morfologi kelenjar parotis dan mandibularis … · (ab) ph 2.5, periodic acid . schiff (pas), dan ....

28
MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS LANDAK JAWA (Hystrix javanica) Tresna Setia FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: dangnhan

Post on 11-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS

LANDAK JAWA (Hystrix javanica)

Tresna Setia

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Kelenjar

Parotis dan Mandibularis Landak Jawa (Hystrix javanica) adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Tresna Setia

NIM B04120005

ABSTRAK

TRESNA SETIA. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Landak Jawa

(Hystrix javanica). Dibimbing oleh I KETUT MUDITE ADNYANE dan

SUPRATIKNO.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari morfologi kelenjar parotis dan

kelenjar mandibularis landak jawa secara makro dan mikro. Sampel didapatkan

dengan melakukan preparir di daerah kepala, selanjutnya jaringan dibuat preparat

histologi menggunakan metode paraffin. Slide jaringan kemudian dilakukan

pewarnaan histokimia Hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) pH 2.5,

periodic acid Schiff (PAS), dan Casson trichrome. Hasil dari penelitian

menunjukkan kelenjar parotis landak jawa memiliki tekstur lunak, berlobus, dan

berukuran lebih besar dari kelenjar mandibularis. Kelenjar mandibularis memiliki

tekstur kenyal dan tidak berlobus. Secara mikroskopis kelenjar parotis merupakan

kelenjar serous murni, sedangkan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar

campuran. Asinar sereous pada kelenjar parotis tidak mengandung karbohidrat

netral dan asam. Asinar mukous pada kelenjar mandibularis mengandung

karbohidrat asam dan netral dengan intensitas kuat (+++). Asinar serous pada

kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat netral maupun asam dengan

intensitas rendah. Karbohidrat dalam saliva pada landak jawa utamanya dihasilkan

oleh kelenjar mandibularis.

Kata kunci: kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, landak jawa

ABSTRACT

TRESNA SETIA. Morphology of Parotid and Mandibular Gland Sunda Porcupine

(Hystrix javanica). Supervised by I KETUT MUDITE ADNYANE and

SUPRATIKNO.

This research aimed to examine morphology of parotid and mandibular

glands of javan porcupine (Hystrix javanica) in macro and micro anatomy.

Samples were obtained from the head and processed histologically with paraffin

method. Slide were stained using histochemical method with hematoksilin eosin

(HE), alcian blue (AB) pH 2.5, periodic acid Schiff (PAS), and Casson’s

trichrome. The result showed that parotid glands have a soft texture, lobulated,

and larger than mandibular gland. Mandibular gland have a hard texture and not

lobulated. From microscopic observation showed that parotid gland was a pure

serous gland, where as mandibular gland was a mixed gland. Serous acinar of

parotid gland was not contain acid and neutral carbohydrate. Mucous acinar of

mandibular gland was contain acid and neutral carbohydrate with high intensity

(+++). Neutral and acid carbohydrate with weak concentration (+) were found in

the serous acinar of mandibular gland. Carbohydrate in the saliva of javan

porcupine mainly produced by mandibular gland.

Keywords : mandibular gland, parotid gland, javan porcupine

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS

LANDAK JAWA (Hystrix javanica)

TRESNA SETIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 adalah

Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Landak Jawa (Hystrix javanica).

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet dan Drh Supratikno, MSi,

PAVet selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingan, masukan, nasihat,

dan dukungannya selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu (Geugeu), ayah (Munajat), dan adik (Setia dan Dea), atas semua doa,

dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

3. Teknisi Laboratorium Histologi: Pak Iwan atas bantuan selama di

Laboratorium Histologi.

4. Rekan satu penelitian di laboratorium (April, Puput, Nadia, Eka, Denty,

Mentari, Lida, Apri, dan Indri) atas semangat, dukungan, dan bantuannya

selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, adanya kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh

Penulis untuk kesempurnaan tulisan ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya

bagi Penulis sendiri.

Bogor, Oktober 2016

Tresna Setia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan 4

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Makroanatomi kelenjar parotis 7

Makroanatomi kelenjar mandibularis 7

Mikroanatomi kelenjar parotis 8

Mikroanatomi kelenjar mandibularis 8

Pembahasan 11

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 17

DAFTAR TABEL

1 Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa 9 2 Intensitas warna rata-rata kelenjar parotis dan mandibularis terhadap

pewarnaan alcian blue (AB) pH 2.5 dan periodic acid schiff (PAS) 12

DAFTAR GAMBAR

1 Gambaran umum landak jawa (Hystrix javanica) 3

2 Gambaran makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa

(Hystrix javanica) 8

3 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (Hystrix

javanica) 10

4 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis dengan pewarnaan Cason’s

trichrome, AB pH 2.5, dan PAS 12

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Landak jawa (Hystrix javanica) atau disebut juga javan porcupine

merupakan salah satu satwa endemik di Indonesia. Landak jawa memiliki potensi

untuk dikembangkan sebagai ternak harapan karena daging dan durinya dapat

dimanfaatkan. Ternak harapan merupakan satwa liar yang mempunyai prospek

baik dan dapat dimanfaatkan dengan cara dikembangbiakkan untuk kebutuhan

manusia. Landak jawa dapat dimanfaatkan dagingnya untuk memenuhi kebutuhan

protein hewani (Farida et al. 2010). Menurut Maruyama (2014) persentase

kandungan lemak dalam daging landak jawa sebesar 0% atau tidak mengandung

lemak. Daging landak juga mengandung penguat stamina dan kitotefin yang

berguna bagi penderita asma dan hampir seluruh bagian tubuh landak memiliki

khasiat bila dimakan. Hati landak jika dibakar dipercaya berkhasiat untuk

menyembuhkan penyakit asma dan diabetes (Abbas 2012). Duri landak jawa

dapat dimanfaatkan sebagai bahan dekorasi rumah tangga dan bahan baku

pembuatan aksesoris (Sheila 2011). Berdasarkan informasi tersebut, landak jawa

menjadi sangat potensial untuk diternakkan.

Data-data informasi mengenai habitat, perilaku dan biologi yang cocok

diperlukan untuk menunjang pemeliharaan landak jawa ketika diternakkan. Data-

data tersebut sampai saat ini masih sangat terbatas. Salah satu data yang penting

untuk diketahui yaitu data mengenai sistem pencernaan. Data ini sangat

diperlukan berkaitan dengan adaptasi terhadap jenis dan pola pakan landak jawa

saat diternakkan.

Kelenjar ludah merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berfungsi

membantu proses pencernaan. Kelenjar ludah menghasilkan saliva yang

mempunyai fungsi penting untuk kesehatan rongga mulut. Saliva mempunyai

peran sebagai lubrikan rongga mulut, melindungi permukaan dalam mulut,

membantu proses mengunyah dan menelan, serta menginisiasi proses reaksi

enzimatis di rongga mulut (Depamede et al. 2014). Pengetahuan mengenai

morfologi kelenjar ludah diperlukan untuk mengetahui fisiologi sistem

pencernaan dan pola pakan landak. Penelitian mengenai morfologi kelenjar ludah

landak jawa menarik untuk dilakukan karena dapat menambah data-data informasi

mengenai sistem pencernaan landak jawa. Selain itu, informasi kelenjar ludah

landak jawa dapat dibandingkan dengan berbagai hewan lain yang telah

dilaporkan, yaitu pada tikus (Parks 1961), sapi (Shackleford dan Wilborn 1969),

anjing (Nagato dan Tandler 1986), tupai (Zainuddin et al. 2000), tupai pohon ekor

halus (Kimura 2005), kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak

(Adnyane et al. 2010), burung walet (Novelina 2010), musang luak (Pratama

2014).

Perumusan Masalah

Landak jawa memiliki potensi sebagai ternak harapan sehingga pengetahuan

mengenai sistem pencernaan landak jawa sangat diperlukan untuk mengetahui

fisiologi sistem pencernaan dan pola pakan landak jawa.

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan

kelenjar mandibularis landak jawa. Morfologi diamati secara makro anatomi dan

mikro anatomi yang mencakup bentuk, ukuran, letak anatomis, sel-sel penyusun

serta studi histokimia dengan tinjauan kandungan dan distribusi karbohidrat serta

kandungan jaringan ikat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya dan

memberikan informasi mengenai kelenjar ludah landak jawa.

TINJAUAN PUSTAKA

Landak Jawa

Landak jawa (Hystrix javanica) atau dengan nama lain javan porcupine

merupakan satwa endemik Jawa. Ciri khas dari hewan ini yaitu seluruh tubuhnya

ditutupi dengan duri (Gambar 1). Selain Pulau Jawa, landak jawa juga tersebar di

beberapa pulau, yaitu Bali, Sumbawa, Flores, Lombok, Madura, dan Sulawesi.

Klasifikasi landak jawa adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Hystricidae

Spesies : Hystrix javanica ( Lunde dan Aplin 2008)

Gambar 1 Gambaran umum landak jawa (Hystrix javanica).

Seluruh permukaan tubuh ditutupi dengan rambut keras berupa duri (Hastuwi

2012)

3

Menurut Parker (1990) landak memiliki ciri-ciri fisik dengan panjang badan

40-91 cm dan berat badan 5.4-16 kg (tergantung spesies). Landak dapat

beradaptasi dan ditemukan di berbagai tempat yaitu gurun, daerah berbatu,

pegunungan, sabana, lahan pertanian dan hutan. Landak umumnya merupakan

hewan nokturnal, hewan ini aktif pada malam hari sedangkan siang hari

digunakan untuk istirahat dan berlindung di dalam tanah (Michael et al. 2003).

Menurut Sastrapradja (1996) di habitat aslinya landak jawa memakan bagian-

bagian tanaman seperti akar, umbi-umbian, kulit kayu, dan buah-buahan. Landak

jawa yang dikandangkan menyukai pakan berupa apel, kembang kol, bengkoang,

kangkung, sawi, mentimun, pisang, dan ubi jalar (Wahyuningsih 2013).

Kelenjar Ludah

Kelenjar ludah merupakan salah satu bagian dari sistem pencernaan.

Fungsi kelenjar ludah yaitu menghasilkan sekreta yang berfungsi membantu

melunakkan makanan. Kelenjar ludah terdiri atas gabungan kelompok alveoli

berbentuk kantung yang membentuk lubang-lubang kecil. Saluran dari setiap

alveolus bersatu membentuk saluran yang lebih besar, kemudian sekreta

disalurkan ke saluran utama untuk selanjutnya masuk ke dalam mulut. Kelenjar

ludah yang utama yaitu kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, dan kelenjar

sublingualis (Andriyani et al. 2015).

Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar, terletak satu di sebelah

kanan dan satu di sebelah kiri dan terletak di bawah telinga. Sekreta dialirkan ke

dalam mulut melalui ductus parotideus yang bermuara di pipi sebelah dalam

berhadapan dengan geraham mollar kedua bagian atas (Andriyani et al. 2015).

Secara histologis kelenjar parotis terdiri atas sel-sel serous berbentuk piramid,

mempunyai inti bulat terletak di tengah dan sitoplasmanya bersifat asidofilik

(Adnyane 2009).

Kelenjar mandibularis merupakan kelenjar terbesar kedua setelah kelenjar

parotis. Kelenjar mandibularis terletak di bawah kedua tulang rahang, sekretanya

dialirkan ke dalam mulut melalui saluran mandibularis atau wharton duct yang

bermuara di dasar mulut dekat frenulum linguae (Andriyani et al. 2015). Secara

histologis kelenjar mandibularis terdiri atas sel serous dan sel mukous. Sel mukus

mempunyai inti berbentuk oval, terletak di basal dan sitoplasmanya bersifat

basofilik. Jumlah sel mukous lebih banyak dari sel serous (Adnyane 2009).

Secara histologis setiap kelenjar disusun oleh epitel yang terdiri atas

parenkim dan stroma. Parenkim terdiri atas unit sekretori dan duktus penyalur,

sedangka stroma terdiri atas jaringan ikat yang mengelilingi dan menembus

masuk sehingga membagi kelenjar menjadi lobus-lobus. Produk sekretori

disintesis intraseluler kemudian dilepaskan dengan berbagai mekanisme. Kelenjar

dibagi menjadi dua yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin. Kelenjar

endokrin tidak memiliki duktus dan produk sekreta dilepaskan secara langsung ke

dalam pembuluh darah atau pembuluh limfe. Sebaliknya, kelenjar eksokrin

melepaskan produk sekretanya melalui duktus yang terhubung dengan permukaan

epitel. Kelenjar ludah termasuk ke dalam kelenjar eksokrin yang struktur

sekretorinya dinamakan salivary acinus (Holsinger dan Bui 2007).

4

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan April

2016, di Laboratorium Anatomi dan Laboratorium Histologi, Divisi Anatomi,

Histologi, dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi,

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan bedah minor,

peralatan histoteknik, rotary microtome, peralatan fotografi, tissue, sarung tangan,

timbangan digital, botol sampel, tissue basket, inkubator, cup untuk embedding,

kulkas, mikrotom putar, pisau mikrotom, gelas objek, cover glass, rak gelas objek,

pipet tetes, pipet mohr, gelas piala, gelas ukur, tabung Erlenmeyer, mikroskop dan

dino eye. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan

mandibularis dari landak jawa, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%,

80%, 90%, 94%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup,

akuades, air keran, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5, periodic

acid Schiff dan Cason’s trichrome.

Prosedur Pembuatan Preparat Anatomi

Preparasi kelenjar ludah parotis dan mandibularis dilakukan dengan

melakukan insisi pada kulit di profundal dagu, selanjutnya dilakukan preparir

untuk lapisan superfisial sampai daerah buccalis. Setelah didapatkan musculus

masseter, lapisan musculus dipreparir sehingga dapat ditemukan kelenjar parotis

tepat di profundal lapisan musculus masseter, selanjutnya dilakukan pengamatan

makroskopis secara in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran

morfometri meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke

dalam larutan paraformaldehid 4% selama satu minggu untuk difiksasi.

Pembuatan Preparat Histologi

Kelenjar ludah difiksasi dalam larutan paraformaldehid 4% kemudian

dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya kelenjar ludah dipotong

(trimming) menjadi ukuran dadu kemudian dimasukkan ke dalam tissue basket.

Organ di dalam tissue basket kemudian didehidrasi menggunakan alkohol 80%,

90%, dan 95% yang dilakukan masing-masing selama 24 jam. Proses dehidrasi

selanjutnya menggunakan alkohol absolut (100%) I, II dan III masing-masing

selama 1 jam.

Proses selanjutnya dilakukan clearing ke dalam xylol I, II, dan III masing-

masing selama 1 jam. Clearing pada xylol III dilakukan selama 30 menit pada

suhu ruang dan 30 menit pada suhu 60 ˚C dalam inkubator, dilanjutkan dengan

infiltrasi dalam parafin cair I, II, III pada suhu 60 °C masing-masing 30 menit di

dalam inkubator. Setelah infiltrasi parafin diilakukan penanaman kelenjar ludah

pada cetakan dengan menggunakan paraffin kemudian didinginkan. Organ yang

5

telah diembedding dan sudah mengeras disimpan dalam refrigerator. Cetakan

parafin yang berisi organ dipotong dadu dan ditempelkan pada balok kayu.

Parafin yang sudah berisi organ dan berbentuk balok dilakukan pemotongan

menggunakan mikrotom yang disebut dengan sectioning. Organ yang sudah

berhasil dipotong direndam dalam akuades. Hasil pemotongan yang bagus dengan

ketebalan yang sesuai dimasukkan ke dalam akuades dalam suhu 37oC

menggunakan waterbath. Preparat yang telah jadi diinkubasi terlebih dahulu

dalam inkubator selama 1-3 hari dalam suhu 37°C sebelum dilakukan pewarnaan.

Pewarnaan yang digunakan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur

umum jaringan, periodic acid Schiff (PAS), alcian blue (AB) pH 2.5 untuk

mengamati distribusi karbohidrat dan Cason’s trichrome untuk mengamati

kandungan jaringan ikat.

Pewarnaan Hematoksilin Eosin

Pewarnaan hematoksilin eosin dilakukan untuk mengamati morfologi sel

dari jaringan kelenjar ludah landak. Tahapan awal pewarnaan adalah preparat

yang tersedia diinkubasi minimal selama 1 malam (1-3 hari) dalam suhu 370C

kemudian dalam inkubator 600C selama 5 menit. Selanjutnya adalah tahap

deparafinisasi dan rehidrasi. Proses deparafinisasi dilakukan dengan merendam

preparat dalam xylol III, II, I secara berurutan masing-masing selama 3 menit.

Proses rehidrasi dilakukan dari alkohol bertingkat (alkohol absolut III, II, I),

alkohol 95%, 90%, 80%, sampai 70% masing-masing dilakukan selama 3 menit.

Selanjutnya preparat direndam dalam air keran dan akuades masing-masing

selama 5 menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan dengan Hematoksilin.

Preparat disiapkan untuk ditetesi dengan pewarna Hematoksilin selama 3 menit.

Kemudian dimasukkan ke dalam air keran selama 15 menit. Setelah itu

dimasukkan ke dalam akuades sebagai stopping point. Berikutnya adalah

pewarnaan Eosin dengan meneteskan preparat dengan pewarna Eosin selama 2

menit. Kemudian dicuci sebentar dalam akuades. Setelah itu dilakukan dehidrasi

pada alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, absolut I, II, dan III).

Selanjutnya dilakukan clearing menggunakan xylol I, II, dan II. Waktu yang

digunakan saat dehidrasi pada alkohol 70% sampai dengan alkohol absolut 1

masing-masing selama 3 detik. Absolut II dan III serta xylol I, II, dan III masing-

masing dilakukan selama 1 menit. Setelah clearing selesai dilakukan selanjutnya

adalah mounting yaitu menutup preparat dengan cover glass menggunakan

entelan. Preparat yang telah selesai diwarnai kemudian diamati di bawah

mikroskop cahaya dan didokumentasikan dengan kamera.

Pewarnaan Alcian Blue pH 2.5

Pewarnaan alcian blue pH 2.5 dilakukan untuk mendeteksi karbohidrat asam

pada jaringan. Pewarna AB dengan pH 2.5 dapat mewarnai mukosubstan sulfat dan

nonsulfat. Tahap awal dilakukan proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan

xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit. Selanjutnya dilakukan proses

rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I),

95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Preparat direndam

dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam

6

akuades selama 5 menit. Penurunan pH dilakukan dengan merendam preparat ke

dalam larutan asam asetat 3% pada suhu kamar selama 5 menit. Preparat diwarnai

dengan alcian blue pH 2.5 selama 30 menit, kemudian preparat dicuci dengan asam

asetat 3% pada suhu kamar 3 kali selama 5 menit, lalu dibilas dengan akuades 3 kali

selama 5 menit. Selanjutnya preparat dicelupkan dalam counterstain (nuclear fast

red). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop. Preparat dicuci dengan akuades

pada suhu kamar 3 kali selama 5 menit. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak

khusus pewarnaan AB-PAS dan kemudian ditutup dengan kaca penutup.

Pewarnaan Periodic Acid Schiff

Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi karbohidrat netral, gula heksosa,

dan asam sialit. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan

III masing-masing selama 3-5 menit. Proses rehidrasi dengan menggunakan

alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70%

masing-masing selama 3-5 menit. Preparat direndam dalam air keran selama 10

menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam akuades selama 5

menit. preparat dioksidasi di dalam larutan 0.5-1 periodic acid selama 5 menit

pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan akuades selama 5 menit dan

akuabides selama 2 kali selama 5 menit. Preparat direndam di dalam Schiff’s

reagen selama 15-30 menit. Preparat direndam dalam air sulfit selama 3 kali

selama 5 menit dan kemudian dibilas dengan akuades selama 3 kali selama 5

menit. Preparat dicelupkan dalam counterstain (mayer hematoksilin). Intensitas

warna dikontrol di bawah mikroskop. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 10-

60 menit lalu dibilas dengan akuades selama 2 kali selama 1 menit. Preparat

didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS dan kemudian ditutup

dengan kaca penutup.

Pewarnaan Cason’s Trichrome

Pewarnaan Cason’s trichrome dilakukan untuk mendeteksi kandungan

jaringan ikat. Tahapan awal pewarnaan adalah preparat yang tersedia diinkubasi

minimal selama 1 malam (1-3 hari) dalam suhu 370C kemudian dalam inkubator

600C selama 5 menit. Selanjutnya adalah tahap deparafinisasi dan rehidrasi.

Proses deparafinisasi dilakukan dengan merendam preparat dalam xylol III, II, I

secara berurutan masing-masing selama 3 menit. Proses rehidrasi dilakukan dari

alkohol bertingkat (alkohol absolut III, II, I, alkohol 95%, 90%, 80%, sampai

70%) masing-masing dilakukan selama 3 menit. preparat diwarnai dengan

Weigert’s iron-hematoxylin selamat 5 menit dan dicuci dengan air mengalir

selama 2 menit. Setelah itu air dalam preparat diserap dengan kertas saring lalu

dilakukan dehidrasi cepat dengan alkohol 100% sebanyak 3 kali. Selanjutnya

dilakukan clearing menggunakan xylol I, II, dan II. Waktu yang digunakan saat

dehidrasi pada alkohol 70% sampai dengan alkohol absolut 1 masing-masing

selama 3 detik. Absolut II dan III serta xylol I, II, dan III masing-masing

dilakukan selama 1 menit. Setelah clearing selesai dilakukan selanjutnya adalah

mounting yaitu menutup preparat dengan cover glass menggunakan entelan.

7

Prosedur Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode

skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat

(+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga

dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan

hasil penelitian terdahulu.

HASIL

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Kelenjar parotis

Landak jawa memiliki sepasang kelenjar parotis, kelenjar ini berukuran

lebih besar dibandingkan dengan kelenjar madibularis. Letak dari kelenjar parotis

yaitu tepat di ventral telinga dan di caudal angulus mandibula. Kelenjar ini

berwarna krem berbentuk tipis melebar dengan tekstur kenyal, seluruh permukaan

dilapisi jaringan ikat, dan lobulasi terlihat dengan jelas (Gambar 2). Kelenjar

parotis diukur secara makroanatomi dan didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis

yaitu panjang 4.03 cm, lebar 2.96 cm, tebal 1.61, dan berat 4.43 gram.

Kelenjar mandibularis

Landak jawa memiliki sepasang kelenjar mandibularis dengan ukuran yang

lebih kecil dibandingkan dengan kelenjar parotis dan terletak di profundal angulus

madibularis os mandibula. Kelenjar mandibularis ini berwarna krem, bentuk

seperti kacang tanah dengan tekstur lebih kenyal dibanding dengan kelenjar

parotis. Lobulasi pada kelenjar mandibularis tidak terlihat jelas dan seluruh

permukaannya dilapisi dengan jaringan ikat (Gambar 2). Kelenjar mandibularis

diukur secara makroanatomi dan didapatkan rataan ukuran kelenjar mandibularis

yaitu panjang 2.81 cm, lebar 2.29 cm, tebal 1.13 cm, dan berat 2.36 gram (Tabel

1).

Gambar 2 Gambaran makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa

(Hystrix javanica).

Kelenjar parotis (Pt), mandibularis (Md), dan musculus masseter (M)

tampak lateral kanan. Bar = 1cm arah cranial.

8

Tabel 1. Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (H. javanica)

Kelenjar ludah Letak Rata-rata

Kiri Kanan.’

Kelenjar parotis panjang (cm) 4.30 3.77 4.03

lebar (cm) 2.83 3.10 2.96

tebal (cm) 1.63 1.60 1.61

berat (g)

4.93 3.93 4.43

Kelenjar

mandibularis

panjang (cm) 2.80 2.83 2.81

lebar (cm) 2.26 2.33 2.29

tebal (cm) 1.13 1.13 1.13

berat (g) 2.43 2.30 2.36

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Secara umum struktur mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

tersusun dari dua bagian utama yaitu bagian parenkim dan stroma. Parenkim

terdiri dari atas ujung kelenjar dan alat penyalur, sedangkan stroma terdiri atas

jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf.

Kelenjar parotis

Kelenjar parotis pada landak jawa bertipe serous murni. Asinar pada

kelenjar parotis ini tersusun atas sel yang berbentuk piramida dengan inti sel

berbentuk bulat dan terletak di basal. Pewarnaan hematoksilin eosin (HE) pada

ujung kelenjar parotis menunjukkan inti sel berwarna ungu tua dengan sitoplasma

berwarna merah muda (Gambar 3A). Selain ujung kelenjar, pada kelenjar parotis

ditemukan pula alat penyalur (duktus) yang berfungsi mengalirkan sekreta ke

rongga mulut. Pada landak jawa, terdapat tiga jenis alat penyalur yang ditemukan

yaitu duktus interkalatus, duktus striatus, dan duktus eksretorius. Ketiga alat

penyalur ini dibedakan berdasarkan jenis epitel penyusun dan ukurannya. Duktus

interkalatus merupakan alat penyalur yang paling kecil, duktus ini tersusun atas

epitel pipih selapis hingga kubus sebaris, duktus striatus berukuran sedang

tersusun atas epitel silindris sebaris, dan duktus eksretorius berukuran besar yang

tersusun atas epitel silindris banyak baris. Pembuluh darah pada kelenjar parotis

ditemukan mulai dari kapiler yang terdapat diantara lobulus-lobulus dan arteri

serta vena yang berada di dekat alat penyalur.

Kelenjar mandibularis

Asinar pada kelenjar mandibularis bertipe campuran, tersusun atas sel asinar

serous dan mukous dengan jumlah sel mukous yang lebih dominan. Bentuk sel

mukous yaitu kubus dengan inti sel pipih dan terletak di basal, sedangkan sel

serous berbentuk piramida dengan inti sel berbentuk bulat dan terletak di tengah.

Kelenjar mandibularis dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) menunjukkan

inti sel berwarna ungu tua dengan sitoplasma berwarna biru cerah (Gambar 3B).

Selain asinar, ditemukan pula alat penyalur (duktus) yang berfungsi mengalirkan

sekreta ke rongga mulut. Seperti pada kelenjar parotis, terdapat tiga jenis alat

penyalur yang ditemukan yaitu duktus interkalatus, duktus striatus, dan duktus

eksretorius. Pembuluh darah pada kelenjar mandibularis ditemukan mulai dari

9

kapiler yang terdapat diantara lobulus-lobulus sampai arteri dan vena yang berada

di dekat alat penyalur.

Gambar 3 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (H. javanica).

Kelenjar parotis (A), kelenjar mandibularis (B), asinar serous (as), asinar

mukus (am), duktus interkalatus (di), duktus striatus (ds), jaringan ikat

interstitial (ji). Pewarnaan HE. Bar = 30µm.

Kandungan jaringan ikat kelenjar parotis dan mandibularis

Pewarnaan Cason’s trichrome dilakukan untuk melihat kandungan jaringan

ikat pada kelenjar parotis dan mandibularis. Pada pewarnaan Cason’s trichrome,

keberadaan jaringan ikat ditandai dengan jaringan yang berwarna biru. Hasil

pewarnaan Cason’s trichrome pada kelenjar parotis menunjukkan jaringan ikat

yang mengelilingi alat penyalur dan pembuluh darah. Jaringan ikat ini terlihat

jelas mengelilingi alat penyalur dan pembuluh darah, namun sangat tipis dan

hampir tidak terlihat diantara lobulus-lobulus kelenjar parotis (Gambar 4A).

Hasil pewarnaan Cason’s trichrome pada kelenjar mandibularis yaitu

ditemukannya jaringan ikat yang mengelilingi alat penyalur dan pembuluh darah.

Berbeda dengan kelenjar parotis, pada kelenjar mandibularis jaringan ikat juga

terlihat dengan jelas berada diantara lobulus-lobulus ujung kelenjar mandibularis

(Gambar 4B). Jaringan ikat yang membungkus ujung kelenjar pada kelenjar

mandibularis terlihat lebih tebal dibandingkan dengan jaringan ikat pada ujung

kelenjar parotis. Kandungan jaringan ikat yang lebih banyak ini menyebabkan

konsistensi kelenjar mandibularis lebih keras dibandingkan kelenjar parotis.

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis

Pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS dilakukan untuk melihat kandungan dan

distribusi karbohidrat asam dan netral pada kelenjar parotis dan mandibularis.

Hasil positif pada pewarnaan AB pH 2.5 ditandai dengan warna biru, sedangkan

hasil positif pada pewarnaan PAS ditandai dengan warna merah magenta.

Hasil pewarnaan pada kelenjar parotis yaitu tidak terdeteksi adanya

karbohidrat netral maupun karbohidrat asam. Sel-sel asinar serous, epitel duktus

dan sekreta pada lumen duktus memberikan reaksi negatif (-) terhadap pewarnaan

AB pH 2.5 dan PAS. Hasil dari pewarnaan pada kelenjar mandibularis terdeteksi

adanya karbohidrat netral dan asam. Sel-sel asinar mukous bereaksi positif dengan

intensitas kuat (+++) dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS, sedangkan epitel

duktus dan membran basal duktus bereaksi negatif (-). Sekreta lumen duktus

bereaksi positif dengan intensitas sedang sampai kuat (++~+++) dengan

pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Sel-sel asinar serous pada kelenjar mandibularis

10

bereaksi positif dengan intensitas rendah (+) dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan

PAS.

Tabel 2 Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis terhadap

pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS.

Kelenjar ludah Pewarnaan

AB pH 2.5 PAS

Kelenjar parotis Sel-sel asinar

serous

- -

Epitel duktus - -

Sekreta pada lumen

duktus

- -

Kelenjar mandibularis Sel-sel asinar

mukous

+++ +++

Sel-sel asinar

serous

+ +

Epitel duktus - -

Sekreta pada lumen ++~+++ ++~+++

Berdasarkan hasil deteksi distribusi karbohidrat, asinar serous kelenjar

parotis, epitel duktus dan sekreta pada lumen tidak bereaksi dengan pewarnaan

AB pH 2.5 (Gambar 4B) maupun dengan pewarnaan PAS (Gambar 4C). Asinar

mukous pada kelenjar mandibularis bereaksi positif dengan intensitas kuat

terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 4E) dan pewarnaan PAS (Gambar 4F).

Asinar serous pada kelenjar mandibualris bereaksi positif dengan intensitas lemah

dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Sekreta di dalam lumen duktus bereaksi

positif dengan intensitas sedang sampai kuat, dan epitel duktus bereaksi negatif

pada kedua pewarnaan. Hasil ini menunjukkan bahwa asinar mukous pada

kelenjar mandibularis merupakan sumber utama yang menghasilkan karbohidrat

asam maupun netral pada air ludah landak jawa. Hasil positif pada sekreta dalam

lumen duktus dan negatif pada epitel duktus menunjukkan bahwa karbohidrat

asam maupun netral tidak dihasilkan oleh duktus penyalur.

11

Gambar 4 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis dengan pewarnaan Cason’s

trichrome, AB pH 2.5, dan PAS.

Pewarnaan Cason’s trichrome (A,D), pewarnaan AB pH 2.5 (B,E) dan PAS

(C,F). Kelenjar parotis (A,B,C) dan kelenjar mandibularis (D,E,F). Jaringan

ikat pada kelenjar parotis mengelilingi duktus, jaringan ikat pada kelenjar

mandibularis mengelilingi duktus dan diantara lobus. Karbohidrat asam dan

netral hanya terdeteksi pada asinar mukus dan sekreta lumen duktus kelenjar

mandibularis. Asinar serous (as), asinar mukus (am), epitel duktus (ed). Bar =

50 µm.

PEMBAHASAN

Kelenjar ludah merupakan organ asesoris sistem pencernaan yang

membantu sistem pencernaan baik secara mekanis maupun enzimatis. Kelenjar

ludah menghasilkan sekreta berupa saliva yang berfungsi membantu membasahi

dan melunakkan makanan yang kering, mempertahankan pH dalam rongga mulut,

dan sebagai antibakteri (Aughey dan Frye 2001). Kelenjar ludah terdiri atas

kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, kelenjar sublingualis dan kelenjar minor.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada kelenjar parotis dan kelenjar

mandibularis landak jawa untuk mengetahui morfologi, komposisi jaringan ikat,

serta kandungan dan distribusi karbohidrat.

12

Hasil pengamatan secara makroanatomi yaitu terdapat sepasang kelenjar

parotis dan mandibularis dengan ukuran kelenjar parotis yang lebih besar

dibandingkan kelenjar mandibularis. Warna kelenjar parotis dan mandibularis

yaitu krem, berbentuk tipis memanjang pada kelejar parotis sedangakan lonjong

pada kelenjar mandibularis. Konsistensi kelenjar parotis lunak dan berlobus

sedangkan kelenjar mandibularis keras dan tidak berlobus.

Perbandingan ukuran kelanjar parotis dan mandibularis pada beberapa jenis

hewan dapat berbeda. Menurut Humer dan Warmer (1980) pada hewan karnivora

ukuran kelenjar mandibularis lebih besar dibandingkan kelenjar parotis. Landak

jawa merupakan hewan herbivora, sehingga perbandingan ukuran kelenjar parotis

dan mandibularis berbeda dengan hewan karnivora yaitu kelenjar parotis landak

jawa lebih besar dibandingkan dengan kelenjar mandibularis. Perbedaan

konsistensi pada kelenjar parotis dan mandibularis disebabkan oleh komposisi

jaringan ikat, pada kelenjar mandibularis komposisi jaringan ikat lebih banyak

dibandingkan pada kelenjar parotis. Kandungan jaringan ikat diketahui dengan

melakukan pewarnaan Casson’s trichrome. Hasil dari pewarnaan Cason’s

trichrome pada kelenjar parotis dan mandibularis menunjukkan jaringan ikat yang

membalut ujung kelenjar pada kelenjar mandibularis terlihat lebih tebal

dibandingkan dengan jaringan ikat pada ujung kelenjar parotis.

Sel asinar kelenjar parotis pada landak jawa bertipe serous murni. Bentuk

kelenjar serous murni ini mirip dengan kelenjar parotis kelinci (Al-Saffar dan

Simawy 2014), kambing, babi (Adnyane 2009), muntjak (Adnyane et al. 2010),

dan sapi (Adnyane et al. 2007). Kelenjar parotis dengan asinar sereous murni

biasanya terdapat pada hewan-hewan herbivora, omnivora, dan insektivora,

sedangkan pada hewan karnivora kelenjar parotis bersifat campuran. Sel asinar

kelenjar mandibularis pada landak jawa bertipe campuran, dengan asinar mukous

yang lebih dominan. Sifat campuran pada kelenjar mandibularis ditemukan pada

semua jenis hewan seperti pada anjing (Dellmann dan Brown 1981), kambing,

kucing, babi (Adnyane 2009), muntjak (Adnyane et al. 2010), dan musang luwak

(Pratama 2013).

Karbohidrat kompleks merupakan komponen yang berperan dalam berbagai

proses di dalam tubuh seperti perlekatan dan komunikasi antar sel, regenerasi dan

diferensiasi sel, serta sebagai bahan penyusun matriks sel dan sekreta kelenjar.

Karbohidrat kompleks terbagi dua, yaitu karbohidrat netral dan asam. Contoh dari

karbohidrat netral yaitu glikogen, glikolipid, dan amilase sedangkan karbohidrat

asam yaitu asam hialuronat, kondroitin sulfat, hialurosulfat, mukoitinsulfat dan

sialomusin (Brancoft 1967). Distribusi dan sebaran karbohidrat pada kelenjar

parotis dan mandibularis dapat diketahui menggunakan pewarnaan alcian blue

(AB) pH 2.5 untuk mendeteksi karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS)

untuk mendeteksi karbohidrat netral. Hasil dari pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS

yaitu pada kelenjar parotis tidak terdeteksi adanya karbohidrat netral maupun

karbohidrat asam (-). Pada asinar mukous kelenjar mandibularis terdeteksi adanya

karbohidrat netral dan asam dengan intensitas kuat (+++) sedangkan asinar serous

pada kelenjar mandibularis terdeteksi karbohidrat netral dan asam dengan

intensitas rendah (+). Berdasarkan hasil tersebut, karbohidrat dalam saliva pada

landak jawa utamanya dihasilkan oleh kelenjar mandibularis.

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kelenjar parotis landak jawa berukuran lebih besar dibandingkan dengan

kelenjar mandibularis. Kelenjar parotis landak jawa (Hystrix javanica) merupakan

kelenjar serous murni sedangkan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar

campuran. Berdasarkan ukuran dan tipe kelenjar, kelenjar parotis dan

mandibularis landak jawa mirip dengan hewan herbivora. Asinar sereous pada

kelenjar parotis tidak mengandung karbohidrat netral maupun asam. Asinar

mukous pada kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat asam dan netral

dengan intensitas kuat. Asinar sereous mengandung karbohidrat netral dan asam

dengan intensitas rendah. Karbohidrat dalam saliva pada landak jawa utamanya

dihasilkan oleh kelenjar mandibularis.

Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis

biokimia pada sekreta kelenjar ludah landak jawa dan persebaran glikokonjugat

menggunakan histokimia lektin untuk mengetahui jenis karbohidrat spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas I. 2012. Khasiat daging landak untuk kesehatan. [internet]. [diunduh 2016

Feb 3]. Tersedia pada: http://www.tanyaibnu.com/khasiat-daging-landak-

untuk-kesehatan/.

Al-safar FJ, Simawy MSH. 2014. Histomorphological and histochemical study of

the major salivary glands of adult local rabbits. International Journal of

Advanced Research 2(11): 378-402.

Adnyane IKM. 2009. Morfologi kelenjar ludah kambing, kucing dan babi dengan

tinjauan khusus pada distribusi dn kandungan karbohidrat. Jurnal

Kedokteran Hewan 3(2): 190-195.

Adnyane IKM, Novelina S, Wresdiyati T, Winarto A, Agungpriyono S. 2007. Sel

penghasil lisozim terdeteksi pada kelenjar ludah sapi dengan teknik

imunohistokimia. Jurnal Veteriner 8(1): 10-15.

Adnyane IKM, Zuki AB, Noordin MM, Agungpriyono S. 2010. Histological

study of the parotid and mandibular glands of barking deer (Muntiacus

muntjak) with special reference to the distribution of carbohydrate content.

Anatomia Histologia Embryologia 39: 516-520.

Andriyani R, Ani T, Widya J. 2015. Biologi Reproduksi dan Perkembangan.

Yogyakarta : CV Budi Utama.

Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology. (UK): Iowa State

University Press.

Bancroft DEJ. 1967. An Introduction to Histochemical Technique. London (UK):

Division of Meredith.

Dellmann HD, Brown EM. 1981. Textbook of Veterinary Histology. Philadelpia

(US): Lea and Febriger.

14

Depamede SN, Rosyidi A, Sriasih M, Dahlanuddin, Yulianti E, Suparman. 2014.

Potensi air liur sebagai perantara dalam pemeriksaan noninvasive pada

hewan piaraan. Jurnal Veteriner 15(4): 564-569.

Farida WR, Ridwan R, Wulansari D. 2010. Kajian domestikasi landak (Hystrix

sp.) guna pemanfaatan berkelanjutan. Laporan akhir tahun 2010, Kegiatan

Program Kompetitif LIPI.

Hastuwi. 2012. Landak jawa dari Gua Pangandaran. [internet]. [diunduh 2016 Feb

6]. Tersedia pada: http://www.flickr.com/photos/hastu/11997363944.

Holsinger FC, Bui DT. 2007. Salivary Gland Disorders. Germany (DE) : Springer.

Humer ID, Warner AC. 1980. Digestive Physiology and Metabolism in Ruminants.

USA (US): Avi Publishing.

Kimura J. 2005. Observation of the salivary glands of northern smooth-tailed tree

shrew (Dendrogale murina) and common tree shrew (Tupaia glis) di dalam

Mysterious Arboreal Tupai. Kyoto (JP): Primate Research Institute.

Lunde D, Aplin K. 2008. Hystrix javanica. Di dalam: IUCN Red list of

Threatened Species. [Terhubung berkala] http: //www.iucnredlist.org [12

Februari 2016].

Maruyama A. 2014. Analisis bobot kompenen penyusun karkas dan non karkas

pada landak jawa (Hystric javanica) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Michael H, Devra G, Kleiman, Valerius G, Mellisa CM. 2003. Grzimek’s Animal

Life Encyclopedia Ed ke-2. Michigan : Gale Group.

Nagato T, Tandler B. 1986. Ultrastructure of dog parotid gland. Journal

Submicroscopic Cytology 18: 67-74.

Novelina S. 2010. Dinamika Perubahan Morfofungsi Gonad dan Kelenjar

Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) Selama Masa Berbiak dan

Bersarang [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Parker SB. 1990. Grzimek’s Encyclopedia of Mammals. New York (US):

McGraw Hill.

Parks HF. 1961. On the fine structure of the parotid gland of mouse and rat.

American Journal of Anatomy 108: 303-329.

Pratama A. 2013. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak

(Paradoxurus hermaproditus) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Sastrapradja S. 1996. Binatang Hama. Bogor (ID): LIPI

Shackleford JM, Wilborn WH. 1969. Ultrastructure of bovine parotid gland.

Journal of Morphology 127: 453-474.

Sheila. 2011. Klasifikasi Duri Landak Jawa (Hystrix javanica) Berdasarkan

Morfologi dan Pola Distribusi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Wahyuningsih A. 2013. Prefensi pemilihan jenis pakan dan kombinasi menu

untuk landak jawa (Hystrix javanica) yang dikandangkan [Skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Wulansari FM. 2012. Kajian Morfologi Lambung Landak Jawa (Hystrix javanica)

[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zainuddin N, Agungpriyono S, Wresdiyati T, Adnyane IKM, Sari DK. 2000.

Studi histologi dan histokimia kelenjar submandibularis dan kelenjar parotis

15

tupai (Tupaia glis) dengan tinjauan khusus pada jenis dan distribusi

karbohidrat. Jurnal Primatologi Indonesia 3: 9-16.

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, 10 April 1994 dari Bapak Munajat dan Ibu

Geugeu Sopiah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2012

penulis lulus dari SMA Kosgoro Kota Bogor, Jawa Barat dan pada tahun yang

sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dengan jurusan Kedokteran

Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Selama kuliah di FKH IPB Penulis pernah magang di Balai Inseminasi

Buatan Lembang. Penulis pernah mengikuti program pengabdian Masyarakat

Pembebasan Brucellosis di Banten pada tahun 2015. Penulis pernah menjadi

Bendahara di Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI) cabang IPB

(2014/2015). Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Histologi Veteriner II

(2016).

Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk mendapatkan gelar

sebagai Sarjana Kedokteran Hewan. Judul penelitian adalah Morfologi Kelenjar

Parotis dan Mandibularis landak jawa (Hystrix javanica).