metode penetapan jumlah tangkapan yang …octopuss.org/downloads/007labsdi-stp~paper jtb (tac... ·...
TRANSCRIPT
1
METODE PENETAPAN JUMLAH TANGKAPAN YANG DIPERBOLEHKAN (JTB)
UNTUK BERBAGAI JENIS SUMBERDAYA IKAN DI WPP-NRI1
Oleh : Heri Triyono2
TOTAL ALLOWABLE CATCH (TAC) METHOD FOR MARINE FISHERIES
RESOURCES IN FISHERIES MANAGEMENT AREA OF INDONESIA1.
By Heri Triyono2
Ringkasan
Pemahaman Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) ternyata tidak hanya
mengontrol hasil tangkapan tetapi juga secara tidak langsung dapat mengontrol tingkat
eksploitasi perikanan.
JTB menjadi dasar pengelolaan perikanan diberbagai negara termasuk Indonesia.
Kondisi sumber daya alam perikanan Indonesia memerlukan metode baru dalam penetapan
JTB sehingga dapat diterapkan pada masyarakat.
Jumlah Hasil Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB) tidak sama dengan Nilai
Potensi Lestari (MSY). JTB tidak selalu harus ditetapkan berdasarkan MSY.
Tindakan pengelolaan perikanan (termasuk JTB) harus diambil tanpa menunggu data
dan informasi yang sempurna, jika tidak ikan dan udang terancam punah
Pendahuluan
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah merupakan alih bahasa daripada "Total
Allowable Catch (T.A.C.)" yang telah dibakukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1983 dan untuk keperluan sehari-hari dapat digunakan singkatan "J.T.B" (PP No. 15 Tahun
1984 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Bab I
Pasal 1 huruf e)
Memahami tentang Penetapan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB), maka
tidak hanya mengontrol hasil tangkapan tetapi juga secara tidak langsung dapat mengontrol
tingkat eksploitasi perikanan
Menurut Emygdio L. Cadima dalam Fisheries Technical Paper 393 dengan judul
Fish Stock Assessment Manual (Halaman 64) yang dipublikasikan oleh FAO di Roma Tahun
1 Pandangan Ilmiah disampaikan pada Penyusunan Rancangan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, Direktorat
Sumberdaya Ikan - Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 20–22 Maret 2013. 2 Fisheries Resources Laboratory – Jakarta Fisheries Univ.
2
2003, menjelaskan bahwa pada umumnya regulasi untuk mengontrol tingkat eksploitasi
perikanan dapat dilakukan dengan :
1. Pembatasan jumlah izin penangkapan
2. Pembatasan jumlah upaya penangkapan pertahun (pembatasan jumlah hari operasi,
jumlah trip, jumlah hari di laut dsb.)
3. Pembatasan JTB
Sebelum melakukan penetapan JTB, maka kita harus memahami dengan benar
definisi tentang pengelolaan perikanan. FAO pada Tahun 1995 dalam Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF) mengeluarkan definisi Pengelolaan sebagai :
The integrated process of information gathering, analysis, planning, consultation,
decision-making, allocation of resources and formulation and implementation, with
enforcement as necessary, of regulations or rules which govern fisheries activities in order to
ensure the continued productivity of the resources and accomplishment of other fisheries
objectives.
Hal tersebut senada dengan apa yang tertuang dalam UU Perikanan No. 9 Tahun 1985
yang diubah menjadi No. 31 Tahun 2004 dan terakhir diubah menjadi No. 45 Tahun 2009,
Pasal 1 Ayat (7) “Pengelolaan adalah Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi
dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,
alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas
lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati”.
Definisi, Tujuan dan Sumber JTB
Sesuai dengan amanah Konstitusi, pemerintah wajib menetapkan JTB seperti yang
tercantum dalam UU Perikanan No. 31 Tahun 2OO4 yang selanjutnya diubah menjadi No. 45
Tahun 2009, Pasal 7 ayat (1) huruf c, yang berbunyi : "Dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumberdaya ikan, Menteri menetapkan : ... c. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia".
Definisi
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah banyaknya sumber daya alam hayati
yang boleh ditangkap dengan memperhatikan pengamanan konservasinya di Zona Ekonomi
3
Eksklusif Indonesia (PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hayati di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Bab I Pasal 1 huruf e)
JTB dapat didefinisikan juga sebagai bentuk pengelolaan suatu perairan melalui
penetapan jumlah hasil tangkapan ikan berdasarkan evaluasi dan pertimbangan teknis,
biologis, ekonomis dan sosial (umumnya per tahun).
Tujuan
Tujuan utama JTB adalah mengatur jumlah penangkapan agar tidak melebihi daya
dukung sumberdaya ikan, sehingga pemanfaatanya dapat lestari dan berkelanjutan
(Disarikan dari berbagai sumber)
Sumber JTB
Mengacu pada beberapa buku pengelolaan perikanan, maka istilah JTB atau TAC
tidak diperoleh disemua rujukan tersebut. Adapun bahan yang dijadikan rujukan adalah
sebagai berikut : (Judul buku; Penulis; Penerbit; Jumlah Halaman buku; Istilah yang
digunakan)
1. Fish Stok Assessment; J.A. Gulland; FAO. 1983; 223 hal.; Quota (hal.5) dan TAC
(hal.18).
2. Fisheries Biology A Study In Population Dynamics; D.H. Cushing; Univ. Of Wisconsin
Press. 1968,1981; 295 hal; TAC (hal.192) dan Quota (hal.244).
3. Quantitative Fisheries Stok Assessment; R Hilborn and CJ Walters; Chapman and Hall
USA 1992; 570 hal.); TAC (hal. 453; 467- 469; 517-518) dan Quotas (hal. 5, 66, 116-
117, 132, 330, 454, 466, 511, 515, 517, 519, 522, 525, 534, 536, 538).
4. Introduction To Tropical Fish Stock Assessmen; P. Spare and SC Venema; FAO 1998;
392 hal.; Tidak ada informasi tentang TAC & Quota.
5. Indonesian Marine Capture Fisheries; C Bailey, A. Dwiponggo, F. Maharudin;
ICLARM Manila 1987; 195 hal.; Tidak ada informasi tentang TAC & Quota.
6. The Fish Resources Of Western Indonesia; D. Pauly and P. Martosubroto; ICLARM
Manila 1996; 312 hal.; Tidak ada informasi tentang TAC & Quota.
7. Fish Stock Assessment Manual; Emygdio L. Cadima; FAO, Fisheries Technical Paper
393. Rome 2003; 66 hal.; TAC (hal. 9, 10, 64)
8. Potensi Dan Penyebaran SDI Laut Di Indonesia; Komnas Kajiskan; Komnas Kajiskan
1998; 251 hal.; Tidak ada informasi tentang TAC & Quota.
9. Keanekaragaman Hayati Laut; R. Dahuri; Gramedia, 2003; 412 hal.; TAC (hal. 197)
4
Kerangka Pemikiran
Gulland, (1983, hal.5), menjelaskan contoh sukses tentang pertemuan yang
mendiskusikan kuota stok paus di Antartika tahun 1963. Mengingat banyaknya protes dari
Aktivis Paus, maka anggota komisi mengusulkan pengurangan drastis kuota tangkapan Blue
Whale Unit (BWU) dari 15.000 Tahun 1962/1963 menjadi 10.000 BWU. Akhirnya tanpa
banyak konflik dan adanya pengawasan ketat dari para aktivis sehingga total hasil
tangkapannya mendekati kuota yang ditetapkan sebesar 8.429 BWU.
Selanjutnya Gulland, (1983, hal.18) menjelaskan pentingnya JTB untuk pengelolaan
yang spesifik pada jenis ikan dan alat tangkap tertentu, contoh JTB 11.200 ton dengan
ukuran terbaik mata jaring 85 mm. Penetapan JTB bisa berbeda-beda berdasarkan hipotesis
yang dibangun, contoh kematian alamiah menjadi pertimbangan dan biasanya konsensus
dapat tercapai dengan nilai JTB terendah.
Pemahaman Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) ternyata tidak hanya
mengontrol hasil tangkapan tetapi juga secara tidak langsung dapat mengontrol tingkat
eksploitasi perikanan. Hal ini juga memudahkan kombinasi JTB dengan alokasi kuota dari
jumlah JTB berdasarkan armada penangkapan. Dengan demikian, persaingan yang timbul
antara kapal perikanan yang mungkin melakukan penangkapan maksimum secepatnya dapat
dihindari sebelum melebihi JTB.
Menurut Hilborn and Waters (1992), Strategi Pengelolaan adalah penetapan jumlah
tangkapan yang dapat diambil dari besarnya stok ikan setiap tahun dengan
mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial nelayan. Beberapa perairan menetapkan
tingkat pemanfaatan secara konstan dari tahun ke tahun. Contoh: Canadian Atlantic Fishery,
Herring di British Colombia, Tasmanian Abalon Fishery (28 ton/thn). Selain itu ada juga
yang menetapkan JTB tahunan.
CCSBT (Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna) menentukan
JTB berdasarkan MSY dari satu spesies, mengingat kontrol perdaganganya yang mudah.
Sedangkan IOTC menentukan TAC berdasarkan Trend CPUE dan Produksi
Kebijakan JTB di Indonesia secara tegas tertuang dalam Undang-undang Perikanan
No. 34 Tahun 2004, Pasal 7 : “Menteri menetapkan penetapan JTB dilakukan atas dasar
hasil penelitian, survei, evaluasi dan hasil kegiatan penangkapan ikan”. Kemudian lebih
rinci dituangkan dalam Undang-undang Perikanan No. 45 Tahun 2009, Pasal 7 Ayat (4)
“Menteri menetapkan potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ---potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah
5
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia--- dan huruf c ---jumlah tangkapan yang
diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia--- setelah
mempertimbangkan rekomendasi dari komisi nasional yang mengkaji sumber daya ikan”.
Pemerintah Indonesia pertama kali mengatur JTB melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 473a Tahun 1985 tentang Penetapan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia..
Contoh Penetapan JTB Pertama di Indonesia (berdasarkan Kepmentan No. 473a/1985)
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) menurut kelompok jenis sumber daya
alam hayati di daerah daerah zona ekonomi eksklusif Indonesia ditetapkan sebagai berikut :
Potensi Dan Jumlah Tangkapan Yang diperbolehkan Menurut Kelompok Jenis Di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia
1. Jenis Sumber Pelagis, potensi 1.285.900 ton per tahun, jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 1.115.731 ton per tahun
2. Jenis Sumber Tuna, potensi 83.435 ton per tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) 75.915 ton per tahun
3. Jenis Sumber Cakalang, potensi 93.760 ton per tahun, jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 88.884 ton per tahun
4. Jenis Sumber Demersal, potensi 647.500 ton per tahun, jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 582.731 ton per tahun
Berdasarkan Perhitungan Potensi (MSY) dibagi dengan JTB maka diperoleh hasil
bahwa JTB = 80,182% MSY. Nilai JTB 80% inilah yang kemudian menjadi acuan di
Indonesia selama ini, padahal dalam PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumberdaya
Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Bab I Pasal 4, dijelaskan : “dalam rangka
melestarikan sumber daya alam hayati agar supaya dapat dimanfaatkan secara terus
menerus, perlu ditetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total allowable catch)
setinggi-tingginya 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah tangkapan maksimum lestari”.
Dari contoh perhitungan di atas, menjadi menarik ketika kondisi sumber daya ikan Indonesia
sudah mengalami berbagai macam perubahan secara biologi, sosial, ekonomi, dan budaya. Timbul 2
(dua) pertanyaan mendasar, “Apakah untuk saat ini metode JTB 80% masih relevan?” dan
“Apakah penetapan tersebut sudah sesuai dengan kaidah Ilmiah?”
6
JTB Di Berbagai Negara
Tahun 2003 Komisi Uni Eropa menerbitkan Kebijakan Penghentian Operasi 7.680
Unit Kapal Ikan (50%) yang berkapasitas 300 GT, karena perairannya mengalami
Overfishing.
Tahun 2005, ICES mengeluarkan JTB untuk Tahun 2006 sebesar 15% lebih rendah
dari 2005 untuk Ikan Ekonomis Tinggi seperti Cod, Haddock, Saithe, Whitting, Plaice,
Mackarel, Herring
Tabel 1. JTB di Perairan Uni Eropa Tahun 2006 (dalam ton)
Species TAC’s 2005 TAC’s 2006
Cod 27.300 23.205
Haddock 66.000 51.850
Saithe 145.000 123.250
Whitting 28.000 23.800
Plaice 59.000 57.441
Mackarel 44.879 47.132
Herring 535.000 454.751
Sumber : The European Union Commission (2005)
Gambar 2. JTB dan Kuota Penangkapan Tahun 2012 di Uni-Eropa
7
Gambar 1. Standar Penetapan JTB di Uni-Eropa
Spanyol, Polandia, Afrika Selatan dan Soviet melakukan penangkapan ikan dengan
alat Trawl di Perairan Cape Hake. Pengelolaan perairan ini dilakukan oleh ICSEAF
8
(International Commision for The Southeast Atlantic Fiheries), dimana terjadi penurunan dan
fluktuasi CPUE 1964-1988. ICSEAF biasanya menggunakan CPUE Spanyol untuk
memonitor Indeks Kelimpahan. Pertemuan Tahun 1989 dilakukan ICSEAF untuk
menentukan JTB. Delegasi Spanyol, Afrika Selatan dan Soviet menggunakan model yang
berbeda dalam menentukan MSY dan JTB sehingga hasil berbeda.
Tabel 2. Beberapa Metode Penetapan JTB
Method MSY (1000 ton) E0.1 (1000 day) TAC0.1 (1000 ton)
Afrika Selatan 257 376 255
Spanyol 301 730 408
Soviet 255 409 266
Afrika Selatan menggunakan Time-Series Fitting Method berbasiskan Model
Schaefer (Butterworth and Adrew, 1984), Soviet menggunakan Traformasi berbeda dari
Model Schaefer (Babayan and Kizner, 1988), dan Spanyol mengunakan model berbeda
(Leonart et al, 1985) dengan pertimbangan CPUE untuk memodifikasi upaya tangkap.
Akhirnya diskusi politik dan ilmiah berlangsung ketat, lalu diputuskan menggunakan
Proporsi Data CPUE Spanyol. JTB ditentukan melalui Trend CPUE oleh ICSEAF.
Sejak Tahun 1970, sistem kuota mulai diterapkan di Atlantik Utara; Dua model yang
digunakan adalah MSY Schaefer (1954) dan Cohort Analysis.
Perhitungan JTB dengan menggunakan Cohort Analysis mengacu pada Cushing
(1981, hal. 192):
𝑪 = 𝑵𝒕 ∗ [(𝑺 ∗ 𝑭
𝒁) (𝟏 − 𝒆𝒙𝒑−𝒁)]
𝒀 = 𝒀𝒏 ∗ 𝑾𝒕
𝑵𝒕𝟏−𝟏 = 𝑵𝒕 ∗ 𝒆𝒙𝒑−𝒁
9
Tabel 3. Hasil Perhitungan JTB dengan Cohort Analysis
Stock in
year 1
Nt.108
Percentage
of max
mortality
Mortality
F= 0,5;
M=0,2
Exp –Z
Catch in
Number
C.108
Mean
weight
(kg)
W
Catch in
Weight
(tons)
Stock in
year 2
Nt1.108
1 (73)* 0,82
2 180 25 0,72 19 0,18 3.420 60
3 105 50 0,64 21 0,32 6.720 130
4 48 75 0,56 14 0,48 6.720 67
5 26 100 0,50 9 0,63 5.670 27
6 10 100 0,50 4 0,76 3.040 13
7 3 100 0,50 1 0,87 870 5
TAC = 26.440
Catatan : Hitungan tabel yang tidak ditampilkan adalah :
S*F; exp(-S*F ; Z*Stock of one year old fish estimated from surveys of young fish)
Tabel 4. Perbandingan Perkiraan Tangkapan Di ZEEI dan JTB (dalam Ton/Tahun)
Jenis Ikan MSY 1985 TAC 1985 Perkiraan Tangkap
1993
Tuna 87.123 75.915 819.167
Cakalang 100.225 88.884 951.704
Pelagis kecil 1.462.600 1.115.731 365.999
Demersal 653.432 582.731 1.202.729
Udang 21.000 - 99.100
Total 2.323.780 1.863.261 3.438.709
141 % 185 %
Sumber : Monintja dkk. (1995) dalam Dahuri (2003, hal.197)
Pada Pertemuan Tahunan Ke-18, CCSBT menyepakati bahwa Prosedur Pengelolaan
akan digunakan dalam memandu pengaturan JTB Tuna Sirip Biru untuk memastikan bahwa
Biomassa Tuna Sirip Biru yang memijah mencapai target 20% dari stok Biomassa yang
memijah secara alami. CCSBT akan menetapkan JTB dari 2012 dan seterusnya berdasarkan
hasil dari Prosedur Pengelolaan, kecuali CCSBT memutuskan hal lain berdasarkan informasi
yang tidak diatur dalam Prosedur Manajemen.
10
Tabel 5. CCSBT Menentukan JTB Tahun 2014 Tanpa Menghitung MSY Tahun 2013
Negara 2012 2013 2014*
Member
Japan 2,519 2,689 3,366
Australia 4,528 4,698 5,147
Republic of Korea 911 945 1,036
Fishing Entity of Taiwan 911 945 1,036
New Zealand 800 830 909
Indonesia 685 707 750
Non Member 2012 2013 2014
Philippines 45 45 45
South Africa 40 80 150
European Community 10 10 10
Tabel 6. Historical Total Allowable Catch and Effort (Eastern Tuna & Billfish Fishery)
SPECIES
FISHING SEASON
2007/08
TAC (T)
2008/09
TAC (T)
2009/10
TAC (T)
2010/11
TAC (T)
2011/12
TAC (T)
2012/13
TAC (T)
Albacore Tuna N/A N/A N/A N/A 2,500 2,500
Bigeye Tuna N/A N/A N/A N/A 1,056 1,056
Broadbilled
Swordfish
N/A N/A N/A N/A 1,550 1,396
Striped Marlin N/A N/A N/A N/A 390 370
Yellowfin Tuna N/A N/A N/A N/A 2,200 2,200
Jumlah Hasil Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB) tidak sama dengan Nilai
Potensi Lestari (MSY). JTB tidak selalu harus ditetapkan berdasarkan MSY.
Metode Penetapan JTB Untuk Berbagai Kelompok SDI di WPP-NRI
Metode penetapan yang dapat dilakukan adalah
1. Metode penetapan JTB menurut jenis utama berdasarkan stok dan tingkat pengusahaan.
2. Metode penetapan berdasarkan MSY Total sesuai KEPMEN KP No. KEP.45/MEN/2011
kemudian dialokasikan pada masing-masing WPP secara proposional.
3. Metode Penetapan JTB berdasarkan tingkat produksi sesuai KEPMEN KP No.
KEP.45/MEN/2011 menurut masing-masing WPP.
11
Alternatif yang dapat ditawarkan sebagai berikut :
Alternatif JTB 1, Penetapan JTB untuk14 species utama yaitu, tuna: Sirip Biru Selatan,
Mata Besar, Madidihang, sesuai kuota ketentuan IOTC, CCSBT ditambah 30 % untuk
Perikanan Rakyat: Cakalang dan Tongkol mengacu tingkat ekspoitasi KEPMEN 45;
Udang Peneid dan Rajungan sesuai tingkat eksploitasi KEPMEN KP No.
KEP.45/MEN/2011; Layang , Kembung , Lemuru sesuai MSY KEPMEN KP No.
KEP.45/MEN/2011; Kakap, Kerapu, Bawal Putih, Bawal Hitam sesuai MSY
KEPMEN 45. Selanjutnya (dialokasikan secara proposional terhadap WPP)
Alternatif JTB 2, Penetapan JTB total berdasarkan MSY Total selanjutnya dialokasikan pada
setiap WPP secara proposional.
Alternatif JTB 3, Penetapan JTB berdasarkan tingkat produksi sesuai KEPMEN KP No.
KEP.45/MEN/2011menurut masing-masing WPP.
Kesimpulan
1. Relevansi penentuan JTB dengan menggunakan nilai 80% dari MSY perlu didiskusikan
kembali
2. Tindakan pengelolaan perikanan (termasuk JTB) harus diambil tanpa menunggu data dan
informasi yang sempurna, jika tidak ikan dan udang terancam punah.
3. Jumlah Hasil Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB) tidak sama dengan Nilai Potensi
Lestari (MSY). JTB tidak selalu harus ditetapkan berdasarkan MSY.
4. Penentuan JTB-NRI secara tahunan sebaiknya dikoordinasi dan difasilitasi Pemerintah
(Kementerian Kelautan dan Perikanan) dengan melibatkan perwakilan dari KOMNAS
KAJISKAN dan Perguruan Tinggi yang mengajarkan kelautan dan perikanan di
Indonesia.
Pustaka
Bailey, C., Dwiponggo, A., Maharudin, F. 1987. Indonesian Marine Capture Fisheries.
ICLARM Manila (195 hal.)
Cadima, Emygdio L. 2003. Fish Stock Assessment Manual. FAO, Fisheries Technical Paper
393. Rome. (66 hal.)
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut.. Gramedia (412 hal.)
D.H. Cushing, D.H., 1981. Fisheries Biology A Study In Population Dynamics. Univ. Of
Wisconsin Press. (295 hal.)
Gulland, J.A., 1983. Fish Stok Assessment. FAO. (223 hal.)
Hilborn, R. and Walters, CJ. 1992. Quantitative Fisheries Stok Assessment. Chapman and
Hall USA 1992. (570 hal.)
12
Komnas Kajiskan. 1998. Potensi Dan Penyebaran SDI Laut Di Indonesia. Komnaskajiskan
(251 hal.)
Pauly, D. and Martosubroto, P. 1996. The Fish Resources Of Western Indonesia. ICLARM
Manila (312 hal.)
Spare, P. and Venema, SC . 1998. Introduction To Tropical Fish Stock Assessmen. FAO (392
hal.)