modul 9 penelusuran banjir

21
Umboro Lasminto IX - 1 MODUL 9 PENELURUSAN BANJIR ( FLOOD ROUTING ) Tujuan Instruksional Khusus modul ini adalah mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dasar pemikiran dan cara-cara penelusuran banjir, mengitung penelusunan banjir leawt palung sungai dan lewat reservoir. 9.1. Cara-cara Penelusuran Banjir Penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur lewat palung sungai atau lewat waduk. Tujuan penelusuran banjir adalah untuk : a. Peramalan banjir jangka pendek. b. Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf satuan disuatu titik disungai tersebut. c. Peramalan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan dalam palung sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan tanggul) d. Derivasi hidrograf sintetik. Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai adalah merupakan persoalan aliran tidak tunak (non steady flow), sehingga dapat dicari penyelesaiannya. Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar alirannya akan sangat sulit. Dengan menggunakan cara karakteristik

Upload: ardiansyah-fauzi

Post on 27-Dec-2015

200 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

Flood routing

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 1

MODUL 9

PENELURUSAN BANJIR ( FLOOD ROUTING )

Tujuan Instruksional Khusus modul ini adalah mahasiswa dapat mengetahui

dan memahami dasar pemikiran dan cara-cara penelusuran banjir, mengitung

penelusunan banjir leawt palung sungai dan lewat reservoir.

9.1. Cara-cara Penelusuran Banjir

Penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik pada

suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik

lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur lewat palung sungai atau lewat waduk.

Tujuan penelusuran banjir adalah untuk :

a. Peramalan banjir jangka pendek.

b. Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari

hidrograf satuan disuatu titik disungai tersebut.

c. Peramalan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan

dalam palung sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendungan

atau pembuatan tanggul)

d. Derivasi hidrograf sintetik.

Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai adalah merupakan

persoalan aliran tidak tunak (non steady flow), sehingga dapat dicari

penyelesaiannya. Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian

persamaan dasar alirannya akan sangat sulit. Dengan menggunakan cara karakteristik

Page 2: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 2

atau finite element akan dapat diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih

memerlukan usaha yang sangat besar.

Cara penelusuran banjir yang akan diuraikan disini tidak didasarkan atas

hukum-hukum hidrolika melainkan hanya hukum kontinuitas, sedangkan persamaan

keduanya didapatkan secara empiris dari pengamatan banjir. Oleh karenanya

berlakunya cara ini harus diperiksa untuk setiap kasus khusus.

Penelusuran lewat waduk, dimana penampungnya adalah merupakan fungsi

langsung dari aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya dapat ditempuh

dengan cara yang lebih exact.

9.2. Penelusuran Banjir Lewat Palung Sungai

Dasar-dasar cara penelusuran banjir yang akan dibahas disini adalah metode

Muskingum. Metode ini hanya berlaku dalam kondisi sebagai berikut :

• Tidak ada anak sungai yang masuk kedalam bagian memanjang palung

sungai yang ditinjau.

• Penambahan atau kehilangan air oleh curah hujan, aliran masuk atau

keluar air tanah dan evaporasi, yang kesemuanya ini diabaikan.

Untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi

periode-periode Δt yang lebih kecil, yang dinamakan periode penelusuran (routing

period). Periode penelusuran ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam

bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode penelusuran Δt tersebut,

puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh.

Persamaan kontinuitas yang umum dipakai dalam penelusuran banjir adalah

sebagai berikut :

I – Q = dtdS ( 9.1 )

Page 3: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 3

dimana :

I = debit yang masuk kedalam permulaaan bagian memanjang palung sungai

yang ditinjau ( m³/detik )

Q = debit yang keluar adri akhir bagian memanjang palung sungai yang

ditinjau ( m³/detik )

S = besarnya tampungan (storage) dalam bagian memanjang palung sungai

yang ditinjau ( m³ )

dt = periode penelusuran (detik, jam, atau hari)

Kalau periode penelusurannya dapat diubah dari dt menjadi Δt, maka :

I = 2

21 II +

Q = 2

21 QQ +

dS = S2 – S1

sehingga rumus (9.1) dapat diubah menjadi

221 II + +

221 QQ + = S2 – S1 (9.2)

dalam mana indeks-indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaa periode n

penelusuran, dan indeks-indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode penelusuran.

Dalam persamaan (9.2) tersebut I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit

masuk yang diukur besarnya Q1 dan S1 diketahui dari periode sebelumnya Q2 dan S2

tidak diketahui. Ini berarti diperlukan persamaan kedua. Kesulitan terbesar dalam

penelusuran banjir lewat palung sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan

kedua ini. Pada penelusuran banjir lewat waduk, persamaan tersebut lebih sederhana,

yaitu Q2 = f ( S2). Tetapi pada penelusuran lewat palung sungai besarnya tampungan

tergantung kepada debit masuk dan debit keluar. Persamaaan yang menyangkut

Page 4: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 4

hubungan S dan Q pada palung sungai hanya berlaku untuk hal-hal yang khusus, yang

bentuknya adalah sebagai berikut :

S = k { x . I + (1 – x) . Q } (9.3)

K dan x ditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing-masing

diamati pada saat yang bersamaan,sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang /

palung sungai yang ditinjau.

Faktor x merupakan faktor penimbang (weight) yang besarnya berkisar antara

0 dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama

dengan 0,3 serta tidak berdimensi.

Karena S mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan Q berdimensi debit,

maka k harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).

Dari persamaan (9.2) dapat dibuat persamaan berikut ini :

S1 = k { x I1 + (1-x) Q1 } (9.4)

S2 = k { x I2 + (1-x) Q2 } (9.5)

Dari persamaan-persamaan (9.2), (9.4) dan (9.5) didapat :

Q2= co I2 + c1 I1 + c2 Q1 (9.6)

Δt 0,5kxkΔt 0,5 kx co +−

−−= (9.7)

Δt 0,5kxkΔt 0,5 kx c1 +−

+−= (9.8)

Δt 0,5kxkΔt 0,5 kx -k c2 +−

−−= (9.9)

dan

co + c1 + c2 =1 (9.10)

Page 5: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 5

a. Penenentuan Konstanta-konstanta Penelusuran

Konstanta-konstanta penelusuran k dan x harus ditentukan secara empiris dari

pengamatan debit masuk dan debit keluar dalam waktu yang bersamaan.

Dengan demikian dapat digambarkan hydrograph I dan Q serta lengkung S

seperti berikut ini :

Gambar 9.1. Lengkung Massa I-O

Lengkung S (gambar 9.1.c) adalah merupakan lengkung massa dari

lengkung I – Q, sehingga untuk setiap saat dapat dihitung S. dari gambar 9.1.b

dan c dapat dilihat bahwa S akan maksimum bila Q sama dengan 0. besarnya

S pada saat t adalah :

St = ∑ (I – Q)t ∆ t (9.11)

Sebagai langkah lebih lanjut untuk mendapatkan x dan k, kita harus

menggambar grafik yang menyatakan hubungan antara S dengan x I + (1 –

Page 6: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 6

x)Q, yaitu dengan memasukkan berbagai harga x sedemikian rupa hingga

didapat garis yang mendekati garis lurus lihat Gambar 9.2 ).

Gambar 9.2. Kemiringan garis K

Kalau untuk mendapatkan garis lurus tersebut secara analitis (atau

kalau akan menyiapkan program computer untuk maksud tersebut), maka

sambil memberikan berbagai harga x (sebaiknya dimulai dari x = 0,20),

diperiksa pula koefisien korelasi r antara S dan x I + (1-x)Q, sampai

didapatkan r yang terbesar. Bila r terbesar mempunyai harga lebih kecil dari

0,7 berarti tidak ada korelasi antara kedua factor tersebut diatas, sehingga

tidak mungkin diketemukan hubungan garis lurus. Rumus untuk mendapatkan

koefisien korelasi r tersebut adalah sebagai berikut :

( )( ) ( )[ ] ( ) ( )[ ]2222 XXn YYn

XYXYnr∑−∑∑−∑

∑∑−∑= (9.12)

dalam mana :

X = S

Y = x I + (1 – x) Q

n = banyaknya titik untuk dihitung harga S dan x I + (1 – x)Q nya

Page 7: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 7

Dari kemiringan garis tersebut didapat harga k, yaitu

( )Q x1 Ix Stgk

−+== ϕ (9.13)

Jika dimasukkan harga x yang tidak betul akan didapat didapat suatu loop

seperti yang terlihat pada Gambar 9.2.a dan b, yaitu pada x = x1 dan x = x2.

Konstanta-konstanta k dan x yang telah didapat tersebut hanyalah

berlaku untuk bagian memanjang alur sungai yang dituinjau saja. Sekali harga

k dan x didapat untuk alur tersebut, jika diketahui hydrograph debit masuknya,

maka dapat diramalkan bentuk hydrograph keluarnya.

Page 8: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 8

Pada suatu bagian memanjang alur sebuah sungai dilakukan

pangukuran debit secara bersamaan di A untuk untuk debit masuk dan di B

untuk debit keluar (lihat gambar 9.3). Hasil pengukuran tersebut adalah

sebagai berikut :

Contoh 9.1

Waktu t

(hari)

Debit masuk

(m3/det)

Debit keluar

(m3/det)

0,00

0,25

0,50

0,75

1,00

1,25

1,50

1,75

2,00

2,25

2,50

2,75

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

4,25

4,50

4,75

5,00

5,25

22

23

35

71

103

111

109

100

86

71

59

47

39

32

28

24

22

21

20

19

19

18

22

21

21

26

34

44

55

66

75

82

85

84

80

73

64

54

44

36

30

25

22

19

Page 9: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 9

Gambar 9.3. Bagian memanjang alur sungai

Carilah konstanta-konstanta k dan x, setelah itu hitunglah hydrograph debit

keluar di B jika diketahui hydrograph debit masuk di A seperti berikut :

t Debit masuk

T Debit masuk

T Debit masuk

(hari) (m3/det) (hari) (m3/det) (hari) (m3/det)

0,00 31,0 2,00 113,0 4,00 31,0 0,25 50,0 2,25 95,0 4,25 27,0 0,50 86,0 2,50 79,0 4,50 25,0 0,75 123,0 2,75 65,0 4,75 24,0 1,00 145,0 3,00 55,0 5,00 23,0 1,25 150,0 3,25 46,0 5,25 22,0 1,50 144,0 3,50 40,0 1,75 120,0 3,75 35,0

Page 10: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 10

Tabel 9.1. Mencari S

Penyelesaian :

t I Q S = (I-Q)∆t Srata2 Sakumulatip

(hari) (m3/det) (m3/det) (m3/det. 1/4 hr) (m3/det. 1/4 hr) (m3/det. 1/4 hr)

0 22 22 0 0 0 0,25 23 21 2 1 1 0,5 35 21 14 8 9

0,75 71 26 45 29,5 38,5 1 103 34 69 57 95,5

1,25 111 44 67 68 163,5 1,5 109 55 54 60,5 224

1,75 100 66 34 44 268 2 86 75 11 22,5 290,5

2,25 71 82 -11 0 290,5 2,5 59 85 -26 -18,5 272

2,75 47 84 -37 -31,5 240,5 3 39 80 -41 -39 201,5

3,25 32 73 -41 -41 160,5 3,5 28 64 -36 -38,5 122

3,75 24 54 -30 -33 89 4 22 44 -22 -26 63

4,25 21 36 -15 -18,5 44,5 4,5 20 30 -10 -12,5 32

4,75 19 25 -6 -8 24 5 19 22 -3 -4,5 19,5

5,25 18 19 -1 -2 17,5

Setelah didapat S (dalam hal ini Sakumulatip dari table 9.1) maka dengan

memasukkan berbagai harga x, dicari hubungan S dengan x I + (1 – x)Q,

sedemekian rupa sehingga didapat hubungan garis lurus. Ini berarti kita

harus mencari koefisien korelasi terbesar diantara kedua besaran tersebut.

Hal ini dapat kita lakukan secara cepat dengan pertolongan komputer,

yang memberikan hasil x = 0,2488 dengan koefisien korelasi r = 0,97.

hubungan antara S dengan x I + (1 - x)Q dapat dilihat pada gambar 9.4.

Page 11: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 11

Gambar 9.4. Grafik hubungan S dan x I + (1 - x)Q

Dari gambar 9.4 dapat dicari k secara grafis, yang besarnya sama dengan

tangent dari sudut ϕ sebagai berikut :

hari 1,7 25

hari 1,70tgkdet

m

41

detm

3

3

=⋅

== ϕ

Dengan k = 1,7 dan x = 0,2488, maka jika diketahui hydrograph debit

masuk di A (= I), dapat diramalkan hydrograph debit banjir di B (= Q)

dengan cara sebagai berikut :

Dengan menggunakan rumus-rumus = (9.7) : co = -0,2125

= (9.8) : c1 = 0,3908

= (9.9) : c2 = 0,8217

Page 12: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 12

dengan rumus (9.6) dihitung Q2 yang dikerjakan dalam Tabel 7.2

berikut ini :

Tabel 9.2 mencari hydrograph debit keluar

t (hari) I (m3/dt) CoI2 (m3/dt)

C1I1 (m3/dt)

C2Q1 (m3/dt)

Q2 (m3/dt)

0.00 31.00 31.00 0.25 50.00 -10.63 12.11 25.50 26.99 0.50 86.00 -18.28 19.54 22.10 23.37 0.75 123.00 -26.14 33.61 19.20 26.67 1.00 145.00 -30.81 48.07 21.90 39.16 1.25 150.00 -31.88 56.67 32.20 56.99 1.50 144.00 -30.60 58.62 46.80 74.82 1.75 120.00 -25.50 56.28 61.50 92.28 2.00 113.00 -24.01 46.90 75.80 98.68 2.25 95.00 -20.19 44.16 81.10 105.07 2.50 79.00 -16.79 37.13 86.30 106.64 2.75 65.00 -13.81 30.87 87.60 104.66 3.00 55.00 -11.69 25.40 86.00 99.71 3.25 46.00 -9.78 21.49 81.90 93.62 3.50 40.00 -8.50 17.98 76.90 86.38 3.75 35.00 -7.44 15.63 70.90 79.09 4.00 31.00 -6.59 13.68 65.00 72.09 4.25 27.00 -5.74 12.11 59.30 65.68 4.50 25.00 -5.31 10.55 54.00 59.24 4.75 24.00 -5.10 9.77 48.70 53.37 5.00 23.00 -4.89 9.38 43.90 48.39 5.25 22.00 -4.68 8.99 39.70 44.01

Hydrograph- hydrograph debit masuk (I) dan debit keluar (Q) dari hasil

perhitungan yang dilakukan dalam Tabel 9.2 dapat dilihat pada Gambar

9.5.

Karena adanya tampungan (strorage) disepanjang palung sungai antara A

dan B, maka puncak banjir di B menjadi lebih kecil dari pada di A.

Page 13: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 13

Gambar 9.5. Grafik hubungan waktu dan debit inflow dan outflow

9.3. Penelusuran Banjir Lewat Waduk

Persamaan 9.2 dapat ditulis sedemikian rupa, sehingga factor-faktor yang

diketahui ditempatkan diruas kiri seperti berikut ini :

+=

−+

+ Δt2

QSΔt 2

Q SΔt 2

II 22

11

21

atau

+=

−+

+2

QΔtS

2Q

ΔtSΔt

2II 221121

jika

dan 2

Q ΔtS

111 ϕ=−

2

Q ΔtS

222 ϕ=+ maka rumus (9.2) dapat ditulis menjadi berikut :

Page 14: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 14

2121

2II

ϕϕ =++

I1 dan I2 diketahui dari hydrograph debit masuk kewaduk jika periode

penelusuran (routing period) ∆t telah ditentukan (lihat Gambar 9.6)

Gambar 9.6. Hidrograf inflow

S1 merupakan tampungan waduk pada permulaan periode penelusuran yang

diukur dari datum fasilitas pengeluaran (puncak bangunan pelimpah atau

spillway, atau sumbu terowongan outlet), yang untuk jelasnya lihat gambar 9.7

dan 9.8.

Gambar 9.7. lengkung kapasitas waduk (pelimpah) Gambar 9.8. lengkung kapasitas

waduk (terowongan)

Page 15: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 15

Q1 adalah debit keluar dari permulaan periode penelusuran. Kalau fasilitas

pengeluarannya berupa bangunan pelimpah (spillway), maka digunakan rumus

sebagai berikut :

23H B CQ = (9.15)

Dimana :

C = koefisien debit bangunan pelimpah (1,7 – 2,2 m1/2/detik)

B = panjang ambang bangunan pelimpah (m)

H = tinggi energi diatas ambang bangunan pelimpah = 2g

αvh2

+

h = tinggi air diatas ambang bangunan pelimpah (m)

α = koefisien pembagian kecepatan aliran

v = kecepatan rata-rata aliran didepan ambang banguna pelimpah (m/detik)

q = percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2

Pada umumnya kecepatan air waduk didepan ambang bangunan pelimpah

sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Oleh karenanya dapat dianggap bahwa H

= h. Dengan demikian dapat dibuat lengkung debit (rating curve) bangunan

pelimpah seperti terlihat pada Gambar 9.9.

Gambar 9.9. Rating curve bangunan pelimpah

Page 16: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 16

Kalau fasilitas pengeluarannya berupa terowongan, harus diperhitungkan

terhadap dua macam keadaan :

a. Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air sehingga

masih berupa aliran alur terbuka (open channel flow). Dalam hal ini

digunakan rumus :

Q = v . A (9.16)

Dimana :

v = kecepatan air dalam terowongan (m/detik), dapat dihitung dengan

rumus

manning

21

32 SR

n1v = (9.17)

n = angka kekasaran profil aliran

R = radius hidrolik (m) = PA

A = luas profil aliran (m2)

P = keliling basah profil aliran (m)

S = kemiringan alur terowongan

b. Pada saat seluruh panjang terowongan penampang atau profil alirannya terisi

penuh aleh air, sehingga terjadi aliran tekanan atau aliran pipa (pressure

flow atau pipe flow). Dalam hal demikian kecepatan airnya ditentukan oleh

perbedaan tinggi tekanan (head) dipermulaan dan diujung terowongan.

Perbedaan tekanan tersebut yang merupakan penjumlahan dari kehilangan-

kehilangan energi, dipengaruhi oleh bentuk inlet terowongan, kekasaran

dinding terowongan, adanya penyempitan atau pelebaran dalam terowongan,

adanya belokan-belokan dalam terowongan dan bentuk outlet terowongan.

Jadi

Page 17: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 17

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

2gvf

2gvfff

DLff

5 4 3 2 1 2gvf

2gvf

2gvf

2gv

DLf

2gvfH

2

2

obce

2

o

2

b

2

c

22

e

∑=

++++=

++++=

(9.18)

(1) = kehilangan energi saat masuk inlet (m), v adalah kecepatan air

dalam terowongan (m/detik), fe adalah koefisien kehilangan energi

yang besarnya tergantung kepada bentuk inlet

(2) = kehilangan energi akibat geseran (m), dimana

f = koefisien geseran, yang dapat dihitung dengan rumus

DARCY – WEISBACH atau THYSSE

L = panjang terowongan (m)

D = diameter terowongan (m)

(3) = kehilangan energi akibat adanya perubahan penampang didalam

terowongan (m), fc adalah koefisien kehilangan energi karena

adanya perubahan penampang

(4) kehilangan energi akibat adanya belokan (m), fb adalah koefisien

kehilangan energi akibat adanya belokan, yang besarnya

dipengaruhi oleh sudut belokan dan jari-jari belokan

(5) kehilangan energi pada saat keluar dari outlet (m), fo adalah

koefisien kehilangan energi yang besarnya tergantung pada bentuk

outlet.

Page 18: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 18

Gamabr 9.10 kehilangan energi pada gorong-gorong

Dari persamaan 9.18 didapat

=f

H g 2v (9.19)

dan dengan persamaan 9.16 menjadi :

=f

H g 2A Q (9.20)

Dari persamaan 9.16, 9.17 dan 9.20 akan dapat dibuat lengkung debit

sebagai yang tertera pada Gambar 9.11.

Gambar 9.11. Lengkung debit

Page 19: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 19

Kurang lebih pada suatu elevasi muka air setinggi kurang lebih 1,5 kali

diameter terowongan diatas sumbu terowongan dihulu inlet terjadi peralihan

dari aliran alur bebas menjadi aliran tekanan. Karena peralihan tersebut tidak

dapat ditentukan pada ketinggian yang tepat, maka pada Gambar 9.11

digambarkan sebagai garis putus-putus.

Persamaan 9.14 diatas dikembangkan oleh L.G. PULS dari U.S.Army Corp

of Engineers.

Dengan dapat dihitungnya ruas kiri persamaan 9.14, maka ϕ2 dapat dihitung,

yang dengan demikian S2 dan Q2 dapat dihitung juga, karena pada dasarnya

S2 dan Q2 merupakan fungsi H, seperti halnya S1 dan Q1. Oleh karena itu

sebelum perhitungan penelusuran banjir dimulai haruslah dianalisa terlebih

dahulu hubungan S1 , Q1 , S2 dan Q2 dengan H, seperti terlihat pada Gambar

9.12.

Gambar 9.12. Grafik hubungan antara H dan S

Page 20: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 20

Fasilitas pelepasan bendungan Lahor (salah satu bendungan dalam sistem

Kali Brantas) berupa bangunan pelimpah tidak berpintu dan tidak berpilar,

dengan puncak ambang yang berelevasi El.272,70 m dan panjang ambang

32 m. Koefisien debit diambil konstan C = 2 m1/2/detik. Pada saat permulaan

terjadi banjir (t = 0) elevasi air waduk setinggi ambang bangunan pelimpah.

Besarnya tampungan (storage) diatas ambang bangunan pelimpah pada

elevasi-elevasi tertentu adalah seperti tercantum pada kolom 3 tabel 9.3.

Sedangkan hydrograph debit masuk kedalam waduk seperti tercantum pada

kolom 2 Tabel 9.4. Tentukan

elevasi waduk maksimum dan

debit keluar keluar maksimum,

jika periode penelusurannya ∆t

= 0,5 jam dan aliran keluar

pada t = 0 jam dianggap 6

m3/detik.

Contoh 9.2

Tabel 9.3. Hubungan elevasi – tampungan – debit (H – S – Q)

Penyelesaian

23

23 H 64H B CQ == ∆t = 0,5 jam = 1800 detik

Tabel 9.4 penelusuran banjir lewat waduk dengan bangunan pelimpah ∆t =

0,5 jam

Gambar 9.13. Pelimpah

Page 21: MODUL 9 Penelusuran Banjir

Umboro Lasminto IX - 21

Dari perhitungan diatas didapat elvasi waduk maksimum tercapai pada El.

272,70 + 1,94 = El. 274,64 m. Sedang debit terbesar yang melimpah lewat

bangunan pelimpah adalah 172 m3/detik. Ini adalah lebih kecil dari pada

debit puncak 441 m3/detik yang masuk kedalam waduk. Dengan telah

diselesaikannya perhitungan diatas dapat dibuat hydrograph debit masuk dan

debit keluar, seperti terlihat pada Gambar 9.14

Gambar 9.14. Hidrograf debit masuk dan keluar.