modul_pengantar phln

Upload: merari-sabati

Post on 14-Jul-2015

341 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

[Type text]

BAHAN AJAR

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASIPENGELOLAAN PHLN

Disusun oleh :Rasida, S.E.

MATA PELAJARAN

PENGANTAR PHLNDEPATEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ANGGARAN BOGOR 2008i

[Type text]

KATA PENGANTARDalam usaha untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Investasi terus digalakan pemerintah baik di sektor industri maupun jasa. Kesemuanya itu tentu saja membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dilain pihak tabungan pemerintah/surplus anggaran masih belum mampu menutup seluruh dana yang diperlukan untuk investasi tersebut. Kekurangan modal yang dimiliki pemerintah untuk membiayai pembangunan yang dilaksanakan, menyebabkan pemerintah memerlukan dana dari luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman. Sesuai kebijakan pemerintah, pinjaman/hibah luar negeri yang kita terima harus tidak ada unsur politik, bersifat lunak dan masih dalam kesanggupan kita untuk membayar kembali. Penggunaannya diutamakan untuk proyek-proyek vital yang menyentuh kepentingan masyarakat luas, produktif serta berorientasi terhadap upaya peningkatan ekspor. Pinjaman yang bersifat lunak, saat ini sulit sekali didapat dan tidak setiap proyek yang direncanakan dapat dibiayai dengan pinjaman lunak. Oleh sebab itu kadangkala pemerintah terpaksa mengambil pinjaman komersial yang tentu saja dengan bunga yang cukup tinggi dan masa pengembaliannya relatif singkat. Modul ini sengaja disusun sebagai bahan pengajaran pada diklat yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) khususnya Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran (Pusdiklat Anggaran), pada DTSS Pengelolaan PHLN sebagai pengetahuan dasar bagi peserta diklat mengenai pengetahuan tentang PHLN. Penulisan dimulai dari latar belakang mengapa saat ini Indonesia masih memerlukan PHLN, penganggarannya dalam DIPA, tata cara pengadaan barang/jasa untuk kegiatan dengan dana PHLN, tata cara penulisan nilai/harga kontraknya serta permasalahan-permaslahan yang sering terjadi dalam pengelolaan PHLN. Penulis menyadari, dalam penulisan ini mungkin masih banyak kekurangan yang penulis tidak ketahui. Untuk itu segala tegur sapa, kritik kontruktif dari para pembaca sangat penulis harapkan, guna perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

ii

[Type text] Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kepala Pusdiklat Anggaran yang dengan surat tugasnya nomor : ST285E/PP.3/2008 tanggal 29 Juli 2008 telah mempecayakan kepada penulis untuk menyusun modul ini. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan- rekan yang ada di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan di Jakarta, yang telah membantu penulis merampungkan modul ini, terutama yang berkaitan dengan contoh-contoh persyaratan dalam pengajuan SPM atas kegiatan dengan dana PHLN ini. Semoga amal baik Saudarasaudara sekalian mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amien. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor,

September 2008 Penulis

Rasida, S.E. NIP. 060058504

iii

[Type text]

DAFTAR ISIHal Kata Pengantar dan Pengesahan Kata Pengantar ....... Daftar Isi PENDAHULUAN Deskripsi singkat Tujuan Instruksional Umum . Tujuan Instruksional Khusus Relevansi Petunjuk cara belajar . : PENGENALAN PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI 2.1 Uraian, contoh dan non-contoh 2.1.1 Latar belakang perlunya pinjaman dan hibah luar negeri 2.1.2 Pengertian pinjaman/hibah luar negeri 2.1.3 Klasifikasi pinjaman luar negeri . 2.1.3.1 Klasifikasi berdasarkan sifatnya . 2.1.3.2 Klasifikasi berdasarkan donor/kreditornya . 2.1.3.3 Klasifikasi berdasarkan wujudnya 2.1.3.4 Klasifikasi berdasarkan bentuknya . 2.1.3.5 Klasifikasi pinjaman luar negeri lainnya . 2.1.4 Peranan PHLN dalam APBN .. 2.1.5 Dasar hukum PHLN . 2.1.6 Pengelolaan PHLN .. 2.2 Tes formatif 1 .. 2.3 Rangkuman . 2.4 Umpan balik dan tindak lanjut : PENGANGGARAN DANA PHLN DLAM DIPA 3.1 Uraian, contoh dan non-contoh 3.1.1 Persyaratan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA 3.1.2 Waktu pengalokasian dana PHLN dalam DIPA 3.1.3 Ketentuan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA . 3.1.3.1 Penyediaan dana PHLN dan rupiah pendamping .. 3.1.3.2 Lain-lain 3.1.4 Pencantuman dana PHLN dalam DIPA 3.1.5 Permasalahan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA 3.2 Tes formatif 2 3.3 Rangkuman .. 3.4 Umpan balik dan tindak lanjut : PERPAJAKAN DAN TATA CARA PENULISAN NILAI/HARGA KONTRAK DENGAN DANA PHLN 4.1 Uraian, contoh dan non-contoh 4.1.1 Perpajakan kegiatan dengan dana PHLN i ii iv

1 1 1 2 2

KB 1

3 4 6 6 7 8 8 9 11 12 14 15 16 16 18 18 21 23 25 28 29 32 33 33 35

KB 2

KB 3

36 36

iv

[Type text] 4.1.1.1 Dasar hukum .. 4.1.1.2 Petunjuk pelaksanaan .. 4.1.1.3 Ketentuan pemungutan PPN/PPn BM dan PPh porsi pendamping /rupiah murni ... 4.1.2 Penulisan nilai/harga kontrak kegiatan dengan dana PHLN . 4.1.3 Contoh-contoh perhitungan 4.2 Tes formatif 3. 4.3 Rangkuman .. 4.4 Umpan balik dan tindak lanjut .. : PENGADAAN BARANG/JASA PROYEK PHLN 5.1 Uraian, contoh dan non-contoh 5.1.1 Pendahuluan . 5.1.2 Macam-macam metode pengadaan barang/jasa 5.1.2.1 Pelelangan umum internasional . 5.1.2.2 Pelelangan terbatas internasional 5.1.2.3 Pemilihan langsung internasional .. 5.1.2.4 Pengadaan langsung internasional . 5.1.2.5 Pelelangan umum nasional 5.1.2.6 Pelelangan di luar negeri .. 5.1.3 Pengadaan barang/jasa dengan fasilitas kredit ekspor .. 5.1.4 Prosedur pengadaan barang/jasa kegiatan dengan dana PHLN 5.2 Tes formatif 4 .. 5.3 Rangkuman .. 5.4 Umpan balik dan tindak lanjut : PERMASALAHAN-PERMASALAHAN DALAM PENGELOLA AN PHLN 6.1 Uraian, contoh dan non-contoh 6.1.1 Pendahuluan . 6.1.1.1 Tahap persiapan proyek 6.1.1.2 Tahap pelaksanaan proyek 6.1.1.3 Tahap penyusunan laporan pelaksanaan proyek . 6.2 Tes formatif 5 6.3 Rangkuman 6.4 Umpan balik dan tindak lanjut . : TES SUMATIF .. Junci jawaban tes formatif Daftar Kepustakaan . 36 37 38 38 40 46 46 47 48 48 49 49 50 50 51 52 52 52 54 54 55 56

KB 4

KB 5

KB 6

57 57 57 59 64 64 65 66 68 83 85

v

[Type text]

PENDAHULUANDeskripsi singkat Mata pelajaran Pengantar Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) ini menguraikan tentang sebagian dari pengelolaan PH:N secara keseluruhan yang meliputi latar belakang perlunya PHLN, pengertian dan klasifikasi pinjaman, peranan PHLN dalam APBN, serta dasar hukum dalam pelaksanaan PHLN. Pelajaran ini juga menguraikan tentang pengaanggaran dana PHLN dalam DIPA, tata cara pengadaan barang/jasa dengan dana PHLN, dan tata cara penulisan nilai/harga kontraknya dan yang terakhir membahas mengenai permasalahan-perasalahan yang terjadi dalam pengelolaan PHLN dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. sesuai

Tujuan Instruksionil Umum Setelah mengikuti mata pelajaran ini, peserta memahami perlunya mengelola PHLN secara efisien dan efektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tujuan Instruksionil Khusus Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) mampu : a. Memahami latar belakang perlunya pinjaman/hibah luar negeri; b. Memahami perngertian pinjaman dan hibah luar negeri; c. Memahami klasifikasi pinjaman luar negeri; d. Memahami peranan pinjaman/hibah luar negeri dalam APBN; e. Melaksanakan penganggaran dana pinjaman/hibah luar negeri dalam DIPA; f. Memahami dasar hukum dalam pelaksanaan pinjaman/hibah luar negeri. g. Memahami persyaratan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; h. Memahami waktu pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; i. Memahami ketentuan-ketentuan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; j. Memahami permasalahan-permasalahan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA;

1

[Type text] k. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan ICB; l. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan LIB; m. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan IS; n. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan DA/DP; o. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan LCB/NCB; p. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan FCB q. Memahami ketentuan penulisan nilai/harga kontrak dengan dana PHLN; r. Melaksanakan penulisan nilai/harga kontrak dengan dana PHLN; s. Memahami perpajakan kegiatan dengan dana PHLN; t. Memahami permasalahan pengelolaan PHLN pada tahap persiapan proyek; u. Memahami permasalahan pengelolaan PHLN pada tahap implementasi proyek; v. Memahami permasalahan pengelolaan PHLN pada tahap penyusunan ICR proyek;

Relevansi Mata pelajaran ini diharapkan dapat membekali peserta diklat yang akan ditugaskan sebagai pengelola PHLN Satuan Kerja (Satker) Kementerian Negara/Lembaga, dan juga dapat digunakan sebagai referensi dalam pelaksanaan pengelolaan PHLN pada umumnya. Petunjuk cara belajar Agar hasil belajar Saudara dapat dicapai dengan maksimal, para pembaca/pemakai hendaknya memperhatikan hal-hal berikut : 1. Pelajari dan baca dengan seksama uraian, contoh dan non-contoh serta rangkumannya dari masing-masing kegiatan belajar. 2. Jawab pertanyaan-pertanyaan/soal tes formatif yang diberikan pada tiap-tiap kegiatan belajar. 3. Cocokan jawaban tes formatif Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. 4. Bila skor/nilai jawaban tes formatif Anda sudah mencapai 80% atau lebih, bagus, Anda bisa melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya. Jika tidak, ulangi baca kegiatan belajar yang belum Anda kuasai sampai benar-benar dikuasai. Selamat belajar, semoga berhasil.

2

[Type text] 2. Kegiatan belajar 1

PENGENALAN PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI Tujuan Instruksional KhususSetelah Anda mempelajari kegiatan belajar 2 ini, diharapkan Anda mampu untuk : w. Memahami latar belakang perlunya pinjaman/hibah luar negeri; x. Memahami perngertian pinjaman dan hibah luar negeri; y. Memahami klasifikasi pinjaman luar negeri; z. Memahami peranan pinjaman/hibah luar negeri dalam APBN; . Melaksanakan penganggaran dana pinjaman/hibah luar negeri dalam DIPA; . Memahami dasar hukum dalam pelaksanaan pinjaman/hibah luar negeri. 2.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh

2.1.1 Latar belakang perlunya pinjaman/hibah luar negeriKeberhasilan pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia selama ini, khususnya dibidang ekonomi, sudah dapat dirasakan manfaatnya, walaupun harus kita akui bahwa masih banyak juga kekurangannya. Usaha-usaha untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, menciptakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Investasi terus digalakan pemerintah baik di sektor industri maupun di sektor jasa yang sudah barang tentu kesemuanya itu memerlukan dana yang tidak sedikit. Dilain pihak tabungan pemerintah yang berasal dari adanya surplus anggaran sebagai andalan pembiayaan pembangunan dari dalam negeri, sampai saat ini masih belum mampu menutup keseluruhan dana yang diperlukan dalam investasi tersebut. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah memerlukan dana dari luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman. Pendanaan dari luar negeri tersebut digunakan untuk mendukung dan mempercepat sasaran pembangunan pada berbagai bidang yang diprioritaskan. Jadi prinsip utama dari penerimaan pinjaman/hibah luar negeri ini adalah untuk menutup defisit Anggaran

3

[Type text] Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terjadi, meningkatkan investasi dan mempercepat tercapainya sasaran pembangunan. Sebagaimana diamanatkan dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1984, pinjaman/hibah luar negeri yang kita terima harus memenuhi tiga kriteria yaitu tidak ada ikatan politik dari pemberi pinjaman/hibah luar negeri (PPHLN) atas pemberian pinjaman tersebut, pinjamannya bersifat lunak (concessional loan) serta masih dalam kesanggupan kita untuk membayar kembali. Penggunaannya diutamakan untuk membiayai proyek prioritas/vital yang menyentuh kepentingan masyarakat luas, produktif serta berorientasi pada upaya peningkatan ekspor. Pinjaman yang bersifat lunak pada saat ini sudah sulit didapatkan Pemerintah Indonesia, lagi pula tidak setiap proyek yang diusulkan akan mendapatkan pinjaman lunak. Oleh sebab itu kadang kala pemerintah terpaksa mengambil pinjaman komersial yang tentu saja dengan bunga yang cukup tinggi (di atas bunga pasar) serta jangka waktu pengembaliannya relatif singkat. Mengingat hal tersebut, pinjaman yang telah kita terima seyogianya dikelola dengan hati-hati (prudent). Pinjaman yang sudah dinyatakan efektif harus segera kita tarik untuk membiayai proyek-proyek yang sudah kita rencanakan sebelumnya. Hal ini mesti kita lakukan agar kredibilitas kita dimata donor tetap terjaga dan untuk menghindari dari pembayaran biaya komitmen (commitment fee/commitment charge) yang besarnya berkisar 0,75% per tahun dari jumlah pinjaman (loan) yang belum ditarik.

2.1.2 Pengertian pinjaman dan hibah luar negeriPengertian pinjaman dan hibah luar negeri banyak dikemukakan baik dalam peraturan pemerintah maupun peraturan setingkat menteri. Pengertian pinjaman dan hibah luar negeri antara lain yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang : Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas tanggal 5 Mei 1995 Nomor: 185/KMK.03/1995 dan Nomor : KEP-031/KET/5/1995 tentang : Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dalam pasal

4

[Type text] 1 ayat 1 huruf a dan b serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 55/PMK.02/2006 tentang : Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerja Anggaran

Kementerian/Lembaga Tahun 2007. Pengertian pinjaman dan hibah luar negeri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 adalah sebagai berikut : Pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan, rupiah maupun dalam bentuk barang dan atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Sedangkan hibah luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa atau devisa yang dirupiahkan, rupiah maupun dalam bentuk barang dan atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Hibah Luar Negeri yang tidak perlu dibayar kembali. Dari kedua pengertian tersebut terdapat perbedaan yang paling prinsip antara pinjaman dan hibah luar negeri yaitu pinjaman luar negeri harus dibayar kembali sedang hibah luar negeri tidak perlu dibayar kembali. Adapun persamaannya baik pinjaman maupun hibah luar negeri keduanya merupakan penerimaan/pendapatan negara yang setiap tahunnya harus dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pinjaman/hibah luar negeri harus dikelola dalam mekanisme APBN. Pengelolaan pinjaman luar negeri menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kebijakan pengelolaan ekonomi makro. Penggunaan PHLN adalah untuk membiayai proyek-proyek yang menyentuh hajat hidup rakyat banyak, banyak menyerap tenaga kerja dan berorientasi terhadap peningkatan ekspor. Sedangkan arah kebijaksanaan yang berkaitan dengan PHLN pada saat ini adalah : a. Mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri; b. Pengurangan pinjaman luar negeri secara bertahap; c. Melakukan renegosiasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama-sama International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, negaranegara donor dan lembaga keuangan internasional lainnya, dengan memperhatikan kemampuan bangsa dan negara, yang pelaksanaannya dilakukan secara transparan.

5

[Type text] Semua itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan di Indonesia. 2.1.3 Klasifikasi pinjaman luar negeri Pinjaman luar negeri dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, donornya, wujudnya, bentuknya dan pinjaman luar negeri lainnya. 2.1.3.1 Klasifikasi pinjaman luar negeri berdasarkan sifatnya Berdasarkan sifatnya pinjaman luar negeri dibedakan menjadi pinjaman lunak (concessional loan) dan pinjaman tidak lunak (non-concessional loan). Yang dimaksud dengan pinjaman lunak adalah pinjaman yang di dalamnya terdapat unsur hibah (grant element) dengan ciri-ciri memiliki umur pinjaman yang panjang (long loan maturities), masa tenggang (grace period) yang panjang dan suku bunga yang rendah (low interst rate). Tingkat kelunakannya (degree of concessionality) diukur/ditentukan berdasarkan unsur hibah (grant element) yang terdapat di dalam pinjaman tersebut. Jika grant element tinggi, maka tingkat kelunakannya tinggi begitu pula sebaliknya, jika grant element-nya rendah maka tingkat kelunakannya rendah. Dengan perkataan lain pinjaman yang tidak perlu dibayar jika grant element-nya 100%. Menurut standar Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), pinjaman yang memenuhi persyaratan untuk digolongkan sebagai pinjaman Official Development Assistance (ODA loan) harus memiliki grant element minimal 35%. Dalam penerapan untuk mendapatkan pinjaman lunak, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inptres) Nomor 7 tahun 1984 tentang pinjaman lunak, yang menetapkan kriteria pinjaman lunak bagi Indonesia adalah pinjaman yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Repayment period sekurang-kurangnya 25 tahun. b. Grace period minimal 7 tahun. c. Interest rate maksimal 3,5% per tahun. Pinjaman lunak ini umumnya didapatkan Indonesia sebagai pinjaman multilateral serta ada beberapa pinjaman yang sifatnya bilateral. Sebaliknya pinjaman yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, disebut pinjaman yang tidak lunak (non-concessional loan). Contohnya adalah pinjaman komersial, fasilitas kredit ekspot dan lain-lain.

6

[Type text]

2.1.3.2 Klasifikasi pinjaman luar negeri berdasarkan donor/kredior-nya Klasifikasi pinjaman luar negeri berdasarkan donornya dibedakan pinjaman yang berasal dari pemerintah/negara asing, pinjaman dari badan/lembaga multilateral dan pinjaman dari perbankan atau badan/lembaga keuangan internasional maupun berasal dari pasar uang internasional. Pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah/negara asing dikenal dengan istilah pinjaman bilateral. Pinjaman ini diterima Pemerintah Indonesia dari

negara/pemerintah asing melalui suatu badan atau lembaga yang dibentuk oleh negara yang bersangkutan yang ditugasi untuk mengelola atau melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian pinjaman kepada negara lain.. Contohnya adalah pinjaman yang diterima Indonesia dari Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC), dari Jerman melelui Kreditstansalt fur Wiederaufbau (KFW), dari USA melalui United State Agency for International Development (USAID), dari Kanada melalui Canadian International Development Agency (CIDA), dari Brunai Darussalam melalui Brunei Invesment Agency (BIA) dan lain sebagainya. Negara-nagara lain yang sering memberi pinjaman kepada Indonesia antara lain : Amerika Serikat, Australia, Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Perancis, Selandia Baru, Swedia, Spanyol, Swiss dan lain-lain. Pinjaman dari lembaga multilateral dikenal dengan istilah pinjaman multilateral. Pinjaman multilateral adalah pinjaman yang berasal dari badan/lembaga keuangan multilateral dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Contohnya pinjaman Indonesia yang didapat dari United Nation Development Program (UNDP), International Monetary Fund (IMF), International Fund of Agriculture Development (IFAD), Asian Development Bank (ADB), International Bank for Reconstruction and Development (IBRD). dan sebagainya. Pinjaman yang berasal dari perbankan atau lembaga keuangan internasional disebut pinjaman comercial. Pinjaman ini termasuk pinjaman yang tidak lunak karena tingkat bunganya tinggi, jangka waktu pengembaliannya (repayment) pendek dan grace period-nya juga pendek. Contohnya Indonesia mendapatkan pinjaman dari Bank of Tokyo, City Bank, Sterling Acceptance Facility (SAF) di London dan sebagainya.

7

[Type text]

2.1.3.3 Klasifikasi pinjaman luar negeri berdasarkan wujudnya Menurut wujudnya pinjaman luar negeri dibedakan dalam wujud devisa, barang/peralatan dan dalam wujud jasa. Pinjaman dalam bentuk devisa bisa berbentuk valuta asing (valas) maupun valas yang dirupiahkan, yang biasa dikenal dengan rupiah pinjaman luar negeri (RPLN). Dana dari valuta asing yang dirupiahkan ini dapat digunakan untuk membiayai proyek yaitu untuk pengadaan barang/jasa, atau digunakan sebagai pendamping loan yang lain. Pinjaman dalam valas yang umum didapatkan Indonesia adalah pinjaman dalan United State Dollar (USD), Euro Eropah (EUR) dan Yen Jepang (JPY). Yang berujud barang atau peralatan bisa berasal dari produk PPHLN atau negara lain sesuai ketentuan dalam Naskah Perjanjian Luar Negeri (NPLN) bersangkutan. Contohnya dalam kegiatan pembangunan jalan di kabupaten/kota diperlukan alat-alat berat seperti buldoser, stoomwals, traktor dan sebagainya. Indonesia bisa mendapatkan barang-barang tersebut dari PPHLN dan Indonesia membayar pembelian tersebut secara angsuran. Sedang yang berujud jasa bisa berupa tenaga ahli, pendidikan di luar negeri (scholarship), seminar-seminar di lur negeri dan sebagainya. 2.1.3.4 Klasifikasi pinjaman luar negeri berdasarkan bentuknya Menurut bentuknya pinjaman luar negeri dibedakan atas pinjaman/bantuan proyek dan pinjaman/bantuan program. Bantuan/pinjaman proyek adalah pinjaman/bantuan yang diterima Indonesia dari negara/lembaga keuangan asing yang digunakan untuk membiayai proyek/kegiatan tertentu yang telah disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri. Pinjaman ini hanya boleh digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang telah disepakati dalam loan agreement saja. Penggunaan dana pinjaman untuk membiayai selain kegiatan yang tidak diatur dalam loan agreement tidak dapat diganti oleh PPHLN (dinyatakan ineligible). Pengeluaran-pengaluaran yang dinyatakan ineligible oleh lender akhirnya harus diganti dengan dana rupiah APBN

(refund/refinancing).

8

[Type text] Pinjaman program pinjaman yang diterima Indonesia dari negara/lembaga

keuangan asing yang penggunaannya terserah kita untuk membiayai kegiatan pembangunan apa saja sesuai dengan kebutuhan kita. Pinjaman program umumnya berbentuk pangan ataupun non-pangan. Pinjaman dalam bentuk beras, jagung, kapas yang kita terima, kemudian dijual dan uangnya dapat kita gunakan untuk membiayai keperluan kita. 2.1.3.5 Klasifikasi pinjaman luar negeri lainnya Pinjaman luar negeri lainnya dibedakan dalam pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor. Pinjaman komersial adalah pinjaman yang bersumber dari bank/lembaga

keuangan internasional dengan persyaratan yang berlaku di pasar uang internasional. Tingkat suku bunga tertinggi mengacu pada suku bunga pasar di London Inter Bank Offered Rate (LIBOR) yaitu tingkat bunga yang ditawarkan oleh bank-bank terkemuka dari London dalam rangka pemberian pinjaman kepada bank-bank lain yang dipakai juga sebagai tingkat bunga dasar secara internasional dalam tranaksi pinjam-meminjam maupun Singapore Inter Bank Offered Rate (SIBOR) dan sebagainya ditambah dengan margin setengah sampai dengan satu setengah persen per tahun; dan jangka waktu pengembaliannya rata-rata sepuluh tahun dengan grace period yang lebih pendek yaitu antara enam bulan sampai dengan dua tahun. Pinjaman ini tanpa penjaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor. Contoh-contoh dari pinjaman komersial ini adalah obligasi (bonds),

leasing/purchase installment sale agreement (PISA), Sterling Acceptance Facility (SAF) dan sebagainya. Obligasi adalah surat hutang resmi dari negara atau perorangan yang dapat dijualbelikan dan biasanya diberikan bunga yang tetap. Seandainya obligasi milik Pemerintah Indonesia dibeli/dimiliki oleh orang asing, sama artinya Indonesia mempunyai hutang di luar negeri. Leasing adalah pinjaman dari lembaga leasing atas pembelian sejumlah barang/peralatan dari supplier luar negeri. Lembaga leasing adalah suatu lembaga yang

9

[Type text] memiliki dana, akan tetapi tidak diperkenankan meinjamkan dana tersebut, karena lembaga ini bukan bank. Sterling Acceptance Facility adalah semacam penerbitan surat hutang yang merupakan pinjaman dari suatu lembaga keuangan di luar negeri. Pinjaman tersebut dapat digunakan untuk membiayai pembangunan apa saja yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) adalah fasilitas yang diberikan negara kreditor dengan persyaratan tertentu kepada negara pengimpor (borrower). Tujuannya adalah untuk mendorong/meningkatkan kegiatan ekspor negara pemberi pinjaman bagai produkproduk diluar persenjataan dan pertanian yang sekaligus membantu keperluan biaya pembangunan dari negara yang menerima pinjaman. Fasilitas kredit ekspor resmi (Official Guaranteed Export Credit) pada dasarnya merupakan kredit yang disediakan oleh bank komersial di negara penyedia FKE yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit Eksport (Export Credit Agency/ECAs). FKE resmi pada umumnya disediakn oleh negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Oleh karena itu pelaksanaan FKE mengacu pada OECD Arrangement. Jadi kredit ekspor hakekatnya adalah sejumlah dana yang dipinjamkan pihak ketiga untuk membeli barang atau peralatan produk negara pemberi pinjaman. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan kredit ekspor adalah : a. Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan sebagai borrower. b. Bank dari negara kreditur sebagai lender. c. Supplier barang/jasa dari negara kreditur. d. Departemen Teknis/Pemerintah Daerah/BUMN/pelaksana proyek sebagai buyer. Ada dua macam kredit ekspor yaitu supplier s credit dan buyer s credit. Supplier s credit merupakan kredit ekspor yang dananya disediakan oleh lender (melalui bank/lembaga keuangan di negara lender) kepada supplier, kemudian supplier akan meminjamkan kepada borrower untuk pengadaan barang/jasa. Ada dua mekanisme dalam penyaluran kredit ekspor ini. Mekanisme yang pertama adalah sebagai berikut : 1. Lender menyediakan dana kepada supplier.

10

[Type text] 2. Keempat pihak (lender, supplier, borrower dan buyer) bersama-sama menandatangani supply contract. Mekanisme yang kedua adalah sebagai berikut : 1. Lender menyediakan dana bagi supplier. 2. Supplier menandatangani supply contract dengan buyer. 3. Supplier menandatangani loan agreement dengan borrower. Buyer;s credit adalah kredit ekspor yang dananya disediakan oleh bank/lembaga keuangan lainnya di negara pengekspor untuk dipinjamkan kepada supplier atas barang/ jasa yang diimpor. Mekanismenya adalah sebagai berikut : 1. Borrower dan lender menandatangani loan agreement untuk pembayaran barang dan/atau jasa yang diimpor oleh supplier (melalui tender internasional) untuk kepentingan pelaksanaan proyek/kegiatan departemen teknis/Pemda/BUMN. 2. Supplier dan buyer menandatangani supply contract yaitu persetujuan tentang pengadan barang/jasa. 3. Lender men-drop uang kepada buyer untuk dibayarkan kepada supplier atas barang/jasa yang diimpor sesuai supply contract. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang : Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri dalam pasal lima bahwa pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman lunak, fasilitas kredir ekspor, pinjaman komersial dan pinjaman campuran. Yang dimaksud dengan pinjaman campuran disini adalah kombinasi antara dua unsur atau lebih yang terdiri dari hibah, fasilitas kredit ekspor dan pinjaman komersial. (PP 2/2006 pasal 1 angka 19)

2.1.4 Peranan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam APBN Dana pembangunan yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia yang berasal dari dalam negeri adalah dari surplus anggaran, yaitu selisih lebih antara penerimaan dalam negeri dengan belanja negara. Dalam hal dana dari dalam negeri tidak/belum mencukupi, untuk menutup kekurangan dana pembangunan tersebut diusahakan dari luar negeri baik dalam bentuk pinjaman atau hibah. Pinjaman/hibah luar negeri ini dalam penggunaannya sebagai sumber dana pembangunan hanyalah sebagai pelengkap, dalam arti

11

[Type text] pinjaman/hibah luar negeri masih kita perlukan sepanjang surplus anggaran/tabungan pemerintah masih belum bisa mencukupi untuk menutup seluruh pembiayaan proyek/pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia. Dengan perkataan lain seandainya kita sudah dapat memenuhi seluruh dana pembangunan yang akan kita laksanakan dari dalam negeri, pinjaman luar negeri tidak kita perlukan lagi. Pinjaman luar negeri sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan, perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi nasional. Secara bertahap, pemerintah kita sudah mulai untuk mengurangi pinjaman yang berasal dari luar negeri ini, dengan tujuan agar kita tidak bergantung dengan dana dari luar negeri. Tentu saja hal ini disesuaikan dengan kemampuan bangsa dan negara. Usaha lain untuk mengurangi ketergantungan dari pinjaman luar negeri, pemerintah menggalakan pinjaman dalam negeri antara lain dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN), Obligasi Republik Indonesia (ORI), Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan akan dikembangkaan Obligasi Negara berdasarkan syariah Islam yaitu Surat Berharga Negara Syariah (SBNS/Sukuk) Jadi peranan pinjaman/hibah luar negeri dalam APBN adalah untuk menutup defisit APBN yang terjadi. Apabila perkiraan penerimaan dalam negeri yang terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk suatu tahun anggaran tertentu tidak cukup untuk membiayai pengeluaran/belanja negara, maka pemerintah akan mengupayakan untuk menutup defisit anggaran yang terjadi. Upaya-upaya untuk menutup defisit anggaran dilakukan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri berasal dari perbankan dan non-perbankan. Dari perbankan sumbernya adalah dari Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD). Sedang dari non-perbankan dilaksanakan melalui privatisasi, penjualan aset negara dan penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Dari luar negeri pemerintah mendapatkannya dari pinjaman atau hibah.

2.1.5 Dasar Hukum Pengelolaan PHLN Sebagai dasar hukum dalam pengelolaan pinjaman/hibah luar negeri antara lain : a. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. b. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional

12

[Type text] c. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang : Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri d. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor : PER-005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri. e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 52/PMK.10/2006 tentang : Tata Cara Pemberian Hibah kepada Daerah. f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 53/PMK.10/2006 tentang : Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari pinjaman Luar Negeri. g. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas tanggal 5 Mei 1995 Nomor : 185/KMK.03/1995 dan Nomor : KEP-031/KET/5/1995 tentang : Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. h. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas tanggal 29 September 1999 Nomor : 459/KMK.03/1999 dan Nomor : KEP-264/KET/09/1999 tentang : Perubahan Surat keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas tanggal 5 Mei 1995 Nomor : 185/KMK.03/1995 dan Nomor : KEP-031/KET/5/1995 tentang : Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang : Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang : Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri.

13

[Type text] j. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran tanggal 6 Juni 1996 Nomor : SE80/A/71/0696 dan Nomor ; SE-106/A.6/2001 tanggal 6 Agustus 2001 tentang : Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan PPN, PPn BM dan PPh Proyek Pemerintah yang Dibiayai Dengan Hibah/Pinjaman Luar Negeri. k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 134/PMK.06/ 2005 tentang ; Pedoman Pembiayaan dan Pelaksanaan APBN. l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 55/PMK.02/2006 tentang ; Pedoman Penyusunan RKA/KL Tahun 2007, dan perubahannya. m. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran tanggal 11 Juni 1996 Nomor : SE84/A/71/0696 tentang : Penulisan Nilai/Harga Kontrak dan Berita Acara Pembayaran untuk Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Dana

Pinjaman/Hibah Luar Negeri. n. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran tanggal 24 April 2001 Nomor : SE54/A/2001 tentang : Tata Cara Penatausahaan Hibah Luar Negeri Dalam Rangka Pelakssanaan APBN. o. Peraturaan Menteri Keuangan Nomor : 143/PMK.02/2006 tentang : Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. p. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang terkait.

2.1.6 Pengelolaan PHLN Pengelolaan PHLN secara garis besar terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan pembayaran kembali pinjaman luar negeri. Tahap perencanaan PHLN merupakan tahapan kegiatan-kegiatan yang mesti ditempuh Pemerintah Indonesia guna memperoleh pinjaman/hibah luar negeri. Acuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang : Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dan secara operasionalnya telah diterbitkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor : PER-005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri.

14

[Type text] Pembahasan lebih lanjut mengenai perencanaan PHLN ini akan diberikan secara khusus dalam mata pelajaran tersendiri. Tahap pelaksanaan PHLN adalah menganggarkan dana PHLN kedalam dokumen anggaran yaitu kedalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa dan pelaksanaan kegiatan (proyek) yang pada akhirnya pelaksanaan penarikan PHLN. Penganggaran PHLN dalam DIPA dan tata cara pengadaan baran/jasa dengan dana PHLN akan diuraikan pada bab-bab berikutnya, sementara penarikan dan penyaluran PHLN akan dibicarakan dalam mata pelajaran tersendiri. Tahap pembayaran kembali pinjaman luar negeri juga dibahas lebih lanjut dalam mata pelajaran tersendiri.

2.2 Tes Formatif 1 1. Jelaskan secara singkat, mengapa sampai dengan saat ini Pemerintah Indonesia masih memerlukan pinjaman/hibah luar negeri ! 2. Apa yang dimaksud dengan pinjaman dan hibah luar negeri itu ? 3. Berdasarkan sifatnya pinjaman luar negeri dibedakan menjadi pinjaman lunak dan pinjaman tidak lunak. Apa maksudnya ? 4. Berdasarkan bentuknya pinjaman luar negeri dibedakan menjadi pinjaman proyek dan pinjaman program. Jelaskan pengertian masing-masing dan berikan contohnya ! 5. Apa yang menjadi kriteria penerimaan pinjaman luar negeri bagi Pemerintah Indonesia ? 6. Jelaskan pula apa peranan pinjaman/hibah luar negeri dalam APBN ! 7. Jelaskan apa yang yang menjadi dasar hukum bagi pengelolaan pinjaman/hibah luar negeri di Indonesia ! 8. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan Pemerintah Indonesia sebagai upaya mengurangi pinjaman luar negeri ?

2.3 Rangkuman

15

[Type text] Sampai saat ini Indonesia masih belum mampu menutup keseluruhan dana yang diperlukan untuk pembiayaan investasi/pembangunan. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah memerlukan dana dari luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terjadi, meningkatkan investasi dan mempercepat tercapainya sasaran pembangunan. PHLN ini sifatnya hanya sebagai pelengkap biaya pembangunan, dengan perkataan lain seandainya kita sudah dapat memenuhi seluruh dana pembangunan yang akan kita laksanakan dari dalam negeri, pinjaman luar negeri tidak kita perlukan lagi. Pinjaman luar negeri sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan, perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi nasional. Pengelolaan PHLN secara garis besar terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan pembayaran kembali pinjaman luar negeri. Tahap perencanaan PHLN merupakan tahapan kegiatan-kegiatan yang mesti ditempuh Pemerintah Indonesia guna memperoleh pinjaman/hibah luar negeri. Tahap pelaksanaan PHLN adalah menganggarkan dana PHLN kedalam dokumen anggaran yaitu kedalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa dan pelaksanaan kegiatan (proyek) yang pada akhirnya pelaksanaan penarikan PHLN. Tahap pembayaran kembali pinjaman luar negeri merupakan

pemenuhan kewajiban kita selaku borrower kepada lender. Kewajiban-kewajiban tersebut terdiri dari pembayaran pokok pinjaman (principal), pembayaran jasa-jasa (services) yaitu bunga (interest), pembayaran biaya komitmen (commitment fee) dan pembayaran biaya-biaya lainnya.

2.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 1 ini menurut keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 1 yang ada dihalaman belakang modul ini. Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 1 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

16

[Type text] Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100% 8

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka : 90 s.d. 100% 80 s.d. 89% 70 s.d. 79% Kurang dari 69% artinya artinya artinya artinya Bagus sekali Bagus Sedang Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar 1 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

.

17

[Type text] 3. Kegiatan belajar 2

PENGANGGARAN DANA PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI DALAM DIPA

Tujuan Instruksional Khusus Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 2 ini, Andan diharapkan mampu untuk : a. Memahami persyaratan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; b. Memahami waktu pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; c. Memahami ketentuan-ketentuan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; d. Memahami permasalahan-permasalahan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA; 3.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh 3.1.1 Persyaratan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA Setelah loan/grant/credit agreement, ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Keuangan atau kuasanya dengan pihak lender, berarti proyek sekarang telah memiliki dana. Tugas kita adalah melaksanakan proyek itu sendiri sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Setelah loan agreement dinyatakan efektif, sebelum proyek dilaksanakan terlebih dahulu sebagian atau seluruh dari dana pinjaman/hibah yang dialokasikan dalam loan agreement tersebut harus dianggarkan dalam dokumen anggaran yaitu dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang disamakan dengan DIPA, karena DIPA ini bagi satker kementerian negara/lembaga berfungsi sebagai dokumen untuk melaksanakan kegiatan pada tahun tersebut dan sebagai dokumen dasar untuk mencairkan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Dalam mengalokasikan dana pinjaman/hibah luar negeri dalam DIPA, ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi. Persyaratan-persyaratan dimaksud antara lain a. Loan agreement sudah dinyatakan efektif dan telah mempunyai nomor register,

18

[Type text] b. Kategori/uraian kategori yang akan dianggarkan dalam DIPA sudah jelas tercantum dalam Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri (NPPHLN), c. Porsi/beban PHLN sesuai dengan ketentuan NPPHLN, d. Tata cara penarikan sudah ditetapkan, e. Loan belum closing date, f. Tersedia dana pendamping (bagi pinjaman yang mensyaratkan dana pendamping). Loan agreement yang belum dinyatakan efektif walaupun sudah ditandatangani belum dapat ditarik. Biasanya lender meminta beberapa persyaratan lagi setelah loan agreement ditandatangani agar loan dapat dinyatakan efektif. Persyaratan tersebut adalah legal opinion, yaitu surat pernyataan dari Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia atau dari Biro Keuangan Departemen Keuangan yang menyatakan bahwa loan agreement yang telah ditandatangani tersebut telah sesuai dengan hukum dan perudang-undangan yang berlaku di Indonesia dan syah. Persyaratan lainnya adalah power of attorney yaitu penunjukan pejabat yang diberi wewenang untuk menarik pinjaman tersebut beserta contoh tanda tangannya (speciment). Selain itu PHLN tersebut harus telah memiliki nomor register pinjaman/hibah. Nomor register pinjaman adalah nomor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang sebagai kode dari setiap pinjaman luar negeri yang diterima Indonesia. Apabila nomor register pinjaman ini belum diterbitkan, maka dalam memproses DIPA akan mengalami kendala. Kegiatan-kegiatan yang dananya berasal dari PHLN yang akan dianggaarkan dalam DIPA harus tercantum dalam kategori atau uraian kategori dari loan agreement tersebut. Kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dari loan tersebut, biasanya dicantumkan dalam lampiran loan agreement tersebut yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari loan agreement itu sendiri (description of the project). Apabilaa kegiatan-kegiatan yang dianggarkan diluar description of the project, maka kegiatan-kegiatan tersebut tidak bisa diganti oleh lender (dinyatakan ineligible). Porsi/beban PHLN harus sesuai dengan NPPHLN. Ini harus diperhatikan, terutama bagi porsi PHLN yang kurang dari 100%. Sebab porsi PHLN merupakan batas tertinggi yang bisa ditarik atas beban loan tersebut. Apabila kita menganggarkan kegiatan

19

[Type text] dengan dana PHLN yang melebihi porsi PHLN, maka kita dinyatakan overdrawn/over claim (kelebihan penarikan). Kelebihan penarikan itu tidak akan diganti oleh lender (ineligible) dan harus diganti dengan dana rupiah APBN (refund/refinancing). Tata cara penarikan pembiayaan kegiatan beban loan harus dicantumkan dalam DIPA dan harus mengacu dalam NPPHLN bersangkutan. Dalam satu loan kadangkala setiap kategori tidak menggunakan tata cara penarikan yang sama. Ini harus dipahami, karena salah dalam mencantumkan tata cara penarikan PHLN akan berakibat salah dalam penyaluran PHLN oleh Kantor Pelayanan Perbandaharaan Negara (KPPN). Kesalahan penyaluran berakibat pengeluaran yang telah dikeluarkan tersebut tidak diganti oleh lender. Ada empat tata cara penarikan PHLN yaitu dengan metoda Pembukaan Letter of Credit/LC (dalam DIPA kodenya LC), dengan metoda Direct Payment/Pembayaran langsung (dalam DIPA kodenya PL), dengan metoda Reimbursement/Pembiayaan Pendahuluan (dalam DIPA kodenya PP) serta dengan metoda Special Account/Rekening Khusus (dalam DIPA kodenya RK). Keempat tata cara penarikan PHLN tersebut akan dibicarakan lebih lanjut dalam mata pelajaran tersendiri. Closing date adalah tanggal batas akhir penarikan dana PHLN atas beban suatu loan. Jadi kegiatan-kegiatan yang dananya berasal dari PHLN yang diajukan kepada lender yang melewati tanggal tersebut tidak akan diganti oleh lender. Agar pembiayaan kegiatan atas beban PHLN bisa diganti lender, maka pengalokasian dana PHLN harus dilaksanakan sebelum loan dinyatakan closing date. Juga penarikan dana PHLN yang telah dianggaarkan dalam DIPA juga tidak boleh melewati batas waktu closing date. Karena setelah closing date KPPN tidak diperbolehkan lagi menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana Rekening Khusus (SP2D-RK), juga KPPN Khusus tidak diperkenankan menerbitkan Withdrawal Application (WA) atas beban loan tersebut. Dengan perkataan lain penarikan PHLN harus dilakukan pada masa-masa penarikan (disbursement period), yaitu masa antara tanggal efektifnya pinjaman (loan effective date) sampai dengan masa berakhirnya penarikan pinjaman (loan closing date). Pada umumnya tidak semua kategori kegiatan dalam suatu loan agreement dibiayai dengan porsi 100% loan. Kadang kala ada beberapa kategori yang dibiayai loan tidak 100%. Untuk itu perlu adanya dana pendamping yang berasal dari Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang akan melaksanakan kegiatan tersebut (executing

20

[Type text] agency). Misalnya porsi loan hanya 70%, maka perlu dana pendamping 30%. Dana ini harus sudah dialokasikan oleh executing agency sebagai dana pendamping loan dan hanya bisa digunakan untuk keperluan pendamping pinjaman tersebut.

3.1.2 Waktu pengalokasian/penganggaran dana PHLN dalam DIPA Dana PHLN yang akan dianggarkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) sebagai dasar dalam penyusunan DIPA dibedakan dalam PHLN baru (new loan/grant) yaitu PHLN yang baru pertama kali akan dimuat sebagai sumber pembiayaan dalam RKA-KL, PHLN yang sedang berjalan (on going loan/grant) yaitu PHLN yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang sudah dilaksanakan sebelumnya atau membiayai kegiatan baru atas beban loan tersebut. Waktu penganggraran PHLN dalam DIPA dapat dilakukan setelah pagu sementara ditetapkan atau pada saat penyusunan RKA-KL maupun setelah RKAKL/DIPA disyahkan atau pada saat tahun anggaran berjalan. Apabila pengalokasian PHLN dilakukan pada saat pagu sementara ditetapkan atau pada saat menyusun RKAKL, maka acuannya mengikuti Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang petunjuk penyusunan RKA-KL yang diterbitkan setiap tahunnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang : Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri. Untuk new loan/grant dan on going loan/grant waktu pengalokasiannya dilakukan pada saat pagu sementara ditetapkan atau pada saat menyusun RKA-KL ini. Apabila pengalokasian PHLN dilakukan setelah RKA-KL/DIPA disyahkan, maka ketentuannya mengikuti Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang mekanisme revisi DIPA. Misalnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 33/PMK.02/2006 tentang : Tata Cara Revisi DIPA Tahun 2006. PHLN luncuran (loan/grant carry over) yaitu PHLN yang tidak terserap pada tahun anggaran yang lalu dan akan dimanfaatkan kembali pada tahun yang akan datang misalnya, waktu pengalokasiannya dilakukan setelah RKAKL/DIPA disyahkan/pada saat tahun anggaran berjalan. Penentuan jenis kegiatan yang dilakukan dalam RKA-KL berdasarkan sumber pembiayaannya (apakah rupiah murni, pinjaman/hibah luar negeri dan penerimaan negara bukan pajak/PNBP) adalah sebagai berikut :

21

[Type text] Untuk suatu kegiatan yang dibiayai 100% rupiah murni dibuat kegiatan kesatu. Untuk suatu kegiatan yang dibiayai dengan persentase tertentu untuk pendamping (rupiah murni) dan dengan persentase tertentu PHLN dibuat kegiatan kedua. Untuk suatu kegiatan yang dibiayai 100% pinjaman luar negeri dibuat kegiatan ketiga. Untuk suatu kegiatan yang dibiayai 100% hibah luar negeri dibuat kegiatan keempat. Untuk suatu kegiatan yang dibiayai dengan persentase tertentu untuk rupiah murni (pendamping) dan dengan persentase tertentu hibah dibuat kegiatan kelima. Untuk suatu kegiatan yang dibiayai 100% PNBP dibuat kegiatan keenam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menganggarkan/mengalokasikan dana PHLN dalam DIPA antara lain : a. Yang berkaitan dengan peraturan yaitu : Peraturan Menteri Keuangan tentang : Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL, Surat Edaran Menteri Keuangan tentang : Penetapan Pagu Sementara/Definitif dan Peraturan Menteri Keuangan tentang : Standar Biaya. b. Yang berkaitan dengan rincian penganggaran yaitu : pagu PHLN, rupiah pendamping dan local cost (jika diperlukan). c. Dokumen pendukung lainnya antara lain : NPPHLN, Register Pinjaman, term of reference (TOR), rincian anggaran biaya (RAB) dan lain-lain. Adapun dalam menentukan cara pelaksanaan kegiatan dapat dilaksanakan dengan cara swakelola atau kontraktual. Cara swakelola misalnya untuk penyelenggaraan pendidikan dan latihan teknis yang mencakup untuk belanja gaji (honorarium) dan belanja barang (perjalanan dinas dan pembelian alat tulis kantor). Contoh lain swakelola adalah untuk pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dimana semua komponen masuk belanja modal. Apabila kegiatan-kegiatan tadi akan dilaksanakan secara kontraktual, maka untuk penyelenggaraan diklat teknis semua komponen adalah masuk belanja barang, sementara untuk pemeliharaan jalan semua komponen masuk belanja modal.

3.1.3 Ketentuan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA

22

[Type text] Ketentuan mengenai tata cara penarikan PHLN berbeda antara loan yang satu dengan loan lainnya, oleh karena itu pencantuman dana PHLN dalam RKA-KL harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam loan agreement berkenaan. Tujuannya adalah untuk menghindari kesalahan dalam pencantuman dana yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pembayaran dan dinyatakan ineligible. Untuk itu perlu dipahami benar-benar Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri (NPPHLN/Loan agreement) dan Staff Appraisal Report (SAR) terutama mengenai : porsi beban loan untuk masing-masing kegiatan, kegiatan-kegiatan yang telah dibiayai loan, tanggal closing date, lokasi sasaran/cakupan kegiatan proyek dan ketentuan lainnya (cara pembayaran dan sebagainya). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pencantuman dana PHLN dalam RKA-KL sebagai berikut : 1. Status loan Dana PHLN harus memiliki status yang jelas, dalam arti NPPHLN berkenaan sudah ditandatangani dan dinyatakan efektif serta telah diberi nomor register (kode pinjaman) oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. 2. Jenis tata cara pembayaran Pencantuman jenis tata cara pembayaran seperti rekening khusus (RK), pembayaran langsung (PL) dan pembukaan Letter of Credit (LC) dan penarikan khusus hibah pada Lembaran Kerja (LK) maupun RKA-KL agar memperhatikan petunjuk-petunjuk pada surat edaran mengenai cara-cara pembayaran loan tersebut yang diterbitkan Direktorat Pengelolaan Kas Negara maupun Peraturan Menteri Keuangan atau keterangan yang ada dalam loan agreement itu sendiri. 3. Alokasi dana Untuk mengalokasikan dana PHLN dalam RKA-KL perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat dalam uraian kategori dalam NPPHLN. b. Dana PHLN untu setiap kategori pengeluaran masih cukup tersedia. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya overdrawn/overclaim yaitu kelebihan penarikan pada satu kategori.

23

[Type text] c. Porsi dana PHLN sesuai dengan kategori yang ditetapkan dalam NPPHLN d. Khusus untuk PHLN yang penarikannya melalui tata cara LC, perlu diperhatikan nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan pembukaan LC di Bank Indonesia oleh KPKN Khusus. 4. Biaya administrasi kegiatan Pengalokasian biaya administrasi (AP) untuk kegiatan berpinjaman dan hibah luar negeri hendaknya berpedoman pada Buku Biru Direktorat Jenderal Cipta Karya (Surat edaran Dirjen Cipta Karya tanggal 10 april 1997 nomor :

295/KPTS/CK/1997 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara) dan NPPHLN berkenaan. 5. Satuan harga Dalam hal dijumpai besaran harga pembiayaan kegiatan-kegiatan pada loan agreement atau bagian dari pada loan agreement (misalnya pada cost table) yang melebihi Harga Satuan Umum (HSU), HSPK dan billing rate, maka yang digunakan adalah besaran yang terdapat dalam HSU, HSPK dan Billing rate atau ketentuan lain yang berlaku. 6. Kartu Pengawasan alokasi pagu PHLN Untuk lebih meningkatkan tertib administrasi PHLN, setiap penelaah maupun executing agency harus mencatat setiap loan dalam kartu pengawasan alokasi pagu PHLN. Kartu pengawasan dibuat per-kegiatan dan per-kategori serta alokasi dana PHLN per-kegiatan dan per-tahun. 7. Kegiatan baru Khusus untuk kegiatan-kegiatan baru yang dananya dari PHLN namun naskah perjanjiannya masih dalam proses negosiasi, dana pendampingnya dapat disediakan dari APBN dan atau APBD dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya perencanaan pembiayaan yang matang. b. Tersusunnya rencana perolehan tanah dan penempatan kembali penduduk termasuk (resttlement) rencana pembiayaan untuk tahun pertama pekerjaan-pekerjaan konstruksi (civil works).

24

[Type text] c. Telah disusun indikator-indikator untuk menilai tingkat keberhasilan kegiatan dalam rangka monitoring dan evaluasi, termasuk tersedianya data base kegiatan. d. Tersusunya sistem pengadaan barang/jasa dan manajemen keuangan, termasuk sistem auditnya. e. Tersusunnya usulan-usulan (proposal) untuk jasa konsultan, dan dokumendokumen tender (baik utnuk pengadaan barang maupun pekerjaan konstruksi) untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan. f. Pada waktu negosiasi Project Management Unit (PMU)/Project

Implementing Unit (PIU) sudah terbentuk dan telah dilengkapi dengan staf dan personilnya. Dalam hal ini termasuk rencana-rencana kegiatan dan dana persiapan kegiatan.

3.1.3.1 Penyediaan dana PHLN dan rupiah pendamping dalam RKA-KL Dana untuk kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan PHLN dalam RKA-KL harus mengikuti ketentuan-ketentuan perpajakan yang diberlakukan untuk proyek-proyek pemerintah dengan dana PHLN antara lain: 1. Bea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan BMT) atas impor barang oleh kontraktor utama, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak 1 April 1995 sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya dibiayai dengan PHLN, tidak dipungut. 2. BM, BMT atas impor barang oleh kontraktor utama, PPN dan PPnBM sejak 1 April 1995 sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan PHLN, dibebaskan hanya atas bagian dari kegiatan pemerintah yang dananya dibiayai dari PHLN. 3. Pemungutan PPh pada SPM RK tidak dilakukan melalui pemotongan dalam SPM tetapi wajib pajak/rekanan yang bersangkutan menyetorkan jumlah pajak terutang sesuai dengan persentase yang berlaku sebesar jumlah yang tercantum dalam SPM atas dasar kontrak yang dananya berasal dari PHLN.

25

[Type text] Berkaitan dengan itu maka dalam pengalokasian dana PHLN dan dana pendamping dalam RKA-KL diberlakukan ketentuan : a. Dana kegiatan yang bersumber dari PHLN tidak perlu

dialokasikan/disediakan dana untuk PPN dalam RKA-KL; b. Dana yang bersumber dari rupiah murni sebagai dana pendamping disediakan dana PPN dalam RKA-KL sebesar 10% dari alokasi dana rupiah murni. Pencantuman dana dalam RKA-KL untuk kegiatan yang sebagian atau seluruhnya dibiayai PHLN adalah sebagai berikut : a. Untuk pekerjaan yang menggunakan standar Sesuai Surat Edaran Bersama (SEB) Direjen Anggaran dan Ketua Bappenas Nomor : S-1047/A/2000 dan Nomor : 1202/D.II/03/2000 perihal ketentuan pokok penyusunan dan penetapan Harga Satuan Pembangunan Gedung Negara (HSBGN), sejak tahun anggaran 2000 penyusunan/pengesahan HSBGN dilimpahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota berdasarkan spesifikasi teknis yang diterbitkan oleh instansi teknis terkait. Oleh karena itu untuk pekerjaan konstruksi (gedung, rumah dinas dan lain-lain) agar memperhatikan satuan biaya yang dikeluarkan oleh Propinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Sebagai contoh : Satuan biaya gedung tidak bertingkat di Kabupaten X adalah Rp. 550.000,- per meter persegi. Apabila di kabupaten X tersebut akan dibangun gedung tidak bertingkat dengan luas 1.000 meter persegi dan seluruh biayanya beasal dari PHLN (porsi PHLN 100%), maka perhitungan dalam RKA-KL adalah sebagai berikut : Biaya keseluruhan : 1.000 m2 x Rp. 550.000/m2 Perhitungan PPN yang tidak dipungut : 10% x 100/110 x Rp. 550.000.000,Dana yang disediakan dalam RKA-KL = Rp. 50.000.000,- (-) = Rp. 500.000.000,= Rp. 550.000.000,Pemerintah

b. Pekerjaan yang tidak menggunakan standar (non-standar) Untuk pekerjaan non-standar yang sebagian atau seluruh dananya dibiayai dana PHLN, maka dana yang disediakan dalam RKA-KL adalah sebesar nilai konstruksi/

26

[Type text] pekerjaan (lihat RAB/OE) tanpa perlu memasukan PPN 10% untuk porsi PHLN. Sedangkan untuk porsi rupiah tetap memperhitungkan PPN sebesar 10%. c. Khusus untuk pinjaman luar negeri dari IBRD berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Apabila porsi IBRD di atas 91%, maka porsi IBRD yang ditampung dalam RKAKL adalah sebesar persentase (porsi IBRD) dikalikan dikalikan dengan nilai kontrak netto (tidak termasuk PPN). 2. Apabila porsi IBRD lebih kecil atau sama dengan 91%, maka porsi IBRD yang ditampung dalam RKA-KL adalah sebesar persentase (porsi IBRD) dikalikan dikalikan dengan nilai kontrak bruto ( termasuk PPN). Sebagai contoh : Suatu pekerjaan sipil (civil works) akan mendapat pembiayaan dari loan IBRD dengan porsi 95%. Apabila dana proyek dimaksud sebesar Rp. 500.000.000,- (belum termasuk PPN), maka penyediaan dana dalam RKA-KL adalah sebagai berikut : - porsi IBRD sebesar - porsi rupiah murni - PPN porsi RM : 95% x Rp. 500.000.000,- = Rp. 475.000.000,: 5% x Rp. 500.000.000,- = Rp. 25.000.000,: 10% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 2.500.000,- (+)

Jumlah dana dalam RKA-KL (termasuk PPN)

= Rp. 502.500.000,-

Suatu pekerjaan sipil (civil works) akan mendapat pembiayaan dari loan IBRD dengan porsi 80%. Apabila dana proyek dimaksud sebesar Rp. 500.000.000,- (belum termasuk PPN), maka penyediaan dana dalam RKA-KL adalah sebagai berikut : Nilai pekerjaan adalah : Rp. 500.000.000,- + Rp. 50.000.000,-=Rp.550.000.000,-porsi IBRD sebesar - porsi rupiah murni : 80% x Rp. 550.000.000,: (20% x Rp. 550.000.000,-) PPN = Rp. 110.000.000 Rp. 50.000.000 = Rp .60.000.000,- PPN porsi RM : 10% x Rp. 60.000.000,= Rp . 6.000.000,- (+) = Rp. 506.000.000,= Rp. 440.000.000,-

Jumlah dana dalam RKA-KL (termasuk PPN)

3.1.3.2 Lain-lain Loan IBRD yang sudah punya fasilitas Rekening Khusus (RK) sebagaimana tercantum dalam NPPHLN disalurkan seluruhnya melalui rekening khusus. Dengan

27

[Type text] demikian Pembiayaan Pendahuluan (PP), Pembayaran Langsung (PL) dan Letter of Credit (LC) tidak lagi digunakan sebagai tata cara penarikan loan tersebut (SE DJA Nomor: SE-22/A/61/0294 tanggal 23 Peberuari 1994). Rekening khusus untuk loan ADB hanya digunakan untuk pembayaran mata uang rupiah, kecuali untuk training dan fellowship yang dibayarkan dengan valas. Sedangkan semua pembayaran valas untuk kegiatan selain training and fellowship harus dilaksanakan dengan PL (walaupun dalam loan agreement tersedia tata cara rekening khusus yang pembayarannya melalui KPKN Khusus Jakarta VI/Banda Aceh). Penyediaan dana yang bersumber dari PHLN lainnya agar berpedoman pada NPPHLN bersngkutan. Penyediaan dana pendamping merupakan salah satu prioritas utama dalam pencantuman alokasi anggaran pembangunan/proyek. Oleh karena itu dana pendamping baik porsi maupun non-porsi yang telah dialokasikan dalam satuan 3 maupun RKA-KL, tidak dapat digunakan untuk kegiatan lain selain sebagai dana pendamping. Untuk kepentingan pendataan/informasi, perlu dibedakan mengenai dana pendamping yang merupakan porsi dan non-porsi dalam RKA-KL. Dana pendamping porsi adalah beban pemerintah untuk menyediakan dana dalam RKA-KL dengan ketentuan sebagai berikut : a. Porsi alokasi dana tersebut dalam suatu kategori telah ditentukan dalam NPPHLN, misalnya GOI 40% dan porsi pinjaman luar negeri 60%. b. Berpengaruh langsung pada penarikan dana PHLN.

Dana pendamping non-porsi adalah beban pemerintah untuk membiayai kewajiban yang ditentukan dalam NPPHLN dengan ketentuan sebagai berikut : a. Porsi dana PHLN pada suatu kategori dalam NPPHLN sebesar 100%. b. Tidak berpengaruh langsung pada penarikan dana PHLN namun tetap berpengaruh pada penyelesaian pekerjaan kegiatan secara keseluruhan. Sebagai contoh kegiatan pembangunan gedung sekolah. Pinjaman luar negeri membiayai pembangunan gedung, sedangkan pemerintah berkewajiban membiayai penyediaan tanah. Pembangunan gedung sekolah tidak akan terlaksana apabila tanahnya belum tersedia, namun penarikan dana untuk pembangunan sekolah tidak bergantung pada penarikan dana untuk

28

[Type text] penyediaan tanah. Dalam aplikasi komputer istilah dana pendamping nonporsi ini disebut dengan local cost. Pencantuman PHLN dalam RKA-KL khususnya halaman 1 mengenai rincian pinjaman/hibah luar negeri harus dilakukan dengan benar dan lengkap agar dapat memberikan data dan informasi yang akurat mengenai sumber PHLN, pagu PHLN, perkiraan penarikan, serta dana pendamping yang tersedia. Bagi RKA-KL yang berpinjaman atau hibah luar negeri yang mempunyai dana pendamping maka loan dan dana pendampingnya hanya disediakan untuk keperluan satu tahun dan apabila kegiatan/pekerjaan harus diselesaikan beberapa tahun (multi years contract) maka kekurangan dananya disediakan pada RKA-KL tahun berikutnya. Bila dana pendamping berasal dari luar APBN, seperti APBD, BUMN atau kontribusi masyarakat dan sebagainya, maka pencantuman dana pendamping dimaksud dalam RKA-KL cukup dilakukan dengan memberi kode F2 pada kolom 7 formulir 1.5 RKA-KL.

3.1.4 Pencantuman dana PHLN dalam DIPA Dana PHLN untuk membiayai suatu kegiatan dalam DIPA tercantum dalam Surat Pengesahan DIPA, halaman IA DIPA (Umum) dan halaman II DIPA (Rincian Pengeluaran). Sebagai ilustrasi atau gambaran disini diberikan contoh pencantuman dana PHLN dalam DIPA baik dalam Surat Pengesahan DIPA, halaman IA DIPA (Umum) dan halaman II DIPA (Rincian Pengeluaran). Dalam contoh ini diambil dari sebuah DIPA tahun anggaran 2007 dengan Surat Pengesahan DIPA Nomor : 0505.1/033.04.0/-/2007 tanggal 31 Desember 2006 untuk satker dengan kode 472086 yang mendapatkan dana keseluruhan sebesar

Rp.214.461.306.000 (dua ratus empat belas milyar empat ratus enam puluh satu juta tiga ratus enam ribu rupiah). Pada Surat Pengesahan DIPA dana PHLN tercantum dalam asal sumber dana kegiatan yang berasal dari : 1.Rupiah Murni 2.PNBP Rp. Rp. 178.758.161.000 0

29

[Type text] 3.Pinjaman/Hibah Luar Negeri - Hibah - Pinjaman Rp. Rp. Rp. 35.703.145.000 0 35.703.145.000

Selanjutnya dalam Surat Pengesahan DIPA tersebut dijelaskan bahwa pencairan dana dilakukan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Palembang dan KPPN Khusus Jakarta VI dengan rincian sebagai berikut : 1. KPPN Palembang 2. KPPN Khusus Jakarta VI (014) Rp. (140) Rp. 178.758.161.000 35.703.145.000

Selanjutnya angka-angka tersebut diperjelas lagi dalam halaman IA sebagai mana dapat dilihat pada halaman 31.

DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2007 IA. U M U M Nomor SP Kode satker : : 0505.1/033.04.0/-/2007 472086 Rp. Rp. Hal. IA. 1

1.Anggaran Tahun 2007 1.Rupiah Murni

214.461.306.000 178.758.161.000

30

[Type text] 2.PNBP 3.Pinjaman/Hibah Luar Negeri Rp. Rp. 0 35.701.145.000

Keterangan

a.Pinj. Luar Negeri

(1) Valas (2) RPLN

US$ US$ US$ US$

3.880.776 Rp. 35.701.145.000 0 Rp. 0 Rp. 0 Rp. 0 0 0

b.Hibah

(1) Valas (2) RPLN

2.Rincian Pinjaman/hibah Luar NegeriPHLN SUMBER PHLN No No PHLN No Register 1.Pagu Total 2.Pagu Belanja Dep Valas (x 1.000) Kode Dana (USD) Kode Penarikan 1.s.d. tahun lalu 2.Tahun ini US $ Dana (USD) Rincian & Cara Penarikan (PP,PL,RK,LC) Dana Pendamping 1.Rp Pendm 3.Rp. LC 2.RPLN 4.Rp APBD Ko de

Rp.(x 1.000)

11 ADB

21798-INO (SP)

31 2

4190.000,00 3.880,77

51 2

60 3.880,77

70(PP) 35.203.145 (PL) 0(RK) 0(LC)

81

921.890.780

10636401

Dan dalam halaman II (Rincian Pengeluaran) dirinci lagi dalam fungsi, subfungsi, program dan kegiatan (kode 04.08.02.4330.5341) sebagai berikut : Uraian kegiatan, subkegiatan dan BKPK : Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Lokasi Kategori belanja Jumlah uang KPPN Cara Penarikan : 11.03 : Modal. : Rp.6.001.721.000,: 140 : PL

31

[Type text] Uraian kegiatan, subkegiatan dan BKPK : Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Lokasi Kategori belanja Jumlah uang KPPN Cara Penarikan Lokasi Kategori belanja Jumlah uang KPPN Cara Penarikan Jumlah dana keseluruhan : 11.04 : Modal. : Rp.23.699.703.000,: 140 : PL : 11.08 : Modal. : Rp.6.001.721.000,: 140 : PL kegiatan di tiga lokasi adalah sebesar

Rp.35.703.145.000,-

3.1.5 Permasalahan pengalokasian dana PHLN dalam DIPA Dalam pelaksanaan penganggaran PHLN dalam DIPA masih sering dijumpai permasalahan-permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain : a. Dokumen PHLN belum tersedia pada saat penyusunan RKA-KL, b. Alokasi PHLN tidak sebanding dengan kebutuhan pembiayaan kegiatan, c. Tidak tersedia dana pendamping. Untuk mendapatkan pinjaman luar negeri memang diperlukan beberapa pentahapan yang memakan waktu cukup lama. Sehingga penandatangan loan agreement kadang terlambat. Loan agreement belum ditandatangani sementara waktu penyusunan RKA-KL telah sampai. Untuk tidak menghambat pelaksanaan kegiatan, maka Kementerian/Lembaga terpaksa memaksakan diri untuk mengalokasikan dana PHLN tersebut dalam RKA-KL. Solusi untuk itu adalah RKA-KL tetap dibahas, sementara untuk pencairan dana diadakan pemblokiran terhadap alokasi dana PHLN dalam DIPA sampai dengan loan agreement ditandatangani dan dinyatakan efektif. Hal ini sering terjadi terutama dana PHLN yang berasal dari hibah, yang kita tidak tahu persis kapan hibah tersebut dikucurkan walaupun komitmen (pledge) dari pemberi hibah sudah ada.

32

[Type text] Kadang dalam penganggaran PHLN dalam DIPA terjadi kelebihan atau kekurangan dana dalam pelaksanaannya. Untuk itu perlu kecermatan dari setiap Kementerian/Lembaga dalam menyusun owner estimate (OE), agar mempedomani ketentuan dan satuan harga yang berlaku. Dana pendamping harus disediakan oleh executing agency, apabila ada kategori kegiatan yang tidak sepenuhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri. Sebab apabila tidak maka kegiatan tersebut tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

3.2 Tes Formatif 2 1. Apa saja persyaratannya pinjaman luar negeri bisa dianggarkan dalam RKA-KL? 2. Kapan saja waktu untuk menganggarkan dana pinjaman luar negeri dalam RKA-K L? 3. Jelaskan ketentuan-ketentuan yang Anda ketahui dalam pengalokasian dana PHLN dalam DIPA ! 4. Dibagian mana saja dana PHLN dalam DIPA dicantumkan ? 5. Masalah-masalah apa saja yang sering dijumpai dalam penganggaran PHLN dalam DIPA!

3.3 Rangkuman Dana pinjaman/hibah luar negeri yang akan dialokasikan dalam DIPA, harus beberapa persyaratan. Persyaratan-persyaratan dimaksud antara lain : Loan agreement sudah dinyatakan efektif dan telah mempunyai nomor register, kategori/uraian kategori yang akan dianggarkan dalam DIPA sudah jelas tercantum dalam Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri (NPPHLN), porsi/beban PHLN sesuai dengan ketentuan NPPHLN, tata cara penarikan sudah ditetapkan, loan belum closing date, dan tersedia dana pendamping (bagi pinjaman yang mensyaratkan dana pendamping). Persyaratanpersyaratan tersebut mesti dipahami oleh executing agency sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan agar dalam pelaksanaan kegiatan nanti tidak mengalami hambatan. Waktu penganggraran PHLN dalam DIPA dapat dilakukan setelah pagu sementara ditetapkan atau pada saat penyusunan RKA-KL maupun setelah RKAKL/DIPA disyahkan atau pada saat tahun anggaran berjalan. Apabila pengalokasian

33

[Type text] PHLN dilakukan pada saat pagu sementara ditetapkan atau pada saat menyusun RKAKL, maka acuannya mengikuti Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang petunjuk penyusunan RKA-KL yang diterbitkan setiap tahunnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang : Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri. Untuk new loan/grant dan on going loan/grant waktu pengalokasiannya dilakukan pada saat pagu sementara ditetapkan atau pada saat menyusun RKA-KL ini. Apabila pengalokasian PHLN dilakukan setelah RKA-KL/DIPA disyahkan, maka ketentuannya mengikuti Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang mekanisme revisi DIPA. Misalnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 33/PMK.02/2006 tentang : Tata Cara Revisi DIPA Tahun 2006. PHLN luncuran (loan/grant carry over) yaitu PHLN yang tidak terserap pada tahun anggaran yang lalu dan akan dimanfaatkan kembali pada tahun yang akan datang misalnya, waktu pengalokasiannya disyahkan/pada saat tahun anggaran berjalan. Dana yang dialokasikan dalam DIPA untuk kegiatan yang sebagian atau seluruhnya berasal dari PHLN hanya terdiri dari : dana untuk porsi PHLN, ditambah dana untuk porsi pendamping, ditambah dana untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) porsi pendamping yang akan dipungut. Dana untuk PPN porsi PHLN jangan dianggarkan dalam DIPA, karena ini tidak akan dipungut dan dalam pelaksaannya nanti tidak akan bisa ditarik. Dana PHLN untuk membiayai suatu kegiatan dalam DIPA dicantumkan dalam Surat Pengesahan DIPA, halaman IA DIPA (Umum) dan halaman II DIPA (Rincian Pengeluaran). dilakukan setelah RKA-KL/DIPA

3.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 2 ini menurut keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang ada dihalaman belakang modul ini. Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 2 ini.

34

[Type text] Jumlah jawaban Anda yang benar Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100% 5

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka : 90 s.d. 100% 80 s.d. 89% 70 s.d. 79% Kurang dari 69% artinya artinya artinya artinya Bagus sekali Bagus Sedang Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar 2 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

35

[Type text] 4. Kegiatan belajar 3

PERPAJAKAN DAN TATA CARA PENULISAN NILAI KONTRAK KEGIATAN DENGAN DANA PHLN Tujuan Instruksional KhususSetelah Anda mempelajari kegiatan belajar 3 ini, Anda diharapkan mampu untuk : a. Memahami perpajakan kegiatan dengan dana PHLN; b. Memahami ketentuan penulisan nilai/harga kontrak dengan dana PHLN; c. Melaksanakan penulisan nilai/harga kontrak dengan dana PHLN; d. Mengkitung porsi PHLN dengan cara netto; e. Menghitung porsi PHLN dengan cara bruto.

4.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh 4.1.1 Perpajakan kegiatan dengan dana PHLN 4.1.1.1 Dasar hukumDasar hukum perpajakan kegiatan pemerintah dengan dana PHLN adalah : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang : Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang : Mea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), Pajak Pertamabahn Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) dan Pajak Penghasilan (PPh) Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri; 2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 486/KMK.04/2000 tentang : Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 239/KMK.01/ 1996 tentang : Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995; 3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-526/PJ/2000 tentang ; Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ; 239/KMK.01/1996;

36

[Type text] 4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-19/PJ.53/1996 tanggal 4 Juni 1996 tentang : PPN/PPn BM atas kegiatan pemerintah yang dibiayai Pinjaman/ Hibah Luar Negeri. 5. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : SE-62/A/71/0596 dan Nomor : SE-32/ PJ/1996 dan Nomor : SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 tentang ; Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 239/KMK.01/1996 tentang : Pelaksanaan PP Nomor 42 Tahun 1995 tentang ; BM, BMT, PPN/PPn BM dan PPh dalama rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.

4.1.1.2 Petunjuk pelaksanaan Pelaksanaan perpajakan kegiatan dengan dana PHLN diatur sebagai berikut : 1. PPN/PPn BM yang terutang atas pembayaran Surat Perintah Kerja/Kontrak atas pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang sumber dananya berasal dari PHLN tidak dipungut, sedang PPh-nya ditanggung pemerintah. 2. PPh yang ditanggung pemerintah adalah PPh yang terutang atas pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang dananya dari PHLN oleh badan atau perusahaan yang melaksanakan : a. Pekerjaan jasa pemborongan; b. Pekerjaan jasa konsultan; c. Pengadaan barang/peralatan. 3. Dalam pelaksanaannya, Pejabat Pembuat Komitmen dalam mengajukan Surat Perintah Membayar (SPM) atau Aplikasi Penarikan Dana (APD) ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melampirkan faktur pajak PPN/PPn BM dan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Khusus untuk proyek pemerintah yang dananya berasal dari PHLN; 4. Selanjutnya KPPN/KPPN Khusus akan membubuhkan cap pada faktur pajak PPN/PPn BM tidak dipungut dan pada SSP PPh/bukti pemungutan PPh ditanggung pemerintah.

37

[Type text] 5. Cap dibuat dengan ukuran 4 x 9 centi meter dan pejabat yang menandatangani cap dimaksud adalah pejabat yang menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atas nama Menteri Keuangan.

4.1.1.3 Ketentuan pemungutan PPN/PPn BM dan PPh porsi pendamping/rupiah murni 1. PPN/PPn BM porsi pendamping/rupiah murni dipungut dan PPh-nya harus disetor sesuai ketentuan yang berlaku; 2. Dana PPN/PPn BM untuk porsi dana pendamping/rupiah murni yang berasal dari APBN disediakan dalam DIPA atau dokumen lain yang disamakan dengan DIPA. 3. Dana PPN/PPn BM untuk porsi pendamping/rupiah murni yang berasal dari BUMN/BUMD/PEMDA Penerima Penerusan Pinjaman disediakan oleh BUMN/ BUMD/PEMDA yang bersangkutan. Jadi dana dalam DIPA hanya berisi : a. Dana untuk porsi PHLN; ditambah b. Dana untuk porsi pendamping/rupiah murni; ditambah c. Dana untuk PPN porsi dana pendamping/rupiah murni yang dipungut.

4.1.2 Penulisan Nilai/harga Kontrak Kegiatan Dengan Dana PHLN Penulisan nilai/harga kontrak proyek/kegiatan pemerintah yang dananya sebagian atau seluruhnya berasal dari PHLN diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran nomor : SE-84/A/71/0696 tanggal 11 Juni 1996. Dalam penulisan nilai/harga kontrak tersebut harus dicantumkan secara jelas ; a. Persentase dana PHLN; b. Persentase dana APBN/Rupiah murni; c. Jumlah PPN yang terutang : PPN porsi PHLN yang tidak dipungut PPN porsi pendamping/rupiah murni yang dipungut

Adapun format penulisan nilai/harga kontrak

sesuai dengan Surat Edaran

Direktur Jenderal Anggaran nomor : SE-84/A/71/0696 tanggal 11 Juni 1996. dimaksud sebagaimana dapat dilihat pada halaman 39.

38

[Type text] ATURAN PENULISAN NILAI/HARGA KONTRAK KEGIATAN DENGAN DANA PHLN (SE Dirjen Anggaran Nomor : SE-84/A/71/0696 tanggal 11 Juni 1996)

Valuta Nilai kontrak Nilai Fisik Terdiri dari ; - Porsi PHLN - Porsi pendamping @@ PPN Terdiri dari : - PPN porsi PHLN (tidak dipungut) - PPN porsi pendamping (dipungut) . . .. . . . .

Valuta@ . .

.

Catatan : @ Dalam hal suatu kontrak hanya terdiri dari satu mata uang (valuta) diisi cukup satu

kolom saja. @@ Tetap harus diisi/dicantumkan walau nilainya nihil dalam hal porsi PHLN 100%.

Sebagai alat untuk mengecek apakah penulisan nilai/harga kontrak tersebut sudah benar atau belum dapat digunakan patokan sebagai berikut :

Nilai kontrak

= Nilai Fisik + PPN

Nilai Fisik

= 100/110 x Nilai kontrak = Nilai porsi PHLN + Nilai porsi pendamping

PPN = 10/110 x Nilai Kontrak = 10% x Nilai Fisik = PPN porsi PHLN + PPN porsi pendamping

39

[Type text] 4.1.3 Contoh-contoh perhitungan 1. Kontrak pengadaan barang yang dibiayai dengan dana PHLN dari ADB bernilai Rp. 11.000.000,- dengan porsi PHLN 100%. Dari data tersebut diminta : a. Tulislah nilai/harga dari kontrak dimaksud dan jelaskan dengan perhitungannya. b. Hitunglah pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut. Penyelesaian : a. Penulisan nilai/harga kontrak. Nilai kontrak Nilai Fisik Terdiri dari : -Porsi PHLN -Porsi pendamping PPN Rp. 10.000.000,Rp. 0,Rp. 1.000.000,Rp. 11.000.000,Rp. 10.000.000,-

Terdiri dari ; -PPN porsi PHLN (tidak dipungut) Rp. 1.000.000,-PPN porsi pendamping (dipungut) Rp. Perhitungannya : Nilai Fisik = 100/110 x Nilai kontrak 100/110 x Rp. 11.000.000,- = Rp. 10.000.000,Terdiri dari : Porsi PHLN = 100% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 10.000.000,0,-

Porsi pendamping = 0% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 0,-

PPN

=

10/110 x Nilai kontrak 10/110 x Rp. 11.000.000,- = Rp. 1.000.000,- atau : 10% x Nilai Fisik 10% x Rp. 10.000.000,- = Rp.1.000.000,-

40

[Type text] Terdiri dari : PPN Porsi PHLN = 10% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 1.000.000,= Rp. 0,-

PPN Porsi pendamping = 10% x Rp. 0,-

b. Pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut adalah ; PPN dari porsi pendamping sebesar Rp. 0,PPh pasal 22 dari porsi pendamping = 1,5% x Rp. 0,- = Rp. 0,2. Kontrak pengadaan barang yang dibiayai dengan dana PHLN dari IBRD bernilai Rp. 11.000.000,- dengan porsi PHLN 80%. Dari data tersebut diminta : a. Tulislah nilai/harga dari kontrak dimaksud bila : Dihitung dari nilai kontrak netto Dihitung dari nilai kontra bruto Jelaskan dengan perhitungannya masing-masing.

b. Hitunglah pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut. Penyelesaian : a. Penulisan nilai/harga kontrak bila dihitung dari nilai kontrak netto. Nilai kontrak Nilai Fisik Terdiri dari : -Porsi PHLN -Porsi pendamping PPN Terdiri dari ; -PPN porsi PHLN (tidak dipungut) Rp. 800.000,-PPN porsi pendamping (dipungut) Rp. 200.000,Rp. 8.000.000,Rp. 2.000.000,Rp. 1.000.000,Rp. 11.000.000,Rp. 10.000.000,-

Perhitungannya : Nilai Fisik = 100/110 x Nilai kontrak 100/110 x Rp. 11.000.000,- = Rp. 10.000.000,Terdiri dari :

41

[Type text] Porsi PHLN = 80% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 8.000.000,-

Porsi pendamping = 20% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 2.000.000,PPN = 10/110 x Nilai kontrak 10/110 x Rp. 11.000.000,- = Rp. 1.000.000,- atau : 10% x Nilai Fisik 10% x Rp.10.000.00,- = Rp.1.000.000,Terdiri dari : PPN Porsi PHLN = 10% x Rp. 8.000.000,- = Rp. 800.000,-

PPN Porsi pendamping = 10% x Rp. 2.000.000,- = Rp. 200.000,b. Pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut adalah ; PPN dari porsi pendamping sebesar Rp.200.000,PPh pasal 22 dari porsi pendamping = 1,5% x Rp.2.000.000,- = Rp.30.000,-

Penulisan nilai/harga kontrak bila dihitung dari nilai kontrak bruto. Nilai kontrak Nilai Fisik Terdiri dari : -Porsi PHLN -Porsi pendamping PPN Terdiri dari ; -PPN porsi PHLN (tidak dipungut) Rp. 880.000,-PPN porsi pendamping (dipungut) Rp. 120.000,Perhitungannya : Nilai Fisik = 100/110 x Nilai kontrak 100/110 x Rp. 11.000.000,- = Rp. 10.000.000,Terdiri dari : Porsi PHLN = 80% x Rp. 11.000.000,- = Rp. 8.800.000,Rp. 8.800.000,Rp. 1.200.000,Rp. 1.000.000,Rp. 11.000.000,Rp. 10.000.000,-

Porsi pendamping = (20% x Rp. 11.000.000,- )- PPN = Rp. 2.200.000,- - Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.200.000,PPN = 10/110 x Nilai kontrak

42

[Type text] 10/110 x Rp. 11.000.000,- = Rp. 1.000.000,- atau : 10% x Nilai Fisik 10% x Rp.10.000.000,- = Rp.1.000.000,Terdiri dari : PPN Porsi PHLN = 10% x Rp. 8.800.000,- = Rp. 880.000,-

PPN Porsi pendamping = 10% x Rp. 1.200.000,- = Rp. 120.000,b. Pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut adalah ; PPN dari porsi pendamping sebesar Rp.120.000,PPh pasal 22 dari porsi pendamping = 1,5% x Rp.1.200.000,- = Rp.18.000,-

3. Kontrak pengadaan barang yang dibiayai dengan dana PHLN dari IBRD bernilai Rp. 11.000.000,- + USD. 550.000,- dengan porsi PHLN 80%. Dari data tersebut diminta : a. Tulislah nilai/harga dari kontrak dimaksud bila : Dihitung dari nilai kontrak netto Dihitung dari nilai kontra bruto Jelaskan dengan perhitungannya masing-masing.

b. Hitunglah pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut Penyelesaian : a. Penulisan nilai kontrak bila dihitung dari nilai kontrak netto, Rp. Nilai kontrak Nilai Fisik Terdiri dari : -Porsi PHLN : Rp. 8.000.000 + USD.400.000 USD

11.000.000 550.000 10.000.000 500.000

-Porsi pendamping : Rp. 2.000.000 + USD.100.000 PPN Terdiri dari ; -PPN porsi PHLN (tidak dipungut) Rp. 800.000,- + USD. 40.000,-PPN porsi pendamping (dipungut) Rp. 200.000,- + 1.000.000 50.000

43

[Type text] USD. 10.000,Perhitungannya : Perhitungan kontrak rupiah lihat perhitungan sebelumnya. Perhitungan kontrak USD. Nilai Fisik = 100/110 x Nilai kontrak 100/110 x USD. 550.000,- = USD. 500.000,-

Terdiri dari : Porsi PHLN = 80% x USD. 500.000,- = USD. 400.000,-

Porsi pendamping = 20% x USD. 500.000,- = USD. 100.000,-

PPN

=

10/110 x Nilai kontrak 10/110 x USD. 550.000,- = USD. 50.000,-

Terdiri dari : PPN Porsi PHLN = 10% x USD. 400.000,- = USD. 40.000,-

PPN Porsi pendamping = 10% x USD. 100.000,- = USD. 10.000,b. Pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut adalah ; PPN dari porsi pendamping sebesar Rp.200.000,- + USD. 10.000,PPh pasal 22 dari porsi pendamping = 1,5% x (Rp.2.000.000 + USD.100.000) = Rp.30.000,- + USD. 1.500,Catatan : Pajak dalam USD dalam pemungutannya harus dalam mata uang rupiah. Oleh karena itu nilai USD tersebut harus diekivalenkan dalam rupiah atas dasar kurs yang berlaku pada waktu pembayaran dilakukan. Penulisan nilai kontrak bila dihitung dari nilai kontrak bruto adalah : Rp. Nilai kontrak Nilai Fisik Terdiri dari : -Porsi PHLN Rp. 8.800.000 + USD.440.000 USD

11.000.000 550.000 10.000.000 500.000

-Porsi pendamping Rp. 1.200.000 + USD. 60.000 PPN 1.000.000 50.000

44

[Type text] Terdiri dari ; -PPN porsi PHLN (tidak dipungut) Rp. 880.000,- + USD. 44.000,-PPN porsi pendamping (dipungut) Rp. 120.000,- + USD. 6.000,Perhitungannya : Nilai Fisik = 100/110 x Nilai kontrak 100/110 x (Rp.11.000.000 + USD.550.000) = Rp. 10.000.000,- + USD. 500.000,-

Terdiri dari : Porsi PHLN = 80% x (Rp. 11.000.000,- + USD. 550.000,-) = Rp. 8.800.000,- + USD. 440.000,Porsi pendamping = (20% x Rp. 11.000.000,- + USD. 550.000)- PPN = (Rp. 2.200.000,- + USD. 110.000,-) (Rp. 1.000.000,- + USD. 50.000,-) = Rp. 1.200.000,- + USD. 60.000,PPN = 10/110 x Nilai kontrak 10/110 x (Rp.11.000.000 + USD.550.000) = Terdiri dari : PPN Porsi PHLN = 10% x (Rp. 8.800.000,- + USD.440.000,-) = Rp. 880.000,- + USD. 44.000,PPN Porsi pendamping = 10% x (Rp.1.200.000,- + USD. 6.000,-) = Rp. 120.000,- + USD. 600,b. Pajak-pajak yang dapat dipungut dari kontrak tersebut adalah ; PPN dari porsi pendamping sebesar Rp.120.000,- + USD. 600,PPh pasal 22 dari porsi pendamping = 1,5% x (Rp.120.000,- + USD.600,-) = Rp.18.000,- + USD. 9,Rp. 1.000.000,- + USD. 50.000,-

45

[Type text] 4.2 Tes Formatif 3 1. Jelaskan dasar hukum dalam perpajakan kegiatan dengan dana PHLN! 2. Bagaimana ketentuan pelaksanaan perpajakan kegiatan dengan dana PHLN? 3. Terangkan ketentuan pemungutan PPN/PPn BM porsi dana pendamping ! 4. Jelaskan bagaimana tata cara penulisan nilai/harga kontrak kegiatan dengan dana PHLN! 5. Apa yang dimaksud dengan porsi PHLN, perhitungan porsi PHLN dengan cara bruto serta perhitungan porsi PHLN dengan cara netto !

4.3 Rangkuman Ketentuan perpajakan kegiatan dengan dana PHLN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang : Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang : Mea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), Pajak Pertamabahn Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) dan Pajak Penghasilan (PPh) Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri. Ketentuannya adalah sebagai berikut : Bea Masuk (BM) atau Bea Masuk Tambahan (BMT) atas impor barang yang dananya berasal dari PHLN dibebaskan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut dan Pajak Penghasilan (PPh) ditanggung Pemerintah. Dalam pelaksanaannya terhadap PPN terutang atas tagihan dengan porsi PHLN hanya dibuatkan Faktur Pajak saja senilai PPN terutang atas porsi PHLN dan dibuat Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama dan alamat rekanan serta SSP PPh Pasal 22/PPh Pasal 23 sebesar PPh Pasal 22/PPh Pasal 23 terutang untuk porsi PHLN atas nama rekanan dimaksud. Faktur Pajak dan SSP PPN/PPh akan dicap oleh KPPN dan ditandatangani oleh pejabat KPPN yang menandatangani SP2D-RK atau wirhdrawal application (WA). Dengan memiliki Faktur Pajak dan SPP yang telah dicap dan ditandatangani tersebut, rekanan dianggap telah melunasi pajakpajak terutangnya, walau secara fisik rekanan tidak menyetor pajak-pajak terutang tersebut ke kas Negara, serta tidak dipotong pajaknya melalui SPM-RK

46

[Type text] maupun WA dimaksud. Adapun untuk PPN terutang atas dana porsi pendamping/rupiah murni dipungut dan PPh-nya harus disetor sesuai ketentuan yang berlaku; Penulisan nilai/harga kontrak proyek/kegiatan pemerintah yang dananya sebagian atau seluruhnya berasal dari PHLN diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran nomor : SE-84/A/71/0696 tanggal 11 Juni 1996. Dalam penulisan nilai/harga kontrak tersebut harus dicantumkan secara jelas : persentase dana PHLN, persentase dana APBN/Rupiah murni serta jumlah PPN yang terutang yang terdiri dari PPN porsi PHLN yang tidak dipungut dan PPN porsi pendamping/rupiah murni yang dipungut. Dana untuk porsi PHLN dapat dihitung dari netto mauun bruto sesuai dengan ketentuan lender atau yang tertuang dalam loan agreement. 4.4 Umpan Balik Dan Tindak Lanjut Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 3 ini menurut keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 3 yang ada dihalaman belakang modul ini. Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 3 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100% 5

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka : 90 s.d. 100% 80 s.d. 89% 70 s.d. 79% Kurang dari 69% artinya artinya artinya artinya Bagus sekali Bagus Sedang Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar 3 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

47

[Type text]

5. Kegiatan belajar 4

PENGADAAN BARANG/JASA PROYEK PHLNTujuan Instruksional Khusus Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 4 ini, Anda diharapkan mampu untuk : a. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan ICB; b. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan LIB; c. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan IS; d. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan DA/DP; e. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan LCB/NCB; f. Memahami ketentuan-ketentuan pengadaan barang/jasa dengan FCB

5.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh 5.1.1 Pendahuluan Perlu diketahui bahwa dana pinjaman/hibah luar negeri yang telah tertuang dalam DIPA dan/atau dokumen lain yang disamakan dengan DIPA, dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dananya berasal dari PHLN harus

mengikuti ketentuan-ketentuan (guidelines) dari lender atau yang diatur dalam NPPHLN bersangkutan. .Dengan demikian untuk Pejabat Pembuat Komitmen sebelum menandatangani suatu Kontrak Pengadaan Barang/Jasa harus memperhatikan ketentuan-ketentuan (guidelines) dan/atau dalam NPPHLN bersangkutan atau yang diatur dalam Loan Agreement/Grant Agreement. Untuk pengadaan barang/jasa yang diatur dalam masing-masing NPPHLN untuk masing-masing kegiatan yang berbeda pada dasarnya mempunyai karakteristik yang berbeda pula. Tata cara pengadaan barang/jasa (procerement procedures), dengan dana PHLN umumnya telah ditentukan dalam NPPHLN tersebut. Telah ditentukan apakah pengadaan barang/jasa tertentu harus melalui Pelelangan Umum Internasional atau Pelelangan

48

[Type text] Terbatas Internasional atau Pemilihan Langsung Internasional atau Pengadaan Langsung Internasional atau Pelelangan di Luar Negeri ataupun Pelelangan Umum Nasional/Lokal. Dalam mengadakan pengadaan barang/jasa dengan dana PHLN hendaknya diperhatikan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya pada lampiran I huruf B.IV bahwa : a. Pengadaan barang/jasa dilaksanakan setelah NPLN/Loan Agreement/Grant Agreement disepakati oleh lender dan Pemerintah Indonesia, kecuali untuk beberapa pinjaman bilateral. b. Pelaksanaannya harus mengikuti ketentuan-ketentuan