mengubah pasangan tanpa perkataan

18

Click here to load reader

Upload: pt-visi-anugerah-indonesia

Post on 07-Apr-2016

418 views

Category:

Documents


90 download

DESCRIPTION

Salah satu keprihatinan utama penulis sebagai terapis keluarga adalah banyak konflik pernikahan dimulai dari hal yang amat sepele. Banyak masalah dalam pernikahan terjadi jauh sebelum menikah. Minimnya persiapan dan pengenalan satu sama lain, termasuk pohon keluarga pasangan, membuat perjalanan bahtera nikah terasa tidak nyaman. Buku ini membantu Anda memperkaya pasangan Anda jauh sebelum menikah. Penulis sendiri pernah mengalami konflik berat di lima tahun pertama pernikahan mereka. Kisah dan bagaimana pemulihannya ditulis lugas dalam buku ini. Jika Anda ingin membentuk dan memiliki sistem pernikahan yang sehat, segar dan berfungsi, bacalah buku ini.

TRANSCRIPT

Page 1: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

MEMPERSIAPKAN, MEMPERKAYA DAN MEWARISKAN PERNIKAHAN

Page 2: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan
Page 3: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan
Page 4: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan
Page 5: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan
Page 6: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

Mengubah Pasangan Tanpa PerkataanMempersiapkan, Memperkaya dan Mewariskan PernikahanOleh Julianto Simanjuntak & Roswitha NdrahaHak Cipta © 2010, Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndraha

Editor : Roswitha Ndraha & James YanuarDesain Sampul & Penata Letak : Felly Meilinda

Diterbitkan oleh:PT. VISI ANUGERAH INDONESIAJl. Karasak Lama 2 – Bandung 40235Telp. : 022-522 5739Fax : 022-521 1854Email : [email protected]

bekerja sama dengan

Yayasan PELIKAN (Peduli Konseling Nusantara)www.pedulikonseling.or.id

ISBN : 978-602-8073-38-7Cetakan Pertama, Februari 2010 - Yayasan PELIKANCetakan Kedua, Desember 2010 - Visi Press

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau

Member of CBA IndonesiaNo : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina

Member of IKAPINo : 185/JBA/2010

Page 7: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

Pengantar

Setelah memberikan seminar yang benar dihadapan ribuan calon dan pasangan suami-istri, kami merasa

perlu untuk menuliskan bahan-bahan pelatihan kami dalam buku ini, agar dapat dinikmati lebih banyak orang. Bahan-bahan ini kerap kami pakai untuk konseling pranikah. Masalah pernikahan tidak hanya terjadi setelah calon pasangan menikah saja, tapi terjadi juga sebelum menikah. Banyak pasangan yang tidak benar-benar mencintai, tetapi nekat menikah. Mereka masuk ke pernikahan dengan per-siapan dan skill yang amat minim. Buku ini membantu setiap calon pasangan mengerti apa saja yang perlu dikenali dan dipersiapkan sebelum masuk ke pernikahan. Bagi pasangan yang sudah menikah, Anda akan mendapat beberapa bahan yang akan memperkaya dan menyegarkan pernikahan Anda. Sehingga kelak pola dan sistem pernikahan Anda bisa diwariskan dengan baik kepada anak-anak. Kami sendiri pernah gagal di lima tahun pertama pernikahan kami. Kami menceriterakan pengalaman ter-sebut kami ceritakan di awal dengan harapan kisah-kisah tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi pembaca, bahwa tidak ada yang mustahil untuk memulihkan pernikahan yang retak sekalipun. Selalu ada harapan. Sejak pernikahan

Page 8: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

kami dipulihkan di tahun ke enam, energi kami dalam mengasuh anak diperbesar. Kreatifitas dan produktifitas kami dalam karir dan pelayanan juga bertambah. Demi mewariskan pernikahan yang baik bagi anak-cucu kita, marilah kita bertekad untuk selalu menyegarkan pernikahan kita. Buku ini berisi penjelasan bagaimana kita memiliki sistem pernikahan yang sehat dan berfungsi, serta membuat semua anggota keluarga merasa nyaman tinggal di dalamnya. Kiranya buku ini menjadi berkat bagi pembaca.

Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndraha

Mengubah Pasangan tanPa Perkataan

Page 9: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

Daftar IsI

Pendahuluan 9

1. Kerikil Tajam Dalam Pernikahan Kami 13

2. Pernikahan Kami Tumbuh Lewat Konflik 27

3. Dunia yang Menghancurkan Keintiman 45

4. Mitos Cinta Dalam Perkawinan 53

5. Pohon Keluarga dan Pewarisan Nilai 61

6. Peranan Suami-Istri dan Tempat Tuhan

Dalam Keluarga 79

7. Komitmen dan Moralitas Perkawinan 93

8. Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan 107

9. Sistem Keluarga yang Sehat dan Berfungsi 117

10. Berdoa dan Membaca Alkitab Bersama Pasangan 133

11. Agar Cinta Tetap Segar 147

Lampiran : Studi Kasus 157

Referensi 183

Tentang Para Penulis 185

Testimoni 189

Page 10: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan
Page 11: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

11

PenDahuluan

Sebuah pernikahan terdiri atas tiga unsur: suami, istri dan dinamika pernikahannya. Ketika membahas berbagai

masalah suami istri, banyak orang lupa membicarakan dinamikanya. Padahal pernikahan adalah sesuatu yang hidup. Oleh karena itu ia seharusnya bertumbuh. Jika tidak bertumbuh, pernikahan itu akan berhenti, hal ini bisa terjadi sejak masa berpacaran. Kondisinya diperparah jika pasangan itu tidak mendapat konseling pra dan pasca nikah yang baik. Dinamika pernikahan adalah tahapan yang dapat diprediksi dan dibutuhkan, yang meliputi fisik, emosi maupun spiritual. Melalui pengalaman ini pasangan dapat berjalan ke arah sasaran pertumbuhan, baik sebagai satu pribadi maupun sebagai pasangan. Ternyata, setiap pernikahan mengalami apa yang disebut krisis, konflik dan penurunan keintiman. Hal ini tentu saja membutuhkan skill pengampunan pada masing-masing pihak, baik suami maupun istri. Gesekan yang paling terasa umumnya adalah di awal pernikahan, terutama dua tahun pertama. Ini adalah masa yang sangat menarik karena paling banyak terjadi kesalahpahaman. Penyebabnya adalah masing-masing belum mengerti pikiran satu sama lain secara tepat.

Page 12: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

12

Lagipula mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan dua hal penting: Pertama, belajar memperbaiki sikap kita sendiri. Tanpa keinginan untuk berubah, sulit untuk mengatasi salah paham di antara suami istri. Kedua, menghargai suami dan memberikan padanya kepercayaan diri dalam mengambil keputusan. Menyatukan dua individu (suami-istri) yang berbeda ternyata tidak gampang dan membutuhkan pengorbanan yang besar. Namun Kidung Agung 8:7 menyatakan betapa kuat dan hebatnya cinta itu, sehingga seharusnya perbedaan itu dapat diatasi. Cinta sanggup menghadapi kuatnya arus perbedaan dan terpaan dari luar pernikahan itu sendiri. Namun, berdasarkan pengalaman, pada dua hingga lima tahun pertama ini seringkali cinta memudar oleh karena menghadapi perbedaan itu sendiri. Pada masa ini juga masih bersifat artifisial, perasaan semata. Misalnya pada saat baru dimarahi suami sedikit saja, istri langsung sakit hati dan ngambek. Hal ini dimungkinkan karena istri berasal dari latar belakang yang tidak biasa dimarahi, sedangkan suami biasa berbicara dengan suara yang keras. Keakraban di awal pernikahan juga tidak mudah di-bangun oleh karena masing-masing masih membawa imajinasi dan fantasi terhadap pasangan. Sayangnya karena imajinasi ini sering bersifat subyektif, keduanya sulit bertemu. Namun betapapun sulitnya membangun keintiman, kita perlu berusaha membangunnya dengan cinta. Keintiman justru sering tumbuh lewat konflik, per-debatan yang sehat, dsb. Jika ada cinta maka konflik dan perdebatan itu tidak akan merenggangkan suami dan istri, sebaliknya akan makin menguatkan pernikahan. Intinya,

Mengubah Pasangan tanPa Perkataan

Page 13: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

13

keintiman suami-istri akan tumbuh lewat pengenalan satu dengan lain setelah melewati konflik demi konflik. Di awal pernikahan ada kesulitan yang dihadapi ma-sing-masing suami dan istri. Pertama, meninggalkan pola kehidupan keluarga sebelumnya. Misalnya keluarga asal mempunyai pola berkumpul setiap minggu, kebiasaan dalam hal kebersihan, soal sikat gigi, sopan santun di meja makan, dsb. Yang sangat diperlukan dalam menghadapi perbedaan ini adalah toleransi dan kelenturan terhadap perbedaan pasangan dengan kita. Hal-hal yang sudah dilakukan sejak kecil sulit langsung berubah. Hati yang mau memaafkan akan banyak membantu menyelesaikan perbedaan ini. Ada juga masa-masa pernikahan mengalami ‘dying’, sakit atau krisis. Misalnya ketika salah satu pasang-an berselingkuh. Atau suami Anda kehilangan pekerjaan karena satu dan lain hal sampai tidak ada penghasilan keluarga. Ini akan membuat Anda sakit hati, linglung dan frustrasi. Namun krisis-krisis ini kalau dikelola dengan baik akan memperkuat pernikahan. Kemauan kedua belah pihak untuk memikul beban masalah ini menjadi kunci penting menjalani krisis keluarga. Jauhkan sikap saling menyalahkan dan sifat yang suka menyesalkan hal yang sudah terjadi. Dalam Bab IX kami menjabarkan pentingnya memba-ngun “ke-kita-an” dalam pernikahan. Semangat memiliki pernikahan yang sehat dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga akan mampu mengatasi semua perbedaan dan krisis yang terjadi dalam pernikahan Anda. Alangkah baiknya, sebelum menikah, semua perbedaan yang ada dikenali dan dibahas tuntas. Kedua belah pihak sama-

PenDahuluan

Page 14: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

sama memprediksi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi dalam pernikahan Anda. Jika hal-hal ini Anda miliki, maka Anda berdua akan sanggup menahan badai cobaan yang menerpa di sepanjang pernikahan Anda. Lewat dinamika konflik justru pernikahan Anda makin sehat dan kuat dan dapat diwariskan kepada anak-cucu.

Mengubah Pasangan tanPa Perkataan

Page 15: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

15

Bab 1

Kerikil Tajam dalam

Pernikahan Kami

1. Menyatakan cinta lewat surat

Kami adalah rekan sekantor sejak tahun 1988 di Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas). Saya bekerja sebagai staf Perkantas di Semarang dan Salatiga, sedangkan Wita menangani Majalah “Dia”. Setelah beberapa bulan bekerja di Semarang, saya melakukan orientasi kerja di kantor pusat Perkantas, Jakarta, tempat Wita bekerja. Di sanalah perkenalan kami dimulai. Pada awalnya. saya jatuh hati pada Wita karena melihat kesederhanaan dan kesungguhannya melayani. Riwayat keluarga Wita jauh lebih baik dari saya. Ayahnya dosen, ibunya penginjil. Dalam satu kesempaan retreat staf Perkantas, kami sempat sharing berdua tentang pengalaman kami, terutama suka duka kami masing-masing. Sejak retreat itu hati saya mulai tertambat padanya. Ketika masa orientasi kerja saya di Jakarta, Wita tak jarang memberi perhatian kepada saya dalam bentuk makanan, kaos kaki, hingga mengajak pelayanan bersama di beberapa kampus.

Page 16: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

16

Suatu hari muncul keinginan saya menyampaikan perasaan saya kepada Wita. Tetapi saya tidak punya nyali. Salah satu perasaan yang muncul adalah takut ditolak. Saya kuatir, perhatian Wita hanya sebatas sahabat, seperti pernah saya alami bertahun-tahun lampau. Saya juga berpikir, apa kata teman-teman saya nantinya? Bagi saya, perasaan ditolak sangat menakutkan. Ini membuat saya mengurungkan niat berbicara pada Wita. Tetapi suatu hari saya mendapatkan ide. ”Mengapa saya tidak menulis saja?” Wita seorang wartawan, penulis. Pasti dia mengerti isi hati saya yang tertuang di sana. Lalu suatu malam, saya berusaha menyampaikan cinta saya kepada Wita dalam bentuk cerpen. Lima halaman. Untuk menuliskan lima halaman itu saya butuh beberapa jam dan berlembar-lembar kertas. Saya berkali-kali merobek kertas itu dan mengulangi tulisan saya. Isi cerita ini adalah tentang seorang pria yang jatuh hati tetapi tidak berani menyata-kan isi hatinya karena latar belakangnya bla, bla, bla ... Keesokan harinya dengan hati berdebar saya mem-berikan surat itu kepada Wita di kantor. Saya minta Wita membaca dan memberi respon kepada saya. Beberapa hari kemudian, Wita mengajak saya bicara. ”Saya tidak mengerti suratmu,” katanya, ”apa sih yang kamu maksudkan sebenarnya? Siapa pria dan wanita dalam surat itu?” Terus terang, saya sangat gugup waktu itu. Saya sengaja mengaburkan identitas tokoh dalam tulisan saya. Tetapi, karena saya merasa kepalang basah, mendingan mandi, saya langsung menjawab Wita, ”Prianya saya, dan perempuannya kamu!”

Mengubah Pasangan tanPa Perkataan

Page 17: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

17

Saya tidak tahu perasaan Wita sewaktu mendengar jawaban saya. Rasanya dia berusaha menetralisasi suasana dan menjawab secara diplomatis, ”Wah, kalau begitu saya tidak bisa jawab sekarang. Saya pikir-pikir dulu... .” Jawaban Wita menyejukkan hati saya. Walaupun tidak menjawab ya, dia tidak tegas menolak. Setidaknya jawab-an singkat itu memberi saya harapan. Sampai suatu hari Wita dan saya sepakat makan siang bersama di sebuah restoran di bilangan Cikini. Di sanalah saya mendapatkan good news, Wita menerima cinta saya dan kami mulai pacaran.

2. Pacaran jarak jauh

Setelah usai orientasi kerja selama tiga bulan, saya kembali ke Semarang. Pacaran kami dilakukan dengan jarak jauh. Saat itu belum ada telepon seluler, interlokal juga mahal. Gaji saya hanya Rp.150.000,-. Pada saat yang sama saya masih meneruskan kuliah jurusan konseling di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga (1989-1991). Keadaan itu membuat saya sulit mengunjungi Wita di Jakarta. Frekuensi pertemuan kami relatif jarang. Surat menjadi media utama kami berkomunikasi. Sayangnya surat itu tidak kami simpan dengan baik. Sesekali, kalau Wita tugas ke Jawa Tengah atau Jawa Timur, dia sempatkan mampir ke Salatiga atau Semarang. Demikian juga saya. Di UKSW itulah saya mendapatkan visi untuk membangun dan bekerja di sebuah pusat konseling dan mental hospital. Juga mendorong agar gereja dan negara menyediakan kebutuhan mental hospital bagi rakyat yang sangat membutuhkan rumah sakit mental, karena

bab 1 l kerIkIl tajaM DalaM PernIkahan kaMI

Page 18: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan

18

10 persen dari penduduknya mengalami gangguan jiwa. Setelah tiga tahun pacaran, kami memutuskan me-nikah setelah mendapat restu dari orangtua Wita. Butuh waktu cukup lama bagi kami mendapatkan izin dan tidak mudah untuk meyakinkan calon mertua. Mereka sempat melakukan fit and proper test untuk saya sebagai calon menantu. Walaupun begitu, saya merasa itu sangat baik sebagai ujian cinta kami. Ini menandakan betapa besar cinta mertua saya kepada anak sulung mereka, Roswitha. Calon istri saya adalah anak pertama dari tujuh bersau-dara. Dia sangat disayang dan diandalkan keluarga mertua saya, Prof. Taliziduhu Ndraha.

3. Persiapan pernikahan yang singkat

Saya lulus dari UKSW pada Oktober 1991, sedangkan pernikahan kami dilangsungkan di Jakarta 8 November tahun itu juga. Jadi waktu persiapan kami sangat singkat. Ironisnya, premarital counseling kami hanya berlangsung satu kali. Kata pendeta, “Kalian ‘kan sudah mengerti apa arti berkeluarga itu!” Begitu wisuda selesai, saya langsung sibuk dengan pelayanan. Saya bekerja di Gereja Kristen Muria Indonesia “Anugerah”, Jalan Taman Tanah Abang III/2 sebagai pem-bina paduan suara dan komisi pemuda. Namun kami bersyukur, keluarga, jemaat, rekan sekantor dan para sahabat sangat mendukung, sehingga acara kami berjalan lancar. Pernikahan kami berlangsung di Wisma Nusantara Jalan Thamrin, Jakarta, pada 8 November 1991. Pesta pernikahan berlangsung meriah luar biasa dan disaksikan oleh 500 orang lebih.

Mengubah Pasangan tanPa Perkataan