan, serta

pekerjaan yang berbeda-beda, ada yang bekerja sebagai penjahit, dosen, pengacara, pedagang

bahkan ada pula yang pengangguran akan tetapi mereka mempunyai tekad dan komitmen yang

Page 10: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

sama yakni, mereka ingin terus menjaga, mengembangkan dan melestarikan budaya lokal

Kotagede serta terus menggali potensi yang dimiliki oleh Kotagede, merekapun ingin secara

serius mewujudkan tekad mereka untuk menjaga, melestarikan serta, mengembangkan dan terus

menggali potensi yang dimiliki oleh Kotagede, dengan cara mendirikan sebuah lembaga swadaya

masyarakat (LSM).

Selain karena para pengurus dan anggota Yayasan Kanthil ingin menjaga, melestarikan dan

mengembangkan budaya yang telah ada di Kotagede, mereka juga mempunyai harapan dapat

memberi bantuan jika ada orang yang berkunjung ke Kotagede, bertanya tentang Kotagede dan

ingin tahu tentang sejarah dan segala sesuatu yang terdapat di Kotagede mereka bisa

mendapatkan jawaban dengan adanya Yayasan Kanthil.

Dana Yayasan Kanthil.

Dalam setiap pelaksanaan kegiatanya, Yayasan Kanthil selalu menjalinkerjasama dengan warga

masyarakat Kotagede dan berbagai pihak yang mempunyai komitmen yang sama dengan

Yayasan Kanthil dalam pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya serta peninggalan-

peninggalan sejarah yang ada di kawasan Kotagede, terkadang dalam menyelenggarakan

program kegiatan, Yayasan Kanthil mendapatkan dana bantuan maupun dana subsidi dari

berbagai pihak yang mendukung kegiatan yang diselengarakan oleh Yayasan Kanthil demi

terwujudnya pelestarian kawasan Kotagede yang oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY) telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar budaya di Yogyakarta. Meskipun

terkadang Yayasan Kanthil mendapatkan dana subsidi atau dana bantuan dari berbagai pihak

dalam setiap pelaksanaan kegiatanya namun, tidak jarang pula dana diambil dari dana pribadi

para pengurus Yayasan Kanthil.

Sejak tahun 1999 Yayasan Kanthil telah mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pariwisata Daerah

Istimewa Yogyakarta, dengan didapatnya dana subsidi dalam penyelenggaraan Festival

Kotagede. Bukan hanya pemerintahan dari dalam negeri saja yang membantu dana guna

kelancaran setiap kegiatan atau program yang diadakan oleh Yayasan Kanthil dalam upaya

pelestarian dan pengembangan seni, budaya dan pariwisata di Kotagede. Pasca gempa bumi yang

melanda daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 pemerintah Belanda, UNESCO,

pihak universitas dan swasta membantu Yayasan Kanthil dalam upaya pemulihan Kotagede

pasca gempa bumi.

Page 11: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Dalam upaya mengembalikan wajah pasar Kotagede kewajah pasar Kotagede masa lalu,

Pemerintah kota Yogyakarta melalui program rehabilitasi Pasar Legi Kotagede pada tahun

anggaran 2008 memberikan dana hibah kepada Yayasan Kanthil Kotagede sebesar Rp

285.000.000,00 dana tersebut diperuntukkan guna menata jalan Mondorakan dengan membuat

jalur pendestrian dan memoles Pasar Kotagede untuk dikembalikan ke wajah pasar Legi

Kotagede seperti masa lalu. (M. Natsir. 2008)

Program Yayasan Kanthil

Yayasan Kanthil sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) ditingkat akar rumput dan bersifat

nirlaba, dalam setiap kegiatan yang diadakan untuk upaya pengembangan dan pelestarian budaya

lokal Kotagede, selalu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak diantaranya, dengan

masyarakat sekitar, pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang berada di Kotagede maupun

lembaga lain yang berada di luar Kotagede, yang memiliki komitmen yang sama dengan

Yayasan Kanthil dalam pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya serta peninggalan-

peninggalan sejarah yang ada di kawasan Kotagede.

Program kegiatan dari Yayasan Kanthil dalam upaya melestarikan dan memperkenalkan potensi

yang dimiliki oleh Kotagede kepada masyarakat luas, selalu dibuat mengalir disesuaikan dengan

situasi dan kondisi pada waktu pelaksanaan kegiatan. Beberapa program kegiatan Yayasan

Kanthil diantaranya adalah mengadakan Festival Kotagede, menjalin kerjasama dengan media

elektronik dan media cetak lokal maupun nasional, pelatihan pemandu wisata bekerja sama

dengan Dinas Pariwisata Yogyakarta, pembuatan paket wisata Rambling Trough Kotagede

(tlusap-tlusup Kotagede), mengikuti pelatihan-pelatihan lokakarya, seminar dan lain sebagainya.

Dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya lokal Kotagede, Yayasan Kanthil tidak hanya

menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat dan berbagai lembaga yang ada di Yogyakarta

maupun lembaga-lembaga lain yang berada di Indonesia akan tetapi, Yayasan Kanthil juga

menjalin kerjasama dengan pihak luar negeri seperti pemerintahan Belanda, UNESCO,

university tecnologi Malaysia, universitas CHIBA, WMF (World Monuments Fund) dan lain

sebaginya.

Yayasan Kanthil Dalam Upaya Melestarikan Budaya Lokal Kotagede

Page 12: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Dalam pandangan masyarakat luas, Kotagede sangat terkenal dengan hasil kerajinan perak akan

tetapi, tidak banyak yang tahu bahwa Kotagede sebenarnya mempunyai banyak potensi. Potensi

yang dimiliki oleh Kotagede dapat dipilah menjadi lima kelompok yaitu, pertama potensi

kerajinan, kedua potensi pengolahan makanan tradisional, ketiga potensi seni pertunjukan (seni

kampung), keempat potensi gerakan sosial kemasyarakatan dan yang kelima adalah potensi

sejarah (situs sejarah).

Dalam upaya melestarikan sejarah dan budaya lokal Kotagede serta memperkenalkan potensi

yang dimiliki oleh Kotagede sebagai kawasan cagar budaya kepada masyarakat luas dan supaya

Kotagede lebih dikenal tidak hanya sebagai daerah penghasil kerajinan perak, namun juga

sebagai daerah yang memiliki nilai sejarah yang jelas sebagai daerah peninggalan Kerajaan

Mataram. Oleh karena itu, Yayasan Kanthil selalu berupaya dan berusaha memperkenalkan

potensi yang dimiliki oleh Kotagede kepada masyarakat luas melalui progam kegiatan yang

diadakan oleh Yayasan Kanthil dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.

Kotagede mempunyai kebudayaan yang perlu dan penting untuk terus dipertahankan dan

dilestarikan keberadaanya, karena Kotagede merupakan daerah bersejarah peninggalan Kerajaan

Mataram Islam yang oleh pemerintah kota Yogyakarta telah ditetapkan sebagai salah satu

kawasan cagar budaya di Yogyakarta. Dalam upaya untuk melestarikan budaya lokal Kotagede

dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh Kotagede, Yayasan Kanthil menjalin kerjasama

dengan berbagai pihak yang mempunyai komitmen yang sama dengan Yayasan Kanthil dalam

melestarikan budaya lokal Kotagede.

Dalam rangka pelestarian budaya dan pengembangan potensi yang dimiliki oleh Kotagede serta

memperkenalkan Kotagede kepada masyarakat luas, Yayasan Kanthil mengadakan bermacam-

macam kegiatan diantaranya adalah:

1. Menumbuhkan dan penguatan kesadaran masyarakat Kotagede terhadap potensi yang

dimilikinya.

2. Mengikuti pelatihan-pelatihan lokakarya, seminar dan lain sebagainya baik ditingkat local

maupun nasional.

3. Membuat jaringan dengan lembaga-lembaga lain yang mempunyai komitmen yang sama

dalam pelestarian.

Page 13: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

4. Menjalin kerjasama dengan media elektronik dan media cetak baik lokal, nasional, maupun

internasional (Trans TV, SCTV, Jogja TV, RCTI, Radio Netherlands, Koran Lokal, Nasional

maupun Internasional/TIME, dll).

5. Bekerjasama dengan kalangan akademi, peneliti, mahasiswa, (Prof Nakamura Universitas

CHIBA, Pienke Kal Kurator Tropen Muse Netherlands, Batriee Kaldun-UNESCO

Representative, Universitas Teknologi Malaysia, dsb).

6. Kegiatan Seni Budaya (KARNOS Film, Workshop Film Sineas dari Prancis dan Jerman,

seniman dan musisi dalam rangka Jak@rta Festival, dsb).

7. Menjadi pembicara simposium atau seminar tingkat lokal, nasional, internaisonal

(International Simposium on Asian Heritage di Universitas Teknologi Malaysia, Historic City of

Malaca September 2003, pelatiahan ekowisata diselenggarakan oleh kementerian Kebudayaan

dan Pariwisata, dsb).

8. Pelatihan pemandu wisata bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Yogyakarta.

9. Pembuatan paket-paket Rambling Throug Kotagede.

Selain program kegiatan di atas masih banyak lagi program kegiatan yang diadakan oleh

Yayasan Kanthil dalam upaya melestarikan sejarah dan budaya, serta mengembangkan dan

memperkenalkan potensi yang dimliki oleh Kotagede sebagai salah satu kawasan cagar budaya

di Yogyakarta kepada masyarakat luas. Program kegiatan yang diadakan oleh Yayasan Kanthil

selalu dibuat mengalir dan selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu pelaksanaan

kegiatan dengan tanpa menghilangkan bobot kualitasnya, demi terwujudnya pelestarian budaya

lokal Kotagede.

Paket wisata Rambling Through Kotagede (tlusap-tlusup Kotagede) merupakan salah satu

program andalan dari Yayasan Kanthil untuk memperkenalkan potensi kawasan Kotagede

sebagai kawasan cagar budaya kepada masyarakat luas. Paket wisata Rambling Through

Kotagede terdiri dari tiga paket pilihan, pertama wisata spiritual, ziarah ke komplek makam

Kerajaan selama sekitar tiga jam, yang hanya bisa dilakukan pada hari hari tertentu dengan

mengenakan pakaian serta tatacara Jawa. Kedua paket studi arsitektur, menjelajahi bekas-bekas

tata kota kuno dan melihat bangunan rumah tradisional Jawa, dan paket wisata yang ketiga

adalah paket wisata lorong, menjelajahi isi dan seluk beluk Kotagede menelusuri lorong-lorong

sempit di gang-gang perkampungan warga masyarakat Kotagede, yang oleh warga masyarakat

lokal Kotagede gang-gang tersebut disebut sebagai gang rukunan. Menurut fungsi sosial gang

Page 14: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

rukunan merupakan tempat bercampur baur dan bergaul dengan para warga yang lain, di gang

sempit tersebut para warga selalu tegur sapa saat bertemu satu sama lain.

Dalam kegiatan Rambling Through Kotagede para wisatawan juga dapat melihat secara lebih

dekat kehidupan warga Kotagede yang sebagain penduduknya bekerja sebagai pengrajin perak,

kuningan dan tembaga, dalam perjalanan paket wisata Rambling Through Kotagede, para

wisataawan juga dapat berkunjung ke bengkel-bengkel tempat kerja para pengrajin perak dan

melihat secara langsung proses pembuatan kerajinan perak. Kegiatan Rambling Through

Kotagede sangat disenangi oleh para wisatawan yang datang ke Kotagede karena, dengan adanya

wisata tersebut, para wisatawan dapat lebih mengenal Kotagede dan kebudayaanya serta dapat

menjumpai suasana baru yang tidak dapat dijumpai ditempat lain selain di Kotagede.

Para pegiat Yayasan Kanthil tidak pernah kehabisan ide, mereka selalu berusaha mencari cara

baru yang tepat untuk mempromosikan Kotagede dan memperkenalkan potensi yang dimiliki

oleh Kotagede sebagai kawasan cagar budaya kepada masyarakat luas dengan tujuan pelestarian

budaya. Dan dalam upaya melestarikan budaya lokal Kotagede dan memperkenalkanya kepada

masyarakat luas, Yayasan Kanthil kemudian melirik stasiun televisi karena televisi mempunyai

daya publisitas yang tinggi.

Pada saat stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan acara reality sow bernuansa mistis,

Yayasan Kanthilpun memberikan penawaran yang berbeda kepada stasiun televisi Trans TV

untuk menggunakan beberapa lokasi di Kotagede sebagai tempat melakukan uji nyali dalam

program acara Dunia Lain yang ditayangkan di Trans TV. Pada tahun 2002 beberapa lokasi di

Kotagede menjadi tempat ajang uji nyali dalam program Dunia Lain yang kemudian ditayangkan

di Trans TV, tayangan tersebut merupakan salah satu tayangan yang digandrungi oleh banyak

orang pada waktu itu. Rumah Kanthil (rumah tua milik keturunan juragan batik), beberapa

makam dan kawasan perkampungan di kampung Karangduren menjadi area lokasi uji nyali.

Pada akhir tahun 2002, dalam rangka Festival Kotagede, kemudian digelar sarasehan dengan

tema Menembus Cakrawala Keghaiban Kotagede. Serial tindakan tersebut banyak dicerca oleh

beberapa kalangan masyarakat Kotagede, karena acara tersebut dianggap memasyarakatkan

takhayul, terlebih lagi oleh kalangan Muhammadiyah yang merupakan organisasi mayoritas

masyarakat Kotagede. Namun, Muhammad Natsir mewakili Yayasan Kanthil memiliki

penjelasan tersendiri. Mereka melakukan kegiatan itu justru demi upaya pelestarian pusaka

arsitektur Kotagede. Tema-tema ghaib dari program televisi itu hanya dijadikanya sebagai

Page 15: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

umpan belaka. Harapanya, dengan melihat begitu besarnya animo penonton program televisi

tersebut, secara tidak langsung orang akan mengetahui potensi yang dimiliki oleh Kotagede.

Elantow Wijoyono, www.elantowow.wordpres.com.)

Setelah penayangan acara Dunia Lain di Trans TV, tidak sedikit rombongan dari luar kota

Yogyakarta yang datang ke Kotagede untuk melihat dari dekat lokasi-lokasi uji nyali tersebut.

Kebetulan tempat-tempat yang dipilih berdasarkan rekomendasi dari Yayasan Kanthil sebagai

lokasi uji nyali merupakan tempat-tempat yang mengandung potensi sejarah lokal Kotagede,

tetapi telah terlupakan, baik bagi warga Kotagede sendiri maupun oleh masyarakat luar

Kotagede. Tahun berikutnya Karno's Film memakai beberapa rumah tradisional Jawa khas

Kotagede sebagai bagian dari sinetron Gita Cinta dari SMA yang kemudian ditayangkan di

stasiun televisi Indosiar.

Pada tahun 2005 Muhammad Natsir dari Yayasan Kanthil mendalangi digelarnya pemecahan

rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan permainan othok-othok terbanyak,

sebanyak 9937 buah othok-othok yang dimainkan secara bersamaan pada malam tahun baru

2005. Ditampilkan pula sebuah othok-othok raksasa yang kemudian diarak keliling kota

Yogyakarta dengan menggunakan mobil bak terbuka. Othok-othok adalah sebuah mainan kecil

yang dibuat dari bambu yang jika diputar akan berbunyi othok-othok. Mainan tradisional ini

sudah semakin sulit ditemui dan mulai dilupakan oleh sebagian besar masyarakat. Dengan

diselenggarakan acara tersebut diharapkan mainan othok-othok bisa mulai terangkat kembali

sebagai mainan tradisional Jawa.

Gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan telah mengakibatkan hancurnya bangunan-bangunan

rumah tradisional Jawa di Kotagede yang memiliki corak dan langgam arsitekturnya dengan

estetika yang tinggi dan punya makna filosofi, serta tatanan nilai yang sangat berharga bagi

masyarakat yang hidup didalamnya maupun di sekitarnya, hal ini membuat Kotagede masuk

kedalam seratus situs budaya yang paling terancam punah di dunia. Peryataan tersebut

dikeluarkan oleh World Monuments Fund (WMF) yang berada di Amerika Serikat pada tanggal

7 Juni 2007. (Laretna. T. Adisakti, www.jibis.pnri.go.id)

Pasca gempa bumi berkekuatan 5, 9 skala richter yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei

2006, Yayasan Kanthil menjalin kerjasama dengan masyarakat Kotagede dan lembaga-lembaga

lain seperti UNESCO, WMF (World Monuments Fund), pihak universitas dan swasta serta

pemerintah Belanda mengadakan program kegiatan pemulihan Kotagede, karena pada saat

Page 16: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

terjadi gempa bumi banyak rumah-rumah tradisional seperti rumah Joglo dan rumah Limasan

yang merupakan aset budaya Kotagede hancur terguncang oleh gempa bumi. Dalam kegiatan

keagamaan Yayasan Kanthil bekerja sama dengan komunitas Kunir Asem yang merupakan

komunitas gabungan dari Forum Komunitas Pengajian Anak (FOKOPA), Angkatan Muda

Muhammadiyah (AMM), Tim Tadarus AMM, dan PUSDOK (pusat dokumentasi Kotagede),

pada setiap malam tanggal satu Muharram (satu Suro), mengadakan kegiatan pengajian dan

kesenian Islam, kegiatan pada tanggal satu Muharram tersebut diadakan sebagai upaya

mengembalikan makna malam satu Muharram kepada makna yang sebenarnya.

Pada acara Muharraman tahun-tahun sebelumnya, di Kotagede selalu penuh dengan upacara

yang menebarkan bau wangi kembang dan kemenyan. Dan tempatnyapun bukan dilaksanakan di

Masjid, melainkan kegiatan tersebut diadakan dan dilakukan di makam-makam yang berada di

sekitar Kotagede. Mereka mengadakan ziarah ke makam-makam yang dianggap keramat di

Kotagede, sehingga suasana Kotagede justru menyeramkan, wingit dan magis. Pada tagal 27 Mei

2007, Yayasan Kanthil mengadakan acara renungan dan doa bersama untuk memperingati satu

tahun gempa yang terjadi di Yogyakarta, acara tersebut diselenggarakan di depan pasar Kotagede

dan acara tersebut ditujukan untuk umum tidak hanya warga masyarakat Kotagede saja.

Tahun 2008 Yayasan Kanthil bekerja sama dengan pemerintah kota Yogyakarta mengadakan

program rehabilitasi pasar Legi Kotagede, dengan tujuan mengembalikan wajah pasar Legi

Kotagede ke wajah pasar Legi Kotagede masa lalu, dan juga menata jalan disepanjang jalan

Mondorakan tepatnya jalan di depan pasar agar tidak terjadi kemacetan di depan pasar, karena

setiap harinya pagi dan sore pasar Kotagede selalu ramai didatangi oleh para pengunjung yang

ingin melakukan kegiatan ekonomi di pasar Kotagede.

Setiap kali pasaran Legi, pasar Kotagede menjadi lebih ramai dari pada hari biasanya hal ini

dikarenakan pada setiap pasaran legi, dagangan yang ditawarkan oleh para pedagang lebih

lengkap dari pada hari biasanya, aneka jenis hewan, aneka jenis tanaman hias, alat persawahan,

alat pertukangan, jamu tradisional tersedia lengkap pada saat pasaran legi di pasar Kotagede, hal

ini membuat pasar Kotagede terlihat semrawut disebabkan oleh pada saat pasaran Legi jumlah

pedagang dan pengunjung di pasar Legi Kotagede lebih banyak dari pada hari biasanya dan hal

tersebut tidak dapat dipungkiri membuat para pengunjung merasa tidak nyaman karena, para

pengunjung harus berdesak-desakkan ketika ingin membeli sesuatu pada saat pasaran Legi, dan

Page 17: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

hal tersebut juga membuat jalan di sekitar pasar Kotagede menjadi macet, sehingga para

pengguna jalan menjadi terganggu.

Melalui program rehabilitasi pasar Legi Kotagede pada tahun anggaran 2008, pemerintah kota

Yogyakarta memberikan dana hibah kepada Yayasan Kanthil Kotagede sebesar Rp

285.000.000,00 guna menata wajah di sepanjang jalan Mondorakan dengan membuat jalur

pedestrian dan memoles wajah pasar Legi Kotagede dikembalikan ke wajah pasar Legi Kotagede

seperti bangunan pasar pada masa lalu. Selanjutnya Yayasan Kanthil telah mengusulkan kepada

Pemerintah Kota atau Kimpraswil Kota untuk menata halaman pasar atau plaza dan jalan

didepan jalan pasar Kotagede.

Untuk membangun wajah Kotagede lama, sebagai penanda agar masyarakat Kotagede tidak

kehilangan jejak sejarah kotanya Harapanya dengan menata wajah pasar Legi Kotagede tidak

hanya sekedar untuk romantisme belaka, namun dengan tujuan memberi manfaat dan makna

baru serta kualitas kehidupan di kawasan Kotagede. Untuk dapat tertata lebih baik serta memberi

kenyamanan bagi yang memandang dan mengunjunginya, menambah pendapatan ekonomi para

pedagang serta dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat.

Yayasan Kanthil juga berharap supaya Pasar Legi Kotagede tidak hanya menjadi kawasan

beraktivitas ekonomi saja namun juga bisa menjadi sarana tempat rekreasi, menimba ilmu dan

aktivitas seni budaya bagi masyarakat Kotagede khususnya maupun masyarakat luas pada

umumnya.Sehingga kedepan akan lebih banyak lagi orang yang berkunjung ke Kotagede, untuk

membelanjakan Rupiah, Dolar, Zen dan Uero pada para pengrajin perak, penjual jajanan pasar,

bakul pecel, dan sebagianya. Kotagede kembali bangkit, adil, dan makmur loh jinawi. Karena

pasar tradisional seperti pasar Legi Kotagede sekarang sudah sangat terancam keberadaanya oleh

bermunculanya super market yang sudah menyerang dari segala penjuru sudut Kotagede. Kalau

tidak dijaga pasar tradisional akan kehilangan gaungnya.

Motif dan Kontribusi Yayasan Kanthil Bagi Kotagede

Kata motif dan motivasi, keduanya mempunyai pengertian yang hampir sama. Motif merupakan

asal kata dari motivasi, sedangkan kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang

berarti dorongan atau daya penggerak. Dorongan atau daya penggerak tersebut berasal dari

dalam diri individu, dan dorongan tersebut yang menyebabkan seseorang untuk bertindak atau

melakukan sesuatu sesuai keinginan masing-masing dari setiap individu untuk mencapai tujuan

Page 18: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

tertentu. Max Ceimon dan Messick (1976) menyatakan bahwa seseorang dinyatakan memiliki

motif sosial, jika ia di dalam mengambil keputusan memperhitungkan akibatnya bagi orang lain.

(Abu Ahmadi, 2002: 192).

Sebagai salah satu tempat tujuan pariwisata di Yogyakarta, Kotagede merupakan suatu tempat

yang menarik untuk dikunjungi karena, di Kotagede terdapat situs peninggalan Kerajaan

Mataram Islam yang menyimpan nilai sejarah dan budaya yang oleh pemerintah Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY), komplek Masjid Besar Mataram telah ditetetapkan sebagai kawasan

benda cagar budaya (BCB) dan dilindungi oleh undang-undang nomor 5 tahun 1992 selain itu,

Kotagede juga merupakan suatu daerah penghasil kerajinan perak yang mempunyai nilai seni

yang tinggi.

Disepanjang jalan utama daerah Kotagede banyak terdapat toko-toko kerajinan perak yang

menawarkan aneka macam hasil kerajinan perak seperti aneka macam souvenir, perhiasan dan

berbagai macam miniatur transportasi dan lain sebagainya. Toko-toko perak yang terdapat di

sepanjang jalan utama Kotagede diantaranya adalah Mila Silver, Yolanda Silver, HS Silver,

Narti Silver, MD Silver dan masih banyak lagi toko-toko kereajinan perak yang tersebar di

kawasan Kotagede yang menawarkan aneka macam kerajinan perak dan hal ini menarik para

wisatawan untuk berkunjung dan berwisata ke Kotagede

Kotagede adalah merupakan sebuah daerah yang mempunyai jejak sejarah yang jelas dan penting

sebagai daerah peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Kotagede mempunyai banyak potensi

budaya yang perlu untuk terus dikembangkan dan dilestarikan, agar masyarakat Kotagede

khususnya dan masyarakat luas pada umumnya tidak kehilangan jejak sejarah dan kebudayaan

peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam.

Potensi yang dimiliki oleh Kotagede antara lain adalah, potensi kerajinan, potensi pengolahan

makanan tradisional, potensi seni pertunjukan (seni kampung), potensi gerakan sosial masyarakat

dan potensi sejarah (situs sejarah). Potensi tersebut terdapat di dalam lima daerah yakni,

kampung Basen sebagai basis potensi kerajinan, kampung Prenggan sebagai basis potensi

pengolahan makanan tradisional, kampung Bumen sebagai basis seni pertunjukan (seni

kampung), kampung Selokraman sebagai basis potensi gerakan sosial masyarakat dan kampung

Dondongan sebagai basis potensi sejarah.

Melestarikan juga mengembangkan makna-makna dan nilai-nilai yang ada disesuaikan dengan

perkembangan waktu. Dalam upaya melestarikan budaya serta mengembangkan potensi yang

Page 19: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

dimiliki oleh Kotagede sebagai daerah peninggalan Kerajaan Mataram, dan dalam upaya

mempromosikan serta memperkenalkan potensi yang dimilki oleh Kotagede kepada masyarakat

luas, Yayasan Kanthil menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang mempunyai komitmen

yang sama dengan Yayasan Kanthil dalam melestarikan, mengembangkan dan membangun

Kotagede. Dengan adanya kerjasama yang terjalin dengan berbagai pihak yang mempunyai

komitmen yang sama dengan yayasan Kanthil dalam melestarikan dan mengembangkan potensi

budaya yang dimiliki oleh Kotagede, Yayasan Kanthil mempunyai harapan dan tujuan semua

yang telah dilakukan dapat membuahkan hasil sesuai dengan motif sosial dari Yayasan Kanthil

dalam melestarikan budaya lokal Kotagede yakni, pelestarian budaya yang ditujukan untuk

kepentingan bersama dan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat Kotagede.

Pelestarian bagi para pegiat Yayasan Kanthil lebih ditujukan untuk menjadi alat dalam mengolah

transformasi dan revitalisasi kawasan Kota gede.Upaya ini bertujuan pula untuk memberikan

kualitas hidup masyarakat yang lebih baik berdasarkan pada kekuatan aset lama dan melakukan

pencangkokan program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan serta merencanakan

program partisipasi dengan memperhitungkan etimasi ekonomi. Dalam proses pelestarian atau

konservasi, Yayasan Kanthil tidak hanya

melestarikan dan mengembangkan peninggalan-peninggalan budaya yang berbentuk fisik seperti

bangunan bekas Kerajaan Mataram dan bangunan rumah-rumah tradisional Jawa, akantetapi

Yayasan Kanthil juga melestarikan dan mengembangkan budaya dalam wujud non-fisik

diantaranya adalah tata nilai, kearifan-kearifan yang dimiliki masyarakat lokalKotagede,

kesenian tradisional, kerajinan perak, tembaga dan kuningan yang kesemuanya itu perlu untuk

dilestarikan dan dikembangkan sebagai alternatif peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal

Kotagede dalam semua aspek kehidupan.

Program kegiatan Yayasan Kanthil dalam upaya mempromosikan dannmemperkenalkan

Kotagede kepada masyarakat luas, sebagai upaya untuk melestarikan budaya lokal Kotagede

sedikit banyak telah membawa perubahan bagi Kotagede sekarang ini. Dengan kerjasama yang

dilakukan oleh Yayasan Kanthil dengan berbagai pihak serta dengan adanya promosi yang

dilakukan oleh Yayasan Kanthil untuk memperkenalkan potensi yang dimiliki Kotagede kepada

masyarakat luas, melalui media cetak maupun media elektronik, telah membuat Kotagede

menjadi lebih dikenal dan diminati oleh masyarakat luas sebagai tempat tujuan alternatif untuk

berwisata. Dalam proses memperkenalkan potensi yang dimiliki oleh Kotagede kepada

Page 20: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

masyarakat luas guna melestarikan budaya lokal Kotagede, Yayasan Kanthil tidak pernah

kehabisan ide, ini bisa dilihat ketika Yayasan Kanthil dengan cukup jeli melirik televisi yang

mempunyai daya publisitas yang tinggi.

Selain program liputan budaya dan sejarah yang telah banyak dilakukan oleh beberapa stasiun

televisi sejak awal tahun 2000-an, Yayasan Kanthil sudah beberapa kali menjalin kerjasama

dengan berbagai pihak stasiun televisi lokal maupun nasional dan beberapa rumah produksi iklan

dan film. Pada tahun 2002 ketika banyak orang kegandrungan acara reality show yang bernuansa

mistis yaitu uji nyali di tempat-tempat yang dianggap angker dan seram, Yayasan Kanthilpun

dengan cukup jeli, juga memanfaatkan situasi tersebut dengan memberi penawaran yang

berbeda. Beberapa lokasi di Kotagede menjadi lokasi ajang uji nyali dalam program Dunia Lain

yang kemudian ditayangkan di stasiun televisi Trans TV. Tahun berikutnya atas rekomendasi

Yayasan Kanthil pula, Karno's Film memakai beberapa rumah tradisional di Kotagede sebagai

lokasi shuting film berjudul Gita Cinta Dari SMA, yang ditayangkan di stasiun televisi Indosiar.

Tahun 2008 Kotagede kembali menjadi lokasi shuting iklan sebuah produk kecantikan dan iklan

salah satu merk kartu seluler, yang semuanya menggunakan lokasi di Kotagede yang mempunyai

nilai potensi sejarah dan budaya lokal Kotagede. Dengan penawaran Yayasan Kanthil kepada

berbagai stasiun televisi dan beberapa rumah produksi iklan dan film, untuk menggunakan

beberapa lokasi di Kotagede sebagai lokasi shuting, diharapkan akan semakin banyak lagi

wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke Kotagede, setelah mereka menyaksikan Kotagede

melalui layar kaca televisi. Setelah penayangan program liputan sejarah dan budaya Kotagede,

serta penayangan acara Dunia Lain, sinetron dan iklan di televisi yang mengunakan beberapa

lokasi di Kotagede yang mengandung nilai potensi sejarah dan budaya lokal Kotagede sebagai

lokasi shuting, banyak warga masyarakat dari luar kota Yogyakarta yang berkunjung ke

Kotagede dan melihat secara langsung tempat-tempat yang dijadikan sebagai lokasi shuting yang

kebetulan tempat-tempat tersebut merupakan tempat yang mengandung potensi nilai sejarah dan

budaya lokal Kotagede yang telah terlupakan oleh sebagian masyarakat Kotagede sendiri

maupun oleh masyarakat luar Kotagede.

Kesimpulan

Upaya pelestarian budaya dapat pula dijadikan sebagai cara alternatif bagi peningkatan kualitas

kesejahteraan hidup masyarakat berdasarkan pada kekuatan aset lama yang sudah ada pada suatu

Page 21: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

daearah, kemudian diadakan program kegiatan yang kreatif, menarik dan berkelanjutan serta

terus merencanakan program partisipasi dengan tetap memperhitungkan estimasi ekonomi.

Melestarikan kaitanya dengan budaya dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan, menjaga

dan mengembangkan budaya yang terdapat dalam suatu daearah, serta memberi pemaknaan baru

terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disesuaikan dengan perkembangan waktu

sehingga dapat dimanfatkan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dalam

semua aspek kehidupan. Yayasan Kanthil, Karso Anteping Tekat Hangudi Ilmu Luhur, dalam

bahasa Indonesia artinya adalah niat disertai tekad yang mantap untuk mengunduh ilmu yang

luhur.

Yayasan Kanthil bergerak dalam bidang pengembangan seni, budaya dan pariwisata Kotagede

didirikan oleh sekelompok warga asli Kotagede pada tanggal 31 Desember 1999. Yayasan

Kanthil berdiri sebagai tindak lanjut dari motif sosial sekelompok pemuda asli Kotagede yang

memiliki rasa cinta serta kepeduliankhusus terhadap daerah tempat tinggalnya yakni Kotagede

sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang terdapat di Yogyakarta dan memiliki banyak

potensi, untuk secara lebih serius melestarikan dan mengembangkan potensi budaya lokal

Kotagede melalui pendekatan serta pengembangan yang bijak dalam arti aspek-aspek penting

yaitu pelestarian, pelibatan masyarakat, pendidikan dan ekonomi dapat tercukupi.

Potensi yang dimiliki oleh Kotagede dapat dipilah menjadi lima kelompok pertama potensi

kerajinan, kedua potensi pengolahan makanan tradisional, ketiga potensi seni pertunjukan,

keempat potensi gerakan sosial masyarakat dan yang kelima adalah potensi sejarah. Dalam

upaya melestarikan, memgembangkan serta memperkenalkan potensi yang dimiliki oleh

Kotagede kepada masyarakat luas, Yayasan Kanthil menjalin kerjasama dengan berbagai pihak

yang mempunyai komitmen yang sama dengan Yayasan Kanthil dalam melestarikan budaya

lokal Kotagede, dan mengadakan berbagai macam kegiatan, diantaranya Rambling Trough

Kotagede (tlusap-tlusup Kotagede), festival Kotagede, jelajah religi, Hunting Architectur, dan

kegiatan lain sebagainya yang dibuat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu

pelaksanaan kegiatan. Sebagai lembaga pengembang seni, budaya dan pariwisata Kotagede,

Yayasan Kanthil berkomitmen untuk secara aktif, dinamis dan berkelanjutan melestarikan semua

peninggalan budaya yang terdapat di Kotagede baik peninggalan-peninggalan dalam bentuk fisik

maupun dalam bentuk non-fisik.

Page 22: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Daftar Pustaka

Adisakti, Laretna. T. “Revitalisasi Bukan Sekedar Beautification”, dalam www.urdi.org, diakses

tanggal 12 September 2008.

Ahmad, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.

Ari, Bowo. “History of Kotagede”, dalam www.masbowojoyopranan. blogspot.com, diakses

tanggal 22 November 2008.

Darban, Adaby. Kebudayaan Sebagai Media Dakwah, dalam Brosur Lebaran, No.42, 2004.

Fakih, Mansoer. Mayarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004.

Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: Revika Aditama, 2004. “Laporan Cagar Budaya” dalam

www.ftsp1.uiiac.id, diakses tanggal 29 Agustus 2008.

Ihroni. T.O. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996.

Isnawan, Bambang. “Partisipasi dan Dimensi Kaswadayaan: Pengalaman LSM Membangun

Keswadayaan Masyarakat”, dalam www.ekonomi.rakyat.org, diakses tanggal 27 Agustus 2008.

“Kunir Asam Mengembalikan Makna Satu Suro”, dalamwww.indomedia.com, diakses tanggal

12 September 2008

Kuntowijoyo. Budaya Dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.

Marsianto, Herry. Kotagede A Living Moseum: Kerajinan. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata, 2003.

Martaniyah, Sri Mulyani. Motif Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984.

Mook, Van. Kuta Gede. Jakarta: Bhratara, 1972.

Mustofa, Lia. “Rambling Thrugh Kotagede (Tlusap-tlusup Kotagede)”,

dalamwww.content.hig.com, diakses tanggal 12 September 2008.

Nakamura, Mitsuo. Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin: Studi tentang pergerakan

Muhamadiyah di Kotagede, Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983.

Nana, Syaodih. Sikap Belajar Siswa Aktif dan Motivasi Dari Guru Dengan Pestasi Belajar.

Bandung: Alfabeta, 1980.

Natsir, Muhamad. Kotagede yang Semakin Dilirik. Dalam brosur Lebaran No.43Yogyakarta,

2004.

---------------------. Menata Wajah Pasar Legi Kotagede. Dalam Brosur Lebaran No. 47

Yogyakarta, 2008.

Page 23: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Nurmiana. Upaya Melestarikan Rumah Joglo Di Kotagede. Dalam

www.kedaulatanrakyatonline.com.

Noto, Widagdo. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist. Jakarta: Rajawali Press,

2000.

Primantoro. “Kotagede Masuk 100 Situs Budaya Paling Terancam di Dunia”, dalam www.

primantoro.web.id.diakses tanggal 10 Agustus 2008.

“Profil Kanthil”, dalam, www.geocities.com, diakses tanggal 27 November 2008.

Sa’dah, Nurus. Bahan Ajar: Matakuliah Ilmu Manajemen. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2007.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995.

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Wali Press, 1998.

Soehada, Moh. Pengantar Metodelogi Penelitian Sosial Kualitatif, dalam Buku Daras, 2004.

Soekanto, Soerjono. Teori Sosiologi Tentang Pribadi Masyarakat. Jakarta:Ghalia Indonesia,

1982.

-----------------------. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990.

Sugarman, Yayuk. Menyelamatkan Rumah Joglo yang Kian Langk. Dalam

www.sinarharapan.co.id.

Sugiarto. “JBK Himpun Dana Selamatkan cagar Budaya”. Dalam www.suaramerdeka.com,

diakses tanggal 12 September 2008.

Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003.

Syarief, Syafrilsyah. Rekaawan Kemanusiaan Masyarakat Aceh Pasca Stunami (Analisa Perikalu

Prososial Pasca Srunami di Banda Aceh).

www..ppiukm.org/arsip/sc_conf/abstrak/Safrilsyah.pdf, diakses Tanggal 28 September 2008.

Tim Peneliti Lembaga Studi Jawa. Kotagede dan Dinamika Sejarahnya. Yogyakarta: Lembaga

Studi Jawa, 1997.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi.

Yogyakarta: fakultas UIN Sunan Kalijaga, 2008.

Uno, Hamzah. B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukuranya. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Page 24: Motif Sosial Yayasan Kanthil Dalam

Untoro, Ons. “Identitas Lokal Dalam Wisata Budaya”, dalam www.cetak.kompas.com.diakses

tanggal 8 April 2008.

Usmara, A. Motivasi Kerja: Proses Teori dan Praktik. Yogyakarta: Amara Books, 2006.

Wijoyono, Elantow. Langkah Kanthil Melestarikan Kotagede, dalam

www.elontowow.wordpres.com diakses tanggal 22 November 2008.

“Wisata Alternatif”, dalam www.sendaljepit.wordpres.com, diakses tanggal 1 September 2008.