moro takok

41
MORO TAKOK OLEH: SUANTOKO ADEGAN I PANGGUNG MERUPAKAN RUMAH DUA NENEK, SALAH SATU NENEK SEORANG DUKUN BERANAK, DAN SATUNYA LAGI DUKUN PENGASIHAN. DI DALAM RUMAH TERDAPAT SATU TEMPAT TIDUR DAN SATU MEJA LESEHAN. DINDING-DINDING RUMAH DIGUNAKAN UNTUK MENJEMUR JARIT TAPIH. SELAIN ITU, DINDING TERSEBUT JUGA DIHIASI OLEH GERABAH DITUTUP MORI. DI SELA-SELA GERABAH DIJEJELI BUNGKUSAN ROKOK. MBAH NGADIYEM : Tiap pagi perkerjaannya nyedot rokok terus. Apa kamu kenyang kebal-kebul merokok terus? MBAH SATIJAH : Itu terserah saya, rokok tidak beli saja. Mengapa Mbak Yu yang repot?! Terus, siapa yang mau menghisap rokok ini, selain saya. Mbak Yu juga tidak doyan 1

Upload: suantoko-genaharjo

Post on 17-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

naskah lakon

TRANSCRIPT

MORO TAKOKOLEH: SUANTOKO

ADEGAN IPANGGUNG MERUPAKAN RUMAH DUA NENEK, SALAH SATU NENEK SEORANG DUKUN BERANAK, DAN SATUNYA LAGI DUKUN PENGASIHAN. DI DALAM RUMAH TERDAPAT SATU TEMPAT TIDUR DAN SATU MEJA LESEHAN. DINDING-DINDING RUMAH DIGUNAKAN UNTUK MENJEMUR JARIT TAPIH. SELAIN ITU, DINDING TERSEBUT JUGA DIHIASI OLEH GERABAH DITUTUP MORI. DI SELA-SELA GERABAH DIJEJELI BUNGKUSAN ROKOK.

MBAH NGADIYEM: Tiap pagi perkerjaannya nyedot rokok terus. Apa kamu kenyang kebal-kebul merokok terus?MBAH SATIJAH:Itu terserah saya, rokok tidak beli saja. Mengapa Mbak Yu yang repot?! Terus, siapa yang mau menghisap rokok ini, selain saya. Mbak Yu juga tidak doyan rokok, tho? Sudah! tidak usah ceramah di depan saya. Lha wong saya ini tukang ceramah, kok diceramahi.MBAH NGADIYEM:Siapa juga yang menceramahi kamu. Kamu itu ingat umur. Kalau tidak kamu pedulikan kesehatanmu sekarang, terus kapan lagi?MBAH SATIJAH: Heh, Mbak Yu. Lha tadi apa, kalau tidak menceramahi! Setiap hari saya ingat umur, Mbak Yu. Umur saya tidak pernah saya lupakan. Beda sama Mbak Yu. Halah, Mbak Yu tidak ingat tho, kapan Mbak Yu lahir? Paling-paling yang Mbak Yu ingat, ketika jadi gundiknya tentara Jepang, iya tho Mbak Yu? Berapa anak Mbak Yu? Ada 13 ekor, 6 laki-laki, dan 7 perempuan, tetapi 13 ekor mati semua, karena tidak dapat asi dan nasi. Empat yang mbedodong dipangkuanku. Aku masih ingat persis. Lha wong saya yang ngemong.MBAH NGADIYEM:Lho! Lho! Kamu jangan sembarangan. Dulu, kita ini sama-sama gundhik. Kenapa kamu malah membuka kedokku dan kedokmu, kedok sendiri kok dibuka. Awas kalau kamu ngoceh terus, dak suruh minggat dari sini. Saya ini cuma mengingatkan kamu, kalau kamu ini juga sudah tua. Sama seperti saya.MBAH SATIJAH:Ora kenek popo! Siap Mbak Yu, cuma kita yang tahu. (tertawa) Jangan salah, saya ini masih muda. Jiwa saya juga remaja. Beda sama Mbak Yu, yang sudah kempong perot ora payu. Kalau saya masih banyak yang naksir.MBAH NGADIYEM:Apa! Muda?! (heran) Masih muda kamu bilang? (melihat muka Satijah) Coba saya lihat. Cuih, begini bilang muda. Kamu ini tua-tua keladi, Jah. Muka sudah kisut begitu, bilang muda. Lha terus, piye tuwekmu? Kalau saya menyadari diriku, memang saya sudah tua, makanya kempong perot.MBAH SATIJAH:Tuwekku ya bungkuk, seperti Mbak Yu. Saya sekarang belum bungkuk. Cuma punggung saya kalau tidak dibungkukkan, rasanya pegal-pegal.MBAH NGADIYEM:Mbuh, sak karepmu! Nenek-nenek ngeyel. Apa tidak malu dengan cucumu?MBAH SATIJAH:Cucu?! kenapa harus malu dengan cucu? Saya ini belum pernah menikah. Belum pernah punya cucu. Lha wong, anak saja tidak punya. Beda sama Mbak Yu, yang pekerjaannya menernak anak seperti kucing.MBAH NGADIYEM:Cocotmu kuwi lho, tidak punya unggah-ungguh. Lha terus, anak yang dulu kamu gendong itu, kamu tinggal ke mana? Kamu jual anakmu itu? Dasar ,sindikat penjual anak! Dak repotne pulisi kamu.MBAH SATIJAH:Eee. Eee. Ngawur! Saya sudah pusing berurusan dengan pulisi. Pulisi itu musuh saya. Saya tidak mau keluar masuk mbuen lagi. Makanya saya nekat jadi dukun. Ngawur saja! Anak itu, saya kembalikan sama yang punya.MBAH NGADIYEM:Piye, tho! Katanya anakmu!MBAH SATIJAH:(tertawa) Dak bujuki. Itu saya sewa buat mengemis di perempatan jalan. Kalau ngemis bawa anak kecil, pasti dapat banyak uang.SAMBIL MENUMPUK BUNGKUS ROKOK, SATIJAH MENYALAKAN KOREK.MBAH NGADIYEM:Kukira itu anakmu, terus kamu jual anak itu. Mbok ya, rokoknya itu dimatikan saja. Itu mengganggu pasien saya. Asap rokokmu itu pengus.MBAH SATIJAH:Jual! Jual! Seng apik ah. Itu anak orang. Halah, asap rokok itu masih mending, daripada bau amis jarit tapih yang Mbak Yu jemur itu. Belum lagi yang di ngaron itu. Jarit-jarit itu mbok ya dicuci. Baunya amis! Apa ruangan ini mau kamu jadikan kandang beranak kucing?! Tiap hari hanya mengandalkan Sarijan saja. Nanti, si Sarijan saya suruh mijiti saya. Jangan kamu suruh mencuci blotongmu itu.MBAH NGADIYEM:Siapa juga yang mau menyuruh gendakan-mu itu. Saya masih kuat mencuci.MBAH SATIJAH:Gendakan?! Yang bener saja. Dia itu pembantu kita.MBAH NGADIYEM:Jumawa sekali kamu. Rumah reot begini kamu bilang memiliki pembantu. Kalau pembantu itu lebih cocok di rumah gedong magrong-magrong. Lantaine kinclong. Penghunine ayu tur ngganteng moblong-moblong. Sementara kita, kempong perot. Rumah reot. Itu rewang kita, bukan pembantu. Kita anggap dia itu yang menggurus kita, karena kita sudah tua.MBAH SATIJAH:Sak senengku, tho. Apa benar Mbak Yu, kalau kita ini sudah tua?MBAH NGADIYEM:Coba bercermin di belanga depanmu itu.MBAH SATIJAH:(bercermin) Ah! Mbak Yu membodohi saya. Lha wong muka saya masih singset begini.MBAH NGADIYEM:Singset! Singset batukmu sempal.SATIJAH:Ah! Jangan menghilangkan semangat muda saya, tho. Eh. Eh. Sebentar Mbak Yu, ngaron saya, airnya keruh. Ini pertanda ada yang datang.MBAH NGADIYEM:Siapa yang datang?MBAH SATIJAH:Sebentar, Mbak Yu, dari bau keringat sepertinya orang ini pelanggan tetap kita, karena airnya semakin keruh. Biarkan ngaron saya menerawang dulu.DARI DALAM LUAR RUMAH TERDENGAR SUARA MENGUCAPKAN SALAM.SARIJAN:Kulo nuwun, Mbah. Kulo nuwun!MBAH SATIJAH:Monggo! Benarkan, Mbak Yu? Ada tamu datang. Ngaron saya ini jujur.ADEGAN IISARIJAN MASUK KE RUMAH DENGAN MEMBAWA BOJOK SEBAGAI WADAH UNTUK MENGAMBIL JARIT KOTOR SISA-SISA MELAHIRKAN.MBAH SATIJAH:Dasar kamu ini, mengganggu ngaronku konsentrasi.SARIJAN:Memangnya kenapa dengan ngaron, Simbah? Apa ngaron Simbah pecah, karena saya masuk?MBAH SATIJAH:Bukan begitu juga. Kamu telah membuat ngaron saya keruh. Ngaronku jadi bingung. Dasar muka-muka keruh.SARIJAN:Terus kenapa? Memang muka saya sudah keruh, Mbah. Meskipun begitu, tapi jangan salah, biarkan keruh begini, pacar saya tiga. Simbah Satijah ngiri terus sensi sama saya, karena cinta simbah saya tolak mentah-mentah.MBAH SATIJAH:Kapan saya menyatakan cinta! Oh. Lethong kowe. Ngiri, Ngiri! Iri sensi kok sama dapuramnu, ora sudi!MBAH NGADIYEM:Sudah. Sudah! Tidak kena apa-apa, Jan. tidak ada apa-apa.MBAH SATIJAH:Tidak ada apa-apa bagaimana! (kepada Sarijan) Kamu ini telah memecah konsentrasi ngaron saya. Airnya jadi keruh ini. (kepada Ngadiyem) Mbak Yu ini bagaimana?! Saudelmu dewe, bilang tidak ada apa-apa.SARIJAN:Sini, Mbah. Airnya saya ganti yang baru.MBAH SATIJAH:Ngawur kamu! Ini bukan sembarang air. Sembarangan saja kamu ini.SARIJAN:(heran) Bukan sembarang air?! La terus air apa? Air kelapa, air soda, atau air kencing. Sini dak uyuhi ngaronmu, Mbah. Kalau memang air kencing yang dipakai.MBAH SATIJAH:Bocah gemblung! Sido dak odot penthunganmu!MBAH NGADIYEM:Sudah, Jan. Ini yang harus kamu cuci hari ini.MBAH SATIJAH:Tadi ngomongnya tidak mau menyuruh. Apa tidak malu menjilat ludah yang sudah menyentuh tanah?MBAH NGADIYEM:Sudah! Tidak usah banyak omong. (kepada Sarijan) Sudah, Jan! Bawa ke kali sana.MBAH SARIJAN:Nggeh, Mbah. (kepada Mbah Satijah) Anunya Simbah tidak saya cuci juga. Sini kalau mau dicuci juga. Sekalian berangkat ke kali.MBAH SATIJAH:Bocah semprul. Jangan nglantur kamu. Ona anu! Cocotmu minta dijejeli keris?! Ngawur saja ngomongnya.MBAH SARIJAN:Maksud saya itu, tapihnya Simbah. Ada yang kotor tidak?! Kalau ada yang kotor, biar saya cuci sekalian. Begitu saja sudah naik darah.MBAH SATIJAH:Tidak ada! Tidak usah kamu cucikan. Saya masih kuat mencuci. Biar saya cuci sendiri. Sana pergi! Ngajak tawur saja pagi-pagi. Kalau perlu, ndasmu itu, lho. Saya masih kuat ngeramasi sampai brodol modal-madil rambutmu.MBAH SARIJAN:Tua-tua sewot. Kalau tidak ada, ya sudah! Begitu saja nggondik. Mbah-mbah nggondik.MBAH NGADIYEM:Sudah, Jan. Sana pergi!SARIJAN:Mbah Satijah sewot.MBAH SATIJAH:Bocah, Bocah! Gedene sak kebo pikire durung pecah. Bocah gudel.SARIJAN PERGI KE SUNGAI. HANYA MENINGGALKAN DUA NENEK YANG SEDANG DUDUK-DUDUK DI DALAM RUMAH.MBAH NGADIYEM:Kamu itu juga belum pecah. Kamu ini sejak dulu sampai sekarang, tidak pernah berubah dengan Sarijan. Dia itu masih remaja, nanti kalau purik bagaimana? Dia tidak mau lagi ke sini, repot kita, Jah.MBAH SATIJAH:Aku masih seperti yang dulu, Mbak Yu. Lha, rewangmu itu, tiap masuk ke rumah ini pasti mengajak saya adu jotos.MBAH NGADIYEM:Mbok ya, tidak usah digagas. Tidak usah diladeni. Kamu itu sudah tua, sudah saatnya nyepuhi barang seng enom. Mbok ya jangan ikut-ikutan gaya anak remaja. Masa kamu ikut anak remaja yang emosinya tinggi.(Satijah menyalakan rokok)MBAH NGADIYEM:Sudah, tho. Rokoknya dimatikan dulu. Sebelum rokok mematikan kamu.MBAH SATIJAH:(cemberut) Iya! Iya! Saya matikan.MBAH NGADIYEM:Begitu kan lebih cantik, tanpa harus nyedot rokok. Merokok itu hal yang muspra tanpa guna. Apa paedahe? Ngono kok mok lakoni. Mbok ya nyapu, membersihkan kendil-kendil itu, nyepeti mripat.MBAH SATIJAH:Piye tho, Mbak Yu? Rokok ini ada paedahe. Ngawur! Bilang kalau rokok tidak ada paedahe. Mbak Yu ini bagaimana? Kendil-kendil ini sumber rezeki, kok dibilang nyepeti moto. Halah, tidak saya sapu jogane juga masih mbleduk.MBAH NGADIYEM:Maksud saya, kendil-kendilmu itu ditebasi. Sawang thok kuwi lho. Punya barang yang open.MBAH SATIJAH:Westo, yang penting rezeki moro.MBAH NGADIYEM:Sak karepmu, Jah! Dielingno ora gugu.ADEGAN IIIMELIHAT MUKA MBAH SATIJAH YANG CEMBERUT, KARENA TIDAK BOLEH MEROKOK, KEMUDIAN MBAH NGADIYEM MELIPAT JARIT TAPIH YANG DI JEMUR DI PINGGIR DINDING-DINDING RUMAH. TAK LAMA, KEMUDIAN MASUK PEMUDA INGIN MENEMUI MBAH SATIJAH.KARTAM:Kulo nuwun! Kulo nuwun!MBAH NGADIYEM:Monggo! Langsung mlebet mawon.KARTAM: Nggeh, Mbah.MBAH NGADIYEM:Eh. Cah bagus Kartam. Ada apa cah bagus? Duduk sini.KARTAM:Nggeh, Mbah. Matur sembah nuwun. Anu, Mbah. Saya ingin minta pertolongan Mbah Satijah.MBAH NGADIYEM:Itu, simbahmu lagi cemberut, purik simbahmu. Ya sudah, Nak Kartam. Saya tinggal masuk dulu.KARTAM:Nggeh, Mbah. Sumangga.KARTAM MENDEKATI MBAH SATIJAH YANG SEDANG CEMBERUTMBAH SATIJAH:Ada apa dekat-dekat! Ada keperluan apa!KARTAM:Iya, Mbah. Saya minta pertolongan Simbah.MBAH SATIJAH:Lha iya, minta tolong apa? Santet, tenung, guna-guna, cari jodoh, atau cari rezeki. Kalau mau cari rezeki, sana kerja. Jangan ke sini! Saya tidak bisa memberikan rezeki.KARTAM:Simbah ini ada-ada saja. jangan begitu, pamali.MBAH SATIJAH:Lha terus apa? Santet, tenung, guna-guna?! Saya bukan ahlinya.KARTAM:Ah, Simbah. Itu malah tidak. Dagangan saya tidak laku-laku, Mbah.MBAH SATIJAH:Tidak kamu jual, makanya tidak laku-laku.KARTAM:Sudah, mbah. Kemarin itu, seharian saya jual tidak laku-laku.MBAH SATIJAH:Daganganmu sudah busuk, makanya tidak laku.KARTAM:Simbah ini bagaimana, tho? Mainan anak-anak mana bisa busuk.MBAH SATIJAH:Namamu siapa?KARTAM:Simbah ini pura-pura atau bagiamana? Masa tetangga sendiri lupa namanya?MBAH SATIJAH:Jadi minta pertolongan tidak!KARTAM:Ya, jadi tho, Mbah.MBAH SATIJAH:Sebutkan nama, weton pasaran, dan perlumu apa!KARTAM:Untuk apa, Mbah? Lengkap sekali, seperti mau disunat saja. Anak mau disunat saja tidak selengkap itu.MBAH SATIJAH:Eee, ngeyel terus kamu ini! (mengambil keris) Kamu mau saya sunat lagi!KARTAM:Ya, Mbah. Maaf? Eee, tidak Mbah.MBAH SATIJAH:Cepat!KARTAM:(kaget) Iya, Mbah. Amit-amit jabang bayi. Nama saya Kartam, lengkapnya Kartamito. Asli suku Jawa. Weton Jumat Kliwon. Kelahiran sasi Ruwah. Keperluan saya yaitu.MBAH SATIJAH:Yaitu apa!KARTAM:Yaitu ingin dagangan saya laris dan banyak pembeli.MBAH SATIJAH:Bisa, bisa. Mudah diatur! Sudah membawa syaratnya belum?KARTAM:Syarat? Syarat apa, Mbah?MBAH SATIJAH:Pura-pura lupa. Jadi minta tolong tidak!KARTAM:Ya, jadi tho, Mbah. Maaf, Mbah untuk kali ini kalau tidak usah syarat bagaimana? Dagangan saya belum laku, Mbah.MBAH SATIJAH:Semprul! Dukun kamu tawar. Cepat! Ambil dan bawa persyaratannya ke sini! Kalau tidak, ya wassalam.KARTAM:Iya, Mbah. Saya belikan di warung. Nyuwun pamit, Mbah.MBAH SATIJAH:Ya, sana pergi!DARI LUAR RUMAH, TERDENGAR SUARA SARIJAN MEMANGGIL MBAH NGADIYEM.SARIJAN:(berteriak lantang) Mbah Ngadiyem ada tamu!MBAH SATIJAH:Bocah gemblung. Bengak-bengok. Jalok dak sumpeli dupo cocotmu po piye! Ada tamu ya di ajak masuk. Bengak-bengok! Mbak Yu. Mbak Yu. Ada tamu, Mbak Yu!NGADIYEM:Suruh masuk saja.MBAH SATIJAH:Nggeh Mbak Yu. (kepada Sarijan berteriak) Suruh masuk saja, Jan.SARIJAN:Nggeh, Mbah.SARIJAN MASUK DENGAN MEMBAWA CUCIAN YANG BARU DIBILAS. MBAH NGADIYEM KELUAR SAMBIL MEMBAWA BANTALSARIJAN:Ini tamunya, Mbah. Mbak ini, ingin minta pertolongan Mbah Ngadiyem.MBAH NGADIYEM:Oh, iya sini masuk. Silakan duduk, Cah ayu.MBAH SATIJAH:Sarijan keplek. Mbok ya cucian basah itu, jangan dibawa masuk. Nanti lantainya becek, blok?! Goblok!SARIJAN:Lho, yang goblok itu saya, apa Simbah? Tadi yang menyuruh masuk kan, Simbah. Posisi saya memegang jemuran, jadi saya masuk, ya bawa jemuran. Kesimpulannya, yang goblok itu Simbah, bukan saya.MBAH SATIJAH:Jaran kowe, cah cilik nggoblokne wong tuwa. Nyuwun dak opeli untumu?! Bocah sundel.SARIJAN:Yang sundel itu Simbah, bukan saya. Simbah yang bekas sundel.SATIJAH:Lethong jaran bocah iki.SATIJAH MENGAMBIL GERABAH YANG DITUTUP MORI, AKAN DILEMPARKAN KE ARAH SARIJAN.MBAH NGADIYEM:Sudah, Jah! Sudah-sudah! Kembalikan, Jah! Sudah, Jan, kamu keluar! Lanjutkan pekerjaanmu. Memalukan! Apa kalian tidak malu. Ada tamu kok malah ribut sendiri. Kamu keluar, Jan!SARIJAN:Iya, Mbah! Saya keluar.MBAH NGADIYEM:Sudah, Jah! Kembalikan daringanmu itu. Malu ada tamu. Ayo kembalikan?! Itu kemenyan sama dupa, tumpah. Cepat dibersihkan!MBAH SATIJAH:(Jengkel) Iya. Iya! Saya kembalikan.MBAH NGADIYEM:Maaf ya, Cah Ayu kedatanganmu jadi terganggu. Ada apa mencari, simbah? Jenengmu sopo, Cah Ayu?WARSI:Tidak apa-apa, Mbah. Itu tidak jadi masalah. nama saya Warsi. Saya ke sini, ingin minta tolong kepada Simbah. Saya sudah hamil tiga bulan.MBAH NGADIYEM:Maksudmu! Kamu minta, digugurkan kandunganmu? Tidak, tidak! Itu dosa, Nak! Itu zaman jahiliah modern, karena belum lahir saja sudah dibunuh. Itu dosa besar.WARSI:Simbah ini ada-ada saja. Tidak mungkin, Mbah saya gugurkan kandungan saya. Ada-ada saja Simbah ini. Maksud saya ke sini, minta tolong diungkrak kandungan saya. Badan saya pegel-pegel, ketika saya hamil.MBAH NGADIYEM:Oh..., ngungkrak wiji dadi. Silakan berbaring dulu. Saya ambilkan minyak urut.WARSI:Nggeh, Mbah. Silakan.KARTAM DATANG MEMBAWA SYARAT YANG DIINGINKAN MBAH SATIJAH.KARTAM:Kulo nuwun.MBAH SATIJAH:Monggo. Sini masuk.KARTAM:Nggeh, Mbah.MBAH SATIJAH:Bagaimana! Semua persyaratan sudah kamu bawa ke sini?KARTAM: Sudah, Mbah. Ini saya bawakan dua bungkus.MBAH SATIJAH:Ah, sebungkus saja sudah cukup. Kamu menyindir saya! Sebungkusnya kamu bawa pulang. Rokok apa ini?KARTAM:Tidak, Mbah. Gudang Garam Surya.MBAH SATIJAH:Ya, ya. Syaratnya sudah benar. Begini, Nak Kartam, nanti serbuk rokok ini kamu tebarkan ke daganganmu tiga kali, tapi jangan lupa baca Syahadat dan Salawat Nabi. Beragama Islam, kan?KARTAM:Iya, Mbah. Agama Islam. Simbah ini bagaimana.MBAH SATIJAH:Paling Islam KaTePe! Sama seperti simbah. Setiap pagi kamu olesi dagangan kamu ini dengan minyak wangi ini. Sudah sana pulang dan pergi dadang!KARTAM:Nggeh KaTePe, kan Simbah yang mengajari melalui Kitab Toret.MBAH SATIJAH:Enak saja! Apa itu Toret.KARTAM:Masak Simbah tidak tahu. Itu, ditata terus diseret. Remi, ceki, upyuk, dan domino Nnniik!MBAH SATIJAH:Semprul! Jangan ngawur kamu. Kamu tahu siapa saya! Semprul, dak sunati kamu.KARTAM:Nggeh, Mbah saya tahu. Mbah matur suwun bantuannya. Nyuwun pamit.MBAH SATIJAH:Lho, lho! Pamit! Ngawur kamu. Saya ini juga butuh makan! Kamu lupa kalau saya ini dukun! Mana syarat satunya!KARTAM:Iya Mbah, lupa. Ini Mbah, tapi nyicil separuh dulu.MBAH SATIJAH:Iya, tidak apa-apa! (Menyerobot uang dari tangan kartam) Sini! Begini kan rukun. Sudah! Sana pergi! Semoga laris manis.KARTAM:(keluar) Nggeh, Mbah. Matur sembah nuwun.SEMENTARA ITU, MBAH NGADIYEM MASIH SIBUK NGUNGKRAK WARSI. SEDANGKAN MBAH SATIJAH SEDANG MENGHITUNG BUNGKUS ROKOK DARI PASIENNYA.MBAH SATIJAH:Sudah tiga ratus empat puluh sembilan. Wah, wah! Satu lagi tiga ratus lima puluh. Kalau ada festival dukun, saya mau mendaftarkan diri sebagai nominasi dukun terfavorit.MBAH NGADIYEM:Hush, jangan sombong. Seorang dukun itu andhap asor. Tidak jumawa seperti kamu. Dukun kok seperti itu. Dukun itu ibarat guru laku, seperti kanjeng rasul. Seorang dukun harus memberikan teladan yang benar. Jadilah pusat pitutur. Ngawur kamu!MBAH SATIJAH:Itu, Cuma kalau ada, Mbak Yu. Kalau tidak ada, ya tidak jadi. Itu kan tembung guyon. Begitu saja kok ditanggapi serius.MBAH NGADIYEM:Kalau tidak saya tanggapi serius, kamu itu ngawur. Seperti tidak tahu gelagatmu saja.MBAH SATIJAH:Iya, iya!MBAH NGADIYEM:Mengapa setiap kamu kedatangan tamu, selalu minta rokok? Apa tidak malu, Jah. Setiap orang minta bantuan, kamu minta rokok kepadanya?SATIJAH:Itu paline, Mbak Yu. Kalau tidak bawa rokok, ya tidak jadi.NGADIYEM:Apa! Pali?! Apa tidak ada pali lain, selain rokok?MBAH SATIJAH:Tidak ada! Itu hak paten. Rokok itu permintaan turun-temurun dari mahaguru saya.MBAH NGADIYEM:Hak paten dari mahaguru?! Iso whae! Apa tidak bisa ditawar?MBAH SATIJAH:Tidak bisa!MBAH NGADIYEM:Mengapa tidak bisa?MBAH SATIJAH:Ya, memang tidak bisa. Sudah syaratnya kalau orang datang, harus dimintai rokok. Mbak Yu ini tanya melulu, seperti Bapak Naip mau menjadi penghulu.MBAH NGADIYEM:Apa salahnya kamu jujur! Kalau kamu jujur, saya tidak tanya, Jah. Dukun itu harus jujur. Selain jujur, harus bisa menciptakan kerukunan sesama. Kita sama-sama dukun. Sudah sewajarnya, kalau sesama dukun kita jujur, damai, dan rukun. Kita tidak menjadi dukun yang bersaing, kan Jah? Kita hanya boleh bersaing untuk menciptakan masyarakat yang rukun. Kita harus menjadi kepala masyarakat menciptakan perdamaian. Saya dukun beranak, sedangkan kamu dukun pengasihan. Apa salahnya kalau kamu jujur.MBAH SATIJAH:Iya, iya, Mbak Yu, untuk apa kita bersaing. Kita sama-sama dukun, tetapi jalurnya berbeda. MBAH NGADIYEM:Walaupun berbeda, tujuan kita sama sebagai dukun yaitu menolong masyarakat untuk menciptakan kerukunan.MBAH SATIJAH:Begini Mbak Yu, mengapa saya meminta rokok, supaya mereka yang datang, mau bersedekah. Tidak menjadi orang pelit. Kalau ada rokok, orang-orang itu pada rukun. Saling memberikan sumbang asih.MBAH NGADIYEM:Apa cuma itu?MBAH SATIJAH:Rokok itu berasal dari kereta bahasa Jawa; moro takok. Jadi setiap orang yang datang itu mesti bertanya. Itulah mengapa saya diperintahkan mahaguru saya sang sepuh, untuk meminta syarat rokok, bukan yang lainnya. Kalau mereka datang tidak minta apa-apa, ya saya tidak minta rokok. Orang-orang yang merokok itu pasti menjadi orang dermawan, Mbak Yu. Mereka selalu berempati, maka dari rokok itu, saya ajari untuk memaknai hidup rukun welas asih. Melalui rokok, mereka bisa belajar tutur sapa; Rokoke iseh? Duwe korek? Kang, iki rokok. Selain itu, rokok juga dijadikan paningset, kalau mau lamaran. Mereka bisa rukun melalui rokok. MBAH NGADIYEM:Ooo, begitu tho, Jah! Ternyata kamu itu dukun pinter. Tidak salah orang-orang datang meminta bantuan kamu.MBAH SATIJAH:Siapa dulu, Satijah!MBAH NGADIYEM:Sudah, Nduk ngurutnya. Janin kamu baik-baik saja. Cuma, kamu jaga kesehatanmu. Jangan terlalu capek.WARSI:Nggeh, Mbah. (memberikan upah) Terima kasih sarannya.MBAH NGADIYEM:Tidak usah. Buat kamu saja. Lebih baik kamu gunakan untuk biaya persalinan kamu nanti.WARSI:Nggeh, Mbah. sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Saya pamit dulu, Mbah.NGADIYEM:Kok, buru-buru saja. Memangnya mau ke mana?WARSI:Mau masak, Mbah. Kasihan nanti, kalau suami saya pulang kerja, tidak ada masakan.MBAH NGADIYEM:Ya, sudah. Hati-hati dan jaga kandungan kamu.WARSI:(keluar) Nggeh, Mbah.ADEGAN IVWARSI KELUAR DARI RUMAH MBAH NGADIYEM. BEGITU JUGA DENGAN MBAH NGADIYEM JUGA MASUK KE DAPUR. DI DALAM RUMAH HANYA MENINGGALKAN MBAH SATIJAH YANG MENAMPAKKAN MUKA KECUTMBAH SATIJAH:Ooo, dasar dukun goblok! Diberi upah tidak mau! Mbak Yu nanti mau makan apa? Makan kerikil?! Kalau saya tidak diberi, ya saya yang minta. Menolak rezeki itu dosa.MBAH NGADIYEM:Kamu yang goblok! Kata siapa menolak rezeki dosa. Memang kita tidak boleh menolak rezeki, tapi mbok ya dilihat, rezeki itu lewat siapa. Orang hamil kok dimintai. Mana empatiku sebagai dukun?MBAH SATIJAH:Mbak Yu menghina saya! Nantang saya begitu! Wajar, tho! Kalau saya minta jatah saya, sebagai dukun. Saya juga butuh makan. Apa Mbak Yu tidak butuh makan? Apa Mbak Yu sudah kenyang makan ari-ari setiap hari?!MBAH NGADIYEM:Siapa yang menghina kamu. Setiap orang butuh makan, tetapi jatah kita untuk besok dan lusa masih ada. Mengapa repot memikirkan jatah besok. Asal kamu tahu, Jah! Ayam keluar dari kandang tiap hari, tidak pernah bawa makanan, tetapi kenyataannya ayam-ayam itu kenyang kalau masuk kandang. Apa kamu pernah lihat, kalau ayam kalungan jagung, beras, dan kacang ijo? Tidak pernah, kan? Ana awan lakyo mangan. Ana dina, ana sego. Gelem obah lakyo mamah. Kita tidak usah khawatir kalau masalah makan. Masak dukun prinsipnya seperti itu?MBAH SATIJAH:Tidak juga, tetapi kita bukan ayam, Mbak Yu!MBAH NGADIYEM:Justru kita bukan ayam, kita harus belajar prinsip nrima ing pandum dari ayam. Kita sudah tua, untuk apa kita mengurusi harta. Tidak ada gunanya, Jah.MBAH SATIJAH:Enak saja! kita! Mbak Yu yang tua. Saya masih muda!MBAH NGADIYEM:Sak gedugamu!MBAH NGADIYEM MASUK KE DAPUR SAMBIL MEMBAWA MINYAK URUT DAN BALSAMMBAH SATIJAH:Enak saja, mengatakan saya sudah tua! Kok sepi hari ini. Jan! jan! belikan saya kopi!SARIJAN:Mbah, Mbah! kopa-kopi, kopa-kopi. Kopi terus! Mbok ya ganti es teh atau es cao begitu, biar saya ikut minum.MBAH SATIJAH:Kamu itu bantah terus! Ini kalau kamu mau beli es teh, tapi jangan lupa kopinya!SARIJAN:Tumben Mbah Satijah loman! Biasanya seperti pentil ban dalam sepeda ontel!MBAH SATIJAH:Bocah semprul! Kembalikan kalau tidak mau!SARIJAN:Iya, Mbah! Saya berangkat.MBAH SATIJAH:Cepat! Kalau tidak cepat, nanti kamu saya makan! Mau kamu saya makan!SARIJAN:Saya tidak mau, Mbah. Saya tidak mau bukannya saya takut sama Simbah, tapi saya menjaga nama baik Simbah. Kalau Simbah sampai memakan saya, nanti Simbah dijuluki dukun kanibal. Memangnya Simbah mau jadi dukun kanibal. Hayo? Pasti tidak mau, tho?MBAH SATIJAH:Kamu ini banyak mulut! Sana berangkat!SARIJAN:Nggeh, nggeh!MBAH SATIJAH:Eee, main sluman-slumun. Salam dulu sama simbah!SARIJAN: Nggeh, Mbah. songolikur.MBAH SATIJAH:Bocah semprul! Diajari salam malah guyonan.ADEGAN VMBAH SATIJAH KEMUDIAN SEMEDI. SUASANA RUMAH HENING SEJENAK. SAMPAI TERDENGAR SUARA ORANG MENGETUK PINTU.MINTEN:(sambil mengetuk pintu) Mbah, Mbah, Mbah Satijah. Mbah di mana? Boleh saya masuk. Mbah.MBAH SATIJAH:Masuk saja tidak apa-apa!MINTEN:Nggeh, Mbah.MBAH SATIJAH:Perlu apa!MINTEN:Begini, Mbah! Setiap orang yang mendekati saya, semuanya kabur, Mbah. Jadi saya mohon, supaya laki-laki terpikat oleh kecantikan saya.MBAH SATIJAH:(tertawa) Itu mudah diatur. Ada caranya.MINTEN:Bagaimana caranya, Mbah?MBAH SATIJAH:Wani piro?MINTEN:Pasnya Simbah berapa? Ah, Simbah jangan bercanda. Saya ini sudah ngebet, Mbah!MBAH SATIJAH:Mbok ya diempet! Gugup tenan.MINTEN:Simbah jangan mengajak bercanda terus. Sudah ngempet, Mbah.MBAH SATIJAH:(tertawa) Sudah bawa syaratnya?MINTEN:Sudah, Mbah.MBAH SATIJAH:Lengkap!MINTEN:Lengkap, Mbah!MBAH SATIJAH:Benar-benar ngebet kawin!MINTEN:Simbah menggoda saya terus. Caranya bagaimana, Mbah?MBAH SATIJAH:Sebutkan wetonmu!MINTEN:Jangan membentak begitu, Mbah! Saya jadi takut.MBAH SATIJAH:Kapan wetonmu, Cah Ayu?MINTEN:Memangnya penting, Mbah?!MBAH SATIJAH:Kalau begitu sana pulang, untuk apa kamu duduk di sini.MINTEN:Iya, Mbah. saya tunjukkan weton saya. Kelahiran saya Senin Pahing, Mbah!MBAH SATIJAH:Sebentar! Tunggu sebentar.DARI LUAR RUMAH TERDENGAR SUARA SARIJAN BERTERIAK MEMANGGIL MBAH NGADIYEM.SARIJAN:Mbah Ngadiyem, ada tamu Simbah yang mau melahirkan! Cepat keluar, Mbah! Sudah pendarahan.MBAH SATIJAH:Ooo, asu! Lambe luwih! Siang bolong baung! Tutup mulutmu, Jan! Mengganggu konsentrasiku.MINTEN:Bagaimana Mbah caranya?MBAH SATIJAH:Tenang bocah Ayu?! (tertawa) Kamu cukup menghisap rokok ini, terus asapnya kepulkan ke muka lelaki yang kamu sukai. Lelaki itu pasti berduyun-duyun ngantri mendapatkan kamu. Percaya sama simbah. Ada yang harus kamu ingat, rokok ini tidak boleh kamu bawa ke kamar mandi.MINTEN:Kenapa tidak boleh, Mbah?MBAH SATIJAH:Sudah tidak usah ngoceh. Kalau kamu bawa ke kamar mandi, rokok itu tidak menyala kalau kamu bakar, makanya jangan dibawa ke kamar mandi.MINTEN:Nggeh, Mbah. Cuma itu saja, Mbah!MBAH SATIJAH:Cuma itu saja. Semoga cepat dapat jodoh.MINTEN:Terima kasih banyak, Mbah. Saya mohon pamit.MBAH SATIJAH:Eee, eee! Pamit kamu bilang?! Dukun juga butuh makan.ADEGAN VITIBA-TIBA SARIJAN MASUK MENUNTUN SESEORANG YANG HAMIL TUA SAMBIL MEMANGGIL MBAH NGADIYEMSARIJAN:Mbah Ngadiyem! Tolong, Mbah!MBAH SATIJAH:Wong asu! Baung terus! Mbok ya, diam mengganggu saya saja. Mana kopinya?SARIJAN:Bagaimana bisa diam, Mbah! orang sekarat mau melahirkan, Simbah bilang diam?! Kopa-kopi, apa tidak lihat, orang ini sudah pendarahan!SATIJAH:Kamu berani membangkang! Gudel!SARIJAN:Sak karepmu! Mbah Ngadiyem.!MBAH NGADIYEM:Iya, sebentar! Tadi saya di dapur. Walah, duh Gusti. Sini dibaringkan. Ambil bantal di dalam, Jan! cepat, Jan!SARIJAN:Iya, Mbah.MBAH NGADIYEM:Ambil air di dapur, satu baskom!SARIJAN:Siap, Mbah!MBAH SATIJAH:Begitu saja repot! Mbok ya tidak usah gugup! Orang gugup saja tidak seperti itu polahnya! (kepada minten) Mana komisi saya! Malah bengong.MBAH NGADIYEM:Ambilkan jarit di dalam, Jah!MBAH SATIJAH:Tidak mau! Enak saja, main suruh. Saya bukan pembantumu.MBAH NGADIYEM:Tolonglah, Jah. Sebentar saja!MBAH SATIJAH:Iya, iya! Saya ambilkan.MBAH NGADIYEM:Tarik nafas, Nak. Terus. Tarik nafas. Iya, terus tarik nafas. Keluarkan perlahan-lahan. Tekan terus, Nak. Ayo tarik nafas. Terus! Terus! Tekan yang kencang! Jah! Cepat, Jah!MBAH SATIJAH:Ini Mbak Yu! Jarit saja kok gugup. Lhow, si Minten tadi ke mana, Mbak Yu?MBAH NGADIYEM:Oh, si Minten tadi keluar. Ayo terus, Nak. Terus. Iya, tekan terus.MBAH SATIJAH:Mbak Yu ini bagaimana! Mengapa Mbak Yu Biarkan pergi? (menangis) Dia belum memberikan apa-apa. Bahkan rokok pun sebagai syarat utama belum dia berikan.MBAH NGADIYEM:Lha, terus kenapa? Diikhlaskan saja. Hitung-hitung itu pelaris kamu. Terus, Nak! Terus! Ayo, dorong terus. Suamimu ke mana?MBAH SATIJAH:(geram) Enak saja diikhlaskan. Tidak mau! Mbak Yu harus bertanggung jawab. Carikan orang itu. Dia ke sini bertanya. Kenapa tidak memberikan rokok?! Itu yang saya tidak ikhlas. (lirih) Saya butuh rokoknya, Mbak Yu? Terus daringan dan kendhilku mau disuruh makan apa?! Mereka juga butuh makan! (marah) Mbak Yu sudah mengacaukan semauanya. Awas! kalau sampai tidak laku, Mbak Yu harus bertanggung jawab.MBAH NGADIYEM:Iya, saya yang bertanggung jawab. Saya minta tolong, ambilkan baskom di dapur untuk memandikan si mungil nanti. Biar nanti diisi air oleh Sarijan.MBAH SATIJAH: Enak saja menyuruh saya terus! Apa aku ini babumu! Sesama dukun tidak boleh saling menyuruh!MBAH NGADIYEM:Nglunjak kamu! Kampret anak lowo. Tobil-tobil anak kadal. Jadi begini balasanmu kepadaku? Setelah sekian tahun kamu saya berikan tempat berteduh, jadi ini balasanmu? Jah! Sadar! Kita ini sudah sama-sama tua. Kita sama-sama dukun. Apa tidak malu didengar orang lain, karena gengsimu itu? Ingat! Kita ini panutan masyarakat. Laku kita, ucapan kita, itu dijadikan panutan. Apa kalau sudah jadi dukun sudah tidak mau kusuruh lagi?! Terus, Nduk. Dorong terus sedikit lagi. Iya, terus dorong.MBAH SATIJAH:Bukan itu masalahnya! Mbak Yu jangan melebarkan persoalan! Saya tidak mau, bukan karena itu! Mbak Yu yang membuat gara-gara.MBAH NGADIYEM:Sekarang maumu apa?!MBAH SATIJAH:Sekarang juga! Mbak Yu bersama orang melahirkan ini, pergi dari rumah dan kampung ini! Saya muak dengan Mbak Yu!MBAH NGADIYEM:Apa kamu bilang! Muak! Justru saya yang seharusnya muak dengan kelakuan kamu! Mana solidartas kamu sebagai perempuan. Saling asih, saling asuh. Genduk ini mau melahirkan, bukan sowan! Gendeng kamu! Saudelmu dewe, tanpa mikir!MBAH SATIJAH:Kalau Mbak Yu tidak pergi, saya yang angkat kaki! Saya muak dengan Mbak Yu!MBAH NGADIYEM:Lho, medekne! Aku bocah cilik piye, mok wedekne! Sana pergi, kalau mau pergi.ADEGAN VIISATIJAH MENGEMASI SELURUH PERALATAN DUKUNNYA: KENDHIL, BUNGKUS ROKOK, KEMBANG SETAMAN, DUPA, KERIS, DAN DARINGAN, DIBUNGKUS KAIN. SEMENTARA ITU, NGARON BERISI AIR DITUMPAHKAN. SATIJAH BERGEGAS MENINGGALKAN RUMAH NGADIYEM. KEMUDIAN DARI BELAKANG DAPUR SARIJAN MEMBAWA AIR MENUJU RUANGAN TEMPAT BERSALIN.SARIJAN:Lho! Mbah Satijah mau ke mana? Mau boyongan, ya. Boyong ke mana, Mbah? apa simbah sudah punya rumah baru?MBAH NGADIYEM:Sarijan! Sini airnya. Jangan mengurusi Satijah. Biarkan dia pergi!MBAH SATIJAH:Siapa juga yang minta diurusi kacungmu itu!SARIJAN:Simbah Satijah ngambek lagi, tho. Baru tahu aku. Mau minggat, Mbah! Minggat ke mana?! Mbambung lagi! Ingat, Mbah! Simbah tidak muda lagi.MBAH SATIJAH:Ngambek! Ngambek! Ndasmu seng ngambek! Saya diusir sama Ngadiyem.MBAH NGADIYEM:Mulutnya tidak tahu adat. Siapa yang mengusir kamu! Kamu sendiri yang minta pergi. Ya, saya suruh pergi.SARIJAN:Sudah! Sudah! Tidak sepantasnya sesama dukun itu ribut. Apa jadinya kalau dukun makan dukun. Lak yo, bubrah negeri ini! Di negeri ini sudah kacau! Seharusnya dukun-dukun itu menjadi panutan kerukunan, bukan bedigasan. Dukun kok bedigasan! Dukunitu harus rukun. Saling memberikan masukan, bukan tawuran. Dukun tawuran, apa nanti yang mau ditawarkan!? Pentungan, batu atau kerikil. Ada-ada saja.SATIJAH:Kamu jangan menggurui saya! Bocah kebo, sudah berani menggurui saya!SARIJAN:Namanya bocah, gedene sak kebo pikirane durung pecah, maka dari itu, Mbah! Setidaknya simbah berkaca! Mangapa Simbah harus digurui bocah! Sekarang ini, semuanya sudah terbalik. Simbah tidak usah kaget, kalau bocah menggurui Simbah. Dukun kok tidak rukun. Dukun itu artinya Kudu Rukun. Simbah sendiri yang pernah bilang seperti itu. Sudah! Sekarang minta Maaf sama Mbah Ngadiyem. Sana, Mbah! minta maaf!SEMENTARA ITU, MBAH NGADIYEM MASIH SIBUK MEMBANTU PROSES MELAHIRKAN. MBAH SATIJAH MENCOBA MINTA MAAF, TAPI TIDAK BERANISARIJAN:Kalau simbah tidak mau minta maaf, berarti Simbah gagal menjadi dukun pengasihan, ahli kerukunan.SATIJAH:Iya, iya! Saya minta maaf. (menuju Mbah Ngadiyem) Mbak Yu saya minta maaf, atas kelakuan saya. Saya janji akan membina kerukunan dengan siapapun. Saya berjanji tidak mencemooh orang lain!MBAH NGADIYEM:Sudah! Sudah! Saat ini bukan saatnya bermaaf-maafan! Kamu sudah saya maafkan. Tolong bantu genduk ini. Pegangi tangannya. Ayo!SATIJAH:Iya! Saya pegangi.NGADIYEM:Ayo, Nduk! Dorong terus! Terus,SUARA TANGISAN BAYI MEMENUHI SELURUH RUANGAN. MUSIK MENGIRINGI KELAHIRAN SEORANG BAYI.

TAMAT

E-MAIL: [email protected]: 08585374046630