mencari celah inovasi birokrasi
TRANSCRIPT
“MENCARI CELAH INOVASI DAN KREATIVITAS BIROKRASI”
Oleh : Rustan Amarullah
(Peneliti PKP2A III LAN)
Saat ini publik merindukan hadirnya sosok penyelenggara pemerintahan
(birokrasi) yang inovatif, membawa perubahan, lebih bersifat melayani, mampu
menangkap persoalan yang timbul di masyarakat serta dengan segera memberikan
solusi praktis. Hadirnya figur-figur kepala daerah yang cukup inovatif dengan solusi
praktisnya seperti Jokowi, Ridwan kamil, serta Tri Rismaharini mendorong apresiasi
dan dukungan penuh warganya. Perubahan dan perkembangan yang telah/ sedang
dilakukan oleh figur-figur tersebut kemudian melahirkan best practice pengelolaan
pemerintahan yang merupakan perwujudan dari upaya reformasi birokrasi dengan
mencoba memecahkan kebuntuan birokrasi dalam memecahkan persoalan-persoalan
yang timbul di masyarakat.
Program dan kegiatan yang biasa saja dan rutin dilaksanakan (monoton) sudah
tidak menjadi bahan apresiasi publik saat ini, apalagi dilaksanakan dengan model
penyelenggaraan yang kaku dan lamban. Diperlukan upaya kreatif dan inovatif dari
penyelenggara negara dalam hal ini birokrasi untuk menyusun suatu program atau
kegiatan yang lebih bersifat breakthrough di tengah rigiditas, ke-resmian dan kekakuan
birokrasi. Sebagai seorang birokrat tentu saja aturan perlu dikedepankan, namun di
dalam ketentuan atau batasan aturan tersebut sesungguhnya terdapat ruang otonomi bagi
birokrasi untuk bertindak kreatif dan inovatif, semuanya tentu berujung pada upaya
untuk mempercepat pelayanan publik, mempercepat penyelesaian permasalahan, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya. banyaknya persoalan yang timbul di masyarakat dapat menjadi
bahan bagi birokrasi untuk menemukan ide-ide kreatif dan inovatif dan kemudian
mengembangkannya menjadi sebuah program/ kegiatan. Namun, birokrasi indonesia
yang masih dikategorikan birokrasi weberian dengan segala batasan legal-formal-nya
serta jenjang hierarkis yang kompleks terkadang menjadi sumber buntunya ruang gerak
inovasi pemerintah. Untuk itu, beberapa upaya yang perlu didengungkan untuk
melahirkan daya kreasi dan inovasi birokrasi yaitu, pertama, membangun pemahaman
aparatur bahwa kreatif dan inovatif adalah hal yang menyenangkan, baik, dan
memberikan solusi adalah berkah. Tentu saja selain internalisasi pemahaman, juga
dibarengi dengan tindakan-tindakan kreatif dan inovatif yang dapat dimulai dari yang
kecil-kecil saja kemudian membesar menjadi sebuah gerakan pembaruan yang
membudaya.
Kedua adalah ide kreatif dan inovatif ditemukan dengan banyak bertanya dan
berpikir berbagai arah. Tidak selamanya ide kreatif dan inovatif berasal dari pucuk
pimpinan, tetapi malah seringkali berasal dari bawahan. Oleh karena itu, keterbukaan
pimpinan puncak hingga bawahan terendah untuk saling mendengarkan dan bertanya
akan memacu lahirnya ide kreatif dan inovatif. Kita seringkali mendengar pepatah yang
mengatakan bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah ruang kelas, ini
tentu perlu menjadi prinsip utama yang dikedepankan agar ide kreatif dan inovatif dapat
timbul dan merupakan sebuah hasil bersama.
Ketiga adalah membalikkan cara pandang terhadap permasalahan yang ada.
Banyak stigma yang mengatakan bahwa keterbatasan menghambat inovasi, tetapi cara
pandang ini tentu perlu dirubah dengan menganggap keterbatasan sebagai sebuah
tantangan dan bagaimana memanipulasi keterbatasan tersebut. Pembalikan cara
pandang ini akan melahirkan reaksi untuk menciptakan ide-ide kreatif, selain itu kita
akan seperti didorong untuk melihat sesuatu dengan cara pandang yang baru. Banyak
contoh yang bisa kita lihat seperti puskesmas terapung, dokter radio, ataupun jemput
bola pelayanan publik hingga ke pelosok daerah.
Keempat adalah upaya meniru (mengkloning) hasil kreatif dan inovatif daerah
atau negara lain untuk menghasilkan karya baru daerah. Banyaknya bertebaran
tindakan-tindakan breakthrough pelayanan publik di daerah atau negara lain tentu dapat
menjadi contoh utama bagi suatu daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publiknya
dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi sesuai karakteristik, kekuatan
sumberdaya, serta lingkungan strategis daerah. Contoh breakthrough pelayanan publik
yang cukup menarik dilakukan Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu dengan
memberikan denda bagi aparatur pelayan publik yang marah terhadap rekan, pimpinan,
dan juga pemohon (publik).
Kelima adalah mencoba mengubah kebiasaan formal menjadi informal. Kesan
birokrasi yang terlalu formal menjadikan publik enggan untuk memberikan masukan
dan berurusan dengan birokrasi. Upaya membalikkan kebiasaan formal menjadi
informal dapat dimulai dari lingkungan kerja dengan mencoba tidak terlalu sering
menyebutkan nama jabatan seorang aparatur seperti “Bapak Kepala Dinas” melainkan
langsung menyebutkan nama dari kepala dinas tersebut (contoh, “Pak Joko”).
Lingkungan pelayanan publik juga perlu didesain dengan model informal, seperti
seragam pelayan publik yang sedikit non-formal, atau menambahkan beberapa hiburan
bagi pengguna layanan.
Kemampuan birokrasi untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi terutama
dalam pelayanan publik perlu untuk terus diciptakan, bahkan jika perlu Diklat Berpikir
Kreatif dan Inovatif bagi aparatur pemerintah perlu dilaksanakan untuk menularkan
kemampuan berinovasi. Memanfaatkan momen lahirnya UU No.5/2014 Tentang ASN
menjadi pijakan nyata melahirkan sosok aparatur dan birokrasi yang profesional, handal,
gesit, serta kreatif dan inovatif dalam menjawab tantangan/ perubahan lokal dan global
yang terkadang bergerak lebih cepat dibandingkan pergerakan perubahan birokrasi.
Selamat Berkreasi Untuk Rakyat!!