bab ii tinjauan pustaka 2.1 komunikasi antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/bab ii.pdf · berbentuk...

26
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan yang sangat erat. Orang berkomunikasi sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Kapan, dengan siapa, berapa banyak hal yang dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari orang-orang yang berinteraksi. Melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku tersebut dipelajari dan diketahui, dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang- orang memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep dan label-label yang dihasilkan budaya mereka. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut akan berbeda pula (Mulyana dan Rakhmat, 2006: 24-25). Adapun beberapa definisi komunikasi antarbudaya yang dikutip dari Liliweri (2004: 10-11), antara lain: 1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader-komunikasi

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Antarbudaya

Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan yang sangat erat. Orang

berkomunikasi sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Kapan, dengan siapa,

berapa banyak hal yang dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari

orang-orang yang berinteraksi. Melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar

berkomunikasi. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku

tersebut dipelajari dan diketahui, dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-

orang memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep dan

label-label yang dihasilkan budaya mereka.

Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang

mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara kita

berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang

kita gunakan dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan

respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya.

Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik

dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya

tersebut akan berbeda pula (Mulyana dan Rakhmat, 2006: 24-25).

Adapun beberapa definisi komunikasi antarbudaya yang dikutip dari

Liliweri (2004: 10-11), antara lain:

1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan

Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader-komunikasi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

7

antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda

kebudayaan, misalnya antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas

sosial.

2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya

terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang

kebudayaannya berbeda.

3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi

komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,

antarpribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang

kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta.

4. Guo-Ming Chen dan William J. Stratosta mengatakan bahwa komunikasi

antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang

membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan

fungsinya sebagai kelompok.

Young Yun Kim (dalam Rahardjo 2005:52-53) mengatakan, tidak seperti

studi-studi komunikasi lain, maka hal yang terpenting dari komunikasi

antarbudaya yang membedakannya dari kajian keilmuan lainnya adalah tingkat

perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pengalaman pihak-pihak yang

berkomunikasi karena adanya perbedaan kultural. Selanjutnya menurut Kim,

asumsi yang mendasari batasan tentang komunikasi antarbudaya adalah bahwa

individu-individu yang memiliki budaya yang sama pada umumnya berbagi

kesamaan-kesamaan (homogenitas) dalam keseluruhan latar belakang pengalaman

mereka daripada orang yang berasal dari budaya yang berbeda.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

8

Komunikasi antarbudaya menelaah elemen-elemen kebudayaan yang

sangat mempengaruhi interaksi ketika anggota dari dua kebudayaan yang berbeda

berkomunikasi. Komunikasi antarbudaya terjadi ketika pesan yang harus

ditangkap dan dipahami, diproduksi oleh anggota dari suatu budaya tertentu

diproses dan dikonsumsi oleh anggota dari budaya yang lain. Jadi, komunikasi

antarbudaya dapat didefinisikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan

oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.

Dari pernyataan tersebut, Liliweri (2004: 9) menjelaskan komunikasi

antarbudaya sebagai berikut:

1. Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling

efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya.

2. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang

disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang

yang berbeda latar belakang budaya.

3. Komunikasi antar budaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk

informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau

metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar

belakang budayanya.

4. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang

berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain.

5. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol

yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

9

6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan

seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal

dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.

7. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi,

gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang

budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan

tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau

bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan.

Komunikasi antarbudaya tidak dapat terlepas dari faktor-faktor budaya

yang melekat pada diri individu. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.

Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Dalam bahasa Sansekerta kata

budaya berasal dari kata buddhayah yang berarti akal budi. Dalam filsafat Hindu,

akal budi melibatkan seluruh unsur panca indera, baik dalam kegitan pikiran

(kognitif), perasaan (afektif), maupun perilaku (psikomotorik). Sedangkan kata lain

yang juga memiliki makna yang sama dengan budaya adalah ‟kultur‟ yang berasal

dari Romawi, cultural, biasanya digunakan untuk menyebut kegiatan manusia

mengolah tanah atau bercocok tanam. Kultur adalah hasil penciptaan, perasaan

dan prakarsa manusia berupa karya yang bersifat fisik maupun nonfisik

(Purwasito, 2003: 95).

Komunikasi antarbudaya dalam konteks ini menunjuk kepada komunikasi

antaretnis, dengan sub-sub budayanya. Pihak-pihak yang terlibat dalam

komunikasi berasal dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Sub-sub budaya

ini menunjuk kepada kelompok masyarakat atau komunitas sosial, etnis, regional,

ekonomis, yang menunjukkan pola-pola tingkah laku dengan ciri khas tertentu dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

10

memadai untuk dapat dibedakan dari kelompok-kelompok masyarakat yang lain

dalam satu kesatuan budaya atau masyarakat.

Sebagai salah satu bidang studi dari ilmu komunikasi, komunikasi

antarbudaya mempunyai objek formal, yakni mempelajari komunikasi

antarpribadi yang dilakukan oleh seseorang komunikator sebagai produsen pesan

dari satu kebudayaan dengan konsumen pesan atau komunikan dari kebudayaan

lain. Komunikasi antarbudaya berkaitan dengan hubungan timbal balik antara

sifat-sifat yang terkandung dalam komunikasi, kebudayaan pada gilirannya

menghasilkan sifat-sifat komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2001: 26-28).

2.1.1 Asumsi-Asumsi Komunikasi Antarbudaya

Dalam konteks ini merujuk pada perilaku komunikasi yang terjadi pada

organisasi Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan

Cabang Malang yang mana proses komunikasi terjadi dalam ruang lingkup

komunikasi antarbudaya, dikarenakan peserta komunikasi yang terlibat berasal

dari latar belakang budaya yang berbeda. Dalam rangka memahami komunikasi

antarbudaya maka kita harus mengenal beberapa asumsi komunikasi antarbudaya

yang telah dirangkum Alo Liliweri dalam bukunya (2003: 15-16), yaitu:

1. Perbedaan Persepsi Antara Komunikator Dengan Komunikan

Apapun konteks dan bentuk komunikasi selalu terkandung di dalamnya

perbedaan iklim antara komunikator dengan komunikan. Ini adalah prinsip utama

dalam komunikasi antarbudaya. Karena ada perbedaan iklim budaya tersebut

maka pada umumnya perhatian teoritis atau praktis dari komunikasi selalu

difokuskan pada pesan-pesan yang menghubungkan individu atau kelompok dari

dua situasi budaya yang berbeda (Liliweri, 2003: 16). Perbedaan-perbedaan sudut

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

11

pandang atau persepsi antara komunikator dengan komunikan tidak jarang

berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir,

struktur budaya, dan sistem budaya.

2. Komunikasi Antarbudaya Mengandung Isi dan Relasi Antarpribadi

Watzlawick, Beavin, dan Jackson (dalam Liliweri, 2003:17) menekankan

bahwa isi (content of communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah

ruang yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang

tidak dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalm membentuk relasi (relations).

Sederhananya relasi antara manusia mempengaruhi bagaimana isi dan makna

pesan diinterpretasi. Misalnya, kita memilki teman yang meminta tolong kita agar

membuatkan segelas kopi akan beda halnya dengan seorang atasan yang meminta

tolong kita agar membuatkan segelas kopi. Kita akan menangkap pesan dari

teman kita sebagai sebuah permintaan sehingga kita dengan mudah mengiyakan

atau menolak permintaannya. Berbeda dengan makna yang kita tangkap jika

atasan yang memita hal tersebut, kita akan beranggapan bahwa itu adalah sebuah

perintah sehingga kita tidak bisa menolak dan harus melaksanakannya.

3. Gaya Personal Mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarbudaya bermula dari komunikasi antarpribadi di antara

peserta komunikasinya. Setiap orang memiliki gaya komunikasinya sendiri,

beberapa memilki gaya komunikasi yang menunjukkan dominasi da nada

beberapa orang yang memakai gaya komunikasi yang submisif. Dalam

menerangkan pengaruh gaya personal tersebut Candia Elliot dalam (Liliweri,

2003:18) mengatakan “secara normatif komunikasi antarpribadi itu mengandalkan

gaya berkomunikasi yang dihubungkan dengan nilai-nilai yang dianut orang.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

12

Dalam berkomunikasi kita pasti pernah bertemu orang-orang yang berbeda

gaya komunikasinya, ada yang bersikap terbuka, tertutup, otoriter, berbicara tanpa

henti atau sebaliknya hanya mendengarkan. Pengalaman sosial dan berkomunikasi

dengan macam-macam orang yang berasal dari budaya yang berbeda membuat

kita semakin berpengalaman, berpendapat, dan mungkin memberikan suatu

evaluasi secara kognitif tentang gaya personal maupun gaya kelompok tertentu.

4. Tujuan Komunikasi Antarbudaya: mengurangi tingkat ketidakpastian

Pada saat pertemuan antarpribadi, kita sering bertemu dengan beberapa

ambiguitas tentang relasi, seperti bagaimana perasaan dia terhadap saya? Apa

yang saya saya peroleh jika saya berkomunikasi dengan dia? Kebingungan ini

memaksa kita untuk berkomunikasi sehingga merasa diri kita dalam suasana

hubungan yang lebih pasti. Komunikasi antarbudaya menekankan tujuan

komunikasi antarbudaya untuk mengurangi tingkat ketidakpastian orang lain.

Gudykunstt dan Kim dalam (Liliweri, 2003:19) menunjukkan bahwa

orang-orang yang kita tidak kenal selalu berusaha mengurangi tingkat

ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. usaha untuk

mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakuka melalui tiga tahap interaksi,

yakni:

a. Pra-kontra atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun

non verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari

komunikasi).

b. Initial contact and impression, yaitu tanggapan lanjutan atas kesan yang

muncul dari kontak awal tersebut.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

13

c. Closure, mulai membuka diri dari yang semula tertutup melalui atribusi

dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar

kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi

atas suatu perilaku atau tindakan dia.

5. Komunikasi Berpusat pada Kebudayaan

Dalam buku Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya karya Liliweri

(2003:20-21). Gatewood berpendapat bahwa kebudayaan meliputi seluruh

kemanusiaan itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu

dan tempat. Jadi artinya jika komunikasi itu adalah sebuah bentuk, metode, teknik,

proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya maka komunikasi ialah

sebuah sarana bagi transmisi kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri

merupakan komunikasi. Diperjelas dengan pendapat Smith masih pada buku yang

sama bahwa “Komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan” Dan Eward T.

Hall mengatakan “Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah

komunikasi”. Dalam tema tentang kebudayaan dan komunikasi. Sekurang-

kurangnya ada dua penjelasan yang lebih terperinci; pertama, dalam kebudayaan

ada sistem yang berubah-ubah yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol

komunikasi. Kedua, hanya dengan proses komunikasi maka pertukaran simbol-

simbol dapat dilakukan, sehingga kebudayaan hanya akan tercipta jika ada

komunikasi.

6. Tujuan Komunikasi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya

Dapat dikatakan dalam bersosial tidak akan terjadi dan tidak efektif jika

tidak berkomunikasi, demikian juga dalam berinteraksi antarbudaya yang efektif

sangat bergantung pada komunikasi antarbudaya. Hal tersebut menjelaskan bahwa

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

14

tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila

bentuk-bentuk hubungan antarbudaya mencerminkan upaya yang sadar dari

peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan

komunikan, menciptakan serta memperbaharui sebuah manajemen komunikasi

yang efektif, seperti terciptanya persahabatan, semangat kesetiakawanan sehingga

mengurangi potensi konflik.

2.1.2 Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Menurut (Darmastuti, 2013: 78), Fungsi pribadi dari komunikasi

antarbudaya adalah fungsi yang didapatkan seseorang dan dapat digunakan dalam

kehidupan mereka ketika mereka belajar tentang komunikasi dan tentang budaya.

Fungsi pribadi tersebut meliputi dari fungsi-fungsi untuk:

a. Menyatakan identitas sosial

Perilaku ini dinyatakan melalui tindakan bahasa baik secara verbal

maupun nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah orang akan tahu

identitas diri atau sosial dari seseorang individu.

b. Menyatakan integritas sosial

Menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok, namun

tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur.

c. Menambah pengetahuan

Latar belakang budaya yang berbeda yang menjadi perbedaan diantara dua

orang partisipan dalam komunikasi merupaka sumber pembelajaran

diantara mereka. Akibatnya komunikasi antarbudaya menambah

pengetahuan bersama, saling mempelajari budaya lain.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

15

d. Melepaskan diri/jalan keluar

Sebagai makhluk sosial, sering kali seorang individu ketika berkomunikasi

dengan individu lainnya mempunyai tujuan untuk melepaskan diri atau

mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapinya.

2.2 Komunikasi Sebagai Proses Budaya

Asumsi dasarnya (Nurudin, 2011) adalah komunikasi merupakan suatu

proses budaya. Artinya, komunikasi yang ditujukan pada orang atau kelompok

lain tak lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan. Misalnya, anda berkomunikasi

dengan suku Aborigin Australia, secara tidak langsung anda sedang

berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik anda untuk menjalin kerja

sama atau mempengaruhi kebudayaan lain. Dalam proses tersebut terkandung

unsur-unsur kebudayaan, salah satunya adalah bahasa. Sedangkan bahasa adalah

alat komunikasi. Dengan demikian, komunikasi juga disebut sebagai proses

budaya. Maka komunikasi nyata menjadi sebuah wujud dari kebudayaan, dengan

kata lain, komunikasi bisa disebut sebagai proses kebudayaan yang ada dalam

masyarakat. Ditinjau secara lebih konkrit hubungan antara komunikasi dengan

kebudayaan akan semakin jelas yaitu:

1. Dalam mempraktikan komunikasi manusia membutuhkan peralatan-

peralatan tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan sarana

berbicara, seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi.

2. Komunikasi menghasilkan mata pencarian hidup manusia.

3. Sistem kemasyarakatan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi.

4. Komunikasi akan menemukan bentuknya secara lebih baik manakala

menggunakan bahasa sebagai alat penyampaian pesan kepada orang lain.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

16

5. Sistem pengetahuan atau ilmu pengetahuan merupakan substansi yang tak

lepas dari komunikasi. (Nurudin, 2011:49)

2.3 Budaya dan Komunikasi

Hubungan antar budaya dan komunikasi penting dipahami untuk

memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah

orang-orang belajar berkomunikasi. Perilaku mereka dapat mengandung makna,

sebab perilaku tersebut dipelajari dan diketahui, dan perilaku itu terikat oleh

budaya. Orang-orang memandang dunia mereka maelalui kategori-kategori,

konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka.

Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang

mirip pula terhadap suatu objek sosial atau peristiwa. Cara-cara kita

berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang

kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan

respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya.

Sebagaimana budaya diantara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan

perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut

pun akan berbeda pula (Mulyana, 2004: 24).

2.4 Sifat-Sifat Pesan Dalam Komunikasi

2.4.1 Komunikasi Verbal

Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan

sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-

simbol tersebut, digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah

sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa

verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

17

individual kita. Kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu

menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili

kata-kata itu. Bila kita menyertakan budaya sebagai variabel dalam proses abstrak

itu, problemnya menjadi semakin rumit. Ketika kita berkomunikasi dengan

seseorang dari budaya kita sendiri, proses abstraksi untuk merepresentasikan

pengalaman kita jauh lebih mudah, karena dalam suatu budaya orang-orang

berbagai sejumlah pengalaman serupa. Namun bila komunikasi melibatkan orang-

orang berbeda budaya, banyak pengalaman berbeda, dan konsekuensinya, proses

abstraksi juga menyulitkan. Bahasa terikat oleh konteks budaya. Dengan

ungkapan lain, bahasa dapat dipandang sebagai perluasan budaya. Menurut

Hipotesis Sapir Whorf, sering juga disebut teori Relativitas Linguistik, sebenarnya

setiap bahasa menunjukan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan

realitas pikiran, pengalaman batin, dan kebutuhan pemakaiannya. Jadi bahasa

yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakaiannya untuk berpikir, melihat

lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan cara yang berbeda, dan

karenanya berperilaku secara berbeda pula (Mulyana, 2004: 260).

2.4.2 Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah isyarat yang bukan kata-kata.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal

mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting

komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh

individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi

definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian

dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

18

nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.

Sebagaimana subkultur pun sering memiliki bahasa nonverbal, misalnya bahasa

tubuh, bergantung pada jenis kelamin, agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas

sosial, tingkat ekonomi, lokasi geografis, dan sebagainya.

Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal,

melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan. Sedikit saja isyarat

nonverbal yang merupakan bawaan. Sebagaimana budaya, subkultur pun sering

memiliki bahasa nonverbal yang khas. Dalam suatu budaya boleh jadi terdapat

variasi budaya nonverbal, misalnya, bahasa tubuh, bergantung pada jenis kelamin,

agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, tingkat ekonomi, lokasi

geografis, dan sebagainya (Mulyana, 2004: 343).

2.5 Dominasi Budaya

Budaya dominan adalah sebuah kebudayaan yang menonjol dalam suatu

masyarakat yang mengacu pada bahasa yang didirikan, budaya, agama, perilaku,

nilai-nilai, ritual, dan kebiasaan sosial. Dalam konteks ini merujuk pada individu-

individu yang terdapat pada organisasi Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar

Indonesia Sulawesi Selatan Cabang Malang, di mana individu-individu tersebut

merasakan bagaimana budaya dominan seolah “mem-format” mereka sesuai

dengan nilai-nilai budaya dominan, pemaksaan sudut pandang dan pembauran

simbol-simbol yang seakan menyulitkan mereka untuk mempertahankan nilai

identitas budayanya dalam memaknai setiap realitas.

Kegunaan hipotesis kebudayaan dominan yang dibuat sebagai model

analisis. Hipotesis kebudayaan dominan adalah sebuah model substantif yang

merefleksikan kenyataan hubungan antar sukubangsa dalam sebuah konteks

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

19

struktur kekuatan setempat. Produk dari hubungan antarsuku tersebut ditentukan

oleh corak hubungan di antara suku-suku bangsa yang ada, dan oleh corak

hubungan antara masing-masing suku bangsa tersebut dengan struktur kekuatan

setempat yang ada (Bruner, 1974).

Dalam hipotesis kebudayaan dominan tercakup tiga unsur yang masing-

masing berdiri sendiri, tetapi satu sama lainnya saling berhubungan, dan

menentukan corak kesukubangsaan atau produk dan hubungan antar sukubangsa

yang terjadi. Unsur-unsur tersebut adalah:

1. Demografi sosial yang mencakup rasio populasi dan corak heterogenitas

serta tingkat percampuran hubungan di antara suku-suku bangsa yang ada

dalam sebuah konteks latar tertentu;

2. Kemantapan atau dominasi kebudayaan suku bangsa setempat, bila ada,

dan cara-cara yang biasanya dilakukan oleh anggota-anggota kelompok-

kelompok suku bangsa pendatang dalam berhubungan dengan suku-suku

bangsa setempat dan penggunaan kebudayaan masing-masing serta

pengartikulasiannya.

3. Keberadaan dan kekuatan sosial dan pendistribusiannya di antara berbagai

kelompok suku bangsa yang hidup dalam konteks latar tersebut.

2.6 Teori Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan

kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu itu bukanlah

sesorang yang bersifat pasif, yang keseluruhan perilakunya ditentukan oleh

kekuatan-kekuatan atau struktur-struktur lain yang ada di luar dirinya, melainkan

bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

20

diramalkan. Oleh karena individu akan terus berubah maka masyarakat pun akan

berubah melalui interaksi itu. Struktur itu tercipta dan berubah karena interaksi

manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil

terhadap seperangkat objek yang sama (Mulyana, 2001: 59). Jadi, pada intinya,

bukan struktur masyarakat melainkan interaksi lah yang dianggap sebagai variabel

penting dalam menentukan perilaku manusia.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan

interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas

yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang

diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia

dari sudut pandang subjek. Perspektf ini menyarankan bahwa perilaku manusia

harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan

mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang

menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain,

situasi, objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia.

Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik, proses

sosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan

aturanaturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam

proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang

memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru

merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial

(Mulyana, 2001: 68-69).

Teori ini berpandangan bahwa kenyataan sosial didasarkan kepada definisi

dan penilaian subjektif individu. Struktur sosial merupakan definisi bersama yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

21

dimiliki individu yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang cocok, yang

menghubungkannya satu sama lain. Tindakan-tindakan individu dan juga pola

interaksinya dibimbing oleh definisi bersama yang sedemikian itu dan

dikonstruksikan melalui proses interaksi.

2.7 Kajian Tentang Budaya

2.7.1 Pengertian Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama

oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat

istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,

sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia

sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda

budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya

itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,

abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial

manusia (Mulyana dan Rahmat, 2006:25).

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.

Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang

terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

22

hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Kebudayaan juga bisa diartikan sebagai

keseluruhan simbol, pemaknaan, penggambaran, struktur aturan, kebiasaan, nilai,

pemrosesan informasi, dan pengalihan pola-pola konvensi pikiran, perkataan, dan

perbuatan atau tindakan yang dibagikan diantara para anggota suatu system social

dan kelompok social dalam suatu masyarakat (Liliweri, 2001:4).

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan

oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda

yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,

organisasi sosial, religi, seni, dan lainlain, yang kesemuanya ditujukan untuk

membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.7.2 Ciri-Ciri Budaya

Kebudayaan mencakup 7 unsur universal sesuai urutan dari yang lebih

sukar berubah, yaitu: (1) Sistem religi & upacara keagamaan; (2) Sistem dan

organisasi kemasyarakatan; (3) Sistem pengetahuan; (4) sistem bahasa; (5) Sistem

kesenian; (6) Sistem matapencarian hidup; dan (7) Sistem teknologi dan peralatan.

Kebudayaan adalah khas hasil manusia, karena di dalamnya, manusia menyatakan

dirinya sebagai manusia, mengembangkan keadaannya sebagai manusia, dan

memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan, bertindaklah

manusia sebagai manusia dihadapan alam, namun ia membedakan dirinya dari

alam dan menundukkan alam bagi dirinya (Koentjaraningrat, 2004:45).

Liliweri (2001:64) menjelaskan ciri-ciri khas kebudayaan adalah sebagai

berikut :

1. Bersifat historis. Manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan

selalu maju yang diwariskan secara turun temurun.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

23

2. Bersifat geografis. Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan

seragam,ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban, dan ada pula

yang mandeg (stagnan) yang nyaris berhenti kemajuannya. Dalam

interaksidengan lingkungan, kebudayaan kemudian berkembang pada

komunitas tertentu, dan lalu meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras.

Kemudian kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah/regional, dan

makin meluas dengan belahan-bumi. Puncaknya adalah kebudayaan

kosmo (duniawi) dalam era informasi dimana terjadi saling melebur dan

berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan.

Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan kebudayaan,

manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia

terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu bisa

dikembangkan dan sampai batas mana keanekaragaman adat istiadat, agama, seni,

budaya, dan bahasa yangberkembang di Indonesia melahirkan adanya kebudayaan

nasional dan kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah memiliki ciri khas

tersendiri.

2.8 Pemahaman Tentang Identitas Budaya

2.8.1 Identitas Budaya

Dalam praktik komunikasi identitas tidak hanya memberikan makna

tentang pribadi seseorang, tetapi lebih jauh dari itu menjadi ciri khassebuah

kebudayaan yang melatarbelakanginya. Dan dari ciri khas tersebut seseorang

dapat menemukan dari mana orang yang dia kenal (Liliweri, 2001:68).

Secara etimologis, kata identitas berasal dari kata identity yang berarti (1)

Kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

24

sama lain; (2) Kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang

atau dua benda; (3) Kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama

diantara dua orang individu atau dua kelompok atau benda.

Bagan 2.1 Terbentuknya Identitas Budaya

Identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah

kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diketahui batas-batasnya

tatkala dibandingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain.

Juga berarti jika seseorang ingin mengetahui dan menetapkan identitas budaya,

maka tidak hanya menentukan karakteristik atau ciri-ciri fisik atau biologis

semata, tetapi mengkaji identitas kebudayaan sekelompok manusia melalui

tatanan berfikir (cara berpikir, orientasi berpikir), perasaan (cara merasa dan

orientasi perasaan), dan cara bertindak (motivasi tindakan atau orientasi tindakan).

Kenneth Burke menjelaskan, bahwa untuk menentukan identitas budaya

itu sangat tergantung pada „bahasa‟ (sebagai unsur nonmaterial), bagaimana

representasi bahasa menjelaskan sebuah kenyataan atas semua identitas yang

dirinci kemudian dibandingkan. Menurutnya, persamaan identitas seseorang atau

sesuatu itu selalu mengikuti konsep penggunaaan bahasa, terutama untuk mengerti

suatu kata secara denotatif atau konotatif (Liliweri, 2001:72).

Identitas budaya dapat diartikan sebagai suatu ciri berupa budaya yang

membedakan suatu bangsa atau kelompok masyarakat dengan kelompok yang

lainnya. Setiap kelompok masyarakat atau bangsa pasti memiliki budaya sendiri

yang berbeda dengan bangsa lainnya. Dalam hal ini, Indonesia yang memiliki

Struktur Budaya

Pola Persepsi,

Berpikir,

Perasaan

Identitas Budaya

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

25

berbagai macam etnis dan suku bangsa yang juga memiliki berbagai macam

budaya yang berbeda-beda. Budaya yang dimiliki oleh masing-masing kelompok

tersebut tentunya memiliki ciri atau keunikan tersendiri dibandingkan dengan

kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Dan hal tersebutlah yang membedakan

budaya antar suku atau kelompok masyarakat di Indonesia.

Liliweri (2004:14) mengatakan bahwa etnisitas adalah konsep yang

menjelaskan suatu kelompok orang berdasarkan kebudayaan yang dia warisi dari

generasi sebelumnya. Nilai budaya dan norma yang membedakan anggota suatu

kelompok etnik umumnya mempunyai kesadaran atas nilai dan norma budaya

yang sama, bahkan menjadikannya sebagai identitas budaya untuk membedakan

atau memisahkan diri dengan kelompok lain di sekeliling mereka. Pun

penggolongan etnik didasarkan pada hubungan, artinya atas dasar apa sekelompok

orang berhubungan satu sama lain. Bahkan, itu dijadikan sebagai identitas

sekaligus identifikasi dari individu bahwa mereka merupakan bagian dari

kelompok etnik mana.

Mary Jane Collier (1994:36) menawarkan sebuah perspektif alternatif yang

dapat meraih dua tujuan sekaligus. Tujuan pertama: memahami mengapa kita dan

orang lain berperilaku dengan cara tertentu. Tujuan kedua: mempelajari apa yang

bisa kita lakukan untuk meningkatkan kelayakan dan efektivitas komunikasi kita.

Kedua tujuan ini bisa diraih dengan memandang komunikasi dari perspektif

penentuan peran (enactment) identitas budaya.

Pendekatan terhadap budaya ini terfokus pada bagaimana individu-

individu memainkan peranan pada satu atau lebih identitas budaya. Persoalan

yang dijawab di sini antara lain: (1) Apa itu identitas budaya?; (2) Bagaimana

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

26

identitas budaya yang majemuk dicipta bersama dan dinegosiasikan dengan yang

lainnya?; (3) Bagaimana pengetahuan mengenai pendekatan identitas budaya

membantu kita menjadi lebih kompeten saat berurusan dengan orang-orang yang

mengambil identitas yang berbeda dengan identitas kita?; dan (4) Apa keuntungan

pendekatan demikian pada riset komunikasi antar-budaya, pelatihan dan

penerapannya?

2.8.2 Jenis-Jenis Identitas Budaya

Mengenai jenis-jenis budaya, Collier menggunakan tipologi berdasarkan

kesamaan yang diakui bersama oleh anggotanya. Sekali kelompok terumuskan

sebagai suatu unit, suatu kategori budaya akan dikembangkan. Kategori ini

disusun mulai dari yang paling umum hingga yang paling spesifik. Perbedaan

dengan Hofstede adalah kategori budaya menurut generasi (Hofstede) dan

kategori budaya menurut geografi (Collier). Porter dan Samovar menggunakan

kategori budaya berdasarkan konteks (high-dan low-context culture).

Sementara (Kim, 1994:17-18) memberikan perbedaan atas konsep kategori

budaya adalah kategori region/subregion dunia dan individu. Pengelompokkan

Hofstede berdasarkan kategori dan kelompok atas level budaya jelas mendukung

kategori budaya nasional oleh Collier yang prediksinya melalui generalisasi.

Melalui perspektif komunikasi, identitas budaya seseorang merupakan

sesuatu yang muncul ketika terjadi pertukaran pesan, yang dinegosiasikan,

dicipta-bersama dan diperteguh atau ditantang saat berkomunikasi. Dengan kata

lain, identitas budaya lebih bersifat sosiologis ketimbang psikologis. Identitas

budaya meliputi tujuh karakteristik (property) (Javidi & Javidi 1994: 92).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

27

1. Persepsi-diri : baik berupa penggambaran diri sendiri (avowal) maupun

penggambaran diri oleh orang lain (ascription), misalnya melalui

stereotype dan penamaan (attribution). Porter & Samovar tidak

menjelaskan hal demikian, kecuali mengenai persepsi terhadap objek

sosial. Mengenai hal ini, Collier memberi contoh identitas wanita Zulu

yang sangat ditentukan oleh pihak lain. Sementara di Jepang, persepsi-diri

(identitas budaya) memiliki makna subjektif dan makna yang diberikan

(disebut amae). Amae menandai (signifies) orientasi pada pihak

lain/orientasi-kelompok dan rasa tanggung jawab terhadap kelompok.

Amae merepsentasikan saling ketergantungan makna subjektif dan yang

diberikan dalam suatu hubungan yang merupakan sistem fungsional dan

menjunjung hubungan yang terjaga. Hal ini tak berlaku di Amerika.

Dengan demikian, karakteristik ini bagi tiap budaya bisa bersifat unik.

2. Acara ekspresi melalui simbol-simbol inti yang berisi definisi, premis, dan

proposisi tentang manusia dan alam. Mereka mengekspresikan keyakinan

budaya; menunjukan ide dan konsep sentral dan perilaku sehari-hari,

misalnya cara berpakaian atau label atau norma yang dibentuk berdasarkan

simbol. Ini mengarahkan apa yang diharapkan dan kriteria untuk

memutuskan atau menilai. Contoh tentang Amerika (dengan ekspresi-diri

sebagai simbol inti) dan Amerika keturunan Afrika (keaslian,

ketakberdayaan dan daya ekspresifnya sebagai simbol inti)

memperlihatkan keunikan masing-masing.

3. Bentuk identitas bisa dilihat dari sudut pandang individu tentang

maknanya menjadi warga Amerika atau Indonesia. Jika kita ingin tahu

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

28

mengapa ia berperilaku demikian, kita minta ia menjelaskan identitas

budaya itu serta pengalamannya sebagai anggota kelompok. Kita

memandangnya dari sudut hubungan, ketika kita mengamati interaksinya

dengan orang lain, teman, sejawat, atau keluarga. Di sini kita bicara soal

kepercayaan dan kekuasaan. Persahabatan orang Amerika keturunan

Meksiko ditekankan pada pentingnya dukungan, kepercayaan, keakraban,

dan komitmen terhadap hubungan. Ini berbeda dengan yang diungkap

bahwa budaya Barat melihat persahabatan dengan activity-orientation

yang tidak mapan. Dari sudut pandang kebersamaan (communal) kita

melihat kontek komunikasi publik dan aktivitas-aktivitas dalam

komunikasi melalui ritual, upacara dan perayaan hari besar. Dalam istilah

Javidi & Javidi kita melihat nilai-nilai formalitas dan informalitas. Ketiga

bentuk identitas tersebut memperlihatkan kemungkinan adanya perbedaan

penafsiran individual pada kelompok yang berbeda-beda dan komunitas

yang berbeda-beda pula

4. Kualitas identitas meliputi kelestarian dan perubahannya. Perubahan bisa

terjadi karena faktor-faktor ekonomi, politik, sosial, psikologis, dan

konteks. Misalnya, mengumumkan diri sebagai anggota kelompok "anti-

aborsi" akan berbeda ketika kita berhadapan dengan pendukung aborsi dan

ketika berhadapan dengan pendukung anti aborsi.

5. Komponen afektif, kognitif, dan behavioral identitas. Komponen afektif

(emosi dan rasa) mempengaruhi identitas budaya karena tergantung

situasinya. Terkadang pengakuan diri yang kuat bisa dianggap sebagai

ancaman, Komponen kognitif (world view dalam istilah Porter &

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

29

Samovar) yaitu keyakinan tentang identitas tersebut yang dimanifestasikan

ke dalam simbol inti, misalnya menjadi nama organisasi atau nama

kelompok. Komponen perilaku terfokus pada tindakan verbal dan

nonverbal anggota kelompok ini dipelajari. Collier menempatkan dimensi

budaya Hofstede di sini. Ini mengisyaratkan suatu keunikan yang mungkin

dimiliki suatu bangsa.

6. Isi dan hubungan. Artinya, pesan yang dikomunikasikan selain

mengandung informasi juga implikasi tetang siapa yang mengendalikan,

seberapa dekat/jauh percakapan itu, seberapa jauh rasa saling percaya

mereka dan tingkat keterlingkupan (inclusion) dan ketak-terlingkupan

(exclusion). Orang Meksiko-Amerika akan berbahasa Spanyol ketika

berkomunikasi di lingkungannya, tapi berbahasa Inggris ketika

berkomunikasi di sekolah atau tempat kerja karena pimpinannya

menghendaki demikian.

7. Perbedaan kemenonjolan dan intensitas tergantung pada konteks dan

waktunya. Ketika Collier menyadari dirinya seorang profesor wanita

Amerika kulit putih di Afrika Selatan, ia adalah minoritas dengan

stereotype negatif. Namun, ketika mengetahui rendahnya perlakuan

terhadap wanita, identitas kewanitaannya menonjol dan menuntut

kesamaan upah untuk pekerjaan yang sama.

Indonesia sebagai sebuah bangsa, dalam kategori (Javidi & Javidi 1994:

114) merupakan bangsa Timur atau high-context culture menurut istilah Poter &

Samovar. Karena itu, ikatan-ikatan antar-pribadinya akan memperlihatkan

karakteristik berikut:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

30

1. Konsep-diri: Diri dipersepsi sebagai homogen dengan individu lain,

bagian dari kelompok (kolektivistik), memiliki sifat hubungan yang

vertikal. Dengan demikian, konsep-diri dipandang kurang penting. Orang

harus memelihara kelompok daripada diri. Kelompok merupakan identitas

sosial seseorang. Individu wajib menyesuaikan diri dengan norma dan

nilai, dan kesepakatan hubungan sosial berdasarkan hubungan antar orang.

2. Budaya Being: Konsep kelahiran, usia, latar belakang keluarga, jenjang

dipandang lebih penting daripada pencapaian. Dengan kata lain, siapa dia

lebih penting daripada apayang dilakukannya. Karena itu, diperlukan

cukup waktu untuk mendalami latar belakang seseorang sebelum

mempererat hubungan.

3. Hubungan bersifat komplementer, tidak setara: Orang dibagi-bagi ke

dalam sejumlah pengelompokan yang distruktur dengan tingkatan hirarkis.

Dalam interaksinya, individu di puncak hirarki cenderung memperbesar

perbedaan usia, seks, peran status dan fungsinya dibanding individu di

hirarki bawah.

4. Formalitas: Dalam budaya vertikal, komunikatornya formal karena

hubungan antar orangnya simetris. Formalitas dalam hubungan antar-

pribadi (misal; Jepang) merupakan hal esensial. Nilai formalitas dalam

gaya verbal dan nonverbalnya memungkinkan interaksi yang khas dan

terduga. Tanpa tahu status, mereka tidak bisa berkomunikasi karena gaya

komunikasi verbal dan nonverbal tergantung pada status. Hal ini

menandakan suatu budaya konteks tinggi (high-context culture).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudayaeprints.umm.ac.id/48136/3/BAB II.pdf · berbentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur budaya,

31

5. Reduksi Ketidakpastian: Karena bersifat high-context, pesan banyak

terkandung dengan konteks fisik atau terinternalisasi dalam diri seseorang;

dan sedikit yang terkandung dalam tanda-tanda; yang ditransmisikan dan

terlihat dalam pesan. Dengan komunikasi yang bersifat high-context,

strateginya lebih banyak non-oral daripada yang oral. Norma dan nilainya

homogen pada banyak aspek yang diklasifikasi sebagai budaya

kolektivistik, menciptakan koridor budaya yang bersifat ketat, norma-

norma yang menekan, toleransi terhadap penyimpang sangat kecil, serta

sanksi yang diterapkan pada tiap penyimpang

6. Penerimaan secara umum: Budaya yang homogen dan kurang teknologis

membentuk hubungan yang sesuai dengan kelahiran, sekolah, kerja dan

tempat tinggal. Hubungan akrab cenderung berkembang sebagai

konsekuensi perpanjangan afiliasi ketimbang melalui pencarian hubungan

secara aktif. Banyak komunikasi antar-pribadi yang tidak tergantung

padaaktivitas khusus. Tekanan mereka adalah pada penerimaan yang lebih

digeneralisasikan pada keseluruhan orang, berorientasi pada orang. Sekali

suatu hubungan terbangun dalam keakraban, maka hubungan itu

diharapkan seumur hidup.

Karakteristik demikian, seperti dinyatakan Collier, bersifat general atau

merupakan abstraksi bagi sebuah budaya nasional. Sementara itu, bangsa

Indonesia tidaklah berasal dari satu nenek moyang. Sebaliknya, bangsa ini berasal

dari berbagai suku bangsa (etnis). Ini berarti di Indonesia sendiri sering terjadi

interethnic communication (komunikasi antar budaya etnis). Mengacu pada

Hofstede, kita masih bisa membandingkan dimensi-dimensi budaya antar etnis.