membangun agroindustri dan mewujudkan sistem inovasi: · pdf filepada lahan produksi pertanian...

13
Benyamin Lakitan: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi 1 Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: Agar teknologi berkontribusi pada kesejahteraan rakyat 1 Benyamin Lakitan 2 Sepatutnya semua aspek kehidupan di Indonesia mengacu pada amanah konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh sebab itu, dirasakan perlu untuk menyegarkan ingatan tentang amanah konstitusi tersebut terkait pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai mana dinyatakan pada Pasal 31 ayat (5) Amandemen ke empat: “Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” Bertumpu pada semangat konstitusi dan realita yang dihadapi pada saat ini, maka sudah seharusnya para akademisi, peneliti, perekayasa, dan semua aktor terkait pengembangan teknologi untuk secara lebih intensif dan terfokus melakukan kegiatan riset dan pengembangan teknologi berbasis pada kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi bangsa dan negara, agar teknologi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dan memberikan kontribusi terhadap upaya menyejahterakan rakyat, terutama masyarakat pertanian yang sampai saat ini masih belum menikmati arti kesejahteraan. Persoalan untuk menyejahterakan masyarakat pertanian pada saat ini menjadi semakin serius. Kim et al. (2010) menyatakan bahwa Agricultural society is decelerating (i.e. The rate of economic development gradually decreases). A commercial society with an agricultural basis quickly reaches growth limits. Laju pertumbuhan perekonomian berbasis pertanian yang dilakoni oleh masyarakat pertanian- akan terus menurun dan akan segera mencapai batasnya, tentunya jika tidak dilakukan terobosan-terobosan baru dalam pembangunan pertanian ini. Nielsen (2004) memberikan contoh pelajaran sejarah yang menarik. Petani Inggris dan Denmark merespon secara berbeda pada saat terjadi ‘great depression’ pada tahun 1870. Petani Inggris yang pada waktu itu umumnya berpendidikan rendah dan tidak memiliki jaringan dengan para ilmuwan hanya mampu memproduksi susu segar; sedangkan petani Denmark yang terlatih dan mempunyai hubungan erat dengan ilmuwan mampu membangun industri pengolahan susu yang kompetitif, termasuk produk menteganya yang merambah pasar dalam negeri Inggris. Pelajaran sejarah ini harusnya dapat dijadikan referensi bagi Indonesia jika ingin mengubah kondisi perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian. Pertanian tidak boleh dibiarkan hanya sebatas memproduksi komoditas segar, tetapi harus didukung dengan pengembangan agroindustri yang berbasis pada komoditas pertanian yang dihasilkan di dalam 1 Seminar dan Lokakarya Nasional Pengembangan Agroindustri Kalimantan Selatan: Prospek, peluang, dan potensi, serta kendala. Lustrum ke 10 Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 23 Juni 2011 2 Deputi Bidang Kelembagaan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi; Gurubesar Universitas Sriwijaya.

Upload: donga

Post on 30-Jan-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

1

Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: Agar teknologi berkontribusi pada kesejahteraan rakyat 1

Benyamin Lakitan2

Sepatutnya semua aspek kehidupan di Indonesia mengacu pada amanah konstitusi Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh sebab itu, dirasakan perlu untuk menyegarkan ingatan

tentang amanah konstitusi tersebut terkait pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai

mana dinyatakan pada Pasal 31 ayat (5) Amandemen ke empat:

“Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa

untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”

Bertumpu pada semangat konstitusi dan realita yang dihadapi pada saat ini, maka sudah seharusnya

para akademisi, peneliti, perekayasa, dan semua aktor terkait pengembangan teknologi untuk secara

lebih intensif dan terfokus melakukan kegiatan riset dan pengembangan teknologi berbasis pada

kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi bangsa dan negara, agar teknologi yang dihasilkan

dapat dimanfaatkan dan memberikan kontribusi terhadap upaya menyejahterakan rakyat, terutama

masyarakat pertanian yang sampai saat ini masih belum menikmati arti kesejahteraan.

Persoalan untuk menyejahterakan masyarakat pertanian pada saat ini menjadi semakin serius. Kim

et al. (2010) menyatakan bahwa ‘Agricultural society is decelerating (i.e. The rate of economic

development gradually decreases). A commercial society with an agricultural basis quickly reaches

growth limits’. Laju pertumbuhan perekonomian berbasis pertanian –yang dilakoni oleh masyarakat

pertanian- akan terus menurun dan akan segera mencapai batasnya, tentunya jika tidak dilakukan

terobosan-terobosan baru dalam pembangunan pertanian ini.

Nielsen (2004) memberikan contoh pelajaran sejarah yang menarik. Petani Inggris dan Denmark

merespon secara berbeda pada saat terjadi ‘great depression’ pada tahun 1870. Petani Inggris yang

pada waktu itu umumnya berpendidikan rendah dan tidak memiliki jaringan dengan para ilmuwan

hanya mampu memproduksi susu segar; sedangkan petani Denmark yang terlatih dan mempunyai

hubungan erat dengan ilmuwan mampu membangun industri pengolahan susu yang kompetitif,

termasuk produk menteganya yang merambah pasar dalam negeri Inggris.

Pelajaran sejarah ini harusnya dapat dijadikan referensi bagi Indonesia jika ingin mengubah kondisi

perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian. Pertanian tidak

boleh dibiarkan hanya sebatas memproduksi komoditas segar, tetapi harus didukung dengan

pengembangan agroindustri yang berbasis pada komoditas pertanian yang dihasilkan di dalam

1 Seminar dan Lokakarya Nasional Pengembangan Agroindustri Kalimantan Selatan: Prospek, peluang, dan

potensi, serta kendala. Lustrum ke 10 Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 23 Juni 2011

2 Deputi Bidang Kelembagaan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi; Gurubesar Universitas Sriwijaya.

Page 2: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

2

negeri sebagai bahan bakunya. Pengembangan agroindustri tentu harus didukungan dengan

kemampuan nasional dalam pengembangan teknologi yang dibutuhkan secara mandiri.

Untuk menopang proses transisi dari pertanian ke industri, Tamura (2002) mengindikasikan bahwa

perlu akumulasi peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human capital), yang antara lain

dicirikan dengan peningkatan kapasitas penguasaan dan pengembangan teknologi secara mandiri

(endogenous technology). Populasi Indonesia yang besar (lebih dari 237 juta jiwa) akan menjadi

beban yang maha berat jika tidak terjadi perbaikan kualitasnya.

Membangun Agroindustri. Sistem agribisnis (Gambar 1) secara garis besar sering dibedakan

menjadi: [1] kegiatan ‘on-farm’, yang meliputi semua kegiatan yang dilaksanakan secara langsung

pada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] kegiatan ‘off-

farm’ yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah dilaksanakannya kegiatan on-farm, termasuk

pula kegiatan-kegiatan penunjang yang dilaksanakan berbarengan waktunya dengan kegiatan on-

farm, tapi tidak dilakukan pada lahan produksi.

Kegiatan off-farm termasuk: [1] agroindustri hulu, untuk menyediakan sarana produksi pertanian

(saprotan) serta alat dan mesin pertanian (alsintan); [2] agroindustri hilir, untuk penanganan hasil

segar pasca panen dan pengolahan hasil segar menjadi produk olahan; [3] distribusi dan pemasaran

hasil segar maupun produk olahan, baik untuk pasar domestik maupun ekspor; dan [4] kegiatan

lainnya yang diperankan oleh lembaga penunjang termasuk penyuluhan, pembiayaan, pelembagaan

dan regulasi.

Gambar 1. Agroindustri dan sistem agribisnis

Teknologi merupakan komponen penting dalam membangun agroindustri. Potensi kontribusi

teknologi dalam kegiatan agroindustri telah banyak ditelaah, termasuk: [1] peningkatan nilai

Page 3: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

3

ekonomi produk (value added), [2] peningkatan daya simpan / perpanjangan durasi ketersediaan

produk, [3] diversifikasi produk, [4] kemudahan distribusi produk, karena pengurangan volume dan

bobotnya, serta peningkatandurabilitasnya, [5] perbaikan kandungan & komposisi gizi, [6]

pengurangan limbah yang terbawa ke luar lahan produksi, [7] peningkatan kesempatan kerja,

terutama bagi warga lokal, dan [8] peningkatan kesejahteraan rakyat.

Namun demikian, potensi kontribusi ini hanya akan menjadi kenyataan jika jika teknologi tersebut

digunakan dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen

atau permintaan pasar. Oleh sebab itu, teknologi yang perlu dikembangkan adalah teknologi yang

relevan dengan kebutuhan dan sepadan dengan kapasitas adopsi aktor/lembaga pengguna. Posisi

teknologi sebagai penaut sistem inovasi dengan agroindustri disajikan pada Gambar 2. Unsur

ekosistem agroindustri yang perlu mendapat perhatian terutama adalah kebijakan dan regulasi

terkait, kapasitas SDM/tenaga kerja, dan akses ke permodalan

Gambar 2. Teknologi sebagai simpul pemadu sistem inovasi dengan agroindustri

Page 4: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

4

Agroindustri dapat menjadi harapan dan jalan untuk menyejahterakan masyarakat pertanian selama

pembangunan subsektor perekonomian ini selalu dibangun bersama rakyat, tetapi tumpuan harapan

ini secara berkesinambungan perlu pula didukung dengan kemampuan nasional dalam

mengembangkan teknologi yang relevan dan sesuai kapasitas adopsi pelaku agroindustri dalam

negeri.

Peran teknologi dalam konteks ini akan sangat krusial, sebagaimana yang diingatkan oleh Kim et al.

(2010) bahwa ‘Without technology innovations that bring new product development and the

subsquent creation of new demand, the economic growth of the agricultural society reaches its limit’.

Teknologi yang dimaksud perlu dirancang agar dapat membantu pengembangan produk baru (new

product) dan/atau menumbuhkan kebutuhan baru (new demand).

Mewujudkan Sistem Inovasi. Tautan antara pembangunan iptek dengan pembangunan

perekonomian terjadi ketika teknologi yang dihasilkan digunakan dalam kegiatan ekonomi. Oleh

sebab itu, pengembangan iptek perlu berorientasi pada kebutuhan atau persoalan nyata, atau

bersifat ‘demand-driven’. Banyak istilah yang digunakan untuk pendekatan pengembangan iptek

berbasis kebutuhan nyata ini, antara lain: market-driven, issue-driven, atau evidence-based yang

maknanya kurang lebih identik.

Pengembangan teknologi yang berorientasi pada kebutuhan nyata menjadi basis utama dalam

pengembangan sistem inovasi, karena akan memperbesar peluang bahwa teknologi yang

dikembangkan akan digunakan oleh para aktor pengguna teknologi (Gambar 3). Hanya jika

teknologi tersebut digunakan maka sistem inovasi dapat dikatakan berjalan. Perlu disimak

pernyataan berikut ini: ‘What is not disseminated and used is not an innovation’ (World Bank, 2010).

Gambar 3. Unsur esensial dan konsepsi sistem inovasi (Lakitan, 2010; 2011a)

Page 5: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

5

Komunikasi dan interaksi antara pengembang dan pengguna teknologi perlu intensif dan kontinyu

agar SINas dapat produktif mengalirkan kontribusinya terhadap pembangunan perekonomian

nasional. Sebagai sebuah sistem, maka SINas tidak dapat dipandang hanya sebagai kumpulan dari

lembaga, tetapi yang lebih penting adalah terjadinya aliran informasi dan produk antar-lembaga.

Dalam konteks SINas, maka mutlak perlu terjadi aliran informasi kebutuhan teknologi dan persoalan

nyata yang membutuhkan solusi teknologi dari pihak pengguna teknologi ke pihak pengembang

teknologi. Prasyarat agar aliran ini terjadi adalah [1] keterbukaan atau keinginan dari pihak

pengguna untuk berbagi informasi dan [2] sensitivitas pihak pengembang teknologi dalam

mencermati kebutuhan teknologi dan persoalan nyata.

Keyakinan pihak pengguna atas kapasitas lembaga pengembang teknologi dalam menghasilkan

teknologi yang sesuai kebutuhan, handal secara teknis, dan kompetitif secara ekonomi akan menjadi

pemicu terjadinya aliran informasi. Jika saat ini aliran tersebut masih tersendat, maka adalah bijak

jika kedua belah pihak melakukan swa-evaluasi, mencermati tentang apa yang perlu dibenahi di

wilayah peran masing-masing.

Selain aliran informasi, maka aliran paket teknologi dari pengembang ke pengguna perlu pula terjadi.

Jika ini tidak terjadi, maka SINas hanya seperti jiwa yang tak memiliki raga. Hal ini bermakna bahwa

SINas itu ada dan dapat dirasakan hanya jika ada teknologi yang dihasilkan oleh lembaga R&D

nasional yang diadopsi untuk proses produksi barang atau jasa oleh industri domestik (bisa juga

internasional atau multinasional).

Prasyarat agar aliran teknologi ini terjadi adalah: [1] teknologi yang dikembangkan dan ditawarkan

oleh lembaga R&D relevan dengan kebutuhan pengguna; [2] teknologi yang ditawarkan sepadan

dengan (atau dapat juga jika lebih rendah dari) kapasitas adopsi pengguna potensialnya; dan [3]

penggunaan teknologi tersebut mempunyai prospek keuntungan yang lebih baik dibandingkan

dengan teknologi serupa yang sudah tersedia.

Pemerintah diharapkan dapat memainkan peran sebagai fasilitator, intermediator, dan regulator

agar suasana yang kondusif dapat diwujudkan, untuk merangsang pengguna dan pengembang

teknologi mengintensifkan komunikasi dan interaksinya. Untuk menjalankan fungsinya tersebut,

pemerintah perlu memahami kapasitas dan keterbatasan, atau kekuatan dan kelemahan, yang

dimiliki pihak pengembang teknologi, serta juga memahami kebutuhan dan kendala yang dihadapi

pihak pengguna teknologi.

Keragaan Lembaga Pengembang Teknologi. Pada kondisi saat ini, kinerja lembaga pengembang

teknologi, termasuk perguruan tinggi, tak cukup hanya didasarkan atas kapasitasnya dalam

mengembangkan teknologi, tetapi harus pula dilihat dari kapasitasnya dalam mengakses teknologi

dan sumber pengetahuan dari luar dan kapasitasnya dalam mendifusikan teknologi yang telah

dikembangkannya. Selain tentunya perlu sensitif terhadap realita kebutuhan para pengguna

teknologi, baik industri, masyarakat, maupun pemerintah.

Kinerja lembaga pengembang teknologi perlu dilihat dari 3 perspektif, yakni: [1] kapasitasnya dalam

mengakses informasi tentang realita kebutuhan teknologi, potensi sumberdaya yang dapat dikelola

atau diakses, teknologi yang telah tersedia, perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan, keberadaan

pakar luar-lembaga yang potensial untuk berkolaborasi, dan sumber pembiayaan kegiatan riset

(sourcing capacity); [2] kapasitasnya dalam mempublikasikan hasil-hasil risetnya, mendifusikan paket

Page 6: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

6

teknologi yang dihasilkan, dan memberikan landasan akademik untuk perumusan kebijakan publik;

dan [3] kapasitas intinya dalam pengembangan ilmu pengatahuan dan teknologi secara produktif,

bermutu, dan relevan, serta sepadan dengan kapasitas adopsi calon pengguna potensialnya

(Gambar 4).

Gambar 4. Tiga kapasitas yang harus dimiliki lembaga pengembang teknologi (Lakitan, 2011b)

Indikator konvensional untuk ukuran kinerja lembaga pengembang teknologi perlu diperbaharui, jika

konteksnya adalah sistem inovasi dan jika lembaga ini diharapkan akan secara nyata berkontribusi

dalam upaya kolektif menyejahterakan rakyat sebagaimana yang diamanahkan konstitusi. Sebagai

contoh, jumlah sumberdaya manusia dengan latar belakang jenjang pendidikan formal S3 tetap jadi

indikator yang bermanfaat, tapi lebih penting lagi adalah jumlah sumberdaya manusia dengan

bidang ilmu yang sesuai dengan kepakaran yang dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi yang

sesuai kebutuhan nyata, karena isu relevansi kepakaran menjadi sangat penting pada saat ini.

Contoh lainnya adalah jumlah paten yang didaftarkan tetap menjadi indikator yang baik, walaupun

diketahui hanya sedikit paten yang kemudian betul-betul diadopsi oleh para pengguna teknologi

secara komersial. Indikator yang lebih relevan dalam konteks sistem inovasi adalah jumlah royalti

yang diterima, sebagai bukti bahwa teknologi yang dihasilkan tersebut telah secara nyata

dimanfaatkan.

Lembaga pengembang teknologi saat ini harus berani menghadapi tantangan baru dan tidak

mungkin hanya melakukan business as usual dan bersembunyi dibalik topeng akademik. Para pakar

di lembaga pengembang teknologi, terutama di perguruan tinggi, saat ini menjadi tumpuan harapan

masyarakat pertanian untuk melahirkan inovasi teknologi sebagaimana yang diharapkan (Kim et al.,

2010) untuk menghasilkan produk baru dan/atau kebutuhan baru agar pertumbuhan ekonomi di

Page 7: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

7

sektor pertanian tetap dapat berlanjut. Tahun 2009, terdata sebanyak 63.355 dosen di perguruan

tinggi negeri (PTN) dan 96.305 dosen di perguruan tinggi swasta (PTS), diantaranya 10.167 dosen

dengan latar belakang jenjang pendidikan S3 di PTN dan 3.268 dosen S3 di PTS 3.

Keragaan Agroindustri. Agar mempunyai daya saing, agroindustri harus mempunyai kapasitas

adopsi teknologi yang kuat, mulai dari akuisisi, asimilasi, reformulasi, dan aplikasi teknologi untuk

menghasilkan produk yang sesuai permintaan konsumen dengan mutu dan harga yang kompetitif

(Gambar 5). Kapasitas adopsi teknologi merupakan salah satu ‘katup’ aliran yang sering diabaikan

dalam mewujudkan sistem inovasi, ataupun dalam posisinya sebagai ‘inlet’ untuk mengadopsi

teknologi asing.

Gambar 5. Proses adopsi teknologi

Beberapa teknologi domestik yang telah dikembangkan mungkin secara teknis sudah relevan, tetapi

dalam banyak kasus ternyata belum sepadan dengan kapasitas adopsi pengguna potensialnya

dan/atau kadang kurang kompetitif secara ekonomi atau kurang handal secara teknis dibandingkan

3 Santoso, D. 2011. Perspective of Higher Education Development in Indonesia. Bahan presentasi pada

Transforming Tertiary Education, Bali, 10 Juni 2011

Page 8: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

8

dengan teknologi serupa yang tersedia di pasar, atau secara ekonomi kurang menguntungkan jika

diaplikasikan.

Upaya penguatan dua sisi aliran teknologi dalam sistem inovasi merupakan langkah yang tepat.

Selain perlu peningkatan relevansi teknologi yang dihasilkan oleh para pengembang, juga perlu

penguatan kapasitas adopsi teknologi dari sisi pengguna. Penguatan kapasitas adopsi ini sangat erat

terkait dengan peningkatan human capital pada lembaga pengguna dan peningkatan aktivitas riset

‘in-house’.

Blalock dan Gertler (2009) meyakini bahwa kemampuan lembaga pengguna dalam mengadopsi

teknologi tergantung pada: [1] Kemampuan mengenali nilai dari informasi baru, mengasimilasinya,

dan menerapkannya untuk tujuan komersial. Sebagai proxy dari kemampuan adopsi yang dapat

digunakan adalah nilai investasi perusahaan untuk mendukung kegiatan riset dan pengembangan

(R&D); [2] Human Capital yang dimiliki oleh perusahaan. Sebagai proxy kualitas sumberdaya

manusia, dapat digunakan persentase tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau

lebih tinggi; dan [3] Kesenjangan teknologi (technology gap) perusahaan, merupakan cerminan dari

kesenjangan antara teknologi yang sekarang dikuasai/digunakan oleh perusahaan yang

bersangkutan dengan teknologi yang tersedia yang akan diadopsi. Sebagai proxy untuk kesenjangan

teknologi digunakan perbedaan antara Total Factor Productivity (TFP) perusahaan yang belum

mengadopsi teknologi dengan perusahaan yang telah mengaplikasikan teknologi baru yang

bersangkutan pada periode yang sama.

Konsorsium Inovasi. Memahami keterbatasan SDM pengembang teknologi di perusahaan

agroindustri dan sebaliknya keterbatasan biaya riset pada lembaga litbang dan perguruan tinggi,

maka pembentukan konsorsium menjadi solusi yang patut ditidaklanjuti. Pemerintah dapat

memainkan perannya dalam memfasilitasi dan mrumuskan kebijakan dan regulasi yang kondusif

untuk tumbuh kembang konsorsium ini.

Para pengguna teknologi, pembuat kebijakan dan para ilmuwan perlu membahas bersama-sama

tentang arah pengembangan iptek yang diinginkan. Dialog antara pemangku kepentingan dalam

wadah konsorsium pemerintah-swasta (public–private consortia) dapat menjadi cara yang efektif

untuk menjalin kerjasama dan mengidentifikasi persoalan yang menjadi kendala untuk inovasi.

Pada akhirnya, peluang aplikasi akan lebih mudah teridentifikasi, jika ada interaksi yang intensif

antara aktor yang tergabung dalam suatu konsorsium riset (Roelofsen et al, 2010).

Konsorsium pada dasarnya bukan merupakan organisasi struktural yang permanen. Konsorsium

lebih berorientasi fungsional dan terfokus pada upaya mencapai tujuan bersama yang disepakati

sejak awal pembentukannya. Sinergi fungsional merupakan asas yang menjiwai tata kerja organisasi

konsorsium. Oleh sebab itu, pola hubungan antar-anggota yang bersifat horizontal akan lebih

dominan, dimana, semua anggota diposisikan secara sejajar, sama kedudukan, hak, serta

kewajibannya (Gambar 6). Model konsorsium yang bersifat umum ini perlu ditranslasi menjadi

konsosium aktual untuk membangun agroindustri yang bersifat spesifik, tergantung pada komoditas,

lokasi, dan aktor-aktor potensial yang perlu dilibatkan.

Secara umum terdapat tiga asas penting dalam membangun konsorsium, yakni: [1] mempunyai

kepentingan atau tujuan bersama (shared goal atau core issue) yang jelas dan disepakati oleh semua

anggota; [2] hubungan yang dibangun harus bersifat mutualistik sebagai modal dasar untuk

Page 9: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

9

memotivasi semua anggota untuk memperjuangkan kepentingan bersama; dan [3] semua anggota

sepakat untuk sharing sumberdaya sepadan dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing.

Gambar 6. Model konsorsium inovasi

Sebaiknya suatu konsorsium terbangun dari anggota dengan ‘core business’ yang berbeda atau

mempunyai jenis kompetensi yang berbeda, tetapi bersifat komplementatif satu dengan yang

lainnya, sehingga dapat membangun sinergi yang secara kolektif akan menghasilkan konsorsium

dengan kapasitas lebih besar dan dengan ragam kompetensi yang lebih banyak, sehingga mampu

menjalankan misinya dengan lebih baik dan komprehensif.

Untuk dapat sukses, sebuah konsorsium harus: [1] mempunyai tujuan/sasaran bersama yang jelas

dan disepakati semua anggota (clear shared goal) serta sesuai dengan realita kebutuhan atau

persoalan publik (demand-driven); [2] sinergi anggota mampu membangun kapasitas kolektif yang

cukup (adequate collective capacity) untuk mencapai tujuan/sasaran bersama; [3] mempunyai

Page 10: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

10

strategi pelaksanaan yang tepat dan implementatif (implementable strategy); [4] dikoordinir oleh

figur kepemimpinan yang kuat, terutama pada fase awal (strong initial leadership); dan [5] secara

konsisten dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance)(Gambar 7).

Gambar 7. Piramida menuju keberhasilan konsorsium

Keberhasilan membangun konsorsium dapat memberikan manfaat antara lain: [1] meningkatkan

efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, serta biaya dalam upaya

mencapai tujuan; [2] membuka peluang untuk mendapatkan capaian yang lebih besar/signifikan,

yang tidak mungkin dicapai masing-masing anggota secara individual; [3] meningkatkan intensitas

komunikasi dan interaksi antara aktor inovasi yang menjadi modal dasar untuk

mewujudkan/memperkuat sistem inovasi.

Quantum Leap Vs Ladder Approach. Semangat yang berlebihan untuk secara cepat

mentransformasi agroindustri Indonesia, sering melahirkan kesenjangan sosial-ekonomi yang serius

dalam masyarakat, yang kemudian menjadi pemicu konflik sosial (berlatar belakang ekonomi).

Belajar dari kasus-kasus yang berkembang, maka pembangunan agroindustri di Indonesia perlu

Page 11: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

11

dilakukan bersama rakyat (bukan hanya untuk rakyat). Rakyat perlu diberdayakan agar dapat

menyejahterkan dirinya sendiri.

Proses perubahan sosial-ekonomi dalam konteks pembangunan agroindustri bersama rakyat perlu

dilakukan secara gradual atau bertahap. Pengalaman intensifikasi pertanian di Afrika Barat (Aune

and Bation, 2008) mungkin layak untuk dijadikan bandingan dimana petani cenderung meningkatkan

intensifikasi pertanian secara bertahap. Tahap pertama dilakukan dengan tanpa tambahan biaya,

tetap hanya dilakukan dengan mengintensifkan curahan tenaga kerja, kemudian baru diikuti dengan

adopsi dan aplikasi teknologi secara berangsur sejalan dengan peningkatan kapasitas adopsinya, dan

baru setelah itu aktivitas pertaniannya mulai berorientasi komersial.

Secara teknis, tentu akan berbeda antara intensifikasi pertanian di Afrika Barat dengan

pembangunan agroindustri di Indonesia, tetapi konsepsi dasar untuk membangun bersama rakyat ini

patut diadopsi, agar keberhasilan pembangunan agroindustri juga selaras dengan peningkatan

kesejahteraan rakyat.

Secara umum perlu ada tiga tahap proses perubahan tersebut, yakni: [1] menyingkap dan menelaah

ulang asumsi-asumsi yang selama ini dipegang (uncovering long-held assumptions); [2] mencoba

mengidentifikasi nilai-nilai baru sebagai landasan perubahan (moving towards a new set of values);

dan [3] mengadopsi nilai-nilai baru untuk langkah selanjutnya (refreezing the new values) (Beverland

and Lindgree, 2007).

Dilandasi oleh keyakinan bahwa proses pembangunan agroindustri Indonesia perlu dilakukan

bersama rakyat dan secara gradual, maka tahapan yang perlu dilalui disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Tangga menuju agroindustri Indonesia yang kompetitif

Page 12: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

12

Pembangunan agroindustri perlu diawali dengan penyiapan sumberdaya manusia (human capital)

yang kompeten sesuai dengan posisi dan fungsinya masing-masing, termasuk unsur masyarakat

pertanian pada strata yang paling dasar, yakni petani yang akan memasok bahan bakunya. Konsepsi

pembangunan agroindustri bersama rakyat (atau bersifat inklusif) menempatkan tahapan ini sebagai

fondasinya. Oleh sebab itu harus dibuat kokoh agar bangunan agroindustri di atasnya bisa berdiri

dengan stabil dan dapat terus tumbuh berkembang.

Langkah selanjutnya adalah meningkatkan adopsi teknologi dalam proses produksi dan aktivitas

agroindustri lainnya. Langkah ini bermakna bahwa lembaga pengembang harus mampu memasok

teknologi yang sesuai kebutuhan dan lembaga pengguna perlu meningkatkan kapasitas adopsinya.

Human capital yang telah disiapkan pada tahap sebelumnya akan menjadi modal penting untuk

keberhasilan tahapan adopsi teknologi ini.

Adopsi teknologi yang meningkat diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk

agroindustri Indonesia, sehingga siap berkompetisi pada pasar bebas, sehingga pada tahap

berikutnya perlu ditingkatkan kepekaan atau sensitivitas terhadap permintaan pasar. Agroindustri

Indonesia pada tahap ini sudah berorientasi pada pasar.

Untuk dapat menjadi agroindustri yang kompetitif di pasar global, maka agroindusti Indonesia

selanjutnya perlu terus didukung oleh kemampuan pengambangan teknologi yang bersifat dinamis

dan mampu melakukan inovasi terus-menerus. Capaian puncak ini tak mungkin dapat diraih secara

instan. Oleh sebab itu, proses perubahan dan peningkatan secara bertahap ini perlu dirancang

dengan cermat dan diimplementasikan secara konsisten dan persisten.

Referensi

Alexandra, J and C. Riddington. 2007. Redreaming the Rural Landscape. Futures 39:324-339

Aune, J.B. and A. Bationo. 2008. Agricultural intensification in the Sahel – the ladder approach.

Agricultural Systems 98:119-125

Beverland,M.B. and A. Lindgreen. 2007. Implementing Market Orientation in Industrial Firms: a

multiple case study. Industrial Marketing Management 36:430-442

Blalock, G. and P.J. Gertler. 2009. How firm capabilities affect who benefits from foreign technology.

Journal of Development Economics 90:192–199

Kim, T.Y., A. Heshmati, and J. Park. 2010. Decelerating Agricultural Society: theoritical and historical

perspectives. Technological Forcasting and Social Change 77:479-499

Lakitan, B. 2010. Revitalisasi Kelembagaan Riset dan Pengembangan untuk Mendukung Sistem

Inovasi Nasional. Makalah Keynote speech pada seminar Revitalisasi Kelembagaan Litbang,

Pascasarjana Universitas Sahid, Jakarta, 23 November 2010

Lakitan, B. 2011a. National Innovation System in Indonesia: present status and challenges. Paper

presented at the Annual Meeting of Science and Technology Studies, GRIPS-Tokyo, 10-12 June

2011

Lakitan, B. 2011b. Indikator Kinerja Lembaga Litbang di Era Informasi Terbuka. Makalah

pengarahan pada Temu Peneliti Badan Litbang dan Diklat VIII Kementerian Agama RI di

Makassar tanggal 12-15 April 2011

Page 13: Membangun Agroindustri dan Mewujudkan Sistem Inovasi: · PDF filepada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan [2] ... perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan,

Ben

yam

in L

aki

tan

: M

emb

an

gu

n A

gro

ind

ust

ri d

an

Mew

uju

dka

n S

iste

m In

ova

si

13

Nielsen, A.K. 2004. The Making of Scientific Butter: injecting scientific reasoning into agriculture.

Endeavour 28(4):167-171

Roelofsen, A., W.P.C. Boon, R.R. Kloet, and J.E.W. Broerse. 2011. Stakeholder interaction within research consortia on emerging technologies: Learning how and what? Research Policy 40:341-354.

Tamura, R. 2002. Human Capital and the Switch from Agriculture to Industry. Journal of Economic

Dynamics and Control 27:207-242

World Bank. 2010. Innovation Policy: a guide for developing countries. The World Bank,

Washington DC.