modul vektor penyakit dan...

33
MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKIT OLEH YENNI TARIGAN, M.Sc

Upload: others

Post on 02-Nov-2020

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKIT OLEH YENNI TARIGAN, M.Sc

Page 2: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga karya tulis

ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimaksih atas

bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun

pikirnya. Modul ini saya buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas saya sebagai dosen di

Universitas Sari Mutiara Indonesia pada Mata Kuliah Pengembangan dan pengorganisasian.

Modul mata kuliah ini berisi uraian singkat tentang konsep dasar dan ruang lingkup

Pengembangan dan Pengorganisasian serta penjelasannya. Dan harapan saya semoga buku ini

dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat

memperbaiki bentuk maupun menambah isi karya tulis agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya,saya yakin masih banyak

kekurangan dari karya tulis ini.oleh karna itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan buku ini

Page 3: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

VISI DAN MISI

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

VISI

Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global khususnya

dibidang kesehatan lingkungan tahun 2038

MISI

1. Melaksanakan pendidikan yang efektif, efesien dalam kesehatan masyarakat, khususnya

kesehatan linkungan sesuai dengan SN Dikti dan KKNI level 6 (enam)

2. Melaksanakan kregiatan penelitian dalam rangka memberikan solusi dalam berbagai

persoalan kesehatan khususnya kesehatan lingkungan

3. Melaksanakan kegiatan pengabdian maysarakat secara provesional untuk meningkatkan

status kesehatan masyarakat yang mendukung pencapaian progam pemerintah dalam

bidang kesehatan khususnya kesehatan lingkungan.

4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta institusi,

asosiasi profesi dalam dan luar negeri dalam rangka pelaksanaan tridarma perguruan

tinggi

Page 4: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

BAB I

Menjelaskan Tentang Vektor Penyakit

1.1 Pengendalian Vektor Penyakit

Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor

merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah

mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di

suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit

yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).

Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau

mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat

perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan

mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan

tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,

keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko

kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang

buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke

daerah endemis.

Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis

dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies

vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan

penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor

terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya

operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.

Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai

tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi

kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat

diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil

yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun

yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector

penyakit yaitu :

Page 5: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)

Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya,

maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi

memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan

memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang

menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan

pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan

mempertimbangkan kesinambungannya.

1. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah

1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian

2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor

3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling

menguntungkan.

Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan

prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian

peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang

rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.

Prinsip-prinsip PVT meliputi:

1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat,

dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik

local( evidence based)

2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program

terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.

3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan

menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana

4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Page 6: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:

1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah,

mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik

dan mekanik.

Contohnya:

modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut,

penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)

Pemasangan kelambu

Memakai baju lengan panjang

Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)

Pemasangan kawat

2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic

predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)

Bakteri, virus, fungi

Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)

3. Metode pengendalian secara kimia

Surface spray (IRS)

Kelambu berinsektisida

larvasida

Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai

berikut :

1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor

tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.

2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata

lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)

Page 7: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi

alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka

waktu yang lama

Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi

kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.

1. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)

2. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan

modifikasi/manipulasi lingkungan

3. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan

musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi

4. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina

5. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal,

2010).

1.2 Macam-macam vector penyakit

Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri kakinya

beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi

75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan klasifikasi vektor yang

dapat menularkan penyakit :

Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :

1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang

2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu

3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau

4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk .

Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam

pengendalian adalah :

Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat

1) Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria

Page 8: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

2) Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah

3) Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur

Ordo Siphonaptera yaitu pinjal

1) Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes

Ordo Anophera yaitu kutu kepala

1) Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.

Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang

pengganggu antara lain:

1) Ordo hemiptera, contoh kutu busuk.

2) Ordo isoptera, contoh rayap.

3) Ordo orthoptera, contoh belalang

4) Ordo coleoptera, contoh kecoak

Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang

pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :

1. Tikus besar, (Rat)

Contoh :

Rattus norvigicus (tikus riol )

Rattus-rattus diardiil (tikus atap)

Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)

2. Tikus kecil (mice)

Contoh: Mussculus (tikus rumah)

Page 9: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang

mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya

kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting

secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada

manusia (Chandra,2003).

1.3 Macam-macam binatang pengganggu

BAB II

Aspek Hukum Pengendalian Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu

2.1 Aspek Hukum Pengendalian

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR :

374/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR

bahwa penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat

menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan

masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran vektor; . bahwa upaya

pengendalian vektor lebih dititikberatkan pada kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui

suatu pendekatan pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau kombinasi beberapa

metode pengendalian vektor; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud perlu

ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengendalian Vektor. Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara

Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);

2.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun

2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4844);

Page 10: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

3.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5063);

4.Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan

dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1973 Nomor 12);

5.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3637);

6.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/ Menkes/Per/VIII/1986 tentang Jenis-jenis Penyakit

yang dapat Menimbulkan Wabah dan Tata Cara Pelaporannya;

7.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pengelolaan

Pestisida;

8.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 439//Menkes/Per/VI/2009;

9.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/ Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata

Cara Pendaftaran Pestisida

10Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/SR.140/2/2007 tentang pengawasan

pestisida

2.2 Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu

Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit.

Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut, lipan,

kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor

penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod – borne diseases atau sering juga disebut

Page 11: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

sebagai vector – borne diseases. Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia

yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu :

1. Dari orang ke orang

2. Melalui udara

3. Melalui makanan dan air

4. Melalui hewan

5. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).

Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai

arthropod – borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.

1. Arthropods Borne Disease

Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung jawab

untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Paul A. Ketchum,

membuat klasifikasi arthropods borne diseases pada kejadian penyakit epidemis di Amerika

Serikat seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

BAB III

Hubungan vector penyakit dengan binatang pengganggu terhadap kehidupan manusia

3.1 Hubungan vector penyakit dengan binatang pengganggu terhadap kehidupan manusia.

Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa seranggadikenal sebagai

Page 12: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases ada 3 jenis cara

transmisi arthropod-bome diseases, yaitu :

1. kontak Langsung

Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau investasi dari satu orang ke

orang lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus.

2. Transmisi secara Mekanik

Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda, seperti penularan penyakit

diare, typhoid , keracunan makanan dan trachoma oleh lalat. Secara karakteristik arthropoda

sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit darimanusia berupa tinja, darah, ulkus

supersisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga

bisa dicerna dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta.Agen penyakit yang

paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalahenteric bacteria yang ditularkan oleh lalat

rumah. Diantaranya adalah salmonellatyphosa, species lain dari salmonella, Escherichia coli, dan

Shigella dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. alat rumah dapat merupakan

vektor dar iagen penyakit tuberculosis, anthra;, tularemia, dan brucellosis.

BAB IV

Mengkaji pokok pokok pengendalian vector penyakit dan binatang pengganggu

4.1 Metodologi pengendalian vector penyakit dan binatang pengganggu.

Page 13: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau

menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau

pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang

pengganggu tersebut.

Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit yang

disebabkan oleh virus.Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit

sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :

1. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama

untuk penyakit parasiter

2. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit

dikendalikan.

3. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.

4. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang

bersayap

BAB V

Pengendalian Nyamuk Aedes dengan larvasida, pengasapan, dan spraying.

Page 14: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

5.1 Bionomik nyamuk Aedes Aegypti

a. Ketahanan hidup

Cuaca memegang peranan penting dalam daur hidup nyamuk sebagai vector demam berdarah.

Faktor yang berpengaruh adalah curah hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Berkaitan

denganClimate change, semua factor menjadi tidak dominan karena ketidak pastian cuaca

memberikan kombinasi yang beragam (Tjatur, 2013). Perkembangan telur nyamuk tampak telah

mengalami embrionisasi lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperature udara 25-30 C dan

dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25- 27C dan

pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali Bila suhu kurang dari 10C atau lebih dari 40C.

Kalimantan merupakan daerah tropis, suhu udara 25% merupakan suhu optimum untuk

perkembangbiakan jentik (Ridha, 2013).

b. Kebiasaan mengigit

Aktivitas mengigit mencapai puncak pada saat perubahan intensitas cahaya tetapi bisa mengigit

sepanjang hari dan tertinggi sebelum matahari terbenam. Jarak terbang pendek yaitu 50-100

meter kecuali terbawa angin (Soegijanto, 2006). Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti

mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus

gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat

efektif sebagai penular penyakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

c. Perilaku istirahat

Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk apabila sudah menghisap darah,

sampai proses penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Nyamuk akan mencari

tempat berair untuk meletakan telurnya, kemudian bertelur dan kemudian nyamuk akan mulai

mencari darah lagi untuk siklus bertelur berikutnya (Soegijanto, 2006).

d. Kebiasaan berkembangbiak (Breeding Habit)

Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,

drum, vas bunga, dan barang bekas yang dapat menampung air hujan di daerah urban dan

suburban (Soegijanto, 2006).

5.2 Tata cara Pengendalian Nyamuk dengan larvasida, pengasapan, dan spraying.

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus bertujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan

Page 15: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Pemberantasan nyamuk dewasa

a. Pengasapan (Fogging ) Pengasapan atau fogging

dengan menggunakan jenis insektisida misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid

synthetic (Supartha, 2008). Contohnya, malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai adalah 1 liter

malathion 95% EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan

sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI, 2004). Penyemprotan dilakukan dua

siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang mengandung

virus dengue

(nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk

baru yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain. Dalam waktu

singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus

diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap

ditekan serendah-rendahnya (Chahaya, 2005).

b. Repelen Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu

kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia. Dengan kata lain,

bahan itu berkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir

fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk

memberikan perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk selama jangka waktu

tertentu (Kardinan, 2007). Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium

dan panas tubuh calon korbannya. Daya penciuman itulah yang menjadi target dalam menghalau

nyamuk (Diah, 2008).

BAB VI

Pengendalian Nyamuk Anopheles.

6.1 Bionomik Nyamuk Anopheles.

Page 16: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Bionomi Anopheles Perilaku Berkembang Biak nyamuk Anopheles betina mempunyai

kemampuan memilih tempat perindukan atau tempatuntuk berkembang biak yang sesuai dengan

kesenangan dan kebutuhannya ada spesies yangsenang pada tempat-tempat yang kena sinar

matahari langsung ada pula yangsenang pada tempat-tempat teduh. Speies yang satu berkembang

dengan baik diair payau,campuran tawar dan air laut) misalnya dan seterusnya oleh Karen

perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk

inentarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.kepadatan

populasi nyamuk Anopheles sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. entik-jentik nyamuk ini

mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2 minggu setelah tanamdan paling

banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen.di daerah

yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada

berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puak kepadatan yang

terjadi sekitar bulan februari-april dan sekitar bulan juli-gustus.

6.2 Pengendalian Nyamuk Anopheles.

Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara

Host,Agent.

Dan evironment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yangtepat, yaitu

1.Pemberantasan vektor

penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan

rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh,

pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran transmisi penyakit dapat

terputus. Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat

perindukan, sehingga perkembangan jumlah nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh

terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria.

BAB VII

Menjelaskan tentang Pengendalian Tikus (Rodent Control)

7.1 Pengendalian Tikus (Rodent Control) dan dampak kesehatan pada manusia.

Page 17: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Tikus adalah salah satu hama yang banyak menimbulkan ganguan/kerugian baik pada

area perkebunan, pertanian, pergudangan, pabrik pengolahan makanan, transportasi,

supermarket, perhotelan, restoran, perkantoran sampai ke rumah tinggal .

a. Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus

1. Merusak fasilitas/konstruksi gedung, mengerat pintu, melubangi plafon, mengerat kabel

sehingga menimbulkan resiko arus pendek.

2. Merusak material di tempat penyimpanan baik dari segi kualitas dan kuantitas.

3. Menularkan berbagai bibit penyakit pada hewan dan manusia antara lain :

o Plague yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis.

o Murine Typus yang disebabkan oleh organisme ricketsial sejenis bakteri.

o Salmonelllosis (keracunan makanan) yang disebabkan oleh bakteri.

o Rat-bite Fever(demam akibat gigitan tikus) yang disebabkan oleh bakteri

Streptobacillis monoliformis yaitu pada air liur tikus.

o Leptospirosis yang disebakan oleh bakteri Leptospira menyebar melalui urine

tikus.

o Merusak estetika karena menimbulkan kesan daerah tersebut jorok, kotor dan

tidak sehat.

Cara dan teknik pengendalian Tikus

Sanitasi

Yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dari ceceran makanan dan minuman

sehingga makan dan minuman tersebut tidak tersedia bagi tikus.

Rodent Proofing

Yaitu melakukan penutupan terhadap jalur – jalur yang dapat dilalui oleh tikus untuk

masuk kedalam bangunan.

Harborage Removel ( pemindahan dan penghilangan sarang )

Penggunaan perangkap ( Trapping )

Biasanya digunakan Live Traps atau Glue Traps pada area yang tidak memungkinkan

penggunaan bahan kimia.

Page 18: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Cara Kimiawi ( Rodentisida )

Yaitu dengan menggunakan racun akut (efeknya cepat) dan atau racun kronis/anti

koagulan (efeknya lambat) dengan system pengendalian 3 Ring yaitu :

1. Ring 1 yaitu pemasangan Rodent Bait station ( RBS) pada sepanjang sisi dalam

pagar dengan jarak 20 – 25 meter.

2. Ring 2 yaitu pemasangan RBS pada sepanjang sisi luar dinding bangunan dengan

jarak 15 – 20 meter.

3. Ring 3 yaitu pemasangan bait station pada area dalam bangunan dengan jarak 8 –

10 meter baik dengan menggunakan trapping maupun rodentisida (tergantung

kondisi dan kegunaan fasilitas )

7.2 Pengendalian Hama Tikus

Dalam melakukan pengendalian hama tikus Athena melakukan dalam beberapa tahapan-tahapan

meliputi :

Initial Treatment

Initial Treatment adalah suatu tahapan dalam melakukan pengendalian hama tikus yang

dilaksanakan pada bulan pertama atau pada awal kontrak yang sasarannya untuk mengendalikan

hama tikus yang ada pada lokasi tersebut. Cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah

dengan melakukan pengumpanan dan atau penggunaan perangkap secara menyeluruh pada

semua lokasi. Setelah dilakukan penempatan umpan dan atau perangkap, dilakukan pengecekan

dan penambahan/penggantian umpan

Reguler Treatment

Reguler treatment adalah suatu tahapan pengendalian yang dilaksanakan oleh Termindo setelah

Initial Treatment dan dilaksanakan pada bulan berikutnya. Hal ini bertujuan untuk melakukan

monitoring dan tindakan pengenadalian terhadap re-infestasi tikus dari area lain. Pada tahapan

ini Termindo akan melakukan instalasi bait Station pada area-area tertentu. Pelaksanaan

monitoring dilakukan dengan melakukan pemeriksaan jumlah umpan yang terdapat pada setiap

bait Station apakah terjadi pengurangan akibat termakan oleh tikus. Lingkungan disekitar

penempatan bait Station juga akan dimonitor apakah ditemukan adanya tanda-tanda keberadaan

Page 19: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

tikus. Apabila pada Station terjadi pengurangan jumlah umpan maka akan dilakukan

penambahan umpan sehingga jumlahnya sama dengan Station sebelumnya. Apabila pengurangan

terjadi akibat termakan oleh tikus dan ditemukan adanya tanda-tanda keberadaan tikus disekitar

bait Station maka akan dilakukan penambahan umpan serta penambahan Station dan bila

memungkinkan (aman) akan dilakukan penyebaran umpan disekitar Station tersebut. Dalam

menempatkan bait Station dan perangkap Termindo akan menerapkan system perlindungan tiga

lapis yaitu :

Ring 1 ( Sisi pagar bagian dalam )

Pada sisi pagar bagian dalam akan ditempatkan Rodent Bait Station (RBS) yang dapat

berupa PVC paralon, kotak kaleng, kotak plastik dll. Jarak penempatan setiap Station

adalah 20 – 25 meter tergantung perkiraan kepadatan populasi atau keadaan lokasi.

Ring 2 ( Sisi Luar Gedung )

Pada sisi gedung bagian luar Termindo juga akan menepatkan Rodent Bait Station

(RBS) dengan jarak 15 – 20 meter untuk mengendalikan dan memonitot tikus pada

sekitar area tersebut,atau tikus yang lolos dari monitoring lapaisan pertama.

Ring 3 ( Sisi dalam gedung )

Pada lapisan bagian ini Termindo akan mengusahakan penggunaan bahan kimia

seminimal mungkin dan atas seijin dari manajemen building . Dan Bilamana penggunaan

bahan kimia atau Rodentisida juga tidak mendapat ijin utamanya pada area

produksi maka oleh Termindo akan melakukan pengendalian dengan penggunaan lem

tikus serta perangkap yang nantinya akan dipasang pada sekeliling sisi pinggir gedung

bagian dalam area produksi tersebut dengan jarak 8 – 10 meter atau akan disesuaikan

dengan kondisi lokasi.

BAB VIII

Menjelaskan tentang Pengendalian lalat

8.1 Bionomik Lalat

Page 20: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan

ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena

yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil

(berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat

perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat

tumbuh dan berkembangnya lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya mata

majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan.

Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model

penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah

alat pencitraan (scan) baru.

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini, mata

lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat

mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita.

Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan

gelap.

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis lalat yang sering

ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca domestica) dan little house fly (Fanny canicularis).

Jenis lalat lainnya seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra aenescens)

maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu lingkungan peternakan.

Siklus Hidup Lalat

Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat

dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi

larva (berwarna coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini

keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif kering untuk berkembang menjadi

pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi

yang optimal (cocok untuk perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat

dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama

15-25 hari.

Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan

kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak-

Page 21: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan, dengan

kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan ancaman tersendiri.

8.2 Pengendalian lalat

Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita, sudah merupakan

suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu,

pengendalian lalat ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-

gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita.

Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”. Keberadaannya di kandang

sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang menjadikan lalat

bandel, ialah :

Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap sejati (asli) dan

sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat)

Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk yang

tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai sudut pandang

yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain

itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya yang

tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat

dapat dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang mengancam

dirinya.

Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah yang

banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan lalat.

Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik khusus untuk

mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat pun harus dilakukan secara

komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi. Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah

kontrol manajemen, biologi, mekanik dan kimia.

Kontrol manajemen

Page 22: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik

pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab menjadi tempat

perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit

penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak

(melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat. Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang

memiliki kadar air sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan lalat.

Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang untuk mencegah

perkembangbiakan lalat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat perkembangbiakan lalat ialah :

1. Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini berdasarkan lama siklus hidup

lalat, dimana lalat bertelur setiap seminggu sekali

2. Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai, terutama kandungan protein

kasar dan garam. Ransum dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi dapat

memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah)

3. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu

mengembalikan kemampuan tanah menyerap air

4. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum

tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki

kondisi genting yang bocor

5. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan cara

dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi

lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat

6. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik dapat

mempercepat proses pengeringan feses

7. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor

Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air mengendap

BAB XI

Page 23: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Menjelaskan tentang Pengendalian kutu dan pinjal

9.1 Bionomik dan Pengendalian kutu dan pinjal.

1.Makanan

Pinjal pra dewasa mempunyai struktur mulut, organ anatomi dan fisiologi yang sangat

berbeda dengan pinjal dewasa. Sehingga jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Makanan

larva pinjal terdiri dari bahan-bahan organik yang ada disekitarnya, seperti darah yang

dikeluarkan melalui organ ekskresi pinjal (anus), bahan organik yang kaya akan protein dan

vitamin B. bila bahan-bahan makanan tersebut terpenuhi, maka larva pinjal akan tumbuh secara

maksimum. Pinjal jantan maupun betina merupakan serangga penghisap darah. Bagi pinjal

betina darah diperlukan untuk perkembangan telur. Pinjal akan sering menghisap darah di musim

panas daripada di musim penghujan atau dingin, karena di musim panas pinjal cepat kehilangan

air dari tubuhnya. Pinjal yang tidak makan tidak dapat hidup lama di lingkungan kering, tetapi di

lingkungan yang lembab, bila terdapat reruntuhan yang bisa menjadi tempat persembunyian,

maka ia bisa hidup selama 1 – 4 bulan (Soviana dan Hadi, 2006).

2.Perilaku

Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada dalam tubuh saat

membutuhkan makanan, tidak permanen seperti halnya kutu yang selalu menetap pada tubuh

inang. Jangka hidup pinjal bervariasi pada spesies pinjal, tergantung apakah mereka makan atau

tidak, dan tergantung pada derajat kelembaban lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis pinjal

menghindari cahaya (fototaksis negatif). Pinjal jenis ini biasanya tidak mempunyai mata. Pada

sarang tikus yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena sinar matahari

mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamannya lebih

dalam dan mempunyai jalan yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke

dasar liang. Sehingga pada sarang tikus ini banyak ditemukan pinjal. Pinjal bergerak dengan

melompat, beberapa spesies bisa melompat setinggi 30 cm (Rozendaal, 1997; Soviana dan Hadi,

2006).

3.Habitat

Page 24: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Sebagian besar pinjal ditemukan di antara rambut atau bulu hewan atau di tempat tidur,

karpet dan pakaian orang. Pinjal tidak spesifik dalam memilih inangnya dan dapat makan pada

inang lain. Pada saat tidak menemukan kehadiran inang yang sesungguhnya, mereka mau makan

inang lain dan mereka dapat tahan hidup dalam periode lama (Rozendaal, 1997; Soviana dan

Hadi, 2006).

9.2 Pengendalian Pinjal

Pengamatan keberadaan pinjal merupakan tindakan terpenting dalam upaya

pengendalian terpadu terhadap pinjal. Cara sederhana untuk mengetahui keberadaan pinjal

adalah berjalan dalam ruang/rumah memakai kaos kaki putih dan menghitung jumlah pinjal yang

menempel pada kaos kaki tersebut. Selain itu dapat juga menggunakan penyedot debu manual

dengan memasukkan sapu tangan dalam kantong penampung debu (Kesuma, 2007).

Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap keberadaan pinjal diantaranya adalah sebagai

berikut.

1.Mekanik atau Fisik

Pengendalian pinjal secara mekanik dilakukan dengan cara membersihkan karpet, alas

kandang, daerah di dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau hewan lain dengan

menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh, yang bertujuan untuk membersihkan telur,

larva dan pupa pinjal yang ada. Sedangkan tindakan fisik dilakukan dengan memberikan lampu

pada kandang hewan peliharaan, membiarkan cahaya masuk ke dalam rumah karena beberapa

pinjal ada yang menghindari cahaya (fototaksis) (Soviana dan Hadi, 2006; Kesuma, 2007).

2.Kimiawi

Pengendalian pinjal secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida.

Repelen seperti dietil toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa melindungi orang dari gigitan

pinjal. Secara umum, untuk mengatasi adanya pinjal, formulasi insektisida serbuk (dust) dapat

diaplikasikan dalam lantai rumah, jalan tikus/lubang tikus. Selain dalam bentuk serbuk, dapat

Page 25: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

juga berupa fogs/aerosol (biasanya malathion) untuk fumigasi ruangan. Penggunaan insektisida

mempunyai efektifitas yang bervariasi dan perlu diperhatikan resistensi pinjal terhadap berbagai

jenis insektisida (Osbrinket al ., 1985; Kesuma, 2007). Upaya pengendalian pinjal di daerah

urban pada saat meluasnya kejadian pes atauMurine thyphus, diperlukan insektisida dan aplikasi

yang terencana dengan baik agar operasi berjalan dengan memuaskan. Pada saat yang sama

ketika insektisida diaplikasikan, rodentisida seperti antikoagulan, warfarin dan fumarin dapat

digunakan untuk membunuh populasi tikus. Namun demikian, bila digunakan redentisida yang

bekerja cepat dan dosis tunggal seperti zink fosfid, sodium fluoroasetat, atau striknin atau

insektisida modern seperti bromadiolon dan klorofasinon, maka hal ini harus diaplikasikan

beberapa hari setelah aplikasi insektisida. Jika tidak dilakukan maka tikus akan mati tetapi pinjal

tetap hidup dan akan menggigit mamalia termasuk orang dan ini akan menongkatkan transmisi

penyakit (Rust dan Dryden, 1997).

3.Biologi

Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan mengendalikan populasi tikus di daerah

pedesaan dan perkotaan melalui sanitasi lingkungan, pengelolaan sampah yang baik, dan

memperbaiki sanitasi lingkungan yang rusak yang dapat dijadikan sebagai sarang tikus. Tidak

memiliki binatang peliharaan seperti kucing atau anjing, akan tetapi jika memang memelihara

kucing atau anjing harus terjaga sanitasi lingkungannya dengan baik (Soviana dan Hadi, 2006).

Selain cara diatas sekarang telah dikembangkan cara biologi terutama untuk memutus siklus

pinjal misalnya dengan bahan pengatur perkembangan serangga (insect growth regulator /IGR)

yang efeknya berupa penghambat kitin dan hormon juvenil ( jouvenile hormone andchitin

inhibitor ). IGR berfokus pada pengendalian pinjal pra dewasa, baik pada inang maupun

lingkungan. Bentuk-bentuk IGR berupa spray, shampoo collar bahkan dalam bentuk tablet yang

diminumkan pada hewan piaraan. Kemampuan beberapa jenis IGR ternyata juga berbeda-beda

tergantung pada tahap pra dewasa maupun umur setiap stadium (Hinket al.,1991). Selain

penggunaan IGR, juga dikembangkan pembuatan vaksin dengan menggunakan antigen yang

berasal dari membran usus pinjal, seperti keberhasilan penelitian vaksin yang memberikan

kekebalan sapi terhadap serangan caplak (Kesuma, 2007)

Page 26: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

BAB X

Menjelaskan tentang Pengendalian kecoa

10.1 Bionomik dan Pengendalian kecoa.

Kecoa atau coro adalah insekta dari ordo Blattodea yang kurang lebih terdiri dari 3.500

spesies dalam 6 familia. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah

kutub.Di antara spesies yang paling terkenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang

memiliki panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoa

Asia, Blattella asahinai, dengan panjang juga sekitar 1½ cm.

Siklus Hidup

Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap, hanya melalui tiga stadia

(tingkatan),yaitu stadium telur, stadium nimfa dan stadium dewasa yang dapat dibedakan jenis

jantan dan betinanya. Nimfa biasanya menyerupai yang dewasa, kecuali ukurannya, sedangkan

sayap dan alat genitalnya dalam taraf perkembangan.

Telur kecoa berada dalam kelompok yang diliputi oleh selaput keras yang menutupinya

kelompok telur kecoa tersebut dikenal sebagai kapsul telur atau “Ootheca”. Kapsul telur

dihasilkan oleh kecoa betina dan diletakkan pada tempat tersembunyi atau pada sudut-sudut dan

pemukaan sekatan kayu hingga menetas dalam waktu tertentu yang dikenal sebagai masa

inkubasi kapsul telur, tetapi pada spesies kecoa lainnya kapsul telur tetap menempel pada ujung

abdomen hingga menetas. Jumlah telur maupun masa inkubasinya tiap kapsul telur berbeda

menurut spesiesnya.

Dari kapsul telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi nimfa yang hidup bebas dan

bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur berwarna putih seperti buturan beras,

kemudian berangsur-angsur berubah menjadi berwarna coklat, Nimfa tersebut berkembang

melalui sederetan instar dengan beberapa kali berganti kutikula sehingga mencapai stadium

dewasa. Periplanetta americana Linnaeus dewasa dapat dikenal dengan adanya perubahan dari

tidak bersayap pada stadium nimfa menjadi bersayap pada stadium dewasanya pada

P.Americana yang dewasa terdapat dua pasang sayap baik pada yang jantan maupun betinanya.

Daur hidup Periplaneta brunnea Burmeister dalam kondisi laboratorium dengan suhu rata-

rat 29 º C, dan kelembaban 78 % mencapai 7 bulan, terdiri atas masa inkubasi kapsul telur rata-

rata 40 hari, perkembangan stadium nimfa 5 sampai 6 bulan.

Page 27: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Masa inkubasi kapsul telur P.americana rata-rata 32 hari, perkembangan nimfa inkubasi

antar 5 sampai 6 bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi dan satu minggu kemudian

menghasilkan kapsul telur yang pertama sehingga daur hidup P americana memerlukan waktu

rata-rata 7 bulan.

Daur hidup Neostylopyga rhombifolia (Stoll) mencapai 6 bulan, meliputi masa inkubasi

kapsul telur rata-rata 30 hari, perkembangan nimfa antara 4 bulan dan 5 bulan. Serangga dewasa

kemudian berkopulasi dan 15 hari kemudian yang betina menghasilkan kapsul telur.

Daur hidup Periplaneta australasiae (Fabricius) mencapai 7 bulan, meliputi masa inkubasi

kapsul telur rata-rata 35 hari, perkembangan nimfa memerlukan waktu antara 4 bulan sampai 6

bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi dan 10 hari kemudian yang betina menghasilkan

kapsul telur yang pertama.

10.2 Pengendalian Kecoa

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan

kecoa :

1. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :

Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah

almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan.

2. Pemberantasan kecoa

Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.

Secara fisik atau mekanis dengan :

Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.

Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.

Menutup celah-celah dinding.

Secara Kimiawi :

Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk),

aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

BAB XI

Menjelaskan tentang Pengendalian Cyclops (host intermediate dari cacing guinea)

Page 28: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

11.1 Biologi dan pengendalian Cyclops (host intermediate dari cacing guinea).

Dracunculiasis, juga dikenal dengan nama penyakit cacing guinea atau guinea worm

disease (GWD), adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing guinea. Seseorang dapat terinfeksi

setelah meminum air yang mengandung kutu air yang terinfeksi oleh cacing guinea larva. Pada

awalnya tidak timbul gejala apa pun. Sekitar satu tahun kemudian, penderita merasakan rasa

terbakar yang menyakitkan saat cacing betina membentuk luka lepuh di bawah permukaan kulit,

biasanya di tubuh bagian bawah. Kemudian cacing keluar dari dalam kulit setelah beberapa

minggu. Saat itu terjadi, penderita mengalami kesulitan untuk berjalan dan bekerja. Penyakit ini

pada umumnya tidak menyebabkan kematian.

Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang diketahui terinfeksi oleh cacing

guinea. Cacing ini memiliki lebar sekitar satu hingga dua milimeter dan betina dewasa dapat

mencapai panjang 60 hingga 100 sentimeter (jantan jauh lebih pendek). Di luar tubuh manusia,

telur cacing dapat bertahan hingga tiga minggu. Telur harus dimakan oleh kutu air sebelumnya.

Larva di dalam tubuh kutu air dapat bertahan hingga empat bulan. Jika penyakit terjadi pada

manusia setiap tahun, maka penyakit ini akan bertahan di daerah tersebut. Diagnosa penyakit ini

umumnya dibuat berdasarkan pertanda dan gejala penyakit.

Pencegahan dilakukan dengan diagnosa awal dari penyakit dan kemudian mencegah

penderita mencelupkan luka ke dalam sumber air minum. Usaha lain termasuk: meningkatkan

akses ke air bersih dan menyaring air jika diketahui air tidak bersih. Menyaring air dengan kain

pada umumnya sudah cukup. Air minum yang terkontaminasi dapat disterilkan dengan zat kimia

yang bernama temefos untuk membunuh larva. Tidak ada pengobatan atau vaksin untuk

melawan penyakit ini. Cacing dapat dikeluarkan perlahan-lahan selama beberapa minggu dengan

menggulungnya di batang kayu. Tukak yang terbentuk oleh keluarnya cacing dapat terinfeksi

oleh bakteri. Rasa sakit biasanya terus terasa hingga berbulan-bulan sejak cacing dikeluarkan.

Pada tahun 2013 terjadi 148 kasus yang dilaporkan. Jumlah ini telah menurun dari 3,5

juta kasus pada tahun 1986. Penyakit ini hanya ada di 4 negara di Afrika, berkurang dari 20

negara pada tahun 1980-an. Negara yang paling banyak terinfeksi adalah Sudan Selatan.

Kemungkinan penyakit ini akan menjadi penyakit parasit pertama yang dimusnahkan. Penyakit

cacing guinea telah dikenal sejak zaman kuno. Penyakit ini telah dituliskan di catatan medis

Mesir Papirus Ebers, yang bertanggal mulai 1550 SM. Nama dracunculiasis berasal dari Latin

Page 29: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

"penderitaan bersama naga kecil", sementara nama "cacing guinea" muncul setelah orang Eropa

melihat penyakit ini terjadi di pesisir Guinea di Afrika Barat pada abad ketujuhbelas. Satu

spesies mirip seperti cacing guinea menyebabkan infeksi pada binatang lain. Spesies itu tidak

diketahui dapat menginfeksi manusia. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai penyakit tropis yang

diabaikan.

BAB XII

Karakteristik dan formulasi penyemprotan rumah dengan residual insektisida dan Peresapan

kelambu (long-lasting insecticidal nets (LLIN’s)), pakaian dan tirai.

12.1 Penyemprotan rumah dengan residual insektisida dan Peresapan kelambu (long-

lasting insecticidal nets (LLIN’s)), pakaian dan tirai.

Kelambu berinsektisida digunakan dalam program pengendalian vektor malaria.

Pemeliharaan kelambu berinsektisida merupakan faktor penting untuk menjamin efekti itas

kelambu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelambu vberinsektisida terhadap

nyamuk dan menganalisis pengetahuan, sikap, An. sundaicusperilaku masyarakat terhadap

kelambu tersebut. Penelitian dilaksanakan di Desa Sungai Nyamuk, Kabupaten Nunukan-

Kalimantan Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dan kuesioner

pengetahuan, sikap WHO Bioassay Cone Test dan perilaku (-KAP) terhadap penggunaan

kelambu knowledge, attitute, practicesberinsektisida. Pengujian efikasi kelambu berinsektisida

dilakukan terhadap kelompok perlakuan ( bulan, 12-23 bulan dan lebih dari 24 bulan pemakaian)

dan enamkontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida yang telah

digunakan selama bulan mempunyai efekti itas yang paling tinggi (94,13%). enamvKelambu

yang telah digunakan 12-23 bulan dan lebih dari 24 bulan menunjukkan ,tidak efektif karena

kematian nyamuk ujiadalah 71,74% dan 37,33%. Hasil studi KAP menunjukkan sikap 100%

setuju untuk menerima pembagian kelambu berinsektisida, tetapi tidak bersedia mencuci

kelambu tersebut. Efekti itas kelambu berinsektisida vberkorelasi dengan pencucian kelambu.

Penggunaan kelambu berinsektisida akan efektif mencegah penularan malaria bila didukung oleh

perawatan yang baik terhadap kelambu berinsektisida tersebut.

Page 30: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

BAB XIII

Teknik-teknik penggunaan pestisida yang aman dari tahap pelabelan, penyimpanan, pemakaian,

maupun pembuangan.

13.1 Penggunaan pestisida dan Resistensi terhadap Vektor.

Pada saat jutaan manusia meninggal setiap tahun akibat penyakit yang ditularkan melalui

vektor, dan kerugian global akibat serangga, vektor penyakit, hama, dan hewan pengerat

diperkirakan mencapai lebih dari 100 milyar USD per tahun, sehinggah jelas bahwa

pengendalian berbagai organisme berbahaya sangat penting bagi pembangunan kesehatan

manusia, pertanian, dan industri. Dalam mengakomodasi kepentingan manusia, penggunaan

pestisida telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam program manajemen vektor global

yang terpadu.

13.2 Mekanisme Resistance

Mekanisme resistensi umumnya tergantung pada faktor genetik. Spesies yang telah

berada di bawah tekanan seleksi dengan satu atau berbagai berbeda insektisida, sering

mengumpulkan sejumlah resistensi (R)-gen dan mekanisme resistensi yang sesuai sehingga dapat

menyebabkan resistensi cross atau multi. Beberapa mekanisme yang berbeda tanggung jawab

untuk perkembangan resistensi insektisida pada serangga. Penggunaan detoksifikasi senyawa

toksik metabolisme biokimia atau toleransi karena dapat menurunkan sensitivitas terhadap

senyawa beracun. Biasanya, insektisida menembus cepat melalui integumen, mencapai lokasi

aksi misalnya enzim, jaringan saraf atau reseptor protein vital. Molekul insektisida mengikat ke

situs dan ketika telah mencapai konsentrasi ambang batas maka mengganggu proses vital

kemudian menyebabkan kematian serangga. Resistensi dapat dipilih pada setiap langkah dari

jalur ini misalnya integumen, mengurangi permeabilitas dapat terjadi sehingga mengurangi

tingkat masuknya insektisida; enzim metabolisme lebih berlimpah dapat dipilih sehingga

menyebabkan kerusakan insektisida lebih efisien; atau diubah sasaran - situs dapat dipilih untuk

yang insektisida tidak lagi mengikat. Dari ketiga jenis mekanisme, metabolisme dan

ketidakpekaan di lokasi tindakan yang paling penting. Penurunan tingkat penetrasi kutikula

membantu kedua jenis mekanisme cara sinergis ( Georghiou 1994) . Di samping mereka, bentuk

Page 31: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

lain dari resistensi insektisida adalah perilaku resistensi, di mana perilaku serangga menjadi

dimodifikasi sehingga serangga tidak lagi datang ke cukup kontak dengan deposit insektisida.

BAB XIV

Melakukan Pengendalian Vektor Terpadu

14.1 Integrated Vector Management (IVM)

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau

menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau

pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang

pengganggu tersebut.

Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya adalah

sebagai berikut.

1. Pengendalian kimiawi

2. Pengendalian Fisika-Mekanika

3. Pengendalian Biologis

Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada awalnya orang

berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak bahwa pembasmian itu sulit

dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor saat

ini akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai

dengan keadaan social-ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada. Oleh

karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.

14.2 Konsep Pengendalian Vektor Terpadu

Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan Pengendalian Vektor

menggunakan prinsip-prinsip dasar manajemen dan pertimbangan terhadap penularan dan

pengendalian penyakit Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan

Page 32: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

keputusan yang rasional agar sumber daya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian

lingkungan terjaga.

a. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentangbioekologi vektor setempat, dinamika

penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku masyarakat yang bersifat spesifik lokal (evidence

based)

b. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor dan program terkait,

LSM,18 organisasi profesi, dunia usaha/swasta serta masyarakat

c. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metode non kimia dan

menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana

d. Pengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektor-

penyakit.html diakses pada tanggal 5 Maret 2011

Page 33: MODUL VEKTOR PENYAKIT DAN PENYAKITkesmas.sari-mutiara.ac.id/download/file/modul_vektor_penyakit.pdf · Menjadi program studi kesehatan yang unggul, berkarakter, berdaya saing global

i

Chandra,budi. 2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia. http://files.buku-

kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf .

diakses tanggal 4 maret 2011.

Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan

Lingkungan.Jakarta : EGC

World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari : http://www.WHO.int.

Last Update : Januari 2008

"nies. '005.