miko sis
TRANSCRIPT
MIKOSIS
PENDAHULUAN
Insidensi mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang
masyarakat luas, sebaliknya mikosis profunda lebih jarang terdapat. Mengenai
kandidosis yang disebabkan oleh Candida spp. akan dibahas secara terpisah.
Alasannya karena jamur tersebut bersifat intermediate, sehingga dapat memberi
pelbagai bentuk klinis, baik sistemik maupun superfisialis.
DEFINISI
Mikosis ialah penyakit yang disebabkan oleh jamur.
SINONIM
Penyakit jamur.
KLASIFIKASI
Penyakit jamur atau Mikosis dibagi menjadi:
A. Mikosis profunda
B. Mikosis superficialis
MIKOSIS PROFUNDA
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur,
dengan gejala klinis tertentu yang menyerang alat dibawah kulit, misalnya traktus
intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskular,
susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang-kadang kulit.
MIKOSIS SUPERFICIALIS
Mikosis superficialis dibagi menjadi:
A. Dermatofitosis
B. Nondermatofitosis
DERMATOFITOSIS
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis
telah jelas pada definisi di atas, sedangkan dermatomikosis mempunyai arti umum,
yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Di dalam beberapa buku kedua
istilah ini dicampuradukkan. Yang akan dibahas hanya terbatas pada dermatofitosis
sesuai dengan definisi di atas.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
golongan jamur dermatofita.
Etiologi dermatofitosis adalah golongan jamur dermatofita. Golongan jamur
ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi
imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton (EMMONS, 1934).
Klasifikasi
Berdasarkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian yang lebih
praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi. Dengan
demikian dikenal bentuk-bentuk:
- Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
- Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot
- Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,
dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
- Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan
- Tinea unguinum, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
- Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5
tinea di atas.
Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
- Tineaimbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan Trichophyton concentricum
- Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan
Trichophyton schoen-leini: secara klinis antara lain terbentuk skutula dan
berbau seperti tikus
- Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Gejala Klinis
Tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut mempunyai
morfologi khas. Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas
macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas
tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. Eczema merginatum adalah istilah
yang tepat untuk lesi dermatofitosis secara deskriptif.
Tinea kruris
Disebut juga eczema marginatum, dhoibe itch, jockey itch, ringworm of the
groin. Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut dan menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito
rural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian
bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas
macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini
menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
Status dermatologis
Lokasi : regio inguinalis, perineum, perianal Penyebaran : regional Bentuk : bulat teratur Ukuran : plakat Batas : Sirkumskrip Efflorensi : a. primer : macula eritema, daerah tepi lebih aktif
b. sekunder : erosi, krusta
Pembantu diagnosis
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsungsediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya
pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlakukan.
Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan
klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan
mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan
dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudian untuk:
1. Kulit tidak berambut (glabrous skin): dari bagian tepi kelainan sampai dengan
bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau
tumpul steril.
2. Kulit berambut: rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan;
kulit di daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit, pemeriksaan
dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk
mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan
adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu.
3. Kuku: bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-
dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku
diambil pula.
Pengobatan
1. Griseofulvin fine particle dosis tunggal 0,5-1g untuk dewasa dan 0,25-0,5g
untuk anak-anak. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit,
penyebab, dan keadaan imunitas. Setelah sembuh kliis dilanjutkan 2 minggu
agar tidak residif.
2. Ketokonazol pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan
obat tersebut sebanyak 200mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi
hari setelah makan.
3. Itrakonazol untuk yang kontraindikasi Ketokonazol (hepatotoksik). Pemberian
cukup 2 x 100-200mg sehari dalam kapsul selama 3 hari.
4. Terbinaifn dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu,
dosisnya 62,5mg-250mg / hari bergantung pada berat badan.
5. Obat-obat topical konvensional, misalnya asam salisil 2%, asam benzoat 6-
12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5%, dan zat warna (hijau
brilian 1% dalam cat Castellani).
6. Obat-obat topical baru, misalnya tolfnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-
derivat imidazol, silopiroksolamin, dan naftifine masing-masing 1%
NONDERMATOFITOSIS
Pitriasis versikolor
Pitriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin adalah penyakit
jamur superfisialis yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, beupa
bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi
badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas,
leher, muka dan kulit kepala berambut.
Pitirosporum folikulitis
Pitirosporum folikulitis (malasezia folikulitis) merupakan penyakit yang
secara klinis mirip dengan akne vulgaris. Pitirosporum folikulitis adalah penyait
kronis pada folikel pilosebasea yang disebbkan oleh spesies Pitirosporum, berupa
papul dan pustul folikular, yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang
tubuh, leher, dan lengan bagian atas.