chole lithia sis
DESCRIPTION
NKTRANSCRIPT
CHOLELITHIASIS
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cholelithiasis adalah adanya batu dikantung empedu, yang bisa tanpa gejala sampai
kolik kandung empedu, cholecystitis, choledocholithiasis dan cholangitis.
Epidemiologi
. Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20
tahun(1%), lebih sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun (11%) dan ditemukan
sekitar 30% pada orang yang berusia diatas 80 tahun..
Frekuensi
- Di AS : Di AS 20 juta orang (10-20% orang dewasa) memiliki batu
empedu dan 1-3% simptomatik. Amerika Hispanik resiko tinggi
untuk batu empedu.
- Internasional : Studi di Italia 20% wanita, pada pria 14%. Di Swedia usia 30
tahun adalah 1,8% untuk laki-laki dan 4,8% untuk wanita; pada
usia 60 tahun adalah 12,9% laki-laki dan 22,4% untuk wanita.
Prevalensi dari cholelithiasis di negara Barat lainnya kurang
lebih sama dengan Amerika, tetapi tampaknya di negara Asia
lebih rendah.4,5
Mortalitas/Morbiditas
- Mortalitas dan morbiditas berhubungan langsung dengan komplikasi dari
penyakit dan pengobatan bedah. Kurang lebih 10% pasien dengan batu
empedu mempunyai juga batu pada Duktus biliaris komunis.
- Batu empedu dapat menyebabkan obstruksi dari Duktus biliaris komunis,
menyebabkan jaundice. Cholangitis, adalah infeksi yang mengancam
hidup, dapat diikuti dengan obstruksi bilier.
- Obstruksi dari leher kandung empedu menyebabkan stasis bilier, yang
dapat menyebabkan peradangan dan edema dari dinding empedu.
Lanjutan dari kondisi ini termasuk cholecystitis akut dan kemudian dapat
berlanjut menjadi gangren atau abses formasi.4
Ras
- Prevalensi dari batu empedu tertinggi pada kulit putih di Eropa Utara dan
populasi Hispanik.
- Batu empedu juga sangat tinggi pada Pima indian ( sampai 75% pada
orang tua) dan juga tinggi pada suku asli Amerika.
- Pada orang-orang Asia lebih banyak terdapat batu pigmen dibanding
populasi lain.
- Pada orang Afrika-Amerika rendah, tetapi Afrika-Amerika dengan sickle
sel mempunyai batu empedu lebih awal dalam hidupnya.5
Jenis kelamin
- Batu empedu biasa terjadi pada wanita. Penyebabnya mungkin berasal
dari variasi Estrogen menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol dan
progesteron menyebabkan stasis bilier.
- Wanita hamil juga sering mengalami batu empedu yang simptomatik
yang berasal dari pengaruh hormonal dan penurunan motilitas usus, dan
walaupun tidak pasti terbentuk tetapi pada wanita dengan kehamilan
berulang kali lebih banyak yang mempunyai batu empedu.
- Oral kontrasepsi dan terapi hormonal dapat meningkatkan resiko batu
empedu.5
Usia
- Tidak lazim terdapat pada anak-anak tetapi jika ada biasanya mereka
mempunyai kelainan kongenital, kelainan pada hemolitik bilier batu
pigmen.
- Resiko pembentukan batu empedu, meningkat sesuai dengan usia. Kurang
lebih 1-3% peningkatan insidensi pertahun.4
Patofisiologi
Walaupun batu empedu dapat terbentuk dimana saja pada saluran empedu, yang
paling sering dan umum pada kandung empedu.
Ada 3 tipe dari batu empedu yang ada:
1. Batu kolesterol
2. Batu pigmen
3. Campuran.5
Batu Kolesterol
Empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih
dari 90% batu empedu dinegara Barat. Sebagian besar batu ini merupakan batu kolesterol
campuran yang mengandung paling sedikit 75% kolesterol berdasarkan berat serta dalam
variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Batu
kolesterol murni terdapat dalam sekitar 10% dari semua batu kolesterol. Sifat fisikokimia
empedu bervariasi sesuai konsentrasi relatif garam empedu, lesitin, dan kolesterol.
Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga
kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Dapat dinyatakan
oleh grafik segitiga (Gambar), yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi
molar garam empedu, lesitin, dan kolesterol. Empedu yang mengandung kolesterol
seluruhnya didalam micelles digambarkan oleh area dibawah garis lengkung ABC (cairan
micelles); tetapi bila konsentrasi relatif garam empedu, lesitin dan kolesterol turun ke
area diatas garis ABC, maka ada kolesterol didalam dua fase atau lebih (cairan micelle
dan kristal kolesterol).
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam 3 tahap :
1. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
2. Kristalisasi/Presipitasi
3. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain
yang membentuk matriks batu.
Pembentukan batu merupakan proses rumit, tempat banyak faktor yang belum dipahami
meningkatkan masing-masing dari tiga tahap pembentukan batu. Sejumlah individu
normal mensekresi empedu supersaturasi, tetapi tak pernah membentuk batu. Tetapi
pasien dengan batu empedu kolesterol, semuanya mempunyai empedu litogenik yang
disupersaturasi oleh kolesterol dan mengandung kristal kolesterol. Bisa timbul oleh
sekresi hati untuk empedu hati yang sudah membatu atau oleh perubahan nantinya
menjadi empedu litogenik sekunder terhadap konsentrasi dalam vesika biliaris.
Sebagian besar pasien batu kolesterol mensekresi empedu hati litogenik.
Kelompok tertentu mempunyai kumpulan garam empedu total yang berkontraksi (1,5
sampai 2g) yang merupakan separuh ukuran orang normal. Bisa timbul melalui umpan
balik garam empedu abnormal dengan penurunan sintesis hati bagi garam empedu
(seperti pada Indian Pima) atau hilangnya garam empedu secara berlebihan melalui feses
akibat malabsorbsi ileum primer atau setelah reseksi atau pintas ileum. Kelompok lain,
terutama orang yang gemuk, mensekresi kolesterol dalam jumlah berlebihan. Beberapa
bukti menggambarkan bahwa masukan diet kolesterol dan atau kandungan kalori diet
bisa mempengaruhi sekresi kolesterol juga.
Mekanisme lain yang diusulakn bagi pembentukan batu, melibatkan disfungsi
vesika biliaris. Stasis akibat obstruksi mekanik atau fungsional, bisa menyebabkan
stagnasi empedu didalam vesika biliaris dengan resorpsi air berlebihan dan merubah
kelarutan unsur empedu. Penelitian percobaan menggambarkan bahwa peradangan
dinding kandung empedu bisa menyebabkan resorpsi garam empedu berlebihan,
perubahan dalam rasio lesitin/garam empedu serta sekresi garam kalsium, mukoprotein
dan debris organik sel; perubahan ini bisa merubah empedu hati normal menjadi empedu
litogenik didalam vesika biliaris. Peranan infeksi dalam patogenesis pembentukan batu
kolesterol bersifat kontroversial. Walaupun organisme usus tertentu bisa dibiak dari inti
batu kolesterol atau dari dinding vesika biliaris, namun sebagian besar batu kolesterol
terbentuk tanpa infeksi.1
Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10% dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada
dua bentuk yaitu, batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu
pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel,sangat keras dan penampilannya
hijau sampai hitam, batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium
bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu, dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai
26%) dan banyak senyawa organik lain. Di daerah Timur, batu kalsium bilirubinat
dominan dan merupaka 40 sampai 60% dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh,
berwarna kecoklatan sampai hitam serta sering membentuk batu diluar vesika biliaris
didalam duktus choledocus atau didalam duktus biliaris intra hepatik. Batu kalsium
bilirubinat sering radioopak, sedangkan batu pigmen murni mungkin tidak radioopak,
tergantung pada kandungan kalsiumnya.
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup
sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang
mengendap di dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi
pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi
(anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Mekanisme lain yang kurang
lazim di dunia Barat melibatkan konversi ekstra hepatik menjadi empedu litogenik. Di
dunia Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi
bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang diinfestasi parasit Chlonorcis
sinensis atau Ascaris lumbricoides. Eschericia coli membentuk -glukuronidase yang
dianggap mendekonjugasikan bilirubin didalam empedu, yang bisa menyokong
pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut. Vesika biliaris atau cabang saluran
empedu yang meradang bisa memainkan peranan dengan membentuk senyawa organik,
yang bertindak sebagai inti, dan bisa meningkatkan litogenesis bagi batu pigmen.1
Riwayat Alamiah Batu Empedu
Riwayat alamiah batu empedu masih belum seluruhnya diketahui. Penentuan
umur karbon14 telah memperlihatkan bahwa batu bisa memerlukan waktu selama 8 tahun
untuk mencapai ukuran maksimum. Lebih lanjut, bisa memerlukan waktu bertahun-tahun
untuk timbulnya gejala setelah batu mulai terbentuk. Jelas dengan luasnya prevalensi batu
empedu, gejala yang mengharuskan dilakukannya kolesistektomi hanya timbul dalam
sedikit pasien. Hanya sekitar 30% pasien batu empedu yang memerlukan kolesistektomi.
Cara terbaik memeriksa riwayat alamiah batu empedu adalah dengan membagi
pasien batu empedu kedalam dua kategori: simptomatik dan asimptomatik. Pasien batu
empedu simptomatik membentuk kelompok dengan insiden yang tinggi untuk
mendapatkan masalah nantinya. Beberapa seri besar dari Swedia yang diikuti lebih dari
1300 pasien batu empedu berusia dari 5 sampai 20 tahun. Walaupun lebih dari 90%
mempunyai gejala pada waktu diagnosis, namun mereka bukan sasaran kolesistektomi.
Sekitar setengah pasien kemudian mengalami kekambuhan atau komplikasi parah seperti
Cholecystitis akut, ikterus, pancreatitis, atau carcinoma vesika biliaris. Lebih lanjut,
mortalitas bedah meningkat dengan tindakan gawat darurat atau komplikasi serius. Saat
ini kebanyakan dokter menerima konsep bahwa pasien batu empedu simptomatik
merupakan calon kolesistektomi jika mereka sudah sehat dan mempunyai harapan hidup
paling sedikit 5 tahun.
Pasien batu empedu asimptomatik bisa benar-benar mengalami perjalanan yang
berbeda. Dampak yang ditarik dari penelitian pasien simptomatik yang disebutkan diatas
bahwa sebagian besar pasien asimptomatik, jika diikuti cukup lama, akan menderita
gejala atau komplikasi parah. Tetapi sebagian besar pasien simptomatik telah menderita
penyakit vesika biliaris lanjut pada waktu diagnosis, sehingga tidak menampilkan
populasi pembanding yang adil. Lebih lanjut, kita mengetahui dari penelitian autopsi
bahwa banyak pasien batu empedu tak pernah memerlukan kolesistektomi dan jelas tetap
asimptomatik. Dua penelitian yang baik telah menyebutnya sebagai batu empedu
“tenang” asimptomatik. Batu empedu ditemukan secara kebetulan atau selama program
penyaringan berskala besar dalam 234 pasien asimptomatik. Hanya 15% kemudian
menderita kolik biliaris dan hanya 3% menderita komplikasi serius dalam pengawasan
jangka lama (10 tahun).
Saat ini, dengan kemampuan penyaring diagnostik (mis.Ultrasonografi), banyak
pasien batu empedu asimptomatik akan diketahui. Dalam kelompok ini, ada parameter
tertentu yang mungkin membenarkan kolesistektomi “profilaktik”. Pengalaman masa
lampau telah memperlihatkan bahwa pasien dengan batu empedu besar (2,5 cm), vesika
biliaris berkalsifikasi atau vesika biliaris tidak berfungsi atau pasien diabetes dengan batu
empedu, mempunyai peningkatan resiko komplikasi serius yang berhubungan langsung
dengan batu empedu: kolesistektomi terencana dibenarkan dalam subkelompok pasien
dengan batu asimptomatik ini.1
KLINIK
A. Riwayat Penyakit
Batu empedu biasanya menetap tanpa gejala selama hidup pasien. Gejala yang
biasanya dirasakan oleh penderita batu empedu adalah nyeri, nyeri datang tiba-tiba dan
berkurang secara bertahap. Nyeri dapat hilang beberapa menit sampai beberapa jam.
Kolik bilier merupakan gejala khusus, disebabkan oleh obstruksi sementara dari batu
empedu pada ductus cysticus, nyeri pada kolik bilier biasanya menetap tidak hilang
timbul, seperti pada kolik intestinal. Pada beberapa pasien, serangan nyeri terjadi setelah
makan; pada yang lainnya tidak berhubungan dengan makan. Frekuensi dari serangan
cukup bervariasi, mulai dari yang hampir terus menerus sampai terpisah beberapa tahun.
Mual dan muntah dapat timbul bersamaan dengan datangnya nyeri.2
B. Pemeriksaan Fisik
Kolik bilier biasanya dirasakan pada kuadran kanan atas, tetapi nyeri pada regio
epigastrik dan nyeri pada abdomen sebelah kiri biasa juga terjadi, dan beberapa pasien
ada juga yang mengalami nyeri precordial.
Tanda Murphy (nyeri pada palpasi dikuadran kanan atas ketika pasien menarik nafas)
dapat mengindikasikan akut cholecystitis. Gejala yang lain dari cholecystitis termasuk
demam dan takikardia.
Nyeri mungkin menjalar sekitar batas costae sampai ke punggung atau mungkin nyeri
alih ke daerah scapula. Nyeri pada bagian atas bahu adalah tidak biasa dan diduga adnya
iritasi langsung pada diafragma. Pada serangan nyeri yang berat, pasien biasanya
meringkuk diranjang dan sering merubah posisi dengan tujuan agar dapat lebih nyaman.
Selama serangan, mungkin terdapat nyeri pada kuadran kanan atas dan jarang
kandung empedu dapat terpalpasi atau teraba. Intoleransi makanan berlemak, dispepsia ,
indigesti, rasa terbakar pada ulu hati , kembung, mual adalah gejala lain yang
berhubungan dengan batu empedu. Karena batu empedu juga sering ditemukan pada
populasi umum, adanya batu empedu pada beberapa pasien mungkin ditemukan secara
tidak sengaja.2,4.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan banyak tes
biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes funsi hati. Bilirubin
serum yang difraksionisasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari reaksi van
den Bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Walaupun sering peningkatan bilirubin
serum menunjukkan kelainan hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa
penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna
hemolisis intravaskular dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin
serum timbul sekunder terhadap kolestasis intrahepati, yang menunjukkan disfungsi
parenkim hati atau kolestasis ekstra hepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan, atau penyakit pankreas jinak. Bila obstruksi saluran
empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak 25 sampai 30 mg/100 ml, yang pada
waktu itu ekskresi bilirubin urin sama dengan produksi harian. Nilai lebih dari 30 mg/100
ml berarti terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati.
Keganasan ekstra hepatik paling sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum
20 mg/100 ml), sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian,
dengan bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg/100 ml. Alanin
aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat- oksalat transaminase) dan
aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat- piruvat transaminase)
merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi didalam hepatosit.
Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati; tetapi
peningkatan enzim ini (1-3 kali dari normal atau jadang-kadang peningkatan cukup tinggi
tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu, terutama
obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus
meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan
obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatase alkali juga ditemukan didalam tulang dan
dapat meningkat pada kerusakan tulang. Walaupun aktivitas serum dapat difraksionisasi
ke isoenzim hati dan tulang, namun ini merupakan usaha yang membosankan. Juga
selama kehamilan, fosfatase alkali serum meningkat terhadap sintesis plasenta. Dengan
adanya penyakit tulang atau kehamilan, leusin aminopeptidase dan 5- nukleotidase
disintesis oleh sel duktus biliaris (tetapi tak ada dalam tulang dan plasenta) serta sifatnya
serupa dengan fosfatase alkali dengan adanya obstruksi saluran empedu.1
Pemeriksaan penunjang lainnya
Foto Polos Abdomen
Foto polos kadang-kadang bisa bermanfaat, tetapi tidak bisa mengenal
kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15% batu empedu mengandung cukup
kalsium untuk meungkinkan identifikasi pasti. Jarang terjadi kalsifikasi hebat didalam
dinding vesika biliaris (yang dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu “susu
kalsium”, tempat beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang
terbuktididalam vesika biliaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia (yaitu
adanya udara dalam batang saluran empedu atau didalam lumen atau dinding vesika
biliaris) bersifat abnormal dan tanpa pembedahan sebelumnya yang merusak atau
memintas mekanisme sfingter koledokus, menunjukkan patologi saluran empedu. Udara
didalam lumen dan dinding vesika biliaris terlihat cholecystitis “emfisematosa” yang
timbul sekunder terhadap infeksi bakteri penghasil gas. Adanya masa jaringan lunak yang
mengidentifikasi duodenum atau fleksura coli dextra bisa juga menggambarkan vesika
biliaris yang terdistensi.1
Plain X- Ray of Abdomen10% GallstonesRadio-opagueFaceted
Kolesistografi Oral
Kolesistogram oral yang dikembangkan Graham dan Cole tahun 1924, merupakan
standar yang paling baik bagi diagnosis penyakit vesika biliaris. Zat organik diyodinasi
biasanya 6 tablet asam yopanoat [Telepque] diberikan per oral pada malam sebelumnya
dan pasien dipuasakan. Obat ini diabsorpsi, diikat ke albumin, diekstraksi oleh hepatosit,
disekresi kedalam empedu dan dipekatkan dalam vesika biliaris; opasifikasi vesika
biliaris terjadi dalam 8 sampai 12 jam. Batu empedu atau tumor tampak sebagai cacat
pengisian.opasifikasi memerlukan duktus sistikus yang paten dan vesika biliaris yang
berfungsi. Bila vesika biliaris gagal terlihat, maka tindakan ini diulang dalam 24 jam.
Kegagalan opasifikasi pada pengulangan kembali atau kolesistografi oral dosis ganda
bersifat diagnostik penyakit vesika biliaris. Kolesistogram oral sangat sensitif serta
hasilnya mendekati 98% bila digunakan dengan tepat. Tes ini tak dapat diandalkan bila
bilirubin serum meningkat atau dengan adanya muntah, diare atau malabsorpsi.1
Kolangiografi Intravena
Tes ini telah dikembangkan dalam tahun 1954 untuk memungkinkan visualisasi
keseluruhan batang saluran empedu ekstra hepatik. Tetapi resolusi radiografi sering
buruk dan tes ini tak dapat diandalkan bila bilirubin serum lebih dari mg/100ml. Lebih
lanjut reaksi yang jarang tetapi mungkin fatal terhadap zat kontras intravena bisa muncul.
Tes ini telah digantikan oleh pemeriksaan yang lebih aman, lebih dapat diandalkan dan
sekarang merupakan anakronisme(penempatan pada waktu yang salah).1
Ultrasonografi
Perkembangan teknik canggih ultrasonografi saluran empedu telah mengganti
kolesistografi oral sebagai tes penyaring bagi kolelitiasis. Karena USG tidak cukup
akuratseperti kolesistogram oral tetap merupakan standar terbaik dalam diagnosis batu
empedu. Tetapi USG cepat, tidak invasif dan tanpa pemaparan radiologi; lebih lanjut,
USG dapat digunakan pada pasien ikterus dan mencegah ketidakpatuhan pasien dan
absorpsi zat kontras oral. Sehingga USG merupakan tes penyaring yang lebih baik.
Kriteria untuk diagnosis kolelitiasis mencakup cacat intra lumen yang berubah dengan
perubahan posisi pasien dan/atau menimbulkan bayangan akustik. Bila USG ada, maka
ketepatan mendekati 90%. Positif palsu merupakan hal yang tak biasa (1-3%), tetapi
negatif palsu timbul sekitar 10% pada kesempatan sekunder terhadap ketidakmampuan
USG mendeteksi (1) batu dalam vesika biliaris yang dipadati dengan batu, (2) batu sangat
kecil, atau (3) batu tersangkut dalam duktus sistikus. Pada keadaan tertentu,
kolesistogram oral diperlukan untuk mengkonfirmasi ada atau tidaknya penyakit vesika
biliaris. Penemuan koledokolitiasis tak dapat diandalkan dengan USG.
USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik penyaring, tidak
hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa diketahui secara
meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau pankreas (seperti masa atau
kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan sebagai
teknik penyaring awal untuk memulai evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah
diketahui duktus intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestasis
ekstrahepatik. Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestasis
intra hepatik. Ketepatan USG dalam membedakan antara kolestasis intra dan ekstrahepati
tergantung pada derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi jelas melebihi 90%.
Distensi usus oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.
CT-Scan
CT-Scan sangat tidak tepat digunakan dalam mendeteksi batu empedu, kecuali
bila batu tersebut mengandung kalsium dalam jumlah yang banyak. Tetapi pada pada
sepsis intra abdomen yang dianggap berasal dari saluran empedu, maka CT-Scan bisa
menetukan abses intrahepatik, perihepatik, atau trikolesistika. Peranan primer CT Scan
adalah pada pasien tua dengan ikterus obstruktif. Mungkin CT Scan hampir setepat USG
dalam menentukan duktus intrahepatik yang berdilatasi, tetapi jauh lebih unggul dalam
menentukan tumor dalam daerah duktus koledokus distal dan pankreas. Tetapi karena tes
ini menyebabkan pemaparan radiasi, tak dapat mendeteksi kebanyakan batu empedu dan
umumnya lebih mahal, maka kebanyakan dokter lebih suka USG sebagai tes penyaring
awal.
Endoscopy Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Tes invasif ini melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan
kanulasi endoskopi ampulla Vateri dan suntikan retrograd zat kontras. Didapatkan
radiografi yang memuaskan dari anatomi duktus biliaris (dan pancreatikus). Lebih lanjut,
ahli endoskopi akan memvisualisasi mukosa periampulla dan duodenum. Disamping
kelainan pankreas, ERCP digunakan dalam pasien ikterus ringan atau bila lesi tidak
menyumbat seperti batu duktus koledokus, kolangitis sklerotikans atau anomali
kongenital dicurigai. Ahli endoskopi yang berpengalaman dapat mengkanulasikan duktus
biliaris dan berhasil pada sekitar 90% kesempatan. Resiko ERCP pada hakekatnya dari
endoskopi dan mencakup sedikit penambahan insiden kolangitis dalam batang saluran
empedu yang tersumbat sebagian. Harus diakui bahwa dengan obstruksi saluran empedu
lengkap, hanya luas obstruksi distal akan divisualisasi; anatomi batang saluran empedu
proksimal biasanya lebih dikhawatirkan dalam merencanakan terapi bedah, sehingga
sering lebih disukai kolangigrafi transhepatik perkutis. Satu keuntungan ERCP bahwa
kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskopi dapat dilakukan serentak untuk
memungkinkan lewatnya batu duktus choledokus secara spontan atau untuk
memungkinkan pembuangan batu dengan instrumentasi retrograde duktus biliaris.
Pemasangan stent biliaris retrograde atau endoprotesa melintasi striktura biliaris dapat
juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan endoskopi ini.1
Percutan Transhepatik Cholangiography
Merupakan tindakan invasif yang melibatkan pungsi transhepatik perkutis yang
pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba “kurus”
(ukuran 21) dan suntikan prograd zat kontras. Diperoleh uraian yang memuaskan dari
anatomi saluran empedu. Penggunaan primernya adalah dalam menentukan tempat dan
etiologi ikterus obstruktif dalam pesiapan bagi intervensi bedah. Dengan adanya dilatasi
duktus, PTC sebenarnya berhasil pada 100% kesempatan; tanpa dilatasi (seperti pada
kolangitis sklerotikans atau koledokolitiasis non obstruksi), maka radiografi adekuat
dapat diperoleh hanya pada 60% kesempatan. Resiko PTC mencakup perdarahan intra
peritoneum atau kebocoran empedu dari tempat tusukan (1-3%), kolangitis ringan (5-
10%), hemobilia (<1%) dan tusukan tak sengaja viskus lokal (vesika biliaris, kavitas
pleuralis).
Ahli radiologi intervensional telah memperluas konsep PTC dengan
mengembangkan teknik terapi kateterisasi saluran empedu transhepatik perkutis. Teknik
ini memungkinkan dekompresi saluran empedu non bedah pada pasien kolngitis akut
toksik, sehingga mencegah pembedahan gawat darurat. Drainase empedu percutis dapat
digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruktif untuk pembedahan dengan
menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati. Lebih lanjut, kateter empedu
perkutis ini dapat dimajukan melalui striktura saluran empedu ganas kedalam duodenum
dan ditinggalkan ditempat secara permanen sebagai cara peredaan non bedah pada pasien
berisiko buruk.1
Pemeriksaan Radionuklida
Asam dimetil iminodiasetat ditandai technetium 99m (99m Tc-HIDA) dan asam
parisopril iminodiasetat (Tc-PIPIDA) merupakan zat pemancar gamma yang bila
diberikan secara intravena, cepat diekstraksi oleh hepatosit dan disekresi kedalam
empedu. Sehingga batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris dapat
divisualisasi. Fungsi primernya dalam mendiagnosa kolesistitis akut. Patogenesis
kolesistitis akut melibatkan obstruksi duktus sistikus. Walaupun radionuklida ini
memasuki empedu dalam pasien kolesistitis akut, namun tidak mencapai vesika biliaris;
kegagalan visualisasi vesika biliaris sebenarnya bersifat diagnostik obstruksi duktus
sistikus. Resolusi perincian, tidak adekuat untuk menetukan dari kebanyakan kelainan
struktur lain anatomi saluran empedu.1
Biopsi Hati
Pada kelainan hepatobiliaris yang dicurigai, biopsi hati dapat digunakan dalam
membedakan kolestasis intrahepatik dari ekstrahepatik. Biopsi hati tidak digunakan
sebagai cara primer untuk mendiagnosis kolestasis ekstrahepatik. Tetapi dalam kasus
kolestasis ekstrahepatik yang tak lazim, tempat USG tidak mengenal duktus yang
berdilatasi (seperti yang mungkin timbul dalam obstruksi dini atau dalam kolangitis
sklerotikans), maka biopsi hati bisa dilakukan dengan menganggap pasien menderita
kolestasis intrahepatik. Dalam kasus demikian, ahli patologi hati biasanya dapat
membedakan kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Juga biopsi hati dapat bermanfaat
dalam memilih kelompok pasien obstruksi ekstrahepatik menahun, karena biopsi akan
menentukan luas sirosis biliaris sekunder.1
Differensial Diagnosis
Kolik kandung empedu dapat diperkirakan dari riwayat, tetapi kesan klinik harus
diverifikasi dengan penilaian ultrasound. Kolik biliaris mungkin meningkatkan nyeri dari
duodenal ulcer, hernia hiatus, pancreatitis, dan infark miokardium.
ECG dan foto rontgen harus dilakukan untuk menyelidiki penyakit
kardiopulmoner. Diperkirakan bahwa kolik biliaris mungkin sesekali memperburuk
penyakit cardiac, tetapi angina pectoris atau ECG abnormal jarang menjadi indikasi untuk
cholecystectomi.
Nyeri radikular sebelah kanan pada dermatomT6-T10 mungkin dapat
membingungkan dengan kolik bilier. Oseoarthritis, lesi vertebra atau tumor mungkin
terlihat pada foto rontgen tulang belakang atau dapat diduga oleh hiperestesia dari kulit
abdomen.
Pemeriksaan gastrointestinal bagian atas beberapa kali dapat diindikasikan untuk
mencari spasme oesophageal, hernia hiatus, ulkus peptik, atau tumor gaster. Pada
beberapa pasien, sindrom kolon teriritasi mungkin dapat disalahartikandengan nyeri
kndung empedu.
Carcinoma dari caecum dan colon ascenden dapat disingkirkan dengan asumsi bahwa
nyeri post prandial pada kondisi ini mengarah ke penyakit batu empedu.2
Komplikasi
Cholecystitis kronik merupakan predisposisi menjadi akut cholecystitis, batu
ductus communis, dan adenocarcinoma dari kandung empedu. Semakin lama terdapat
batu, semakin tinggi timbulnya komplikasi. Komplikasi tidak sering, bagaimanapun,
keberadaan batu bukan alasan yang cukup untuk tindakan cholecystectomi profilaksis
pada penderita dengan asmptomatik atau dengan simptom atau gejala yang ringan.
Dari hasil pemeriksaan fisik dapat mengindikasikan komplikasi dari batu empedu.
Saluran dari kandung empedu yang menuju ke ductus biliaris communis dapat
berakibat, adanya sumbatan komplit atau parsial dari ductus biliaris communis.
Kebanyakan ini bermanifestasi sebagai jaundice, pada semua ras jaundice dapat
dideteksi dengan pemeriksaan sclera dengan perubahan warna naturalnya menjadi
kuning.
cholecyisitis akut akibat sekunder dari obstruksi dari leher kandung empedu dapat
menuju gangren dari kandung empedu, perforasi, dan/atau pembentukan abses.
Pankreatitis, komplikasi lain dari batu empedu, ditandai dengan nyeri abdomen
yang difus, termasuk nyeri pada epigastrium dan kuadran atas kiri dari abdomen.
Pankreatitis hemoragik yang berat terjadi pada 15% pasien dan menyebabkan
tinginya angka mortalitas karena kegagalan multi sistem dari organ. Pada beberapa
pasien, proses hemoragik dan perdarahan retroperitoneal menyebabkan perubahan
warna disekitar umbilicus (Cullen sign)
Trias Charcot (nyeri pada kuadran kanan atas, demam, dan jaundice)
dihubungkan dengan obstruksi duktus biliaris communis dan cholangitis. Gejala
tambahan sepeti penurunan kesadaran dan hipotensi, merupakan Penta Raynaud.
Penatalaksanaan
A. Pengobatan
Menghindari pemberian makanan mungkin dapat membantu.
1. Disolusi
Batu cholesterol pada kandung empedu dapat dilarutkan pada beberapa
kasus dengan pengobatan lama dengan menggunakan Ursodiol, yang
mengurangi saturasi dari empedu dengan menghambat sekresi dari
cholesterol. Hasilnya dibawah saturasi, empedu perlahan melarutkan
cholesterol padat yang terdapat pada kandung empedu.
Sayangnya therapi garam empedu mempunyai batasan efisiensi. Batu
empedu harus kecil (contoh, < 5 mm) dan batu non-Calcium (non opaque
pada CT-Scan) dan kandung empedu harus terlihat pada cholecystography
(indikasi dari tidak terhambatnya aliran empedu dari ductus biliaris dan
kandung empedu). Sekitar 15% dari pasien dengan batu empedu dapat
dilakukan pengobatan. Disolusi diraih selama 2 tahun pada sekitar 50%
dari pasien yang diseleksi dengan ketat. Batu timbul kembali,
bagaimanapun, pada 50% kasus selama 5 tahun. Pada umumnya, tehapi
disolusi berdiri sendiri atau dapat digabung dengan Lithotripsi, yang dapat
digunakan tetapi jarang.2
2. Lithotripsi dan Disolusi
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan shock
wave yang difokuskan, yang melewati jaringan dan cairan, menuju ke batu
empedu. Batu menjadi fragmen-fragmenoleh pecahnya gelembung udara
kecil bersamaan dengan menyatunya material padat.
Lithotripsi adalah terapi dengan kegunaan yang kecil. Karena fragmen-
fragmen tetap berada didalam kandung empedu kecuali mereka dapat
dilarutkan.2
B. Pembedahan
Pengangkatan dari kandung empedu (cholecystectomi) adalah pengobatan untuk
cholelitiasis dengan gejala pada pasien yang layak untuk operasi. Hanya batu
empedu yang menimbulkan gejala atau komplikasi yang memerlukan
penanganan.
Pada akhir 1980an, Laparascopic Cholecystectomi (LC) diperkenalkan.
Tekhnik bedah dengan minimal invasif, LC merupakan revolusi pada
penanganan pada penyakit empedu.
o Incisi yang besar pada subcosta kanan pada cara tradisional (opeasi
terbuka) telah ditinggalkan. Karena incisi pada LC lebih kecil.
o Waktu pemulihan dan nyeri post operasi berkurang.
o Walaupun insiden dari luka pada duktus biliaris selama LC telah
menurun pada beberapa tahun belakangan, penelitian di Australia
menunjukkan resiko untuk komplikasi ini pada LC lebih kecil
dibandingkan cholecystectomi terbuka. Tetapi luka duktus biliaris
yang disebabkan oleh LC sering lebih berat dan terjadi pada pasien
yang lebih muda.
Pada pasien yang sudah tua tanpa cholecysititis, beberapa pakar kesehatan
menyarankan ERCP dan sphincterotomy tanpa cholecystectomi.
Penanganan dari cholelitiasis asimptomatik masih kontroversial. Banyak
ahli bedah menyarankan cholecystectomi berdasarkan potensial untuk
berlanjut menjadi cholecystitis dan choledocholitiasis dimasa depan.
Pasien dengan asimptomatik cholelitiasis harus dilakukan cholecystectomi
jika memenuhi kriteria berikut :
o Pasien sedang menjalani pengobatan yang dapat menutupi gejala
atau keakuratan dari pemeriksaan abdomen. (kortikosteroid,
penghilang nyeri, narkotika)
o Pasien dengan batu empedu lebih dari 2 cm diameternya
o Pasien dengan kandung empedu porselen pada pemeriksaan
pencitraan
o Pasien merupakan Pima Indian
o Pasien dengan neuropathi sensorik yang mempengruhi abdomen
o Pasien yang berencana menerima transplantasi organ (selain dai
hati)
Pasien dengan dugaan batu empedu umumnya ditangani dengan salah satu
cara berikut, tergantung dari pengalaman dari ahli bedah dan ahli
endoskopi juga dilibatkan.:
Preoperatif ERCP, dengan pembersihan duktus biliaris komunis,
diikuti dengan LC
Preoperatif ERCP dan hanya pembersihan duktus biliaris komunis
(pada pasien yang diseleksi)
LC dan choledochotomi unuk batu yang besar
LC dan eksplorasi transkistik duktus biliaris komunis untuk batu
yang mengambang dan kecil
Gabungan penanganan laparaskopi-endoskopi: Sphincterotomi
endoskopi dan ekstraksi batu dilakukan dimeja operasi setelah ahli
bedah melewati kabel pengaman yang melewati duktus sistikus
menuju ke duodenum untuk membantu ahli endoskopi karena
prosedur dilakukan pada pasien dengan posisi terlentang.
LC diikuti dengan observasi
Cholecystectomi terbuka dan eksplorasi duktus biliaris komunis
LC dengan ERCP postoperatif.4
Prognosis
Komplikasi serius dan kematian yang berhubungan dengan operasi itu sendiri
adalah jarang. Angka kematian operasi sekitar 0,1% pada apsien dibawah 50 tahun dan
sekitar 0,5% pada pasien lebih dari 50 tahun. Kebanyakan kematian terjadi pada pasien
yang preoperatifnya memiliki resiko. Operasi menyembuhkan gejala pada 95% dari kasus
batu empedu.2