minggu, 23 januari 2011 | media indonesia...

1
Bali Siapkan 8 juta Bibit Pohon DEMI mewujud- kan Bali sebagai provinsi hijau ( green province ), Pemprov Bali melalui Dinas Ke- hutanan menyiap- kan 8.760.755 bibit pohon penghi- jauan. Langkah itu untuk menganti- sipasi terjadinya penurunan kuali- tas lingkungan seperti tanah longsor, abrasi pantai serta banjir yang terus mengancam Pulau Dewata. Kepala Bagian Publikasi dan Dokumentasi Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, I Ketut Teneng, Jumat (21/1), men- jelaskan, bibit pohon itu terdiri dari 18 jenis, antara lain albesia, mahoni, kemiri, dan mangrove. Menurut Teneng, biaya penyiapan bibit itu bersumber dari APBD Bali, APBN, dan DAK (dana alokasi khusus) bidang ke- hutanan. Ia mengatakan program ini diharapkan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan peduli lingkungan, pe- meliharaan sumber air, pemeliharaan hutan rakyat kemitraan, penguatan daerah aliran sungai (DAS), serta pemeliharaan hutan konservasi. Penyiapan bibit ini juga dilakukan untuk mempercepat realisasi Program Penanaman Satu Miliar Pohon. (RS/M-6) puisi di kelas dua itu misalnya, anak-anak bisa sekaligus mem- bedakan sifat benda-benda yang ada di sana. Contoh lain yang lebih jelas adalah ketika tanpa diminta para murid menjadi nasabah se- tia Bank Sampah. Bank Sampah merupakan unit kegiatan daur ulang di sekolah. Petugas Bank Sampah meng- olah sekaligus mencontohkan kepada para murid bagaimana mengubah sampah yang ‘dise- tor’ menjadi tas, dompet, dan berbagai kerajinan lain. Meski bukan bagian dari pelajaran sekolah, Ridwan, salah satu murid kelas 1 SD, rutin menyambangi Bank Sampah. “Kan bisa didaur ulang, jadi bisa kepakai lagi. Aku juga di rumah bikin mainan ragam, tidak ada kekhawatir- an saling pamer. Tentunya, sayang memakai baju bagus ke sekolah. Di bagian lain halaman, seke- lompok murid berjalan-jalan sambil berteriak dan meng- acung-acungkan karton. Jika di sekolah umum, ini mungkin terjadi jika tidak ada guru. Nyatanya ini juga proses be- lajar. Murid-murid kelas empat itu sedang mengikuti pelajaran bahasa yang dikemas dengan cara berkampanye. Dewi menjelaskan pelajaran yang dikemas interaktif di luar ruang itu dilakukan karena sekolah yang berdiri 2002 ini percaya bahwa semua makhluk di alam semesta bisa menjadi guru. “Dari situ (alam) anak bisa sekaligus mengasah logika, akhlak, sampai kepemimpi- nan,” tuturnya. Duta lingkungan Apa yang dicita-citakan Sekolah Alam mungkin ter- dengar muluk. Namun, dari interaksi dengan murid-murid, tampak jelas bagaimana alam menjadi guru. Dalam pelajaran menulis G ERIMIS cukup ra- pat membasahi ka- wasan Bogor Selasa (18/1) pagi. Namun, di sebuah halaman sekolah di daerah Tanah Baru, Bogor, puluhan murid justru diajak berkumpul. “Baris dulu ya sambil nunggu temannya. Nanti baru kita ke lapangan bola,” kata seorang pria muda memberi aba-aba. Celoteh riang penuh ketidak- sabaran keluar dari mulut beberapa anak yang berusia sekitar 11-12 tahun itu. “Hari ini untuk kelas lima memang pelajarannya out- bond. Gerimis ya gak apa-apa, kan tidak bikin sakit.” ujar AAI Tri Permana Dewi sambil tersenyum. Dewi--panggilan akrabnya--adalah Manajer Sy- iar Sekolah Alam Bogor. Sesuai namanya, sekolah ini memang bukan sekolah biasa. Meskipun yang dipakai ada- lah kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional, pada praktiknya, interaksi dengan alam sangat tinggi. Tidak hanya itu, sekolah yang memiliki jenjang dari ta- man kanak-kanak (TK) sampai sekolah menengah pertama (disebut SM) ini juga memiliki kegiatan lingkungan tambahan. Outbond adalah salah satu con- toh dari ‘kurikulum hijau’ itu. Hari itu, kegiatan outbond diisi dengan permainan galak- sin dan benteng di lapangan bola warga yang terletak tidak jauh dari sekolah. Kegiatan belajar di sekolah sendiri tidak kalah seru. Murid- murid kelas dua menuju hala- man samping sekolah untuk praktik menulis puisi. Ada yang asyik merangkai kata sambil tiduran di balok kayu, ada yang duduk berje- jer di atas ban, dan ada yang lebih suka ‘nongkrong’ di atas pohon. Baju yang kotor sudah hal biasa di sini. Anak-anak seko- lah ini pun terbiasa membawa baju ganti ke sekolah. Karena itu pula tanpa se- 9 MINGGU, 23 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA G REEN CONCERN Dari situ (alam) anak bisa sekaligus mengasah logika, akhlak, sampai kepemimpinan.” A.A.I Tri Permana Dewi Manajer Syiar Sekolah Alam Bogor Boleh tiduran atau bergelayut di pohon. Tapi di situ pengetahuan siap diadu. BINTANG KRISANTI FOTO-FOTO: MI/SUMARYANTO Kurikulum Hijau Sekolah Alam BELAJAR DI ALAM: Selasa (18/1), murid-murid kelas dua Sekolah Dasar di Sekolah Alam Bogor tengah belajar menulis puisi di luar ruangan. Alam digunakan sebagai ruang, media dan objek belajar untuk mengasah logika, ahlak dan kepemimpinan murid. MI/RAMDANI dari kardus bekas. Enak, gak usah beli,” tutur bocah yang hari itu menyetorkan kemasan bekas susu cair. Ridwan juga fasih bicara antara sampah organik dan an- organik. “Yang dibawa sampah anorganik aja. Kalau yang or- ganik kaya daun gitu mah gak bisa (didaur ulang), bisanya dibikin kompos untuk pohon. Aku di rumah juga lagi belajar,” tuturnya lagi. Kebiasaan di sekolah ini juga menular ke rumah. “Di ru- mah sampah plastik gak boleh dibuang karena anak saya maunya didaur ulang. Saya juga jadi belajar karena, jujur aja, saya sendiri gak ngerti soal daur ulang,” tutur Kartika De- viani yang tengah menunggu anaknya yang duduk di TK Sekolah Alam. Dan ini, baginya, seperti bonus yang tidak disangka karena pada awalnya ia hanya mencari pendidikan yang tidak membuat anak stres. Bukan hanya soal lingkun- gan, anak-anak Sekolah Alam juga menguasai dengan baik materi pembelajaran lainnya. Banyak dari mereka selanjut- nya diterima di sekolah-sekolah favorit di Bogor. Siti Djuariah, salah seorang orang tua murid, mengatakan anak-anaknya mampu menga- malkan nilai sosial pada ke- hidupan sehari-hari, Salah satu contoh yang me- mebuatnya bangga terjadi ke- tika suatu hari di lingkungan rumahnya para orang tua sa- ling membicarakan soal pela- jaran anak-anaknya. Salah seorang orang tua menutur- kan anaknya bingung makna kerukunan beragama dan ia sendiri sulit menjelaskan den- gan sederhana. Tanpa diminta, Siti menu- turkan, buah hatinya langsung menjawab bahwa rukun itu seperti ia dan teman-temannya yang berbeda agama namun tidak bertengkar. “Ini artinya anak saya me- mang paham, bukan hanya hafalan. Ini yang penting,” ucapnya. Pemahaman seperti ini diper- caya buah proses belajar yang bukan cuma duduk manis.Be- gitupun Dewi mengaku tidak semua pelajaran bisa dilakukan di dalam ruangan. “Pelajaran yang abstrak se- perti kuadrat-kuadratan su- sah dan lama kalau di alam,” jelasnya. Di area sekitar 5000 meter persegi itu memang berdiri rumah-rumah kayu yang digu- nakan sebagai kelas. Disitu pula mereka menerap- kan konsep ramah lingkungan dengan jendela-jendela besar yang membuat mereka berhe- mat penggunaan lampu, dan tentunya, tanpa pendingin udara. (M-1) miweekend@ mediaindonesia.com INFO HIJAU Kerusakan Lingkungan Hingga 70% WAHANA Ling- kungan Hidup (Walhi) mem- perkirakan pence- maran dan keru- sakan lingkungan akan terus menin- gkat antara 50%- 70% pada 2011 jika dibanding- kan dengan 2010. “Ada enam faktor penyebab kerusa- kan dan pencema- ran lingkungan yang terus meningkat pada 2011,” kata Kepala Departemen Advokasi Walhi Mukri Friatna dalam Enviromental Outlook 2011 di Jakarta, beberapa waktu lalu. Beberapa faktor penyebab tersebut adalah masih terus dibu- kanya keran perizinan baik bagi industri pertambangan dan perkebunan skala besar termasuk penebangan kayu alam untuk kebutuhan industri kertas. Selain itu, ambang batas baku mutu limbah yang boleh dibuang relatif longgar dan tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini termasuk ketentuan-ketentuan yang harus disajikan dalam dokumen. Ia mengatakan jika kerusakan lingkungan terus terjadi sehingga menimbulkan bencana ekologi, bisa dipastikan angka kemiskinan akan terus meningkat .(Ant/M-6) Terumbu Karang Sultra Rusak Parah TINGKAT keru- sakan terumbu karang dan pa- dang lamun di wilayah pesisir Sulawesi Teng- gara sudah sangat memprihatinkan. Kerusakan itu te- lah mencapai ting- kat 40%. Kepala Bidang Pengawasan Di- nas Kelautan dan Perikanan Sultra Ridwan Bolu di Kendari mengatakan tingginya kerusakan te- rumbu karang dan padang lamun terjadi karena penangkapan ikan yang dilakukan tidak ramah lingkungan. “Aktivitas pe- nangkapan ikan masih dengan menggunakan bahan peledak,” kata Ridwan. Penyebab lainnya adalah aksi penangkapan ikan dengan bahan kimia berupa potasium sianida. Selain itu, masih adanya sebagian warga pesisir yang menggunakan batu karang sebagai bahan bangunan atau timbunan. Dinas Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan pihak Core- map (Coral Reef Management and Rehabilitation Programme) dalam merehabilitasi terumbu karang yang rusak. Namun, yang tersentuh program tersebut masih sebagian kecil. (Ant/M-6) Bank Sampah menjadi tempat murid-murid belajar daur ulang. Bangunan kelas berupa rumah kayu. ANTARA/ISMAR PATRIZK ANTARA/PRASETYO UTOMO Tips Green! Tidak mesti menggunakan produk organik, Anda bisa tetap menjaga lingkungan dengan mengurangi konsumerisme, termasuk dalam soal pakaian. GAYA YANG TIDAK MERUSAK B EBERAPA waktu lagi membedakan seorang aktivis lingkungan dengan pecinta mode mungkin akan sulit. Virus ‘hijau’ yang sedang populer sekarang ini nyatanya juga merambah industri mode. Para pelaku dunia fesyen sudah banyak yang tergerak berbuat untuk lingkungan. Mungkin Anda sendiri sudah pernah mendengar bagaimana desainer ternama Inggris, Stella McCartney, menolak menggunakan bahan-bahan dari kulit binatang dan bahan kimia yang merusak alam. Anak Paul McCartney ini bahkan memilih tenaga angin sebagai pasokan energi untuk kantor pusatnya. Di Indonesia, meski belum seperti Stella, sudah banyak pelaku mode yang berusaha agar produk atau proses produksinya lebih ramah lingkungan. Mantan Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Musa Widiatmodjo kini menggunakan bahan-bahan bekas, seperti kain perca, untuk koleksi-koleksi anggunnya. Lalu ada juga desainer Lenny Agustin yang membuat gaun dengan detail dari sumbu kompor. Kepedulian ini pun bukan hanya di kalangan desainer besar, para pengusaha pakaian massal juga ikut tergerak. Salah satunya adalah Firebolt. Merek pakaian anak muda asal Bandung ini mengeluarkan produk berbahan katun organik. Dengan cara ini, mereka berusaha menghindari penggunaan pestisida yang merusak alam. Firebolt juga berhasil membawa masalah-masalah lingkungan dekat dengan anak muda melalui seruan-seruan yang tertera di kaus itu. Di sisi lain, nyatanya produk- produk ini juga punya konsekuensi dalam soal harga. Bahan yang butuh proses khusus dan tidak mudah didapat membuat produk ini lebih mahal daripada kaus umumnya. Lalu bagaimana produk-produk ini bisa bertahan dan bagaimana jaminan mereka akan sisi ‘hijau’ produk ini? Simak jawabannya dalam diskusi di Green FM. (Big/M-1) B DE ka pr ( g Pe m hu ka po jau un sip pe tas ya Pr jel m AP hu pe m pe ko Pr IN K W ku (W pe m sa ak gk 70 jik ka “A pe ka ra De Ou ka pe ke di in do m ak Te TI sa ka da w Su ga m Ke lah ka Pe na Pe Ri ru ik na ka kim w ba m da ter

Upload: haxuyen

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MINGGU, 23 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA …ftp.unpad.ac.id/koran/mediaindonesia/2011-01-23/mediaindonesia... · jelaskan, bibit pohon itu terdiri dari 18 jenis, antara lain albesia,

Bali Siapkan 8 juta Bibit Pohon

DEMI mewujud-kan Bali sebagai provins i h i j au (green province), P e m p r o v B a l i melalui Dinas Ke-hutanan menyiap-kan 8.760.755 bibit pohon penghi-jauan.

L a n g k a h i t u untuk menganti-sipasi terjadinya penurunan kuali-tas lingkungan seperti tanah longsor, abrasi pantai serta banjir yang terus mengancam Pulau Dewata.

Kepala Bagian Publikasi dan Dokumentasi Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, I Ketut Teneng, Jumat (21/1), men-jelaskan, bibit pohon itu terdiri dari 18 jenis, antara lain albesia, mahoni, kemiri, dan mangrove.

Menurut Teneng, biaya penyiapan bibit itu bersumber dari APBD Bali, APBN, dan DAK (dana alokasi khusus) bidang ke-hutanan. Ia mengatakan program ini diharapkan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan peduli lingkungan, pe-meliharaan sumber air, pemeliharaan hutan rakyat kemitraan, penguatan daerah aliran sungai (DAS), serta pemeliharaan hutan konservasi.

Penyiapan bibit ini juga dilakukan untuk mempercepat realisasi Program Penanaman Satu Miliar Pohon. (RS/M-6)

puisi di kelas dua itu misalnya, anak-anak bisa sekaligus mem-bedakan sifat benda-benda yang ada di sana.

Contoh lain yang lebih jelas adalah ketika tanpa diminta para murid menjadi nasabah se-tia Bank Sampah. Bank Sampah merupakan unit kegiatan daur ulang di sekolah.

Petugas Bank Sampah meng-olah sekaligus mencontohkan kepada para murid bagaimana mengubah sampah yang ‘dise-tor’ menjadi tas, dompet, dan berbagai kerajinan lain.

Meski bukan bagian dari pelajaran sekolah, Ridwan, salah satu murid kelas 1 SD, rutin menyambangi Bank Sampah. “Kan bisa didaur ulang, jadi bisa kepakai lagi. Aku juga di rumah bikin mainan

ragam, tidak ada kekhawatir-an saling pamer. Tentunya, sayang memakai baju bagus ke sekolah.

Di bagian lain halaman, seke-lompok murid berjalan-jalan sambil berteriak dan meng-acung-acungkan karton. Jika di sekolah umum, ini mungkin terjadi jika tidak ada guru.

Nyatanya ini juga proses be-lajar. Murid-murid kelas empat itu sedang mengikuti pelajaran bahasa yang dikemas dengan cara berkampanye.

Dewi menjelaskan pelajaran yang dikemas interaktif di luar ruang itu dilakukan karena sekolah yang berdiri 2002 ini percaya bahwa semua makhluk di alam semesta bisa menjadi guru. “Dari situ (alam) anak bisa sekaligus mengasah logika, akhlak, sampai kepemimpi-nan,” tuturnya.

Duta lingkunganApa yang dicita-citakan

Sekolah Alam mungkin ter-dengar muluk. Namun, dari interaksi dengan murid-murid, tampak jelas bagaimana alam menjadi guru.

Dalam pelajaran menulis

GERIMIS cukup ra-pat membasahi ka-wasan Bogor Selasa (18/1) pagi. Namun,

di sebuah halaman sekolah di daerah Tanah Baru, Bogor, puluhan murid justru diajak berkumpul.

“Baris dulu ya sambil nunggu temannya. Nanti baru kita ke lapangan bola,” kata seorang pria muda memberi aba-aba. Celoteh riang penuh ketidak-sabaran keluar dari mulut beberapa anak yang berusia sekitar 11-12 tahun itu.

“Hari ini untuk kelas lima memang pelajarannya out-bond. Gerimis ya gak apa-apa, kan tidak bikin sakit.” ujar AAI Tri Permana Dewi sambil tersenyum. Dewi--panggilan akrabnya--adalah Manajer Sy-iar Sekolah Alam Bogor.

Sesuai namanya, sekolah ini memang bukan sekolah biasa. Meskipun yang dipakai ada-lah kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional, pada praktiknya, interaksi dengan alam sangat tinggi.

Tidak hanya itu, sekolah yang memiliki jenjang dari ta-man kanak-kanak (TK) sampai sekolah menengah pertama (disebut SM) ini juga memiliki kegiatan lingkungan tambahan. Outbond adalah salah satu con-toh dari ‘kurikulum hijau’ itu.

Hari itu, kegiatan outbond diisi dengan permainan galak-sin dan benteng di lapangan bola warga yang terletak tidak jauh dari sekolah.

Kegiatan belajar di sekolah sendiri tidak kalah seru. Murid-murid kelas dua menuju hala-man samping sekolah untuk praktik menulis puisi.

Ada yang asyik merangkai kata sambil tiduran di balok kayu, ada yang duduk berje-jer di atas ban, dan ada yang lebih suka ‘nongkrong’ di atas pohon.

Baju yang kotor sudah hal biasa di sini. Anak-anak seko-lah ini pun terbiasa membawa baju ganti ke sekolah.

Karena itu pula tanpa se-

9MINGGU, 23 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA GREEN CONCERN

Dari situ (alam) anak bisa sekaligus

mengasah logika, akhlak, sampai kepemimpinan.”

A.A.I Tri Permana DewiManajer Syiar Sekolah Alam Bogor

Boleh tiduran atau bergelayut di pohon. Tapi di situ pengetahuan siap diadu.

BINTANG KRISANTI

FOTO-FOTO: MI/SUMARYANTO

Kurikulum Hijau Sekolah Alam

BELAJAR DI ALAM: Selasa (18/1), murid-murid kelas dua Sekolah Dasar di Sekolah Alam Bogor tengah belajar menulis puisi di luar ruangan. Alam digunakan sebagai ruang, media dan objek belajar untuk mengasah logika, ahlak dan kepemimpinan murid.

MI/RAMDANI

dari kardus bekas. Enak, gak usah beli,” tutur bocah yang hari itu menyetorkan kemasan bekas susu cair.

Ridwan juga fasih bicara antara sampah organik dan an-organik. “Yang dibawa sampah anorganik aja. Kalau yang or-ganik kaya daun gitu mah gak bisa (didaur ulang), bisanya dibikin kompos untuk pohon. Aku di rumah juga lagi belajar,” tuturnya lagi.

Kebiasaan di sekolah ini juga menular ke rumah. “Di ru-mah sampah plastik gak boleh dibuang karena anak saya maunya didaur ulang. Saya juga jadi belajar karena, jujur aja, saya sendiri gak ngerti soal daur ulang,” tutur Kartika De-viani yang tengah menunggu anaknya yang duduk di TK Sekolah Alam.

Dan ini, baginya, seperti bonus yang tidak disangka karena pada awalnya ia hanya mencari pendidikan yang tidak membuat anak stres.

Bukan hanya soal lingkun-gan, anak-anak Sekolah Alam juga menguasai dengan baik materi pembelajaran lainnya. Banyak dari mereka selanjut-

nya diterima di sekolah-sekolah favorit di Bogor.

Siti Djuariah, salah seorang orang tua murid, mengatakan anak-anaknya mampu menga-malkan nilai sosial pada ke-hidupan sehari-hari,

Salah satu contoh yang me-mebuatnya bangga terjadi ke-tika suatu hari di lingkungan rumahnya para orang tua sa-ling membicarakan soal pela-jaran anak-anaknya. Salah seorang orang tua menutur-kan anaknya bingung makna kerukunan beragama dan ia sendiri sulit menjelaskan den-gan sederhana.

Tanpa diminta, Siti menu-turkan, buah hatinya langsung menjawab bahwa rukun itu seperti ia dan teman-temannya yang berbeda agama namun tidak bertengkar.

“Ini artinya anak saya me-mang paham, bukan hanya hafalan. Ini yang penting,” ucapnya.

Pemahaman seperti ini diper-caya buah proses belajar yang bukan cuma duduk manis.Be-gitupun Dewi mengaku tidak semua pelajaran bisa dilakukan di dalam ruangan.

“Pelajaran yang abstrak se-perti kuadrat-kuadratan su-sah dan lama kalau di alam,” jelasnya.

Di area sekitar 5000 meter persegi itu memang berdiri rumah-rumah kayu yang digu-nakan sebagai kelas.

Disitu pula mereka menerap-kan konsep ramah lingkungan dengan jendela-jendela besar yang membuat mereka berhe-mat penggunaan lampu, dan tentunya, tanpa pendingin udara. (M-1)

[email protected]

INFO HIJAU

Kerusakan Lingkungan Hingga 70%

WAHANA Ling-kungan Hidup ( Wa l h i ) m e m -perkirakan pence-maran dan keru-sakan lingkungan akan terus menin-gkat antara 50%-70% pada 2011 jika dibanding-kan dengan 2010. “Ada enam faktor penyebab kerusa-kan dan pencema-ran lingkungan yang terus meningkat pada 2011,” kata Kepala Departemen Advokasi Walhi Mukri Friatna dalam Enviromental Outlook 2011 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Beberapa faktor penyebab tersebut adalah masih terus dibu-kanya keran perizinan baik bagi industri pertambangan dan perkebunan skala besar termasuk penebangan kayu alam untuk kebutuhan industri kertas.

Selain itu, ambang batas baku mutu limbah yang boleh dibuang relatif longgar dan tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini termasuk ketentuan-ketentuan yang harus disajikan dalam dokumen.

Ia mengatakan jika kerusakan lingkungan terus terjadi sehingga menimbulkan bencana ekologi, bisa dipastikan angka kemiskinan akan terus meningkat .(Ant/M-6)

Terumbu Karang Sultra Rusak Parah

TINGKAT keru-sakan terumbu karang dan pa-dang lamun di wilayah pesisir Sulawesi Teng-gara sudah sangat memprihatinkan. Kerusakan itu te-lah mencapai ting-kat 40%.

Kepala Bidang Pengawasan Di-nas Kelautan dan Perikanan Sultra Ridwan Bolu di Kendari mengatakan tingginya kerusakan te-rumbu karang dan padang lamun terjadi karena penangkapan ikan yang dilakukan tidak ramah lingkungan. “Aktivitas pe-nangkapan ikan masih dengan menggunakan bahan peledak,” kata Ridwan.

Penyebab lainnya adalah aksi penangkapan ikan dengan bahan kimia berupa potasium sianida. Selain itu, masih adanya sebagian warga pesisir yang menggunakan batu karang sebagai bahan bangunan atau timbunan.

Dinas Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan pihak Core-map (Coral Reef Management and Rehabilitation Programme) dalam merehabilitasi terumbu karang yang rusak. Namun, yang tersentuh program tersebut masih sebagian kecil. (Ant/M-6)Bank Sampah menjadi tempat murid-murid belajar daur ulang. Bangunan kelas berupa rumah kayu.

ANTARA/ISMAR PATRIZK

ANTARA/PRASETYO UTOMO

TipsGreen!

Tidak mesti menggunakan produk organik, Anda bisa tetap menjaga lingkungan dengan mengurangi konsumerisme, termasuk dalam soal pakaian.

GAYA YANG TIDAK MERUSAK

BEBERAPA waktu lagi membedakan seorang aktivis lingkungan dengan pecinta

mode mungkin akan sulit. Virus ‘hijau’ yang sedang populer sekarang ini nyatanya juga merambah industri mode.

Para pelaku dunia fesyen sudah banyak yang tergerak berbuat untuk lingkungan. Mungkin Anda sendiri sudah pernah mendengar bagaimana desainer ternama Inggris, Stella McCartney, menolak menggunakan bahan-bahan dari kulit binatang dan bahan kimia yang merusak alam. Anak Paul McCartney ini bahkan memilih tenaga angin sebagai pasokan energi untuk kantor pusatnya.

Di Indonesia, meski belum seperti Stella, sudah banyak pelaku mode yang berusaha agar produk atau proses produksinya lebih ramah lingkungan. Mantan Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Musa Widiatmodjo kini menggunakan bahan-bahan bekas, seperti kain perca, untuk koleksi-koleksi anggunnya. Lalu ada juga desainer Lenny Agustin yang membuat gaun dengan detail dari sumbu kompor.

Kepedulian ini pun bukan hanya di kalangan desainer besar, para pengusaha pakaian massal juga ikut tergerak. Salah satunya adalah Firebolt. Merek pakaian anak muda asal Bandung ini mengeluarkan

produk berbahan katun organik. Dengan cara ini, mereka berusaha menghindari penggunaan pestisida yang merusak alam. Firebolt juga berhasil membawa masalah-masalah lingkungan dekat dengan anak muda melalui seruan-seruan yang tertera di kaus itu.

Di sisi lain, nyatanya produk-produk ini juga punya konsekuensi dalam soal harga. Bahan yang butuh proses khusus dan tidak mudah didapat membuat produk ini lebih mahal daripada kaus umumnya.

Lalu bagaimana produk-produk ini bisa bertahan dan bagaimana jaminan mereka akan sisi ‘hijau’ produk ini? Simak jawabannya dalam diskusi di Green FM. (Big/M-1)

B

DEkapr(gP emhukapojau

unsippetasya

Prjelm

APhupempeko

Pr

IN

K

Wku( Wpemsaakgk70jikka“ApekaraDeOu

kapeke

diindo

mak

Te

TIsakadawSugamKelahka

PenaPeRiruiknaka

kimwba

mdater