meningkatkan peran badan perlindungan konsumen nasional melalui penajaman prioritas

8
MENINGKATKAN PERAN BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL MELALUI PENAJAMAN PRIORITAS Oleh: Fransiscus Welirang Makalah ini Dimaksudkan untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Mengikuti Seleksi Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Jakarta, 23 Juni 2009 1.Pengantar Tahun ini genap 10 tahun usai UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Tetapi dalam satu dasawarsa ini kita harus mengakui bahwa UU ini belum efektif menjadi payung hukum bagi masyarakat konsumen. Sebagai contoh adalah kasus sengketa pasien dengan rumah sakit yang masing hangat jadi perbincang publik saat ini. Kasus itu menunjukkan betapa masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran para penegak hukum mengenal hukum perlindungan konsumen. 2.Kondisi Perlindungan Konsumen Saat Ini 2.1 Pengetahuan dan Kesadaran Masyarakat Baik konsumen maupun pelaku usaha belum memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban mereka yang sejak 20 tahun lalu telah dipayungi oleh UUPK. Contoh sengketa diatas memperlihatkan bahwa hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar justeru terbentur oleh perlawanan penyedia jasa dengan menerapkan ketentutan dari UU lain . 2.2 Hukum Perlindungan Konsumen Harus diakui bahwa UUPK masih memiliki banyak kekurangan. Berbagai contoh dari segi kelembagaan UU itu tidak memberikan arah yang jelas mengenai koordinasi antra lembaga perlindungan konsumen.

Upload: f-w

Post on 05-Dec-2014

2.248 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti seleksi Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (Fransiscus Welirang, Jakarta 23 Juni 2009)

TRANSCRIPT

Page 1: Meningkatkan Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Melalui Penajaman Prioritas

MENINGKATKAN PERAN BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL MELALUI PENAJAMAN PRIORITAS

Oleh: Fransiscus Welirang

Makalah ini Dimaksudkan untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Mengikuti Seleksi

Calon Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)Jakarta, 23 Juni 2009

1.Pengantar

Tahun ini genap 10 tahun usai UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Tetapi dalam satu dasawarsa ini kita harus mengakui bahwa UU ini belum efektif menjadi payung hukum bagi masyarakat konsumen. Sebagai contoh adalah kasus sengketa pasien dengan rumah sakit yang masing hangat jadi perbincang publik saat ini. Kasus itu menunjukkan betapa masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran para penegak hukum mengenal hukum perlindungan konsumen.

2.Kondisi Perlindungan Konsumen Saat Ini

2.1 Pengetahuan dan Kesadaran MasyarakatBaik konsumen maupun pelaku usaha belum memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban mereka yang sejak 20 tahun lalu telah dipayungi oleh UUPK. Contoh sengketa diatas memperlihatkan bahwa hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar justeru terbentur oleh perlawanan penyedia jasa dengan menerapkan ketentutan dari UU lain.2.2 Hukum Perlindungan Konsumen

Harus diakui bahwa UUPK masih memiliki banyak kekurangan. Berbagai contoh dari segi kelembagaan UU itu tidak memberikan arah yang jelas mengenai koordinasi antra lembaga perlindungan konsumen.

2.3 Penyelesaian Sengketa Konsumen

Penyelesaian sengketa konsumen masih sangat minim baik secara litigasi (jalur pengadilan) maupun non-litigasi (melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/BPSK), namun perlu diakui bahwa kompetensi dalam penyelesaian sengketa masih perlu ditingkatkan.

Perlu juga dikemukakan bahwa partisipasi Daerah pemberian bantuan alokasi dana untuk efektivitas BPSK masih minim. Partisipasi ini perlu lebih ditingkatkan lagi.

Page 2: Meningkatkan Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Melalui Penajaman Prioritas

2.4 Kelembagaan Perlindungan Konsumen

Dalam UUPK disebutkan ada 4 komponen pengawal dan penegak perlindungan konsumen yaitu: Pemerintah, BPKN, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan BPSK. Namun peran komponen-komponen atau lembaga-lembaga perlindungan konsumen itu belum optimal. Selain itu koordinasi antar lembaga itu masih sangat kurang dan lemah, mengingat luasnya wilayah dan juga masih sering berbenturan dengan otonomi daerah.

3. Butir-butir Pemikiran untuk Perbaikan

3.1 Amandemen UUPK

Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat dalam satu dasawarsa terakhir ini, UUPK perlu disempurnakan agar lebih efektif menjadi payung hukum bagi masyarakat konsumen.

Dalam usulan penyempurnaan UUPK ini kami kembali ingin menegaskan rekomendasi yang sudah disampaikan oleh BPKN periode 2004-2007 antara lain:

1. Sistematika UU harus dengan jelas dan tegas memisahkan tanggungjawab antara Pelaku Usaha Barang dengan Pelaku Usaha Jasa, karena secara hukum kedua jenis tanggungjawab tersebut memiliki perbedaan yang mencolok.

2. Penyelesaian sengketa konsumen perlu pemisahan yang tegas antara penyelesaian litigasi dan penyelesaian non-litigasi. Untuk itu perlu guidelines yang jelas bagi BPSK dalam penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi.

3. Perlu penyempurnaan peran kelembagaan perlindungan konsumen dan hubungan antar lembaga.

3.2 Penyempurnaaan Kelembagaan

Tanggungjawab penegakan hukum dalam perlindungan konsumen berada pada berbagai lembaga. Olah karena itu diperlukan kejelasan kewenangan dan koordinasi langkah penegakan hukum antar lembaga tersebut, Dengan demikian penerapan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

Khusus mengenai BPKN perlu diberikan kewenangan koordinasi antar lernbaga agar penegakan hukum periindungan konsumen lebih efektif. UUPK mengamanatkan BPKN berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Page 3: Meningkatkan Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Melalui Penajaman Prioritas

Dalam menjalankan fungsinya itu UUPK mengamanatkan 7 tugas BPKN yang salah satunya adalah menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, LPKSM atau pelaku usaha. Daiam hai ini BPKN mempunyai tugas tetapi tidak memiliki kewenengan apapun daiam penanganan kecuali meneruskan pengaduan itu kepada badan-badan yang berwenang, antara lain BPSK.

Berdasarkan pemikiran diatas perlu dipertimbangkan untuk pemberian kewenangan koordinasi kepada BPKN agar setidak-tidaknya dapat terus memantau perkembangan pengaduan di bidang perlindungan konsumen tersebut.

3.3.Sosialisasi yang Sistemik

Perlu diakui kehadiran UUPK belum banyak diketahui oleh masyarakat umum. Banyak pelanggaran yang terkait dengan perlindungan konsumen terjadi tanpa suatu penindakan yang tegas dan jelas.

Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya sistemik dalam mensosialisasikan UUPK ini.

a. Pembentukan Paguyuban "Sadar Perlindungan Konsumen"

Untuk membangun kesadaran dan pengetahuan tentang perlindungan konsumen secara efektif perlu dilakukan pendekatan segmentatif. Pendekatan ini bisa dilakukan melalui berbagai kelompok atau organisasi kemasyarakatan.

Yang jumlahnya cukup massif dan banyak bersinggungan dengan masalah-masalah perlindungan konsumen serta juga bisa efektif sebagai influencer adalah organisasi organisasi kewanitaan, seperti PKK, organisasi-organisasi muslimat, DharmaWanita dan berbagai organisasi lain.

Berdasarkan pendekatan tersebut selanjutnya dibentuklah Paguyuban-Paguyuban Sadar Perlindungan Konsumen. Paguyuban semacam ini bisa berperan mengimbangi pihak pelaku usaha yang sudah tergabung dalam asosiasi-asosiasi. Selama ini konsumen selalu bergerak secara individual.

b. Kampanye Perlindungan Konsumen

Melihat rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan konsumen perlu dilakukan kampanye yang sistemik baik secara below the line, misalnya poster dan event-event, maupun above the line yaitu melalui media massa cetak dan elektronik.

c.Pendidikan Perlindungan Konsumen Sejak Dini

Untuk menlngkatkan kesadaran dan pengetahuan kcnsumen secara berkesinambungan perlu juga dilakukan pendidikan sejak dini melalui jalur sekofah. Mereka ini justru merupakan konsumen yang sangat rentan. Untuk itu perlu dibuat modul-modul yang

Page 4: Meningkatkan Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Melalui Penajaman Prioritas

menarik dan mudah dicerna anak sekoiah. Sehubungan dengan itu diperlukan Kerjasama dengan pihak Depdiknas yang seharusnya mendukung program ini.

4. BPKN di Masa Depan

BPKN di masa depan diharapkan dapat meningkatkan peran strategisnya melalui beberapa program berikut:

4.1. Penajaman Prioritas Perlindungan KonsumenProgram-program BPKN di masa depan periu dilakukan dengan penajaman prioritas pada barang dan jasa yang terkait dengan manfaat, harkat dan martabat masyarakat banyak. Prioritas harus diberikan kepada barang dan jasa yang berada pada sektor berikut ini:

a. Barang Pangan

Kita semua mengakui bahwa barang pangan sangat rentan terhadap pelanggaran perlindungan konsumen. Begitu banyak kasus pangan yang membahayakan kesehatan dan kehidupan manusia. Kasus kandungan melamin, boraks, penggunaan formalin dan banyak lainnya menunjukkan betapa hasrat mengeruk untung sebesar-besamya dapat mengorbankan kesehatan dan kehidupan manusia. Setiap saat kita bisa melihat atau membaca berita keracunan makanan.

Untuk itulah BPKN di masa depan harus lebih dalam dan luas melakukan penelitian dan pengkajian perlindungan konsumen di sektor pangan ini.

b. Jasa Kesehatan

Sektor kesehatan merupakan sektor yang sama dengan pangan karena langsung bersinggungan dengan ancaman terhadap kualitas kehidupan dan nyawa konsumennya, Namun jasa yang begitu vital ini seakan menjadi wilayah yang untouchable, karena terkait dengan ilmu dan teknis medik yang tentu sangat awam bagi konsumen.

Betapa banyak kasus malpraktek, peredaran obat palsu dan banyak lainnya sering berakhlr dengan derita berkepanjangan bagi konsumen. Keawaman konsumen selalu kalah berbenturan dengan dalih-dalih keilmuan dan teknis medik.

Karena itu BPKN harus memberikan perhatian khusus kepada sektor ini dengan merekomendasikan perangkat-perangkat hukum yang bisa. menjembatani keawaman konsumen dan kecanggihan argumentasi medik. Perlindungan konsumen di sektor ini benar-benar harus menjadi prioritas.

Page 5: Meningkatkan Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Melalui Penajaman Prioritas

c. Jasa Transportasi

Jika beberapa dekade lalu perlindungan konsumen di sektor jasa transportasi banyak terkait dengan kualitas layanan dan tarif, dewasa ini sektor ini juga terkait dengan keselamatan jiwa manusia. Hampir mirip dengan jasa kesehatan, di sektor transportasi ini konsumen sering berhadapan dengan argumentasi-argumentasi teknologi yang complicated.

Sehubungan dengan hal di atas BPKN perlu memberikan prioritas perhatian kepada sektor ini dengan melakukan kajian lebih mendalam dan merumuskan kebijakan-kebijakan perlindungan konsumen yang lebih efektif.

4.2 Meningkatkan Kualitas dan Koordinasi Kelembagaan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen memerlukan peran sejumlah lembaga, baik yang berfungsi sebagai perumus kebijakan, pelaksana kebijakan, lembaga mediasi, penegak hukum, pengawas, kelompok penekan (pressure group), maupun lembaga pendamping penyaluran aspirasi dan kepentingan kelompok dalam masyarakat.

Melalui peran BPKN, lembaga -lembaga yang sudah ada ini dapat lebih diberdayakan serta terus ditingkatkan koordinasi, fungsi dan mutunya. Guna meningkatkan peran kelembagaan tersebut perlu dilakukan reposisi dan restrukturisasi sehingga upaya perlindungan konsumen lebih efektif.

4.3 Pengembangan Kelembagaan BPKN di Daerah

Perkembangan masyarakat dan dunia usaha di daerah semakin dinamis. Problematika perlindungan konsumen di daerah, terutama di kota- kota besar, semakin meningkat Karena Itu dipandang perlu untuk mendirikan perwakilan BPKN di daerah. Keberadaan BPKN di daerah diharapkan dapat mengakselerasi pengembangan perlindungan konsumen di kota-kota atau wilayah-wllayah.

4.4 Memperkuat Landasan dan Harmonisasi Hukum Perlindungan Konsumen

UUPK yang ada sekarang ini sebagai dasar hukum perlindungan konsumen masih mergandung beberapa kelemahan dan kekurangan. Karena itu perlu segera dilakukan amandemen untuk menyempurnakan penegakan perlindungan konsumen di Indonesia,

Selain itu semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan konsumen dan tersebar di berbagai bidang perlu dipetakan, dikaji dan diharmonisasikan. Langkah ini perlu diambil untuk menghindari terjadinya tumpang tindih, pertentangan dan duplikasi antara peraturan perundang-undangan tersebut.

Page 6: Meningkatkan Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Melalui Penajaman Prioritas

5. Penutup

Uraian ditas merupakan butir-butir pemikiran kami untuk meningkatkan gerakan perlindungan konsumen. Salah satu pelaku gerakan perlindungan konsumen adalah BPKN. Karena itu, berdasarkan pengalaman menjadi anggota BPKN periode 2004-2007, kami akan tetap siap mengabdikan diri kembali dalam lembaga perlindungan konsumen yang sangat stratejik ini

Jakarta, 23 Juni 2009

Fransiscus Welirang