membangun desa pendidikan (k)

46
MEMBANGUN DESA PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT Disusun oleh: Djajeng Baskoro dan Hidayat Hidayat 2011 1

Upload: sinichi-kudo-conan-edogawa

Post on 25-Jul-2015

87 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membangun Desa Pendidikan (k)

MEMBANGUN DESA PENDIDIKAN

BERBASIS MASYARAKAT

Disusun oleh:

Djajeng Baskoro dan Hidayat

Hidayat 2011 1

Page 2: Membangun Desa Pendidikan (k)

Kata Pengantar

Hidayat 2011 2

Page 3: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 1

Pendahuluan

A. Realitas Kualitas Pendidikan di Indonesia

Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat

yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat yang

madani. Masyarakat madani dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan

dalam bidang pendidikan, semangat berusaha, sekaligus menyiapkan potensi generasi

yang siap menghadapi masa depan.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Ini dibuktikan

antara lain dengan data United Nation Development Parogramma (UNDP) tentang

peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi

dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang

menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di

antara 182 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-

105 (1998), ke-109 (1999), dan ke -111 (2009).

Sumber: www.kabarindonesia.com

Adapun menurut survei yang pernah dikeluarkan Political and Economic Risk

Consultant (PERC), dinyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada

urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Realitanya, posisi Indonesia berada di bawah

Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia, Indonesia memiliki

daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang

disurvei di dunia. Masih menurut survai dari lembaga yang sama, Indonesia hanya

berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Hidayat 2011 3

Page 4: Membangun Desa Pendidikan (k)

Salah satu indikatornya adalah tidak meratanya pendidikan di setiap daerah, terutama di

wilayah pedesaan. Hak mendapatkan pendidikan di desa masih harus terus

dikembangkan.

Perbedaan pendidikan kota dan desa memang secara umum berkisar pada masalah

sarana dan prasaran sekolah. Sebagaimana diketahui, hal itu menjadi salah satu hal

penting kenapa sekolah di kota lebih maju daripada di desa. Sarana dan prasarana yang

menunjang untuk kegiatan belajar mengajar sangat membantu peserta didik daripada

yang sarana dan prasarananya tidak menunjang.

Hal lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran untuk

memberdayakan pendidikan di desa oleh masyarakat. Ciri desa dengan pola yang kurang

dinamis terhadap perkembangan merupakan salah satu hal yang menyebabkan mengapa

pendidikan di desa lambat berkembang. Padahal, lingkungan desa yang didiami

masyarakat sebetulnya menyimpan potensi yang memberi dampak positif jika masyarakat

desa itu sendiri mampu mengembangkan/mengolahnya. Keadaan ini bisa timbul jika

masyarakat desa mempunyai tingkat kesadaran akan daya dan upaya yang dimilikinya.

Sumber: www.dennicca.files.wordpress.com

Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan

taraf pendidikan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan kecakapan hidup seperti

fasilitas pendidikan, informasi, balai latihan, serta fasilitas untuk kegiatan pengembangan

pendidikan di desa. Hal ini dikarenakan program-program umum yang berlaku tidak

selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat desa. Oleh sebab itu, diperlukan langkah-

langkah simultan yang bisa membuka pencerahan pada masyarakat desa bahwa

Hidayat 2011 4

Page 5: Membangun Desa Pendidikan (k)

pendidikan adalah modal manusia untuk berkembang. Apalagi di zaman sekarang, akses

informasi dan transportasi tidak menjadi penghalang utama.

Sumber: www.koran-jakarta.com

Pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Pendidikan yang terintegrasi dalam

pola hidup masyarakat akan menghasilkan sosok masyarakat yang mampu memahami

dan menerima kondisi yang ada. Ke depannya, akan muncul masyakarat yang bisa

berdaya dan mandiri dalam menghadapi segala tantangan keadaan/zaman.

Pembangunan dan pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa,

merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin

meningkatnya pembangunan bangsa. Pelibatan masyarakat dalam mengembangkan

pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran

pembangunan.

B. Mewujudkan Desa Mandiri Pendidikan

Mandiri adalah kemampuan memberdayakan diri untuk mengatasi segala

permasalahan dan kebutuhan yang dihadapinya dengan segenap potensi dan kemampuan

yang ada padanya. Adapun, partisipasi dalam menciptakan desa mandiri pendidikan bisa

terdiri dari partisipasi buah pikiran, harta benda, dan tenaga. Dalam makna yang lebih

luas maka tujuan pengembangan desa mandiri pendidikan pada dasarnya adalah

pengembangan demokratisasi, dinamisasi, dan modernisasi masyarakat desa dalam

mengakses pendidikan.

Hidayat 2011 5

Page 6: Membangun Desa Pendidikan (k)

Prinsip-prinsip desa mandiri pendidikan yang dikemukakan di sini ialah

keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong

royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan

pengembangan desa mandiri pendidikan didasarkan pada program-program yang disusun

oleh masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan

tugas dalam pembangunan masyarakat.

Sumber: www.tubanonline.files.wordpress.com

Prinsip berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan desa mandiri

pendidikan itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus menerus menuju ke

arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian diterapkan pada program-program

pembangunan desa mandiri pendidikan yang memperhatikan kepentingan masyarakat dan

kepentingan Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam melaksanakan

kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat

sendiri.

Prinsip-prinsip tersebut memperjelas makna bahwa program-program pendidikan

nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan menumbuhkan semangat

pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan substansi

pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya untuk menjadikan

pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya

yang serius agar hasil dari pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya

peningkatan kualitas hidup mereka.

Hidayat 2011 6

Page 7: Membangun Desa Pendidikan (k)

Untuk lebih jelasnya, berdasarkan pendapat Michael W. Galbraith, pendidikan

berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Menentukan sendiri (Self determination)

2. Menolong diri sendiri (Self help)

3. Pengembangan kepemimpinan (Leadership development)

4. Lokalisasi (Localization)

5. Keterpaduan pemberian pelayanan (Integrated delivery of service)

6. Mengurangi tumpang tindih pelayanan (Reduce duplication of service)

7. Menerima perbedaan (Accept diversity)

8. Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness) .

Penjabaran pendidikan berbasis masyarakat berdasarkan pendapat Michael W.

Galbraith tersebut akan dijelaskan dalam bab-bab selanjutnya secara poin per poin.

Hidayat 2011 7

Page 8: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 2

Prinsip Menentukan Sendiri

(Self Determination)

Prinsip menentukan sendiri (Self Determination) mengandung pengertian bahwa

semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam

menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat

yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.

Kesiapan masyarakat dalam belajar dapat diarahkan dengan pemahaman

pentingnya pendidikan berbasis masyarakat (communihy based education). Dalam hal ini,

diperlukan usaha dalam meningkatkan kesadaran masyarakat pedesaan akan pentingnya

pendidikan dalam menyiapkan generasi yang berkualitas untuk kepentingan masa depan

desa. Hal ini terkait dengan eksistensi serta keberlangsungan hidup dalam rangka

mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan yang

berkelanjutan; baik bagi masyarakat di pedesaan pada khususnya maupun bangsa pada

umumnya.

Dengan demikian, masyarakat bisa menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan

pokok dalam kehidupan mereka dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam

situasi yang baru. Misalnya, masyarakat bisa mengikuti kegiatan Lembaga Kursus dan

Pelatihan (LKP) atau mengikuti Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Paket C. Memang,

mau tidak mau masyarakat dituntut untuk lebih terbuka pada perkembangan zaman

globalisasi ini.

Sumber: www.tubanonline.files.wordpress.com

Hidayat 2011 8

Page 9: Membangun Desa Pendidikan (k)

Peranan bidang pendidikan berbasis masyarakat (community based education)

merupakan salah satu upaya pembangunan dalam memberantas kebodohan dan

diharapkan mampu memberantas kemiskinan yang terjadi serta dapat meningkatkan

kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakatnya. Dalam hal ini, terlebih masyarakat

di pedesaan yang tingkat kesejahteraan hidupnya cukup rendah dibandingkan masyarakat

di sekitar perkotaan yang mudah dan serba cepat dalam mengakses sumber daya yang

tersedia. Dalam pencapaiannya, upaya lain yang dilakukan untuk mendukung tercapainya

pemberantasan kemiskinan melalui partisipasi masyarakat untuk bergotong royong dan

saling membantu dalam melakukan pemberdayaan secara terpadu, berkelanjutan dengan

sasarannya yang jelas.

Sinergitas pembangunan karakter (character building), hal ini mengandung arti

pada satu sisi pendidikan membutuhkan peran masyarakat sebagai media dan sumber

pembelajaran, dan pada sisi lain pendidikan juga harus mampu berperan membentuk

karakter lulusan pendidikan formal maupun nonformal yang mampu menyumbangkan

ilmu, wawasan, keahlian dan sikap diri kepada desa/masyarakat untuk mewujudkan dan

memperkuat kemandirian desa yang dijiwai semangat gotong royong.

Semua itu bisa dilakukan jika ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Dalam

hal ini, perlu diberi pemahaman kepada masyarakat bahwa jalur pendidikan yang

disediakan oleh pemerintah tidak akan mengandung banyak manfaat jika masyarakat itu

sendiri kurang merespons. Ini diperlukan adanya pendekatan dan program khusus sebagai

ajang sosialisasi pentingnya pendidikan kepada masyarakat.

Bab 3

Hidayat 2011 9

Page 10: Membangun Desa Pendidikan (k)

Prinsip Menolong Diri Sendiri

(Self Help)

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa anggota masyarakat dilayani dengan

baik dalam pendidikan ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri

telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun

kemandirian pendidikan dengan lebih baik, bukan tergantung karena mereka beranggapan

bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.

Salah satu contoh bagian yang bisa diaplikasikan dalam prinsip ini adalah belajar

menjadi wirausahawan (interpreneur). Wirausahawan adalah seseorang yang

menciptakan sebuah usaha baru. Dalam memulai dan menjalankan usahanya, ia selalu

siap dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian. Hal ini tentunya untuk tujuan

mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan mengidentifikasi peluang dan sumber

daya yang diperlukan.

Untung menunjang hal ini, pemerintah telah menyediakan fasilitas Lembaga

Kursus dan Pelatihan, yaitu salah satu bentuk satuan Pendidikan Nonformal yang

diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,

kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, serta mengembangkan profesi,

bekerja, serta usaha mandiri (wirausaha). Program kursus dan pelatihan ini adalah jenis

keterampilan yang diselenggarakan satuan pendidikan nonformal, dalam hal ini lembaga

kursus dan pelatihan, dalam setiap lembaga kursus dan pelatihan dapat terdiri dari satu

atau lebih program kursus dan pelatihan.

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang disediakan pemerintah ini rata-rata

sudah diakreditasi keberadaannya di setiap daerah. Akreditasi merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur formal

maupun informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang

bersifat terbuka. Kriteria tersebut dinyatakan, bahwa standar nasional pendidikan terdiri

atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan,

sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang

harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Hidayat 2011 10

Page 11: Membangun Desa Pendidikan (k)

Peserta bisa semakin mudah meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan

informasi jika ingin membangun suatu bentuk usaha mandiri (wirausaha). Dengan LKP

ini peserta dapat bersinergi untuk menemukan dan mengembangkan hal-hal baru. Apalagi

anda bisa langsung bertanya pada tutor/pembimbing.

Sumber: www./liveskilloke.files.wordpress.com

Adapun Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan salah satu bentuk

penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal mempunyai kaitan yang

sangat erat dengan jalur pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta

yang ingin mengembangkan keterampilan pada jenis pendidikan tertentu dan juga

memberikan kesempatan bagi peserta yang ingin mengembangkan pendidikan

keterampilan yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan

formal.

Jika masyarakat mengikuti kegiatan kursus atau pelatihan ini, kecakapan

hidupnya dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang

memungkinkan masyarakat dapat hidup mandiri dalam berwirausaha. Ini artinya, dengan

mengikuti kegiatan kursus atau pelatihan, masyarakat akan menemukan manfaat lebih,

yaitu:

- Belajar untuk memperoleh pengetahuan(learning to know)

- Belajar untuk tahu cara belajar (learning to learn)

- Belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan(learning to do)

Hidayat 2011 11

Page 12: Membangun Desa Pendidikan (k)

- Belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi

diri (learning to be)

- Belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain (learning to live together).

Kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi

dan berperilaku positif, yang memungkinkan masyarakat mampu menghadapi berbagai

tuntutan dan tantangan dalam berwirausaha secara lebih efektif. Kecakapan hidup hidup

masyarakat dalam berwirausaha akan sesuai kelayakan dengan adanya: (1) kecakapan

mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan

(5) kecakapan kejuruan.

Hidayat 2011 12

Page 13: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 4

Prinsip Pengembangan Kepemimpinan

(Leadership development)

Dalam prinsip ini, para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai keterampilan

untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara

untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya

mengembangkan masyarakat. Ketika peran pemerintah sangat dominan dan peran serta

masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan

terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat

haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era

globalisasi.

Sumber: www.upkciomas.files.wordpress.com

Peran serta seluruh elemen masyarakat dalam pendidikan harus lebih dimaknai

sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap

isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan penyelenggaraan pendidikan harus

dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas

pendidikan untuk dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima

jika satu golongan (misalnya tokoh masyarakat) mendiktekan keinginan dan

kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan dalam

penyelenggaraan pendidikan.

Hidayat 2011 13

Page 14: Membangun Desa Pendidikan (k)

Seiring perkembangan zaman, titik pusat perhatian adalah pada pendekatan ke

arah pendidikan yang lebih berpihak kepada rakyat. Individu bukanlah sebagai objek,

melainkan berperan sebagai pelaku, yang menentukan tujuan, mengontrol sumber daya,

dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri.

Penyelenggaraan pendidikan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya

prakarsa dan perbedaan lokal. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan pendidikan seperti

itu mementingkan sistem swaorganisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan

organisasi berskala manusia dan masyarakat yang berswadaya. Tingkat pengetahuan dan

realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pendidikan yang memihak rakyat.

Dalam hal ini, perasaan berharga diri adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu

hidup yang tinggi melalui pendidikan.

Penyadaran diri masyarakat merupakan satu di antara argumen-argumen yang

diajukan oleh Paulo Freire (1984), dan ini adalah inti dari usaha bagaimana bisa

mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan pandangan dan cakrawala

rakyat diubah ke arah suatu kesadaran, perasaan, pemikiran, dan gagasan bahwa hal-

ihwal dapat menjadi lain dan tersedia alternatif-alternatif melalui pendidikan.

Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat terhadap

pendidikan secara kolektif dapat berupa partisipasinya dalam proses pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya dalam

komunitas yang melingkupinya. Cara-cara kolektif berpartisipasi oleh masyarakat bisa

teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh

masyarakat itu sendiri.

Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat

dimasukkan dalam proses eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah. Musyawarah

juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki atas

keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat merupakan cara analisis

kebutuhan (needs) dan tidak sekadar keinginan yang bersifat superfisial demi pemenuhan

kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta

musyawarah untuk suatu keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah

benar-benar yang mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.

Hidayat 2011 14

Page 15: Membangun Desa Pendidikan (k)

Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan

kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas, kerja sama, musyawarah, rasa aman

dan percaya kepada diri sendiri (Karsidi, 2001). Salah satu cara yang efektif untuk

membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama secara

primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan memperoleh

referensi yang sama.

Dengan bertolak dari kelompok primordial, maka para anggota akan merasakan

adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan situasi lama. Ini

akan menimbulkan keasyikan dan motivasi tersendiri. Melalui kelompok, para anggota

akan menyusun program, dan bekerja secara sistematis, serta bisa merasakan adanya

perkembangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka. Para pemimpin yang ada di

desa bisa dijadikan sebagai mediator suara masyarakat dengan program yang dijalankan

pemerintah. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, konsep musyawarah adalah solusi

terbaik untuk menghasilkan kesepakatan-kesepakatan dalam pelaksanaan kegiatan

pendidikan di desa.

Hidayat 2011 15

Page 16: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 5

Prinsip Lokalisasi

(Localization)

Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa potensi terbesar untuk tingkat

partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam

pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat

hidup. Hal ini dilatarbelakangi bahwa bangunan seluruh aspek penentu perubahan negara

ini dapat dipastikan tidak lepas dari proses pendidikan, baik formal maupun nonformal.

Dalam aspek ekonomi, politik, kelautan, pertanian, pertahanan, dll. Semua akan berhasil

tepat sasaran, terukur, dan berkelanjutan, apabila didukung dengan konsep pendidikan

yang mengarah pada penguatan untuk perubahan yang mengarah perbaikan dan kemajuan

pada aspek-aspek tersebut.

Disinilah peran signifikan pendidikan dalam berkontribusi membangun sistem

pendidikan berbasis lokalitas. Peran tersebut diwujudkan dengan terbentuknya sistem

pendidikan nasional yang mengarah pada pemberdayaan potensi lokal Indonesia,

misalnya pendidikan berbasis maritim, agraris, dan ciri khas lokal lainnya, sehingga

memperkuat budaya dan potensi lokal yang dapat menopang perkembangan dan

kemajuan pendidikan.

Sumber: www.warsi.or.id

Hidayat 2011 16

Page 17: Membangun Desa Pendidikan (k)

Potensi terbesar tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat

diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan

kehidupan tempat masyarakat hidup. Pendidikan yang lebih dimaknai dan bersifat

membumi adalah ketika pendidikan itu dekat dengan kondisi dan lingkungan warga

belajar.

Salah satu contohnya adalah dengan penggunaan bahasa ibu dalam proses

kegiatan belajar-mengajar. Dengan menggunakan bahasa ibu dalam menyampaikan

pesan-pesan pendidikan nonformal, sekaligus dapat melestarikan bahasa ibu guna

memperkaya kebudayaan nasional. Pengalihan lintas bahasa dapat terjadi secara dua arah.

Dalam hal ini, jika bahasa ibu dipromosikan di sekolah nonformal, konsep kemampuan

berbahasa dan ketrampilan keaksaraan yang dipelajari oleh warga belajar dalam bahasa

ibu mereka. Singkatnya, kedua bahasa itu bisa saling terpelihara jika lingkungan

pendidikan mendukung warga belajar untuk menggunakan dua bahasa.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tanggung jawab pengembangan

pendidikan sebagai proses sosialisasi adalah berada pada orang tua dan kelompok-

kelompok masyarakat yang berkepentingan. Paradigma pengembangan lokalitas tersebut

telah bergeser menuju kepada peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali

partisipasi masyarakat, maka perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian

tanggung jawab masyarakat terhadap pengembangan pendidikan baik yang berbasis

kekayaan lokalnya masing-masing. Sebenarnya yang bertanggung jawab dalam hal ini

adalah justru masyarakat itu sendiri. Mengacu pada lingkup partisipasi masyarakat, maka

dalam pengembangan pendidikan, masyarakat harus dilibatkan sejak dari proses

perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

Hidayat 2011 17

Page 18: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 6

Prinsip Keterpaduan Pemberian Pelayanan

(Integrated Delivery of Service)

Dalam prinsip ini terkandung pengertian adanya hubungan antaragensi di antara

masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan

dan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai

hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak

dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Dengan

demikian, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah

terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf

hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan. Dalam kasus yang terjadi,

pembangunan yang menggerus sektor ekonomi, misalnya, dapat tergantikan dengan jenis

usaha baru yang membuat masyarakat bertahan.

Sumber: www.4.bp.blogspot.com

Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara

sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan

lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang

kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa

menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat

(termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk

Hidayat 2011 18

Page 19: Membangun Desa Pendidikan (k)

kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan

pendidikan.

Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas, 2003 bahwa pemerintah dan

pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi

penyelenggaraan pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Pemerintah dan pemerintah daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna

terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara dari usia tujuh sampai usia lima

belas tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua/warga dan kelompok

masyarakat masih sangatlah luas.

Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang

banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan

peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyusun

mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi

secara optimal dalam pengembangan pendidikan di Indonesia

Berkenaan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan pendidikan seperti

dimaksud di atas, dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis, terpadu dan terencana

dalam membina kerjasama dengan berbagai pihak dalam bentuk kemitraan. Secara

konseptual, kemitraan mengandung makna adanya kerjasama antara satu pihak/agen

pendidikan dengan pihak lainnya disertai pembinaan dan pengembangan usaha atau

program yang berkelanjutan oleh kedua belah pihak dengan memperhatikan prinsip

saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Salah satu contoh mitra untuk membantu mengembangan pendidikan di

masyarakat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Eksistensi Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) yang identik dengan reformis dan visioner adalah sebuah image yang

masih diharapkan terus melekat dalam setiap aktivitasnya, namun di sisi yang lain LSM

juga diharapkan menjadi salah satu pilar penyangga dalam penyelenggaraan pendidikan

non formal sehingga perannya menjadi kian urgen dan tidak dapat dinafikan begitu saja,

apalagi jika dikaitkan dengan implementasi kehendak Undang Undang No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya yang berkenaan dengan peran serta

masyarakat dalam pendidikan sehingga akan terbuka ruang akselerasi yang cukup kepada

Hidayat 2011 19

Page 20: Membangun Desa Pendidikan (k)

semua elemen masyarakat termasuk LSM, untuk turut memberikan kontribusi yang

optimal dalam upaya perluasan akses pendidikan non formal.

Konsekuensi sebagai lembaga mitra yang berkiprah pada community development

sector LSM dituntut memiliki program dan kegiatan yang bersifat sinergis dan realistis

dalam rangka kepentingan nasional sehingga tercipta ruang aktualisasi yang konstruktif

bagi mereka, sehingga paradigma lama yang menganggap bahwa persoalan Pendidikan

Nonformal hanya dapat diselesaikan oleh orang Pendidikan Nonformal-Informal (PLS)

sendiri sudah saatnya ditinggalkan untuk bersama-sama merekonstruksi dan

mereformulasi program Pendidikan Nonformal-Informal, agar program yang digulirkan

kepada masyarakat dapat menjadi sebuah solusi untuk menjawab persoalan-persoalan

pendidikan bagi masyarakat marginal.

Iklim kerjasama dan kemitraan yang baik dengan melibatkan LSM sebagai mitra

pemerintah akan menjadi sebuah lahan yang kondusif untuk membangun

profesionalisme, kemandirian, objektivitas dan independensi dalam penyelenggaraan

berbagai program pendidikan nonformal-informal.

Hidayat 2011 20

Page 21: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 7

Mengurangi Tumpang Tindih Pelayanan

(Reduce Duplication of Service)

Dalam prinsip ini, pelayanan masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh

sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber daya manusia dalam ciri khas lokal dan

mengkoordinir usaha mereka. Masyakarat yang berkeinginan kuat untuk maju dan

berkembang harus diberi pelayanan untuk mewujudkan apa yang mereka

programkan/dijalankan.

Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur

nonformal berbasis pelayanan masyarakat, setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal:

1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang

ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya

dipaksakan sering berubah menjadi pengkarbitan masyarakat yang akibatnva tidak

digunakan, sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena

dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh.

Sumber: www.4.bp.blogspot.com

2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan

dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam

peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah. Ketiga,

program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi

kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena

Hidayat 2011 21

Page 22: Membangun Desa Pendidikan (k)

itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar,

bukan berorientasi akademik semata.

4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal

ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga

pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu

membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program,

karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan.

5. Aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya,

namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi

kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung

program.

Bila dikaitkan dengan kebutuhan belajar masyarakat pedesaan, maka perlu

dirancang ujicoba model-model pembelajaran pendidikan nonformal yang relevan dengan

kebutuhan masyarakat. Kegiatan ujicoba ini lebih intensif bila dilaksanakan pada suatu

wilayah/lokasi yang dirancang khusus sebagai lab-site PNF. Selain itu pelatihan bagi para

tenaga tutor dan pembelajaran warga masyarakat akan lebih berhasil bila diselenggarakan

pada lab-site PNF. Dengan demikian sangat diperlukan suatu lab-site PNF yang akan

berfungsi sebagai tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat

latihan bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar.

Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan

mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu

pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma

pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki

terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang

pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan

memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.

Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan

partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara

warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan

mengembangkan aktivitas pendidikaan.

Hidayat 2011 22

Page 23: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 8

Prinsip Menerima Perbedaan

(Accept Diversity)

Dalam prinsip ini terkandung pengertian menghindari pemisahan masyarakat

berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan

yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti, pelibatan

warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong/dituntut untuk

aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan

aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.

Dalam hal ini, ada beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat yang

mencakup hal-hal berikut:

1. Struktural, pemberdayaan pendidikan merupakan upaya pembebasan. Masyarakat

mampu mengenali keadaan yang ada dan mampu memahami struktur rencana

pembangunan yang akan dilaksanakan.

2. Pluralis, pemberdayaan pendidikan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau

sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain. Dalam hal ini diperlukan

sosok masyarakat yang terdidik, terampil, dan mempunyai latar ilmu pengetahuan

melalui proses pendidikan mandiri.

Sumber: www.rumahzakat.org

Hidayat 2011 23

Page 24: Membangun Desa Pendidikan (k)

3. Elitis, pemberdayaan pendidikan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk

aliniasi dengan elit-elit tersebut. Contohnya dalam strata sosial masyarakat. Tokoh

masyarakat hendaknya mampu menjadi penggerak sekaligus penyambung lidah

masyarakat. Dengan demikian, hubungan birokrasi dan masyarakat akan terjalin

harmonis.

4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah wacana serta

menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial. Ini berarti, sebuah

pemberdayaan pendidikan yang dijalankan akan dipahami dampak yang ditimbulkan.

Dengan demikian, masyarakat akan siap sedia mengubah paradigma baru sekaligus

mampu menjaga local genius (kearifan lokal) yang dimilikinya.

Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah masalah hak pendidikan bagi anak

di pedesaan. Pengembangan desa peduli pendidikan anak menuntut pelibatan semua

komponen di dalamnya. Kebanyakan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan

desa peduli anak adalah model pendekatan berbasis hak (right based). Namun seringkali

implementasi di lapangan sangat berbeda dengan konsep idealnya. Melihat kondisi desa,

maka ada beberapa model pendekatan dan pengembangan strategi yang dapat dilakukan

untuk menjadikan hak pendidikan anak sebagai arus utama pengembangan.

Tokoh agama, institusi dan lembaga yang ada di desa dan pemerintah desa.

Semua harus berperan dalam upaya pengembangan desa ramah anak. Ini adalah sebuah

kerja besar mengubah paradigma masyarakat dan semua komponen yang ada di

dalamnya. Mengubah kebiasaan, adat dan budaya yang telah mengakar kuat.

Dalam mengembangkan desa peduli anak pendekatan yang dilakukan harus

benar-benar dapat menyentuh semua komponen. Pendekatan berbasis hak dengan

berlandaskan budaya lokal adalah pendekatan yang cukup efektif. Model pendekatan ini

cenderung mudah diterima oleh masyarakat mengingat masyarakat desa sangat kental

dengan budaya dan adat istiadat.

Ada empat sasaran strategis dari kegiatan pengembangan desa peduli pendidikan

anak yaitu:

Hidayat 2011 24

Page 25: Membangun Desa Pendidikan (k)

1. Anak

Anak harus diberikan pemahaman akan hak dan kewajibannya agar memahami

peran dan tanggung jawab yang harus diembannya dimasa datang. Partisipasi anak perlu

didorong dan di sediakan media/wadah partisipasi yang benar-benar kondusif.

2. Orang tua/Keluarga

Orang tua/keluarga dipandang sebagai sasaran yang cukup penting karena

keluarga menjadi tempat dimana anak tumbuh dan berkembang. Yang pertama dilakukan

adalah penyadaran terhadap orangtua bahwa anak punya hak dan orang tua harus

memperhatikan hak anak ini. Posisi dan peran orangtua/wali adalah penting. Di satu

pihak orangtua/wali mempunyai fungsi fasilitasi terutama dalam perlindungan dan

pemenuhan hak anak.

3. Masyarakat dan Kelompok Masyarakat

Masyarakat dan kelompok masyarakat diharapkan mampu menciptakan sebuah

lingkungan dimana hak-hak anak dihargai dan terpenuhi. Kelompok-kelompok

masyarakat adalah sebuah sarana yang efektif untuk penguatan ekonomi dan advokasi.

Kelompok masyarakat perlu disadarkan dan dilatih mengenai hak-hak anak serta peran

dan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan hak anak.

Sumber: www. rumahbacaasmanadia.com

Penguatan pada kelompok-kelompok masyarakat harus lebih khusus dan

disesuaikan dengan basis potensi kelompok.Ini untuk lebih mengefektifkan peran

kelompok di masyarakat dan diharapkan mampu memperkuat ekonomi desa dan

Hidayat 2011 25

Page 26: Membangun Desa Pendidikan (k)

mengadvokasi pemenuhan hak-hak anak. Sebuah Aliansi perlu dibentuk untuk

memperkuat proses-proses pemberdayaan dan Advokasi. Aliansi ini yang nanti akan

menjadi sebuah lembaga yang bertindak mengawasi pemenuhan hak anak dan menangani

jika terjadi pelanggaran.

4. Pemerintah dan Institusi pemerintahan

Pemerintah desa dan institusi pemerintahan di desa adalah representasi dari

negara. Dengan kata lain, mereka adalah pemangku tanggung jawab utama terhadap

pemenuhan hak anak di desa. Namun seringkali mereka tidak menyadari hal ini. Untuk

itu para pemangku kewajiban ini perlu disadarkan akan peran penting mereka dalam

pemenuhan hak anak. Penguatan terhadap para pemangku kewajiban ini adalah dengan

memberikan pelatihan tentang Undang-undang Perlindungan anak dan tata kelola

pemerintahan yang baik (Good Governance).

Institusi pemerintahan di tingkat desa Bukan hanya Pemerintah desa. Sekolah,

Puskesmas/ Polindes, LKD/ BPD dan Ranting parpol adalah beberapa institusi

pemerintah (negara) yang ada di desa.

Hidayat 2011 26

Page 27: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 9

Prinsip Tanggung Jawab Kelembagaan

(Institutional Responsiveness)

Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus

adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani

masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespons berbagai perubahan yang

terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.

Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi

antarkomponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat.

Komponen pendidikan yang meliputi raw material (input peserta didik), tools (alat-alat

dan sarana prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang

akan menentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang terdiri atas

siswa, guru, kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah harus sevisi

dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan baik tujuan

akademis maupun pembentukan moral.

Sebagaimana kita ketahui, lembaga pendidikan di Indonesia dalam UU

diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya

pembagian ini lebih rincinya menjadi tiga bentuk:

- informal.

- formal

- dan nonformal

Ketiga klasifikasi di atas di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda,

lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapannya adalah

lebih banyak di arahkan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma.

Lembaga pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di

arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan ketiga,

yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter sosial.

Hidayat 2011 27

Page 28: Membangun Desa Pendidikan (k)

Pihak birokrasi (pemerintah) harus dapat menyesuaikan prinsip kelembagaan ini.

Dengan demikian, pola memahami kondisi masyarakat mutlak diperlukan sebagai pihak

yang bertanggung jawab dalam penyediaan pendidikan di masyarakat. Dalam rangka ini

ada beberapa upaya yang harus dilakukan:

a. Birokrasi harus memahami aspirasi rakyat dan harus peka terhadap masalah yang

dihadapi oleh rakyat.

b. Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat. Berilah sebanyak-banyaknya

kepercayaan pada masyarakat untuk memperbaiki dirinya sendiri. Aparat pemerintah

membantu memecahkan masalah yang tidak dapat diatasi oleh masyarakat sendiri.

c. Birokrasi harus menyiapkan masyarakat dengan sebaiknya, baik pengetahuannya

maupun cara bekerjanya, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat efektif. Ini

merupakan bagian dari upaya pendidikan sosial untuk memungkinkan rakyat membangun

dengan kemandirian.

d. Birokrasi harus membuka dialog dengan masyarakat. Keterbukaan dan konsultasi ini

amat perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan agar aparat dapat segera

membantu jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh rakyat.

e. Birokrasi harus membuka jalur informasi dan akses yang diperlukan oleh masyarakat

yang tidak dapat diperolehnya sendiri.

f. Birokrasi harus menciptakan instrumen peraturan dan pengaturan mekanisme pasar

yang memihak golongan masyarakat yang lemah.

Untuk dapat menjalankan upaya ini, harus ada penitikberatan pada pihak yang

langsung berhadapan dengan masyarakat, baik secara hierarkis seperti aparat desa dan

kecamatan. Hal ini berlaku juga pada tataran fungsional, misalnya pada pendidikan

nonformal. Peran aktif tutor hingga aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus

ditingkatkan kinerjanya dengan memberi dukungan yang lebih. Mengapa? Sebab mereka

yang hafal langsung dengan mendapatkan dari objeknya.

Hidayat 2011 28

Page 29: Membangun Desa Pendidikan (k)

Bab 10

Penutup

Kita mungkin sudah terbiasa, mendengar ungkapan: “Pendidikan adalah tanggung

jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat.” Akan tetapi pada

kenyataannya, sampai saat ini, peran serta masyarakat dapat dikatakan masih sangat

kecil. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya adalah adanya opini masyarakat bahwa

tanggung jawab utama bidang pendidikan hanya terletak di tangan pemerintah. Hal ini

menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai objek dan berakibat

melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok- kelompok masyarakat dalam

pengembangan pendidikan.

Kondisi tersebut telah merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan

semakin memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Padahal, pendidikan

bukan hanya sebatas hak menerima, tetapi juga kewajiban masyarakat untuk

memberdayakannya. Dengan demikian, ada pola hubungan sinergis antara pelaku

(masyarakat) dan mediator pendidikan (pemerintah). Masyarakat dituntut untuk dapat

menggali potensi pengembangan pendidikan di daerahnya.

Penggalian potensi pendidikan tersebut khususnya bisa dikembangkan di desa-desa.

Pembangunan desa pendidikan bisa diwujudkan dengan adanya pengembangan antara

berbagai pihak. Adapun masyarakat dapat menjadi objek sekaligus subjek pendidikan

dengan difasilitasi pihak terkait (pemerintah). Potensi pendidikan bisa digali dari keadaan

masyarakat itu sendiri, mulai dari kearifan lokal, seni-budaya, sistem kerja, hingga pola

hidup.

Prinsip pendidikan berbasis masyarakat seusai yang dikemukakan Michael W.

Galbraith:

1. Menentukan sendiri (Self determination)

2. Menolong diri sendiri (Self help)

3. Pengembangan kepemimpinan (Leadership development)

4. Lokalisasi (Localization)

Hidayat 2011 29

Page 30: Membangun Desa Pendidikan (k)

5. Keterpaduan pemberian pelayanan (Integrated delivery of service)

6. Mengurangi tumpang tindih pelayanan (Reduce duplication of service)

7. Menerima perbedaan (Accept diversity)

8. Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness)

adalah poin-poin penting yang bisa diaplikasikan dalam membangun desa

pendidikan berbasis masyarakat. Kesimpulannya, masyarakat bukan hanya sebagai objek

tetapi juga pelaku dalam pengembangan pendidikan di wilayahnya. Hal ini tentunya

diperlukan pola kerja sama yang sinergis antara pihak terkait (instansi pemerintah),

masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Komponen-komponen tersebut

adalah agen perubahan yang dapat membawa masyarakat dalam paradigma baru dalam

dunia pendidikan. Dengan demikian, masyarakat akan memahami dan merasakan bahwa

pendidikan dapat diperoleh dimana saja dan bisa dilakukan seluruh kalangan, tanpa

memandang status, profesi, usia, atau jenis kelamin.

Prinsip-prinsip yang telah dijelaskan di muka tiada lain sebagai bagian upaya

membangun desa dengan menciptakan sumber daya manusia berpendidikan dan siap

menghadapi segala perubahan serta tantangan zaman.

Hidayat 2011 30

Page 31: Membangun Desa Pendidikan (k)

DAFTAR PUSTAKA

Abustam M. Idrus 1990. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial. Jakarta:

Universitas Indonesia Press.

Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: CV Usaha Nasional

Fananie, Zainuddin. 1996. Pembangunan Berwawasan Bermartabat Manusia. Surakarta:

Muhammadiyah University Press.

Hall Coombs, Philip, dkk. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui

Pendidikan Non-Formal. Jakarta: Rajawali Press.

Joesoef, Soelaiman.2004. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT

Gramedia.

Sastrapratedja, M dkk. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku

Kompas.

Soeharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung:

PT. Refika Aditama.

Suharto, Edi. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Spektrum

Pemikiran. Bandung: LSP-STKS.

Hidayat 2011 31

Page 32: Membangun Desa Pendidikan (k)

BIODATA PENULIS

Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd lahir di Kediri Jawa Timur 48 tahun yang lalu. Sejak Taman Kanak Kanak sampai Sekolah Menengah Atas dilaksanakan di Kota Kediri. Lulus Sarjana Pertanian Jurusan Agronomi tahun 1987 dari Univeritas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan lulus Magiter Pendidikan Jurusan Teknologi Pendidikan tahun 1999 dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta.

Sejak mahasiswa bersama kawan-kawan mahasiswa mendirikan Yayasan Swadaya Sembada di kota Surakarta tahun 1986 dengan fokus kegiatan pada pelayanan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan di bidang pertanian dengan lokasi kegiatan di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tahun 1990 menjadi CPNS dan tahun 1992 menjadi PNS di Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Diklusepora. Tahun 1995 diberi kepercayaan menjadi Kepala Seksi Sistem dan Metoda dan tahun 2003 menjadi Kepala Sub Direktorat Pendidikan Tenaga Teknis Direktorat Tenaga Teknis Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. Tahun 2004 – 2008 diberikan amanah untuk menjadi Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional V Makassar. Tahun 2008-2009 kembali ke Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal menjadi Kepala Bagian Perencanaan. Tahun 2009 sampai dengan sekarang diberikan anakah kembali menjadi Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional I Bandung.

Hidayat 2011 32