buta warna

33
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan membuat seseorang tidak mampu melakukan pekerjaan tertentu yang membutuhkan persepsi warna dalam tanggung jawabnya, seperti pilot karena banyak aspek penerbangan bergantung pada pengodean warna. Prevalensi buta warna di Indonesia adalah sebesar 0,7% (Riskesdas 2007), sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical Institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4% wanita tidak dapat membedakan merah dari hijau, atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda dibandingkan populasi umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna terjadi pada reseptor warna merah dan hijau pada mata pria. Faktor utama yang sampai saat ini dipercaya sebagai penyebab utama buta warna adalah faktor genetik yang sex- linked, artinya kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Hal ini yang menyebabkan lebih banyak penderita buta warna laki-laki dibandingkan wanita. B. TUJUAN a. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan kepada pasien buta warna

Upload: rima-okda-hafizah

Post on 11-Jul-2016

83 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buta Warna

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan membuat seseorang tidak mampu

melakukan pekerjaan tertentu yang membutuhkan persepsi warna dalam tanggung

jawabnya, seperti pilot karena banyak aspek penerbangan bergantung pada pengodean

warna.

Prevalensi buta warna di Indonesia adalah sebesar 0,7% (Riskesdas 2007),

sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical

Institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4% wanita tidak dapat

membedakan merah dari hijau, atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda

dibandingkan populasi umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna terjadi pada

reseptor warna merah dan hijau pada mata pria.

Faktor utama yang sampai saat ini dipercaya sebagai penyebab utama buta

warna adalah faktor genetik yang sex-linked, artinya kelainan ini dibawa oleh

kromosom X. Hal ini yang menyebabkan lebih banyak penderita buta warna laki-laki

dibandingkan wanita.

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan kepada pasien

buta warna

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teoritis buta warna

2. Untuk mengetahui dan memahami askep teoritis buta warna

3. Untuk mengetahui dan memahami askep kasus buta warna

Page 2: Buta Warna

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP BUTA WARNA

1. Definisi

Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna

juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidak

mampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu

spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang

sesungguhnya (Nina Karina, 2007).

2. Anatomi & Fisiologi

1) Anatomi

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola

mata, mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas,

2008).

Menurut Guyton & Hall (1997), retina merupakan bagian mata yang

peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk

penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk

penglihatan dalam gelap.

Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di

sebelah dalam. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan

epitel berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrana

Bruch, khoroid, dan sclera, dan permukaan dalam berhubungan dengan

corpus vitreum (Snell, 2006).

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai

berikut:

1. Membrana limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel

ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus

3. Lapisan sel ganglion

Page 3: Buta Warna

4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-

sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel

horizontal

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-

sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Mambrana limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel kerucut

10. Epithelium pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch

sebenarnya adalah membrane basalis epithelium pigmen retina

(Vaughan, 2000).

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm

pada kutub posterior (Vaughan, 2000). Tiga per empat posterior retina

merupakan organ reseptor. Pinggir anteriornya membentuk cincing

berombak, disebut ora serrata, yang merupakan ujung akhir pars

nervosa. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri

atas sel-sel berpigmen dengan lapisan silindris di bawahnya. Bagian

anterior retina ini menutupi prosessus siliaris dan belakang iris (Snell,

2006).

Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah

lonjong kekuningan, disebut macula lutea, yang merupakan area retina

dengan daya lihat paling jelas (Snell, 2006). Secara klinis, makula

adalah daerah yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina

temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus

optikus, terdapat lekukan, disebut fovea centralis. Secara histologis,

fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya

lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan

serat Henle) berjalan oblik dan pengeseran secara sentrifugal lapisan

retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah

bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel

kerucut, dan bagian retina paling tipis (Vaughan, 2000).

Page 4: Buta Warna

Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang

berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar

retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, foto

reseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari

arteri sentralis retina, yang mendarahi dua per tiga sebelah dalam

(Vaughan, 2000).

2) Fisiologi

Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya.

Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola

lampu, memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara

selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari

sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap

dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang

dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu

benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan

hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang

lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru

mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001).

Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai

pigmen terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan

kemampuan membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini

terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang

gelombang yang terletak antara 440-700 (Ilyas, 2008).

Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna

yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3

macam pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan

biru.

1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)

2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)

3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)

Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan

warna mulai dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal,

Page 5: Buta Warna

ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu

pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna.

Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna

primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang

gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).

Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan

rangsangannya pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila

panjang gelombang terletak di antara kedua pigmen maka akan terjadi

penggabungan warna (Ilyas, 2008).

Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut

sebagai trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2

komponen warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen

kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan menyebabkan

orang hanya mampu melihat satu komponen yang disebut

monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen

pigmen warna kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat

mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia (Ilyas,

2008).

3. Etiologi

Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna

total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikromasi

(tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta

warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya

deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta

warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat

mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda.

Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia

juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna (Anonim, 2008).

Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi

kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna

secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena

buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita

Page 6: Buta Warna

disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-

anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta

warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan

deuteranopia (Nina Karina, 2007).

Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW

(Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1

Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Samir S. Deeb dan Arno G.

Motulsky, 2005).

Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang

pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning

sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau

(Ilyas, 2008).

Ada beberapa penyebab seseorang mengalami buta warna, di antaranya

adalah:

Penyakit. Terdapat sejumlah penyakit yang bisa menyebabkan buta warna,

seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, glaukoma, neuritis optik,

leukemia, diabetes, pecandu alkohol kronis, macular degeneration, dan

anemia sel sabit.

Usia. Kemampuan seseorang untuk membedakan warna perlahan-lahan akan

berkurang seiring bertambahnya usia. Ini adalah hal yang alami dalam proses

penuaan dan tidak perlu dicemaskan secara berlebihan.

Faktor genetika. Kebanyakan penderita buta warna mengalaminya sejak lahir

dan merupakan faktor genetika yang diturunkan oleh orang tua. Penderita buta

warna akibat faktor genetika jauh lebih sering terjadi pada pria dibandingkan

wanita.

Bahan kimia. Seseorang bisa mengalami buta warna jika terpapar bahan

kimia beracun misalnya di tempat kerja, seperti karbon disulfida dan pupuk.

Efek samping pengobatan tertentu. Beberapa pengobatan berpotensi

menyebabkan buta warna, seperti digoxin, pheytoin, chloroquine dan

sildenafil yang juga dikenal sebagai Viagra. Jika gangguan disebabkan oleh

pengobatan, biasanya pandangan akan kembali normal setelah berhenti

mengonsumsi obat.

Page 7: Buta Warna

4. Klasifikasi

Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros

(kedua), dan tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.

1) Anomalous trichromacy

Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat

disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa.

Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap,

namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga

sel reseptor warna tersebut.

Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan

interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:

a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment

(blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah.

pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak

normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau

lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang

dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middle-

wavelenght (green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan

lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan lebih banyak daripada

warna hijau.

c. Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi

kelainan terhadap long-wavelenght (red) pigmen, sehingga

menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah. Artinya penderita

protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat

campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan

mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah.

Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah

dan hitam.

2) Dichromacy

Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel

kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel

pigmen pada kerucut, seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami

gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.

Page 8: Buta Warna

Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang

rusak:

a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh

tidak adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia,

penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini

terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering

ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering

dikenal dengan buta warna merah - hijau.

b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang

disebabkan tidak adanya photoreceptor retina hijau. Hal ini

menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan

hijau (red-green hue discrimination).

c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-

wavelength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan

dalam membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya

tanpak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan

tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

3) Monochromacy

Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang

hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel

cones. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau

batang). Pada monokromat kerucut hanya dapat membedakan warna dalam

arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total

atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat

autosomal resesif (Kurnia, 2009).

Bentuk buta warna dikenal juga :

a. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di

mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain

seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma

sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat

gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat

Page 9: Buta Warna

buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat

adanya makula dengan pigmen abnormal.

b. Monokromatisme cone (kerucut), di mana terdapat hanya sedikit cacat,

hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).

5. Manifestasi Klinik

Tergantung dari jenis buta warna yang diderita, biasanya seseorang yang

mengalami kekurangan penglihatan warna sering keliru dalam membedakan

warna – warna tertentu dan juga mungkin tidak dapat melihat suatu warna dengan

terang seperti orang normal sehingga merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang

normal yang lainnya.

1. Dikromatik

a. Protanopia : penderita tidak dapat membedakan warna merah dan

hijau karena pigmen merah tidak ada.

b. Dentranopia : penderita tidak dapat membedakan warna merah hijau

karena pigmen hijau tidak ada.

c. Tritanopia : penderita tidak dapat membedakan warna biru kuning

karena pigmen biru hilang.

2. Trikromatik

Penderita memiliki 3 macam sel kerucut tapi salah satunya tidak

berfungsi secara normal. Gejala analog dengan defek pada dikromatik

3. Monokromatik

Terdiri dari 2 bentuk walaupun keduanya tidak memiliki diskriminasi

warna sama sekali.

a. Monokromatik batang

Pengidap lahir tanpa sel kerucut yang berfungsi pada retina

dengan gejala : penurunan ketajaman penglihatan, tidak ada

penglihatan warna, fotofobia dan nistagmus.

b. Monokromatik kerucut

Tidak memiliki diskriminasi cacat warna tapi ketajaman

penglihatan normal, tidak terdapat fotofobia dan nistagmus.

Pengaruh warna yang dilihat :

Page 10: Buta Warna

a. Xantopsia atau benda terlihat kuning. Hal ini dapat terjadi pada gangguan

empedu, maka sklera dan kornea berpigmen kuning. Pada beberapa jenis

keracunan seperti santonin, amilnitrat, asam pikrat, digitalis dan asam

karbonat akan dapat memberikan gejala xantopsia.

b. Erittopsia atau benda terlihat merah terlihat perdarahan ringan di dalam badan

kaca ataupun mata afakia.

c. Sianopsia atau benda terlihat biru, terdapat pada kekeruhan kornea atau badan

kaca dan afakia.

6. Komplikasi

Buta warna bukanlah penyakit yang serius, juga tidak mengakibatkan

komplikasi yang mengancam kehidupan. Namun, sering kali dapat membatasi

partisipasi seseorang dalam sehari – sehari tertentu tergantung warna kegiatan

seperti pemilihan pakaian, pencocokan warna dll. Kemudian dapat membatasi

seseorang untuk memilih pekerjaan seperti masuk angkatan tidak boleh buta

warna dan perusahaan – perusahaan lainnya yang mewajibkan karyawannya tidak

boleh buta warna.

7. Patofisiologi

Mata yang sehat mempunyai beribu – ribu sel kerucut yang peka terhadap

warna, sel kerucut ini kemudian menghantarkan rangsangan pada saraf optik yang

seterusnya menyampaikan ke otak. Pada penderita buta warna beberapa sel

kerucut tidak dapat menghantar isyarat warna dengan sempurna sehingga ia tidak

mampu membedakan beberapa warna tertentu.

Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh

kromosom X pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya.

Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu

menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan

normal.

Pada bagian tengah retina, terdapat photoreceptor atau cone (seperti kantung)

yang memungkinkan kita untuk bisa membedakan warna. Photoreceptor ini terdiri

dari tiga pigmen warna ; yaitu merah, hijau dan biru. Gangguan persepsi terhadap

warna terjadi apabila satu atau lebih dari pigmen tersebut tidak ada atau sangat

Page 11: Buta Warna

kurang. Mereka dengan persepsi warna normal disebut Trichromats. Mereka yang

mengalami defisiensi salah satu pigmen warna disebut dengan Anomalous

Trichromats. Type ini adalah yang paling sering ditemukan. Sedangkan mereka

yang sama sekali tidak memiliki salah satu dari pigmen warna itu disebut

drichromat.

8. WOC

9. Pemeriksaan Penunjang

1. Oftalmoskop

Kongenital

Resesif kromosom X

Didapat degenerasi makula atau cidera

kepala

Tidak dapat atau sebagian melhat dan membedakan warna

Pertumbuhan massa

Buta warna

Penurunan dalam kegiatan sehari – hari terutama yang berhubungan dengan warna

tertentu

Gangguan persepsi penglihatan warna

Merasa berbeda dengan orang lain

Pandangan negatif terhadap diri

Harga diri rendah

Resiko terhadap cidera

Kesulitan berkendara

Page 12: Buta Warna

Suatu alat dengan sistem pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam

mata terutama retina dan struktur terkaitnya.

2. Tes penglihatan warna

a. Uji ishihara yaitu dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang

berbintik, warna primer dicetak diatas latar belakang mosaic bintik – bintik

serupa dengan aneka warna sekunder yang membingungkan, bintik –

bintik primer disusun menurut pola (angka atau bentuk geometric) yang

tidak dapat dikenali oleh pasien yang kurang persepsi warna

b. Uji pencocokan benang yaitu pasien diberi sebuah gelendong benang dan

diminta untuk mengambil gelendong yang warnanya cocok dari setumpuk

gelendong yang berwarna – warni.

3. Tes sensitivitas kontras yaitu kesanggupan mata melihat perbedaan kontras

yang halus, dimana pada pasien dengan gangguan pada retina, nervus optikus

atau kekeruhan media mata tidak sanggup melihat perbedaan kontras tersebut.

4. Tes elesktrofisiologik

a. Elektrofisiologik (ERG) untuk mengukur respon listrik retina terhadap

kilatan cahaya bagian awal respon flash ERG mencerminkan fungsi

fotoreseptor sel kerucut dan sel batang.

b. Elektro okulografi (EOG) untuk mengukur potensial korneoretina tetap.

Kelainan EOG terutama terjadi pada penyakit secara dipus mempengaruhi

epitel pigmen retina dan fotoreseptor.

10. Penatalaksanaan

Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna yang diturunkan, sedangkan buta

warna didapat diterapi sesuai penyebab. Beberapa cara yang dapat digunakan

sebagai alat bantu penglihatan warna:

Lensa kontak dan kacamata specially tinted, yang dapat membantu uji

warna namun tidak memperbaiki penglihatan warna.

Kacamata yang memblokade glare, karena orang dengan masalah

penglihatan warna dapat membedakan sedikit warna saat tidak terlalu

terang.

B. ASKEP TEORITIS

1. Pengkajian

Page 13: Buta Warna

1. Identitas meliputi, nama, no MR, umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin,

alamat, dll.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluham utama

klien biasanya merasakan gangguan penglihatannya untuk

membedakan warna ini juga mempengaruhi ketajaman penglihatan.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengalami kekurangan penglihatan warna, sering keliru dalam

membedakan warna – warna tertentu dan juga mungkin tidak dapat

melihat suatu warna dengan terang seperti orang normal.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien tidak mengalami penyakit, hanya saja bila di dapat

pasien biasanya pernah mengalami cidera kepala atau ada riwayat

stroke.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya klien tidak mengalami penyakit, hanya saja bila di dapat

pasien biasanya pernah mengalami cidera kepala atau ada riwayat

stroke.

3. Pemeriksaan fisik

a. Tes penglihatan warna

Uji ishihara : biasanya klien tidak dapat melihat pola pada sejumlah

lempengan polikromatik yang berbintik.

b. Pemeriksaan tajam penglihatan (visus dasar)

Visus OD

Visus OS (tidak dapat diukur karna ada masa tumor)

c. Pemeriksaan anatomik dilakukan dengan cara objektif

Inspeksi : perhatikan tanda – tanda nyata (adanya

pembengkakan, kemerahan dan tumor)

Palpasi : untuk menentukan adanya tumor, rasa sakit

(nyeri tekan), keadaan dan tahanan intra okuler.

4. Pemeriksaan diagnostik

ERG : defisiensi salah satu sel kerucut

Oftalmoskop : retina berwarna kuning merah dengan bercak –

bercak hitam coklat.

Page 14: Buta Warna

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan defek

penglihatan warna.

2. Harga diri rendah berhubungan dengan kurangnya kemampuan untuk

membedakan warna.

3. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan kurangnya interprensi terhadap

warna.

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Gangguan persepsi sensori

: penglihatan berhubungan

dengan defek penglihatan

warna

Gangguan persepsi

sensori : penglihatan

teratasi dengan kriteria :

Klien dapat

membedakan warna

dengan benar.

Klien tidak merasa

silau pada cahaya

terang.

Kaji bentuk defisiensi

buta warna. Tentukan

apakah salah satu atau

kedua mata yang rusak.

Lakukan tindakan untuk

membantu klien

mengurangi

keterbatasan

penglihatan pada cahaya

terang, contoh :

perbaikan sinar/warna

yang terang.

Anjurkan klien

menggunakan teknik

khusus dalam

menginterpretasi warna,

misalnya : dengan

menghafal bentuk,

ukuran, ukuran/susunan

suatu benda, dll

2. Harga diri rendah

berhubungan dengan

Gangguan konsep diri

teratasi dengan kriteria :

Beri kesempatan klien

untuk mengekspresikan

Page 15: Buta Warna

kurangnya kemampuan

untuk membedakan warna

Klien tampak ceria

Klien akan merasa

optimis

Dapat bergaul dengan

lingkungan

Menerima diri apa

adanya.

perasaannya

Beri dukungan

psikologis

Beri informasi yang

akurat tentang

penyakitnya,

3. Risiko terhadap cidera

berhubungan dengan

kurangnya interprensi

terhadap warna

Cedera tidak terjadi

dengan kriteria :

Klien dapat

menginterpretasikan

warna

Klien dapat

melindungi diri dari

cedera.

Anjurkan klien untuk

tetap menggunakan

teknik – teknik khusus

dalam menginterpretasi

warna

Anjurkan orang terdekat

untuk selalu bersama

klien.

C. ASKEP KASUS

1. KASUS

Remaja A usia 18 tahun datang ke RS M. Djamil Padang dengan keluhan

kesulitan dalam berkendaraan karena ia tidak dapat membedakan lampu merah

dan hijau pada lampu lalu lintas, klien mengatakan hal ini terjadi setelah ia

mengalami kecelakaan 2 bulan yang lalu. Dimana kecelakaan itu menyebabkan

benturan keras pada kepalanya. Dalam pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90

mmHg, RR 20 x/i dan nadi 60 x/i, suhu 37 derajat C. Dari uji ishihara klien tidak

dapat melihat pola pada sejumlah lempengan polikromatik yang berbintik, saat

ditanyakan klien terlihat menunduk. Klien merasa malu karena tidak dapat

membedakan warna.

2. PENGKAJIAN

Identitas

Nama : Remaja A

Usia : 18 tahun

Page 16: Buta Warna

Riwayat kesehatan :

a. Riwayat kesehatan sekarang

kesulitan dalam berkendaraan karena ia tidak dapat membedakan

lampu merah dan hijau pada lampu lalu lintas

b. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengalami kecelakaan 2 bulan yang lalu. Dimana kecelakaan itu

menyebabkan benturan keras pada kepalanya.

Pemeriksaan fisik

o TD 120/90 mmHg,

o RR 20 x/i

o nadi 60 x/i

o suhu 37 derajat C

Pemeriksaan penunjung

uji ishihara klien tidak dapat melihat pola pada sejumlah lempengan

polikromatik yang berbinti.

Psikologis

Saat ditanyakan klien terlihat menunduk. Klien merasa malu karena tidak

dapat membedakan warna.

Analisis data

No Data Masalah Etiologi

1. Do :

Uji ishihara klien tidak dapat

melihat pola pada sejumlah

lempengan polikromatik yang

berbintik

Ds :

Klien mengeluh tidak dapat

membedakan warna merah – hijau

Gangguan

persepsi sensori :

penglihatan

Defek penglihatan

warna

2. Do :

Saat ditanya klien terlihat

Harga diri rendah Kurangnya

kemampuan untuk

Page 17: Buta Warna

menunduk

Ds :

Klien mengatakan ia merasa malu

karena tidak dapat membedakan

warna

membedakan

warna

3. Do :

-

Ds :

Klien mengatakan kesulitan

dalam berkendaraan

Resiko terhadap

cidera

Kurangnya

intervensi

terhadap warna.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d defek penglihatan warna

2. Harga diri rendah b.d kurangnya kemampuan untuk membedakan warna

3. Resiko terhadap cedera b.d kurangnya intervensi terhadap warna.

4. INTERVENSI

No Dx keperawatan NOC NIC

1. Gangguan persepsi

sensori : penglihatan

b.d defek penglihatan

warna

Gangguan persepsi sensori

: penglihatan teratasi

dengan kriteria :

Klien dapat

membedakan warna

dengan benar.

Kaji bentuk defisiensi

buta warna. Tentukan

apakah salah satu atau

kedua mata yang rusak.

Anjurkan klien

menggunakan teknik

khusus dalam

menginterpretasi warna,

misalnya : dengan

menghafal bentuk,

ukuran, ukuran/susunan

suatu benda, dll

2. Harga diri rendah b.d

kurangnya kemampuan

Gangguan konsep diri

teratasi dengan kriteria :

Beri kesempatan klien

untuk mengekspresikan

Page 18: Buta Warna

untuk membedakan

warna

Klien tampak ceria

Klien akan merasa

optimis

Dapat bergaul dengan

lingkungan

Menerima diri apa

adanya.

perasaannya

Beri dukungan psikologis

Beri informasi yang

akurat tentang

penyakitnya,

3. Resiko terhadap cedera

b.d kurangnya

intervensi terhadap

warna.

Cedera tidak terjadi

dengan kriteria :

Klien dapat

menginterpretasikan

warna

Klien dapat melindungi

diri dari cedera.

Anjurkan klien untuk

tetap menggunakan

teknik – teknik khusus

dalam menginterpretasi

warna

Anjurkan orang terdekat

untuk selalu bersama

klien.

5. IMPLEMENTASI

N

o

Diagnosa

Keperawata

n

Hari/tgl/

Jam

Implementasi Hari/

tgl/jam

Evaluasi Paraf

1. Gangguan

persepsi

sensori :

penglihatan

b.d defek

penglihatan

warna

Kamis/24

maret

2016/09.00

Mengkaji

bentuk

defisiensi buta

warna.

menentukan

apakah salah

satu atau

kedua mata

yang rusak.

Menganjurkan

klien

menggunakan

teknik khusus

Senin/28

maret

2016/09:

00

S : klien

mengatakan

dapat

membedakan

warna dengan

menghafal

bentuk,

ukuran, dll

O : Klien

dapat

membedakan

warna dengan

Page 19: Buta Warna

dalam

menginterpret

asi warna,

misalnya :

dengan

menghafal

bentuk,

ukuran,

ukuran/susuna

n suatu benda,

dll

benar.

A : masalah

teratasi

P : intervensi

tidak

dilanjutkan.

2. Harga diri

rendah b.d

kurangnya

kemampuan

untuk

membedakan

warna

Jum’at/24

maret

2016/13:00

Memberi

kesempatan

klien untuk

mengekspresik

an

perasaannya

Memberi

dukungan

psikologis

Memberi

informasi yang

akurat tentang

penyakitnya

Sabtu/28

maret

2016/09:

30

S : klien

mengatakan

tidak merasa

malu lagi.

O : klien

tampak ceria

dan dapat

menerima

diri apa

adanya.

A : masalah

teratasi

P : intervensi

tidak

dilanjutkan.

3. Resiko

terhadap

cedera b.d

kurangnya

intervensi

Jum’at/24

maret

2016/13:00

Menganjurkan

klien untuk

tetap

menggunakan

teknik – teknik

Senin/24

maret

2016/10:

00

S : klien

mengatakan

tidak lagi

kesulitan

Page 20: Buta Warna

terhadap

warna.

khusus dalam

menginterpret

asi warna

Menganjurkan

orang terdekat

untuk selalu

bersama klien.

berkendara.

O : klien

dapat

menginterpre

tasikan

warna.

A : masalah

teratasi.

P : intervensi

tidak

dilanjutkan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Page 21: Buta Warna

Buta warna adalah kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan

selsel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Prevalensi buta

warna di Indonesia sebesar 0,7%. Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang

harus memilih jurusan dalam jenjang pendidikan khususnya untuk pekerjaan yang

membutuhkan warna sebagai kode dalam pekerjaan. Tidak terdapat pengobatan untuk

buta warna yang diturunkan, sedangkan buta warna didapat diterapi sesuai penyebab.

B. SARAN

Semoga asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan

dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan buta warna.

DAFTAR PUSTAKA

Aderson, CR, Petunjuk Modern Kepada Kesehatan, Indonesia, Publishing House, Bandung,

1975

Page 22: Buta Warna

Cassin B, Solomon S. Dictionary of Eye Terminology. 6th ed Florida: Triad Publ.Co; 2011.

Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Dua,

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. 2002.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.

Sherwood, L, Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta, 1996.

Vaughan DG. Asbury T. General Ophthalmology ed. 17th ed, ch. 10. New York: Mc Graw

Hill, Lange, 2008

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/definisi-buta-warna-mekanisme-

tanda.html#ixzz43dSVGgQP