modif rumah transmigrasi rtjk-36

17
  44 MODIFIKASI RUMAH TRANSMIGRASI TIPE RTJK-36 MENUJU STANDAR YANG EFISIEN DAN APLIKATIF Oleh WS Witarso 1  dan Ratna Dewi Andriati 2  Abstrak Sebagai respon terhadap terbitnya Inpres No 2 Tahun 2007, Kementerian Pekerjaan Umum memprogramkan rehabilitasi dan penataan infrastruktur di kawasan PLG. Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja melalui RPJM nya hingga tahun 2014 mentargetkan akan membangun perumahan transmigrasi sebanyak 36.000 unit baru dan 8.000 unit rehabilitasi. Untuk mengantisipasi kebutuhan bahan bangunan guna memenuhi target RPJM tersebut, sekaligus sebagai aplikasi teknologi hasil litbang Kementerian PU, maka di tahun 2008 dan 2009 Puslitbang Permukiman Departemen PU bekerjasama dengan Puslitbang Ketransmigrasi an Depnakertrans telah melakukan penelitian bersama dengan tujuan untuk mendapatkan bahan bangunan alternatif pengganti kayu untuk menunjang program perumahan transmigrasi. Bahan alternatif pengganti kayu ini dirasa cukup mendesak, mengingat pembangunan rumah transmigrasi berdasarkan disain standar konvensional saat ini masih didominasi oleh bahan kayu gergajian (balok, papan), sehingga untuk menyelesaikan target RPJM tersebut akan mengkonsumsi kayu gergajian sangat banyak. Sementara di lapangan menunjukkan kondisi paradoksal, saat ini sangat sulit memperoleh kayu gergajian akibat ilegal logging dan sangat ketatnya pengawasan mobilisasi kayu gergajian.  Memadukan antara potensi kayu Gelam ( Melaleuca cajuputi ) di Kabupaten Kapuas (sebarannya mencapai 63.800 Ha) dengan hasil litbang Puslitbang Permukiman tentang bahan bangunan alternatif, maka riset bersama tersebut menghasilkan 4 teknologi alternatif untuk komponen perumahan transmigrasi di lahan gambut, yaitu sistem komponen pondasi, sistem komponen lantai, sistem komponen dinding dan sistem komponen rangka atap. Semuanya berbahan baku kayu Gelam. Tulisan ini akan membahas empat sistem komponen tersebut, sekaligus sebagai masukan untuk merevisi desain “standar” konvensional yang telah ada saat ini agar lebih efisien dalam penggunaan kayu dan aplikatif di kawasan transmigrasi, khususnya di kawasan PLG Kalimantan Tengah. Dengan mempertimbangkan keunggulan teknologi inovasi hasil litbang dan ketersediaan bahan baku lokal, serta target pembangunan perumahan, diharapkan disain modifikasi ini dapat diusulkan menjadi standar yang aplikatif dan efisien untuk pembangunan perumahan transmigrasi. Aplikatif karena teknologinya handal, mudah dilaksanakan dan ada sifat keterimaan oleh masyarakat di lapangan, dan efisien karena menghemat penggunaan kayu gergajian hingga 80% dibanding disain standar konvensional. Pengurangan penggunaan kayu gergajian yang cukup signifikan ini juga memberi dampak posistf dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Kata kunci: desain standar, disain modifikasi, kayu Gelam, komponen pondasi, komponen lantai, komponen dinding, perumahan transmigrasi 1  Peneliti Madya bidang Bahan Bangunan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum 2  Kepala Bidang Pembangunan Kawasan Transmigrasi, pada Puslitbang Ketransmigrasian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Upload: maranatha-yohanes-sinaga

Post on 22-Jul-2015

371 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

MODIFIKASI RUMAH TRANSMIGRASI TIPE RTJK-36 MENUJU STANDAR YANG EFISIEN DAN APLIKATIFWS Witarso1 dan Ratna Dewi Andriati2Abstrak Sebagai respon terhadap terbitnya Inpres No 2 Tahun 2007, Kementerian Pekerjaan Umum memprogramkan rehabilitasi dan penataan infrastruktur di kawasan PLG. Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja melalui RPJM nya hingga tahun 2014 mentargetkan akan membangun perumahan transmigrasi sebanyak 36.000 unit baru dan 8.000 unit rehabilitasi. Untuk mengantisipasi kebutuhan bahan bangunan guna memenuhi target RPJM tersebut, sekaligus sebagai aplikasi teknologi hasil litbang Kementerian PU, maka di tahun 2008 dan 2009 Puslitbang Permukiman Departemen PU bekerjasama dengan Puslitbang Ketransmigrasian Depnakertrans telah melakukan penelitian bersama dengan tujuan untuk mendapatkan bahan bangunan alternatif pengganti kayu untuk menunjang program perumahan transmigrasi. Bahan alternatif pengganti kayu ini dirasa cukup mendesak, mengingat pembangunan rumah transmigrasi berdasarkan disain standar konvensional saat ini masih didominasi oleh bahan kayu gergajian (balok, papan), sehingga untuk menyelesaikan target RPJM tersebut akan mengkonsumsi kayu gergajian sangat banyak. Sementara di lapangan menunjukkan kondisi paradoksal, saat ini sangat sulit memperoleh kayu gergajian akibat ilegal logging dan sangat ketatnya pengawasan mobilisasi kayu gergajian. Memadukan antara potensi kayu Gelam (Melaleuca cajuputi) di Kabupaten Kapuas (sebarannya mencapai 63.800 Ha) dengan hasil litbang Puslitbang Permukiman tentang bahan bangunan alternatif, maka riset bersama tersebut menghasilkan 4 teknologi alternatif untuk komponen perumahan transmigrasi di lahan gambut, yaitu sistem komponen pondasi, sistem komponen lantai, sistem komponen dinding dan sistem komponen rangka atap. Semuanya berbahan baku kayu Gelam. Tulisan ini akan membahas empat sistem komponen tersebut, sekaligus sebagai masukan untuk merevisi desain standar konvensional yang telah ada saat ini agar lebih efisien dalam penggunaan kayu dan aplikatif di kawasan transmigrasi, khususnya di kawasan PLG Kalimantan Tengah. Dengan mempertimbangkan keunggulan teknologi inovasi hasil litbang dan ketersediaan bahan baku lokal, serta target pembangunan perumahan, diharapkan disain modifikasi ini dapat diusulkan menjadi standar yang aplikatif dan efisien untuk pembangunan perumahan transmigrasi. Aplikatif karena teknologinya handal, mudah dilaksanakan dan ada sifat keterimaan oleh masyarakat di lapangan, dan efisien karena menghemat penggunaan kayu gergajian hingga 80% dibanding disain standar konvensional. Pengurangan penggunaan kayu gergajian yang cukup signifikan ini juga memberi dampak posistf dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Kata kunci: desain standar, disain modifikasi, kayu Gelam, komponen pondasi, komponen lantai, komponen dinding, perumahan transmigrasi1

Oleh

Peneliti Madya bidang Bahan Bangunan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum 2 Kepala Bidang Pembangunan Kawasan Transmigrasi, pada Puslitbang Ketransmigrasian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

44

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut RPJM Kementerian Nakertrans, target pembangunan perumahan transmigrasi di Indonesia sampai tahun 2014 diproyeksikan mencapai 54.000 unit, di mana 8.000 unit diantaranya adalah rehabilitasi dan yang 36.000 unit merupakan pembangunan rumah-rumah baru. Hingga saat ini, rehabilitasi maupun pembangunan baru perumahan transmigrasi masih mengacu pada desain konvensional, atau pada waktu itu dianggap sebagai disain standar, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,yang diperbaharui pada tahun 2007, terdiri dari tipe Rumah Panggung (RP), maupun Rumah Non Panggung (RNP). Mencermati spesifikasi teknis rumah-rumah standar tersebut menunjukkan bahwa bahan bangunan yang digunakan masih didominasi oleh bahan kayu gergajian, baik untuk struktur pondasi (RP), maupun untuk struktur atas (RP & RNP) seperti lantai, rangka dinding, dinding, dan rangka atap. Dengan demikian konsumsi kayu gergajian menjadi sangat besar dibanding dengan bahan-bahan lainnya. Sebagai contoh, dari spesifikasi teknik tipe Rumah Transmigrasi Jamban Keluarga (RTJK) RP-36, untuk 1 unit diperlukan kayu gergajian sekitar 7,80 M3 dengan berbagai ukuran. Bila asumsi kebutuhan materials untuk rehabilitasi ditaksir 30%nya, maka untuk merehabilitasi 1 unit RTJK RP36 diperlukan kayu gergajian sekitar 2,60 M3 berbagai ukuran. Dengan kata lain, untuk merehabilitasi 8.000 unit rumah sesuai dengan RPJM akan diperlukan kayu gergajian tidak kurang dari 20.000 M3 berbagai ukuran. Sedangkan bila untuk membangun baru tipe yang sama sebanyak 36.000 unit akan membutuhkan kayu gergajian tidak kurang dari 280.000M3. Di lain sisi, saat ini kita dihadapkan pada permasalahan ketersediaan kayu gergajian di lapangan. kebutuhan kayu sebanyak itu amat sulit untuk dapat dipenuhi, karena kenyataan di lapangan untuk mendapatkan kayu gergajian sudah teramat sulit. Lebih-lebih setelah adanya pengketatan penebangan kayu HTA dan penggergajian kayu, serta dengan diberlakukannya ketentuan SKAU (Surat Keterangan Asal Usul) kayu, maka memperoleh (membeli) dan memobilisasi kayu gergajian semakin sulit. Oleh sebab itu, perlu dicarikan bahan alternatif pengganti kayu gergajian tersebut, namun tetap berbasis pada potensi setempat (lokal), sehingga tujuan rehabilitasi dan pembangunan baru perumahan transmigrasi seperti yang diamanatkan dalam RPJM tetap dapat diwujudkan tanpa terkendala oleh ketersediaan bahan bangunan. Pada tahun 2008 dan 2009, Puslitbang Permukiman Kementerian PU telah melakukan riset bersama dengan Puslitbang Ketransmigrasian Kementerian Nakertrans, dan telah menghasilkan beberapa jenis bahan bangunan alternatif berbasis potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk rehabilitasi maupun untuk pembangunan baru perumahan transmigrasi. Studi kasus dilaksanakan di kawasan PLG Kalimantan Tengah, khususnya Kabupaten Kapuas, dengan lokasi perumahan transmigrasi yang masuk dalam wilayah KTM (Kawasan Terpadu Mandiri), yaitu Desa Dadahup dan Lamunti. 45

Bahan bangunan alternatif yang dihasilkan diarahkan untuk 4 jenis sistem komponen, yaitu sistem komponen pondasi, sistem komponen lantai panggung, sistem komponen dinding dan sistem komponen rangka atap. Bahan baku 4 sistem komponen tersebut seluruhnya mengandalkan pada potensi lokal, yaitu kayu Gelam (Melaleuca kajuputi), karena jenis kayu ini sangat berlimpah di seputar Kabupaten Kapuas, potensinya mencapai sekitar 63.800 Ha. Bila 4 sistem komponen tersebut diterapkan dalam pembangunan perumahan transmigrasi, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa spesifikasi teknik rumah standar transmigrasi perlu disesuaikan atau dimodifikasi, khususnya untuk tipe RTJK-36 yang berada di kawasan Kalimantan Tengah. Tulisan ini merupakan salah satu output dari riset bersama tersebut, khususnya mengenai modifikasi spesifikasi teknis RTJK-36 tipe RP dengan mengaplikasikan bahan bangunan alternatif hasil litbang yang berbasis kayu Gelam. Modifikasi yang dilakukan meliputi: a. Pondasi, dengan batang Gelam utuh diameter 15cm, diperkuat dengan balok sepatu dan sunduk; b. Lantai, dengan bilah batang Gelam berplester; c. Penutup dinding, dengan 2 macam pilihan, yaitu: bilah Gelam berplester atau papan serat kayu semen (cement bonded board, yang dibuat dari limbah chip kayu Gelam); d. Kuda-kuda, dengan batang gelam utuh diameter 5-7 cm, sambungan murbaut. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang harus dijawab oleh riset bersama ini adalah, bahwa kayu gergajian dari hutan tanaman alam (HTA) di Kalsel dan Kalteng semakin sulit diperoleh, sehingga bila pembangunan perumahan transmigrasi di kawasan PLG masih menggunakan standar dan spesifikasi teknis lama yang didominasi penggunaan bahan kayu gergajian, maka besar kemungkinan target rehabilitasi dan pembangunan perumahan transmigrasi di kawasan PLG akan mengalami hambatan; Sementara itu,Puslitbang Permukiman Kementerian PU telah memiliki teknologi bahan bangunan alternatif berbasis potensi lokal, seperti misalnya cemen bonded board (berbasis kayu) untuk dinding, busaron (berbasis bambu) untuk dinding dan lantai. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman litbang dan merujuk pada potensi kayu lokal yang ada di Kalimantan Tengah, diharapkan riset bersama ini dapat menghasilkan teknologi alternatif yang dapat memberikan solusi terhadap kesulitan bahan bangunan untuk pembangunan perumahan transmigrasi, khususnya di kawasan Kalimantan. 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan litbang ini adalah mengembangkan bahan bangunan alternatif pengganti kayu untuk pembangunan perumahan transmigrasi di lahan gambut di kawasan PLG, yang berbasis potensi lokal. 46

1.4 Sasaran Fisik Beberapa jenis bahan bangunan alternatif berbasis kayu Gelam yang dapat digunakan untuk sistem konstruksi rumah transmigrasi di lahan gambut kawasan PLG Kalimantan Tengah.

1.5

Sasaran Outcome Dapat dikembangkannya bahan bangunan alternatif pengganti kayu, sekaligus dapat meminimalkan penggunaan kayu gergajian dalam pembangunan rumah transmigrasi di lahan gambut di kawasan PLG; Dapat meningkatkan mutu pembangunan dan umur layan rumah transmigrasi di lahan gambut di kawasan PLG; METODOLOGI

II

Metodologi yang digunakan untuk melakukan secara utuh dalam kegiatan riset bersama ini diawali dengan evaluasi komparatif terhadap berbagai jenis bahan bangunan alternatif pengganti kayu berdasarkan studi-studi terdahulu. Dari jenis yang terseleksi/terpilih kemudian diadakan pendalaman dengan metode deskriptif, komparatif, analitik, eksperimental, dan alih teknologi, yang dapat diuraikan sbb: Deskriptif, berupa pendataan potensi sumber bahan baku yang akan digunakan sebagai bahan bangunan alternatif untuk jenis terseleksi/terpilih. Selain itu dilakukan identifikasi jenis dan karakteristik bahan bangunan alternatif pengganti kayu yang telah diaplikasikan di perumahan transmigrasi, sekaligus identifikasi tipikal kerusakan rumah transmigrasi di lahan gambut. Komparatif, dengan mengevaluasi komposisi campuran, bahan baku dan karakteristik dari beberapa produk alternatif untuk sistem komponen yang memungkinkan diaplikasikan untuk perumahan transmigrasi di PLG. Selain itu juga membuat perbandingan kebutuhan bahan kayu untuk tipe RTJK standar (konvensional) dengan RTJK modifikasi. Eksperimental, dengan melakukan uji laboratorium terhadap bahan baku, rancangan campuran, kuat tekan dan kuat lentur, serta pembuatan contoh uji komponen skala penuh. Analisis,dilakukan terhadap hasil uji laboratorium, maupun analisis secara teoritis terhadap sistem komponen alternatif. Juga analisis harga terhadap RTJK konvensional dan RTJK modifikasi. III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Potensi Bahan Baku Bahan baku yang cukup potensial sebagai bahan bangunan alternatif di kawasan PLG adalah kayu Gelam (Melaleuca kajuputi). Kayu ini tumbuh liar sebagai hutan rakyat hampir menyebar di seluruh Kabupaten Kapuas, luas sebarannya mencapai sekitar 47

63.800 Ha (Bappeda kab. Kapuas,2008). Salah satu titik hutan rakyat yang berada di Desa Lamunti lama seluas sekitar 600 Ha. Di hutan rakyat ini kepadatan tanaman ratarata 4900 batang/Ha, 50% batangnya berdiameter 10-15cm. Diameter 10-15cm inilah yang layak untuk ditebang karena bisa digergaji menjadi balok-balok ukuran 5/10 atau 10/10. Dengan demikian di hutan rakyat desa Lamunti lama ini saja dalam sekali panen dapat dihasilkan kayu Gelam gelondong sebanyak 4.900x600x50% = 1.470.000 batang, atau setara dengan 2.400M3. Suatu jumlah yang sangat menjanjikan untuk mencukupi kebutuhn kayu dalam pembangunan perumahan transmigrasi di wilayah PLG. Lebih-lebih lagi desa lamunti lama ini relatif dekat dengan kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) transmigrasi, sehingga masalah transportasi dapat diminimalkan. Pola tebang pilih (hanya yang berdiameter 10-15cm saja) sebenarnya merupakan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat setempat yang secara langsung dapat menjaga keseimbangan lingkungan, yang perlu dipertahankan dan sekaligus sebagai counter terhadap ilegal logging.

Gambar 1 Hutan Gelam dan Ketersediaan Stok di Pedagang Pengumpul 3.2 Sistem Komponen Dengan mengandalkan bahan baku lokal berupa kayu Gelam tersebut, ada 4 jenis sistem komponen pada konstruksi rumah transmigrasi konvensional yang dapat dimodifikasi, yaitu: 3.2.1 Sistem Komponen Pondasi Pada konstruksi konvensional, pondasi dibuat dari balok kayu gergajian ukuran 10/10 ditancapkan kedalam tanah (biasanya tergenang air) dengan kedalaman 1-1,5M, dilengkapi dengan balok pengunci yang disebut kacapuri dan laci-laci. Pada konstruksi modifikasi, pondasi dari kayu Gelam utuh diameter 15-20cm tinggi 100 cm, bagian bawahnya diperkuat dengan balok pengunci laci-laci 5/10 dan di bawahnya dipasang 4 batang cerucuk Gelam diameter 5-7 cm sedalam 2M.

48

Gambar 2 Pondasi Batang Kayu Gelam dan Cara Pemasangannya 3.2.2 Sistem Komponen Lantai Panggung Pada konstruksi konvensional, struktur utama lantai panggung adalah balok induk 10/10 dan balok anak 5/10, kemudian ditutup dengan papan kayu 3/20. Pada konstruksi modifikasi struktur utama balok induk dan balok anak sama dengan konvensional, hanya penutupnya menggunakan lantai yuster yaitu bilah kayu (Gelam) dilapis plester.

Gambar 3 Lantai YUSTER 3.2.3 Sistem Komponen Dinding Pada konstruksi konvensional, rangka dinding menggunakan balok gergajian ukuran 5/10, kemudian ditutup dengan papan 2/20 yang dipasang susun sirih. Cara ini untuk dinding luar maupun dinding dalam. Sedangkan kalau konstruksi modifikasi, struktur rangka dinding sama dengan cara konvensional, hanya penutupnya bukannya kayu papan, tetapi yuster atau cement bonded board. Yuster adalah bilah kayu (Gelam) diplester, sedang Cement bonded board adalah lembaran papan serat kayu semen yang dibuat dari chip limbah gergajian kayau Gelam.

49

Gambar 4 Dinding YUSTER

Gambar 5 Cement Bonded Board

3.2.4 Sistem Komponen Kuda-kuda Pada konstruksi konvensional, kuda-kuda menggunakan balok gergajian ukuran 5/10, sambungannya sistem paku. Sedangkan pada konstruksi modifikasi seluruh elemen kuda-kuda menggunakan kayu Gelam utuh diameter 6-7cm. Sambungan sistem klem dan mur-baut, tidak dipaku.

Gambar 6 Kuda-kuda dari Batang Gelam Sambungan Sistem Klam dan Mur Baut 3.3 Uji Laboratorium 3.3.1 Pengawetan Bilah Galam Mengingat kayu Gelam termasuk klas awet III, maka perlu diawetkan terlebih dahulu. Pengawetan dilakukan dengan sitem rendam, menggunakan bahan pengawet asam boriks dan boraks dengan kepekatan 40% asam boriks dan 60% boraks. Dua jenis bahan pengawet tersebut dipilih karena merupakan pestisida yang direkomendasikan untuk pengawet kayu oleh Komisi Pestisida Indonesia, seperti yang tercantum dalam Buku Daftar Pestisida Pertanian dan Kehutanan terbitan tahun 2008. Benda uji bilahbilah galam (6 batang) pada kondisi kadar air rata-rata sekitar 30% direndam dalam larutan (95% air bersih dicampur 5% larutan pengawet), selama 7 hari. Hasil pengawetan menunjukkan hasil retensi seperti disajikan dalam Tabel 1. Dibandingkan dengan persyaratan retensi pada SNI 03-5010.1-1999 yang nmenetapkan bahwa kayu untuk konstruksi di bawah atap retensi minimal harus 6,0 50

Kg/M3 dan di luar atap minimal 8,60 Kg/M3.maka hasil uji tersebut termasuk kategori baik (memenuhi syarat) untuk konstruksi di bawah atap. Tabel 1 Hasil Pengujian Pengawetan Kayu GelamBerat Contoh (gr) No Awal 1 2 3 4 5 6 3.845 3,113 4.395 4.111 5.694 2.327 Akhir 4.280 3,595 4.832 4.452 6.160 3.292 Gr/ cm 8660 9488 8584 6760 9100 79803

Retensi Kg/m 8,660 9,488 8,584 6,760 9,100 7,980 8,4293

Rata-rata

3.3.2

Kuat Pukul (Impact) dan Kuat Lentur

Untuk menguji kuat lentur dan kuat pukul dibuat benda uji panel komposit yuster berukuran 50 cm x 90 cm, tebal 5cm dari bilah galam 6cm, dengan plesteran komposisi 1PC : 4PS, diuji setelah umur 28 hari. Hasil pengujian seperti disajikan dalam Tabel 2 di bawah iniP-1 = 1.600 Kg

P

P-2 = 1.700 Kg P-3 = 1.600 Kg

80 90

Lt1 = 3PL Kg/cm 2bh2

=3. 1600.80 = 153,6

2. 50. 25

IV V BENDA UJI VI VII 50CM X 90CM tebal 5cm VIII

50

Lt2 = 3PL = 3. 1700.80 = 163,2 2 Kg/cm 2bh2 2.50. 25

Gambar 7 Benda uji untuk Uji Lentur YUSTER 51

Tabel 2 Hasil Pengujian Kuat Lentur Lantai YUSTERNo 1 2 3 RATA2 L 90 90 90 90 Ukuran ( cm ) b 50 50 50 50 h 5 5 5 5 Berat (kg) Beban Lent (kg) 1600 1700 1600 Kuat Lent 2 (kg/cm ) 153,6 163,2 153,6 156,8

Berdasarkan SNI tentang pembebanan (Peraturan Muatan Indonesia) disyaratkan untuk rumah tinggal kuat lentur lantai minimal adalah yaitu 56,25 Kg/cm2;, dengan demikian kuat lentur lantai YUSTER memenuhi syarat. Sedangkan terhadap uji ketahanan pukul (impact) diperoleh data bahwa dari 3 kali pengujian tidak ada yang mengalami kerusakan (retak), berarti memenuhi syarat. 3.2 Spesifikasi Teknik Perbedaan spesifikasi teknik RTJK-36 antara tipe konvensional dengan tipe modifikasi seperti diuraikan dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Spesifikasi Teknik RTJK-36No Sistem Komponen Model Konvensional Sistem tongkat (tiang) ditancapkan kedalam tanah/air sedalam 2M. Dari kayu gergajian 10/10 dan 5/10 klas kuat I Kayu tidak diawetkan Model Modifikasi Sistem tiang, tidak ditancapkan, berdiri diatas permukaan tanah didukung oleh cerucuk dan laci-laci; Bahan dari gelondong kayu Gelam dia 15cm dan balok Gelam 5/10; Kayu diawetkan dengan pulasan lax acrylic (cat kapal) Sistem rangka balok induk dan balok anak dari kayu gergajian kayu Gelam ukuran 10/10 dan 5/10 Penutup lantai menggunakan YUSTER yaitu bilah kayu Gelam dilapis plester Tampilan seperti lantai beton, dan dapt dilapis dengan keramik; Kayu diawetkan dengan sistem rendaman Rangka dinding terdiri balok utama vertikal

1

PONDASI

2

LANTAI PANGGUNG

Sistem rangka balok induk dan balok anak dari kayu gergajian klas kuat II ukuran 10/10 dan 5/10; Penutup lantai dari papan kayu klas II ukuran 2,5/20 Kayu tidak diawetkan

Rangka dinding terdiri balok utama vertikal

52

No 3

Sistem Komponen DINDING

Model Konvensional dengan jarak 135cm, tanpa balok pembagi. Bahan dari kayu gergajian klas kuat II ukuran 10/10 dan 5/10; Penutup dinding dari papan kayu ukuran 2,5/20 dipasang susun sirih

Model Modifikasi dengan jarak 120cm, dan balok pembagi horisontal; Bahan dari kayu gergajian kayu Gelam 10/10, 5/10 dan 5/7 Penutup dinding dari: a) Dinding YUSTER; b) Dinding papan serat kayu semen (cement bonded board) Penampilan seperti dinding tembok Kayu diawetkan dengan sistem rendaman Semua elemen kuda-kuda dari kayu Gelam utuh ukuran 5-7cm; Sambungan dengan sistem klem dan mur-baut

Balok tarik, tiang, ikatan angin dan gapit dari kayu klas kuat II ukuran 5/10 Sistem sambungan dengan paku atau takik.

4

KUDA_KUDA

3.3 Gambar Teknik Gambar teknik RTJK-36 antara model konvensional dengan model modifikasi seperti pada Gambar 7 dan 8 di halaman berikut

53

Gambar 7 Denah dan Tampak Depan RTJK-36 Standar Konvensional

54

BSENG GELOMBANG150 1 .50

1 .5 0

DAPUR 0 .0 0 K M /W C -0 . 0 5 S e p t ik ta n k

CEMENT BONDED BOARD

AR .K E LU A R G A 0 .0 0 LA N T A I C E M E N T B O N D E D B O A R D

LANTAI C EM ENT BON DED BOARD

2 .7 0

A

K . T ID U R 0 .0 0

TAM PAK DEPANSKA LA 1 : 50

R .T A M U 0 .0 0

LAN TA I CE M EN T B O NDED BO ARD

2 .7 0

K . T ID U R 0 .0 0

TERAS - 0.03 L A N T A I B IL A H G A L A M D I P L E S T E R

B3 .0 0

CEM EN T BO ND ED BO ARD

3 .0 0

D E N A HSKALA 1 : 50

TAM PAK BELAKANGSKALA 1 : 50D IG A M B A R TANG GAL JULI 2008

P U S A T P E N E L IT IA N D A N P E N G E M B A N G A N P E R M U K IM A N

B A D A N L IT B A N G D E P . P U D E P A R TE M E N P E K E R JA A N U M U M J l. P a n y a u n g a n , C ile u n y i w e ta n , K a b . B A N D U N G

P E N G E M B A N G A N T E K N O L O G I P E R M U K IM A N DI LA HA N G A M BUT T .A 2 0 0 8

R U M A H T R A N S M IG R A N T Y P E P A N G G U N G R T J K -3 6

DENAH TAM PAK

D IP E R IK S A JULI 2008

01

D IS E T U J U I

SEPT 2008

Gambar 8 Denah dan Tampak Depan RTJK-36 Disain Modifikasi 55

Berdasarkan spesifikasi pada Tabel 3 dan Gambar 7 dan 8 tersebut di atas, maka konsumsi kayu gergajian (kayu HTA) antara model konvensional dengan model modifikasi perbedaannya cukup signifikan. Model konvensional memerlukan kayu gergajian sebanyak 8,942 M3, sedang model modifikasi hanya memerlukan kayu gergajian sebanyak 0,703 M3, namun memerlukan tambahan kayu Gelam sebanyak 5,42 M3. Rinciannya seperti pada tabel 4 dibawah ini. Tabel 4 Perbedaan Konsumsi Kayu Gergajian (Kayu HTA) untuk RTJK-36Komponen Pondasi Lantai Dinding Atap Jamban+dll Model Konvensional Gergajian hta Gelam 3 3 (m ) (m ) 0,827 0 2,102 0 4,35 0 0,811 0 8,942 0 Model Modifikasi Gergajian Gelam 3 3 Hta (m ) (m ) 0,02 1,22 0 0,97 0,432 1,95 0,12 0,713 0,703 5,42

Mencermati tabel di atas, berarti dengan model modifikasi ini akan menghemat penggunaan kayu gergajian HTA hingga 90%. Kalau penggunaan kayu gergajian HTA ditambah dengan kayu Gelam, akan dihemat sekitar 32%

Gambar 9 Rumah Transmigrasi model konvensional dan model modifikasi 3.4 Sosialisasi dan Sifat Keterimaan Transmigran dan masyarakat sekitar di lokasi penelitian hampir semua telah biasa menggunakan kayu gelam untuk membangun kandang ternak (ayam), dan membangun jalan desa, tapi bukan untuk membangun rumah tinggal. Mengingat bahan bangunan alternatif untuk empat sistem komponen tersebut dianggap sesuatu hal baru bagi masyarakat transmigrasi dan sekitarnya, maka perlu dilakukan kajian sifat keterimaan (acceptance) yang dilaksanakan bersamaan dengan sosialisasi dalam bentuk alih teknologi (pelatihan singkat) kepada transmigran dan masyarakat sekitar 56

yang berprofesi sebagai tukang bangunan dengan maksud untuk menjajagi sifat keterimaan teknologi alternatif ini. Mereka umumnya tidak keberatan menggunakan kayu gelam kalau didukung dengan teknologi pengawetan, mengingat kayu gelam mudah diperoleh dibanding kayu HTA lainnya. Semua responden dapat menerima teknologi alternatif ini, dan para tukang bangunanpun tidak merasa kesulitan mengadopsi teknologi ini.

Gambar 10 Sosialisasi, Kajian Sifat Keterimaan dan Alih Teknologi Melalui Pelatihan Singkat dan Wawancara

IV 1.1 1

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pembangunan perumahan transmigrasi dalam skala besar tidak dapat lagi mengandalkan bahan bangunan kayu gergajian, seperti halnya mengikuti disain standar konvensional yang selama ini dijalankan; Hasil litbang bersama antara Puslitbang Permukiman Kementerian PU dengan Puslitbang Ketransmigrasian Kementerian Nakertrans tahun 2008 dan 2009 menghasilkan bahan bangunan alternatif berbasis potensi lokal yaitu dari kayu Gelam yang banyak terdapat di sekitar PLG Kalimantan Tengah. Bahan bangunan alternatif tersebut berupa sistem komponen pondasi, komponen lantai, komponen dinding dan komponen atap untuk perumahan transmigrasi; 57

2

3

4

Sistem-sistem komponen tersebut telah diuji keandalannya melalui uji laboratorium, sosialisasi dan uji keterimaan oleh masyarakat transmigran dan stakeholder, sehingga sistem tersebut diharapkan bisa merevisi disain standar konvensional yang ada menjadi disain modifikasi; Keuntungan disain modifikasi ini adalah: Balok-balok kayu konstruksi rumah transmigrasi dari klas kuat I dan II bisa digantikan dengan balok-balok dari kayu Gelam, namun harus dilakukan treatment terlebih dahulu, dengan pengawetan dan pengeringan yang benar; Dengan dilakukannya pengawetan terhadap kayu-kayu konstruksi tersebut, maka umur layan bangunan rumah menjadi lebih lama, kualitas bangunan rumah meningkat; Papan-papan kayu penutup dinding dan lantai dapat digantikan dengan bilah kayu Gelam dilapis plester (YUSTER) atau papan serat kayu semen (cement bonded board) yang berbahan baku limbah gergajian kayu Gelam; Oleh karena itu dengan optimalisasi penggunaan kayu gelam (balok, gelondong, maupun limbah gergajian) bisa menekan penggunaan kayu gergajian HTA hingga 90%, atau secara keseluruhan (ditambahkan kayu Gelam) penggunaan kayu dapat dihemat sekitar 32% ; Dengan meminimalkan penggunaan kayu gergajian dari HTA, berarti turut serta menjaga kelestarian hutan Saran Mengingat pembangunan rumah transmigrasi dengan bahan bangunan dan teknologi alternatif hasil litbang ini dapat menghemat kayu gergajian HTA yang cukup signifikan bila dibanding membangun dengan model konvensional, maka disarankan untuk memenuhi target RPJM pembangunan perumahan transmigrasi khususnya di kawasan PLG, dapat mengaplikasikan teknologi modifikasi ini, sekaligus sebagai upaya menjaga kelestarian hutan alam. Teknologi modifikasi tersebut disarankan disusun sebagai Pedoman Teknis, untuk merevisi model konvensional yang ada saat ini. Bahkan dikemudian hari dapat diangkat sebagai SNI Rumah Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK-36). Bila SNI tersebut dapat diaplikasikan untuk perumahan transmigrasi di kawasan PLG Kalimantan Tengah, maka SNI tersebut akan memenuhi kategori efisien dan aplikatif. Efisien, karena dapat menghemat biaya dengan berkurangnya penggunaan kayu gergajian. Aplikatif, karena teknologinya dapat diterima dan diaplikasikan oleh masyarakat setempat serta berbasis pada ketersediaan bahan baku potensi lokal.

1.2 1

2

3

58

V 1 2 3 4 5 6 7 8

DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 03-3233-1998. Tata cara Pengawetan Kayu Untuk Rumah dan Gedung _______. 1999. SNI 03-5010.1-1999. Tata Cara Pengawetan Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung _______. 2002. SNI 03- 6861.1-2002, Spesifikasi Bahan Bangunan Bukan Logam, Lembaran Serat Bersemen _______. 2002. SNI 03-2405-2002. Tata cara Penanggulangan Rayap Pada Rumah dan Gedung Depertemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2007. Gambar Kerja Rumah Transmigrasi Panggung Type 36 Depertemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2007. Spesifikasi Teknis Rumah Transmigrasi Panggung Type 36 Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2008. Pengembangan Teknologi Permukiman di Lahan Gambut, Laporan Akhir Sekretariat Negara R.I. 2007. Instruksi Presiden RI No 2 Tahun 2007, Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. 2008. Pestisida Pertanian dan Kehutanan

9

59

Prosiding PPI Standardisasi 2011 Yogyakarta, 14 Juli 2011

60