memberantas buta huruf

4

Click here to load reader

Upload: mieftahoel-eiripien

Post on 17-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kil

TRANSCRIPT

Memberantas Buta Huruf

[Opini]Memberantas Buta Huruf

Oleh Hendrizal SIP

Pemerintah RI menargetkan, penyandang buta aksara (buta huruf) di Indonesia bisa dikurangi maksimal tersisa 7 juta orang pada tahun 2009, dari saat ini 13 juta orang. ?Kita komit mencapai target tersebut, bahkan kita menginginkan lebih cepat lagi, kata Ace Suryadi, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas di Mataram, beberapa waktu lalu.Menurut Ace, target pencapaian tersebut adalah 1,6 juta orang per tahun. Dengan target itu, praktis diharapkan pada 2009 nanti tersisa lebih kurang 7 juta orang. Dan pada 2015 nanti, buta aksara di Indonesia menjadi nol porsen. Sementara buta aksara dunia sebanyak 771 juta orang yang diharapkan berkurang setengah pada 2009 mendatang.Menurut Ace, sejumlah provinsi dengan tingkat penyandang buta aksara cukup tinggi di antaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Irian Jaya (www.depdiknas.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=91 &Itemid=121). Sementara menurut Mendiknas Bambang Sudibyo, pada 2005 ada sekitar 14,8 juta orang penyandang buta aksara di Indonesia. Juara pertamanya jatuh pada Provinsi Jawa Timur (29,32%), Jawa Tengah (21,39%), dan menyusul Jawa Barat (10,66%) di belakangnya (Suara Merdeka, 18-12-2005).Di sini ada yang aneh! Sebelumnya banyak pihak menyatakan konsentrasi modal dan pembangunan lebih banyak di Pulau Jawa, yang merupakan variabel pembentuk peningkatan income perkapita. Tapi persentase terbesar buta aksara kok terkonsentrasi di Pulau Jawa. Bukankah selama ini buta aksara selalu disandingkan dengan kemiskinan sebagai penyebab utamanya?Apakah ini mengindikasikan bahwa pembangunan (pemerataan pendapatan) di luar Jawa terbilang sukses? Atau karena jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa kian ?meledak\'? Belum tentu. Sebab, angka tersebut adalah angka absolut. Keseluruhan jumlah penduduk nasional yang buta huruf dijadikan sebagai pembagi.Sebagai misal, tengoklah Provinsi Jawa Tengah. Jika jumlah penduduk Jawa Tengah yang digunakan sebagai angka pembagi (angka relatif), maka persentasenya ?hanya\' sekitar 10,4%. Yaitu sekitar 3.333.092 orang dari total jumlah penduduk Jawa Tengah 32.052.800 jiwa. Dengan menggunakan model penghitungan yang sama (ang-ka relatif), dibandingkan dengan Pulau Jawa, besar kemungkinan jumlah penduduk buta aksara masing-masing provinsi di luar Pulau Jawa persentasenya lebih tinggi.Secara global, Indonesia termasuk dalam daftar 34 negara yang angka buta hurufnya tinggi. Global Monitoring Report menyebutkan negara kita ada di peringkat ke tujuh setelah antara lain China, India dan Bangladesh. Total angka buta huruf di Indonesia tersebut di atas merupakan 9% dari jumlah total penduduk Indonesia. Dua pertiga atau sekitar 66% di antaranya adalah perempuan yang berlatar belakang keluarga miskin atau tinggal di daerah terpencil. Sekitar 77% dari populasi buta huruf tersebut adalah orang dewasa berusia 45 tahun ke atas, sedangkan sisanya berusia antara 15 tahun dan 45 tahun.Persoalannya, apa sesungguhnya penyebab timbulnya buta aksara? Beberapa faktor yang mendorong angka buta huruf di Indonesia bisa tinggi antara lain tidak mengenal bangku sekolah karena alasan ekonomi dan kondisi geografis. Di samping itu, angka putus sekolah yang juga tinggi dan peserta program pemberantasan buta huruf tidak dipelihara secara baik sehingga kemampuannya merosot atau bahkan lenyap.Setiap tahun hampir satu juta anak sekolah dasar (SD) putus sekolah karena berbagai alasan, terutama masalah ekonomi. Orangtuanya tak mampu lagi membiayai sehingga beranggapan lebih baik anaknya membantu bekerja agar memperoleh uang untuk keperluan sehari-hari.Sehubungan dengan itu program wajib belajar 9 tahun menjadi salah satu pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi buta huruf, terutama pada anak-anak usia sekolah. Buta huruf bukan sekadar tidak mampu membaca dan menulis, melainkan berpotensi menimbulkan serangkaian dampak yang sangat luas. Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan pada Hari Pemberantasan Buta Huruf tahun 2005 mengungkapkan, kemampuan membaca dan menulis merupakan alat penting untuk memberantas kemiskinan. Selain itu, juga untuk perluasan kesempatan kerja, peningkatan kesetaraan pria dan wanita, peningkatan kesehatan keluarga, perlindungan lingkungan hidup, serta penggalakan peran serta dalam demokratisasi.Tak mengherankan jika kemampuan itu termasuk dalam indikator pendidikan pada indeks pembangunan manusia (Human Development Index) dari United Nations Development Programme (UNDP). Indeks yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Mahbub Ul Haq, ekonom asal Pakistan, tersebut mengukur kemajuan pendidikan berdasarkan kemampuan membaca dan menulis atau literasi.Laporan UNDP tahun 2003 menempatkan indeks pembangunan manusia Indonesia pada urutan 112 dari 174 negara di dunia yang dievaluasi. Tahun itu Vietnam menempati urutan yang lebih baik dari negara kita, yakni 109, padahal baru saja keluar dari konflik politik berkepanjangan. Tahun 2004 indeks pembangunan manusia Indonesia menempati urutan 111 dari 177 negara yang diperingkat oleh UNDP atau di posisi paling bawah di antara negara-negara Asia Tenggara. Dalam laporan pembangunan manusia internasional terbaru, Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 179 negara (Kompas, 4-5-2006).Kenyataan tersebut sungguh memprihatinkan karena sebelum krisis ekonomi 1997, Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu ?macan\' di kawasan itu. Kini, melihat kemajuan pesat yang dicapai negara-negara tetangga, misalnya Malaysia, Singapura, dan Thailand, bahkan Vietnam, kita boleh merasa iri.Namun jangan hanya berhenti pada rasa iri. Kita harus menguatkan tekat untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara yang di masa lalu pernah berguru kepada kita. Salah satunya adalah bagaimana menangani angka buta huruf agar bisa ditekan sampai minimal, bahkan kalau mungkin diberantas sehingga semua rakyat melek huruf dan tulis.Perlu diketahui, penuntasan buta aksara adalah satu bagian dari program pendidikan nonformal yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.Kesuksesan penuntasan buta aksara bisa meningkatkan indeks atau kualitas pembangunan manusia. Dan sebaliknya, kegagalan penuntasan buta aksara akan berdampak negatif, tidak cuma pada penurunan indeks pembangunan manusia, tapi juga menjadi penghambat pembangunan pada sektor lainnya.Dirjen PLSP Depdiknas Fasli Jalal (2004) mengatakan, buta aksara disinyalir menjadi salah satu penghambat suksesnya wajib belajar 9 tahun. Dan berdasarkan penelitian, kalau orangtua buta aksara, maka ada kecenderungan anaknya tak sekolah; jikapun sekolah, berpotensi untuk putus sekolah.Mengingat pentingnya penuntasan buta aksara, maka sejak tahun 1946 sampai kini Pemerintah RI memprogramkan pemberantasan buta aksara tersebut. Sayangnya, sampai sekarang, jumlah buta aksara di negara tercinta ini masih cukup tinggi, yakni 13 juta orang.Mengapa hal itu bisa terjadi? Bisa jadi program penuntasan buta aksara selama ini tidak berjalan secara efektif. Dan jika dikaitkan dengan era otonomi daerah sekarang, bisa jadi program penuntasan buta aksara selama ini belum menjadi prioritas pembangunan daerah.Lalita Ramdas, mantan Presiden Dewan Internasional untuk Pendidikan Orang Dewasa, mengatakan bahwa masyarakat melek huruf yang dicita-citakan ternyata sampai kini tidak tercapai. Di berbagai negara, masalah buta aksara terus berlanjut.Teeka Bhattarai, yang terlibat dalam aktivitas pendidikan untuk orang dewasa, menyatakan ketidakpercayaannya pada kegiatan pemberantasan buta aksara. Shaheen Attiq Ar-Rahman, yang telah puluhan tahun bergerak dalam memerangi pemberantasan buta aksara, dengan sinis berpendapat bahwa lebih urgen dilakukan bukan pemberantasan buta aksara, tetapi penyediaan air bersih bagi desa miskin.Pendapat tadi diperkuat Lalita Ramdas. Ia mengatakan, masalah buta aksara tidak terlepas dari ?siapa\' dan ?mengapa hal itu bisa terjadi. Sebab, buta aksara terjadi pada masyarakat miskin yang tidak punya akses terhadap pendidikan dan kelompok yang ditinggalkan dalam dan oleh masyarakat (Kompas, 16-12-2004).Tinggi dan masih bertambahnya jumlah buta aksara karena masih ditemukan banyak siswa usia SD yang tidak sekolah karena berbagai faktor seperti ekonomi, kondisi geografis, putus sekolah pada siswa kelas rendah di SD, kerancuan pengertian tentang buta aksara, kurangnya insentif terhadap pemeliharaan atau pelestarian keaksaraan, dan belum adanya standarisasi model pembelajaran yang beragam di masyarakat (Media Indonesia, 4-12-2004).Mengingat semua itu, ke depan, penuntasan buta aksara perlu dilakukan dengan cara berikut: Pertama, pemutakhiran data buta aksara secara objektif dan komprehensif. Kedua, sosialisasi program pendidikan keaksaraan kepada masyarakat luas, terutama pada masyarakat pedesaan agar jumlah penduduk buta aksara menurun melalui berbagai media. Ketiga, memperbesar alokasi dana penuntasan buta aksara pada APBN dan APBD yang saat ini terkesan sangat kecil.Keempat, mempersiapkan, menyediakan dan meningkatkan kapasitas penye-lenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional seperti ketenagaan, baik tenaga pelaksana maupun tutor, meningkatkan insentif atau kesejahteraan bagi pelaksana, tutor dan penyelenggara pendidikan keaksaraan fungsional lainnya, menyediakan sarana dan prasana pendidikan keaksaraan.Kelima, meningkatkan kinerja pendidikan dasar bagi kelompok usia sekolah guna menghindari penambahan jumlah buta aksara akibat bertambahnya angka putus sekolah. Keenam, menata sistem manajemen pendidikan keaksaraan fungsional, yang berbasis pada masyarakat (community based management), meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Ketujuh, menyelenggarakan proses pembelajaran bagi orang dewasa (andragogi) secara efektif, partisipatif dan tematik.Dan kedelapan, menjalin kemitraan dengan stakeholders seperti kerjasama dengan perguruan tinggi melalui berbagai aktivitas, di antaranya program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Pengalaman Lapangan yang berkelanjutan, terutama pada fase pemberantasan dan pembinaan.Dengan strategi komprehensif seperti itulah akan bisa diberantas masalah buta aksara di negeri ini. Dengan demikian, target pemerintah untuk menguranginya maksimal tersisa 7 juta orang pada 2009, akan bisa terbantu. Semoga!Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana S2 PIPS Universitas PGRI Yogyakarta, Direktur Riset BRIE India)