mencari model demokrasi ala indonesia

45
Mencari Model Demokrasi ala Indonesia Oleh : Muchyar Yara, SH.,MH. Staf Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum – Universitas Indonesia

Upload: er-we-sett

Post on 02-Jul-2015

104 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Mencari ModelDemokrasi ala

Indonesia

Oleh :Muchyar Yara, SH.,MH.

Staf Pengajar Hukum Tata NegaraFakultas Hukum – Universitas Indonesia

Makalah Pembicara Panel pada Simposium“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan

Masyarakat Madani”Yang diselenggarakan oleh Komisi Kebudayaan dan Komisi Ilmu-Ilmu Sosial

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI),Bertempat di Lembaga Biologi Molekuler EIJKMAN,

Jalan Diponogoro 69, Jakarta Pusat 10430

Page 2: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Selasa, 8 Agustus 2006

MENCARI MODEL DEMOKRASI ALA INDONESIA 1

Oleh : Muchyar Yara Staf Pengajar HTN-FHUI

Pendahuluan.

Berawal dari kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika

Serikat) terhadap Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang

Dunia II (1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang

berlandasan paham Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang

dianut oleh Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang

mendominasi tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.

Suatu bangsa atau masyarakat di Abad XXI ini baru mendapat pengakuan

sebagai warga dunia yang beradab (civilized) bilamana menerima dan

menerapkan demokrasi sebagai landasan pengaturan tatanan kehidupan

kenegaraannya. Sementara bangsa atau masyarakat yang menolak demokrasi

dinilai sebagai bangsa/masyarakat yang belum beradab (uncivilized).

Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17

Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD

1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa

Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut “NKRI”) menganut

paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada

ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

1 Disajikan sebagai Makalah Pembicara Panel pada Simposium “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat Madani”, yang diselenggarakan oleh Komisi Kebudayaan dan Komisi Ilmu-Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), di Lembaga Biologi Molekuler EIJKMAN, Jl. Diponogoro 69, Jakarta Pusat 10430, pada Hari Selasa, 8 Agustus 2006.

2

Page 3: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara

yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).

Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat

disatu pihak dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang

duduk di BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa

sebahagian terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya

secara langsung di negara-negara Eropah Barat (khususnya Belanda), maupun

mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang

diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa

dasawarsa sebelumnya, sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi

yang berkembang di negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat.

Tambahan lagi suasana pada saat itu (Agustus 1945) negara-negara penganut

ajaran demokrasi telah keluar sebagai pemenang Perang Dunia-II.

Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga

saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri

dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan

lainnya.

Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia

mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga

Demokrasi Liberal), yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang

instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik

ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.

Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas,

maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit

Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan

model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara

Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan tentang kesatuan antara

rakyat dan negara.

3

Page 4: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-

nya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat

konflik politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal

30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada

tanggal 11 Maret 1968.

Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan

menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi

Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah

yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.

Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan

dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya,

yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan

lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998,

dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis disegala

aspeknya.

Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya

Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang

baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir

semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.

Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian

Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan

kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.

Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,

khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek

sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya

mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-

kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.

Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan

saja sebagai “Demokrasi Reformasi”, karena memang belum ada kesepakatan

mengenai namanya) yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini,

4

Page 5: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-

kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-

lembaga negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil Presiden)

dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan

umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.

Keadaan inilah yang nampaknya melatarbelakangi kegalauan diantara warga

masyarakat yang dari hari ke hari semakin membesar jumlahnya, sehingga

kemudian kegalauan tersebut diangkat oleh Simposium ini dan dirumuskan

kedalam pertanyaan, “Model demokrasi yang manakah dirasakan paling

sesuai dan mendapat dukungan dari mayoritas warganegara Indonesia, dan

apa yang menjadi dasar dukungan tersebut?”.

Tulisan singkat ini bertujuan mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan di

atas, khususnya dari sudut kajian Ilmu Hukum Tata Negara.

Sekilas tentang Ajaran Demokrasi.

Sebelum paham atau ajaran demokrasi muncul, kehidupan bangsa, masyarakat

dan negara di Eropah dilandasi oleh paham agama, atau dinamakan juga dengan

“Teokrasi”, yang artinya pemerintahan/negara berdasarkan Hukum/Kedaulatan

Tuhan.

Penyelewengan paham Teokrasi yang dilakukan oleh pihak Raja dan otoritas

Agama, mengakibatkan kehidupan negara-negara di Eropah mengalami

kemunduran yang sangat drastis, bahkan hampir-hampir memporak-poranda

seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara disana.

Ditengah situasi kegelapan yang melanda Eropah inilah JJ.Rousseau

berpendapat bahwa landasan kehidupan bangsa/masyarakat tidak dapat lagi

disandarkan pada kedaulatan Tuhan yang dijalankan oleh Raja dan Otoritas

Agama, karena sesungguhnya kedaulatan tertinggi di dalam suatu

negara/masyarakat berada ditangan rakyatnya dan bukan bersumber dari Tuhan.

Bahkan negara/masyarakat berdiri karena semata-mata berdasarkan Kontrak

yang dibuat oleh rakyatnya (Teori Kontrak Sosial).

5

Page 6: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Singkatnya ajaran/teori Kedaulatan Rakyat atau “demokrasi” ini mengatakan

bahwa kehendak tertinggi pada suatu negara berada ditangan rakyat, dan

karenanya rakyat yang menentukan segala sesuatu berkenaan dengan negara

serta kelembagaannya. Atau dapat juga dikatakan sebagai ajaran tentang

Pemerintahan Negara berada ditangan Rakyat.

Ajaran Demokrasi adalah sepenuhnya merupakan hasil olah pikir JJ. Rousseau

yang bersifat hipotetis, yang sampai saat itu belum pernah ada pembuktian

empiriknya. Bahkan pada “Polis” atau City State” di Yunani yang digunakan oleh

Rousseau sebagai contoh didalam membangun Ajaran Demokrasi yang bersifat

mutlak dan langsung, tidak dapat ditemui adanya unsur-unsur demokrasi.

Oleh karenanya Logemann mengatakan bahwa Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau

sebagai “Mitos Abad XIX”, karena tidak memiliki pijakan pada kenyataan

kehidupan umat manusia.

Adalah bertentangan dengan kenyataan dimana rakyat secara langsung dan

mutlak (keseluruhan) memegang kendali pemerintahan negara. Karena justru

kenyataannya menunjukan bahwa segelintir (sedikit) oranglah yang memegang

kendali pemerintahan negara dan memerintah kumpulan orang yang banyak, yaitu

rakyat.

Benturan yang tidak terdamaikan antara Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau (yang

bersifat mutlak dan langsung) dengan kenyataan empirik kehidupan manusia

(yang sedikit memerintah yang banyak), ditambah lagi sebagai akibat

perkembangan lembaga negara menjadi “National State” yang mencakup wilayah

luas serta perkembangan rakyatnya yang menjadi semakin banyak jumlahnya dan

tingkat kehidupannya yang komplek, maka Ajaran Demokrasi yang awalnya

dicetuskan oleh JJ.Rousseau ini masih memerlukan penyempurnaan-

penyempurnaan.

Langkah penyempurnaan terhadap Ajaran Demokrasi JJ.Rousseau yang

terpenting dan merupakan awal menuju kearah demokrasi modern yaitu

Demokrasi Perwakilan yang dikenal sampai kini, adalah dengan dibentuknya

Dewan Perwakilan Rakyat di Inggris pada pertengahan Abad XIII (1265).

6

Page 7: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Pada Demokrasi Perwakilan, rakyat secara keseluruhan tidak ikut serta

menentukan jalannya pemerintahan negara, tetapi rakyat mewakilkan kepada

wakil-wakilnya yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat untuk menentukan

jalannya pemerintahan negara.

Untuk menentukan siapakah individu-individu rakyat yang akan mewakili

keseluruhan jumlah rakyat di Badan Perwakilan Rakyat ini digunakan mekanisme

Pemilihan (Umum) yang bercirikan :

1. Adanya 2 (dua) atau lebih calon yang harus dipilih ;

2. Siapa yang mendapatkan suara terbanyak dari calon-calon yang ada, maka

dialah yang akan duduk di Badan Perwakilan Rakyat guna mewakili mayoritas

rakyat pemilih.

Kemudian hari tata-cara dan model Pemilihan wakil-wakil rakyat berkembang

menjadi model-model pemilihan yang bervariasi, tetapi tetap berintikan kedua ciri

di atas.

Dengan demikian, Demokrasi Perwakilan menjadi tidak bisa dilepaskan dari

penyelenggaraan pemilihan (umum) dan prinsip mayoritas vs minoritas.

Dibawah ini akan diuraikan secara singkat rincian unsur demokrasi

perwakilan :

- Sumbernya : Gagasan seorang manusia (Filosuf) yang bernama JJ.

Rousseau (Abad XIX)

- Sejarahnya : Sebagai pengganti Ajaran Kedaulatan Tuhan (Teokrasi) yang

diselewengkan di Eropah pada Abad XIX.

- Tujuannya : Mencapai kebaikan kehidupan bersama di dalam wadah suatu

negara, khususnya dalam tata hubungan antara manusia

sebagai warganegara dengan negaranya.

- Mekanismenya : Keputusan tertinggi yang pasti benar & baik adalah yang

ditentukan oleh mayoritas manusia/warganegara yang dipilih

melalui pemilihan umum, sedangkan keputusan yang dibuat

oleh minoritas manusia/warganegara pasti salah & tidak baik.

7

Page 8: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

- Sarananya ; Partai Politik, berdasarkan Sistem Dua Partai atau Sistem

Banyak Partai.

- Pembedanya : Model Demokrasi yang dilaksanakan sangat tergantung pada 2

(dua) aspek, yaitu : (1). sistem pembagian kekuasaan diantara

lembaga-lembaga negara, dan (2). sifat hubungan antara

lembaga legislatif dan lembaga eksekutif.

- Mottonya : Vox populi vox dei = Suara rakyat (mayoritas) adalah suara

Tuhan, dan Suara yang minoritas adalah suara setan.

Demikianlah Ajaran/Teori Demokrasi berkembang dari waktu ke waktu dan

berkembang sesuai pula dengan kebutuhan suatu negara tertentu, sejalan dengan

ucapkan Mac Iver , “..apa yang kita sebut demokrasi adalah hanya sebuah

permulaan dan bukan sesuatu yang bersifat final….”.

Sehingga Ajaran/Teori Demokrasi yang awalnya dicetuskan oleh JJ.Rousseau

telah berkembang menjadi Ajaran/Teori Demokrasi Perwakilan yang kemudian

berkembang lagi menjadi berbagai model demokrasi perwakilan yang saling

bervariasi antara satu dengan lainnya, tergantung pada kondisi masing-masing

negara yang bersangkutan.

Timbulnya variasi model demokrasi perwakilan ini menurut kacamata Ilmu Hukum

Tata Negara bersumber dari perbedaan nilai-nilai dasar bersama yang dianut oleh

rakyat pada masing-masing negara, dan secara khusus pada gilirannya tercermin

melalui perbedaan pada sistem pembagian kekuasaan dan sifat hubungan antar

lembaga-lembaga negara (terutama antara Lembaga Legislatif dan Lembaga

Eksekutif), yang ditetapkan oleh masing-masing negara yang bersangkutan.

Namun semua variasi model demokrasi perwakilan harus tetap berpegang

pada 4 (empat) prinsip, yaitu : 2

1. Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus

menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) berada ditangan rakyat ;

2 untuk selanjutnya didalam tulisan ini apabila disebut “demokrasi”, maka maksudnya adalah “demokrasi perwakilan”.

8

Page 9: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

2. Prinsip Perwakilan, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus

menetapkan bahwa kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat itu dilaksanakan oleh

sebuah atau beberapa lembaga perwakilan rakyat ;

3. Prinsip Pemilihan Umum, dimana untuk menetapkan siapakah diantara

warganegara yang akan duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang

menjalankan kedaulatan rakyat itu, harus diselenggarakan melalui pemilihan

umum .

4. Prinsip Suara Mayoritas, dimana mekanisme pengambilan keputusan

dilaksanakan berdasarkan keberpihakan kepada suara mayoritas.

Tanpa adanya ke-4 ciri pokok diatas secara lengkap, maka suatu tatanan

kenegaraan tidak dapat dikatakan sebagai Model Demokrasi.

Diantara ke-4 prinsip Model Demokrasi tersebut diatas, maka Prinsip Suara

Mayoritas yang paling banyak mengundang kritik, karena :

1. Manusia tidaklah sama semuanya dalam berbagai aspek, terutama dalam hal

aspek kualitas intelektualitasnya, sehingga keputusan yang diambil dengan

suara mayoritas (kuantitatif) sama sekali tidak menjamin keputusan itu adalah

baik atau benar.

2. Prinsip Suara Mayoritas bertentangan dengan ajaran agama, khususnya

Agama Islam, dimana pada Kitab Suci Al Qur’an terdapat cukup banyak ayat-

ayat yang bernada negatif atau bahkan mengecam prinsip suara terbanyak ini,

seperti sebagian contoh ayat-ayat Al Qur’an dibawah ini :

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. Al Anam [6]: 116)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.(QS. Asy-Syu’ara [26]: 103)

9

Page 10: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.(QS. Al A’raaf [7]: 102)

Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(QS. Al A’raaf [7]: 131)

Model Demokrasi dan Ideologi

Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa pilihan atas model demokrasi

sangat tergantung pada kondisi setiap negara.

Demokrasi berperan sebagai sarana pengaturan tatanan kehidupan kenegaraan

guna mencapai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai oleh negara yang

bersangkutan. Sedangkan tujuan/cita-cita serta nilai-nilai dasar bersama untuk

mencapai tujuan/cita-cita tersebut dirumuskan didalam ideologi negara yang

bersangkutan. Dari sini terlihat jelas kedekatan hubungan antara model demokrasi

yang dijalan dengan ideologi yang dianut oleh suatu negara.

Sehingga pertanyaan pokok yang diajukan di dalam Simposium ini sebenarnya

secara umum sudah dapat terjawab, yaitu model demokrasi yang paling tepat

untuk diterapkan pada suatu negara adalah yang sejalan dengan ideologi

negara yang bersangkutan.

Jawaban diatas jelas sangat tidak memuaskan, karena pada satu sisi bersifat

sangat umum dan terkesan menyederhanakan masalah, dan pada sisi lainnya

jawaban tersebut justru melahirkan berbagai pertanyaan baru yang intinya

berkisar pada “bagaimana mengetahui bahwa model demokrasi yang

diterapkan adalah sejalan dengan ideologi yang dianut oleh negara

tersebut?”.

Oleh karena itu untuk mengetahui model demokrasi yang tepat untuk diterapkan

pada suatu negara, tidak bisa tidak harus terlebih dahulu dipahami ideologi yang

dianut oleh negara yang bersangkutan. Perlu diketahui bagaimana ideologi

1

Page 11: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

termaksud merumuskan tentang tujuan/cita-cita yang hendak dicapainya, dan

bagaimana nilai-nilai dasar tentang tatanan kehidupan kenegaraan yang

terkandung didalam ideologi tersebut menetapkan pedoman umum dan khusus

berkenaan dengan cara-cara untuk mencapai tujuan/cita-cita negara termaksud.

Untuk kasus Indonesia, maka upaya mencari model demokrasi yang tepat

tentunya harus diawali dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk

memahami Pancasila yang merupakan ideologi negara.

Peran Pancasila sebagai Ideologi Negara terhadap Tatanan Hukum Positif

Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar falsafah (ideologi) berfungsi menjadi

sumber tertinggi dari segala aspek tatanan kehidupan didalam wadah NKRI. Atau

dengan kata lainnya, Pancasila berfungsi sebagai Nilai-nilai Dasar Bersama

dimana segenap tingkah laku rakyat dan negara harus mengacu kepada nilai-nilai

dasar tersebut.

Dalam fungsinya sebagai Nilai-nilai Dasar Bersama inilah Pancasila menetapkan

tujuan hidup bersama dalam NKRI yang hendak dicapai serta menentukan apa

yang baik dan apa yang buruk bagi tatanan kehidupan bangsa dan negara dalam

rangka mencapai tujuan bersama tersebut.

Dalam aspek tatanan hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara Indonesia

pada khususnya, maka Pancasila merupakan Sumber Hukum Materiel Tertinggi,

yang mengharuskan keseluruhan isi norma hukum positif mengacu kepadanya.

Bilamana suatu norma hukum positif ternyata bertentangan dengan Pancasila,

maka norma hukum tersebut tidak memiliki daya keberlakuannya sehingga harus

dinyatakan sebagai tidak berlaku.

Demikianlah pemahaman yang dapat ditarik dari Penjelasan UUD 1945

Bagian Umum Angka III menyatakan sebagai berikut :

‘Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkN cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.’

1

Page 12: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Adapun yang dimaksudkan dengan pokok-pokok pikiran tersebut adalah

persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat dan Ketuhanan YME menurut

dasar yang adil dan beradab, yang tidak lain adalah sila-sila dari Pancasila.

Didalam lingkup pengertian diatas, maka pandangan yang baku selama ini berlaku

diwilayah Hukum Tata Negara Indonesia adalah bahwa Nilai-nilai Dasar

Bersama yang terkandung pada Pancasila sebagai “Asas-asas Hukum

Materiil” telah diwujudkan kedalam norma-norma hukum positif tertinggi

(Norma Konstitusi = Batangtubuh UUD 1945), dan pada gilirannya isi seluruh

norma-norma hukum positif yang lebih rendah mengacu kepada norma-norma

hukum positif tertinggi ini yang didalamnya terkandung asas-asas hukum materiil,

yaitu Nilai-Nilai Dasar Bersama Pancasila.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa peranan Pancasila adalah

menentukan isi seluruh norma hukum yang berlaku di Indonesia, dimana setiap

norma hukum yang tidak sesuai dengan Pancasila tidak bisa masuk kedalam

sistem hukum nasional Indonesia.

Pandangan baku dikalangan Hukum Tata Negara tersebut diatas, dengan

meminjam istilah Prof. Logemann, sesungguhnya hanyalah “mitos” belaka,

karena tidak didukung dengan bukti yang nyata.

Pemahaman umum tentang nilai-nilai Pancasila pada Pembukaan UUD 1945

telah diwujudkan kedalam pasal-pasal didalam Batangtubuh UUD 1945, jelas tidak

didukung oleh bukti sejarah berkenaan dengan penyusunan dan menetapan UUD

1945.

Batangtubuh UUD 1945 disusun oleh Panitia Kecil Perumus UUD (diketuai oleh

Prof.Dr. Soepomo) yang merupakan bagian dari Panitia Perancang UUD (diketuai

oleh Ir. Soekarno) yang dibentuk oleh BPUPKI.

Sedangkan Pembukaan UUD 1945 disusun oleh Panitia Sembilan, yang awalnya

memang bertugas untuk menyusun naskah untuk pembukaan (preambule) bagi

1

Page 13: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

UUD 1945, tetapi kemudian tujuannya berubah menjadi menyusun naskah

Pernyataan Kemerdekaan. Baru kemudian pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus

1945, hasil kerja Panitia Sembilan yang berupa Naskah Pernyataan Kemerdekaan

tersebut, dengan beberapa perubahan redaksional, ditetapkan menjadi

Pembukaan bagi UUD 1945.

Jelas sekali dari sejarah penyusunannya, Pembukaan UUD 1945 dan

Batangtubuh tidak berkorelasi satu dengan lainnya.

Inilah sebabnya Pembukaan UUD 1945 dikatakan berpihak kepada musyawarah ,

sedangkan Batangtubuh berpihak kepada voting (pemungutan suara) sebagai

mekanisme pengambilan keputusan, padahal keduanya mengandung makna yang

bertolak belakang.

Disamping itu keberadaan peraturan hukum peninggalan masa penjajahan

didalam Sistem Hukum Nasional Indonesia sampai hari ini yang jumlah masih

tergolong besar dapat dijadikan sebagai tambahan bukti bahwa Pancasila belum

berperan sebagai sumber hukum tertinggi dan sebagai asas-asas hukum

materiilnya. Meskipun tentunya tidak semua peraturan hukum ex. Penjajahan

tersebut yang dapat dikatakan bertentangan dengan Pancasila secara formil,

namun dapat dipastikan bahwa secara materiil isi dari norma-norma yang

terkandung bukan bersumber dari Pancasila.

Kemudian jika diadakan penelitian terhadap peraturan hukum yang lahir setelah

masa Kemerdekaan, sangat patut untuk diduga juga banyak yang secara materiil

tidak sesuai dengan Nilai-nilai Dasar Bersama Pancasila. Misalnya saja peraturan

hukum yang berkenaan dengan tatanan kehidupan perekonomian, yang

cenderung mengandung muatan nilai-nilai liberalisme/kapitalisme katimbang nilai-

nilai Pancasila.

Dari kedua contoh diatas, maka sejujurnya haruslah dikatakan bahwa

Pancasila sebagai Ideologi Negara yang didalamnya mengandung Nilai-nilai

Dasar Bersama belum berfungsi sebagai sumber dari segala sumber bagi

seluruh tatanan kehidupan kenegaraan Indonesia, dan secara khusus belum

berperan sebagai Asas-asas Hukum Materiil bagi tatanan kehidupan hukum

Positif (Sistem Hukum Positif) di Indonesia.

1

Page 14: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Sebagai akibat belum berperannya Pancasila sebagaimana dikemukakan diatas,

maka dengan sendirinya kandungan norma-norma hukum positif akan berisikan

nilai-nilai yang non-Pancasila, dan pada gilirannya akan membentuk tingkah laku

warga masyarakat dan negara yang juga non-Pancasila, yang akhirnya berujung

pada tereduksinya atau bahkan tergantikannya Pancasila sebagai Nilai-Nilai

Dasar Bersama bagi bangsa dan negara Indonesia dengan nilai-nilai dasar yang

non-Pancasila pula.

Melalui bagan interaksi sosial yang sederhana dibawah ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

(Bagan-1)

Pertanyaan yang perlu diajukan dalam kaitan ini adalah, “mengapa Pancasila

belum atau bahkan mungkin tidak berperan sebagai ideologi Negara dan

sumber hukum materiil bagi sistem hukum nasional?”

Sebelum mencoba menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya diberikan

ilustrasi sederhana sebagai berikut :

1. Suatu masyarakat yang menyadari arti penting kesehatan didalam kehidupan

memiliki nilai bahwa “kebersihan adalah pangkal kesehatan”.

Artinya semua warga masyarakat tersebut menyadari bahwa kebersihan

adalah merupakan faktor yang penting didalam rangka menjaga/memelihara

kesehatan tubuh, dan mereka diharapkan untuk ikut serta menciptakan atau

menjaga kebersihan itu.

1

NILAI-NILAIPANCASILA

NORMA2 HUKUMNON-PANCASILA

TINGKAH LAKUNON-PANCASILA

NILAI-NILAINON-PANCASILA

NILAI-NILAINON-PANCASILA

Page 15: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

2. Untuk mewujudkan nilai “kebersihan adalah pangkal kesehatan” tersebut

diperlukan adanya norma hukum (pedoman tingkah laku) agar supaya warga

masyarakat bertingkah laku sejalan dengan maksud nilai tersebut.

Barangsiapa yang bertingkah laku tidak sejalan dengan nilai kebersihan

tersebut, maka warga masyarakat yang bersangkutan akan dikenakan sanksi.

Tetapi apakah yang dimaksudkan dengan “kebersihan”, “bagaimana cara

menciptakan kebersihan”, “faktor-faktor apa yang menyebabkan kekotoran”,

dan sebagainya, tidak bisa dirumuskan oleh Ilmu Hukum, karena berada diluar

bidang kajiannya.

3. Oleh karenanya terlebih dahulu diperlukan adanya uraian/penjelasan yang

konkret dan multidispliner berkenaan dengan “kebersihan”, atau diperlukan

adanya pemahaman (teori) tentang kebersihan yang menguraikan segala hal

yang terkait. Dari Teori Kebersihan ini misalnya akan diketahui bahwa sampah

adalah gangguan terhadap kebersihan.

4. Bertitik tolak dari kajian multidisipliner tentang Teori Kebersihan yang

dilaksanakan oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan terkait diatas, maka Ilmu

Hukum mulai melakukan tugasnya yang pertama, yaitu melakukan pilihan atas

berbagai elemen yang terkait pada masalah kebersihan untuk dijadikan

sebagai “asas hukum materiil”, seperti misalnya, “sampah merusak

kebersihan”. Tugas yang kedua adalah membuat usulan rumusan norma

hukum yang konkret sebagai berikut : “Barangsiapa membuang sampah

sembarangan dan tidak pada tempatnya, akan dijatuhi hukuman ………dst.”

Tugas pertama dan kedua diatas merupakan bagian pekerjaan dari kajian Ilmu

Teori Hukum yang masih belum maju perkembangannya di Indonesia.

5. Rumusan norma hukum konkret diatas kemudian diserahkan ke ranah politik

(Badan Pembentuk Hukum) untuk diberikan bentuk yuridis (atau “dipositifkan”)

agar memperoleh daya keberlakuannya sebagai norma hukum positif.

Ilustrasi diatas sekedar ingin mengatakan bahwa sebuah nilai yang bersifat umum

dan abstrak, perlu dirumuskan terlebih dahulu menjadi nilai yang bersifat khusus

1

Page 16: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

dan konkret melalui proses pembentukan pemahaman/teori sosial, sebelum

diberikan bentuk yuridis agar berlaku sebagai norma hukum positif.

Demikian pula kiranya yang perlu dilakukan untuk menjadikan Pancasila berperan

sebagai ideologi negara dan sumber hukum materiil tertinggi.

Nilai-nilai Dasar Bersama yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Kemanusiaan yang adil dan beradab3. Persatuan Indonesia4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawara-

tan/perwakilan.5. Keadilan sosial bagi segenap rakyat Indonesiabaik secara indivual (per-sila) maupun secara satu kesatuan masih merupakan

nilai yang bersifat umum, abstrak serta mengandung multi penafsiran.

Sebuah norma hukum positif baru dapat dikatakan sesuai dengan Pancasila

(sebagai sumber hukum materiil tertinggi dan asas-asas hukum materiil) bilamana

isi norma positifnya mengandung kelima sila Pancasila secara utuh dan terpadu,

sekalipun secara khusus norma hukum tersebut hanya berkaitan dengan salah

satu silanya saja.

Halmana jelas tidak mungkin dapat dilakukan oleh Ilmu Hukum secara sendirian,

dan ditambah lagi yang berkaitan dengan istilah-istilah yang terkandung pada sila-

sila Pancasila tersebut, seperti : Ketuhanan, adil, beradab, Persatuan, Kerakyatan,

hikmah kebijaksanaan, dan Keadilan sosial, yang kesemuanya adalah bukan

merupakan tugas kajian Ilmu Hukum untuk merumuskan serta memaknainya

dalam artian yang konkret.

Misalnya saja ada pertanyaan tentang “Apakah keadilan menurut Pancasila?”,

niscaya akan banyak sekali bermunculan jawaban yang satu sama lainnya saling

berbeda. Padahal tanpa dilandasi pemahaman/teori/konsepsi tentang keadilan

yang jelas, konkret dan dianut oleh suatu masyarakat, maka tidaklah mungkin

masyarakat yang bersangkutan akan mampu membentuk sistem hukumnya

dengan adil. Karena didalam setiap norma hukum positif, mutlak harus

mengandung unsur pemahaman/konsep tentang keadilan yang berlaku pada

setiap masyarakatnya. Norma hukum yang tidak mengandung konsep keadilan,

akan kehilangan daya keberlakuannya.

1

Page 17: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Sehingga jika selama ini kita semua merasa prihatin terhadap kondisi tatanan

hukum yang ada, maka salah satu sumber penyebabnya yang terpenting adalah

ketiadaan pemahaman/teori/konsep tentang Keadilan menurut Pancasila ini.

Memang pernah ada satu-dua upaya yang bersifat individual guna menyusun

pemahaman atau teori-teori sosial yang berkenaan dengan Pancasila, seperti

misalnya inisiatif Prof.Dr. Mubyarto (Alm.) untuk menyusun teori tentang Ekonomi

Pancasila, namun upaya-upaya tersebut tidak berkelanjutan, karena pekerjaan

seperti ini tidak mungkin dikerjakan secara invidual, melainkan harus melibatkan

berbagai pendekatan yang multi disipliner.

Inilah sebenarnya yang menjadi inti persoalan bangsa dan negara Indonesia,

yaitu selama +/- 60 tahun sejak ditetapkannya Pancasila sebagai

Dasar/Ideologi Negara, bangsa ini tidak pernah mengerjakan pekerjaan

rumahnya yang terpenting, yaitu pembentukan Pemahaman/Teori Sosial

berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung didalam Pancasila,

sehingga nilai-nilai tersebut menjadi konkret dan dapat dioperasionalkan pada

tataran praktis dengan merumuskan menjadi asas-asas hukum materiil, dan

kemudian diberikan bentuk yuridis, sehingga menjadi norma hukum positif yang

mengarahkan tingkah laku segenap rakyatnya dan negara.

Keseluruhan proses pembentukan Sistem Hukum Pancasila diatas, dari nilai-nilai

dasar bersama Pancasila sebagai Sumber Hukum Tertinggi, kemudian menjadi

asas-asas hukum materiil sampai akhirnya menjadi norma hukum positif

dinamakan juga sebagai “Proses Pembentukan Hukum Pancasila yang

Dinamis”, sebagaimana digambarkan melalui bagan dibawah ini :

1

Page 18: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

( mohon dilihat di Halaman berikut ini )

(Bagan-2)Proses Pembentukan Hukum Pancasila yang Dinamis

1

PROSES KEHIDUPAN MASYARAKAT

(INTERAKSI SOSIAL)

PENETAPANASAS-ASAS HUKUM

MATERIIL

ALAT HUKUM YANG KOMPETEN DIBIDANG

HUKUM MATERIIL MASING-MASING

PEMBERIAN BENTUK YURIDIS

(DIPOSITIFKAN)

NILAI2 DASAR BERSAMA(PANCASILA)

PROSES PEMBENTUKAN

PEMAHAMAN/TEORI SOSIAL

KAJIAN MULTIDISIPLINER

ILMU2 BANTUAN ILMU HUKUM

KAJIAN ILMUTEORI HUKUM

USULAN RUMUSAN NORMA KONKRET

PENETAPAN RUMUSANNORMA KONKRET

KAJIAN ILMU HUKUM DOGMATIS

Page 19: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Pancasila dan Model Demokrasi Indonesia.

Sejak Indonesia merdeka ditahun 1945 telah menerapkan sekurang-kurangnya 4

(empat) model demokrasi yang saling berbeda, baik dalam hal namanya maupun

dalam hal unsur-unsur pokoknya, yaitu : (1). Demokrasi Liberal {1950 – 1959}, (2).

Demokrasi Terpimpin {1959 – 1966}, (3). Demokrasi Pancasila {1966 – 1998}, dan

(4). Demokrasi Reformasi {1998 – Sekarang).

Uniknya kesemua model demokrasi tersebut mengklaim sebagai model yang

paling sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi negara dan didukung oleh

mayoritas elemen warganegara. Baru ketika rezim penguasa yang menerapkan

model demokrasi bersangkutan runtuh, maka semua elemen warganegara

tersebut berbalik dan bersama-sama berteriak bahwa model demokrasi yang

dijalankan oleh rezim penguasa terdahulu adalah bertentangan dengan Pancasila.

Pengalaman ketika terjadi pergantian dari model Demokrasi Liberal ke model

Demokrasi Terpimpin, kemudian dari model Demokrasi Terpimpin ke model

Demokrasi Pancasila, dan akhirnya pada pergantian dari model Demokrasi

Pancasila ke model Demokrasi Reformasi saat ini, dapat dijadikan bukti mengenai

kenyataan termaksud.

Dari pengalaman sejarah pelaksanaan beberapa model demokrasi di atas, dapat

kiranya dinyatakan bahwa selama ini Pancasila sebagai ideologi negara (sumber

dari segala sumber) yang seharusnya menjadi sumber bagi penentuan model

demokrasi yang akan dijalankan, malahan justru berfungsi seperti “Kunci Inggris”

yang dapat dicocokan/disesuaikan dengan semua ukuran sekrup. Sehingga yang

1

NORMA HUKUM POSITIF DAN KONKRET

BERLAKU SECARA YURIDIS SESUAI DAERAH KEBERLAKUAN SECARA

MATERIIL & FORMIL

PEDOMAN TINGKAH LAKU YANG

KONKRET

Page 20: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

selama ini terjadi adalah justru model demokrasi (yang diterapkan) yang

menentukan pemahaman Pancasila terhadap demokrasi, bukannya sebaliknya

yaitu pemahaman Pancasila terhadap demokrasi yang menentukan model

demokrasi yang manakah yang harus diterapkan. Atau dapat juga dikatakan

bahwa selama ini perumusan dan penentuan atas model demokrasi yang akan

diterapkan dilakukan dari luar kerangka Pancasila, kemudian Pancasila

“dipaksakan” untuk memahami demokrasi berdasarkan model demokrasi yang

diterapkan tersebut.

Hal diatas memang sangat dimungkinkan untuk terjadi, mengingat sampai

saat ini Pancasila sebagai Ideologi Negara dan sumber dari segala sumber

dalam kehidupan kenegaraan belum memiliki kerangka pemahaman yang

baku dan ajeg tentang demokrasi, atau singkatnya belum memiliki “Teori

Demokrasi Pancasila”. Dan tanpa kerangka pemahaman (Teori) Demokrasi

Pancasila, bagaimana mungkin disusun/dirumuskan model demokrasi yang sesuai

dengan Pancasila.

Untuk mendukung pernyataan ini cukup banyak dapat diberikan buktinya,

diantaranya :

1. Berkenaan dengan Kedaulatan Rakyat.

a. Model Demokrasi Liberal.

Kedaulatan Rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh DPR (Parlemen). Dan

DPR membentuk serta memberhentikan Pemerintah/Eksekutif (Kabinet).

b. Model Demokrasi Terpimpin.

Meskipun secara normatif konstitusional ditetapkan bahwa Kedaulatan ada

ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusya-

waratan Rakyat (MPR), namun secara praktis justru kedaulatan

sepenuhnya berada ditangan Presiden.

Dan Presiden membentuk MPR(S) dan DPR-GR berdasarkan Keputusan

Presiden

c. Model Demokrasi Pancasila (Orba).

2

Page 21: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Kedaulatan Rakyat sepenuhnya dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR), baru kemudian MPR membagi-bagikan kedaulatan tersebut

kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara

lainnya (Presiden, DPR, MA, Bepeka dsb.)

d. Model Demokrasi Reformasi.

Kedaulatan Rakyat sepenuhnya tetap berada ditangan rakyat, dan rakyat

secara langsung membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk

kekuasaan-kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden,

MPR, DPR, DPD, MA, MK, dsb.)

2. Berkenaan dengan Pembagian Kekuasaan.

a. Model Demokrasi Liberal.

Kekuasaan DPR (Legislatif) sangat kuat dibandingkan dengan kekuasaan

Pemerintah/Kabinet (Eksekutif), bahkan DPR dapat memberhentikan

Pemerintah/Kabinet. Sementara Presiden hanya berkedudukan sebagai

Kepala Negara saja (Simbol Negara saja).

b. Model Demokrasi Terpimpin.

Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (dominan)

dibandingkan dengan kekuasaan DPR (Legislatif), bahkan Presiden dapat

membubarkan DPR serta mengangkat anggota-anggota DPR (GR).

Jabatan Presiden ditetapkan untuk masa seumur hidup, sehingga tidak bisa

diberhentikan oleh MPRS.

c. Model Demokrasi Pancasila (Orba).

Meskipun secara normatif konstitusional, ditetapkan :

1). Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun

Kepala Negara lebih kuat dibandingkan kekuasaan DPR (Legislatif) ;

2). Kecuali dalam hal Anggaran Belanja Negara, maka kekuasaan Presiden

dibidang legislasi (pembentukan undang-undang) lebih kuat dibanding-

kan kekuasaan DPR (Legislatif) ;

2

Page 22: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Namun secara praktis Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat

kuat (dominan) dibandingkan dengan kekuasaan DPR (Legislatif), sebagai

akibat adanya :

1). Campur tangan Pemerintah didalam kehidupan kepartaian ;

2). Dominasi Pemerintah didalam penyelenggaraan pemilihan umum

anggota Legislatif (termasuk menyeleksi calon-calon Legislatif dari

partai peserta pemilu).

3). Kewenangan Presiden didalam pengangkatan anggota MPR dari unsur

Utusan Golongan yang jumlahnya cukup besar.

d. Model Demokrasi Reformasi.

1). Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun

Kepala Negara jauh berkurang karena harus dibagi kepada DPR

(Legislatif) ;

2). Kekuasaan Presiden dibidang legislasi (pembentukan undang-undang

termasuk UU-APBN) lebih lemah dibandingkan kekuasaan DPR

(Legislatif). Bahkan sebuah Rancangan Undang-Undang yang telah

disetujui oleh DPR dapat berlaku meskipun tidak disetujui dan tidak

diundangkan oleh Presiden/Pemerintah.

3). Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) menjadi

semakin berkurang dengan dilaksanakannya Otonomi Daerah.

3. Berkenaan dengan Mekanisme Pengambilan Keputusan

a. Model Demokrasi Liberal.

Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat (DPR) diambil

berdasarkan voting dengan suara terbanyak.

b. Model Demokrasi Terpimpin.

Semua pengambilan keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPRS dan

DPR-GR) harus berdasarkan musyawarah mufakat (suara bulat).

2

Page 23: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

(Ada Ketetapan MPRS yang khusus menetapkan hal ini).

b. Model Demokrasi Pancasila (Orba).

Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) pertama-

tama diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan jika

musyawarah tidak berhasil mencapai mufakat, maka keputusan diambil

berdasarkan voting dengan suara terbanyak.

Namun didalam prakteknya pihak Pemerintah senantiasa mengupayakan

agar keputusan di DPR dan MPR diambil secara musyawarah (suara bulat)

untuk membuat kesan bahwa keputusan tersebut didukung oleh segenap

rakyat.

c. Model Demokrasi Reformasi.

Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) didalam

prakteknya langsung diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak.

Contoh-contoh diatas sekedar untuk menunjukkan bahwa sejalan dengan

perubahan model demokrasi yang dijalankan, maka dari waktu kewaktu terjadi

pula perubahan pemahaman terhadap unsur yang essensial berkaitan dengan

demokrasi itu sendiri, dan perubahan-perubahan itu terjadi dengan alasan “sesuai

Pancasila”.

Pedoman Pembentukan Pemahaman/Teori Demokrasi Pancasila.

Berangkat dari asumsi bahwa rakyat Indonesia menganut nilai-nilai dasar

bersama yang terkandung didalam Pancasila sebagai ideologi negara dan sumber

dari segala sumber bagi segenap tatanan kehidupan yang berwadahkan NKRI,

maka penentuan model demokrasi manakah yang paling sesuai untuk diterapkan

tentunya harus dikembalikan rujukannya kepada Pancasila.

Sehingga dapat dikatakan bahwa model demokrasi yang paling sesuai untuk

Indonesia adalah model demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai dasar bersama

yang terkandung di dalam Pancasila, atau “Model Demokrasi Pancasila” (bukan

Demokrasi Pancasila ala Orde Baru).

2

Page 24: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Namun untuk menetapkan Model Demokrasi Pancasila tersebut, terlebih dahulu

perlu diketahui pemahaman Pancasila terhadap demokrasi. Sehingga langkah

yang paling awal yang harus dilakukan adalah melakukan pengkajian menyeluruh

dan multi disipliner terhadap kandung nilai-nilai yang terumuskan pada sila-sila

Pancasila, melalui usulan tahapan-tahapan sebagai berikut :

Tahap-1

Karena substansi demokrasi berkaitan dengan Sila-4 Pancasila, yang berbunyi :

“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan”, maka tentunya sila ini secara individual

pertama-tama yang harus digali kandungan maknanya.

Seperti misalnya, apa yang dimaksudkan dengan “Kerakyatan”, “dipimpin”,

“hikmah kebijaksaanan”, bagaimana proses keterwakilan rakyat dilaksanakan dan

sebagainya.

Kemudian merangkaikan pengertian-pengertian setiap terminologi yang

terkandung pada Sila ke-4 ini menjadi satu pemahaman awal yang utuh dan

selaras tentang Demokrasi Pancasila.

Tahap-2

Melakukan kajian terhadap kandungan nilai-nilai yang relevan dengan masalah

demokrasi pada sila-sila lainnya.

Tahap-3

Melakukan integrasi, penyelarasan, dan penyesuaian antara makna Sila-4 dengan

kandungan nilai-nilai yang revelan pada sila-sila yang lainnya.

Misalnya disini adalah bagaimana menyelaraskan pandangan ajaran agama (Sila

ke-1) yang menentang prinsip suara mayoritas dengan ajaran demokrasi yang

justru menempatkan prinsip suara mayoritas sebagai unsur pokoknya.

Tahap-4

Perumusan Pemahaman/Teori Demokrasi Pancasila yang akan berperan sebagai

Sumber Materiil Tatanan kehidupan kenegaraan yang berdasarkan Pancasila

2

Page 25: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

(ideologi negara), yang pada gilirannya akan menghasilkan norma-norma hukum

(norma konstitusi) yang membentuk model demokrasi Pancasila.

Kegiatan pembentukan pemahaman/teori tentang Demokrasi Pancasila diatas

dapat dikembangkan lebih lanjut mencakup tatanan kehidupan lainnya, sehingga

pada akhirnya dapat terbentuk sebuah Pemahaman Menyeluruh (Grand Theory)

Pancasila, yang darinya dapat disusun Teori Hukum Pancasila, Teori Ekonomi

Pancasila, Teori Kesejahteraan Pancasila dan lain sebagainya.

Apabila keseluruhan tatanan kehidupan masyarakat telah dilengkapi dengan Teori

Pancasila yang terkait, maka barulah dapat dikatakan bahwa Pancasila itu telah

benar-benar berfungsi sebagai Ideologi Negara dan sumber dari segala sumber

bagi tatanan kehidupan kenegaraan didalam wadah NKRI.

Tanpa kelengkapan ini semua, maka Pancasila hanya akan berfungsi sebagai

Ideologi Negara dalam arti kata formal dan semantik belaka, dan tidak akan

pernah mampu mengarahkan tingkah laku rakyat dan negara guna mencapai cita-

cita kehidupan bersama yang ditetapkannya sendiri. Dan manakala sebuah

ideologi tidak mampu (atau gagal) mencapai cita-cita yang ditetapkannya, maka

ideologi yang bersangkutan cepat atau lambat akan kehilangan dukungan dan

daya keberlakuannya dikalangan rakyat yang menganutnya.

Membangun Model Demokrasi Alternatif

Seluruh uraian di atas disusun berdasarkan asumsi dasar bahwa Pancasila

sebagai Ideologi Negara yang mengandung Nilai-Nilai Dasar Bersama itu masih

berada pada posisi diterima, diakui, dianut dan didukung oleh segenap rakyat dan

negara Indonesia serta masih berperan sebagai sumber dari segala sumber bagi

tatanan kehidupan kenegaraan didalam wadah NKRI. Berangkat dari asumsi ini,

maka setiap upaya untuk membangun bangsa dan negara melalui penerapan

model demokrasi yang tepat, tentunya hanya mungkin dilakukan bilamana model

demokrasi termaksud sesuai dengan Pancasila agar didukung oleh rakyat.

Namun dari uraian diataspun terungkap bahwa selama kurun waktu +/- 60 tahun

sejak Indonesia merdeka, Pancasila ternyata belum sepenuhnya berperan

sebagai ideologi negara dan sumber dari segala sumber bagi segenap tatanan

2

Page 26: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

kehidupan kenegaraan di Indonesia, sebagai akibat kekosongan pada tataran

Pemahaman/Teori tentang Pancasila, yang pada gilirannya menyebabkan nilai-

nilai dasar bersama yang terkandung pada Pancasila tidak dapat dirumuskan

sebagai asas-asas hukum materiil dan berikutnya tidak dapat diserap oleh norma-

norma sosial (norma hukum) yang positif dan konkret sebagai pedoman tingkah

laku bagi warga masyarakat (rakyat) didalam interaksi sosialnya.

Berangkat dari kenyataan diatas kiranya sudah cukup alasan untuk mengajukan

sebuah pertanyaan terakhir, yaitu: “Apakah nilai-nilai dasar bersama pada

Pancasila masih diterima, diakui, dianut dan didukung oleh segenap (atau

mayoritas) rakyat dan negara Indonesia?”.

Apabila jawaban untuk pertanyaan diatas adalah positif, maka usulan tentang

upaya pembentukan Model Demokrasi Pancasila masih relevan untuk dijadikan

bahan pertimbangan lebih lanjut.

Tetapi jika jawaban untuk pertanyaan diatas adalah negatif, maka usulan tentang

upaya pembentukan Model Demokrasi Pancasila menjadi tidak relevan lagi, dan

bahkan justru menjadi kesia-siaan belaka. Karena tidak ada manfaatnya sama

sekali, meskipun berhasil merumuskan dan membentuk Model Demokrasi

Pancasila, bilamana pada sisi lain rakyatnya sudah tidak lagi menganut dan

mendukung nilai-nilai dasar bersama yang terkandung pada Pancasila.

Berkenaan dengan hal yang terakhir diatas, maka perlu terlebih dahulu dilakukan

upaya pengenalan kembali melalui penelitian sosial terhadap nilai-nilai dasar

bersama yang dihidup secara nyata dikalangan segenap rakyat Indonesia yang

ber-Bhinneka itu.

Beberapa alternatif yang akan diperoleh melalui penelitian sosial terhadap

nilai-nilai dasar bersama itu adalah :

1. Nilai-nilai dasar bersama Pancasila masih dianut dan hidup dikalangan

segenap (mayoritas) rakyat Indonesia sebagaimana aselinya ;

2

Page 27: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

2. Nilai-nilai dasar bersama Pancasila yang dianut dan hidup dikalangan

segenap (mayoritas) rakyat Indonesia saat ini telah mengalami perubahan dari

aselinya, sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman ;

3. Nilai-nilai dasar bersama yang dianut dan hidup dikalangan segenap

(mayoritas) rakyat Indonesia dewasa ini sudah berbeda sama sekali dengan

Nilai-nilai dasar bersama Pancasila ;

4. Rakyat Indonesia dewasa ini tidak memiliki Nilai-nilai dasar bersama.

Alternatif yang ke-4 diatas adalah paling mengkhawatirkan, karena tidak ada

satupun upaya pembangunan dalam bidang apapun juga yang dapat dilakukan

terhadap suatu bangsa dan negara yang tidak memiliki nilai-nilai dasar bersama.

Mengingat bangsa dan negara tersebut sedang berada ditengah proses

pembubaran diri.

Berkenaan dengan Alternatif ke-1 dan ke-2 diatas, kiranya masih bisa ditampung

kedalam usulan pembentukan Model Demokrasi Pancasila, sedangkan untuk

Alternatif ke-3 perlu dilakukan upaya pembentukan Model Demokrasi lainnya yang

sesuai dengan nilai-nilai dasar bersama yang secara aktual hidup, dianut dan

didukung oleh segenap rakyat Indonesia.

Hanya saja tentunya jika yang terjadi adalah Alternatif ke-3 diatas, maka

pekerjaan rumah yang harus dilakukan menjadi bertambah banyak, yaitu

meliputi tahapan-tahapan pekerjaan sebagai berikut :

1. Melakukan penelitian sosial secara besar-besar untuk menemukan nilai-nilai

dasar yang memiliki kesamaan berkenaan dengan tatanan kehidupan

kenegaraan didalam wadah NKRI, yang hidup dan dianut oleh segenap unsur

rakyat Indonesia ;

2. Dari hasil penelitian sosial diatas, kemudian dilakukan upaya perumusan nilai-

nilai dasar bersama ;

3. Perumusan nilai-nilai dasar bersama tersebut kemudian dikembangkan lagi

kedalam bentuk kerangka pemahaman sosial (Teori) agar memperoleh bentuk

sebagai Ideologi Negara dan menjadi sumber dari segala sumber yang konkret

bagi segenap tatanan kehidupan kenegaraan.

2

Page 28: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Baru pada tahapan inilah nilai-nilai dasar bersama yang ditemukan dari

penelitian sosial diatas dapat berfungsi sebagai Sumber Materiil bagi norma-

norma sosial yang akan dibentuk untuk mengarahkan tingkah laku rakyat dan

negara agar sejalan dengan nilai-nilai dasar bersama tadi.

Dalam ranah Ilmu Teori Hukum, Sumber Materiil ini dinamakan juga sebagai

“asas-asas hukum materiil” yang pada gilirannya akan menjadi muatan/materi/-

isi norma hukum positif. Pada tahapan ini pula dilakukan kegiatan perumusan

dan penentuan model demokrasi yang akan dilaksanakan.

4. Tahapan akhirnya adalah kegiatan perumusan norma-norma sosial positif

(termasuk norma-norma hukum positif) dan sekaligus pemberian bentuk publik

(bagi norma-norma sosial non-yuridis) atau pemberian bentuk yuridis (bagi

norma-norma sosial yuridis).

Kesimpulan.

Dari uraian diatas, maka upaya mencari model demokrasi yang sesuai dan

mendapatkan dukungan dari (mayoritas) rakyat Indonesia dapat diuraikan melalui

bagan dibawah ini :

(Bagan-3)

2

PENELITIAN SOSIALUntuk mengenali

Nilai2 Dasar Bersama yang secara aktual hidup & dianut

oleh segenap (mayoritas)rakyat Indonesia

Tentang Nilai Demokrasi

Kemungkinan/AlternatifHASIL PENELITIAN SOSIAL

Nilai2 Pancasilamasih dianut sesuai

dengan aselinya

Nilai2 Pancasil yang dianut telah berubah

sesuai perkembangan jaman

Rakyat Indonesia telah menganut Nilai2

Dasar Baru yang berbeda dengan

Pancasila

Rakyat Indonesia tidak memiliki Nilai2 Dasar Bersama lagi

(Vakum Ideologi)

Tahapan PerumusanSeluruh Nilai2 Dasar

Bersama(termasuk nilai2

tentang Demokrasi)

Dalam kondisi ini belum bisa dilaku-kan penetapan Model Demokrasi, karena Bangsa & NKRI berada pada Situasi Transisi me-nuju ke-3 Alternatif :

1. Mayoritas Rakyat sepakat kembali ke Nilai2 Dasar Panca-sila.(Bangsa & NKRI survive).

2. Mayoritas Rakyat sepakat untuk men- dukung Nilai2 Dasar Bersama yang Baru/Non-Pancasila. (Ter jadi proses pemben tukan Bangsa & Ne- gara Baru).

3. Rakyat Indonesia tidak berhasil ber-sepakat menetap-kan Nilai2 Dasar Ber sama. (Terjadi pro-ses pembubaran Bangsa & NKRI).

Page 29: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

P e n u t u p.

Pekerjaan rumah diatas jelas merupakan pekerjaan yang sangat besar dan

nampaknya mustahil dapat dikerjakan didalam waktu dekat ini.

Apalagi jika diingat pekerjaan rumah ini praktis tidak pernah disentuh selama 60

tahun sejak Indonesia merdeka, dan sementara itu pula tatanan kehidupan

kenegaraan telah menjadi semakin kompleks.

Namun mungkin yang dapat dilakukan adalah memulai kegiatan pembentukan

kerangka pemahaman (teori) sosial Pancasila yang berkenaan dengan sektor-

sektor tertentu dari tatanan kehidupan kenegaraan, seperti misalnya pembentukan

kerangka pemahaman (teori) tentang Demokrasi menurut Pancasila,

sebagaimana maksud yang dikandung melalui penyelenggaraan simposium ini.

Tanpa memulai upaya ini didalam waktu yang secepatnya, dikhawatirkan akan

mengakibatkan semakin tereduksinya nilai-nilai dasar bersama Pancasila, dan

pada akhirnya rakyat dan negara Indonesia akan kehilangan nilai-nilai dasar

bersama Pancasila itu, sebelum akhirnya menemukan nilai-nilai dasar bersama

yang lain dan baru, yang belum tentu pula menjamin kelangsungan tatanan

kehidupan kenegaraan didalam wadah NKRI.

2

Tahap Pembentukan Pemahaman/Teori

Demokrasi Pancasila(Lihat Hal. 22-23)

Tahap Pembentukan Pemahaman/Teori

Demokrasi Indonesia(Lihat Hal. 22-23)

Tahap Penetapan Model Demokrasi

Pancasila

Tahap Penetapan Model Demokrasi

Indonesia

ASAS2 HUKUM MATERIIL

PROSES PEMBENTUKANNORMA HUKUM

POSITIF(Lihat Bagan-2 pada

Hal. 17)

Page 30: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Kekhawatiran diatas kiranya tidaklah terlalu berlebihan apabila dirujuk pada fakta-

fakta sosial yang ada dewasa ini, dimana sangat patut diduga bahwasanya nilai-

nilai dasar bersama Pancasila sudah tidak lagi berperan sebagai pedoman tingkah

laku rakyat, penyelenggara negara dan negara sendiri didalam menjalani interaksi

didalam tatanan kehidupan kenegaraan.

Puluhan daerah tingkat II Kabupaten/Kota di dalam wilayah NKRI dewasa ini

dengan berbagai variasi muatan aturannya, telah memberlakukan Peraturan-

peraturan Daerah (Perda) yang kandungan norma hukum positifnya bersumber

bukan dari asas-asas hukum materiil Pancasila (karena memang belum ada).

Apakah kenyataan ini belum cukup untuk menyimpulkan bahwa nilai-nilai dasar

bersama Pancasila dewasa ini minimal tengah berada didalam proses tereduksi?

Untuk menjawab pertanyaan pokok simposium ini, maka model demokrasi

yang sesuai bagi Indonesia serta didukung oleh mayoritas rakyatnya, adalah

model demokrasi yang sejalan/sesuai dengan nilai-nilai dasar bersama yang

hidup dan dianut oleh segenap (mayoritas) rakyatnya, apakah itu nilai-nilai

dasar bersama yang bersumber pada Pancasila ataupun dari sumber yang

lainnya.

Dan untuk menyelaraskan model demokrasi dan nilai-nilai dasar bersama,

diperlukan adanya pembentukan pemahaman/teori/konsep sosial tentang

demokrasi yang mengacu kepada nilai-nilai dasar bersama termaksud.

Akhirnya melalui kesempatan ini disarankan kepada Akademi Ilmu Pengetahuan

Indonesia (AIPI) untuk mempelopori serta berperan-aktif mendorong dunia ilmu

pengetahuan Indonesia, terutama bidang kajian Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Hukum

agar mulai mencurahkan perhatiannya didalam rangka penyusunan pemahaman/-

teori/konsep sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar bersama yang hidup

dikalangan segenap (mayoritas) rakyat Indonesia, yang mudah-mudahan masih

bersumberkan pada Pancasila.

3

Page 31: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

Jakarta, 8 Agustus 2006.

.

(Bagan-1)Perubahan Nilai2 Dasar Bersama

Pancasila Non-PancasilaMelalui Proses Interaksi Sosial

3

NILAI-NILAIDASAR BERSAMA

PANCASILA

NORMA2 HUKUMPOSITIF

NON-PANCASILA

NILAI-NILAIDASAR BERSAMANON-PANCASILA

NILAI-NILAIDASAR BERSAMANON-PANCASILA

INTERAKSISOSIAL

1

4 5

Page 32: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

(Bagan-3)

Alternatif Upaya Mencari Model Demokrasi ala Indonesia

3

TINGKAH LAKUNON-PANCASILA

23

PENELITIAN SOSIALUntuk mengenali

Nilai2 Dasar Bersama yang secara aktual hidup & dianut

oleh segenap (mayoritas)rakyat Indonesia

Tentang Nilai Demokrasi

Kemungkinan/AlternatifHASIL PENELITIAN SOSIAL

Nilai2 Pancasilamasih dianut sesuai

dengan aselinya

Nilai2 Pancasil yang dianut telah berubah

sesuai perkembangan jaman

Rakyat Indonesia telah menganut Nilai2

Dasar Baru yang berbeda dengan

Pancasila

Rakyat Indonesia tidak memiliki Nilai2 Dasar Bersama lagi

(Vakum Ideologi)

Tahapan PerumusanSeluruh Nilai2 Dasar

Bersama(termasuk nilai2

tentang Demokrasi)

Dalam kondisi ini belum bisa dilaku-kan penetapan Model Demokrasi, karena Bangsa & NKRI berada pada Situasi Transisi me-nuju ke-3 Alternatif :

1. Mayoritas Rakyat sepakat kembali ke Nilai2 Dasar Panca-sila.(Bangsa & NKRI survive).

2. Mayoritas Rakyat sepakat untuk men- dukung Nilai2 Dasar Bersama yang Baru/Non-Pancasila. (Ter jadi proses pemben tukan Bangsa & Ne- gara Baru).

3. Rakyat Indonesia tidak berhasil ber-sepakat menetap-kan Nilai2 Dasar Ber sama. (Terjadi pro-ses pembubaran Bangsa & NKRI).

Page 33: Mencari Model Demokrasi Ala Indonesia

Simposium AIPI : “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat

Madani”

3

Tahap Pembentukan Pemahaman/Teori

Demokrasi Pancasila(Lihat Hal. 22-23)

Tahap Pembentukan Pemahaman/Teori

Demokrasi Indonesia(Lihat Hal. 22-23)

Tahap Penetapan Model Demokrasi

Pancasila

Tahap Penetapan Model Demokrasi

Indonesia

ASAS2 HUKUM MATERIIL

PROSES PEMBENTUKANNORMA HUKUM

POSITIF(Lihat Bagan-2 pada

Hal. 17)