memahami perbedaan budaya
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
1/11
MEMAHAMI PERAN BUDAYA
(UNDERSTANDING THE ROLE OF CULTURE)
I.
Pendahuluan
Kata “globalisasi” merupakan istilah yang sangat populer pada beberapa
dekade tarakhir ini. George C. Lodge1 mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses
dimana masyarakat dunia menjadi semakin terhubungkan (interconnected ) satu sama
lainnya dalam berbagai aspek kehidupan mereka baik dalam hal budaya, ekonomi,
politik, teknologi, maupun lingkungan. Akibatnya, dunia saat ini telah menjadi sebuah
pasar global, bukan hanya untuk barang dan jasa, tetapi juga untuk penyediaan modal
dan teknologi. Dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat di era ini,
interaksi manusia dari berbagai belahan dunia menjadi sangat mudah. Setiap detik
selama 24 jam setiap hari manusia berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia
lain dari berbagai belahan dunia lain melalui media atau pertemuan langsung.
Semakin banyak orang-orang yang bepergian ke negara lain, baik untuk urusan bisnis,
pekerjaan, belajar atau liburan. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya interaksi antar
budaya.
Susumu Yoshida, General Manager Corporate Planning & Coordination
Office Sumitomo Chemical Co., Ltd. menjelaskan bahwa strategi perusahaan untuk
merambah bisnis global bukanlah lagi sebuah pilihan tetapi sebuah keharusan untuk
dapat terus berlangsung hidup2. Akibat strategi perusahaan demikian, semakin banyak
perusahaan-perusahaan lokal yang mengembangkan bisnisnya ke negara-negara lain
1 Lodge, George C. Managing Globalization in the Age of Interdependence, Warren Bennis Executive
Briefing series, 1st Edition. Kuala Lumpur: Golden Books Centre. 1995. Hal 1.2 Yoshida, Susumu. Sumitomo Chemical’s Competitive Strategy in a Global Economy. Paper. 28
Februari 2002. Hal. 11
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
2/11
1
sehingga banyak perusahaan multinasional terbentuk di berbagai negara. Sebagai
konsekwensi, semakin banyak pekerja dan profesional asing bekerja di suatu negara.
Jumlah tenaga kerja asing di berbagai perusahaan lokal maupun multinasionalpun
semakin hari semakin meningkat. Kondisi inipun mengakibatkan terjadinya interaksi
antar budaya.
Interaksi antar budaya di perusahaan tersebut bila tidak dikelola berpotensi
menimbulkan permasalahan dan konflik akibat adanya keanekaragaman dalam cara
pandang dan pendekatan perilaku individu-individu yang terlibat dalam menghadapi
suatu hal. Misalnya saja, dalam suatu budaya berkata dan bertindak kasar merupakan
hal yang biasa, sementara dalam budaya lainnya hal tersebut dirasakan sebagai
penghinaan. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus pada PT. Drydock World Graha
di Batam di mana umpatan seorang supervisor ‘India’ yang mengatakan pekerja
Indonesia ‘stupid’ direspon secara emosional oleh pekerja Indonesia yang berujung
pada perkelahian antara pekerja asing ‘India’ dengan pekerja Indonesia. Akibatnya,
berbagai fasilitas perusahaan rusak terbakar dan puluhan tenaga kerja asing
dievakuasi dari Batam.
Mempertimbangkan dampak-dampak yang dapat terjadi bila seorang
expatriate, khususnya seorang manajer yang bekerja di perusahaan multinasional,
tidak dapat mengelola keanekaragaman budaya tersebut maka dipandang penting
untuk memperlengkapi para expatriate, termasuk para manajer yang ditempatkan di
negara lain mengenai pemahaman budaya lokal, dengan kemampuan menilai cultural
variable yang relevan dan kemampuan mengembangkan cultural profile dari berbagai
negara sehingga mereka dapat berinteraksi, me-manage dan melakukan pengambilan
keputusan yang efektif.
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
3/11
2
II.
Pembahasan
Seberapa besar pun perusahaan multinasional yang beroperasi di suatu negara,
seharusnya ia tidak mengabaikan keberadaan budaya setempat serta dampaknya
terhadap lingkungan bisnis internasional. Para manajer-nya yang mengelola orang dan
proses di negara lain tersebut dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang variabel
budaya yang mempengaruhi keputusan manajemen (culture savy). Jika mereka
mengabaikan budaya di negara-negara tempat perusahaannya beroperasi, maka cepat
atau lambat perusahaan tersebut tidak akan bertahan, yang pada akhirnya tentunya
dapat merugikan kelangsungan perusahaan itu sendiri. Banyak riset menunjukkan
banyak “kegagalan yang tidak perlu” terjadi karena sebab-sebab kurangnya
sensitivitas budaya (cultural sensitivity)3. Sensitivitas budaya atau lebih dikenal
dengan empati budaya (cultural empathy) merupakan suatu kesadaran serta perhatian
tulus atas budaya lain. Sensitivitas semacam itu membutuhkan kemampuan untuk
memahami perspektif dan sudut pandang orang lain yang hidup dalam sistem
masyarakat yang juga berbeda.
Secara umum, budaya (culture) dari suatu masyarakat (society) adalah
sejumlah kesamaan (shared) pada nilai-nilai (values) yang melandasi perilaku
bersama, asumsi-asumsi (assumptions) akan sebab akibat, serta tujuan-tujuan (goals)
bisnis yang dipelajari dari generasi sebelumnya, yang diterapkan oleh generasi
sekarang, serta diturun-temurunkan kepada generasi berikutnya. Cara pandang yang
sama ini menyebabkan adanya kesamaan dalam sikap-sikap, aturan-aturan
3 Deresky, Helen. International Management: Managing Across Borders and Cultures, Text and Cases.
7th Edition. New Jersey : Prentice Hall. 2011. Hal 105.
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
4/11
3
pelaksanaan, serta ekspektasi yang secara tidak sadar (subconsciously) yang
mengarahkan dan mengendalikan norma-norma perilaku. Para manajer internasional
yang ditempatkan pada anak perusahaan di negara lain perlu mengetahui bahwa
mereka akan berhadapan dengan perbedaan-perbedaan perilaku, baik yang kecil
maupun yang besar, di antara individu dan kelompok di dalam organisasinya.
Gambar 1: Variabel Lingkungan yang Mempengaruhi Fungsi Manajemen
Deresky memetakan 4 (empat) variabel yang mempengaruhi perilaku kerja
individu dan kelompok karyawan suatu organisasi4, sebagaimana digambarkan dalam
gambar 1 di atas:
1.
Sikap (attitudes)
a.
Pemaknaan terhadap kerja
b.
Penghargaan terhadap waktu
c.
Cara pandang materialisme
d.
Kebebasan individual yang dihargai
e.
Sikap terhadap perubahan
2.
Variabel Budaya (cultural variables)
a.
Nilai-nilai
b.
Norma-norma
4 Ibid. Hal
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
5/11
4
c. Keyakinan
3. Variabel Nasional (national variables)
1. Sistem ekonomi
2.
Sistem hukum
3.
Sistem politik
4.
Situasi fisik
5.
Kemampuan teknologi
4.
Variabel sosiobudaya
a.
Peran agama dan kekuatan keyakinan
b.
Tingkat dan penghargaan terhadap pendidikan
c. Tingkat penguasaan tata bahasa
Efek budaya pada fungsi-fungsi manajemen akan sangat terlihat ketika suatu
pihak berusaha menerapkan nilai dan sistemnya sendiri kepada masyarakat lain,
bahkan dalam satu organisasi. Perbedaan hingga pertentangan dapat timbul dari
interaksi yang tidak dilandasi oleh pendekatan untuk saling memahami tersebut. Cara
menilai masyarakat lain yang tanpa disadari menggunakan budayanya sendiri sebagai
acuan disebut sebagai self-reference criterion. Kondisi ini dapat merugikan organisasi
itu sendiri dan pada akhirnya berpotensi memecah belah organisasi tersebut.
Langkah awal bagi para manajer bisnis internasional untuk memahami budaya
masyarakat lain adalah dengan pertama-tama memahami budayanya sendiri. Setelah
memahami budayanya sendiri, langkah selanjutnya untuk dapat membangun
hubungan lintas budaya (cross-cultural) secara efektif adalah mengembangkan
sensitivitas budaya (cultural sensitivity). Pada tahap kedua ini, para manajer tidak
hanya memahami variabel budaya berikut efeknya pada perilaku kerja, tetapi perlu
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
6/11
5
menghargai (appreciate) keragaman budaya (cultural diversity) serta memahami
bagaimana cara membangun hubungan kerja yang konstruktif (constructive
relationship) di mana pun ia ditugaskan. Dengan memiliki sensitivitas budaya,
manajer internasional akan terhindar dari sikap parokialisme – kecenderungan
memandang dunia melalui perspektifnya dan etnosentrisme - adalah kecenderungan
memandang bahwa caranya melakukan sesuatu merupakan cara terbaik, tanpa
memandang tempat dan di bawah kondisi apa hal tersebut diterapkan.
Mempertimbangkan banyaknya variasi budaya dan sub-budaya di dunia, untuk
seorang manajer dapat memiliki pemahaman tentang sifat spesifik dari orang-orang
tertentu dan mengantisipasi kemungkinan efek dari budaya asing dalam pengaturan
organisasi sehingga ia dapat mengelola sumber daya manusia secara produktif,
seorang manajer perlu mengembangkan cultural profile dari setiap negara atau daerah
tempat perusahaannya melakukan bisnis. Untuk dapat mengembangkan cultural
profile, manajer perlu memahami variabel budaya (cultural variable) yang universal
di semua budaya dan merujuk pada hal tersebut ia dapat mengidentifikasi perbedaan
spesifik yang ada dalam setiap negara atau orang serta mengantisipasi implikasi hal
tersebut di tempat kerja. Cultural variable merupakan hasil dari shared value yang
unik dalam sekelompok orang yang berbeda. Yang dimaksud dengan value adalah
keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat yang terkait dengan apa yang benar dan apa
yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang penting dan tidak penting.
Value akan menentukan bagaimana individu akan berespon dalam suatu situasi
tertentu.Selanjutnya, ia perlu menerapkan contingency management yaitu beradaptasi
atau menyesuaikan dengan lingkungan dan orang-orang setempat.
Manajer dapat memperoleh informasi tentang cultural variables dari riset,
observasi pribadi dan diskusi dengan orang lain. Dari sumber tersebut manajer dapat
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
7/11
6
mengembangkan cultural profiles dari berbagai negara – meliputi gambaran
mengenai lingkungan kerja, sikap dan norma perilaku. Profil tersebut sangat
generalis; namun manajer dapat menggunakan profil ini untuk mengantisipasi
perbedaan pada tingkat motivasi, komunikasi, etika, loyalitas, produktivitas individu
dan kelompok yang mungkin dihadapi dalam negara tersebut. Dengan demikian,
mereka dapat me-manage dengan lebih efektif.
Di lain sisi, seorang manajer perlu menyadari bahwa melakukan generalisasi
cultural profile dapat menyebabkan stereotipe tentang budaya nasional. Beberapa
negara terdiri dari sub-budaya yang berbeda yang hanya menunjukkan kesesuaian
pada beberapa hal dengan budaya nasionalnya. Untuk itu, seorang manajer yang baik
adalah yang memperlakukan seseorang sebagai individu dan secara sadar
menghindari stereotipe. Namun cultural profile merupakan awal yang baik yang dapat
membantu manajer untuk mengembangkan beberapa ekspektasi sementara sebagai
latar dalam memimpin di setting internasional.
Geert Hofstede, seorang peneliti Belanda melakukan studi mengenai
bagaimana budaya dalam negara-negara adalah sama dan berbeda. Ia
mengembangkan sebuah instrumen dan melaksanakan survei di 40 negara. Sejumlah
116.000 instrumen survei dikembalikan dan dianalisis. Dalam penelitiannya, Hofstede
menemukan lima dimensi budaya yang diidentifikasi sebagai penjelasan perbedaan
dan persamaan dalam negara-negara termaksud, yaitu:
1.
Power distance: sejauh mana suatu masyakat menerima pembagian kekuasaan
yang tidak seimbang dalam organisasi
2.
Uncertainty avoidance: sejauh mana suatu masyarakat bersedia menerima resiko
serta ketidakpastian situasional
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
8/11
7
3. Individualism-collectivism: sejauh mana suatu masyarakat menekan kepentingan-
lepentingan individu dibandingkan dengan nilai-nilai bersama atau kelompok
4. Masculity-femininity: sejauh mana suatu masyarakat menekankan prestasi dan hal-
hal material dibandingkan dengan perhatian yang lebih besar pada hubungan
manusiawi serta perasaan.
5.
Short-term-long orientation: sejauh mana masyarakat menekankan pertimbangan
masa depan dibadingkan dengan perhatian besar pada masa lalu dan sekarang
Selanjutnya, program penelitian Global Leadership and Organizational
Behavior Effectiveness (GLOBE) mengembangkan kerja Hofstede dengan
menyelidiki perilaku kepemimpinan lintas budaya. Dengan menggunakan data lebih
dari 18.000 manajer di 62 negara, tim peneliti GLOBE (dipimpin oleh Robert House)
mengidentifikasi sembilan dimensi yang membedakan budaya nasional. Dua dimensi
(jarak kekuasaan / power distance dan penghindaran ketidakpastian / uncertainty
avoidance) sesuai dengan yang dikemukakan Hofstede. Empat dimensi berikutnya
mirip dengan yang dikemukakan Hofstede (ketegasan / assertiveness yang mirip
dengan prestasi / achievement, orientasi manusiawi / humane orientation yang mirip
dengan dimensi memelihara / nurturing, orientasi masa depan / future orientation
yang mirip dengan orientasi jangka panjang / long term orientation, dan kolektivisme
kelembagaan / institutional collectivism, yang mirip individualism / individualism –
kolektivisme / collectivism). Tiga lainnya (diferensiasi jender / gender differentiation,
kolektivisme dalam kelompok / in-group collectivism, dan orientasi kinerja /
performance orientation) menawarkan wawasan tambahan ke dalam budaya nasional.
Berikut adalah penjelasan dari sembilan dimensi tersebut:
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
9/11
8
1. Power distance / jarak kekuasaan: sejauh mana anggota masyarakat
mengharapkan kekuasaan untuk tidak terbagi secara merata.
2. Uncertainty avoidance / penghindaran ketidakpastian: ketergantungan masyarakat
terhadap norma-norma dan prosedur sosial untuk meringankan ketidakpastian
peristiwa masa depan.
3.
Assertiveness / ketegasan: sejauh mana masyarakat mendorong orang untuk
menjadi tangguh, konfrontatif, tegas, dan kompetitif ketimbang sederhana dan
lembut.
4.
Humane orientation / orientasi manusiawi: sejauh mana masyarakat mendorong
dan menghargai individu untuk menjadi adil, altruistis / bersifat mementingkan
kepentingan orang lain, murah hati, peduli, dan baik kepada orang lain.
5. Future orientation/orientasi masa depan: sejauh mana masyarakat mendorong dan
menghargai perilaku yang berorientasi masa depan, seperti perencanaan, investasi
di masa depan dan menunda kepuasan.
6.
Institutional collectivism / kolektivisme kelembagaan: sejauh mana individu
didorong oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk diintegrasikan ke dalam
kelompok-kelompok dalam organisasi dan masyarakat.
7.
Gender differentiation / diferensiasi jender: sejauh mana masyarakat
memaksimalkan perbedaan peran jenis kelamin yang diukur dengan berapa
banyak wanita yang memiliki status dan tanggung jawab pengambilan keputusan.
8.
In-group collectivism / kolektivisme dalam kelompok: sejauh mana anggota
masyarakat bangga sebagai anggota dalam kelompok-kelompok kecil, seperti
keluarga dan lingkaran teman-teman dekat, dan organisasi di mana mereka
bekerja.
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
10/11
9
9. Performance orientation / orientasi kinerja: sejauh mana masyarakat mendorong
dan menghargai anggota kelompok untuk perbaikan kinerja dan keunggulan.
Sedangkan berdasarkan penelitian Trompenaar terhadap 15.000 manajer dari
28 negara yang mewakili 47 budaya nasional, diperoleh gambaran dimensi budaya
sebagai berikut:
1.
Universalisme versus Partikularisme. Universalisme adalah keyakinan dimana ide
dan praktek dapat diterapkan dimanapun tanpa modifikasi. Sedangkan
partikularisme adalah keyakinan dimana kondisi lingkungan yang akan
menentukan ide dan praktek diterapkan dan tidak dapat diberlakukan dimana saja.
2.
Individualisme versus Komunitarianisme. Individualisme memiliki keyakinan
akan kemampuan diri dan bukan bagian dari kelompok, sedangkan komunitarian
mengacu pada orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok.
3. Netral versus Emosional. Dimensi netral adalah keyakinan untuk tidak
mengungkapkan emosi secara terbuka, dimana hal sebaliknya bagi dimensi
emosional.
4.
Spesifik versus Menyebar. Spesifik adalah dimensi dimana ruang publik lebih
besar dan memberikan pihak luar untuk masuk dan terlibat di dalamnya sementara
ruang pribadi kecil dan tertutup dari pihak lain. Sedangkan dimensi menyebar
adalah dimensi yang memberikan ruang publik dan pribadi komposisi yang sama
dan secara individu
5.
Achievement versus Ascription. Achievement adalah budaya dimana orang
memandang status berdasarkan fungsi sedangkan ascription memandang status
sebagaimana adanya.
-
8/17/2019 Memahami perbedaan budaya
11/11
10
Dimensi-dimensi tersebut saling terkait dan berinteraksi serta kompleks dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku kerja. Pemahaman mengenai dimensi-dimensi
tersebutlah yang menjadi modal bagi para manajer untuk mengembangkan cultural
profile yang pada akhirnya berguna untuk membantu mereka mengidentifikasi dan
mengelola perbedaan budaya, mengantisipasi perbedaan dan persamaan budaya, serta
dapat mengembangkan perilaku dan keahlian yang dibutuhkan untuk bertindak dan
mengambil keputusan dalam cara yang sesuai dengan norma dan harapan masyarakat
setempat.