morfologi

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak kata yang kelihatannya terdiri dari dua morfem atau lebih, perbandingan kata-kata yang terdapat dalam deretan morfologik dapat dikatakan adanya morferm sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap anggota deretan morfologik. Morfologit yang dimaksud ialah suatu deretan atau suatu daftar dan artinya. Untuk mengetahui apakah kata itu terdiri dari satu morfem atau beberapa morfem haruskah kata itu diperbandingkan dengan kata-kata lain dalam deretan morfologik, kalau bentuk tersebut ternyata bias hadir setara berulang-ulang tersebut lain maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Deretan morfologik amat berguna dalam penentuan morfem-morfem. Apakah terdiri dari satu morfem atau dua morfem, dapat di ketahui dari deretan morfologik yang berhubungan dalam bentuk-bentuk dan artinya dalam deretan morfologik. 1.2 Masalah 1. Bagaimana mengetahui apakah kata itu terdiri dari satu morfem atau beberapa morfem dan haruskah kata

Upload: riza-umami

Post on 26-Jun-2015

286 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: morfologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak kata yang kelihatannya terdiri dari dua morfem atau lebih,

perbandingan kata-kata yang terdapat dalam deretan morfologik dapat dikatakan

adanya morferm sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap anggota deretan

morfologik.

Morfologit yang dimaksud ialah suatu deretan atau suatu daftar dan artinya.

Untuk mengetahui apakah kata itu terdiri dari satu morfem atau beberapa morfem

haruskah kata itu diperbandingkan dengan kata-kata lain dalam deretan morfologik,

kalau bentuk tersebut ternyata bias hadir setara berulang-ulang tersebut lain maka

bentuk tersebut adalah sebuah morfem.

Deretan morfologik amat berguna dalam penentuan morfem-morfem. Apakah

terdiri dari satu morfem atau dua morfem, dapat di ketahui dari deretan morfologik

yang berhubungan dalam bentuk-bentuk dan artinya dalam deretan morfologik.

1.2 Masalah

1. Bagaimana mengetahui apakah kata itu terdiri dari satu morfem atau beberapa

morfem dan haruskah kata itu di perbandingkan dengan kata-kata lain dalam

deretan mofologik?

2. Bagaimana unsur-unsur hirarki bahasa itu dapat ditentukan?

3. Bagimana cara mengetahui bentuk asal dan dasar suatu kata?

1.3 Tujuan

Diharapkan setiap pembaca kertas kerja ini dapat menambah ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang ”Morfologi” sehingga mereka dapat memahami

deretan morfologik hiraki bahasa dan bentuk suatu kata.

Page 2: morfologi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori

- Deretan morfologik

- Hirarki bahasa

- Bentuk asal dan bentuk dasar

2.2 Pembahasan

2.2.1 Deretan morfologik

Yang dimaksud dengan deretan morfologik ialah suatu deretan atau suatu

daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk artinya. Misalnya kita

dapati kata kejauhan. Untuk mengetahui apakah kata itu terdiri dari satu morfem atau

beberapa morfem, haruslah kata itu diperbandingkan dengan kata-kata lain dalam

deratan morfologik. Di samping kejauhan, terdapat menjauhkan, dijauhkan, terjauh,

berjauhan, menjauhi, dijauhi: jadi deretan morfologiknya sebagai berikut:

kejauhan

menjauhkan

dijauhkan

terjauh

berjauhan

menjauhi

dijauhi

______

jauh

Dari perbadingan kata-kata yang terdapat dalam deretan morfologik di atas,

dapat disimpulkan adanya morfem jauh sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap

anggota deretan morfologik, hingga dapat dipastikan bahwa kata kejauhan terdiri dari

morfem jauh dan morfem ke-an, menjauhkan terdiri morfem-morfem di-, jauh, dan –

kan, terjauh terdiri dari morfem ter- dan jauh, berhauhan terdiri dari morfem jauh

Page 3: morfologi

dan ber-an, menjauhi terdiri dari morfem-morfem meN-, jauh dan –i, dan kata dijauhi

terdiri dari morfem di-, jauh, dan –i.

Deretan morfologik morfologik amat berguna dalam penentuan morfem-

morfem. Kata terlantar misalnya, apakah terdiri dari satu morfem atau dua morfem,

dapat diketahui dari deretan morfologik. Kata itu haruslah dibandingkan dengan kata-

kata lain yang berhubungan dalam bentuk dan artinya dalam deratan morfologik:

terlantar

menterlantarkan

diterlatarkan

keterlantran

_________

terlantar

Dari deretan morfologik diatas, dapat dipastikan bahwa kata terlatar hanya

terdiri dari satu morfem. Benar memang dalam peristiwa bahasa dijumpai kata

lantaran, dan jika terlantar di bandingkan dengan lantran, niscaya dapat ditentrukan

adanya morfem lantar:

terlantar

lantaran

_______

lantar

Tetapi secara deskriptif, kedua kata itu hanya memiliki pertalian bentuk ;

pertalian arti tidak ada. Maka sesuai dengan apa yang dimaksud dengan deretan

morfologik, kedua kata itu tidak dapat diletakkan dalam satu deretan morfologik, dan

berarti juga tidak dapat diperbandingkan.

Kesimpulannya, kata terlatar hanya terdiri dari satu morfem, dan kata

lantaran dipandang sebagai kata lain, yang secara deskriptif tidak dapat diletakkan

dalam satu deretan morfologik dengan kata-kata terlantar, menterlantarkan,

ditelantarkan, dan keterlantaran.

Banyak kata yang keliahatannya terdiri dari dua morfem atau lebih, tetapi

setelah benera-benar, pada hakekatnya secara deskriptif hanya terdiri dari satu

Page 4: morfologi

morfem saja. Misalnya segala terlentang, perangai, pengaruh, selamat, petua,

jawaban, perempuan, pura-pura, alaun-alun, seperti, kelola, jembatan, dan masih

banyak lagi.

2.2.2 Hirarki Bahasa

Dengan deretan morfologik dapat ditentukan bahwa suatu satumisalnya

terjauh, terdiri dari dua morfem, ialah ter- dan jauh; berpakaian terdiri dari empat

morfem, ialah ber- peri, ke-an, dan manusia.

Jika dilihat sepintas lalu, kelihatan seolah-olah morfem yang menjadi unsur

darpada satuan yang lebih besar itu sekaligus dalam satu deretan membentuk satuan

itu. Memang demikian halnya pada terjauh, tetapi tidak demikian halnya pada

berpakaian. Pada berpakaian morfem –an melekat dahulu pada morfem pakai,

menjadi pakaian, kemudian baru morfem ber- melekat padanya menjadi berpakaian.

Dengan kata lain, unsur yang langsung membentuk kata berpakaian bukannya ber-,

pakai, dan –an, melainkan ber- dan pakaian. Selanjutnya pakaian terdiri dari unsur

yang langsung membentuknya, ialah pakai dan –an. Diagram sebagai berikut:

Demikianlah, satuan-satuan gramatik, kecuali morfem, terdiri dari satuan-

satuan yang lebih kecil melalui suatu hiraki.

Pada contoh berperikemanusiaan hiraki pembentukannya lebih banyak lagi

dibandingkan dengan pada berpakaian. Satuan berperikemanusiaan terbentuk dari

unsur ber- dan perikemanusiaan. Satuan perikemanusiaan terbentuk dari unsur peri

berpakaian

pakaian

pakai anber

Page 5: morfologi

dan kemanusiaan. Selanjutnya kemanusiaan terbentuk dari unsur ke-an dan manusia.

Jadi proses terbentuknya satuan berperikemanusiaan demikian: manusia

kemanusiaan perikemanusiaan berperikemanusiaan.

Timbul pertanyaan, bagaimana unsur itu dapat ditentukan? Aapabila satuan

yang diselidiki itu hanya terdiri dari dua satuan, dengan mudah dapat ditentukan

bahwa kedua satuan itu merupakan unsurnya.

2.2.3 Bentuk Asal dan Bentuk Dasar

Bentuk asal ialah satuan yang paling kecil yang menjadi asal sesuatu kata

kompleks. Misalnya kata berpakaian terbentuk dari bentuk asal pakai mendapat

bubuhan afiks –an menjadi pakaian, kemudian mendapat bubuhan afiks ber- menjadi

berpakaian. Contoh lain misalnya kata berkesudahaan. Kata ini terbentuk dari bentuk

asal sudah mendapat bubuhan afiks ke-an menjadi kesudahan, kemudian mendapat

bubuhan afiks ber- menjadi berkesudahaan.

Bentuk dasar ialah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi

dasar bentuk bagi satuan yang lebih besa. Kata berpakaian, mislanya, terbentuk dari

bentuk dasar pakaian dengan afiks ber-; selanjutnya kata berkesudahan terbentuk dari

bentuk dasar kesudahan dengan afiks ber-, dan selanjutnya kata kesudahaan

terbentuk dari bentuk dasar sudah dengan afiks ke-an.

berperikemanusiaan

perikemanusiaan

kemanusiaan

ke-an manusiaperiber

Page 6: morfologi

Bentuk asal selalu berupa bentuk tunggal. Berbeda dengan bentuk dasar,

mungkin berupa bentuk tunggal, misalnya pakai dlam pakaian, sudah dalam

kesudahan, rumah dalam perumahan, pergi dalam berpergian, kata dalam berkata,

dan mungkin pula berupa bentuk kompleks, misalnya pakaian dalam berpakaian

kesudahan dalam berkesudahaan, pemimpin dalam berpemimpin dan kepemimpinan,

berakat dalam keberangkatan, alasan dalam berlasan, berhaasil dalam keberhasilan,

mengerti dalam dimengerti, tidak mampu dalam ketidakmampuan, sandaran dalam

bersandaran, sinambung dalam kesinambungan.

Page 7: morfologi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa:

a. Morfologik ialah suatu deretan atau suatu daftar yang memuat kata-kata yang

berhubungan dalam bentuk dan artinya.

b. Bentuk asal adalah satuan yang paling kecil yang menjadi asal suatu kata

komplek

c. Bentuk dasar ialah satuan baik tanggal maupun kompleks yang menjadi dasar

bentuk satuan yang lebih besar.

d. Di dalam deretan morfologik kita dapat mengetahui apakah kata itu terdiri dari

satu morfem atau beberapa morfem.

3.2 Saran

Semoga apa yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan pembahasan ilmu

pengetahuan bagi teman-teman atau para pembaca yang akan membacanya.

Page 8: morfologi

DAFTAR PUSTAKA

Ramlan. M. 2001. Morpologi suatu tinjauan diskriftif. Yogyakarta: C.V. Karyono

Page 9: morfologi

MORFOLOGIK

DERETAN MORFOLOGIK, HIRAKI BAHASA DAN BENTUK

ASAL DAN BENTUK DASAR

DISUSUN OLEH:

1. Ani Maryani (2007 112 306)

2. Maslinah (2007 112 308)

3. Perawati (2007 112 315)

4. Erwin Saputra (2007 112 )

Kelas : 2.2

Kelompok : II (Tiga)

Program Studi : Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia

Matakuliah : Morfologi

Dosen Pengasuh : Hadi Prayitno, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

Page 10: morfologi

2008

Page 11: morfologi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT,

karena berkat rahmat dan hidayatnya. Kami dapat menyelesaikan kertas kerja

”MORFOLOGI” ini dengan lancar. Memang kertas kerja ini belum dapat

dikatakan sempurna. Oleh karena itu kami membutuhkan saran dan kritik bagi

teman-teman yang membacanya.

Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada dosen pengasuh kami yang bernama Bapak ”Hadi Prayitno, M.Pd

yang telah meluangkan waktu di dalam mengajar kami hingga terselesainya

kertas kerja ini.

Sekian yang dapat kami tulis, akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Palembang, 11 November 2008

Penulis