moerta sebagai bagian dari jejaring historis-sosial1 file1 makalah disampaikan dalam seminar...

13
1 MOERTA (2013) KARYA JACOB VIS SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL 1 Christina Suprihatin 2 Abstrak Novel Moerta. Roman over vrouwelijke indische arts en vermeend terrorisme(2013) karya Jacob Vis merupakan novel lanjutan dari Tandem. Roman over een plantersleven (2013). Moerta, adalah dokter perempuan pertama lulusan STOVIA, sekolah untuk dokter Jawa. Moerta menjalani kehidupan yang kontroversial sebelum meraih gelarnya. Kehidupan yang menantang juga terus dihadapinya di Hindia sebelum ia memutuskan untuk menetap di Belanda. Novel Moerta dikaji dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Interpretasi teks dilaksanakan mengikuti metode Vanheste (1981) dengan mencermati penggambaran ‘dunia’ dalam novel. Teks sastra sebagai bentuk komunikasi spesial mengandung aspek kenyataan yang menjadi bagian dari jejaring proses historis-sosial. Teks adalah sebuah fenomena yang mengkaji interaksi antara gejala dalam masyarakat dan aspek kenyataan lainnya dalam masyarakat. Pencermatan yang mendasar terhadap kenyataan yang dihadirkan dalam teks mengungkap ideologi teks. Gambaran dunia yang hadir dalam novel ini tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Ketidakselarasan kenyataan yang sering dihadirkan dalam berbagai fragmen seringkali menganggu keberadaan teks sebagai sebuah jejaring proses historis-sosial. Mencermati fungsinya, novel ini dapat dianggap sebagai sebuah catatan sejarah yang bersifat realistis mengenai kehidupan dalam masyarakat kolonial. Kata kunci: penggambaran ‘dunia’, ideologi, konkubinasi, Hindia-Belanda Pendahuluan Pada bulan April 1927 Moerta, dokter perempuan lulusan STOVIA ( School tot Opleiding van Indische Artsen) mengirimkan catatan perjalanan hidupnya kepada Caroline Sanders, anak perempuannya yang menetap di Belanda. Pada saat itu Moerta sedang berada dalam sel tahanan di Medan karena didakwa membantu dan 1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar pada Program Studi Belanda, dan Departemen Susastra, FIB Universitas Indonesia.

Upload: others

Post on 10-Sep-2019

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

1

MOERTA (2013) KARYA JACOB VIS SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1

Christina Suprihatin2

Abstrak

Novel Moerta. Roman over vrouwelijke indische arts en vermeend terrorisme(2013) karya Jacob Vis merupakan novel lanjutan dari Tandem. Roman over een plantersleven (2013). Moerta, adalah dokter perempuan pertama lulusan STOVIA, sekolah untuk dokter Jawa. Moerta menjalani kehidupan yang kontroversial sebelum meraih gelarnya. Kehidupan yang menantang juga terus dihadapinya di Hindia sebelum ia memutuskan untuk menetap di Belanda. Novel Moerta dikaji dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Interpretasi teks dilaksanakan mengikuti metode Vanheste (1981) dengan mencermati penggambaran ‘dunia’ dalam novel. Teks sastra sebagai bentuk komunikasi spesial mengandung aspek kenyataan yang menjadi bagian dari jejaring proses historis-sosial. Teks adalah sebuah fenomena yang mengkaji interaksi antara gejala dalam masyarakat dan aspek kenyataan lainnya dalam masyarakat. Pencermatan yang mendasar terhadap kenyataan yang dihadirkan dalam teks mengungkap ideologi teks. Gambaran dunia yang hadir dalam novel ini tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Ketidakselarasan kenyataan yang sering dihadirkan dalam berbagai fragmen seringkali menganggu keberadaan teks sebagai sebuah jejaring proses historis-sosial. Mencermati fungsinya, novel ini dapat dianggap sebagai sebuah catatan sejarah yang bersifat realistis mengenai kehidupan dalam masyarakat kolonial. Kata kunci: penggambaran ‘dunia’, ideologi, konkubinasi, Hindia-Belanda

Pendahuluan

Pada bulan April 1927 Moerta, dokter perempuan lulusan STOVIA (School tot

Opleiding van Indische Artsen) mengirimkan catatan perjalanan hidupnya kepada

Caroline Sanders, anak perempuannya yang menetap di Belanda. Pada saat itu

Moerta sedang berada dalam sel tahanan di Medan karena didakwa membantu dan

1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10-11 Oktober 2016. 2 Pengajar pada Program Studi Belanda, dan Departemen Susastra, FIB Universitas Indonesia.

Page 2: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

2

bekerja sama dengan pemberontak yang menjadi buronan Pemerintah Kolonial

Belanda. Moerta terancam hukuman mati. Dirk Sanders, mantan pekebun tembakau

di Deli yang selama enam tahun menjadi pasangan hidup Moerta menyewa pengacara

ternama untuk membantu perempuan itu menjalani proses persidangan.

Novel Moerta. Roman over vrouwelijke indische arts en vermeend terroriste

yang terbit pada tahun 2013 merupakan lanjutan dari Tandem. Roman over een

plantersleven (2013) karya Jacob Vis. Vis (Haarlem, 1940) sebelumnya lebih dikenal

sebagai penulis cerita misteri. Kedua novel yang terbit pada tahun yang sama itu

merupakan cerita rekaan yang dikembangkan dari kehidupan kakek Vis yang bekerja

sebagai pekebun tembakau di Deli (Sumatra). Vis menciptakan tokoh Moerta, dokter

perempuan Jawa, terinspirasi dari keberadaan neneknya yang berasal dari Jawa.

Pendekatan sosiologi sastra dirasa tepat untuk membedah novel ini dengan

pertimbangan teks ini berupaya memperlihatkan keberadaan nyai sebagai bagian dari

masyarakat kolonial dengan kacamata yang berbeda. Perspektif yang tidak lazim itu

terkadang mengesankan teks berupaya menghadirkan ‘kenyataan’ yangberbeda

dengan wacana yang berterima dalam masyarakat kolonial, dengan lain kata teks

seolah berusaha mengungkap kebenaran yang berbeda. Dengan pendekatan sosiologi

ditelusuri seberapa jauh penyimpangan itu dihadirkan, dan selanjutnya dikaji

mekanisme manipulasi mana yang digunakan dalam teks. Dari hasil analisistersebut

diharapkan dapat ditemukan fungsi teks bagi masyarakat pembaca (Van Gorp 1991:

232-233).

Pendekatan kritis sosiologi sastra juga akan mengantar pada temuan terkait

dengan ‘pengungkapan’ kesastraan dan khususnya pada hal-hal yang berkait-kelindan

dengan aktualisasi praksis dalam kehidupan (Wurth & Rigney, 2006:424). Selanjutnya

juga ditelusuri fenomena spesifik mana saja yang terkait dengan ideologi, ras, kelas

sosial dan/atau gender yang disampaikan teks kepada pembaca.

Page 3: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

3

Teks sastra merupakan sebuah tindak komunikasi. Saat menulis, seorang

pengarang memiliki publik yang hadir dalam pikirannya, setidaknya ia menulis untuk

dirinya sendiri (Escarpit 2008: 115). Seorang pengarang mengirimkan pesannya

kepada publik pembaca melalui sebuah teks. Berdasar proses komunikasi ini Vanheste

(1981:6-7)memilah empat bidang pengkajian dalam sosiologi sastra, yang pertama

yang terkait dengan pengarang, selanjutnya yang bersangkutan dengan teks. Ketiga,

bidang yang menyoroti pilihan jalur pengiriman pesan, dan yang terakhir yang

berhubungan dengan pembaca teks. Teks sastra merupakan suatu bentuk

komunikasi, dan ia menjadi bagian dari sebuah jejaring proses historis-sosial

(Vanheste 1981: 79). Teks sastra dapat dianggap sebagai sebuah bentuk komunikasi

yang memperlihatkanbagaimana berbagai isu berinteraksi dalam masyarakat. Teks

juga merupakan ekspresi pengalaman penulis yang meyakini adanya kebutuhan para

untuk ‘menangkap’ pesan yang dikirimkan pengarang(Vanheste 1981: 7, 50).

Seturut dengan pemaparan di atas, tulisan ini memperlihatkan bagaimana

wereldbeeld(penggambaran dunia)dihadirkan dalam teks. Untuk menemukan

penggambaran tersebut dilakukan analisis terhadap berbagai gambaran kenyataan

dalam teks seturut dengan langkah yang digagas Vanheste (1981: 206-210).

Gambaran kenyataan dalam teks diungkap dalam tiga tataran. Tataran pertama

dihadirkan melalui penggambaran tokoh-tokoh yang berlakuan, dan melalui

hubungan antar tokoh, serta peran tokoh dalam cerita. Dalam tataran pertama juga

dikaji norma dan nilai yang diungkap teks. Situasi keberadaan dan hubungan antar

tokoh dicermati dengan setiap kali mengkaitkannya dengan aspek kemasyarakatan.

Norma dan nilai mana saja yang dipertahankan, tabu mana yang dilanggar, dan sanksi

apa yang dijatuhkan bila terjadi pelanggaran. Semua aspek tersebut bersama-asama

akan membentuk sebuah bangun kenyataan dalam teks. Tataran kedua menelaah

upaya yag dilakukan untuk merombak bangun kenyataan yang telah tercipta pada

Page 4: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

4

tataran pertama. Tataran ketiga mencermati apa saja yang dihasilkan dari

perombakan yang dilakukan pada tataran kedua.

Bangun Kenyataan pada tataran pertama: hierarki dan konkubinasi

Novel Moerta. Roman over vrouwelijke indische arts en vermeend terroriste dibuka

dengan sebuah prolog dan diakhiri dengan epilog. Dalam dua bagian ini, cerita

disampaikan oleh Carolien Sanders. Dalam prolog, pembaca dihadapkan pada tokoh

Moerta Tjondronegoro, seorang dokter kepala di rumah sakit Binjai yang

terancamhukuman mati karena memberikan pertolongan medis kepada seorang

pemberontak. Moerta direpresentasikan sebagai seorang dokter perempuan yang

dihormati, dicintai para pasiennya, dan sangat berdedikasi dalam bekerja. Sebagai

individu, tokoh Moerta ditampilkan dengan lengkap: status sosialnya (dulu dan kini),

dan aktivitasnya. Dalam prolog yang teramat singkat melalui kacamata pencerita

Carolien, dibangun kenyataan awal.

Setelah prolog, cerita dibagi dalam delapan belas bagian bernomor yang

diikuti dengan penunjukan tempat dan waktu berlangsungnya cerita. Kedelapan belas

nomor dibangun dengan alur maju, dimulai dengan nomor 1 yang berjudul Java, 1885-

1896 dan diakhiri dengan nomor 18, Sumatra 1926. Rentang waktu penceritaan

kehidupan Moerta meliputi tiga puluh tahun. Dalam delapan belas catatan/surat yang

ditulis Moerta, pembaca mengikuti perjalanan hidup perempuan Jawa itu melalui

pencerita aku-an. Cerita nomor 1 dibuka dengan ‘Soms heb ik dringend behoefte om

met je te praten. Gewoon een praatje tussen moeder en dochter, zoals ik deed met

mijn moeder, destijds in de Preanger (...) Het is vreemd dat zoiets simpels nu

onbereikbaar is’(Vis 2013:11)3.Sejak awal pembaca sudah diajak untuk berempati

3Terkadang aku sangat butuh bicara denganmu. Cuma sebuah percakapan antara ibu dan anak, seperti yang dulu kulakukan dengan ibu, waktu kami tinggal di Priangan. (...) Aneh, yang begitu sederhanapun sekarang tak dapat dicapai.

Page 5: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

5

kepada tokoh Moerta. Seorang ibu yang karena satu dan lain hal, tidak memiliki

kesempatan untuk berbicara dengan anak perempuannya. Moerta diposisikan

sebagai ‘perempuan yang kehilangan haknya menjadi ibu’. Inventarisari tokoh Moerta

melalui pemaparan masa kecilnya, memberikan gambaran mengenai Moerta sebagai

individu dan sekaligus bagian dari kelompok yang kecil, ia adalah anak kepala desa,

memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Sarima. Pada lingkup kelompok

yang lebih besar, Moerta adalah murid sekolah yang didirikan oleh para misionaris

Belanda, dan memiliki seorang guru yang bernama Suster Angelique. Moerta juga

menjadi bagian dari masyarakat kolonial yang dicirikan dengan hadirnya hierarki.

Tatanan masyarakat kolonial dibangun dengan menghadirkan pengkotak-kotakan

berdasarkan ras dan gender yang dinarasikan secara ekplisit. Pemilahan tersebut

memperkuat representasi wilayah koloni sebagai daerah yang didominasi kuasa laki-

laki, ketimpangan kuasa kental hadir dalam berbagai lakuan tokohnya.

Karakter yang dilekatkan pada tokoh Moerta dan tokoh-tokoh bawahan

(kedua orang tua, tokoh kakak perempuan/Sarima, tokoh suster Angelique)

memperlihatkan keberagaman etnis yang menjadi bagian dari masyarakat kolonial.

Masing-masing individu digambarkan menjalani hidup seturut dengan norma dan nilai

budaya yang berlaku. Interaksi antar individu lagi-lagi mengukuhkan diskursus

kolonial, seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut, ‘Op Java liepen de

arbeiderverhoudingen op Hollandse plantages uiteen. (...) Andere waren humaner,

maar ook op die plantages was de hiërarchie strikt als in een apenkolonie met de

planter als het alfamannetje’ (Vis 2013: 32)4. Hierarki dalam teks juga dimunculkan

dengan kebiasaan Moerta untuk menyapa Dirk Sanders dengan sebutan Tuan Sandes.

Dengan sapaan itu perempuan Jawa ini memposisikan dirinya lebih rendah dari Dirk

4Di Jawa hubungan buruh di perkebunan Belanda sangat berbeda-beda. (...) Beberapa pekebun bertindak lebih manusiawi, tetapi di perkebunan selalu ditemukan hierarki yang kuat, seperti umumnya dalam sebuah koloni, pekebun bak kepala suku.

Page 6: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

6

Sanders. Kebiasaan itu telah terinternalisasi dalam lakuan tokoh Moerta, dan

dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.

Norma dan nilai budaya dalam teks dibangun melalui berbagai aspek. Hierarki

dan ketidaksetaraan dalam berbagai aspek kehidupan diterima sebagai hal yang

semestinya. Kehadiran orang Belanda di Hindia dibenarkan, ‘Pa en hij konden goed

met elkaar overweg en wat meer zegt: Paul viel bij mijn moeder in de smaak.(...)

Natuurlijk waren er meer vriendschappelijke betrekkingen tussen Hollanders en

Javanen’ (Vis 2013: 33)5. Suster dan dan para pastur misionaris diterima dengan

tangan terbuka, kehadiran mereka tidak dipermasalahkan malah dibutuhkan untuk

mencerdaskan rakyat desa. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk

menolakatau mengkritisi kehadiran berbagai sekolah misi (Vis 2013: 19).

Orang Eropa digambarkan sebagai sekelompok manusia rasional yang tidak

mempercayai hal-hal yang gaib. Suster Angelique dihadirkan sebagai guru yang bijak

dan mampu menjawab pertanyaan mengenai makhluk supranatural dengan logis

seturut pemikiran Barat (Vis 2013: 23). Pemikirannya yang logis, rasional, berhasil

membuka wawasan Moerta: tidak semua hal yang dianggap benar oleh kedua orang

tuanya rasional.Tidak ada tindakan yang berarti dari orang tua Moerta untuk

‘melindungi’ putri mereka dari tekanan pemikiran Barat. Suster Angelique yang

rasional melihat kompetensi Moerta, seorang anak perempuan yang berbeda (Vis

2013: 24).

Dalam masyarakat kolonial yang dihadirkan dalam cerita, konkubinasi

dilegalkan. Tidak ada keberatan dari kedua belah pihak untuk mempraktikkannya. ‘Hij

is rijk, of hij zal het worden. Hij heeft aanzien, papa en mama zijn op hem gesteld en

de regent is bang voor hem. Als je met hem trouwt kan je niks gebeuren’(Vis 2013:

5 Pa dan Paul cocok dan yang lebih baik lagi: Paul memenuhi selera ibuku. (...) Tentu saja ada banyak hubungan baik yang terjalin antara orang Belanda dan Jawa.

Page 7: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

7

36)6. Sesama nyai saling membangun sisterhood, Moerta tidak mempermasalahkan

keberadaan No Chi sebagai nyai dari Dirk Sanders, pekebun yang nanti akan menjadi

pasangan hidupnya. Pada saat yang bersamaan di antara para perempuan di Deli juga

muncul rasa curiga dan persaingan. No Chi tidak menyukai Moerta dan

menganggapnya sebagai pesaing (Vis 2016: 120-121). Sarima membujuk Moerta

untuk menerima tawaran Dirk Sanders, karena ia mencurigai suaminya menaruh hati

pada Moerta.

Moerta dan Sarima, juga tokoh-tokoh perempuan lain dalam teks ini, memilih

menjalani konkubinasi dengan berbagai pertimbangan: dengan menjadi nyai mereka

akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik secara finansial, dan lebih mudah untuk

mencapai keinginan tertentu. Sarima menerima lamaran Paul Metz karena laki-laki

Belanda itu kaya, dan baik hati. Moerta menyetujui permintaaan Dirk Sanders untuk

menjadikannya pengurus rumah tangga Sanders mendapatkan penghasilan besar

sehingga memungkinkan Moerta membayar pendidikannya di STOVIA. Tidak ada

kritik yang berarti yang menyuarakan ketidaksetujuan terhadap praktik konkubinasi.

Keberatan terhadap konkubinasi tidak menyentuh hal-hal yang esensial dan lebih

berada pada tataran permukaan. ‘En zij wende aan zijn lichaamsgeur, die, zoals bij alle

blanken, heel anders was dan die van ons. Hij was schoon op zichzelf en (...) badde hij

zich minstens drie keer per dag (Vis 2013: 39)7Kekayaan menjadi jaminan, usia tidak

dipermasalahkan, masa lalu Paul yang pernah memiliki nyai-nyai lain tidak menjadi

kendala, keberatan Sarima menerima Paul Metz pada awalnya hanya terkait masalah

bau badan.

Pelanggaran terhadap norma dan nilai budaya mendapat sanksi. Pada saat

yang bersamaan imbalan diberikan kepada individu/kelompok yang menjalani

6 Ia (= Paul Metz) kaya, calon orang kaya. Ia punya karisma, papa dan mama menyukainya dan bupati takut padanya. Kalau kamu (= Sarima) menikah dengannya, kamu akan aman. 7 Ia (= Sarima) membiasakan dengan bau tubuh Paul, yang seperti juga pada laki-laki kulit putih lainnya, sangat berbeda dari kami. Ia sebenarnya bersih, (...) Paul mandi setidaknya tiga kali sehari.

Page 8: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

8

kehidupan sesuai dengan norma atau nilai budaya yang berlaku. Ketika Moerta

berumur dua belas tahun, ia mendapat hukuman cambuk dari orang tuanya karena

diam-diam mendaki gunung di desanya (Vis 2013: 26-27). Perpektif Barat

menganggap hukuman kekerasan tidak layak dijatuhkan kepada anak yang karena

rasa ingin tahunya mendaki gunung. Suster Angelique sebagai wakit dari masyarakat

rasional, menganggap sikap kritis Moerta terhadap keberadaan ‘penunggu gunung’

sangat wajar, ia memutuskan untuk berbicara dengan ayah Moerta. Sejak

pembicaraan itu Moerta tidak pernah lagi menerima kekerasan fisik dari ayahnya,

rasionalitas mengalahkan hal-hal yang bersifat takhayul (Vis 2013: 27-28). Namun,

tidak semua orang Barat direpresentasikan menentang kekerasan. Hukuman fisik

menjadi bagian dari kehidupan di perkebunan tembakau di Deli. Para kuli yang

melanggar peraturan menerima hukuman cambuk. Dalam teks berbagai tindak

kekerasan yang dihadirkan mengukuhkan ketimpangan dalam masyarakat kolonial.

Moral ganda secara ekplisit diungkap dalam teks. Tidak ada ruang

pengampunan bagi nyai yang berselingkuh. Moerta yang tertangkap tangan oleh Dirk

Sanders menjalin hubungan terlarang dengan seorang penduduk lokal, harus

meninggalkan rumah dan anak perempuannya (Vis 2013: 166-168). Teks

mengukuhkan kenyataan betapa masyarakat kolonial mendiskreditkan nyai, dan

menyisakan banyak pengertian bagi para lelaki yang mencampakkan nyainya.

Upaya merombak bangun kenyataan dan isu mutakhir dalam masyarakat kolonial

Novel Moerta juga berupaya mengangkat isu-isu mutakhir, seolah teks ini mencoba

memperkenalkan norma dan nilai kehidupan yang baru. Upaya tersebut sering kali

disuarakan dengan lantang, dan dihadirkan melalui tokoh Moerta. Selain menerima,

dan/atau mengukuhkan norma dan nilai yang sudah berterima dalam masyarakat

kolonial, upaya mengubah kenyataan dalam teks secara konkrit dan detil

diperlihatkan teks. Pilihan untuk membingkai cerita kehidupan Moerta melalui surat

Page 9: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

9

yang dituliskan kepada anak perempuannya, dan menjadikan Carolien Sanders

sebagai pencerita pada prolog dan epilog bukannya tanpa maksud. Pada prolog

pembaca digiring untuk berempati pada tokoh Moerta, dan bila simpati itu memudar

sejalan dengan perjalanan hidup Moerta yang dituturkan dalam delapan belas bagian

bernomor, maka pada bagian prologupaya untuk merevisi sosok Moerta kembali

diperlihatkan.

Mengikuti perjalanan hidup Moerta, pembaca dihadapkan pada sosok

perempuan perkasa namun tak luput dari banyak kesalahan. Ia bukan superhero

tanpa cela, tak jarang ia hadir sebagai manusia biasa yang tidak mampu

mengendalikan nafsunya sehingga melakukan tindakan-tindakan bodoh melanggar

norma dan aturan yang berlaku. Secara akademis, Moerta berhasil telah memperoleh

capaian tinggi. Kecakapan akademis tidak diimbangi dengan kebijakan sosial.

Pilihannya untuk menjadi nyai, semata-mata karena faktor finansial, ironis karena

pada awalnya Moerta begitu mengagungkan hubungan yang didasari rasa cinta.

Moerta juga hadir sebagai sosok yang keras, nyaris tidak memiliki perasaan. Tidak ada

air mata yang diumbar saat kehilangan orang tua, tidak ada hati yang bergelora saat

jatuh cinta, tidak ada kepedihan berpisah dengan anak. Seolah mati rasa, juga tidak

ada penyesalan meratapi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat.Seorang ibu

berhati batu, mengabaikan perannya, dan menyerahkan tugas pengasuhan kepada

perempuan lain. Rasanya tidak ada penanda yang mencirikan sifat perempuan pada

sosok Moerta.

Dalam teks ini pembaca berhadapan dengan sebuah masyarakat kolonial yang

‘sangat mutakhir’, sebuah tatanan masyarakat kolonial yang berbeda. Teks

memberikan ruang pada Moerta untuk menyuarakan pendapatnya, dan perempuan

ini diberi keleluasaan untuk bertindak, bahkan juga melakukan kesalahan fatal.

Pendidikan Barat yang diterima Moerta terinternalisasi sedemikian dalam sehingga

dalam diri Moerta hampir-hampir tidak ditemukan ‘elemen Timur’. Secara fisik ia

Page 10: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

10

memang perempuan Jawa, namun prilaku, tindak, karakter, kepribadiannya sangat

Barat. Moerta memiliki ‘keliaran’ yang tidak sejalan dengan norma dan nilai budaya

semasanya. Moerta dan Sarima tidak mempermasalahkan ‘tuan’ mereka sudah

pernah memiliki nyai, mereka tidak meributkan masalah keperawanan. Moerta

membenarkan dan mempraktikkan hubungan seksual sebelum pernikahan. Dalam

dua kesempatan, sesaat pembaca diajak untuk mencermati Moerta yang ‘manusia

yang memiliki rasa’, terhanyut nafsu dan menikmati kehidupan seksual (Vis 2013: 83,

166). Narasi menempatkan Moerta jauh dari ‘norma dan budaya Timur’. Moerta

adalah prototipe pemikiran Barat yang dikemas dalam tubuh perempuan Timur.

Pandangannya mengenai pasangan hidup, seks sebelum pernikahan, dan pendidikan

menjadikan teks ini berbeda dari teks dari genre serupa dalam ranah Sastra Hindia-

Belanda.

Isu-isu mutakhir juga hadir dalam teks ini.Beberapa tokoh digambarkan

memiliki prilaku yang ‘menyimpang’, namun tidak ada rasa takut atau malu untuk

mengakui penyimpangan tersebut. Masyarakat pun seolah tidak mempermasalahkan

kehadiran mereka. Keterbatasan manusia menjadi hal yang berterima, dan tidak ada

sanksi dan hukuman yang dijatuhkan. Beberapa tokoh digambarkan sebagai manusia

yang bisa saja memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis. Tokoh suster Angelique,

biarawati yang menjalani kehidupan selibat jatuh cinta dan menjalin hubungan

dengan sesama calon biarawati. Dua tokoh lain dalam cerita juga dihadirkan sebagai

sosok yang tidak tertarik menjalin hubungan dengan lawan jenis. Meski telah berumur

mereka tidak menikah dan mengakui keadaan mereka. Salah satunya adalah tokoh

dukun yang dihormati dan mendapat kepercayaan dari penduduk desa (Vis 2013: 54-

55).

Intertekstualitas dalam teks dibangun dengan penyebutan beberapa nama

besar dalam sejarah perjuangan Indonesia. Selama Moerta menjalani pendidikan di

STOVIA, ada interaksi yang terjalin dengan Dr. Soetomo dan Dr. Jacob Samallo. Nama

Page 11: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

11

besar dalam dunia kedokteran, Dr. H.R. Roll, dan Antonie van Leeuwen, juga

dimunculkan dan bersentuhan dengan sosok Moerta. Keterkaitan Moerta

denganSTOVIA sebagai institusi yang mencetak dokter Jawa tidak terlihat mendalam.

Peristiwa dalam sejarah, seperti keberadaan Boedi Utomo yagn bergiat dengan

gerakan nasionalisme berulang kali diungkap dalam teks. Dalam berbagai percakapan

dengan dokter berkebangsaan Belanda Moerta telah menyinggung nasionalisme,

namun tidak ada pemaparan yang mendalam terkait dengan sikap Moerta

menanggapi isu nasionalisme dan gerakan perjuangan menuju kemerdekaan.

Keterkaitan dengan kemerdekaan ditanggapi dengan isu keberadaan pemberontak

atau justru seringkali disebut dengan kaum teroris. Kelompok ini diwakili dengan dua

bersaudara keturunan Cina, bermarga Siauw, yang pernah bekerja untuk Paul Metz

dan Sarima. Tindakan Moerta membantu Sauw yang lebih didasarkan panggilan hati

dan kenangan akan jasa kedua bersaudara, lagi-lagi digambarkan bukan hal yang bijak

dan menyeretnya ke dalam penjara. Keberadaan Moerta, capaiannya menjadi dokter

Djawa, kelebihan akademisnya tidak selalu sejalan dengan tindak dan prilaku

kesehariannya. Keberadaan sebagai dokter Djawa seolah hanya sekedar kolase yang

ditempelkan pada sosok Moerta.

Kehadiran kelompok etnis yang lain, seperti orang Cina, orang Batak, orang

Deli juga diperlihatkan dalam teks. Namun teks tidak mencermati kehadiran berbagai

kelompok tersebut dalam masyarakat kolonial. Demikian juga berbagai religi yang

disebut sepintas dalam teks, tidak ada cukup datayang akurat untuk mengkajinya

dalam masayrakat kolonial.

Dalam epilogperuntungan Moerta sebagai tahanan diungkap. Pembelaan Mr.

Hendrik pengacara yang disewa oleh Dirk Sanders, penjelasan dari saksi-saksi yang

mengenal Moerta, membuatnya bebas dari hukuman mati. Sesaat setelah mendengar

vonis pembebasannya, pembaca tiba-tiba dihadapkan pasa sosok Moerta yang

memiliki rasa dan yang tidak malu memperlihatkan perasaannya. Ia yang sepanjang

Page 12: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

12

hidup digambarkan sebagai perempuan yang kuat berubah menjadi seorang yang

tidak berdaya ‘Ma zat stilletjes te huilen in haar bankje. Moeizaam als een oude vrouw

stond ze op terwijl de rechters de zaal uitliepen en toen pas liet ze zich door pa en mij

omhelzen (Vis 2013: 369)8. Nasib baik terus berpihak pada Moerta, ia tidak saja lepas

dari hukuman, dipulihkan nama baiknya sebagai dokter di Hindia, Dirk Sanders juga

melamarnya. Sebuah pernikahan resmi yang legal akan dilangsungkan di Belanda.

Sebuah akhir yang bahagia.

Penutup

Gambaran dunia yang hadir dalam novel ini tidak selalu sejalan dengan kenyataan.

Upaya untuk merubah tataran kenyataan itu terus menerus dihadirkan melalui

berbagai manifestasi. Pembaca dihadapkan pada berbagai manuver yang

mengupayakan perubahan, upaya itu tidak selamanya selaras dengan cakrawala

pengharapan pembaca. Ketidakselarasan kenyataan yang sering dihadirkan dalam

berbagai fragmen seringkali menganggu keberadaan teks sebagai sebuah jejaring

proses historis-sosial. Mencermati hasil analisis dapat disimpulkan unsur informasi

mendominasi dalam teks ini, sehingga novel ini dapat dianggap sebagai sebuah

catatan sejarah kecil yang bersifat realistis mengenai kehidupan dalam masyarakat

kolonial yang masih saja menyisakan sisi gelap. Vis sebagai pengarang mencoba

menggambarkan sisi yang gelap itu dengan objektif, dan terkesan tidak menghakimi

siapapun. Ia menyerahkan penilaian sepenuhnya kepada pembaca. Tidak

dipermasalahkan siapa yang bersalah, teks menginginkan pengertian untuk

keputusan-keputusan ‘berani’ yang sudah diambil Moerta.

8Ma diam-diam menangis di bangkunya. Susah payah seperti perempuan tua ia bangkit sementara para hakim meninggalkan ruang sidang, lalu ia baru mau dipeluk pa dan aku.

Page 13: MOERTA SEBAGAI BAGIAN DARI JEJARING HISTORIS-SOSIAL1 file1 Makalah disampaikan dalam Seminar Sosiologi Sastra 2016 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 10- 11 Oktober 2016. 2 Pengajar

13

Daftar Pustaka

Escarpit. R. 2008. Sosiologi Sastra. Penerjemah Ida Sundari Husen. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Wurth K.B & Rigney (red.) 2006. Het leven van teksten, een inleiding tot de

literatuurwetenschap. Amsterdam: Amsterdam University Press. Vanheste. B. 1981. Literatuursociologie. Theorie en methode. Assen: Van

Gorcum. Van Gorp. H. e.a. 1991. Lexicon van Literaire Termen. Groningen: Wolters-

Noordhoff. Vis. J. 2013. Moerta. Roman over vrouwelijke indische arts en vermeend

terrorisme. Den Haag; Uitgeverij Converse. Vis. J. 2013. Tandem. Roman over een plantersleven. Den Haag: Uitgeverij

Converse.