minggu, 26 september 2010 | media indonesia ......k onon orang malay-sia sudah mengincar dan berani...

1
K ONON orang Malay- sia sudah mengincar dan berani menaruh harga Rp50 miliar untuk rumah peninggalan ayah presiden pertama RI Soekarno, yang berlokasi di Jalan Sultan Agung Blitar, Jawa Timur, ini. Tak lain adalah Istana Ge- bang, begitu orang menyebut bangunan yang sebenarnya berwujud rumah besar. Di situ- lah dulu Soekarno kecil hingga remaja dibesarkan. Berdiri di atas lahan sekitar 1,8 hektare, Istana Gebang terdiri dari rumah induk, de- lapan bangunan rumah lain, termasuk tiga rumah pembantu di bagian belakang. Rumah ini awalnya milik se- orang pejabat Belanda yang di- beli ayah Bung Karno, Soekemi Soestrohardjo, saat dia masih mengajar di sekolah setingkat sekolah menengah atas di Kota Blitar sekitar 1917. Diperkirakan, rumah terse- but dibangun pada 1914 saat Soe karno masih bersekolah HBS di Surabaya. Istana Gebang sekarang tak ubahnya berfungsi sebagai museum Soekarno. Di rumah yang menjadi objek wisata se- jarah Kota Blitar itu kini masih tersimpan sejumlah barang dan benda yang terkait langsung dengan Bung Karno dan ke- luarganya. Seperti dua kamar tidur Bung Karno yang sering ditempatinya saat liburan sekolah atau kuliah (Bung Karno kuliah di Institut Teknologi Bandung) bahkan saat menjabat presiden. Sejumlah perabot di dalam rumah itu terlihat masih leng- kap dan orisinal. Seperti foto keluarga, lukisan, duplikat SK penganugerahan Bung Karno sebagai pahlawan proklamator yang tertata apik di dinding kokoh itu. Ada lagi mobil kuno Mercedes Benz 190 yang pernah ditumpangi Bung Karno. Pewarisan Hak waris rumah ini oleh Soekarno lalu diberikan kepada satu-satunya saudara kandung- nya, Soekarmini. Dari perni- kahannya dengan Poegoeh, Soekarmini memperoleh empat orang anak, yakni Soekonyono, Soejoso, Soekartini, dan Hari Poegoeh. Keempat anak Seokarmini tersebut sudah meninggal. Ki- ni, hak waris rumah itu jatuh kepada 12 anak mereka yang tak lain cucu Soekarmini. Di kalangan warga Blitar, Istana Gebang tersebut juga dikenal dengan sebutan rumah Ibu Wardoyo. Sejarah Istana Gebang juga diingat sebagai lokasi per- ingatan haul atau hari mening- galnya Bung Karno tiap 21 Juni. Saat menjelang acara dan puncak haul, ribuan warga di seantero Nusantara datang ke Kota Blitar dan berbondong- bondong menuju bangunan besar itu. Bahkan pada 1999 hingga 2001, diperkirakan lebih dari setengah juta orang menda- tangi acara ritual tersebut. Kini haul sepi, terutama sete- lah lokasi acara puncak haul dipindahkan ke gedung teater terbuka Perpustakaan Bung Karno di Jalan Kalasan oleh pemerintah setempat sejak dua tahun lalu. Daya tarik rumah bekas tem- pat tinggal Bung Karno ini memang kuat. Selain sebagai tempat haul, Istana Gebang menjadi lokasi pertama per- ingatan event budaya Garebek Pancasila 10 tahun lalu. Gare- bek Pancasila kini diperingati sebagai event wajib pemerintah yang dilaksanakan di alun-alun Kota Blitar tiap 1 Juni. Di sisi kanan Rumah Gebang terdapat balai kesenian yang hingga kini masih terlihat apik. Di tempat ini, dulu Soekarno sering melepas lelah sambil mendengarkan gending-gen- ding Jawa atau pertunjukan wayang. Itu dilakukan saat dia masih menjabat presiden dan berli- bur ke Blitar. Meski terawat baik, balai kesenian itu kini dibiarkan sepi. Beberapa alat gending peninggalan Soekarno dibawa Guruh Soekarno Putra ke Jakarta. Rumah Gebang ini sempat mengalami tiga kali masa re- hab. Mulai 1950-an, lalu pada 1984 oleh pemerintah Jawa Timur, dan terakhir pada 1998 oleh Dewan Harian 45 Jawa Ti- mur. Sebuah prasasti menandai selesainya renovasi berada di samping kanan teras rumah yang ditandatangani Ketua Dewan Harian 45 Jawa Timur Soejito. Kini pengunjung dapat me- lihat-lihat ruang demi ruang rumah tersebut. Ada kotak amal untuk sumbangan suka- rela pengunjung di bagian tengah rumah. Pengelola juga menyediakan jasa foto dengan cetak langsung. (M-1) miweekend @mediaindonesia.com 6 | Heritage MINGGU, 26 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Istana Gebang bakal Dilupakan? Satu lagi, Istana Gebang sebagai peninggalan sejarah bangsa ini tidak diurus serius. Edy Saputra ISTANA GEBANG: A. Lukisan besar proklamator Soekarno terpampang di ruang utama Istana Gebang. B. Teras depan tampak dari muka. C. Pintu gerbang khas berarsitektur Jawa masih berdiri megah. D. Berbagai perabotan rumah terawat bersih dan rapi. FOTO-FOTO: MI/EDY SAPUTRA Istana Gebang terdiri dari rumah induk, delapan bangunan rumah lain, termasuk tiga rumah pembantu di bagian belakang.” RENCANA melego Istana Gebang di Blitar, pening- galan Presiden Soekarno, menghangat lagi. Belum la ma ini, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyata- kan kesanggupan untuk mem beli bangunan yang te lah ditetapkan sebagai ca gar budaya itu dengan cara berpatungan dengan Pemkot Blitar. Bangunan cagar budaya yang secara hukum dimiliki pihak pribadi itu ditawarkan dengan harga Rp50 miliar. Untuk itulah, Pemprov Jawa Timur siap membiayai 75% dari harga yang disepakati. Sisanya 25% ditanggung Pemkot Blitar. Namun, harga jual yang mencapai Rp50 miliar, me- nurut Soekarwo, terlalu ting- gi. “Ini jauh dari harga ke- wajaran sebuah bangunan di Kota Blitar,” tegas Pak De Karwo, panggilan akrab sang gubernur berkumis tebal itu. Persoalan Istana Gebang yang mencuat kali pertama pada April 2008 itu memang masih belum menemukan titik terang jika dikaitkan de ngan tanggung jawab negara untuk melindungi peninggalan-peninggalan bersejarah bangsanya. Minimnya anggaran dan lemahnya pendekatan ke- pada pihak-pihak yang ber- sangkutan belum dilakukan pemerintah untuk memun- culkan kesadaran bahwa peninggalan sejarah tidak bisa hanya dinilai dengan uang atau materi belaka. Itu diakui ahli waris Istana Gebang yang mengang- gap pemerintah terlalu la- ma berwacana. Menurut Ar yo Sukokusumo, salah satu wakil ahli waris, se- jak opini penjualan rumah gebang pada 2008 hingga kini pihaknya belum pernah dihubungi pemerintah. “Pemerintah dahulu terke- san hanya melempar opini dan statement di media,” tutur Aryo yang dihubungi di Istana Gebang. Padahal, ka ta dia, jika pemerintah serius ingin mengambil alih rumah tersebut, seharusnya cepat mengambil inisiatif mendatangi ahli waris. “Jangan tiba-tiba bahas soal harga, padahal ketemu sa ja belum,” ungkap pu- tra Soekoyono, arsitek dan pen cetus Tugu Pahlawan Surabaya tersebut. Dijelas- kan, posisi ahli waris saat ini justru sedang menunggu kesungguhan pemerintah membahas Istana Gebang tersebut. Patokan harga Rp50 mi- liar, ditegaskan Aryo, bukan keluar dari kesepakatan an- tarahli waris. Hal itu, menu- rutnya, tidak pernah diba- has. Kalaupun pemerintah mengambil alih rumah itu, syarat yang tidak bisa dita- war adalah tidak mengubah sedikit pun kondisi rumah asli seperti sekarang ini. Akibat lambannya reaksi pemerintah daerah dalam melestarikan peninggalan sejarah bangsa, kini peluang memiliki Istana Gebang se- makin kecil. Menurut Aryo, hingga kini pihak ahli waris belum bertemu membahas soal rumah gebang. Namun, wacana kuat yang berkem- bang di kalangan keluar- ga tidak lagi menjadikan pemerintah sebagai pihak yang diperioritaskan untuk mengambil alih rumah terse- but jika jadi dijual. Ada lima wacana opsi. Pertama tidak akan menjual rumah ini. Kedua menjualnya ke pihak ahli waris. Lalu, ketiga menawarkan kepada keluarga Soekarno, terutama Megawati. Selan- jutnya keempat baru dita- warkan kepada pemerintah dan opsi kelima ditawarkan kepada pihak swasta. “Dan opsi pertama sampai ketiga terus menguat,” kata satu-satunya cucu Soekarmi- ni yang lahir di Kota Blitar tersebut. Dia juga mengakui ada banyak pihak, khusus- nya kalangan pribadi, yang berminat membeli Istana Gebang. Selain pengusaha asal Ma- laysia yang disebutkan ahli waris lainnya, menurut Aryo, adalah Prabowo Subianto. Mantan calon wakil presiden itu dikabarkan sudah sangat serius ingin membeli Istana Gebang tersebut. Ada lagi seorang perem- puan bernama Dewi asal Bali. Dewi yang pengusaha sukses itu, kata Aryo, me- ngaku sebagai anak kan- dung Soekarno. Namun, Aryo menolak menjelaskan identitas lebih lanjut wanita tersebut. (ES/M-1) Pemerintah Kalah Gesit dengan Pribadi A B C D

Upload: others

Post on 24-Jan-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KONON orang Malay-sia sudah mengincar dan berani menaruh harga Rp50 miliar

un tuk rumah peninggalan ayah presiden pertama RI Soekarno, yang berlokasi di Jalan Sultan Agung Blitar, Jawa Timur, ini.

Tak lain adalah Istana Ge-bang, begitu orang menyebut bangunan yang sebenarnya ber wujud rumah besar. Di situ-lah dulu Soekarno kecil hingga remaja dibesarkan.

Berdiri di atas lahan sekitar 1,8 hektare, Istana Gebang ter diri dari rumah induk, de-lapan bangunan rumah lain, ter masuk tiga rumah pembantu di bagian belakang.

Rumah ini awalnya milik se-orang pejabat Belanda yang di-beli ayah Bung Karno, Soekemi Soestrohardjo, saat dia masih mengajar di sekolah setingkat sekolah menengah atas di Kota Blitar sekitar 1917.

Diperkirakan, rumah terse-but dibangun pada 1914 saat Soe karno masih bersekolah HBS di Surabaya.

Istana Gebang sekarang tak ubahnya berfungsi sebagai mu seum Soekarno. Di rumah yang menjadi objek wisata se-jarah Kota Blitar itu kini masih tersimpan sejumlah barang dan benda yang terkait langsung dengan Bung Karno dan ke-luarganya.

Seperti dua kamar tidur Bung Karno yang sering ditempati nya saat liburan sekolah atau ku liah (Bung Karno kuliah di Ins titut Teknologi Bandung) bah kan saat menjabat presiden.

Sejumlah perabot di dalam rumah itu terlihat masih leng-kap dan orisinal. Seperti foto keluarga, lukisan, duplikat SK penganugerahan Bung Karno sebagai pahlawan proklamator yang tertata apik di dinding ko koh itu. Ada lagi mobil kuno Mercedes Benz 190 yang pernah ditumpangi Bung Karno.

PewarisanHak waris rumah ini oleh

Soekarno lalu diberikan kepa da satu-satunya saudara kandung-nya, Soekarmini. Dari perni-kahannya dengan Poegoeh, Soe karmini memperoleh empat orang anak, yakni Soekonyono,

Soejoso, Soekartini, dan Hari Poegoeh.

Keempat anak Seokarmini tersebut sudah meninggal. Ki-ni, hak waris rumah itu jatuh kepada 12 anak mereka yang tak lain cucu Soekarmini.

Di kalangan warga Blitar, Istana Gebang tersebut juga dikenal dengan sebutan rumah Ibu Wardoyo.

Sejarah Istana Gebang juga

diingat sebagai lokasi per-ingatan haul atau hari mening-galnya Bung Karno tiap 21 Ju ni. Saat menjelang acara dan puncak haul, ribuan warga di seantero Nusantara datang ke Kota Blitar dan berbondong-bondong menuju bangunan besar itu.

Bahkan pada 1999 hingga 2001, diperkirakan lebih dari setengah juta orang menda-

tangi acara ritual tersebut. Ki ni haul sepi, terutama sete-lah lokasi acara puncak haul dipindahkan ke gedung teater terbuka Perpustakaan Bung Kar no di Jalan Kalasan oleh pe merintah setempat sejak dua tahun lalu.

Daya tarik rumah bekas tem-pat tinggal Bung Karno ini me mang kuat. Selain sebagai tempat haul, Istana Gebang

men jadi lokasi pertama per-ingatan event budaya Garebek Pancasila 10 tahun lalu. Gare-bek Pancasila kini diperingati sebagai event wajib pemerintah yang dilaksanakan di alun-alun Kota Blitar tiap 1 Juni.

Di sisi kanan Rumah Gebang terdapat balai kesenian yang hingga kini masih terlihat apik. Di tempat ini, dulu Soekarno sering melepas lelah sambil

mendengarkan gending-gen-ding Jawa atau pertunjukan wayang.

Itu dilakukan saat dia masih menjabat presiden dan berli-bur ke Blitar. Meski terawat baik, balai kesenian itu kini dibiarkan sepi. Beberapa alat gending peninggalan Soekarno dibawa Guruh Soekarno Putra ke Jakarta.

Rumah Gebang ini sempat mengalami tiga kali masa re-hab. Mulai 1950-an, lalu pada 1984 oleh pemerintah Jawa Timur, dan terakhir pada 1998 oleh Dewan Harian 45 Jawa Ti-mur. Sebuah prasasti menandai selesainya renovasi berada di samping kanan teras rumah yang ditandatangani Ketua Dewan Harian 45 Jawa Timur Soejito.

Kini pengunjung dapat me-lihat-lihat ruang demi ruang rumah tersebut. Ada kotak amal untuk sumbangan suka-rela pengunjung di bagian te ngah rumah. Pengelola juga menyediakan jasa foto dengan cetak langsung. (M-1)

[email protected]

6 | Heritage MINGGU, 26 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Istana Gebang bakal Dilupakan?Satu lagi, Istana Gebang sebagai peninggalan sejarah bangsa ini tidak diurus serius.

Edy Saputra

ISTANA GEBANG: A. Lukisan besar proklamator Soekarno terpampang di ruang utama Istana Gebang. B. Teras depan tampak dari muka. C. Pintu gerbang khas berarsitektur Jawa masih berdiri megah. D. Berbagai perabotan rumah terawat bersih dan rapi.

FOTO-FOTO: MI/EDY SAPUTRA

Istana Gebang terdiri dari rumah induk, delapan bangunan rumah lain, termasuk tiga rumah pembantu di bagian belakang.”

RENCANA melego Istana Gebang di Blitar, pening-galan Presiden Soekarno, menghangat lagi. Belum la ma ini, Gubernur Jawa Ti mur Soekarwo menyata-kan kesanggupan untuk mem beli bangunan yang te lah ditetapkan sebagai ca gar budaya itu dengan ca ra berpatungan dengan Pem kot Blitar.

Bangunan cagar budaya yang secara hukum dimiliki pihak pribadi itu ditawarkan dengan harga Rp50 miliar. Untuk itulah, Pemprov Jawa Timur siap membiayai 75% dari harga yang disepakati. Sisanya 25% ditanggung Pem kot Blitar.

Namun, harga jual yang men capai Rp50 miliar, me-nurut Soekarwo, terlalu ting-gi. “Ini jauh dari harga ke-wajaran sebuah bangunan di Kota Blitar,” tegas Pak De Karwo, panggilan akrab sang gubernur berkumis te bal itu.

Persoalan Istana Gebang yang mencuat kali pertama pada April 2008 itu memang masih belum menemukan ti tik terang jika dikaitkan de ngan tanggung jawab ne gara untuk melindungi pe ninggalan-peninggalan bersejarah bangsanya.

Minimnya anggaran dan le mahnya pendekatan ke-

pada pihak-pihak yang ber-sangkutan belum dilakukan pemerintah untuk memun-culkan kesadaran bahwa pe ninggalan sejarah tidak bi sa hanya dinilai dengan uang atau materi belaka.

Itu diakui ahli waris Istana Gebang yang mengang-gap pemerintah terlalu la-ma berwacana. Menurut Ar yo Sukokusumo, salah sa tu wakil ahli waris, se-jak opini penjualan rumah ge bang pada 2008 hingga ki ni pihaknya belum pernah dihubungi pemerintah.

“Pemerintah dahulu terke-san hanya melempar opini dan statement di media,” tu tur Aryo yang dihubungi di Istana Gebang. Padahal, ka ta dia, jika pemerintah se rius ingin mengambil alih rumah tersebut, seharusnya cepat mengambil inisiatif mendatangi ahli waris.

“Jangan tiba-tiba bahas soal harga, padahal ketemusa ja belum,” ungkap pu-tra Soekoyono, arsitek dan

pen cetus Tugu Pahlawan Su rabaya tersebut. Dijelas-kan, posisi ahli waris saat ini justru sedang menunggu kesungguhan pemerintah membahas Istana Gebang tersebut.

Patokan harga Rp50 mi-liar, ditegaskan Aryo, bukan ke luar dari kesepakatan an-tarahli waris. Hal itu, menu-rutnya, tidak pernah diba-has. Kalaupun pemerintah mengambil alih rumah itu, syarat yang tidak bisa dita-war adalah tidak mengubah sedikit pun kondisi rumah asli seperti sekarang ini.

Akibat lambannya reaksi pemerintah daerah dalam melestarikan peninggalan sejarah bangsa, kini peluang memiliki Istana Gebang se-makin kecil. Menurut Aryo, hingga kini pihak ahli waris belum bertemu membahas soal rumah gebang. Namun, wacana kuat yang berkem-bang di kalangan keluar-ga tidak lagi menjadikan pe merintah sebagai pihak yang diperioritaskan untuk mengambil alih rumah terse-but jika jadi dijual. Ada lima wacana opsi. Pertama tidak akan menjual rumah ini. Ke dua menjualnya ke pihak ahli waris.

Lalu, ketiga menawarkan ke pada keluarga Soekarno,

terutama Megawati. Selan-jutnya keempat baru dita-warkan kepada pemerintah dan opsi kelima ditawarkan kepada pihak swasta.

“Dan opsi pertama sampai ketiga terus menguat,” kata satu-satunya cucu Soekarmi-ni yang lahir di Kota Blitar tersebut. Dia juga mengakui ada banyak pihak, khusus-nya kalangan pribadi, yang berminat membeli Istana Gebang.

Selain pengusaha asal Ma-laysia yang disebutkan ahli waris lainnya, menurut Aryo, adalah Prabowo Subianto. Mantan calon wakil pre siden itu dikabarkan su dah sangat serius ingin membeli Istana Gebang ter sebut.

Ada lagi seorang perem-puan bernama Dewi asal Ba li. Dewi yang pengusaha sukses itu, kata Aryo, me-ngaku sebagai anak kan-dung Soekarno. Namun, Aryo menolak menjelaskan identitas lebih lanjut wanita tersebut. (ES/M-1)

Pemerintah Kalah Gesit dengan Pribadi

A

B C

D