model kelembagaan pengelolaan das aesesa flores, provinsi ntt · provinsi ntt nicolaus noywuli1,...

11
136 © 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP © 2018 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 16 Issue 2 (2018) :170- ISSN 1829-8907 Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT Nicolaus Noywuli 1 , Asep Sapei 2 , Nora H. Pandjaitan 2 , dan Eriyatno 3 1 Program Doktor Ilmu PSL, Institut Pertanian Bogor; e-mail: [email protected] and [email protected] 2 Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor 3 Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pengelolaan DAS Aesesa Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi penting dan prioritas karena isu daerah kepulauan, kesulitan mendapatkan air bersih, ketersediaan pangan dan kemiskinan, serta keterbelakangan pembangunan. Keberhasilan pengelolaan DAS yang berkelanjutan sangat ditentukan oleh kinerja kelembagaannya. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2018 ini bertujuan untuk menganalisis peran kelembagaan ditinjau dari aspek kendala, kebutuhan program dan actor/lembaga yang berperan dalam pengelolaan DAS Aesesa Flores. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, khusus data primer diperoleh dari 7 (tujuh) orang pakar melalui pengisian kuesioner. Metode analisis data menggunakan pendekatan ISM (Interpretative Strutural Modellling) untuk menentukan factor kunci yang paling berperan dalam pengelolaan region hulu, tengah, dan hilir DAS Aesesa Flores. Hasilnya bahwa pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan masih menghadapi 9 kendala pokok, membutuhkan 11 program, terdapat 5 aktor utama yang berperan dalam pengelolaan DAS AF yakni BPDAS Benain Noelmina, Forum DAS NTT, BWS NTT2, Masyarakat dan LSM. Pengelolaan DAS AF masih bersifat eksploitasi, belum mengarah pada pembangunan berkelanjutan dan tidak didukung dengan kelembagaan yang mumpuni sehingga diperlukan segera upaya untuk mengatasi kendala, implementasi program pokok, dan peningkatan peran dan kordinasi actor/pelaku pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan. Kata kunci: DAS Aesesa Flores, Interpetative Structural Modelling, Kelembagaan PDAS. ABSTRACT The management on the Aesesa Flores (AF) watershed is important, particularly because of the imminent issues of clean water needs, food securities and a poverty rate of the local communities. The success of this management is influenced by the institution and governance in the AF watershed. This study was done from April to May 2018, and the main objective of the study is to determine the key factors that related to the AF watershed management. There were three main elements that were analyzed in this study, namely: (1) the key actors; (2) the key requirements; and (3) the key hindrances that influencing the AF watershed management. This study was using Interpretative Structural Modeling (ISM) to determine the key factors in each element. The data was collected primarily from an in-depth interview with 7 experts in the field of watershed management. The results from this study showed that there were 5 key actors that have the main influence in the AF watershed management, which are: (1) BPDAS (Governmental Watershed Institution); (2) Forum DAS (community forum of AF watershed); (3) BWS NTT2 (Regional River Management Institution); (4) Local communities; and (5) NGO (Non-Government Organization). The results from this study also suggested that the AF watershed management was explorative, thus may lead to unsustainable natural resources usage. Therefore, this study suggested that in order to achieve a sustainable watershed and natural resources usage, the relevant actors need to collaborate together to create a balance action plan that protects the environment, promoting economic growth and social affluence. Keywords: Aesesa Flores watershed, Interpetative Structural Modelling, watershed institution and governance Sitasi: Noywuli, N., Sapei, A., Pandjaitan, N.H dan Eriyatno (2018). Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(2),136-146, doi.org/10.14710/jil.16.2.136-146 1. Pendahuluan Daerah aliran sungai sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung- punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak 2010; Bisri 2019; PP. 37/2012). Chow et al., (1988), mengemukakan bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dimana curah hujan merupakan input dari aliran sungai serta evapotranspirasi adalah output sistem. Lebih jauh dikemukakan bahwa DAS merupakan tempat terjadinya proses-proses yang berangkaian dan menjadi bagian dari siklus

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

136 ©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

©2018ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

JURNALILMULINGKUNGANVolume16Issue2(2018):170- ISSN1829-8907

Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores,ProvinsiNTT

NicolausNoywuli1,AsepSapei2,NoraH.Pandjaitan2,danEriyatno31ProgramDoktorIlmuPSL,InstitutPertanianBogor;e-mail:[email protected]@ipb.ac.id2DepartemenTeknikSipildanLingkungan,InstitutPertanianBogor3PusatStudiPembangunanPertaniandanPedesaan,InstitutPertanianBogor

ABSTRAKPengelolaanDASAesesaFloresdiProvinsiNusaTenggaraTimurmenjadipentingdanprioritaskarena isudaerah kepulauan, kesulitan mendapatkan air bersih, ketersediaan pangan dan kemiskinan, sertaketerbelakanganpembangunan.KeberhasilanpengelolaanDASyangberkelanjutan sangatditentukanolehkinerja kelembagaannya. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2018 ini bertujuan untukmenganalisisperankelembagaanditinjaudariaspekkendala,kebutuhanprogramdanactor/lembagayangberperan dalam pengelolaan DAS Aesesa Flores. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder,khususdataprimerdiperolehdari7(tujuh)orangpakarmelaluipengisiankuesioner.Metodeanalisisdatamenggunakan pendekatan ISM (Interpretative StruturalModellling) untukmenentukan factor kunci yangpaling berperan dalam pengelolaan region hulu, tengah, dan hilir DAS Aesesa Flores. Hasilnya bahwapengelolaanDASAF yang berkelanjutanmasihmenghadapi 9 kendala pokok,membutuhkan 11 program,terdapat 5 aktor utama yang berperan dalampengelolaanDASAF yakni BPDASBenainNoelmina, ForumDASNTT,BWSNTT2,MasyarakatdanLSM.PengelolaanDASAFmasihbersifateksploitasi,belummengarahpada pembangunan berkelanjutan dan tidak didukung dengan kelembagaan yang mumpuni sehinggadiperlukan segera upaya untukmengatasi kendala, implementasi program pokok, dan peningkatan perandankordinasiactor/pelakupengelolaanDASAFyangberkelanjutan.

Katakunci:DASAesesaFlores,InterpetativeStructuralModelling,KelembagaanPDAS.

ABSTRACTThemanagementon theAesesaFlores (AF)watershed is important,particularlybecauseof the imminentissuesofcleanwaterneeds,foodsecuritiesandapovertyrateofthelocalcommunities.ThesuccessofthismanagementisinfluencedbytheinstitutionandgovernanceintheAFwatershed.ThisstudywasdonefromApriltoMay2018,andthemainobjectiveofthestudyistodeterminethekeyfactorsthatrelatedtotheAFwatershedmanagement.Therewerethreemainelementsthatwereanalyzedinthisstudy,namely:(1)thekey actors; (2) the key requirements; and (3) the key hindrances that influencing the AF watershedmanagement.ThisstudywasusingInterpretativeStructuralModeling(ISM)todeterminethekeyfactorsineach element. The datawas collected primarily from an in-depth interviewwith 7 experts in the field ofwatershedmanagement.Theresultsfromthisstudyshowedthattherewere5keyactorsthathavethemaininfluence in theAFwatershedmanagement,whichare: (1)BPDAS (GovernmentalWatershed Institution);(2) Forum DAS (community forum of AF watershed); (3) BWS NTT2 (Regional River ManagementInstitution); (4) Local communities; and (5) NGO (Non-Government Organization). The results from thisstudyalso suggested that theAFwatershedmanagementwasexplorative, thusmay lead tounsustainablenatural resources usage. Therefore, this study suggested that in order to achieve a sustainablewatershedandnaturalresourcesusage,therelevantactorsneedtocollaboratetogethertocreateabalanceactionplanthatprotectstheenvironment,promotingeconomicgrowthandsocialaffluence.

Keywords: Aesesa Flores watershed, Interpetative Structural Modelling, watershed institution andgovernanceSitasi: Noywuli, N., Sapei, A., Pandjaitan, N.H dan Eriyatno (2018). Model Kelembagaan Pengelolaan DASAesesaFlores,ProvinsiNTT.JurnalIlmuLingkungan,16(2),136-146,doi.org/10.14710/jil.16.2.136-1461.Pendahuluan

Daerah aliran sungai sebagai suatuwilayah daratanyang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggunggunungyangmenampungdanmenyimpanair hujan untuk kemudian menyalurkannya ke lautmelalui sungai utama (Asdak 2010; Bisri 2019; PP.37/2012). Chow et al., (1988), mengemukakan

bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistemhidrologidimanacurahhujanmerupakan inputdarialiran sungai serta evapotranspirasi adalah outputsistem. Lebih jauh dikemukakan bahwa DASmerupakan tempat terjadinya proses-proses yangberangkaian dan menjadi bagian dari siklus

Page 2: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

Noywuli,N.,Sapei,A.,Pandjaitan,N.HdanEriyatno(2018).ModelKelembagaanPengelolaanDASAesesaFlores,ProvinsiNTT.JurnalIlmuLingkungan,16(2),136-146,doi.org/10.14710/jil.16.2.136-146

137©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

hidrologi. DAS secara umum dibagi menjadi daerahhuludanhilir.

Secara biogeofisik, daerah hulu DASdicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakandaerah konservasi, mempunyai kerapatan drainaselebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringanlereng besar (lebih besar dari 15%), bukanmerupakandaerahbanjir,pengaturanpemakaianairditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasiumumnya merupakan tegakan. Sementara daerahhilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:merupakandaerahpemanfaatan,kerapatandrainaselebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringanlerengkecilsampaidengansangatkecil(kurangdari8%), pada beberapa tempat merupakan daerahbanjir, pengaturan pemakaian air ditentukan olehbangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasitanaman pertanian kecuali daerah estuaria yangdidominasihutanbakau/gambut(Asdak2010).

Pengelolaan DAS menjadi sangat penting,mengingat fungsi DAS, baik sebagai pengendali danpenyimpan air baku, area pengembangan wilayah,hingga berbagai aktivitas ekonomi berbasissumberdaya alam, serta banyak sektor yang terkaitdidalamnya, seperti; kehutanan, pertanian,perkebunan, pengairan, PDAM, dan sektor-sektorjasa dan publik lainnya, menjadikan wilayah DASmenjadi sangat vital dan strategis. Oleh karena itupengelolaan DAS yang integrate, komprehensif danberkelanjutan baik biofisik maupun social ekonomidan kelembagaannya (UU 41/1999; UU 32/2009;Hariadiatal2004).

Permasalahan kelembagaan dalampengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) AesesaFlores (AF) memiliki karakteristik yang kompleks.Oleh sebab itu pendekatan yang tepat digunakanuntuk menyelesaikan masalah tersebut adalahdenganpendekatankesisteman(EriyatnodanSofyar,2007). Kelembagaan pengelola DAS AF sangatdiperlukan guna melaksanakan pengelolaan secarabenar,efisiendanefektif(Isnugroho,2001).

Untuk perencanaan strategis yangmelibatkan keterkaitan yang luas dan beragam dariberbagai lembaga, analisis yang tepatmenggunakanmetode Interpretation Structural Modeling (ISM)(Saxena, 1992 dalam Eriyatno, 1999). Selanjutnyadikatakan bahwa metode ISM berkaitan denganinterpretasi suatu objek utuh atau perwakilan darisuatu sistem melalui aplikasi teori grafis secarasistematika dan berulang-ulang. Metode ini dibagimenjadi dua bagian yaitu penyusunan hierarki danklasifikasi sub elemen. Prinsip dasarnya adalahidentifikasi dari struktur di dalam sistem secaraefektif untukmengambil keputusan yang lebih baik.Dalam melakukan analisis, elemen-elemen yangdigunakan adalah elemen yang dominan yangdikonsultasikandenganpakaryaknielemenkendala,kebutuhan program dan actor atau lembaga(Noywulietal2017;Surya2015;Suwarno2011).

Kelembagaan dapat berarti bentuk atauwadah atau organisasi sekaligus juga mengandung

pengertian tentang norma-norma, aturan, dan tatacara atau prosedur yang mengatur hubungan antarmanusia, bahkan kelembagaan merupakan sistemyangkompleks,rumitdanabstrak(Kartodiharjoatal2004).Karenaituperludianalisismengenaikendala,kebutuhandankelembagaandalampengelolaanDASAFyangberkelanjutan.

Pengelolaan DAS AF sedianya menjadikewenangan Pemerintah Propinsi NTT dan BDASBenain Noemina, namun karena kerberadaanya diantara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di PulauFlores, maka perlu dikaji aspek kendala, kebutuhandan kelembagaan yang berperan dalampengelolaannya. Kajian ini menggunakan metodeInterpretative Structural Modelling (ISM) denganmenggunakan instrumen kuesioner dan diskusipakar. Teknik Interpretatif Structural Modelling(ISM) ini digunakan untuk merumuskan alternatifkebijakan dimasa yang akan datang. Penelitianterdahulu oleh Nuddin et al. (2007) telahmenggunakan ISM untukmengidentifikasi lembaga-lembaga utama yang berperan penting di dalamperencanaanpengelolaanDASBila,ProvinsiSulawesiSelatan.

Analisisinidigunakansebagaisalahsatualat(tool) dalam penelitian ini. Dengan analisis ISM iniingin diketahui faktor kunci apa saja yang berperandalampengelolaanDASAFyangberkelanjutan.Olehkarena itu, penentuan faktor kunci tersebut adalahpenting,dansepenuhnyaharusmerupakanpendapatdaripihakyangberkompetensebagaipakar(expert).Penelitian bertujuan untuk: (1) menganalisis perankelembagaan ditinjau dari aspek kendala yangdihadapi, kebutuhan program terkait, dan lembagaatau aktor yang berperan dalam pengelolaanberkelanjutan DAS AF; dan (2) mengembangkanmodel kelembagaan pengelolaan berkelanjutan DASAF dengan metode Interpretative StructuralModelling(ISM).

2.Metodologi

2.1.JenisdanSumberDataJenisdatayangdikumpulkandalamkajianmodel

kelembagaan pengelolaan DAS-AF, adalah datasekunderdandataprimer.Data sekunderdiperolehmelalui penelusuran literaturehasil-hasil penelitian,studi pustaka, laporan dan dokumen dari berbagaiinstansi yang terkait. Sedangkan data primer dalamkajianinidiperolehmelaluikegiatansurveylapangandanrespondenpakar (pendapatahli)melalui teknikkuesioner.

Menurut Nasution (2011) bahwa data primeradalahdatayangdiperolehlangsungdarisumbernyadan dicatat untuk pertama kali. Responden pakarterdiri atas 7 (tujuh) ahli/pakar. Menurut Hora(2004) menyebutkan bahwa jumlah expert yangmemadai3hingga6atau7orang. Pakarditentukansecara purposive sebanyak 7 orang respondendengankriteriamemilikipengetahuantentangobyekyang diteliti, mengetahui dengan baik lokasi

Page 3: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(2):136-146,ISSN1829-8907

138©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

penelitian, pendidikan minimal S2 yang terkaitdengan pengetahuan yang dibutuhkan, berprofesisebagai peneliti, pengajar, praktisi, dan pejabatpemerintahterkait.2.2.AnalisisDataMetode analisis data yang digunakan dalam kajianmodel kelembagaan pengelolaan DAS-AF adalahteknik IntrepretativeStructuralModelling (ISM). ISMmerupakan suatu teknik berbasis komputer yangdapat membantu kelompok mengidentifikasihubunganantaraidedenganstrukturpadasuatuisuyang kompleks, dimana bentuk proses metode iniadalah focus learningprocess.MenurutSaxenaet al.,(1992) bahwa teknik ISM bersangkut paut denganinterprestasi dari suatu objek yang utuh atauperwakilan sistem melalui aplikasi teori grafissecarasistematikadaninteratif.

Penggunaan metode ISM juga telah luasdigunakan, terutama untuk menganalisis strukturalelemen-elemen berdasarkan hubungan kontekstual-nya (Saxena et al., 1992; Machfud, 2001; Marimin,2008). Metode ISM juga telah banyak digunakandalam ilmu lingkungan, seperti untuk menentukanfaktor kunci untuk meningkatkan kualitas air padapengolahan air limbah industrimakanan (RimanthodanRosdiana,2018)danpenentuanaktorkuncipadapengelolaan DAS (Nuddin et al., 20017). MenurutEriyatno (2012) menyebutkan bahwa metodologiatau teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitupenyusunan hirarki dan klasifikasi sub-elemen.Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari strukturdidalamsuatusistemakanmemberikannilaimanfaatyang tinggi guna meramu sistem secara efektif danuntukpengambilankeputusanyanglebihbaik.Lebihdetil Attri et al., (2013) mengemukakan tahapan

metodologi ISM,yaitu: (1)StructuralSelf-InteractionMatrix (SSIM); (2) Reachability matrix; (3) Levelpartitions; (4) Conical matrix; (5) Digraph; dan (6)ISMModel.

Tabel1. Transformasi bentuk hubungan kontekstualantarelemenmenjadibentukhubunganmatematik

BentukHubunganKontekstualAntarElemeni

danj(eij)

BentukHubunganMatematikAntarElemenidanj(eij)

VAXO

Jikaeij=1daneij=0Jikaeij=0daneij=1Jikaeij=1daneij=1Jikaeij=0daneij=0

Keterangan:V:relasidarielemenEisampaiEj,tetapitidakberlakuuntuk

kebalikannya.A:relasidarielemenEjsampaiEi,tetapitidakberlakuuntuk

kebalikannya.X:interrelasiantaraEidanEj(berlakuuntukkeduaarah).O:merepresentasikanbahwaEidanEjadalahtidakberkaitan.Tahapan pemodelan dengan teknik ISM adalahpenentuan hubungan kontekstual yang kemudiandikonversi menjadi suatu hubungan matematikberupa reachibility matrix (RM). Hubungan antarelemen tersebut dinyatakan dalam perkalianCartesian.Matrikharusmemenuhisifatreflexivedantransitive (Machfud, 2001). Dalam prosesmentransformasi hubungan kontekstual (MatrikStructural Self-Interaction) menjadi bentukhubungan matematik dalam bentuk matrikReachability dengan aturan yang secara lengkappadaTabel1

Gambar1MatrikDriverPower-DependencedalamTeknikISM(Marimin,2008).

Menurut Eriyatno (1999) dan Kholil dkk. (2005),analisis terhadap model kelembagaan ini padadasarnyauntukmenyusunhirarkisetiapsubelemen

pada elemen yang dikaji, dan membuat klasifikasikedalam 4 sektor, untuk menentukan sub elemenmanayang termasukkedalamvariabelAutonomous

Page 4: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

Noywuli,N.,Sapei,A.,Pandjaitan,N.HdanEriyatno(2018).ModelKelembagaanPengelolaanDASAesesaFlores,ProvinsiNTT.JurnalIlmuLingkungan,16(2),136-146,doi.org/10.14710/jil.16.2.136-146

139©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

(Sektor1),Dependent(Sektor2),Linkage(Sektor3),atau Independent (Sektor 4). Secara grafik,kedudukanmasing-masing sektor tersebutdisajikanpadaGambar1.

• Sektor1:WeakDriver-WeakDependentVariables(Autonomous) yang berarti bahwa sub elemenyang masuk dalam sektor ini umumnya tidakberkaitan dengan sistem dan mungkinmempunyaihubunganyangsedikit.

• Sektor 2: Weak Driver-Strongly DependentVariables (Dependent) yang berarti bahwa subelemen pada sektor ini adalah sub elemen yangtidakbebas.

• Sektor 3: Strong Driver-Strongly DependentVariables (Linkage) yang berarti bahwa subelemenyangmasukdalamsektoriniharusdikajisecara hati-hati karena hubungan antar subelementidakstabil.

• Sektor4:StrongDriver-WeakDependentVariables(Independent) yang berarti bahwa sub elemenyangmasuk dalam sektor inimerupakan bagiansisa dari sistem yang disebut dengan peubahbebas.

Berdasarkan hasil studi pustaka dankonsultasi pakar, diperoleh elemen dan sub elemenyang digunakan dalam kajian kelembagaanpengelolaanregionDASAF,sepertipadaTabel2.

Tabel2.ElemendanSubElemendalamkajianKelembagaanPengelolaanDAS-AFNo Aktor/Pelaku Kendala Kebutuhan1 BPASBenainNoelmina Terbatasnya Sarana dan prasarana

pendukungTata ruang yang tepat dan peningkatan sarana/prasaranaPengelolaanDAS

2 BWSNTT2 rendahnya Kualitas, kuantitas, terutamakontiunitasairbersih

Penerapan teknologi KTA, Perluasan tutupan lahan danrehabilitashutandanlahan.

3 FORDASNTT TingginyabiayaPDASberkelanjutan(tidakadaDAKbidangDAS)

Perlu alokasi khusus dana pengelolaan DAS dari APBNmaupunAPBD

4 BAPPEDANTT SDM yang tidak memadai dan KurangnyakemampuankapasitasinstitusiPDAS

Resktrukturisasi dan peningkatan kapasitaskelembagaandanSDMinstitusiPDAS

5 DinasPUNTT Lemahnya tatakelola kelembagaan danpenggunaansystem informasidanaplikasiteknologiPDAS

Peningkatan kapasitas kelembagaan dan penggunaansysteminformasidanaplikasiteknologipengelolaanDAS

6 Akademisi/PT Menurunnya fungsi resapan air akibatberkurangnya vegetasi pada daerahtangkapanair

Peningkatanluaskawasanlindungdantutupanlahan

7 Masyarakat Rendahnya kesadaran masyarakat danduniausahadalampengelolaanSDAL

Peningkatan kesadaran dan pemberdayaan masyarakatdanduniausahadalamPSDAL

8 LSM Kurangnya koordinasi dan keterpaduanPDASantarstakeholders

PeningkatankapasitaskoordinasidanketerpaduanPDASantarstakeholders

9 BappedaNgada Lemahnya pengawasan dan penegakanhokum

PenegakansupermasihokumdanPenyiapanRPDAS

10 BappedaNagekeo Belum optimalnya upaya pengendaliankekeringandanbanjir

Penanganganbahayakekeringandanbanjir

11 BLHDNgada Belum adanya system insentif dandisinsentifdalamPDAS

PemberianinsentifdandisinsentifPDASterutamaterkaitpemnfaatanruang

12 BLHDNagekeo Tidak adanya pembayaran atas jasalingkungan(PES)dalamPDAS

Pembayaranatasjasalingkungan/PESPDAS.

13 DinasPertanianNgada Rendahnya pendapatan dan tingginyaangkakemiskinan

Peningkatanpendapatandanlapanganpekerjaanmelaluikegiatanbudidayadanpengolahanbamboo,agroforestri,ekowisatadangeowisata.

14 DinasPertanianNagekeo 15 DinasPeternakanNgada 16 Dinas Peternakan

Nagekeo

17 Dinas Perikanan &KelauatanNTT

18 OrganisasiGereja

3.HasildanPembahasanPenelitian ini dilaksanakan di DAS Aesesa FlorespadaBulanApril-Mei 2018.DASAesesa Flores (AF)secara geografis terletak pada posisi 120º56’48” –121º22’42” BT dan 8029’01 LS – 8049’41” LS dansecara administrasi DAS Aesesa Flores ini masukdalam dua wilayah administrasi kabupaten yang

berada di Tengah Pulau Flores Provinsi NTT. Diregionhuludansebagiankecilregiontengahberadadalam wilayah administrasi Pemerintah KabupatenNgada dan region tengah dan hilir berada dalamwilayah administrasi Pemerintah KabupatenNagekeo.

Page 5: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(2):136-146,ISSN1829-8907

140©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

DASAFmerupakansalahsatuDASprioritasdengan luas 129.005 Ha dan panjang 87 Km, sertaterdapat 10 sub DAS dan menjadi kewenanganpenanganan oleh Pemerintah Provinsi NTT danBPDASBenainNoelmina.Disamping itupada regionhulu ada kota Bajawa sebagai ibukota KabupatenNgada dan CA. Watu Ata sedangkan di region hilirada kotaMbay sebagai ibukotaKabupatenNagekeo,bendungansutamidanareapersawahanseluas6.500Ha (BPDAS BN 2013; Maan at al 2013; Noywuli2017).

Ekosistem DAS AF terdiri dari tiga region(bagian/wilayah)yakni:1)regionhuluyangmeliputisebagianwilayahKecamatanBajawa,GolewaSelatan,Golewa,BajawaUtara,WolomezedanKecamatanSoadiKabupatenNgada;2)regiontengahyangmeliputisebagian wilayah Kecamatan Wolomeze diKabupatenNgada, KecamatanBoawae dan sebagianwilayah Kecamatan Nangaroro di KabupatenNagekeo; dan 3) region hilir yang meliputi wilayahKecamatan Aesesa, Aesesa Selatan dan 1 desa diKecamatan Wolowae Kabupaten Nagekeo.PewilayahanDASAF selaindidasarkanpadabentukdan fungsi DAS, juga di dasarkan pada penggunaandantutupanvegetasi lahan,curahhujan,elevasidanjumlahpenduduk(Asdak,2010).Regionhuluberadapada titik koordinat 120 56’9.209”E, 847’39.959”Sseluas43.052hadenganelevasi antara600 –1.600Mdpl.Regiontengahberadapadatitikkoordinat1218’52.887”E, 841’25.092”S seluas 52.520 ha denganelevasi antara 300 – 900 Mdpl. Sedangkan regionhilirberadapada titikkoordinat12117’57.719”E,829’36.963”S seluas 33.433 ha dengan elevasi antara25–300Mdpl(BPDASBN2013;Noywuli2017).

Salah satu aspek yang mempengaruhikinerja pengelolaan DAS AF adalah aspekkelembagaan. Analisis kelembagaan yangdimaksudkanadalahuntukmenggambarkankondisidan alternative institusi pengelola, norma danperaturan yang berlaku, dan kendala sertakebutuhandalampengelolaanDASAF (Hariadi at al2004). Hasil analisis kelembagaan pengelolaan DASAF dengan metode ISM disajikan menurut regionyakni hulu, tengah dan hilir (Gambar 2-10).BerdasarkanhasilanalisiskelembagaanpengelolaanDAS AF dari ketiga region diatas diperoleh bahwaaktor kunci dalam pengelolaan DAS-AF region huluadalaha)BPDASBenainNoelmina,b)BWSNTT2,c)FORDAS NTT, d) Masyarakat, e) LSM, f) BappedaKab.Ngada,dang)BLHDKab.Ngada.Kedudukandariaktor-aktortersebutberadapadasektorIII(Gambar2A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajiannyakarenaselainmemilikipengaruhyangbesarjugamemilikitergantunganyangtinggi.

Kendala utama yang dihadapi dalampengelolaan DAS-AF region hulu adalah a)Terbatasnya Sarana dan prasarana pendukung, b)RendahnyaKualitas, kuantitas, terutamakontiunitasair bersih, c) Tingginya biaya PDAS berkelanjutan(tidak ada DAK bidang DAS), d) SDM yang tidakmemadai dan Kurangnya kemampuan kapasitasinstitusiPDAS,e)Lemahnya tatakelolakelembagaan

dan penggunaan system informasi dan aplikasiteknologi PDAS), f) Menurunnya fungsi resapan airakibat berkurangnya vegetasi pada daerahtangkapan air, g) Belum optimalnya upayapengendalian kekeringan dan banjir, h) Belumadanya system insentif dan disinsentif dalam PDASdan i) Rendahnya pendapatan dan tingginya angkakemiskinan). Kedudukan sub-elemen kendalatersebutkesemuanyaberadapadasektorIII(Gambar3A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajian dikarenakan setiap elemen kendalatersebut memiliki pengaruh dan ketergantunganyangtinggi.

Kebutuhan utama dalam pengelolaan DAS-AF region hulu adalah a) Terbatasnya Sarana danprasarana pendukung, b) Rendahnya Kualitas,kuantitas, terutama kontiunitas air bersih, c) SDMyang tidak memadai dan Kurangnya kemampuankapasitas institusi PDAS, d) Lemahnya tatakelolakelembagaandanpenggunaansystem informasidanaplikasi teknologi PDAS, e) Menurunnya fungsiresapan air akibat berkurangnya vegetasi padadaerah tangkapan air, f) Kurangnya koordinasi danketerpaduanPDAS antar stakeholders, g) Lemahnyapengawasan dan penegakan hukum, h) Belumoptimalnya upaya pengendalian kekeringan danbanjir, i) Belum adanya system insentif dandisinsentifdalamPDAS,j)Tidakadanyapembayaranatas jasa lingkungan (PES) dalam PDAS dan k)Rendahnya pendapatan dan tingginya angkakemiskinan. Kedudukan sub-elemen kebutuhantersebutkesemuanyaberadapadasektorIII(Gambar4A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajian dikarenakan setiap elemen kebutuhandalam pengelolaan DAS-AF tersebut memilikipengaruh dan ketergantungan yang tinggi.Aktorkunci dalam pengelolaan DAS-AF region tengahadalaha)BPDASBenainNoelmina,b)BWSNTT2),c)FORDAS NTT, d) Masyarakat ), dan e) LSM.Kedudukan dari aktor-aktor tersebut berada padasektor III (Gambar 5A), sehingga dibutuhkankehatian-hatian dalam pengkajiannya karena selainmemiliki pengaruh yang besar juga memilikitergantunganyangtinggi.

Kendala utama yang dihadapi dalampengelolaan DAS-AF region tengah adalah a)Terbatasnya Sarana dan prasarana pendukung, b)RendahnyaKualitas, kuantitas, terutamakontiunitasair bersih, c) Tingginya biaya PDAS berkelanjutan(tidak ada DAK bidang DAS, d) SDM yang tidakmemadai dan Kurangnya kemampuan kapasitasinstitusiPDAS,e)Lemahnya tatakelolakelembagaandan penggunaan system informasi dan aplikasiteknologi PDAS), f) Menurunnya fungsi resapan airakibat berkurangnya vegetasi pada daerahtangkapan air), g) Belum optimalnya upayapengendalian kekeringan dan banjir, h) Belumadanya system insentif dan disinsentif dalam PDASdan i) Rendahnya pendapatan dan tingginya angkakemiskinan. Kedudukan sub-elemen kendalatersebutkesemuanyaberadapadasektorIII(Gambar6A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalam

Page 6: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

Noywuli,N.,Sapei,A.,Pandjaitan,N.HdanEriyatno(2018).ModelKelembagaanPengelolaanDASAesesaFlores,ProvinsiNTT.JurnalIlmuLingkungan,16(2),136-146,doi.org/10.14710/jil.16.2.136-146

141©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

pengkajian dikarenakan setiap elemen kendalatersebut memiliki pengaruh dan ketergantunganyangtinggi.

Kebutuhan utama dalam pengelolaan DAS-AF region tengah adalah a)Terbatasnya Saranadanprasarana pendukung, b) Rendahnya Kualitas,kuantitas, terutama kontiunitas air bersih, c)TingginyabiayaPDASberkelanjutan(tidakadaDAKbidang DAS), d) SDM yang tidak memadai danKurangnya kemampuan kapasitas institusi PDAS, e)Lemahnya tatakelola kelembagaan dan penggunaansystem informasi dan aplikasi teknologi PDA), f)

Menurunnyafungsiresapanairakibatberkurangnyavegetasi pada daerah tangkapan air), g) Rendahnyakesadaran masyarakat dan dunia usaha dalampengelolaan SDAL, h) Kurangnya koordinasi danketerpaduan PDAS antar stakeholders, i) Belumoptimalnya upaya pengendalian kekeringan danbanjir, j) Belum adanya system insentif dandisinsentifdalamPDAS,k) idakadanyapembayaranatas jasa lingkungan (PES) dalam PDAS) dan l)Rendahnya pendapatan dan tingginya angkakemiskinan.

KelembagaanPengelolaanDAS-AFRegionHulu

Gambar 2.A)Kedudukan sub-elemen aktor antara driver power-dependence ;B)Struktur/Level Sub-Elemen Aktor dalamPengelolaanDAS-AFRegionHulu

Gambar 3. A)Kedudukan sub-elemen kendala antara driver power-dependence ; B)Struktur/Level Sub-Elemen KendaladalamPengelolaanDAS-AFRegionHulu

Page 7: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(2):136-146,ISSN1829-8907

142©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

Gambar4.A)Kedudukansub-elemenkebutuhanantaradriverpower-dependence;B)Struktur/LevelSub-Elemen

KebutuhandalamPengelolaanDAS-AFRegionHulu

KelembagaanPengelolaanDAS-AFRegionTengah

Gambar 5.A)Kedudukan sub-elemen aktor antara driver power-dependence ;B)Struktur/Level Sub-Elemen Aktor dalamPengelolaanDAS-AFRegionTengah

Gambar6.A)Kedudukansub-elemenkendalaantaradriverpower-dependence;B)Struktur/LevelSub-ElemenKendala

dalamPengelolaanDAS-AFRegionTengah

Page 8: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

Noywuli,N.,Sapei,A.,Pandjaitan,N.HdanEriyatno(2018).ModelKelembagaanPengelolaanDASAesesaFlores,ProvinsiNTT.JurnalIlmuLingkungan,16(2),136-146,doi.org/10.14710/jil.16.2.136-146

143©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

Gambar 7. A)Kedudukan sub-elemen kebutuhan antara driver power-dependence ; B)Struktur/Level Sub-ElemenKebutuhandalamPengelolaanDAS-AFRegionTengah

KelembagaanPengelolaanDAS-AFRegionHilir

Gambar8.A)Kedudukansub-elemenaktorantaradriverpower-dependence;B)Struktur/LevelSub-ElemenAktordalam

PengelolaanDAS-AFRegionHilir

Gambar 9. A)Kedudukan sub-elemen kendala antara driver power-dependence ; B)Struktur/Level Sub-Elemen KendaladalamPengelolaanDAS-AFRegionHilir

Page 9: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(2):136-146,ISSN1829-8907

144©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

Gambar 10. A)Kedudukan sub-elemen kebutuhan antara driver power-dependence ; B)Struktur/Level Sub-ElemenKebutuhandalamPengelolaanDAS-AFRegionHilir

Kedudukan sub-elemen kebutuhan tersebutkesemuanya berada pada sektor III (Gambar 7A),sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajian dikarenakan setiap elemen kebutuhandalam pengelolaan DAS-AF tersebut memilikipengaruhdanketergantunganyangtinggi.

AktorkuncidalampengelolaanDAS-AFregionhiliradalaha)BPDASBenainNoelmina,b)BWSNTT2, c) FORDAS NTT, d) Masyarakat ), e) LSM), f)Bappeda Kab.Nagekeo), dan g) BLHDKab.Nagekeo).Kedudukan dari aktor-aktor tersebut berada padasektor III (Gambar 8A), sehingga dibutuhkankehatian-hatian dalam pengkajiannya karena selainmemiliki pengaruh yang besar juga memilikitergantunganyangtinggi.

Kendala utama yang dihadapi dalampengelolaan DAS-AF region hilir adalah a)Terbatasnya Sarana dan prasarana pendukung, b)RendahnyaKualitas, kuantitas, terutamakontiunitasair bersih, c) Tingginya biaya PDAS berkelanjutan(tidak ada DAK bidang DAS), d) SDM yang tidakmemadai dan Kurangnya kemampuan kapasitasinstitusiPDAS),e)Lemahnyatatakelolakelembagaandan penggunaan system informasi dan aplikasiteknologi PDAS, f) Menurunnya fungsi resapan airakibat berkurangnya vegetasi pada daerahtangkapan air, g) Belum optimalnya upayapengendalian kekeringan dan banjir, h) Belumadanya system insentif dandisinsentif dalamPDAS)dan i) Rendahnya pendapatan dan tingginya angkakemiskinan. Kedudukan sub-elemen kendalatersebutkesemuanyaberadapadasektorIII(Gambar9A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajian dikarenakan setiap elemen kendalatersebut memiliki pengaruh dan ketergantunganyangtinggi.

Kebutuhan utama dalam pengelolaan DAS-AFregion hilir adalah a) Terbatasnya Sarana danprasarana pendukung, b) Rendahnya Kualitas,kuantitas, terutama kontiunitas air bersih, c)TingginyabiayaPDASberkelanjutan(tidakadaDAK

bidang DAS), d) SDM yang tidak memadai danKurangnya kemampuan kapasitas institusi PDAS, e)Lemahnya tatakelola kelembagaan dan penggunaansystem informasi dan aplikasi teknologi PDAS, f)Menurunnyafungsiresapanairakibatberkurangnyavegetasi pada daerah tangkapan air), g) Rendahnyakesadaran masyarakat dan dunia usaha dalampengelolaan SDAL, h) Kurangnya koordinasi danketerpaduan PDAS antar stakeholders, i) BelumadanyasysteminsentifdandisinsentifdalamPDAS,j)Tidakadanyapembayaranatasjasalingkungan(PES)dalam PDAS, dan k) Rendahnya pendapatan dantingginyaangkakemiskinan.Kedudukansub-elemenkebutuhantersebutkesemuanyaberadapadasektorIII (Gambar 10A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajian dikarenakan setiap elemenkebutuhan dalam pengelolaan DAS-AF tersebutmemilikipengaruhdanketergantunganyangtinggi.

Keberhasilan pengelolaan DAS AF yangberkelanjutandapatdilakukandenganmemperbaikikendala utama dari masing-masing region yaitu a)Terbatasnya Sarana dan prasarana pendukung, b)RendahnyaKualitas, kuantitas, terutamakontiunitasair bersih, c) Tingginya biaya PDAS berkelanjutan(tidak ada DAK bidang DAS), d) SDM yang tidakmemadai dan Kurangnya kemampuan kapasitasinstitusiPDAS,e)Lemahnya tatakelolakelembagaandan penggunaan system informasi dan aplikasiteknologi PDAS, f) Menurunnya fungsi resapan airakibat berkurangnya vegetasi pada daerahtangkapanair),g)Rendahnyakesadaranmasyarakatdan dunia usaha dalam pengelolaan SDAL, h)Kurangnya koordinasi dan keterpaduan PDAS antarstakeholders, i) Belum adanya system insentif dandisinsentifdalamPDAS,j)Tidakadanyapembayaranatas jasa lingkungan (PES) dalam PDAS, dan k)Rendahnya pendapatan dan tingginya angkakemiskinan.Kendala iniperludicermati lebih seriuskarenacukupkompleksdanjikatidaksegeradiatasimakaDASAFakantidakberfungsimaksimal.

Page 10: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

Noywuli,N.,Sapei,A.,Pandjaitan,N.HdanEriyatno(2018).ModelKelembagaanPengelolaanDASAesesaFlores,ProvinsiNTT.JurnalIlmuLingkungan,16(2),136-146,doi.org/10.14710/jil.16.2.136-146

145©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

Mengingat wilayah DAS AF berada pada duawilayah administratif kabupaten yakni Ngada danNagekeo maka diperlukan koordinasi yangterintegrasi antar stakeholder dengan membukapeluang kerjasama antar pemerintah daerah. Sertamenguatkan koordinasi diantara instansi terkait,yangdijabarkandalamrencanaaksibersamaSKPDdimasing-masing daerah melalui RPJMD dan RenstraSKPD.Kebijakanbersamainiharusdilakukankarenatidakmungkinmengelolawilayah secaraefektifdanefisien tanpa melihat konteks wilayah dan tanpasinergi kerjasama yang dibangun diantarapemerintah daerah. Apabila koordinasi antarstakeholder dan pemerintah daerah yang terlibatdalam pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan inimasih lemah dan tidak tercapai, maka akan akanberdampaklangsungterhadapburuknyapengelolaanDAS AF. Hal ini akan menimbulkan permasalahanyanglebihkompleksdikemudianhari.

PenyusunanRTRWDASAFdandokumenDASAFmerupakansalahsatutoolsyangdapatdigunakansebagai media koordinasi dan kerjasama antarpemerintah pusat, pemerintah provinsi danpemerintah daerah di wilayah penelitian. InstitusiPengelolaanDAS, BPDASBN,BWSNTT2 dan SKPDInstansi terkait di daerah merupakan aktor utamasekaligus pelaksana. Diperlukan kerjasama yangpadu dan kompak antar stakeholder terkait untukmemaduserasikan rencana aksi serta program-programyangberkaitandenganpengelolaanDASAFmengingat wilayah penelitian merupakan wilayahyangadministratifnyaduakabupaten.

Dalam rangka mengurangi ketegangan dankonflik akibat benturan kepentingan, disaatpermintaan (demand) tidak lagi seimbang denganketersediaan SDAL untuk pemenuhannya (supply).Diperlukanupayasecaraproporsionaldanseimbangantarapengembangan,pelestarian,danpemanfaatanSDALDASAFbaikdilihatdariaspek teknismaupunaspek hukum. Untuk memenuhi kebutuhan terusmeningkat di berbagai sektor, diperlukan suatuperencanaan terpadu dan berkelanjutan yangberbasis DAS guna menentukan langkah dantindakanyangharusdilakukanagardapatmemenuhikebutuhantersebutdenganmengoptimalkanpotensiSDAL,melindungi/melestarikan sertameningkatkannilai lahan maupun air. Sejalan dengan prinsipdemokratis, masyarakat tidak hanya diberi perandalam penyusunan rencana, pelaksanaan danpengawasan pengelolaan DAS AF dan mengingatpengelolaanDASAFmerupakanmasalahyangsangatkompleks dan melibatkan semua pihak sebagaipengguna, pemanfaat maupun pengelola, makapengelolaan DAS AF yang berkelanjutan perludilakukan secara terpadu, komprehensif danmelibatkanseluruhstakeholderyangadadiDASAF.

4.SimpulanPengelolaan DAS AF yang berkelanjutan masihmenghadapi berbagai kendala. Kendala yang samadihadapidariketigaregionmeliputi:a)Terbatasnya

Sarana dan prasarana pendukung, b) RendahnyaKualitas, kuantitas, terutama kontiunitas air bersih,c) Tingginya biaya PDAS berkelanjutan (tidak adaDAK bidang DAS), d) SDM yang tidakmemadai danKurangnyakemampuankapasitas institusiPDAS),e)Lemahnya tatakelola kelembagaan dan penggunaansystem informasi dan aplikasi teknologi PDAS, f)Menurunnyafungsiresapanairakibatberkurangnyavegetasi pada daerah tangkapan air, g) Belumoptimalnya upaya pengendalian kekeringan danbanjir, h) Belum adanya system insentif dandisinsentif dalam PDAS) dan i) Rendahnyapendapatan dan tingginya angka kemiskinan.Kesembilan kendala dalam pengelolaan DAS AF,perlu segera diatasi agar pengelolaanDASAF dapatberkelanjutan.

Program yang menjadi kebutuhan dalampengelolaan berkelanjutan AF dari ketiga regionadalah: a) Terbatasnya Sarana dan prasaranapendukung, b) Rendahnya Kualitas, kuantitas,terutama kontiunitas air bersih, c) Tingginya biayaPDASberkelanjutan (tidakadaDAKbidangDAS),d)SDM yang tidak memadai dan Kurangnyakemampuan kapasitas institusi PDAS, e) Lemahnyatatakelola kelembagaan dan penggunaan systeminformasi dan aplikasi teknologi PDAS, f)Menurunnyafungsiresapanairakibatberkurangnyavegetasi pada daerah tangkapan air), g) Rendahnyakesadaran masyarakat dan dunia usaha dalampengelolaan SDAL, h) Kurangnya koordinasi danketerpaduan PDAS antar stakeholders, i) BelumadanyasysteminsentifdandisinsentifdalamPDAS,j)Tidakadanyapembayaranatasjasalingkungan(PES)dalam PDAS, dan k) Rendahnya pendapatan dantingginya angka kemiskinan. Kesebelas sub elemenkebutuhan ini menjadi dasar pengelolaan DAS AF,sehingga perlu segera diimplementasikandilapangan.

Aktor atau pelaku program pengelolaan DASAF dari ketiga region yang sama dan palingberpengaruh adalah a) BPDAS Benain Noelmina, b)BWS NTT 2, c) FORDAS NTT, d) Masyarakat ), e)LSM). Ada tiga actor/lembaga yang berbeda dariketiga region yakni untuk region hulu dan sebagiankecil tengah ditambah lembaga Bappeda Kab.Ngadadan BLHD Kab.Ngada, sedangkan untuk region hilirdansebagianbesarregiontengahditambahlembagaBappedadanBLHDKabupatenNagekeo.Terdapat5aktor/lembagasamadandualembagayangberbedayang terkait dan berpengaruh dalam pengelolaanDAS AF yang berkelanjutan, namun lembaga yangmemiliki pengaruh paling besar dalam perumusankebijakanpemerintahdalamhalpengelolaanDASAFberkelanjutanyaituBPDASBenainNoelmina.

Sehingga disarankan perlu adanyakelembagaan khusus sesuai dengan karakteristikbigeofisik dan social ekonomiDASAF atau di PulauFlorespadaumumnyauntukmenanganipengelolaanDASAFmengingatNTTadalahprovinsikepuluandanbanyaknya DAS di NTT danmenghadirkan RencanaTata Ruang Wilayah DAS AF sebagai pedoman

Page 11: Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT · Provinsi NTT Nicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2 ... antara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di Pulau Flores,

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(2):136-146,ISSN1829-8907

146©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

bersama. Disamping itu dperlukan sosialisasi danpenerapan serta pengendalian dari berbagaiperaturanperundangan yang terkait langsung yakniPP 37 tahun 2013 tentang Pengelolaan DAS;PeraturanPemerintahProvinsiNTTNomor5 tahun2005 tentang Pengelolaan DAS Terpadu; danRencanaPengelolaanDASAesesatahun2013.DAFTARPUSTAKABaker, G.,Gibbons, R.,and Murphy, K.J. 1994. Subjective

Peromance Measure in Optimal Incentive Contract.The Quarterly Journal of Economics, 109 (4): 1125-1156.

Cifuentes, M. 1992. Tourism Priciples and Practice.LongmanGroup.London

Direktorat Vulkanologi. 2003. Peta Kawasan RawanBencana. Direktorat Vulkanologi dan MitigasiBencanaGeologi.

Dwikorawati, S,S. 2012. Model Kebijakan PengelolaanPariwisataYangBerdayaSaingDanBerkelanjutanDiKawasanPuncakKabupatenBogor.IPB.Bogor

Fandeli, Chafid dan Muhammad. 2009. Prinsip-prinsipDasar Mengkonservasi Lanskap. Gadjah MadaUniversityPress.Yogyakarta

Fauzi. A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam danLingkungan, Teori dan Aplikasi. PT. GramediaPustakaUtama.Jakarta

Kavanagh. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish)Project. Rapfish Software Description (For MicrisoftExel).UniversityofBritishColumbia.80p

Kavanagh, P., Pitcher, T.J., 2004. Implementing MicrosoftExcelSoftwareforRapfish :ATechniquefortheRapidAppraisal of Fisheries Status. Fisheries CentreResearchReports12(2),75p.

Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentangPengelolaanKawasanLindung.Jakarta

Mathieson A, Wall G, 1982. Tourism: Economic, PhysicalandSocialImpacts.NewYork:Longman.

Munasinghe, M. 1993, Environmental Economic andSustainableDevelopmentThe International bank forRecontruction and Development. World BankWashington.USA.

Pitana dan Diarta, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.PenerbitANDIYogyakarta.

Santoso,M.A.2001,GoodGovernanceHukumLingkungan.Jakarta ICEL dalam Lewaherilla N.E. 2006. AnalisisKebijakanPengelolaanKawasanTamanWisataTelukYoutefa-Jayapura.

Sugandhy A. 1999. Penataan Ruang dalam PengelolaanLingkunganHidup.GramediaPustakaUtama.Jakarta.

Undang-UndangNegaraRINomor26Tahun2007tentangPenataanRuang.Jakarta.

Undang-undangRepublikIndonesiaNomor10Tahun2009tentangKepariwisataan

Wahab. 1992. Manajemen Kepariwisataan. PenerbitPradnyaParamita.Jakarta

Wisner. 2004. Principles of Supply Chain Management, ABalanceApproach.Thomson

[WTO] World Tourism Organization, 1995. SustainableTourism Development: Guide for Planners. WorldTourismOrganization.Spain.

Yoeti, O. 1988. Pengantar Ilmu Parawisata. AngkasaBandung.Bandung

Kinetics. Hindawi Publishing Corporation, BioMedResearchInternationalArticleID134872,IIpages.