memperkuat stabilitas menuju pertumbuhan berkesinambungan ... fileterhadap pertumbuhan ekonomi 2010....

25
1 Memperkuat Stabilitas Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan: Sebuah Tantangan Transformasi Dr. Darmin Nasution Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan 2011 21 Januari 2011 Yang saya hormati, Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Para Pemimpin Perbankan di Tanah Air, Hadirin sekalian yang berbahagia, Assalamu‘alaikum Wr. Wb, Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua, Hadirin sekalian yang saya hormati, 1. Di hari yang baik ini, mari kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan sehingga kita dapat berkumpul untuk acara Bankers’ Dinner malam ini, yang tak lain merupakan pertemuan tahunan pelaku industri perbankan. 2. Walau pembukaan tahun 2011 telah tepat tiga minggu berselang, ijinkan saya, atas nama seluruh anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank Indonesia, mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011 kepada para hadirin sekalian. Semoga di

Upload: lethu

Post on 30-Apr-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Memperkuat Stabilitas Menuju Pertumbuhan

Berkesinambungan: Sebuah Tantangan Transformasi

Dr. Darmin Nasution

Gubernur Bank Indonesia

Pertemuan Tahunan Perbankan 2011

21 Januari 2011

Yang saya hormati,

Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,

Para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Para Pemimpin Perbankan di Tanah Air,

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Assalamu‘alaikum Wr. Wb,

Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua,

Hadirin sekalian yang saya hormati,

1. Di hari yang baik ini, mari kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas kesempatan yang diberikan sehingga kita dapat berkumpul untuk

acara Bankers’ Dinner malam ini, yang tak lain merupakan pertemuan tahunan

pelaku industri perbankan.

2. Walau pembukaan tahun 2011 telah tepat tiga minggu berselang, ijinkan saya,

atas nama seluruh anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank Indonesia,

mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011 kepada para hadirin sekalian. Semoga di

2

tahun 2011 ini, kita semua akan mengalami peningkatan dalam pencapaian di

bidang masing-masing.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

3. Kita telah melewati masa krisis global 2008/2009 dan boleh saya katakan

ekonomi kita selama 2010-2011 berada dalam tahapan transformasi dari

pemulihan menuju pertumbuhan yang berkesinambungan melalui penguatan

stabilitas. Upaya kita untuk mengusung proses transformasi tersebut tidaklah

ringan.

4. Sebagai first line of defense, Bank Indonesia senantiasa mengedepankan

pengelolaan kebijakan moneter dan perbankan secara berhati-hati (prudent) dan

konsisten. Tapi itu ternyata tidaklah cukup. Tampaknya risiko dan tantangan

kebijakan yang kita hadapi paska krisis tidaklah kalah beratnya dengan apa yang

kita lalui selama krisis global 2008/2009. Risiko yang kita hadapi semakin beragam

dan kompleks, sementara konstelasi kebijakan ekonomi global semakin meruncing.

5. Oleh karenanya, proses transformasi ekonomi menuju pertumbuhan yang

berkesinambungan tak pelak lagi memerlukan pola pikir dan cara-cara baru.

Menguatkan argumen tersebut izinkanlah saya mengutip pernyataan Einstein "The

whole of science is nothing more than a refinement of everyday thinking."

Pernyataan tersebut tampaknya berlaku untuk situasi paska krisis saat ini.

Kebijakan akan mengalami proses pengusangan derajat efektivitasnya, sehingga

perlu terus dievaluasi, disesuaikan, ditata ulang atau bahkan diubah sama sekali,

namun tanpa kehilangan prinsip besarnya.

6. Dalam kondisi dunia yang sangat dinamis, penuh ketidakpastian dengan risiko

yang setiap saat mengintai, kita dituntut untuk tak hentinya berkreasi dan

bersimulasi. Pengambil kebijakan tidak lagi dapat menyandarkan pada satu

instrumen tunggal, tetapi harus multi-front dan merumuskan bauran kebijakan

yang tepat sehingga dapat ditemukan konfigurasi optimal antara berbagai kondisi

3

yang tidak selalu sejalan. Langkah decisive dan top-down approach kadangkala

diperlukan ketika kompleksitas dan ketidakpastian demikian tinggi.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

7. Pada awal tahun 2011 ini kita patut bersyukur karena telah berhasil menutup

lembaran tahun 2010 lalu dengan pencapaian-pencapaian yang secara umum

cukup menggembirakan. Namun demikian, masih banyak beberapa persoalan

besar menggantung, yang akan menentukan kinerja ekonomi dan sektor keuangan

ke depan.

8. Kalau saya boleh mengatakan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir Indonesia

merupakan sedikit dari negara Asia yang secara konsisten dapat membukukan

pertumbuhan ekonomi positif. Setelah tumbuh 4.5% di tengah krisis global tahun

2009, pada tahun 2010 lalu ekonomi kita tumbuh 6.0%.

9. Struktur pertumbuhanpun relatif lebih broad-based. Meski kontribusi konsumsi

swasta tetap dominan, kontribusi investasi mulai meningkat lagi menjadi 2.0%

terhadap pertumbuhan ekonomi 2010. Kinerja ekspor juga menonjol dengan

kontribusinya yang mencapai 5.7%.

10. Di pihak lain, pada tahun 2010 inflasi IHK mencapai 6.96%, terutama karena

besarnya pengaruh kenaikkan harga bahan pangan pada akhir tahun. Kenaikan

harga pangan tersebut merupakan fenomena global dan telah menimbulkan

tekanan inflasi di berbagai negara. Namun, tekanan inflasi inti di 2010 masih

terkendali, tercatat 4.28%, ditopang oleh apresiasi rupiah dan masih memadainya

kapasitas perekonomian dalam merespon konsumsi yang menguat.

11. Kita mencermati pula, menguatnya konsumsi dan investasi mendorong laju impor

meningkat pesat. Meski demikian, ekspor dapat mengimbanginya. Setelah

memperhitungkan nilai bersih pada neraca jasa, kita masih dapat membukukan

surplus neraca transaksi berjalan sebesar USD 6.2 miliar atau 0.9% dari PDB.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

4

12. Di tengah banyak negara yang mengalami hantaman krisis global selama

2008/2009 lalu, perekonomian kita terbukti memiliki daya tahan. Tampaknya itu

membangunkan nalar para pengelola portofolio global, bahwa ada kekuatan

ekonomi baru di Asia selain China dan India, yang memiliki potensi pasar besar,

fundamental makro yang semakin kokoh, dan menawarkan imbal hasil yang

atraktif.

13. Pasar keuangan Indonesia pun menjadi magnet, menarik arus dana global yang

memang tengah berlimpah. Kita telah menyaksikan bagaimana derasnya arus

modal dana asing ke beberapa instrumen portofolio, terutama surat utang negara

(SUN), sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan saham. Selama 2010, aliran masuk

investasi portofolio mencapai USD 15,2 miliar.

14. Prospek dan ketahanan ekonomi kita yang semakin membaik juga mulai menarik

minat investor asing, meskipun masih pada bidang-bidang usaha yang tergolong

resource-based seperti pertambangan. Ini tergambar dari aliran Foreign Direct

Investment yang mencapai USD 12,6 miliar, hampir tiga kali lipat dari nilai tahun

2009 yang hanya USD 4,9 miliar.

15. Secara keseluruhan, neraca pembayaran pada 2010 membukukan surplus USD 30

miliar. Cadangan devisa pun terus meningkat mencapai USD 96,2 miliar atau naik

45,5% dibanding tahun 2009 dan mampu menutup 7,1 bulan impor dan

pembayaran utang luar negeri Pemerintah jangka pendek.

16. Dengan neraca pembayaran yang cukup solid dan jumlah cadangan devisa yang

semakin besar, posisi likuiditas eksternal (external liquidity) Indonesia semakin

kuat. Lebih lanjut, apabila kedua variabel tersebut dikombinasikan dengan rasio

utang luar negeri terhadap PDB yang menurun (29,5% dari PDB per Oktober

2010) maka akan melengkapi potret tingkat ketahanan eksternal Indonesia yang

semakin membaik.

17. Kinerja dan ketahanan eksternal yang semakin membaik menjadi sebagian dari

pencapaian kita yang membawa peringkat utang negara (sovereign ratings)

5

beberapa waktu terakhir terus meningkat. Saya optimis ekonomi kita sedang terus

melaju menuju zona layak investasi (investment grade). Beberapa ketertinggalan

yang menjadi hambatan memasuki zona tersebut terutama terkait perbaikan

infrastruktur, yang merupakan pekerjaan rumah yang perlu kita tuntaskan

bersama. Diskusi tentang hal ini sudah sama-sama kita ikuti dan berbagai

rekomendasi kebijakan juga sudah disampaikan dan dirumuskan. Kini tinggal

bagaimana kita secara konsisten mengimplementasikannya.

18. Neraca pembayaran yang surplus juga direpresentasikan dengan rupiah yang

secara umum relatif stabil. Sepanjang 2010 rupiah menguat 4,2%, namun tetap

dalam suatu kisaran yang kami pandang cukup ideal dan konsisten dengan kondisi

makro yang berlaku dan memberikan kepastian bagi dunia usaha.

19. Meningkatnya kegiatan ekonomi selama 2010 juga ditopang kinerja sektor

perbankan sebagaimana terlihat dari meningkatnya fungsi intermediasi dan

terjaganya stabilitas. Hal itu tercermin dari ekspansi kredit selama 2010 yang

mencapai 22.8%, rasio kecukupan modal (CAR) yang cukup tinggi, serta rasio

kredit bermasalah (NPL) yang secara gross berada di bawah 5%. Secara

keseluruhan ketahanan pasar keuangan domestik semakin membaik. Eskalasi

krisis utang Eropa yang memuncak pada bulan Mei dan November 2010 lalu,

hanya memberikan tekanan sementara.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

20. Berbagai pencapaian yang secara sekilas saya paparkan tadi tidak lain merupakan

buah kerja keras seluruh masyarakat, termasuk pelaku perbankan. Pencapaian

tersebut menjadi lebih berarti karena semuanya terwujud dalam lingkungan global

yang masih diliputi ketidakpastian dan terjadi di tengah berbagai bencana alam.

21. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan respon kebijakan Bank Indonesia

yang telah ditempuh selama 2010 dalam rangka menjaga stabilitas makro dan

sistem keuangan. Sebagaimana tema yang diusung pada kesempatan ini, dengan

memperkuat stabilitas diharapkan akan menopang proses transformasi ekonomi

6

Indonesia paska krisis global menjadi ekonomi yang tumbuh berkelanjutan

(sustainable).

22. Bagaimana Bank Indonesia merumuskan respon kebijakan adalah suatu proses

yang tidak mudah dan melalui diskusi bahkan perdebatan yang sangat intensif.

Saya dapat memahami hal itu, karena risiko dan tantangan yang kita hadapi

selama 2010 lalu juga sangat beragam dan sukar diprediksi, sehingga

menyebabkan komplikasi dalam perumusan kebijakan.

23. Secara garis besar saya melihat terdapat tiga risiko yang kita hadapi pada 2010

lalu, dan diperkirakan akan tetap menjadi tantangan kita ke depan. Pertama,

risiko terkait global economic imbalance. Dua tahun paska krisis, ekonomi global

berjalan dalam dua laju kecepatan yang berbeda (two speed recovery). Laju

kecepatan pemulihan ekonomi negara emerging market jauh melampaui negara

maju. Untuk memastikan durabilitas pemulihan para pemangku kebijakan di

negara maju bertahan dengan kebijakan akomodatif. Sebaliknya, pemangku

kebijakan di negara emerging market menghadapi tantangan untuk mencegah

pemanasan ekonomi. Boleh dikatakan, hampir seluruh negara emerging market

pada akhir 2010 lalu sudah masuk ke tahapan normalisasi kebijakan, bahkan

beberapa di antaranya sudah mengambil langkah pengetatan.

24. Kedua, risiko terkait lalu lintas modal global dan sengketa mata uang (currency

war). Perbedaan siklus ekonomi dan stance kebijakan antara negara maju dan

emerging market menimbulkan dampak kurang menguntungkan ke negara

emerging market. Hal itu terlihat dari derasnya aliran modal ke emerging market

termasuk Indonesia. Tekanan apresiasi, risiko penggelembungan asset, dan

kerentanan terkait capital reversal seluruhnya menyertai derasnya arus modal

tersebut. Ini tentunya menimbulkan komplikasi pengelolaan kebijakan makro di

negara emerging market, termasuk di Indonesia.

25. Respon kebijakan berupa intervensi valas dan pengaturan arus modal di sejumlah

negara emerging market menyebabkan dampak apreasiasi berbeda dari satu

negara ke yang lain. Sementara itu, mahalnya biaya pemupukan cadangan devisa

7

akibat intervensi tersebut mendorong negara emerging market mengalihkan

penempatan devisa ke sesama negara emerging market. Jelas, ini menimbulkan

eksternalitas negatif di kawasan emerging market. Tanpa koordinasi kebijakan

dalam skala multilateral, terdapat kecenderungan masing-masing negara

menempuh kebijakan yang mendahulukan kepentingan nasional.

26. Ketiga, risiko terkait permintaan domestik dan tekanan inflasi. Krisis global

2008/2009 menyebabkan perdagangan baik inter maupun intra-regional merosot.

Hal ini memotivasi banyak negara mengedepankan strategi mendorong

permintaan domestik (domestic driven). Namun, dalam konteks Indonesia,

semata-mata bersandar pada permintaan domestik mengandung dua implikasi

yang perlu dicermati.

27. Pertama, kondisi tersebut dapat memicu inflasi, karena sisi penawaran kurang

fleksibel dalam merespon akselerasi sisi permintaan tersebut. Kedua, ini juga

menyebabkan impor tumbuh lebih cepat, mengingat kandungan impor dalam

ekonomi kita masih tinggi. Dampaknya, surplus neraca transaksi berjalan menurun

atau bahkan berbalik defisit. Mengingat pangsa modal jangka pendek dalam

komposisi arus modal masuk masih besar, risiko pembalikan neraca transaksi

berjalan menjadi defisit secara cepat perlu diwaspadai.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

28. Oleh karena itu, guna memitigasi risiko global maupun domestik, sepanjang 2010

telah diimplementasikan bauran instrumen kebijakan moneter dan

makroprudensial. Di tengah derasnya arus masuk modal dan masih tingginya

ekses likuiditas, respon terhadap tekanan inflasi dirasa tidak dapat sepenuhnya

bersandar pada instrumen kebijakan konvensional seperti suku bunga. Menaikkan

suku bunga dapat saja lebih banyak mengundang arus modal. Oleh karenanya,

perlu dikemas berbagai instrumen yang ada dalam suatu bauran kebijakan.

29. Bauran kebijakan yang diimplementasikan adalah untuk menjawab tantangan

dalam menjaga stabilitas eksternal dan internal perekonomian. Stabilitas eksternal

8

mengandung arti tercapainya neraca pembayaran yang kuat secara

berkesinambungan, sementara stabilitas internal adalah pencapaian inflasi yang

rendah dan stabil agar dicapai pertumbuhan yang berkesinambungan.

30. Untuk menjaga stabilitas eksternal, bauran kebijakan ditujukan untuk stabilisasi

nilai tukar dan pengelolaan lalu lintas modal melalui kebijakan makroprudensial. Di

tengah derasnya arus masuk modal dan tekanan apresiasi, kebijakan stabilisasi

nilai tukar melalui intervensi tetap ditempuh untuk meminimalkan volatilitas nilai

tukar, dengan tetap memperhatikan arah dan pergerakan nilai tukar kawasan.

Mengingat kompleksitas yang dihadapi apabila hanya menyandarkan pada

intervensi, maka dilengkapi dengan penerapan kebijakan makroprudensial. Sejak

Juni 2010 Bank Indonesia memberlakukan kebijakan makroprudensial yaitu one-

month-holding-period (OMHP) terhadap pembeli SBI. Kebijakan ini mewajibkan

pembeli SBI untuk menahan kepemilikannya selama satu bulan sebelum dijual ke

pihak lain. Saya melihat kebijakan ini terbukti sangat membantu dalam mencegah

pembalikan modal dalam skala besar dan mendadak (large and sudden reversal)

dari SBI sehingga kita melihat volatilitas nilai tukar semakin rendah. Scope, timing,

dan sequencing penerapan bauran kebijakan didasarkan pada konsistensi nilai

tukar dengan sasaran makro dan dampak ekses likuiditas akibat stabilitasi nilai

tukar terhadap operasi moneter.

31. Sementara itu, bauran untuk menjaga stabilitas internal ditujukan untuk stabilisasi

harga dan pengelolaan permintaan domestik. Kebijakan ini mencakup instrument

suku bunga yang dilengkapi kebijakan makroprudensial dalam rangka

pengendalian ekses likuiditas melalui peningkatan Giro Wajib Minimum. Scope,

sequencing dan timing terkait bauran kebijakan didasarkan pada proyeksi inflasi

dan makroekonomi ke depan, kondisi ekses likuiditas (termasuk dampak intervensi

valas dan ekspansi rekening pemerintah), serta beban operasi moneter.

32. Kami secara terus menerus melakukan kalibrasi terhadap bauran kebijakan

tersebut agar dicapai suatu konfigurasi yang optimal antara berbagai sasaran

makro. Bank Indonesia juga terus menjalin koordinasi dengan Pemerintah

9

terutama untuk meminimalkan dampak inflasi volatile foods dan administered

prices.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

33. Dalam jangka pendek, saya meyakini peluang untuk terus mendorong kegiatan

ekonomi tumbuh lebih tinggi terbuka lebar. Bank Indonesia memperkirakan

pertumbuhan ekonomi pada 2011 akan mencapai kisaran 6.0% - 6.5%, dan

meningkat menjadi 6,1% - 6,6% pada 2012. Investasi yang mulai meningkat sejak

2010 diperkirakan dapat berlanjut sehingga membuat struktur pertumbuhan

ekonomi lebih berimbang.

34. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada 2011 juga akan ditopang oleh

kinerja eksternal yang tetap solid. Ekspor akan semakin terdiversifikasi dan

tumbuh tinggi sementara impor tumbuh pesat seiring dengan semakin kuatnya

kegiatan investasi dan konsumsi.

35. Penanaman modal langsung (FDI) diperkirakan akan berperan lebih besar dalam

komposisi arus modal masuk. Secara keseluruhan, neraca pembayaran pada 2011

diprakirakan akan mengalami surplus USD 16,4 miliar, dengan cadangan devisa

mencapai USD 112,6 miliar pada akhir 2011. Jumlah tersebut diperkirakan dapat

menutup 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah jangka

pendek, serta semakin memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dalam

memitigasi berbagai kejutan eksternal (self insurance).

Hadirin sekalian yang berbahagia,

36. Kami mencermati penguatan kegiatan ekonomi di 2011 diperkirakan akan disertai

peningkatan tekanan inflasi. Kami juga terus mewaspadai sumber-sumber tekanan

inflasi, terutama yang berasal dari kenaikan harga bahan pangan serta

kemungkinan penyesuaian harga-harga yang ditetapkan Pemerintah.

Meningkatnya ekspektasi inflasi akibat risiko naiknya harga pangan, yang telah

mempengaruhi persepsi dan dinamika di pasar keuangan domestik akhir-akhir ini,

juga menjadi perhatian khusus kami.

10

37. Dalam kaitan itu, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus menjalin koordinasi

dalam rangka mempertajam program-program untuk meningkatkan sisi pasokan

dan perbaikan distribusi bahan kebutuhan pokok. Bank Indonesia berharap dan

yakin Pemerintah akan menangani hal ini dengan sebaik-baiknya. Sinergi antara

bauran kebijakan dan jalinan koordinasi tersebut diyakini akan membawa inflasi

pada sasarannya yaitu 5%±1% pada 2011 dan 4,5%±1% pada 2012.

38. Sebagai otoritas moneter, saya ingin menegaskan kembali bahwa Bank Indonesia

tetap berkomitmen untuk mengarahkan BI rate guna mencapai target inflasi

jangka menengah, menuju kisaran 3.5%. Penetapan BI rate ini dilakukan dengan

takaran yang tepat agar inflasi dan ekspektasi inflasi mengarah pada target inflasi

tersebut, tanpa mengorbankan pertumbuhan.

39. Saya meyakini pada 2015 saat ASEAN Economic Community resmi terbentuk,

target inflasi jangka menengah tersebut dapat dicapai sehingga inflasi kita sejajar

dengan negara kawasan. Dengan inflasi yang semakin rendah dan stabil yang

disertai perbaikan berbagai kendala struktural, maka pada 2015 diperkirakan

perekonomian Indonesia dapat tumbuh hingga 7.5%.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

40. Gambaran ekonomi yang saya paparkan tadi tentu masih akan dihadapkan pada

berbagai risiko global maupun domestik. Ekonomi global akan terus bergerak

dinamis mencari keseimbangan dan dapat saja pencarian tersebut seperti berjalan

dalam terowongan gelap nan panjang.

41. Pemulihan ekonomi global yang tidak berimbang, persistensi krisis utang di

kawasan peripheral Eropa, gejala pemanasan ekonomi di negara-negara emerging

market, perubahan iklim yang ekstrim dan dampaknya terhadap tingginya harga

pangan, tetap berisiko menyebabkan pasar keuangan global bergejolak dalam

beberapa tahun ke depan. Dinamika pasar keuangan global tersebut akan

berpengaruh cepat ke Indonesia, karena cukup terbukanya pasar keuangan kita.

Tantangan pertama kita adalah bagaimana di satu sisi sistem keuangan

11

domestik dapat diperkuat, sementara di sisi lain manfaat sebesar-besarnya dapat

diraih, termasuk pendalaman pasar.

42. Saya melihat langkah nyata upaya pendalaman pasar keuangan kita masih

berjalan tersendat. Dalam konteks ini, penguatan basis investor domestik perlu

menjadi prioritas agar dinamika pasar kita tidak lagi banyak disebabkan oleh

perubahan risk apetite investor global semata. Selain itu, kita juga tidak perlu

terlalu khawatir terhadap risiko capital reversal. Dalam kesempatan ini, saya

menyambut baik langkah yang ditempuh Kementerian Keuangan dan Kementerian

BUMN yang telah melakukan kerjasama dalam rangka pemeliharaan stabilitas

pasar surat berharga negara.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

43. Tahun 2010 masih menyisakan berbagai persoalan domestik yang perlu terus kita

atasi bersama ke depan. Dalam kaitan ini, tantangan kedua adalah bagaimana

mentransformasikan ekonomi Indonesia menjadi ekonomi yang lebih berdaya

tahan dan tumbuh berkesinambungan. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia

lebih stabil dibandingkan sebagian besar negara kawasan, namun struktur

permintaan domestik perlu terus diperkuat dengan lebih berbasis investasi

(investment-driven). Sebagai contoh, tingginya pertumbuhan ekonomi China dan

India karena keduanya memiliki pangsa investasi terhadap PDB masing-masing

mencapai 45% dan 33%, dibandingkan Indonesia yang sebesar 24% terhadap

PDB.

44. Dibandingkan kedua negara tersebut, Indonesia masih tertinggal dalam menarik

FDI. Meskipun terdapat kecenderungan meningkat pada 2010 lalu, menurut

laporan United Nation’s World Investment, stok dari investasi masuk di Indonesia

hanya 13.5% terhadap PDB, jauh lebih rendah dari Thailand (37.5%) ataupun

Malaysia (39%).

45. Secara sektoral, dinamika struktur pertumbuhan ekonomi kita juga perlu dicermati.

Sektor-sektor yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memfasilitasi alih

12

teknologi, terutama industri pengolahan, menunjukkan kontribusinya yang

semakin kecil. Sebaliknya, pertumbuhan yang lebih cepat terjadi pada industri

berbasis sumber daya alam yang rendah nilai tambah dan sektor non-tradable

seperti telekomunikasi. Apabila dibiarkan, persoalan ini dapat mengarah pada

deindustrialisasi yang dapat berdampak pada menurunnya nilai tambah industri

nasional.

46. Industri manufaktur domestik kita juga masih kental muatan impor.

Konsekuensinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan disertai naiknya impor,

yang berdampak pada penurunan surplus neraca transaksi berjalan.

Kecenderungan ini telah terjadi. Pada 2009 neraca transaksi berjalan mencatat

surplus USD 10.7 miliar (2.0% dari PDB), dan menurun pada 2010 menjadi USD

6,2 miliar (0.87% dari PDB), sejalan dengan menguatnya konsumsi dan investasi.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

47. Tantangan ketiga adalah bagaimana mengarahkan inflasi ke tingkat yang

rendah dan stabil sesuai target yang ditetapkan. Belakangan ini banyak

pandangan di pasar mengenai inflasi lebih didasarkan pada fenomena jangka

pendek atau faktor-faktor yang siklikal.

48. Rata-rata inflasi di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir mencapai 8.2% dengan

tren menurun. Inflasi kita tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata

negara-negara kawasan dalam kurun waktu yang sama. Meskipun demikian,

terdapat kemajuan yang berarti karena inflation gap dalam kurun waktu tersebut

semakin menurun. Bahkan apabila dibandingkan dengan negara-negara BRIC,

yang seluruhnya sudah masuk peringkat layak investasi (investment grade),

tingkat inflasi di Indonesia relatif tidak jauh berbeda dengan di Rusia dan Brazil,

bahkan lebih rendah dari di India.Terlepas dari membaiknya profil inflasi

Indonesia, penurunan inflasi lebih lanjut agar sejajar dengan negara kawasan

mutlak membutuhkan pembenahan struktural.

13

49. Tantangan keempat adalah bagaimana kita bisa meraup manfaat sebesar-

sebesarnya dari arus modal masuk. Besarnya minat asing terhadap pasar

keuangan domestik idealnya lebih diarahkan untuk memfasilitasi pendalaman

pasar keuangan domestik dan pembiayaan dunia usaha. Dalam konteks ini, perlu

dicari terobosan bagaimana kita dapat memberikan insentif untuk mendorong

penerbitan saham (initial/secondary public offering) maupun obligasi (bond

issuance). Penguatan infrastruktur, termasuk aspek kelembagaan, regulasi dan

efisiensi pasar juga merupakan langkah penting yang diperlukan untuk lebih

memberikan assurance bagi investor asing.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

50. Saya yakin berbagai risiko dan tantangan tadi akan dapat kita atasi, tentunya

dengan komitmen, partisipasi aktif, dan jalinan koordinasi seluruh pihak. Untuk

mengarahkan inflasi menuju sasaran, kebijakan Bank Indonesia selama 2011 akan

berbentuk penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah

ditempuh selama 2010. Penguatan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

seluruh instrumen yang tersedia untuk kemudian dikalibrasi secara optimal.

Instrumen-instrumen dimaksud meliputi:

a) Kebijakan suku bunga (BI rate) diarahkan agar tetap konsisten terhadap

pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan, yaitu 5%±1% dan

4,5%±1% pada tahun 2011 dan 2012, dengan mewaspadai risiko tekanan

inflasi yang akan meningkat ke depan.

b) Kebijakan nilai tukar diarahkan untuk membantu pencapaian sasaran inflasi,

dengan tetap konsisten pada pencapaian sasaran makroekonomi lain, serta

memberikan kepastian bagi dunia usaha. Solusi possible trinity akan

berbentuk konfigurasi optimal dari stabilisasi nilai tukar, pengendalian arus

modal dan respon suku bunga. Dengan kata lain, mempertimbangkan

berbagai kompleksitas yang dihadapi, Bank Indonesia mensiasati kerangka

impossible trinity melalui pemilihan middle ground solution, bukan corner

solution.

14

c) Operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas

domestik diarahkan agar konsisten dan mendukung kebijakan suku bunga

dalam pencapaian sasaran inflasi dan pengendalian permintaan domestik.

d) Kebijakan makroprudensial lalu lintas modal diarahkan untuk mendukung

kebijakan nilai tukar, dengan tidak menimbulkan dampak terhadap likuiditas

domestik secara berlebihan. Dua dari paket kebijakan yang kami terbitkan

pada Desember 2010 lalu yaitu kenaikkan giro wajib minimum (GWM) valas

dan penerapan kembali batas posisi saldo harian pinjaman luar negeri (PLN)

bank jangka pendek, merupakan instrumen makroprudensial yang juga

terkait dengan pengelolaan arus modal. Di tengah derasnya modal masuk,

kenaikkan GWM valas akan memperkuat managemen likuiditas perbankan.

Sementara itu, pembatasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri bank

jangka pendek, akan memperkuat prinsip kehati-hatian dalam mengelola

pinjaman luar negeri bank jangka pendek.

51. Perumusan dan implementasi bauran kebijakan tersebut sangat penting

mempertimbangkan keterkaitan stabilitas moneter dan stabilitas keuangan. Bank

Indonesia juga akan terus melakukan kalibrasi agar bauran kebijakan yang diambil

tetap memberikan hasil optimal antara stabilitas moneter, stabilitas sistem

keuangan, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

52. Sejalan dengan gambaran makro tersebut, perkenankanlah saya memaparkan

kondisi perbankan Indonesia, yang tentunya banyak hal yang perlu didorong dan

diselesaikan. Namun saya akan menggaris bawahi hal-hal mendasar yang menurut

saya perlu mendapat perhatian lebih.

53. Saya akan mengawali dengan kondisi stabilitas sistem keuangan dan kinerja

perbankan yang positif pada 2010. Secara umum stabilitas sistem keuangan cukup

terjaga sebagaimana tercermin dari Financial Stability Index sebesar 1,75 atau

jauh lebih rendah dibandingkan pada saat krisis 2007/2008 sebesar 2,43.

Sedangkan kinerja industri perbankan sebagaimana saya ungkapkan sebelumnya

15

juga cukup menggembirakan. Fungsi intermediasi juga meningkat meski masih

ada ruang untuk tumbuh, risiko kredit masih terjaga, permodalan yang memadai

dan didukung dengan ketersediaan likuiditas yang menurut saya lebih dari cukup.

54. Indikasi kelebihan likuiditas perbankan tersebut tercermin dari besarnya jumlah

alat likuid per 15 Desember 2010 yang terdiri dari SBI Rp 494,5 triliun, Surat

Utang Negara Rp229,9 triliun. Hal ini juga tercermin dari jumlah undisbursed loan

perbankan sebesar Rp 556,8 triliun. Dari situ kita tahu bahwa perekonomian kita

pada hakekatnya tidak kekurangan likuiditas. Tantangannya adalah bagaimana

agar likuiditas tersebut dapat tersalurkan untuk membiayai sektor usaha produktif

dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

55. Saya melihat terdapat sesuatu permasalahan besar, dimana dalam kondisi

likuiditas perbankan berlebih, peran perbankan dalam pertumbuhan ekonomi

masih rendah. Rasio kredit terhadap PDB di 2010 hanya sekitar 26,1%, hanya

sedikit meningkat dari 25,7% di 2009. Rendahnya rasio tersebut merupakan

dampak krisis 1997/1998 yang telah menyebabkan perekonomian nasional

tergolong dalam low leverage economy. Dalam kondisi demikian terjadi proses

deleveraging pada sektor korporasi dalam waktu yang cukup lama. Tidak

mengherankan, dalam kurun waktu tersebut, kredit ke sektor korporasi tumbuh

lambat. Saya berharap perbankan berani mengambil peran lebih besar

membangkitkan kembali sektor korporasi, tentu dengan layanan berkualitas dan

biaya yang efisien.

56. Hemat saya, bank perlu mencermati sumber-sumber pembiayaan non-bank yang

semakin berkembang dan kompetitif. Sebagai ilustrasi, pada 2010 pembiayaan

melalui pasar saham dan obligasi mencapai Rp280,6 triliun atau 4,4 % dari PDB,

dibandingkan 3,7% dari PDB pada 2009. Jumlah emiten meningkat dari 57 (2009)

menjadi 74 (2010). Kondisi ini seyogyanya menjadi pemacu bagi sektor perbankan

untuk meningkatkan efisiensi sehingga tetap berdaya saing prima.

57. Terlepas dari persoalan di atas, saya melihat adanya peluang yang cukup potensial

sebagai motor perekonomian, yaitu di sektor UMKM. Data akhir 2010

16

menunjukkan pangsa kredit UMKM dalam total kredit perbankan telah mencapai

53,32% dan pertumbuhannya telah mencapai 25,17%. Angka-angka ini

menunjukkan bahwa kredit sektor UMKM mendominasi total kredit. Lebih jauh

dari itu, tingkat kredit macet UMKM sebesar 2.65% lebih rendah dibandingkan

non-UMKM (3.51%).

58. Dibalik itu semua, ada hal yang masih bisa diperbaiki untuk sektor UMKM ini.

Bunga pinjaman sektor ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan sektor korporasi

lainnya. Ini merupakan tantangan kita bersama, karena apabila suku bunga UMKM

ini bisa kita turunkan lebih jauh, akan memberikan manfaat yang lebih besar

dalam mendorong kegiatan ekonomi.

59. Dalam skala regional, daya saing perbankan kita dari segi efisiensi, permodalan

dan asset masih lebih rendah dibandingkan negara lain di kawasan. Berdasarkan

data Bank Indonesia dan Bank Scope akhir 2009, rasio biaya operasional terhadap

pendapatan operasional (BOPO) dan net interest margin (NIM) kita masing-masing

81,6% dan 5,8%. Sementara itu, untuk Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina,

rasio BOPO berkisar 32,7% - 73,1% dan NIM berkisar 2,3% - 4,5%. Fakta ini

menunjukkan efisiensi perbankan Indonesia terendah di ASEAN-5. Ini ironis

dengan fakta lain bahwa rata-rata kenaikan harga saham perbankan di Indonesia

sangat fantastis. Untuk itu saya meminta perbankan untuk berupaya mengejar

ketertinggalan dalam hal efisiensi.

60. Selain itu, tantangan kedepan yang perlu kita hadapi bersama adalah bagaimana

daya saing perbankan kita dapat disejajarkan menjelang terbentuknya Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA). Liberalisasi sektor perbankan dalam kerangkan MEA

tersebut akan efektif pada 2020. Seperti ungkapan: “9 years a short period of

time, the future will be here before we know it,” untuk itu kita semua harus siap

menghadapi tantangan ini. Oleh karena itu, perbankan dituntut untuk memiliki

kemampuan bersaing serta meningkatkan ketahanannya secara individual antara

lain melalui pemupukan modal untuk ekspansi aktiva dengan sehat.

17

61. Dalam tataran global, sebagai highly regulated industry, perbankan tidak dapat

mengabaikan standar internasional, terlebih lagi dengan semakin

diperhitungkannya Indonesia dalam forum Group of 20 (G-20), Financial Stability

Board (FSB), Bank for International Settlements (BIS) dan Islamic Financial

Services Board (IFSB). Dengan mengimplementasikan berbagai komitmen yang

disepakati diharapkan sektor perbankan Indonesia tetap tumbuh dengan sehat

dalam koridor standar prudensial internasional.

62. Memperhatikan berbagai konsesi global dalam menjaga stabilitas sistem

keuangan, saya melihat bahwa aspek permodalan dan likuiditas perlu ditinjau

ulang. Sementara itu, resolusi krisis untuk lembaga-lembaga keuangan yang

berdampak sistemik juga perlu diperkuat. Kesemua tantangan ini menjadi

perhatian serius dan menjadi landasan bagi Bank Indonesia untuk mendorong

program pemantapan Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

63. Pada akhir 2010, Indonesia telah menyelesaikan program Financial Sector

Assessment Program (FSAP), yang merupakan komitmen sebagai anggota G-20.

FSAP menilai sejauh mana ketahanan serta kepatuhan terhadap standar

internasional sektor keuangan. Hasil FSAP cukup menggembirakan kita semua.

Ketahanan sektor sektor perbankan Indonesia dipandang baik. Hasil stress testing

menggambarkan bahwa perbankan Indonesia dinilai memiliki kemampuan untuk

menghadapi kondisi krisis. Disamping itu tingkat kepatuhan Indonesia terhadap

prinsip-prinsip utama pengawasan bank yang efektif cukup baik. Untuk itu kami

memberikan apresiasi yang tinggi kepada saudara-saudara sekalian.

Hadirin yang Berbahagia,

64. Ditengah kondisi dan berbagai hal yang perlu dibenahi tersebut, saya melihat

prospek makro ekonomi 2011 masih memberikan harapan bagi perbankan untuk

terus berkembang. Kredit diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%-23% pada 2011.

Pencapaian kredit tersebut rentan terhadap risiko kenaikan harga komoditas dan

potensi tekanan inflasi, serta peran pembiayaan non-bank yang semakin

18

meningkat. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan kredit berada

dikisaran 19%-21%.

65. Untuk mendorong pertumbuhan sektor UMKM, Bank Indonesia mewajibkan bank

untuk mencantumkan rencana penyaluran kredit UMKM dalam rencana bisnis

bank. Saya berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung inisiatif

sinergi melalui linkage program Bank Umum – BPR dan inisiatif penggunaan pola

penjaminan sebagai salah satu upaya mitigasi risiko.

66. Dalam meningkatkan peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada sektor UMKM dan

masyarakat di wilayah operasionalnya, terutama masyarakat kelas bawah,

penyesuaian aturan kualitas aktiva produktif BPR ke arah yang lebih kondusif akan

dilakukan, sehingga BPR dapat lebih lincah, namun dengan tetap memperhatian

derajat kehati-hatian. Selain daripada itu, diperlukan penataan ulang efisiensi BPR,

terutama bagaimana dapat menekan bunga pinjaman yang saat ini berada pada

tingkat yang cukup tinggi.

67. Untuk memperkuat perekonomian daerah, telah dicanangkan program BPD

sebagai bank terkemuka di daerah (BPD Regional Champion). Program ini

ditujukan untuk memperkuat daya saing dan kelembagaan Bank Pembangunan

Daerah, sehingga dapat lebih efektif melaksanakan fungsinya sebagai agent of

development di daerah.

68. Terkait upaya meningkatkan kualitas industri perbankan syariah nasional, saya

memandang terdapat 3 aspek yang perlu diperhatikan: (i) pemenuhan jumlah dan

penguatan kualitas SDM, (ii) pemberian insentif yang tepat, terutama berbentuk

regulasi yang kondusif dan (iii) penguatan inovasi produk dan infrastruktur

industri.

Hadirin yang Berbahagia,

69. Atas berbagai peluang dan permasalahan pada 2010, sebagaimana diketahui Bank

Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan Desember 2010. Adapun sasaran

19

utamanya adalah untuk memperkokoh stabilitas makroekonomi dan meningkatkan

intermediasi dan ketahanan perbankan.

70. Sasaran kebijakan peningkatan intermediasi perbankan adalah untuk menjamin

ketersediaan pasokan melalui pendalaman pasar (ketentuan sekuritisasi KPR),

menciptakan biaya pinjaman yang kompetitif (ketentuan transparansi suku bunga

dasar kredit), kelonggaran bobot risiko untuk kredit ritel dan KMK (ketentuan

ATMR) serta upaya mengurangi asymmetric information dengan penyediaan data

informasi kredit (ketentuan biro kredit swasta). Selain itu, untuk memperluas

jangkauan dan kedalaman intermediasi, dilakukan upaya-upaya besar melalui

program perluasan akses kepada lembaga keuangan (financial inclusion) dan

program BPD Regional Championship.

71. Sasaran kebijakan meningkatkan ketahanan bank dimaksudkan untuk menopang

pertumbuhan bank, memantapkan daya saing dan membendung kejutan krisis.

Tentu untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut diperlukan penguatan

kualitatif dan kuantitatif, yang difasilitasi dengan adanya aturan terkait dengan fit

and proper test, peningkatan fungsi kepatuhan bank umum, aktiva tertimbang

menurut risiko, dan manajemen risiko terkait kerjasama bisnis Bancassurance.

72. Sasaran kebijakan terkait dengan penguatan kelembagaan, daya saing dan

ketahanan bank perkreditan rakyat dan bank syariah dimaksudkan untuk

membangun kesetaraan playing field dengan bank konvensional. Upaya ini akan

didukung aturan yang terkait penilaian kualitas aktiva produktif, restrukturisasi

pembiayaan bank dan unit syariah, batas maksimum pembiayaan dana BPR

syariah, dan perubahan perizinan bank umum menjadi bank syariah.

73. Melalui paket kebijakan tersebut, efektivitas fungsi pengawasan bank juga

diperkuat, khususnya melalui pembuatan early warning system dan penerapan

macroprudential supervision. Upaya tersebut diiringi dengan penyempurnaan

aturan-aturan terkait dengan sistem pengawasan bank berdasarkan risiko,

penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) dan penilaian

tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.

20

Hadirin sekalian yang berbahagia,

74. Perkenankanlah pada kesempatan ini saya menyampaikan buah pikiran mengenai

arah kebijakan ke depan. Hal-hal tersebut sifatnya mendasar namun hemat saya

penting untuk dijadikan fokus, guna mentransformasikan kondisi perekonomian

dan perbankan paska krisis saat ini, menuju pertumbuhan yang

berkesinambungan.

75. Pertama, saya melihat ketersediaan pasokan devisa yang berkesinambungan

sangat krusial untuk menopang stabilitas makro, utamanya nilai tukar. Kita perlu

memikirkan dengan sungguh-sungguh bagaimana devisa hasil ekspor tersebut

benar-benar dapat menutupi kebutuhan impor dan kebutuhan pembiayaan,

disamping dapat digunakan untuk memperdalam pasar keuangan.

76. Kedua, saya berpendapat penguatan sistem pengawasan industri perbankan dan

pendalaman industri melalui konsolidasi tetap menjadi faktor penentu keberhasilan

melewati krisis ditengah persaingan global. Modal perbankan mungkin mencukupi

untuk menggerakkan sendi-sendi perekonomian nasional secara gradual, namun

saya merasa belum pasti cukup kokoh untuk menghadapi krisis. Krisis yang kita

alami baik tahun 1997/1998 maupun 2007/2008, memberikan pesan penting

bahwa kerapuhan perbankan akan merugikan negara, bank sentral dan akhirnya

jatuhnya pada kesengsaraan rakyat.

77. Bail-out itu mungkin perlu ketika krisis, namun pengalaman membuktikan, hal itu

menimbulkan kekeruhan baru, baik dari sisi ekonomi, komplikasi politik dan

masalah hukum. Kita memerlukan pencegahan dan memiliki pertahanan modal

yang kuat. Pemikiran ini sudah mulai intensif dibahas diantaranya dengan

menggantikan paradigma bail-out menjadi bail-in. Artinya perbankan sendiri harus

memiliki buffer untuk menyerap risiko dan guncangan dalam hal terkena imbas

krisis.

78. Hal ini menambah keyakinan saya bahwa konsolidasi, baik dari sisi permodalan

maupun kelembagaan perlu dipercepat. Oleh karenanya akan dikaji alternatif-

21

alternatif insentif dan disinsentif yang lebih menarik terhadap pelaksanaan

konsolidasi baik yang berbentuk merger, acquisition, atau corporate action lainnya.

Kuatnya pemodalan bank tersebut juga bermanfaat untuk mengembangkan daya

saing seperti pengembangan teknologi informasi dan skala usaha. Upaya ini

diperlukan untuk menyongsong penerapan MEA, mengingat dibandingkan dengan

kondisi perbankan di negara ASEAN-5 lainnya, rata-rata tingkat permodalan

perbankan Indonesia adalah yang terendah.

79. Ketiga, saya menaruh perhatian terhadap efisiensi, dan berharap perbankan

sanggup mendorong NIM ke arah yang lebih rendah dan efisien. Hemat saya

efisiensi tersebut dapat menjadi simpul terurainya keruwetan permasalahan

intermediasi, sehingga dapat meningkatkan kredit dan selanjutnya diharapkan

lebih mendorong pertumbuhan ekonomi (growth). Efisiensi juga mendorong

perilaku bank dalam memberikan kredit yang lebih hati-hati, selektif, produktif dan

prospektif. Perilaku tersebut juga akan menstimulasi praktek prudensial

perbankan, yang merupakan prasyarat stabilitas keuangan (financial stability)

Tampak bahwa efisiensi perbankan berbuah pertumbuhan dan stabilitas sekaligus.

80. Usaha peningkatan efisiensi tersebut telah kita mulai. Kita tentu masih ingat

kesepakatan penetapan suku bunga deposito lebih dari setahun lalu. Ini kemudian

dilanjutkan dengan upaya pengkajian rentang bunga (spread) yang berujung pada

pemberlakuan ketentuan mengumumkan suku bunga kredit peminjam utama

(prime lending rate). Bank Indonesia tentu saja masih terus mengkaji langkah-

langkah lanjutan, termasuk yang terkait pemberian hadiah bagi nasabah, dan

pelaksanaan benchmarking antar bank.

81. Keempat, untuk mempersiapkan diri di era integrasi ekonomi serta lebih

mendorong serta memfasilitasi kebutuhan lalu lintas transaksi perbankan dan

perekonomian nasional, kebijakan pengembangan Sistem Pembayaran akan

diupayakan agar lebih efisien, handal, mudah, dan aman. Upaya tersebut

dititikberatkan pada pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem, dan

penguatan aturan hukum.

22

82. Mulai 2011, Bank Indonesia akan meningkatkan sejumlah sistem yang ada,

diantaranya BI-RTGS, BI-SSSS G-II, Direct Debit-SKNBI, Interkoneksi Pembayaran

Retail, dan Standarisasi Chip ATM/Debet. Efisiensi di bidang sistem pembayaran

juga semakin diperkuat, dengan akan diintegrasikannya jaringan sistem

pembayaran yang ada melalui National Payment Gateway (NPG), didorongnya

financial inclusion lebih jauh melalui sistem pembayaran oleh agen retail, serta

diusulkannya program redenominasi rupiah yang saat ini sedang dalam tahap

koordinasi dengan pemerintah.

83. Kelima, saya memandang bahwa arsitektur perbankan Indonesia (API) bukan

saja mencakup bagaimana kita bisa menggambarkan kondisi ideal industri

perbankan dengan sejumlah pilar penting sebagai komponennya. Terdapat dua

dimensi lagi yang harus masuk disana. Dimensi pertama adalah bagaimana

mendudukkan berbagai jenis bank pada posisi yang tepat, sesuai dengan alasan

keberadaannya masing-masing. Ini mencakup pemikiran tentang posisi bank

konvensional dan bank syariah, bank umum dan bank prekreditan rakyat, bank

lokal dan bank asing, serta bank nasional dan bank pembangunan daerah. Lebih

jauh lagi, harus dipikirkan bagaimana agar satu sama lain dapat saling bersinergi.

84. Dimensi kedua yaitu bahwa arsitektur perbankan Indonesia juga harus berisi

roadmap, yang menuntun kita dari kondisi sekarang ke kondisi ideal yang dibuat

arsitekturnya tadi. Arsitektur perbankan Indonesia bukan snapshot yang statis,

tapi merupakan roadmap yang dinamis. Roadmap ini harus meliputi berbagai

upaya menjalankan best practice perbankan dalam berbagai aspek, termasuk

business model, penetapan standar, system informasi, serta kepemilikan.

85. Keenam, sepanjang krisis global 2008 hingga saat ini, ternyata banyak hal baru

yang dapat kita pelajari. Kondisi ini menyumbangkan kerangka berpikir baru,

meskipun sejarah krisis berulang, ternyata kita tidak dapat mengandalkan

yesterday logic, atau hanya mengandalkan kebijakan makro konvensional.

Kehadiran kebijakan yang disebut makroprudensial menguatkan efektivitas

kebijakan konvensional dan membawa harapan besar bagi pemulihan krisis.

23

Kebijakan tersebut mensyaratkan hubungan yang lebih kolaboratif, koordinatif,

interaktif dan integratif antara fungsi pengawasan (micro) dan fungsi moneter

(macro) dalam menjaga stabilitas keuangan. Tantangan ke depan adalah

bagaimana tetap menjaga keutuhan kerangka kebijakan ini, dan saya sangat

berharap ini tetap dipertahankan dan berlanjut ke depan.

86. Ketujuh, saya mengajak rekan-rekan perbankan sekalian untuk memanfaatkan

potensi demografis Indonesia, dimana terdapat populasi yang besar dengan

struktur usia yang mendukung, sementara akses keuangan masyarakat relatif

masih rendah. Bank Indonesia bersama pemerintah sedang merumuskan strategi

nasional keuangan inklusif, sebagai kerangka acuan yang memuat langkah-

langkah strategis, dalam upaya membuka akses masyarakat, baik yang belum

terhubung dengan jasa keuangan, maupun lembaga perbankan, termasuk

pencanangan gerakan ayo menabung dan program TabunganKu.

87. Terakhir, dalam rangka pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance) di

sektor perbankan, saya juga berpendapat bahwa pengambilan risiko secara

berlebihan yang berpotensi memunculkan moral hazard bagi eksekutif

sebagaimana mengemuka pada krisis 2008, perlu dicegah. Oleh karenanya,

diperlukan tatanan pemberian kompensasi atau remunerasi bagi eksekutif bank

yang tetap kondusif bagi pengembangan profesionalisme dan integritas.

Hadirin yang Berbahagia,

88. Selain berbagai arah kebijakan yang saya paparkan tadi, kita juga perlu

merumuskan strategi dalam perspektif jangka menengah-panjang. Saya melihat

pertumbuhan kapital, baik physical capital maupun human capital, dan perbaikan

produktivitas tetap menjadi kunci untuk mendorong peningkatan sisi penawaran

dan permintaan agregat secara berimbang. Kondisi ideal ini diharapkan bermuara

pada peningkatan PDB dan penurunan inflasi, yang pada gilirannya akan disertai

meningkatnya pendapatan per kapita.

24

89. Perkembangan pendapatan perkapita di beberapa negara utama di Asia

menunjukkan adanya perbedaan kecepatan konvergensi menuju level di negara

maju. Singapura telah melebihi rata-rata negara maju sejak dekade 1990-an,

sementara Korea semakin konvergen ke Jepang paska krisis Asia 1997-1998.

Untuk Indonesia, sebagai ilustrasi, rasio pendapatan perkapita Jepang terhadap

pendapatan perkapita Indonesia menunjukkan penurunan secara gradual sejak

dekade 1990-an, dengan sedikit jeda ketika krisis Asia. Ini berarti pendapatan per

kapita Indonesia berada dalam kondisi sedang mengejar Jepang, atau terjadi

catching up.

90. Dengan menggunakan angka proyeksi IMF pada Oktober 2010, rasio tersebut

diperkirakan akan terus menurun sampai 2015 dan mungkin sesudahnya. Namun

bila dianalisis lebih dalam, kecepatan mengejar (speed of convergence) untuk

menyamai negara maju belumlah memadai.

91. Penelitian Bank Indonesia menunjukkan bahwa, disamping disebabkan oleh

akumulasi modal dan produktivitas yang masih rendah, kecepatan mengejar yang

belum optimal juga disebabkan masih adanya simpul-simpul kendala utama (most

binding constraints) dalam perekonomian, yang jika diurai, akan menyebabkan

akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dapat jauh lebih

cepat. Lima simpul kendala utama tersebut adalah: 1) kapasitas IPTEK untuk

inovasi (R&D) yang masih rendah; 2) kualitas pendidikan dan kesehatan yang

masih di bawah standar; 3) penguasaan teknologi informasi dan komunikasi yang

belum tinggi; 4) infrastruktur transportasi dan distribusi yang belum memadai; dan

5) ketersediaan energi (misalnya listrik) yang dipandang belum berkesinambungan

(sustainable). Penyelesaian simpul kendala utama tersebut memerlukan peran

negara.

92. Saya memandang terdapat satu kebijakan kunci yang seyogyanya menjadi

prioritas, yaitu kebijakan-kebijakan reformasi sumber daya manusia (human

capital reform). Ini merupakan prasyarat krusial untuk membawa perekonomian

Indonesia menjadi perekonomian Abad 21, yaitu perekonomian berbasiskan iptek

25

dan inovasi (knowledge-based economy). Ini semua bisa dimulai dengan hal yang

sederhana namun mendasar: kesehatan dan pendidikan.

93. Lebih penting lagi, dengan human capital reform tadi, Indonesia akan dapat

terhindar dari middle-income trap, fenomena dimana suatu negara berkembang

tak dapat beralih ke negara berpendapatan tinggi. Tentunya di tahun 2050 kita

ingin agar Indonesia bebas sama sekali dari kemiskinan, serta dapat mencapai

pertumbuhan yang inklusif dengan surplus di sejumlah sektor kunci, termasuk

pertanian.

Hadirin yang Berbahagia,

94. Saya ingin mengajak saudara-saudara pelaku perbankan untuk mulai mengubah

mindset, yaitu dari upaya menangkap peluang sehubungan pemulihan krisis,

menjadi melakukan penataan yang kokoh agar tercipta pertumbuhan yang

berkelanjutan. Saya percaya solidnya dunia perbankan di tengah krisis kemarin

membuat kita semua termotivasi untuk berbuat lebih jauh mendorong perbankan

dan perekonomian Indonesia.

95. Sekali lagi selamat Tahun Baru 2011. Semoga di tahun baru ini Tuhan YME

memudahkan langkah kita menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

Selamat bekerja. Terima Kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.