memahami ayat-ayat mutasyabihat persepektif syekh …
TRANSCRIPT
MEMAHAMI AYAT-AYAT MUTASYABIHAT
PERSEPEKTIF SYEKH FADI DALAM DAURAH
ILMIAH YAYASAN SYAHAMAH BANTEN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Ag)
Oleh:
SITI SOPIYAH
NIM: 11160340000140
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/ 2020 M
MEMAHAMI AYAT-AYAT MUTASYABIHAT
PERSEPEKTIF SYEKH FADI DALAM DAURAH
ILMIAH YAYASAN SYAHAMAH BANTEN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Ag)
Oleh:
SITI SOPIYAH
NIM: 11160340000140
Dibawah Bimbingan
Moh. Anwar Syarifuddin, MA. NIP: 19720518 199803 1 003
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2020 M
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Siti Sopiyah
NIM: 11160340000140
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul MEMAHAMI
AYAT-AYAT MUTASYABIHAT PERSEPEKTIF SYEKH FADI
DALAM DAURAH ILMIAH YAYASAN SYAHAMAH BANTEN
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan
plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan
karya ini telah saya cantumkan berdasarkan sumber kutipan aslinya.
Apabila ternyata skripsi ini plagiat atau karya orang lain, maka saya
bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 17 November 2020
Siti Sopiyah
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “MEMAHAMI AYAT-AYAT MUTASYABIHAT PERSEPEKTIF SYEKH FADI DALAM DAURAH ILMIAH YAYASAN SYAHAMAH BANTEN” telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada
28 Desember 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada program studi Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 28 Desember 2020
Sidang Munaqasyah Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Dr. Eva Nugraha, MAg Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKAH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota, Penguji I Penguji II
Dr. Faizah Ali Sibromalisi, MA Dr. Abd. Moqsith, M. Ag NIP. 19550725 20001 22 001 NIP .19710607 20050 11 002
Pembimbing,
Moh.Anwar Syarifuddin, M.A NIP.19720518 199803 1 003
i
ABSTRAK Siti Sopiyah MEMAHAMI AYAT-AYAT MUTASYABIHAT PERSEPEKTIF SYEKH FADI DALAM DAURAH ILMIAH YAYASAN SYAHAMAH BANTEN
Fokus penelitian ini membahas tentang pengajian tafsir ayat-ayat
mutasyabihat dalam daurah ilmiah yang diselenggarakan Yayasan
Syahamah Banten. Dalam kegiatan tersebut, yayasan mengundang seorang
pengajar tafsir asal Lebanon Syekh Fadi yang juga mengisi pengajian rutin
di yayasan dengan menggunakan sumber rujukan utama kitab As-Shirath
al-Mustaqim karya gurunya, Syekh Abdullah Al-Harariyy. Kajian ini
penting karena Yayasan Syahamah menganut paham teologi ahlus sunnah
waljamaah, yang menaruh perhatian sangat besar terhadap upaya
memahami ayat-ayat mutasyabihat Al-Qur’an, khusunya mengenai ayat-
ayat menggambarkan sifat-sifat Allah agar terhidnar dari tajsim, yaitu
penyerupaan sifat-sifat Allah SWT dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
Penelitian ini berupaya mendeskripsikan bagaimana Syekh Fadi
mengupayakan ta’wil ayat-ayat mutasyabihat dalam daurah ilmiah yang
diselenggarakan oleh Yayasan Syahamah Banten? Penulis menggunakan
jenis penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif melalui metode
pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara, dan penelitian
dokumen. Selain itu, sebagai pendukung penulis juga melakukan kajian
kepustakaan dengan menela’ah sumber tafsir yang digunakan. Temuan
hasil penelitian menegaskan bahwa metode penafsiran yang digunakan
Syekh Fadi adalah metode tematik (maudhu’i), sedangkan coraknya adalah
tafsir aqidah (‘aqaidi) yang beraliran aqidah ahlu sunnah wal jamaah.
Karena tidak didapati sumber-sumber berupa riwayat, maka penulis
berkesimpulan bahwa sumber tafsirnya adalah analisis ijtihadi melalui
ta’wil dengan membuat perumpamaan dalam analisis rasional (birra’yi)
menggunakan pendekatan bahasa Arab. Selain menelusuri makna secara
bahasa Syekh Fadi juga nampaknya melakukan kajian interteks dengan
melihat penggunaan makna dalam ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an.
Penelitian juga menemukan respon jama’ah yang baik terhadap materi yang
disampaikan dan manfaat pengajian, yaitu bertambahnya ilmu pengetahuan,
mempertebal keyakinan aqidah, selain itu juga merasakan dampak positif
yaitu meyakini bahwa Allah memang tidak serupa dengan mahluk-Nya.
Kata Kunci: Ayat Mutasyabihat, Syekh Fadi, Yayasan Syahamah.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabbil’alamin, segala puji bagi Allah yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Memahami Ayat-Ayat Mutasyabihat
Persepektif Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah
Banten sebagai syarat kelulusan dan mendapatkan gelar Sarjana Agama
Islam di Fakultas Ushuluddin. Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada
baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya
dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang yaitu adanya
agama Islam yang kita rasakan saat ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan selesai tanpa dukungan dan dorongan dari berbagai macam pihak.
Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada Ibu Prof. Dr. Amany Lubis MA, selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kepada Bapak Dr. Yusuf Rahman MA, selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin beserta seluruh jajaranya.
3. Kepada Bapak Dr. Eva Nugraha, M. Ag, dan Fahrizal Mahdi,
MIRKH selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir.
4. Kepada Bapak Moh. Anwar Syarifuddin MA, selaku dosen
pembimbing, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
iv
5. Kepada Bapak Dasrizal, M.I.S, selaku dosen penasehat akademik,
dan dosen konsultasi terkait permasalahan-permasalahan akademik.
6. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff/ Karyawan
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu
yang telah diberikan dan atas bantuanya selama penulis menempuh
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kepada Bapak Suryadinata yang telah memberikan bantuan khusus
selama penulis menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Kepada Pengurus Yayasan Syahamah yang telah memberikan izin
serta membantu penulis untuk memperoleh informasi dalam
penyusunan skripsi ini.
9. Kepada Syekh Fadi Fuad Alamuddin, Ustadz Syaiful Anwar, MS.i,
Ustadz Kamal Ali, Ustadz Riskiy dan jama’ah Yayasan Syahamah
Banten yang telah membantu dan memberikan banyak informasi
dalam penelitian skripsi ini.
10. Kepada orang tua penulis yang tercinta, Bapak Moh. Ta’i dan Ibu
Nihayah yang senantiasa memberikan dukungan, biaya, do’a dan
kasih sayang yang tak terhingga dan tiada putusnya; kepada Nenek
dan Kakek Sitti dan Sayuti, Kakak ABD Mukid, Sepupu Siti
Qomariyah; Paman dan Bibi Sumli, Susmiyati, Moh. Hafil dan
Hanariyah yang selalu menginspirasi, mendukung dan mendoakan
penulis agar semangat dan berhasil menuntut ilmu di tanah rantau.
11. Kepada Ustadz Syamsuri, SA.g yang telah mendaftarkan penulis di
UIN, Sehingga penulis dapat melanjutkan studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12. Kepada teman-teman Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) yang
telah memperkenalkan saya pada beberapa teman-teman Madura.
v
13. Kepada teman terdekat penulis Tim Kece (Ririn Hinda Tujuana,
Nurul Rahyamantel, Lusi Ulfah, Neng Maulida, Anita), Teman Kos
Mawar Nukbatun Nisa, Lauru Egia, Afni Mulyani Harefa), yang
selalu memberikan semangat, motivasi dan inspirasi selama penulis
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14. Kepada teman-teman IMM Uswah, Karmila, Nurul Amelia Fitri,
Eka Nur Hidayah, Rumi, Kak Nia Ariyani, Kak Zahroh, Kak Yuni,
Kak Aisyah, Kak Intan, Kak Fifit dan seluruh teman-teman
Komisariat Ushuluddin yang telah membersamai penulis untuk
berproses belajar organisasi di IMM.
15. Kepada semua teman-teman Angkatan 2016, Rosalina Nor Rizky,
Luthep, Riva dan semua teman-teman Iqtaf D yang tidak bisa
sebutkan satu-satu selama kurang lebih 4 tahun bersama, menuntut
ilmu di Jurusan Ilmu Al-Qur dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin.
16. Kepada Uda Iswandi yang telah membantu dalam teknis pengeditan
skripsi ini.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
telah memberikan dukungan dan masukanya dalam penulisan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, dan dapat menambah
khazanah keilmuan bagi penulis dan para pembaca.
Jakarta, 17 November 2020
Siti Sopiyah
vi
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan
bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf latin
dapat dilihat pada halaman berikut:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan - ا
B Be ب
T Te ت
ṡ Es (dengan titik di atas) ث
J Je ج
ḥ h (dengan titik di bawah) ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Ż Zet (dengan titik di atas) ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
ṣ Es dengan titik di bawah ص
ḍ De dengan titik di bawah ض
ṭ Te dengan titik di bawah ط
ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
viii
Apostrof terbalik ‘ ع
G Ge غ
F Ef ف
Q Qi ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y Ye ي
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis
dengan tanda (’).
B. Tanda Vokal
Vokal dalam bahasa Arab- Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau
monoftong dan vokal rangkap atau disebut doftong. Untuk vokal tunggal
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ix
ي Ai a dan i
و Au i dan u
Dalam bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang
(mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan garis di atas آ
Ī i dengan garis di atas يي
Ū u dengan garis di atas ىو
C. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan “al-“, yang diikuti huruf
syamsiyah dan huruf qamariyah.
al-Qamariyah نير al-Munīr الم
al- Syamsiyah الرجالر al-Rijāl
D. Syaddah atau Tasydîd
Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan “
“ ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu:
al-Qamariyah القوةر al-Quwwah
al- Syamsiyah الضرورةر al-Ḍarūrah
x
E. Ta Marbutah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang
hidup atau endapat harkat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya
adalah [t]. Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun,
transliterasinya adalah [h]. Kalau pada kata yang berakhir dengan ta
marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-serta bacaan
kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha
(h). Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
Ṭarīqah طريقة ر 1
al-Jāmi’ah al-Islāmiah الامعةرالإسلاميةر 2
Waḥdat al-Wujūd وحدةرالوجودر 3
F. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini, juga mengikuti Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama
diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abū Hāmīd al-Gazālī, al-Kindī.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialihsarakan meskipun
akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak
Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
xi
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,
istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia.
Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam
tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di
atas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’ān), Sunnah, khusus dan
umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari rangkaian
teks Arab, maka mereka harus ditranslitrasi secara utuh. Contoh:
Fī ẓilāl Al-Qur’an
al-‘Ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab
H. Singkatan-Singkatan
Singkatan Keterangan
QS. al-Qur`an Surah
Swt. Subḥānahu wa Ta‘alā
Saw. ṣallallāhu ‘Alaihi Wasallam
Ra. Raḍiyallāhu ‘Anhu
h. Halaman
Terj. Terjemah
M Masehi
H Hijriah
w. Wafat
xii
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................... iii PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHUUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .......................................................... 14 C. Perumusan Masalah ........................................................... 15 D. PembatasanMasalah .......................................................... 15 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 16 F. Tinjauan Pustaka ............................................................... 16 G. Metode Penelitian .............................................................. 23
1. Jenis penelitian ............................................................. 23 2. Sumber Data ................................................................. 24 3. Metode Pengumpulan Data ......................................... 25 4. Populasi Sampel ........................................................... 27 5. Metode Analisa Data .................................................... 27
H. Sistematika Penulisan ........................................................ 28
BAB II. TAFSIR AYAT MUTASYABIHAT PERIODE KLASIK DAN MODERN ...................................................................... 31
A. Pengertian Ayat Mutasyabihat .......................................... 31 B. Jenis-jenis Ayat Mutasyabihat .......................................... 33 C. Tafsir Ayat Mutasyabihat Menurut Ulama Klasik ............ 36 D. Tafsir ayat Mutasyabihat Menurut Ulama Modern ........... 41
BAB III. MENGENAL BIOGRAFI SYEKH FADI DAN YAYASAN SYAHAMAH BANTEN......................................................... 49
A. Biografi Syekh Fadi .......................................................... 49 B. Mengenal Tafsir Rujukan Syekh Fadi ............................... 52 C. Profile Yayasan Syahamah Banten ................................... 58
xiv
1. Sejarah Pembentukan Yayasan ..................................... 58 2. Struktur Kepengurusan Yayasan ................................... 62 3. Nama dan Badan Hukum Yayasan ................................ 64 4. Tujuan Utama Yayasan ................................................. 64 5. Motivasi Dakwah Yayasan ............................................ 64 6. Kegiatan Yayasan .......................................................... 65 7. Biodata Jama’ah Daurah Ilmiah .................................... 67
BAB IV. TAKWIL SYEKH FADI TERHADAP AYAT-AYAT
MUTASYABIHAT DALAM DAURAH ILMIAH YAYASAN SYAHAMAH BANTEN .................................. 69
A. Seputar Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten ............. 69 B. Materi Daurah Seputar Ayat-ayat Mutasyabihat .................. 70
1. Takwil Makna Istiwa’ QS. Thaha:5 ............................... 70 2. Takwil Makna Naiknya Kalimah Thayyibah
QS. Fathir:10 .................................................................. 77 3. Takwil Makna Wajah Tuhan QS. al-Qashash:88 ........... 81 4. Takwil Makna Kedatangan Tuhan QS. al-Fajr:22 ......... 84 5. Takwil Makna Tangan Tuhan QS. Shaad:75 ................. 86 6. Takwil Makna Ruh Tuhan QS. al-Anbiya’:91 dan QS.
Shaad:76 ......................................................................... 87 7. Takwil Makna Rumah Tuhan QS. Al-Hajj:26 dan Pemilik
‘Arsy QS. al-Mukminun:116 .......................................... 91C. Metode Penafsiran Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah ......... 95
1. Analisis Metode Penafsiran ........................................... 103 2. Corak Penafsiran dan Sumber Rujukan ........................ 104
D. Respon Jama’ah Daurah Ilmiah ........................................... 106 1. Motivasi Jama’ah ........................................................... 106 2. Pemahaman Jama’ah terhadap Materi yang
disampaikan .................................................................... 108 3. Manfaat Daurah bagi Jama’ah ........................................ 110 4. Dampak Positif Daurah bagi Jama’ah ............................ 113
BAB V. PENUTUP ................................................................................ 117
A. Kesimpulan ............................................................................. 117
xv
B. Saran ....................................................................................... 118 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 121 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................... 125
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup, sumber rujukan yang
tak bisa dibantah oleh siapapun. Al-Qur’an sangat mulia dan
merupakan mukjizat atau senjata mematikan bagi mereka yang tidak
mau menerima terhadap ajaran didalamnya, maka segala hal yang
berhubungan dengan Al-Qur’an dipandang mulia. Sejauh mana
seseorang dapat meresapi dan mengamalkan Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidupnya, maka tergantung sejauh mana pula seseorang
bisa memahami isi kandunganya. Seseorang dikatakan bisa
memahami Al-Qur’an apabila ia mampu mengambil hikmah dan
pelajaran yang terkandung di dalamnya1
Di dalam Al-Qur’an terdapat dua jenis ayat yaitu muḥkamat
atau “jelas” dan mutasyabihat atau “kabur”. Dua pembagian ini
disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al- ‘Imran ayat 7.
ت رهورٱلذيرأنزلرعليكرٱلكتبرمنهرءايترر كم تررررمح به رأمحرٱلكتبروأخررمتش رفأماهنبهرررمارررف ي تبعونرق لوبمرزيغررررفرررٱلذينر نةرررٱبتغاءرررمنهرررتش ويلهۦرروٱبتغاءرررٱلفت
ري ررروماررت ويلهۥ
علمرت
بهۦركل ر ءامنار ي قولونر ٱلعلمر وٱلرسخونرفر ررٱلل أولوارإررريذكررررومارررب نارررعندرررم نر إل لر
رٱللببررArtinya: “Dia-lah yang menurunkan Al-kitab (Al-Qur’an) kepada
kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang (muhkamat), Itulah
pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat
1 Nova Yanti, “Memahami Makna Muhkam dan Mutasyabihat dalam Al-Quran”.
jurnal Pendidikan Al-ISLAH, hal.246-247
2
yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah
untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak
dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-
orang yang berakal"2
Ayat muhkamat adalah ayat yang jelas maknanya serta
lafadznya yang ditempatkan untuk suatu makna yang kuat dan
mudah dipahami. Sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang
bersifat mujmal (global), yang mu’awwal (memerlukan takwil) dan
yang musyskil (sukar dipahami).3 Atau ayat mutasyabihat diartikan
sebagai ayat yang memiliki banyak tafsir karena memiliki beragam
bentuk makna.4
Tim penerjemah dan penafsir Al-Qur’an Kementrian Agama
RI memberikan makna ayat mutasyabihat sebagai ayat-ayat yang
memiliki beberapa makna serta tidak dapat ditentukan makna yang
mana yang dimaksud kecuali setelah diselidiki secara mendalam,
atau ayat-ayat yang maknanya hanya Allah yang mengetahui,
seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hal yang ghaib seperti
mengenai hari kiamat, surga neraka dan lainnya.5
Ayat muhkamat adalah ayat yang jelas tidak mengandung
kesamaran dan mudah dalam memahami maksudnya sehingga tidak
menimbulkan perselisihan dikalangan ulama islam dalam
2 Terjemah Al-Qur’an surat al-Imran Ayat 7 3 Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2011). hal 399 4 Nasimah Abdullah dkk, “Terjemah Ayat Mutasyabihat Analisis Fungsi Prosedur
Eksplisitasi” Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues Vol.4, No.2,
Desember 2019. hal 154 5 Abdullah, “Kaidah Ayat Mutasyabihat dan Kritik Terhadap Peringkatnya”, Al-
I’Jaz, Vol.1 no.1 (Januari-Desember 2013): 4
3
memahaminya. Adapun ayat mutasyabihat adalah ayat yang
maknanya terdapat kesamaran dari segi maksud dan maknanya
sehingga timbul beberapa perselisihan dalam memahami makna
ayat tersebut. Adapun inti dari persoalannya ialah pada konteks
memahami ayat mutasyabihat. Terdapat dua kaidah dalam
memahami ayat mutasyabihat yaitu kaidah tafwid dan takwil.
Kaidah tafwid ialah mereka yang sepenuhnya menyerahkan maksud
makna ayat itu kepada Allah SWT, mereka yang mengamalkan
pendekatan tafwid disebut sebagai ulama salaf, adapun mereka yang
menggunakan kaidah tawil ialah mereka yang mencari makna yang
sesuai dengan maksud ayat tersebut dan mereka yang menggunakan
kaidah takwil digelari sebagai ulama khalaf. Perselisihan ini terus
menjadi pembahasan pokok dikalangan ulama islam yang berusaha
mencari jalan terbaik untuk meyelesaikan persoalan ini6
Timbulnya perbedaan pendapat dalam memahami ayat-ayat
mutasyabihat tersebut, ialah akibat adanya perbedaan pemahaman
terhadap QS. Ali ‘Imran ayat 7. Dalam ayat tersebut Allah SWT
berfirman:
ردرنرعرررنرمررل ركرررهراربرنرآمررونرلرورقري رررمرلرعررالرفررونرخرسرالررراللهرورلرإررهرلري رورتررمرلرعراري رمرور ررب رنرارورمراريرذركرررإرلررأرورلرورالرررلربرابر
Dalam riwayatnya, ayat di atas memiliki dua bentuk bacaan.
Bacaan pertama menetapkan waqaf pada lafal اللهر maka .إلر
pemahaman ayat tersebut menjadi: “...tidak ada yang tahu ta’wilnya
ayat-ayat mutasyabihat itu kecuali Allah sendiri; sedangkan orang-
6 Mohd Murshidi Mohd Noor dkk, “Pendirian al-Bukhārī Terhadap Ayat-ayat
Mutashābihāt”. Jurnal Usuluddin (Juli – Desember 2012) 36:1-20 hal.3
4
orang yang mendalam ilmunya menyatakan kami percaya, bahwa
semua itu berasal dari sisi Tuhan kami”. Adapun bacaan yang kedua
menempatkan waqaf pada lafal العلم Maka pemahaman ayat .فر
tersebut menjadi: “…tidak ada yang tahu ta’wilnya ayat-ayat
mutasyabihat itu kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam
ilmunya; seraya menyatakan kami percaya bahwa semua itu berasal
dari Tuhan kami7”.
Adanya perbedaan pendapat ini bersumber dari perbedaan
masalah waqaf (berhenti dalam ayat) ررفررروالرسخونررراللهرررإلرررتوي لهررري علمررروماربهرررآمناررري قولونرررالعلمر apakah kedudukan lafaz ini sebagai huruf isti’naf
(permulaan) dan waqaf dilakukan pada lafazh اللهررإلرررتوي لهررري علمرررماررر , ataukah ia ma’thuf? Sedang lafazh يقولونر menjadi hal dan waqafnya
pada lafazh ملرعررالرفررونرخرسرالرروررر Pendapat pertama, menyatakan isti’naf. Pendapat ini
didukung oleh sejumlah tokoh seperti Ubay bin Ka ab, Ibnu Mas’ud,
Ibnu Abbas, sejumlah sahabat, tabi’in dan lainnya. Mereka
beralasan, dengan keterangan yang diriwayatkan oleh Al-Hakim
dalam Mustadrak-Nya, bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ia
membaca; ي رمروررر ورلرإرررهرلري رورترررمرلرعرار الرفرررونرخرسرالررراللهر برنرآمرررونرلرورقري رررمرلرعرر ررهرار Juga
dengan qira’at Ibnu Mas’ud, والرسخونرفرالعلمريقولونرروإنرتويلهرعندرالذىرربه dan dengan ayat itu sendiri yang menyatakan celaan bagi آمنار
orang-orang yang mengikuti hal-hal yang mutasyabih dan
menyifatinya sebagai orang orang yang hatinya condong kepada
kesesatan dan berusaha menimbulkan fitnah.
7 Fikria Najitama, “Diskursus Muhkam dan Mutasyabih dalam Tafsir”. Institut
Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen. An-Nidzam, Volume 04, No. 01,
Januari-Juni 2017 hal. 163
5
Ada suatu hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata;
“Rasulullah membaca ayat ini الكتب عليكر أنزلر sampai هوالذير
dengan; ٱللببررأ ولوار Kemudian beliau bersabda, Apabila kamu
melihat orang yang suka mengikuti ayat-ayat mutasyabihat, maka
itulah mereka yang disinyalir Allah, waspadalah terhadap mereka.”.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa “wawu” sebagai huruf
athaf. Ini dipilih oleh segolongan ulama lain yang dipelopori oleh
Mujahid. Diriwayatkan dari Mujahid, katanya, “Saya telah
membacakan mushaf kepada Ibnu Abbas mulai dari Al-Fatihah
sampai tamat. Saya pelajari sampai paham setiap ayatnya dan saya
tanyakan kepadanya tantang tafsirannya”. Pendapat ini dipilih juga
oleh An-Nawawi. Dalam Syarah Muslimnya ia menegaskan, inilah
pendapat yang paling shahih, karena tidak mungkin Allah menyeru
hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang tidak dapat diketahui
maksudnya oleh mereka.8
Ada tiga aliran sentral dalam membahas mengenai nas-nas
sifat kaitanya dengan ayat mutasyabihat. Aliran pertama Ahl al-
Sunnah wa al-Jama’ah, kedua Aliran Mushabbihah atau
Mujassimah dan ketiga aliran Mu’tazilah atau Mu’aṭṭilah.
Kelompok pertama yang mendukung gagasan pemikiran Ahl al-
Sunnah wa al-Jama’ah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu aliran
Salaf9 dan aliran Khalaf10. Yang mana puncak perselisihan diantara
keduanya ada pada perbedaan pemahaman mereka dalam
memahami surat Al-‘Imra ayat 7. Aliran Mushabbihah atau
8 Manna’ Al-Qaththan, “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an” (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2005). hal.267-268
9 Ulama yang hidup sebelum tahun 300 Hijriyah 10 Ulama yang hidup setelah tahun 300 Hijriyah
6
Mujassimah, yaitu aliran yang terkenal dengan menyamakan atau
menyerupakan Allah SWT dengan berbagai sifat makhluk, misalnya
menyatakan Allah SWT itu memiliki tangan, kaki, wajah, mata dan
sebagainya. Mereka memahami teks ayat-ayat mutasyabihat dengan
makna tekstualis atau literalis tanpa melakukan pentakwilan dengan
alasan bahwa pentakwilan akan mengurangi serta meniadakan sifat
Allah SWT. Sedangkan Aliran ketiga yaitu Mu’aṭṭilah atau biasa
dikenal kelompok Mu’tazilah mengingkari dan meniadakan sifat
khabariyyah bagi Allah SWT dengan cara mentakwilkan berbagai
sifat Allah SWT dalam Al-Qur’an pada pengertian lain. Pendekatan
Mu’aṭṭilah ini tidak sama dengan metode takwil Khalaf kerena
takwilan Khalaf bukan suatu bentuk peniadaan atau pendustaan
terhadap sifat-sifat Allah SWT. Sebaliknya ia menepati kaidah
bahasa Arab berdasarkan syarat-syaratnya tanpa mereka
meniadakan sifat Allah SWT secara keseluruhan. Pentakwilan
Mu’aṭṭilah disebabkan pendirian mereka yaitu, jika Allah SWT
mempunyai sifat, maka ada wujud dua perkara qadim pertama sifat-
Nya yang qadim dan kedua zat-Nya yang qadim. Hal ini berlawanan
dengan konsep falsafah yang dipegang oleh kelompok Mu’tazilah,
yaitu adanya sesuatu yang qadim adalah esa dalam semua aspek.11
Ayat Sifat merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang ada
kaitannya dengan sifat-sifat Allah dan hal ini termasuk ayat
mutasyabihat. Ayat sifat juga bisa disebut sebagai sifat al-
Khabariyyah yaitu yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan
yang disampaikan oleh Nabi. Ayat Sifat terbagi menjadi dua macam
yaitu sifat Al-Dhatiyyah dan al-Fi’liyyah. Yang termasuk pada sifat
11 Muhammad Rashidi Wahab dkk, “Persoalan Mutashābihāt mengenai Istiwā’”.
Jurnal Usuluddin (Januari – Juni 2014) 39:33-69, hal. 38-44
7
Al-Dhatiyyah ialah seperti sifat al-ilm, al-hayah, al-Qudrah, al-
kalam, al-wajh dan sebagainya. Adapun sifat yang termasuk pada
sifat al-fi’liyyah adalah seperti istiwa, al-Nuzul, al-Maji’ dan
sebagainya.12
Ada beberapa ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an yang
membahas tentang sifat Allah seperti yad (tangan), ‘ain (mata)
wajah dan sebagainya. Aliran musyabbihah dan Mujassimah
berpedoman pada teks secara Dzahir seperti makna bahasanya.
Aliran musyabbihah ialah mereka yang menyerupakan Allah
dengan mahluknya, sedangkan Mujassimah ialah mereka yang
menjisimkan tubuh kepada Allah.13
Perbincangan ayat mutasyabihat di mana Allah SWT adalah
salah satu persoalan pokok tentang dasar ketuhanan dalam
pembahasan akidah. Asal usul perkembangan aliran pemikiran
akidah mengungkapkan bahwa Aliran Musabbihah atau
Mujassimah telah dipengeruhi oleh aliran ekstrim Syiah seperti
Karamiyyah dan Hashawiyyah yang mengatakan bahwa Allah SWT
itu harus berpindah, turun, naik dan berhajat kepada tempat.
Menurut mereka, Allah SWT itu berjisim tetapi jism Allah SWT itu
berbeda dengan jisim seperti mahluk-Nya. Juga terdapat beberapa
kenyataan dari pada tokoh umat Islam yang dipandang hampir
memiliki persamaan dengan Aliran Mushabbihah atau Mujassimah
dalam menjelaskan permasalahan ini. Mayoritas tokoh tersebut
seakan-akan bermazhab Hanbali dan mereka sering bernaung di
12 Mustaffin bin Abdullah dan Ahmad Nasri bin Zainol “Ayat Sifat Menurut
Tafsiran Fakhr Al-Din Al-Razi Dalam Karyanya Tafsir Al-Kabir”, Center of Quranic
Research Internationl Journal. hal 93. 13 Ahmad Atabik, “Corak Tafsir Aqidah (Kajian Komparatif Penafsiran Ayat-ayat
Aqidah)”. Esensia, Vol 17, No. 2, Oktober 2016, hal. 213
8
balik nama Aḥmad bin Ḥanbal dalam membela setiap perkataan
mereka yang telah mereka katakan telah mengikuti pendekatan
Salaf.14
Masa Salaf diartikan sebagai masa gemilang yang penuh
keberkahan dengan keberadaan generasi awal pengikut Nabi Saw.
Adapun Salafi adalah satu-satunya kelompok yang mengklaim
mengikuti manhaj Salaf. Klaim tersebut tidak tepat, karena
penukilan Salaf dalam teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah tidak pernah
dihubungkan dengan suatu manhaj tertentu.15
Perbedaan yang paling penting antara Salafiyah dengan
Asy’ariyah ialah dalam memahami Sifat sifat Allah SWT.
Kenyataan ini sangat jelas dan masyhur. Kalangan Salafiyah
mengambil metode itsbat (menetapkan) dalam memahami Sifat-
sifat Allah; sedangkan kalangan Asy’ariyah menempuh metode
takwil (menafsirkan) kemudian ada lagi yang menempuh metode
tafwidh (menyerahkan makna).16
Kelompok Asy’ariyah adalah para pengikut Abu Hasan Ali
ibn Ismail al-Asy’ari yang dikenal dengan Abu Hasan Al-Asy’ari
beliau adalah pemuka mutakllimin, pendiri kalam sunni,
madzhabnya menyebar luas di dunia islam dan mendapat banyak
14 Muhammad Rashidi Wahab dkk, “Persoalan Mutashābihāt mengenai Istiwā”.
Jurnal Ushuluddin (Januari – Juni 2014) 39:33-69. hal.34-35 15 Arrazy Hasyim,” Akidah Imam Al-Tahawi Ulasan dan Terjemahan” (Banten:
Maktabah Darus-sunnah, 2020) hal. 6-7 16 Abu Muhammad Waskito, “Mendamaikan Ahlusunnah di Nusantara Mencari
Titik Kesepakatan antara Asy’ariyah dan Wahabiyah” (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012)
hal.179
9
dukungan dari ulama-ulama besar seperti al-Ghazali, al-Baqillani,
al-Qusyairi dan ulama lainnya.17
Hasim Hasan berpendapat bahwa salafiyyah adalah kelompok
Hanabilah yang bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal,
berkembang dengan Ibn Taimiyah dan selesai dengan Muhammad
bin ‘Abd al-Wahhab.18
Kelompok salafi yang mengakui bahwa dirinya mengikuti
ulama salaf justru mereka berbeda pemahamannya dengan ulama
salaf. Salafi meyakini bahwa Allah bertempat (makan), berbatas
(had), berarah di atas (jihat al-uluw), bergerak-gerak (harakah), dan
berpindah-pindah (intiqal). Ini berbeda dengan ulama salaf yang
meyakini kesucian Allah dari semua itu. Karena itu Imam Abu
Ja’far al-Tahawi sebagai ulama salaf merumuskan dalam matan
akidahnya:
رهريرورترلرر,راتروردرلراروررراءرضرعرالرورررانركرررالر،رورترايرغرالروررردروردرالرررنررعرلرارعرت روررارررررائرسركرررتحرالس ررراترهرلرا
اترعردرترب رلم Artinya: “Allah maha suci dari batas-batas (hudud), ujung
(ghayat), anggota-anggota badan (besar kecil) dan perangkat-
perangkat. Dia tidak diliputi enam penjuru arah (atas, bawah,
depan, belakang, kanan, kiri sebagaimana mahluk.”
Aqidah salaf ini kemudian dibenturkan oleh Ibnu Taimiyah,
Ibn Abi Al ‘Izz dan salafi secara umum. Setelah itu, mereka
17 Drs. Abdus Samad,” Teologi As’Ariyah”, Jurnal Mimbar Akademika Vol.3
No.2 Tahun 2018. Hal. 58 18 Norasmah Haji Umar dkk, “Penilaian Para Ulama terhadap Metode Tafsiran
Aliran Salafiyyah Kontemporer ke atas Ayat Sifat”. International Journal Of Thought
Vol.16: (Dec) 2019 hal.102
10
mengatakan sebaliknya, bahwa Allah memiliki batas, ujung,
anggota badan dan arah.19
Sebagai contoh pandangan Ibnu Taimiyah mengenai wajah
Allah Ia menyatakan bahwa Allah memiliki wajah yang bersifat
hakiki (sebenarnya), sesuai dengan dzatnya, serta mempunyai
kebesaran dan kemuliaan dengan mengungkapkan dalil dalam Al-
Qur’an surat Ar-Rahman ayat: [55]:27
قىر روجهررب كرذورٱلللروٱلإكرامرروي ب Artinya: “Dan tetap kekal wajah tuhanmu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (Qs. Ar-Rahman [55]:2
Dan dalil dari hadis Nabi yaitu sabdah Nabi yang terdapat
dalam sebuah Do’a yang diriwayatkan darinya:
كرائرقررلرلرإررقرورالشروررركرهرجررورلرإرررررظرألنرررةرذرلررركرلرأرسرأرور Artinya: “Dan aku memohon kepada mu kenikmatan memandang
wajah mu dan kerinduan untuk bertemu dengan mu”
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa wajah Allah harus
diartikan secara hakiki (bukan kiasan) tapi dengan cara yang sesuai
dengan keagungan Nya. maka dalam hal itu menurut Ibnu Taimiyah
tidak boleh merubah makna tersebut dengan makna “Pahala”. 20
begitu juga dalam menafsirkan surat Thaha ayat:5
رر ٱلرحنرعلىرٱلعرشرٱست وى
19 Arrazy Hasyim,” Akidah Imam Al-Tahawi Ulasan dan Terjemahan” (Banten:
Maktabah Darus-sunnah, 2020) hal. 17-18
20 Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, “Sifat-Sifat Allah dalam
Pandangan Ibnu Taimiyah,” (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam 2005), hal. 155-156
11
Artinya: “Yang maha pengasih yang bersemayam di atas Arsy”
Menurut Ibnu Taimiyah persemayaman Allah di atas Arsy-
Nya adalah bahwa Ia berada dan menetap di atas Arsy-Nya, dengan
cara yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.21
Pemikiran Ibnu Taimiyah ini kemudian dibesarkan oleh Muhammad
ibn ‘Abd al-Wahhab yang dikenal sebagai pendiri mazhab Wahabi
pada intinya kaum wahabi tidak membawa gagasan baru tentang
aqidah melainkan mereka hanya mengamalkan apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah dalam bentuk yang lebih keras
dari pada apa yang telah diamalkan oleh Ibnu Taimiyah.22
Hal ini memiliki perbedaan yang sangat jauh dengan
pendapatnya Syekh ‘Abdullah al-Harariyy dalam kitab Ash-Shirat
al-Mustaqim yang menjelaskan bahwa istawa’ wajib ditakwil selain
bersemayam duduk dan semacamnya, jadi ayat tersebut tidak boleh
dimaknai secara dzahirnya, sebaliknya harus dipahami dengan
makna yang dapat diterima oleh akal. Lafaz istawa’ dimaknai
dengan al-qahr (menundukkan dan menguasai). Beliau juga
menjelaskan bahwa Allah tidak membutuhkan tempat atau sesuatu
untuk Ia tempati, juga tidak membutuhkan arah karena Allah
tidaklah menyerupai sesuatupun diantara segala sesuatu yang ada.
Allah bukan benda katsif (benda yang dapat dipegang oleh tangan,
seperti manusia, bumi dan sebagainya), juga bukan benda lathif
(benda yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti udara, roh dan
21 Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, “Sifat-Sifat Allah dalam
Pandangan Ibnu Taimiyah,”, hal.135 22Ahmad Atabik, “Corak Tafsir Aqidah (Kajian Komparatif Penafsiran Ayat-ayat
Aqidah)”. Esensia, Vol 17, No. 2, Oktober 2016, hal. 216
12
sebagainya), sedangkan bertempat adalah salah satu sifat dari benda
katsif dan benda lathif.
Sebagai dalil dalam mensucikan Allah dari tempat, ruang
kosong dan arah, firman Allah SWT dalam surat As-Shura ayat:11
رليسركمثلهۦرشيءرArtinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa denga Nya
Jika seandainya Allah bertempat, maka pasti ia akan memiliki
serupa-serupa dan dimensi; Panjang, lebar dan kedalaman. Dan
sesuatu yang memiliki dimensi, maka pasti ia adalah sesuatu yang
baharu, yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dengan
Panjang, lebar dan kedalaman tersebut.
Syekh Abdullah Al-Harariyy juga menyebutkan hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari, Ibn Al-Jarud dan al-Baihaqi dengan
sanad yang shahih bahwa Rasulullah SAW bersabdah:
هريرغرررئ رشرررنركريرررلروراللهررررانركر
Artinya: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa
permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”
Makna hadis ini ialah bahwa Allah ada pada azal. Dan pada
azal tidak ada sesuatupun selain Allah yang bersamanya. Pada azal
belum ada air, udara, bumi, langit dan Kursiyy, ‘Arsy, manusia, jin
dan malaikat. Jadi, Allah ada sebelum adanya tempat tanpa tempat
13
dan dialah yang menciptakan tempat, maka Ia tidak membutuhkan
kepadanya.23
Salah satu pengajian yang membahas kitab as-Shirat Al-
Mustaqim adalah Yayasan Syahamah Banten yang yang diadakan
dalam bentuk Dauroh Ilmiah dengan tema “Metode Ulama Salaf dan
Khalaf Dalam Memahami Ayat-ayat Mutasyabihat”. Dengan
menggunakan rujukan utama Kitab As-Shirath Al-Mustaqim karya
Syekh Abdullah Al-Harary
Adapun kegiatan rutin yang dilakukan oleh Yayasan
Syahamah ialah pengajian rutin setiap hari Ahad yang berlokasi di
jalan Ciputat Molek V No 16 A. Pengajiannya mengupas seputar
ilmu-ilmu agama yang penting seperti mengkaji pembahasan
tentang Aqidah dan Fiqih dengan menggunakan metode talaqqi,
belajar langsung pada guru syekh Fadi Fuad Alameddin Lebanon
dengan menggunakan bahasa Arab yang diterjemahkan oleh Ustadz
Syaiful Anwar M,Si dan Innaka Kamal Ali Lc untuk mempermudah
jamaah dalam memahaminya. salah satu kitab yang dikaji adalah
kitab As-Shirat al Mustaqim karya Syekh ‘Abdullah al-Harariy
mengenai ayat-ayat mutasyabihat.
Nama “Syahamah” merupakan singkatan dari Syabab
Ahlusunnah Waljamaah. Yayasan ini bergerak dibidang pendidikan
dakwah dan sosial kemasyarakatan berdiri pada tahun 1999 dalam
bentuk majelis taklim dan halaqah ilmu agama. Pada tahun 2010
Yayasan Syahamah mendapatkan pengesahan secara hukum
melalui akte notaris tercatat sebagai Yayasan yang sah. Syahamah
23 Syaikh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim Terjemah Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.41-42
14
merupakan Yayasan yang berasaskan Ahlusunnah Waljamaah
(As’ariyyah) dan mengikuti madzhab-madhab fiqih Muk’tabarah
seperti Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, serta
mencintai Ulama Sufi Sejati, seperti Imam Junaid Al-Baghdadi.24
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis melihat bahwa
ada beberapa problematika perbedaan pemahaman terhadap ayat
mutasyabihat yaitu beberapa perbedaan kelompok ataupun aliran
dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat khususnya pada ayat-ayat
sifat Allah di antaranya: Ahlusunnah waljama’ah, Musyabihah atau
Mujassimah dan Mua’ttilah. Yayasan Syahamah adalah salah suatu
Yayasan yang berasaskan Ahlusunnah Waljama’ah yang
menyelenggarakan pengajian ayat-ayat mutasyabihat dalam bentuk
daurah ilmiah, maka menurut penulis hal ini sangat menarik dan
penting untuk diteliti khususnya mengenai ayat-ayat sifat Allah
bagaimana Penafsirannya Syekh Fadi selaku narasumber dalam
daurah Ilmiah Yayasan Syahamah dalam memahami ayat-ayat
mutasybihat tersebut.
Maka berdasarkan pemaparan latar belakang di atas penulis
tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul: “Memahami
Ayat-ayat Mutasyabihat Perspektif Syekh Fadi dalam Daurah
Ilmiah Yayasan Syahamah Banten”.
B. Identifikasi Masalah
Merujuk pada uraian yang telah dipaparkan pada latar
belakang, ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, di
antaranya:
24Ustad syaiful Anwar (Selaku Penerjemah Pengajian dan Salah Satu Inisiator
Pendiri Yayasan, diwawancarai oleh Siti Sopiyah. Ciputat, 12 Februari 2020.
15
a. Adanya perbedaan pemahaman mengenai ayat-ayat
Mutasyabihat,
b. Adanya beberapa kelompok aliran tertentu yang
menyebabkan perbedaan pemahaman,
c. Perlunya suatu kajian yang membahas secara komprehensip
mengenai ayat-ayat Mutasyabihat.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah tersebut, penulis
merumuskan permasalahan penelitian yaitu; Bagaimana metode
memahami makna ayat-ayat mutasyabihat dalam persepektif Syekh
Fadi dalam daurah ilmiah pengajian Yayasan Syahamah Banten
serta bagaimana respon jamaah pengajian terhadap materi daurah
tersebut meliputi: motivasi jama’ah dalam mengikuti kajian,
pemahaman jam’ah terhadap materi yang disampaikan, mamfaat
daurah bagi jama’ah serta dampak positif daurah bagi jama’ah?
D. Pembatasan Masalah
Berkaitan dengan identifikasi masalah yang telah disebutkan
sebelumnya, maka penulis akan melakukan pembatasan masalah.
Adapun penelitian ini akan difokuskan pada metode yang digunakan
dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat khususnya pada beberapa
penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang dikaji dalam pengajian
daurah ilmiah Yayasan Syahamah Banten yaitu QS. Thaha:5, QS.
Fathir:10, QS. Al-Anbiya’:91, QS. Shaad:6, QS. Al-Hajj:26 dan QS.
al-Mukminun:116. Serta adanya respon dari Jama’ah yang
mengikuti pengajian daurah ilmiah meliputi: motivasi jama’ah
dalam mengikuti kajian, pemahaman jam’ah terhadap materi yang
16
disampaikan, mamfaat daurah bagi jama’ah serta dampak positif
daurah bagi jama’ah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengeksplorasi jalannya daurah Ilmiah dalam
memahami ayat-ayat Mutasyabihat di Yayasan Syahamah
Banten serta respon jamaah terhadap daurah ilmiah
tersebut
b. Untuk memenuhi pesyaratan tugas akhir jurusan Ilmu Al-
Quran dan Tafsir di fakultas Ushuluddin
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis penelitian ini menjadi tambahan informasi
dan bahan pertimbangan bagi mahasiswa atau mahasiswi
terutama yang kajiannya fokus pada pembahasan
penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat
b. Secara Praktis penelitian ini menjadi bahan pertimbangan
bagi pengurus Yayasan Syahamah dalam melakukan
pengajian atau kegiatan daurah ilmiah supaya materinya
bisa diterima oleh jama'ah dengan benar dan tepat.
F. Tinjaun Pustaka
Penulis menyadari bahwa mengenai kajian Memahami Ayat-
ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh fadi dalam Daurah Ilmiah
Yayasan Syahamah Banten”, sampai saat ini belum ada karya tulis
yang memabahas tentang ini, demikian penulis menemukan
beberapa penelitian yang sejalan diantaranya:
17
1. Mega Nur Fadilah25, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dengan skipsi yang berjudul “Pengajian Tafsir di
Masyarakat (Studi Kasus Jami’ Al-Muhtarom Jakarta
Utara), Hasil penelitian ini mendeskripskan tentang
jalannya proses pengajian tafsir masjid Jami’ Al-Muhtaram
dan respon jama’ah atas pengajian, serta dampak yang
dialami jama’ah dari mengikuti pengajian tafsir di masjid
Jami’ Al-Muhtarom dengan menggunakan kitab tafsir
Jalalayn dan Asyarut Tafasir. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti yang fokus pada
Metode Memahami Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif
Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah
Banten serta respon dari jama’ah.
2. Nor Amalina26, mahasiswa UIN Antasari dengan skripsi
yang berjudul “Pengajian Tafsir Jalalain di Majelis Taklim
Zawiyah Al-Muttaqin Desa Pakapuran Kecil Kecamatan
Daha Utara”, penelitian ini menjelaskan tentang gambaran
pelaksanaan pengajian tafsir Jalalain dan antusiasme
peserta pengajian terhadap pengajian tafsir Jalalain di
Majelis Taklim Zawiyah Al-Muttaqin. Berbeda dengan
peneliti yang akan memfokuskan pada Metode Memahami
Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam
Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
25Mega Nurfadilah, “Pengajian Tafsir (Studi Kasus Masjid Jami’ Al-Muhtarom
Jakarta Utara”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.) 26Nor Amalina, “Pengajian Tafsir Jalalain di Majelis Taklim Zawiyah Al-
Muttaqin Desa Pakapuran Kecil Kecamatan Daha Utara”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin
dan Humanira UIN Antasari, 2019)
18
3. Zyaul Haqqi,27, mahasiswa UIN Ar-Raniry Darussalam-
Banda Aceh dengan judul skripsi “Pembelajaran Tafsir di
Pesantren Ummul Ayman Samalanga”, penelitian ini
menemukan tiga persoalan dalam kajiannya: Pertama,
bagaimana pola pembelajaran tafsir yang digunakan pada
dayah Ummul Ayman. Kedua, bagaimana pemahaman
santri dayah Ummul Ayman dalam memahami tafsir.
Ketiga, bagaimana peluang dan tantangan kemampuan
santri yang terjadi ketika menerapkan pembelajaran tafsir
pada pesantren Ummul Ayman. Hal ini berbeda dengan
peneliti yang akan memfokuskan pada Metode Memahami
Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam
Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
4. Parukhi28, mahaisiswa IAIN Wali Songo Semarang dengan
judul skripsi “Problematika Pengajian Tafsir Al-Qur’an dan
Upaya Pemecahanya di Desa Jatimulya Kec.Suradadi
Kab.Tegal”, penelitian ini mendeskripsikan gambaran
pelaksanaan, problem dan upaya pemecahannya di Desa
Jatimulya Kec. Suradadi Kab. Tegal. Berbeda dengan
penelitian ini yang fokus pada Metode Memahami Tafsir
Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam Daurah
Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
27 Zyaul Haqqi, “Pembelajaran Tafsir di Pesantren Ummul Ayman Samalanga”,
(Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2017). 28 Parukhi, “Problematika Pengajian Tafsir Al-Qur’an dan Upaya Pemecahanya
di Desa Jatimulya Kec.Suradadi Kab.Tegal”, (Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Wali Songo
Semarang, 2012)
19
5. Ahmad Muhammad29, mahasiswa IAIN Surakarta menulis
skripsi “Pengajian Tafsir Nur Al-Ihsan Karya Muhammad
Sa’id bin Umar Oleh Baba Ismail di Patani” membahas
tentang metode pengajaran Tuan Guru Haji Ismail
Sepanjang dalam menyebarkan kitab tafsir Nur al-Ihsan di
Patani dan karakteristik Pengajian Tafsir Nur al-Ihsan yang
dilakukan oleh Baba Ismail. Berbeda dengan peneliti ini
yang akan membahas tentang Metode Memahami Tafsir
Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam Daurah
Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
6. Mohd Ikbal bin Ahmad Zohdi30, mahasiswa UIN Sultan
Syarif Kasim Riau menulis skripsi “Metode Basmeih dalam
Menafsirkan Ayat dalam Tafsir Pimpinan Al-Rahman”,
penelitian ini menjelaskan tentang metode dan corak
penafsiran Basmeih serta keistimewaan dan kelemahannya.
Berbeda dengan penelitan ini yang fokus pada Metode
Memahami Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh
Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta
respon dari jama’ah.
7. Muhammad Fitri31, mahasiswa UIN Antasari Banjar Masin
menulis skripsi “Pengkajian Tafsir di Lembaga Pengajaran
29Ahmad Muhammad, “Pengajian Tafsir Nur Al-Ihsan Karya Muhammad Sa’id
bin Umar Oleh Baba Ismail di Patani”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN
Surakarta,2019) 30Mohd Ikbal bin Ahmad Zohdi, “Metode Basmeih dalam Menafsirkan Ayat
dalam Tafsir Pimpinan Al-Rahman” (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif
Kasim Riau, 2010) 31 Muhammad Fitri, “Pengkajian Tafsir di Lembaga Pengajan dan Pengkajian Al-
Qur’an (LPPQ) IAIN Antasari Bnjar Masin Priode 2016” (Skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Antasari Banjarmasin, 2017)
20
dan Pengkajian Al-Qur’an (LPPQ) IAIN Antasari Bnjar
Masin Priode 2016”, penelitian ini mendiskripsikan tentang
gambaran pengkajian Tafsir di Lembaga Pengajian dan
Pengkajian Alquran (LPPQ) IAIN Antasari Banjarmasin
Periode 2016, mengetahui kendala-kendala yang dihadapi
oleh pengakajian dan solusi-solusinya. Berbeda dengan
penelitian ini yang fokus pada pembahasan Metode
Memahami Tafsir Ayat Mutsyabihat Persepektif Syekh
Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta
respon dari jama’ah.
8. Hadi Ismail M32, Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati
Bandung menulis skripsi “Konsep Tauriyah dalam
Memahami Ayat-ayat Mutasyabihat: Studi Analisis
terhadap Ta’wîl Ayat-ayat Sifat” penelitian ini menjelaskan
bagaimana metode ulama khalaf dalam memahami ayat-
ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat Allah dalam Al-
Qur’an. Selain itu untuk mengetahui penerapan metode
ta’wîl dengan konsep Tauriyah yang digunakan oleh para
ulama khalaf. Sedangkan peneliti akan meneliti Metode
Memahami Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh
Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta
respon dari jama’ah.
9. Randa33, mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang menulis
skripsi “Iterpretasi Hadis terhadap Ayat-ayat Mutasyabihat
32Hadi Ismail M, “Konsep Tauriyah dalam Memahami Ayat-ayat Mutasyâbihât:
Studi Analisis terhadap Ta’wîl Ayat-ayat Sifat” (Skripsi Fakultas Ushuuddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2012) 33 Randa, “Iterpretasi Hadis terhadap Ayat-ayat Mutasyabihat (Studi Ayat-ayat
Tajsim)” (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah Palembang,
2018)
21
(Studi Ayat-ayat Tajsim)” penelitian ini menjelaskan
tentang interpretasi hadis terhadap ayat-ayat tajsim serta
pendapat ulama tentang sifat Alah. Berbeda dengan
penelitian ini yang akan mengkaji tentang Metode
Memahami Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh
Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta
respon dari jama’ah.
10. Irfan Hazri,34 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menulis skripsi berjudul “Intepretasi Ayat Mutasyabihat
Tentang Posisi Allah (Studi Komparatif Tafsir Marah Labid
dan Tafsir Al-Misbah)” membahas tentang interpretasi
Imam Nawawi Al-Jawi dan Quraish Syihab dalam
menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat tentang posisi Allah
yang sebenarnya. Berbeda penelitian ini yang fokus pada
Metode Memahami Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif
Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah
Banten serta respon dari jama’ah.
11. Abdulloh Dardum,35 menulis artikel di Jurnal Kalimah, Vol.
15, No. 2, September 2017 dengan judul “Teologi Asy’ari
dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode Ta’wil Tafsili dalam
Memahami Ayat Istiwa’)” artikel ini memaparkan dan
mengulas metode ta’wil tafsili yang digunakan oleh para
mufasir dalam memahami ayat-ayat Istiwa’. Sedangkan
penelitian ini membahas mengenai Metode Memahami
Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam
34 Irfan Hazri, “Terjemah ayat mutasyabihat: Analisis Fungsi Prosedur Eksplitsi”
(Skripsi Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019) 35Abdulloh Dardum, Teologi Asy’ari dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode Ta’wil
Tafsili dalam Memahami Ayat Istiwa’)” Jurnal Kalimah, Vol. 15, No. 2, September 2017.
22
Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
12. Nasimah Abdullah dkk,36 menulis artikel di jurnal Al-
Irsyad: Vol. 4, No. 2, Dec 2019 dengan judul “Terjemah
ayat mutasyabihat: Analisis Fungsi Prosedur Eksplitsi”
artikel ini meneliti bentuk eksplisitasi yang terdapat dalam
terjemahan ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Quran dan
menghubungkan dengan pengaruh aliran pemikiran yang
dipegang oleh penterjemah. Kajian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang menjurus kepada analisis
kandungan teks al-Quran yang dijelaskan secara deskriptif
dengan memilih tiga (3) perkataan yang dinisbahkan kepada
Allah SWT yang terdapat dalam teks al-Quran sebagai
sampel kajian yaitu lafaz (يدر dan استوى) dan (أعين). Sedangkan penulis mengkaji tentang Metode Memahami
Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam
Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
13. Muhammad Rashidi Wahab dkk,37 menulis makalah yang
terbit di jurnal Usuluddin (Januari–Juni 2014) 39:33-69
yang berjudul “Persoalan Mutashābihāt mengenai Istiwā,”
makalah ini meneliti kenyataan dan penjelasan ulama Ahl
al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam persoalan berkenaan
dengan kenyataan Allah SWT itu bertempat atau Allah
36 Nasimah Abdullah dkk, “Terjemah ayat mutasyabihat: Analisis Fungsi
Prosedur Eksplitsi”, Jurnal Al-Irsyad: Vol. 4, No. 2, Dec 2019 37 Muhammad Rashidi Wahab dkk, “Persoalan Mutashābihāt mengenai Istiwā’”,
Jurnal Usuluddin (Januari – Jun 2014) 39:33-69
23
SWT tidak bertempat. Penelitian menjelaskan bahwa ulama
Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah berpegang dengan pegangan
Allah SWT tidak butuh kepada tempat seperti makhluk-
Nya. Selain itu, didapati hujah pendukung aliran Allah SWT
bertempat berdasarkan Ḥadīth Jariyyah bukan suatu hujah
yang kukuh dalam mempertahankan pegangan mereka.
Makalah ini juga memaparkan bahwa metode tafwiḍ dan
takwil merupakan pendekatan yang disepakati
penggunaannya oleh Salaf dan Khalaf dalam berinteraksi
dengan nas-nas sifat mutasyabihat. Berbeda dengan
penelitian penulis yang fokus pada Metode Memahami
Tafsir Ayat Mutasyabihat Persepektif Syekh Fadi dalam
Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten serta respon dari
jama’ah.
G. Metodelogi Penelitian
Metode Penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek
penelitian.38 Metodologi penelitian merupakan suatu cara yang
ditempuh untuk menemukan kebenaran ilmiah secara sistematis.
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan
penelitian kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan berupa deskripsi,
uraian detail. Ciri khas dari penelitian kualitatif yaitu penyajianya
menggunakan perspektif emic, yaitu data dipaparkan dalam bentuk
38 Arief Subiyantoro dkk, “Metode dan Tenik Penelitian Sosial” (Yogyakarta:
C.V ANDI OFFSET, 2007). hal 65
24
deskripsi menurut bahasa, cara pandang subjek penelitian.39 Penulis
juga menggunakan penelitian kuantitatif yaitu mengambil sumber
dari pustaka dan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti
terdahulu serta literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah
tersebut untuk membantu pemahaman kajian ini sehingga menjadi
jelas dan terinci.40
Secara alternatif, pendekatan kualitatif merupakan salah satu
pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma
pengetahuan berdasarkan pandagan konstruktivist (seperti makna
jamak dari pengalaman individual, makna yang secara sosial dan
historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori atau
pola) atau pandangan advokasi/partisipatori (seperti orientasi
politik, isu, kalaboratif, atau orietasi perubahan) atau keduanya.
Pendekatan ini juga menggunakan strategi penelitian seperti naratif,
fenomenologis, etnografis, studi grouded theory, atau studi kasus.41
2. Sumber data
Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder
a) Data Primer
sumber data utama yang digunakan adalah Wawancara
dengan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
dengan pihak terkait yang dikerjakan secara sistematis dan
berlandaskan kepada tujuan peneliti.
39 Abdul Mustaqim “Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir”, (Yogyakarta, Idea
Press Yogyakarta, 2015) hlm. 110. 40 A Rafiq Zainul Mun’im “Tafsir Realis Terhadap Makna Dan Simbol Alquran
Bagi Masyarakat Kabupaten Probolinggo”. MADANIA Vol. 21, No. 2, Desember 2017.
hal.195 41 Emzir, “Metodelogi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif”
(Jakarta:PT Raja Grafinda Persada, 2008) hal. 28
25
b) Data Sekunder
Sementara sumber data sekunder atau sumber data
pendukung, penulis merujuk pada literatur karya ilmiah, buku-
buku, jurnal dan karya-karya tulis lainya sebagai penunjang
data yang berkaitan dengan tema penelitian.
3. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pertama,
observasi, observasi adalah salah satu cara untuk memperoleh data
dengan akurat. Secara umum, observasi diartikan dengan
pengamatan atau penglihatan. Adapun secara khusus, observasi
dimaknai dengan mengamati dalam rangka memahami, mencari
jawaban, serta mencari bukti terhadap fenomena sosial tanpa
mempengaruhi fenomena yang diobservasi.42 Observasi juga
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan
sitematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan
sesaat ataupun mungkin dapat diuang.43 Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang kajian daurah ilmiah Yayasan
Syahamah Banten dalam ayat-ayat Mutasyabihat (studi kasus kajian
syahamah Banten). Keberadaan peneliti telah diketahui oleh subjek
yang diteliti pihak yayasan syahamah. Tetapi peneliti sudah
dianggap sebagai bagian yayasan syahamah tersebut, mereka
mempersilahkan untuk datang pada setiap diadakan kajian daurah
42 Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal of Qur’an and Hadith Studies – Vol. 4, No. 2, 2015. hal.
178 43 Sukandarrumidi, “Metodelogi Penelitian Pentunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula”, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012). hal 69
26
ilmiah tersebut. Sehingga tujuan peneliti semakin mudah dalam
mengakses hal-hal yang diperlukan dalam penelitian tersebut.
Kedua, wawancara, wawancara adalah cara pengumpulan data
dengan jalan tanya jawab dengan pihak terkait yang dikerjakan
secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan peneliti.44
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dan informan atau yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama.45 wawancara mendalam dengan
mengacu pedoman wawancara. Wawancara ini untuk menanyakan
pendapat, pandangan motif, persepsi, dan sikap pihak-pihak kajian
syahamah bagaimana proses memahami ayat-ayat mutasyabihat
dalam kajiannya, apa motivasi para jama’ah dalam mengikuti kajian
tersebut, apa implikasi atau dampak yang diperoleh selama
mengikuti kajian tersebut serta segala hal yang berkaitan dengan
kajian tersebut. Informan yang diwawancarai adalah, pemateri
dalam kajian tersebut, peserta yang turut serta dalam kajian
memahami ayat-ayat mutasyabihat dalam kajian Syahamah Banten.
Ketiga, dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan suatu
cara pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis
dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun
44 Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal of Qur’an and Hadith Studies – Vol. 4, No. 2, 2015. hal.
179 45 Burhan Bungin, “Penelitian Kualitatif”, (Jakarta: Prenada Media Group 2007).
hal 111
27
elektronik.46 Dokumen yang akan dipelajari adalah teks-teks dan
foto-foto kegiatan program kajian syahamah. Teks- teks berupa
berupa arsip profil yayasan syahamah, laporan kegiatan mingguan,
bulanan dan tahunan, serta dokumen-dokumen lain yang terkait
dengan kegiatan kajian syahamah tersebut. Sedangkan dokumen
foto memberikan informasi visual tentang kegiatan praktis Yayasan
Syahamah Banten dalam pelaksanaan kajian ayat-ayat mutasyabihat
tersebut.
4. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah ± 30 orang, sedangkan
penulis mengambil sampel dari penelitian ini berjumlah 15 orang.
5. Metode Analisa Data
Peneliti menjelaskan metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian tertsebut. Dalam contoh kasus di atas, model
analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif
(interactive model of analysis) yang meliputi tiga tahapan yaitu data
reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan
conclusion drawing (penarikan kesimpulan).
Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah
atau data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Penyajian data, yaitu penyusunan informasi yang kompleks ke
dalam suatu bentuk yang sistematis, sehingga menjadi lebih selektif
dan sederhana serta memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan data dan pengambilan tindakan.
46Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal of Qur’an and Hadith Studies – Vol. 4, No. 2, 2015. hal.
180.
28
Kesimpulan, yaitu merupakan tahap akhir dalam proses
analisa data. Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari
data-data yang telah diperoleh dari observasi, interview, dan
dokumentasi Pada tahap ini peneliti melalukan konseptualisasi atau
generalisasi.47
H. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan skripsi ini merupakan hal yang penting
karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari
masing-masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunannya.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I pendahuluan sebagai langkah awal dalam penelitian ini,
yang mana penulis menjelaskan latar belakang penelitian kemudian
identifikasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah.
Berdasarkan latar belakang tersebut serta tujuan dan manfaat
penelitian ini, juga beberapa tinjauan kajian pustaka terdahulu
dengan beberapa metodologi penelitian. Adapun sistematika
penulisan ini guna menjadikan penelitian ini tersusun rapi.
Bab II penulis mulai memberikan tinjauan umum mengenai
tafsir ayat mutasyabihat periode klasik dan modern meliputi;
pengertian ayat mutasyabihat, jenis-jenis ayat mutasyabihat, tafsir
ayat mutasyabihat menurut ulama klasik dan modern. Hal ini ditulis
sebagai pemahaman awal mengenai kajian seputar ayat tafsir
mutasyabihat.
47 Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal of Qur’an and Hadith Studies – Vol. 4, No. 2, 2015. ha.
183
29
Bab III penulis menguraikan Biografi Syekh Fadi sebagai
narasumber daurah ilmiah, mengenal kitab rujukan yang digunakan
dalam daurah ilmiah serta mengenal profil Yayasan Syahamah
Banten dan program kegiatan Yayasan, Profile Syahamah dibahas
untuk mengetahui tentang sejarah Yayasan, struktur kepengurusan,
nama dan badan hukum Yayasan, Visi Misi dan Motto Yayasan
serta Tujuan dan kegiatan yang ada di Yayasan Syahamah. Profil
Yayasan Syahamah dibahas guna untuk mengetahui gambaran
umum Yayasan Syahamah. Penulis juga memaparkan biografi
narasumber daurah ilmiah Yayasan Syahamh Banten serta profile
jamaah sebagai bentuk perwakilan dari para jamaah, untuk melihat
sejauh mana pelaksanaan pengajian tersebut sehingga menimbulkan
respon dari jama’ah yang mengikuti daurah ilmiah.
Bab IV bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah
penelitian penulis, menguraikan tentang materi daurah ilmiah
berkenaan dengan takwil ayat mutasyabihat serta analisis metode
penafsiran Syekh Fadi dalam daurah ilmiah Yayasan Syahamah
Banten serta respon jamaah terhadap materi yang disampaikan.
Karena setiap proses suatu kegiatan kajian pasti timbul sebuah
respon jama’ah. Respon jama’ah menjadi penting di bahas untuk
mengetahui sejauh mana jama’ah merespon atas kajian daurah
metode memahami ayat mutasyabihat yang telah mereka ikuti.
Alasan penulis memasukkan materi daurah ilmiah metode
memahami ayat mutasyabihat dalam bab ini juga guna untuk melihat
improvisasi Syekh Fadi dalam penyampaian
Bab V penutup, terdiri dari kesimpulan dari hasil uraian
keseluruhan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, termasuk
didalamnya kesimpulan yang ada dibab IV yang menganalisis
30
tentang materi yang disampaikan dalam daurah ilmiah Yayasan
Syahamah Banten serta respon dari jamaah juga berisi saran dan
rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
31
BAB II
TAFSIR AYAT MUTASYABIHAT PERIODE KLASIK DAN
MODRN
Sebelum membahas mengenai memahami tafsir ayat-ayat
mutasyabihat perspektif Syekh Fadi dalam daurah ilmiah yayasan
Syahamah Banten, penulis perlu menguraikan terlebih dahulu
mengenai makna dari ayat mutasyabihat dan jenisnya serta
mengenai ayat mutasyabihat dikalangan mufassirin dari zaman
dahulu hingga saat ini sudah banyak dibicarakan baik dari segi
makna, maupun makna dari ayat mustasyabihat itu sendiri.
A. Pengertian Ayat Mutasyabihat
Pertama penulis akan menjelaskan makna mutasyabihat
secara etimologi atau secara Bahasa.
Secara etimologi kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh
yakni bila satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan syubhah
ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat
dibedakan dari yang lain karena adaya kemiripan diantara keduanya
secara kogkrit maupun abstrak. Sebagaimana firman Allah:
بها وأتوا بهۦ متش
“Dan mereka diberi yang serupa dengannya.” (Al-Baqarah:25)
Maksudnya adalah , Sebagian buah-buahan surga itu serupa
dengan sebagian yang lain karena adanya kemiripan dalam hal
warna, tidak dalam hal ras dan hakekat. Dikatakan pula mutasyabih
adalah mutamatsil (menyerupai) dalam perkataan dan keindahan.
Jadi tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuain perkataan,
karena sebaginnya membenarkan yang lain serta sesuai pula
32
maknanya. Inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh al-‘amm atau
mustasyabihat dalam arti umum.1
Makna mutasyabihat dalam kamus Mu’jam Al-Wasit ialah:
يحتملرعدةرمعانررر)رالمتشابهر(رالنصرالقرآني
Artinya “Nash Al-Qur’an yang mengandung banyak arti.” 2
secara istilah ayat mutasyabihat memiliki banyak
pengertian, dalam buku yang berjudul “kaidah-kaidah tafsir”
definisi mutasyabihat diringkas menjadi empat definisi yang saling
berdekatan yaitu: Pertama, ayat mutasyabihat diartikan sebagai
suatu lafadz yang tidak jelas maknanya karena lafaznya musytarak
yakni memiliki banyak makna atau mengandung arti global (garis
besar), atau karena hal lain. Kedua, ayat mutasyabihat diartikan
sebagai suatu lafaz yang kandungan maknanya tidak berdiri sendiri,
tetapi membutuhkan penjelasan lain diluar dirinya. Ketiga, ayat
mutasyabihat diartikan sebagai suatu lafaz yang taramat sulit
ditafsirkan maknanya karena menyurupa hal lain diluar dirinya.
Keempat, ayat mutasyabihat diartikan sebagai suatu lafaz yang pada
lahiriahnya tidak mengemukakan apa yang dikehendaki atau apa
yang dimaksudkan. Dari keempa definisi mutasyabihat tersebut
hanya berkisar pada satu makna saja, di mana ia tidak bediri sendiri
tetapi memerlukan penjelasan diluar dirinya.3
1 Syaikh Manna’ Al-Qahthan, Pengantar Studi Ilmu AlQur’an, . (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar,2005). hal.265 2 Majma’ al-Lughoh al-Arabiyyah Bi al-Qahirah, Mu’jam Al-Wasit, (t.tp, Dar al-
Da’wah,t.th.), Juz 1 hal.471 3Prof.DR.H. Salman Harun dkk , “Kaidah-Kaidah Tafsir”, (Jakarta: QAF, 2017)
hal. 727-728
33
Dari pemaparan diatas, maka dapat penulis simpulkan
bahwa ayat mutasyabihat adalah ayat yang belum jelas karena
mengandung arti banyak sehingga dibutuhkan takwil.
B. Jenis-jenis Ayat Mutasyabihat
Jenis ayat mutasyabihat terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai
berikut:
1. Jenis Ayat Mutasyabih Secara Global
Secara global ayat mutasyabihat dibagi menjadi tiga, yaitu:
mutasyabih dari sisi lafadz saja, mutasyabih dari sisi makna saja,
dan mutasyabih dari segi lafaz dan makna. berikut ini akan
dijelaskan mengenai jenis ayat mutasyabihat:
1) Mutasyabihat dari sisi lafadz, Ayat yang mutasyabih dari sisi
lafadz saja ada dua macam yaitu:
Pertama, kembali kepada lafadz-lafadz yang berdiri
sendiri/tunggal (mufrad), baik karena ditinjau dari sisi
bahwa kata itu asing seperti kata: الآب dan kata: يزفونرر atau
karena kata itu adalah muystarak (bermakna ganda), seperti
kata:اليدرر dan kata: اليمين
Kedua, kembali kepada susunan kalimat dan ini dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
a) Untuk meringkas pembicaraan, seperti tentang anak
yatim dan masalah poligami dalam QS. an-Nisa’: 3
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap [hak-hak] perempuan yatim
[bilamana kamu mengawininya] maka kawinilah
wanita-wanita [lain] yang kamu senangi”.
34
b) Untuk memanjangkan pembicaraan, seperti dalam
lafal ليسركمثلهۦرشيء Artinya:“Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia” (QS. Asy-Syura: 11),
adanya penambhan lafal kaf pada lafal mitsli كمثل) )
padahal kedunya meiliki arti “seperti” Jika
dikatakan: شيءرر maka akan lebih jelas ليسركمثلهۦر
bagi pendengarnya.
c) Karena adanya tuntutan dari susunan suatu
pembicaraan, seperti: firman Allah dalam (QS. al-
Kahfi: 1-2). Artinya: “Segala puji bagi Allah yang
telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-
Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di
dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus”.
Perkiraan dari ayat ini adalah “segala puji bagi Allah
yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Al-Qur’an) sebagai bimbingan yang lurus dan Dia
tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”
2) Ayat yang mutasyabih ditinjau dari sisi makna adalah sifat-
sifat Allah dan sifat-sifat hari kiamat karena sifat-sifat itu
tidak dapat kita gambarkan. Kita tidak akan dapat
menggambarkan sesuatu selama kita tidak dapat
mengindranya atau yang sejenis dengannya.
3) Ayat mutasyabih dari segi lafaz dan makna. Bagian ini
terdiri dari lima macam, yaitu: Pertama, dari sisi banyaknya,
seperti yang umum dan yang khsusus, misalnya ayat: ت لوارر فٱق Artinya: “(maka bunuhlah orang-orang yang .ٱلمشركينر
musyrik itu)” (QS. at-Taubah:5). Dalam ayat ini, orang-
35
orang muslim diperintahkan untuk membunuh orag-orang
dimanapun jika bertemu dengan mereka. Tentu saja hal ini
masih samar tantang batas-batas boleh dan tidaknya mereka
dibunuh. Kedua, dari sisi cara (praktik), seperti yang wajib
dan yang sunah, misalnya pada firman Allah: فٱنكحوارمارطابرر Artinya: ”(maka kawinilah wanita-wanita [lain] yang لكم
kamu senangi)” (QS. an-Nisa’: 3). Ketiga, dari sisi waktu,
seperti yang nasikh dan yang mansukh, seperti perintah
untuk bertakwa sebenar-benarnya misalnya pada ayat: ٱت قواررر حق ت قاتهرٱللر Artinya: “(bertakwalah kalian kepada Allah
dengan takwa yang sebenarnya)” (QS. Ali-Imran: 102).
Keempat, dari sisi tempat dan situasi yang melingkupi
turunnya suatu ayat, seperti:
ررو رٱلبرمنرٱت قى توارٱلب يوترمنرظهورهارولكنليسرٱلبحربنرت
Artinya: “(Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah
dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan
orang yang bertakwa) (QS. al-Baqarah: 189).”
Maksud dibelakang rumah didalam ayat tersebut nash
samar. Orang yang tidak mengetahui ada kebiasaan orang-
orang jahiliyah tidak bisa memahami ayat tersebut. Kelima,
dari sisi syarat yang merupakan kunci sah atau tidaknya
suatu perbuatan, seperti syarat-syarat shalat dan nikah.4 2. Jenis Ayat Mutasyabihat Berdasarkan Bisa Tidaknya Diketahui
Oleh Manusia
4 Imam Suyuti, Ulumul Qur’an II , (Solo: Indiva Pustaka, 2008), hal. 96-97
36
Jenis ayat mutasyabihat berdasarkan bisa tidaknya diketahui
oleh seseorang ada tiga macam: Pertama, yang tidak mungkin
diketahui maknanya, seperti hari kiamat, keluarnya ad-Dabbah dan
yang seperti itu. Kedua, yang lain yang mungkin bagi seorang
manusia untuk mengetahui maknanya, seperti kata-kata yang asing
dan hukum-hukum yang sulit. Ketiga, adalah di antara keduanya,
yang pengetahuannya hanya dapat dilakukan oleh para ulama yang
dalam ilmunya dan tidak dapat diketahui oleh selain mereka. Inilah
yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW. pada sabdanya kepada
Ibnu Abbas, “Ya Allah, berikanlah pemahaman kepadanya dan
ajarkanlah takwil kepadanya.”5
Yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini adalah
mutasyabihat yang maknanya mungkin diketahui yaitu ayat
berkenaan dengan ayat mutasyabihat tentang sifat tuhan melalui
penelitian terhadap kajian daurah ilmiah Yayasan syahamah Banten
yang dinarasumberi oleh Ulama Lebanon yaitu Syekh Fadi.
C. Tafsir Ayat Mutasyabihat Menurut Ulama Klasik (Salaf)
Ulama klasik atau yang biasa disebut ulama salaf atau ulama
generasi awal. Menurut Thablawi Mahmud Sa’ad dalam buku “Ilmu
kalam” disebutkan bahwa salaf artinya ulama terdahulu atau salaf
terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, tabi’in,
tabiut tabi’in, para pemuka abad ke-3 Hijriyah, dan para
pengikutnya pada abad ke-4 yang terdiri atas para muhadditsin dan
sebagainya. Atau salaf dapat diartikan sebagai ulama-ulama yang
hidup pada tiga abad pertama islam. Menurut Asy-Syahrastani (472-
5 Imam Suyuti, Ulumil Qur’an II, hal 96
37
548 H), ulama salaf tidak menggunakan takwil dalam menafsirkan
ayat-ayat mutasyabihat dan tidak mempunyai paham tasybih
(antromorfisme). Mahmud Al-Bisybisy dalam Al-Firaq Al-
Islamiyyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’in dan tabiut
tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menolak penafsiran yang
mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala
sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya.6
Berikut akan dijelaskan pendapat ulama salaf berkaitan
dengan persolan-persoalan dalam memahami ayat-ayat
mutasyabihat.
Yang termasuk ulama salaf diantaranya adalah Ibn
Hanbal beliau lahir di Baghdad pada tahun 164 H/780 M, dan
meninggal 241 H/855 M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena
salah anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama
Imam Hanbali karena menjadi pendiri Mazhab Hanbali. Ayahnya
meninggal ketika Ibn Hanbal masih berusia muda. Meskipun
demikian ayahnya telah mengawalinya memberikan Pendidikan Al-
Qur’an. Pada usia 16 tahun, ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu
agama lainnya kepada ulama-ulama Baghdad. Lalu mengunjungi
ulama-ulam yang tereknal di Kufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekah
dan Madinah.7
Dalam memahami ataupun menafsirkan ayat-ayat
mutasyabihat, Ibn Hanbal lebih menyukai pendekatan lafdzi
(tekstual) dari pada pendekatan takwil, tertama yang berkaitan
6 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia
2018) hal.133-134 7 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia 2018)
hal.135
38
dengan sifat-sifat Tuhan. Hal itu terbukti ketika ditanya tentang
penafsiran QS. Thaha:5
رر رٱلرحنرعلىرٱلعرشرٱست وى
Artinya: “Yang Maha pengasih, yang bersemayam d atas ‘Arsy”
Imam Ibnu Hanbal menjawab bahwa penafsiran ayat tersebut adalah:
ف راصرارورهرغرل رب ري رررة رفرصرلروررد ررحرلاربررراءرارشرمركرورراءرشرررفريركرررشرررعرىرالرلرىرعرورت رسرار
Artinya: “Istawa diatas ‘Arsy terserah Dia dan bagaimana
dikehendaki dengan tiada batas dan tiada seorang pun yang
sanggup menyifatinya.”8
Dari pernyataan diatas terlihat Imam Ibn Hanbal bersikap
menyerahkan makna ayat mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-
Nya, dan menyucikan-Nya dari keserupaan dengan mahluk. Ia sama
sekali tidak menakwilkan pengertian lahirnya.
Pemahaman ulama salaf ini mayoritas diantara mereka tidak
melakukan penafsiran apapun dari teks-teks tersebut mereka cukup
mengimaninya dengan penetapan sifat-sifat Allah yang telah Allah
tetapkan pada Dzat-Nya dan mensucikan Allah dari penyerupaan
pada hal-hal baru, mereka sepenuhnya menyerahkan maksud yang
sebenarnya kepada Allah SWT. Metodelogi yang mereka gunakan
adalah metode tafwid atau takwil ijmali, mereka tidak mengartikan
istiwa’ dengan bersemayam dan bertempat di ‘Arsy. Mereka
beranggapan bahwa istiwa mempunyai arti tersendiri yang hanya
diketahui oleh Allah dan tidak mengandung penyerupaan sifat-sifat
Allah dengan sifat mahluk-Nya. Sebagaimana yang dilakukan oleh
8 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia 2018)
hal.137
39
Imam Malik ketika beliau ditanya oleh seorang laki-laki yang
berada dimajelisnya laki-laki tersebut bertanya mengenai arti
istawa. Pada saat itu Imam Malik hanya menundukkan kepala
hingga badannya bergetar dan badannya berkeringat lalu beliau
berkata “istawa telah jelas penyebutannya dalam Al-Qur’an dan
bagaimana kaif tidak logis ditanyakan kepada Allah, beriman
kepadanya adalah wajib dan mempermasalahkan istawa adalah
bid’ah. Lalu Imam Malik memerintahkan laki-laki tersebut untuk
dikeluarkan dari majelisnya.9
Yang termasuk bagian dari ulama salaf adalah Ibnu Taimiah.
Ibrahim Madzkur mengatakan bahwa Ibnu Taimiah merupakan
seorang tokoh salaf ekstrem karena kurang memberikan ruang gerak
pada akal. Ibrahim Madzkur juga memberikan catatan tentang
beberapa pemikiran Ibnu Taimiah tentang teologi diantaranya
sebagai berikut:
1. Berpegang teguh pada nash (Teks al-Qur’an dan Hadis)
2. Tidak memberikan ruang gerak yang bebas pada akal
3. Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu
agama
4. Di dalam islam yang diteladani hanya tiga generasi (sahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in)
5. Allah memiliki sifat yang bertentangan dengan tauhid dan
mentanzihkan-Nya
9 Abdulloh Dardum, Teologi Asy’ari dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode Ta’wil
Tafsili dalam Memahami Ayat Istiwa’)” Jurnal Kalimah, Vol. 15, No. 2, September
2017.hal 56-57
40
6. Ibn Taimiah megkritik Imam Hanbali dengan mengatakan
bahwa apabila kalamullah qadim, kalamnya pasti qadim pula.
Ibnu Taimiah adalah termasuk salah satu ulama orang yang
tekstualis. Maka dari itu, pandangannya dinggap oleh mazhab
Hanbali, Al-Khatib ibn Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim atau
penyerupaan Allah dengan mahluknya, oleh karena itu, Al-Jauzi
berpendapat bahwa pengakuan Ibnu Taimiah sebagai salaf perlu
ditinjau Kembali.10
Dalam menafsirkan ayat mutasyabihat Ibnu Taimiyah
memilih metode Ithbath yaitu memahami nas secara zahir
maknanya. Pada metode ini tidak saja membawa penafsiran literal
nash yang berbeda bahkan turut menampilkan interpretasi tasawwur
aqidah yang berbeda dan seterusnya menimbulkan konflik dalam
kalangan penuntut ilmu dan masyarakat. seperti yang dinyatakan
dalam karyanya Majmu’ al-Fatawa juz V (26): “Dan kami
mengetahui bahwa sesuatu yang dijadikan sifat oleh Allah untuk
diri-Nya adalah haq, tidak mengandung tekaan maupun teka-teki.
Bahkan maknanya diketahui ketika difahami maksud ucapan
pengucapnya, lebih-lebih lagi jika pengucapannya adalah mahluk
yang paling mengetahui terhadap apa yang diucapkan.”11
10 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia
2018) hal.139-140 11 Mustafa Kamal Bin Amat Misra dkk, “Analisis Interpretasi Manhaj Aqidah
Ahl-Sunnah Wa Al-Jama’ah dalam Ayat-ayat sifat” Jurnal ‘Ulwan’s Jilid 4 2019. hal.61
41
D. Tafsir Ayat Mutasyabihat Menurut Ulama Modern
(Khalaf)
Ulama modern atau ulama khalaf sering kali disebut ulama
muta’akhirin. Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk pada
ulama yang lahir setelah abad ke-III H dengan karakteristik yang
bertolak belakang dengan yang dimiliki salaf. Karakteristik yang
menonjol dari khalaf adalah penakwilan terhadap ayat mutasyabihat
khusunya tentang sifat Tuhan yang serupa dengan mahluk pada
pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.12
Diantara ulama yang termasuk ulama khalaf adalah Al-
Asy’ari nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin
Ishaq Bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi
Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Menurut beberapa Riwayat Al-
Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M. Setelah berusia
lebih dari 40 tahun, ia berhijrah ke kota Baghdad dan wafat disana
pada tahun 324 H/935 M.13
Perbedaan pendapat dikalangan mutakallimin mengenai
sifat-sifat Allah tidak dapat dihindarkan. Pada masanya Al-Asy’ari
dihadapkan pada dua pandanga kelompok yang ekstrem. Pada satu
pihak, ia berhadapan dengan kelompok sifatiah (pemberi sifat) yaitu
kelompok mujassimah (antromorfis), dan kelompok musyabbihah
yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah bahwa sifat-sifat itu harus
12 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam", (Bandung: CV Pustaka Setia
2018) hal.145 13 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia
2018) hal.146
42
dipahami menurut arti harfiahnya. Pada pihak lain, ia berhadapan
dengan kelompok muktazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat
Allah tidak lain selain esensi-Nya, dan tangan, kaki, telinga Allah
atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara harfiah, tetapi harus
dijelaskan secara alegoris. Menghadapi dua kelompok yang berbeda
tersebut, Al-Asy’ari bahwa Allah memiliki sifat-sifat (bertentangan
dengan muktazilah) dan sifat-sifat itu seperti mempunyai tangan dan
kaki, tidak boleh diartikan secar harfiah, tetapi secara simbolis
(berbeda dengan pendapat kelompok sifatiah). Kemudian Al-
Asy’ari berependapat bahwa sifat-sifat Allah unik dan tidak dapat
dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.14
As’ariyyah berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan
tanpa arah. Karena itulah para mufassir pengikut aqidah Al-Asy’ari
mentakwil Istawa dengan Istawla atau Qahara yang memberikan
pemahaman bahwa Allah menguasai ‘Arsy, bukan Allah berada di
atas ‘Arsy.15 Seperti penafsiran yang diungkapkan oleh al-Razi yang
merupakan ulama khalaf dan berakidah ahlusunnah wal-Jama’ah
(As’ariyyah) dalam kitab Tafsirnya Al-Kabir beliau menafsirkan
makna Istawa pada QS. Thaha:5 sebagai berikut:
رر ٱلرحنرعلىرٱلعرشرٱست وى
Al-Razi menafsirkan kata Istawa berdalilkan firman Allah
surah Al-An’am ayat:18, maka kata istawa ditakwil kepada makna
14 Prof. Dr. H Abdul Rozak dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia
2018) hal.148 15 Abdulloh Dardum, Teologi Asy’ari dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode Ta’wil
Tafsili dalam Memahami Ayat Istiwa’)” Jurnal Kalimah, Vol. 15, No.2, September
2017.hal 62
43
Qahara yan berarti Allah maha berkuasa diatas sekalain mahluk-
Nya termasuk Arsy firman Allah QS. Al-An’am ayat 18
ررٱلبيرروهورٱلقاهررف وقرعبادهۦروهورٱلكيمر
Artinya: “Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hamba-
Nya. Dan Dia Maha bijaksana, Maha mengetahui.”
Rincian penjelasan juga berdalilkan pada QS. Al-Ikhlas ayat
1 yang tidak menggambarkan berlakunya tajsim bagi Allah, karena
kata Ahad pada suat Al-Ikhas secara langsung menafikan sifat
jismiyyah pada Zat Allah. Dan kalimat Ahad dianggap sebagai hujah
yang paling mantap bagi penunujukkan keesaan Allah SWT.16
Maka jika melihat pada penafsiran yang dilakukan Al-Razi
didapati bahwa belaiu menafsirka suatu ayat berdalilkan ayat yang
lain.
Mengenai pemahaman ulama khalaf mayoritas dari mereka
memalingkan makna-makna teks yang mutasyabihat dari makna-
makna literalnya dan memberikan makna yang sesuai dengan ayat
muhkamat. Mereka memastikan kesucian Allah dari arah, tempat
dan anggota tubuh seperti mahluk-nya mereka menggunakan takwil
tafshili. Maka dari itu mereka menafsirkan istawa dengan kekuasaan
Allah.17 Seperti yang dilakukan Al-Razi dalam menafsirkan ayat
mutasyabihat surat Tahaha ayat 5 beliau menakwil kata Istawa
dengan ayat muhkamat yaitu QS. Al-An’am:18 dengan bermakna
Qahara yakni lafal istawa memiliki arti berkuasa.
16 Al-Razi, Tafsir Al-Kabir, (Misr:al-Matba’ah al-Bahiyyah al-Misriyyah bi
Midan al-Azhar, juz 4 hal.112 17 Abdulloh Dardum, Teologi Asy’ari dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode Ta’wil
Tafsili dalam Memahami Ayat Istiwa’)” Jurnal Kalimah, Vol. 15, No.2, September
2017.hal 58
44
Imam fakhruddin al-Razi juga dalam tafsirnya memberikan
penjelasan tentang firman Allah QS. Thaha:5 sebagai berikut:
ر ٱلرحنرعلىرٱلعرشرٱست وى
المشبهةرتعلقتربذهرالآيةرفرأنرمعبودهمرجالسرعلىرالعرش.روهذاربارطلر.ربالعقلروالنقلرمنروجوه
Kaum Musyabbihah menjadikan ayat ini sebagai rujukan
dalam menetapkan keyakinan mereka bahwa Tuhan mereka duduk,
bertempat atau bersemayam di atas ‘Arsy. Pendapat mereka ini jelas
batil terbantahkan dengan dalil akal dan naqli dari berbagai segi.
نهروتعالركانرولرعرشرولرمكان,رورلمارخلقراللقرلريحتاجرنهرسبحاأحدها:ررأأنهررزعملرأنريزرعمرإرالرمكانربلركانرغنيارعنهر,رفهوربالصفةرالتىرلريزلرعليهارر
.لريزلرمعراللهرعرشرYang pertama: bahwa Allah ada tanpa permulaan. Dia ada
sebelum menciptakan 'Arsy dan tempat. Dan setelah Dia
menciptakan segala makhluk Dia tidak membutuhkan kepada
makhluk-Nya, tidak butuh kepada tempat, Dia maha kaya dari
segala makhluk-Nya. Artinya bahwa Allah azali tanpa permulaan
dengan segala sifat-sifat-Nya, dia tidak berubah, kecuali bila ada
orang yang berkeyakinan bahwa 'Arsy sama azali seperti Allah. Dan
jelas ini kekufuran karena menetapkan sesuatu yang Azali kepada
selain Allah.
نريكونرالزءرالاصلرمنهرفريمينرعرشرأوررروثانيها:رأنرالالسرعلىرالعرشرلبدرغيرالاصلرفريساررالعرشر,رفيكونرفرنفسهرمؤلفارمركبا,روكلرماركانركذلكر
.احتاجرالرالمؤلفروالمركبر,روذالكرمال
45
Yang kedua: bahwa sesuatu yang duduk di atas 'Arsy
dipastikan adanya bagian-bagian pada zatnya. Bagian zatnya yang
berada di sebelah kanan ‘Arsy jelas bukan bagian zatnya yang
berada di sebelah kiri 'Arsy. Dengan demikian jelas bahwa sesuatu
itu adalah merupakan benda yang memiliki bagian-bagian yang
tersusun. Dan segala sesuatu yang memiliki bagian-bagian dan
tersusun maka ia pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya
dalam susunannya tersebut. Dan hal itu jelas mustahil bagi Allah.
نتقالروالركةراورلرلإيكونرمتمكنارمنراأنررماررإرالسرعلىرالعرشررالنررأوثالثها:رر والسكونرفيكونررمدثارلملة,ريمكنهرذلك,رفانركانرالولرفقدرصاررملرالركةرر
بلرأسوأرحالرمنه,رفانرالزمنراذارشاءرنررلمربوطربلركانركارلزماوانركانرالثانيركر.الركةرفررأسهروحدرقتهرأمكنهرذلك,روهورغيرممكنرعلىرمعبودرهم
Yang ketiga: bahwa sesuatu yang duduk di atas ‘Arsy
dipastikan ia berada diantara dua keadaan, dalam keadaan bergerak,
dan berpindah-pindah atau dalam keadaan diam sama sekali tidak
bergerak. Jika dalam keadaan pertama, maka berarti ‘Arsy menjadi
tempat bergerak dan diam, dan dengan demikian maka ‘Arsy jelas
berarti baharu. Jika dalam keadaan kedua maka berarti ia seperti
sesuatu yang terikat, bahkan seperti seorang yang lumpuh. Karena
seorang yang lumpuh jika ia berkehendak terhadap sesuatu ia masih
dapat menggerakkan kepala atau kelopak matanya. Sementara
Tuhan keyakinan mereka yang berada di atas ‘Arsy diam saja.
46
ورابعها:رهورأنرمعبودهمرامارأنريحصلرفىركلرمكانرلزمهمرأنرريحصلرفرمكانر عاقل,روانرحصلرفرمكانردونرمكانرررهالنجاساتروالقاذورات,روذلكرلريقولر
بذالكرالمكانرفيكونرمتجاروهورعلىراللهرمالررافتقررالرمخصوصريخصصر . Keempat: jika demikian berarti Tuhan dalam keyakinan
mereka adakalanya berada pada semua tempat atau hanya pada satu
tempat saja tidak pada tempat lain. Jika mereka berkeyakinan
pertama berarti menurut mereka Tuhan berada di tempat-tempat
yang najis dan menjijikan. Pendapat semacam ini jelas tidak akan
diungkapkan oleh seorang yang memiliki akal sehat. Kemudian jika
mereka berkeyakinan kedua maka berarti menurut mereka Tuhan
membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam kekhususan
tempat dan arah tersebut. Dan semacam ini semua mustahil atas
Allah.
(ريتناولرنفىرالمساواةرمنر11وخامسها:ررأنرقولهرليسركمثلهرشيءر)الشورى:رر)ليسركمثلهرشيءرالرررجميعرالوجوهربدليلرصحةرالستثناء,رفإنهريحسنرانريقال
فىراللوسروالرفرالمقدارروالرفىراللون(روالصحةرالستثناءرتقتضىردخولرجميعريذريبطلرئلهرفىراللوسر,رفخنئالسارلصلرمنريماهذهرالموررتته,رفلوكانرج
. معنىرالآية
Yang kelima: sesungguhnya Allah berfirman "tidak ada
sesuatupun yang serupa dengannya" diperolehnya peniadaan
penyerupaan dari berbagai segi dengan dalil pengecualian yang
benar, karena sesungguhnya apa yang difirmankan oleh Allah itu
sebenarnya, ("tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya kecuali
pada tempat duduknya ukurannya dan pada warnanya)"
pengecualian yang benar itu menunjukkan masuknya seluruh
47
perkara di bawahnya, apabila Allah adalah zat sesuatu yang duduk
maka akan diperoleh ada seseorang yang condong pada tempat
duduk tersebut, maka hal ini adalah makna yang batil.
(رفاذار17وسادسها:رقولهرتعال:ر)ويحملرعرشرربكرفوقهمريومئذرثمنية:رالاقة:ررتكونرالملائكةرحاملينررركانوارحاملينرللعرشرورالعرشرمكانرمعبودهمرفيلزمرأنر
مارأرقهمرومعبودهم،روذلكرغيرمعقولرلنرالالقرهوالذيريحفظرالمخلوقرر,ررالل.رالمخلوقرر,رفلاريحفظرالالقرولريحمله
Yang keenam: Allah telah berfirman:"dan malaikat-malaikat
berada di penjuru penjuru langit, dan pada hari itu delapan orang
malaikat menjunjung ‘Arsy tuhanmu di atas kepala mereka (As Al-
Haqqah:17) apabila para malaikat yang menjunjung ‘Arsy dan ‘Arsy
adalah tempat ibadah para malaikat maka wajib bagi para malaikat
menjunjung kepada penciptanya dan tempat ibadahnya, dan yang
demikian itu tidaklah masuk akal karena sesungguhnya Allah adalah
dzat yang menjaga makhluk-Nya adapun makhluk tidak bisa
menjaga Allah dan tidak bisa menjunjung nya.
Jika keagungan Allah disebabkan dengan tempat atau arah
atas maka tentunya tempat dan arah atas tersebut menjadi sifat bagi
zatnya kemudian itu berarti bahwa keagungan Allah terhasil kan
dari sesuatu yang lain, yaitu tempat. Dan jika demikian berarti arah
atas lebih sempurna dan lebih agung daripada Allah sendiri, karena
Allah mengambil dari arah tersebut. Dan berarti Allah tidak
memiliki kesempurnaan. Tentu saja Ini adalah hal yang sangat
mustahil bagi Allah18.
18 Al-Razi, “Tafsir Al-Kabir wa Mafaatih al-Ghaib” (Beirut: Daarul Fikr, Juz 22).
hal 5-6
48
Abu Zaid memberikan catatan penting bahwa ta’wil terhadap
ayat mutasyabihat haruslah dipahami berdasarkan ayat-ayat
muhkamat yaitu dengan memposisikan ayat muhkamat sebagai
induk teks yang berfungsi untuk melakukan penjelasan dan
keterangan terhadap ayat mutasyabihat. Mayoritas penafsir
mutaakhirin menggunakan takwil dalam menafsirkan ayat-ayat
mutasyabihat. Seperti Muhammad Asad ia memaknai ayat-ayat
mutasyabihat sebagai ayat yang menggunakan redaksi majazi
(metaforis) dan memiliki makna simbolis. Maka dari itu,
pemahaman metaforis ta’wil harus digunakan agar tidak terjadi
kesalahan dalam menafsirkan ataupun memahami jiwa ajaran Al-
Qur’an.19
19 Fikria Najitama, “Diskursus Muhkam dan Mutasyabih dalam Tafsir”, An-
Nidzam Volume 04, No. 01, Januar-Juni 2017. hal 164-165
49
BAB III
MENGENAL BIOGRAFI SYEKH FADI DAN YAYASAN
SYAHAMAH BANTEN
Dalam bab ini Penulis terlebih dahulu akan menguraikan
tentang bioarafi Syek Fadi selaku narasumber dalam daurah Ilmiah
di Yayasan Syahamah Banten serta mengulas sedikit tentang kitab
rujukan yang digunakan oleh syekh fadi dalam daurah ilmiah,
penulis juga akan menguraikan mengenai profile Yayasan
Syahamah Banten meliputi sejarah pembentukan Yayasan, Struktur
Yayasan, Nama dan Badan Hukum Yayasan, Tujuan Utama
Yayasan, Dakwah yang diemban Yayasan, serta kegiatan-kegiatan
Yayasan syahamah Banten guna untuk mengetahui gambaran umum
Yayasan Syahamah Banten, serta mencantumkan biodata peserta
jama’ah daurah Ilmiah, hal tersebut ditulis untuk melihat sejauh
mana pelaksanaan dan pemahaman Jama’ah yang dapat
memunculkan respon.
A. Biogarafi Syekh Fadi
Nama lengkapnya adalah Syekh Fadi Fuad Alamuddin berasal
dari Lebanon, perjalanan rihlah dalam menimba ilmu pertama-tama
beliau belajar kepada seorang wali Syekh Abdullah al-Harariyy
selaku pengarang dari kitab As-Shirat Al-Mustaqim seorang
muhadits, qori’ faqih, fashih beliau belajar langsung talaqqi
kepadanya dan beliau juga belajar dari murid-murid Syekh
Abdullah, kemudian beliau masuk universitas sampai lulus
mengambil ijazah. Beliau talaqi langsung pada Syekh Abdullah
belajar ilmu-ilmu fiqih, aqidah, matan shirat dalam aqidah dan
50
syarah-syarah shirath karena shirat ada banyak syarahnya ada
beberapa syarah lebih dari satu syarah, mukhtashar juga dan
syarahnya lebih dari lima. Di dalam shirat juga beliau belajar Dalil
Qawim dan banyak lagi kitab-kitab lain beliau banyak pelajari
misalnya dalam aqidah seperti aqidah At-Tahawiyah, Rosail al-
Imam abu Hanifah yang memuat didalamnya tentang aqidah, juga
beliau telah mentalaqqikan Muqtadah Syahadathain Imam
Ninabaulsin, beliau juga telah mempelajari Risalah Ibnu as-Syakir
dan banyak sekali kitab-kitab tentang aqidah dan fikih juga dalam
kitab-kitab yang lainnya.1
Pendidikan yang beliau tempuh, pada tahun 1981 – 1982
beliau kuliah di Universitas Arcadia (Beirut- Lebanon) jurusan
Pemprograman Komputer, kemudian pada tahun 1985 - 1988:
Universitas Iman Auzai (Beirut - Lebanon) jurusan yang beliau
ambil Studi Islam, pada tahun 1999 – 2001 beliau melanjutkan studi
S2 Gelar Magister Studi Islam di Universitas Iman Auzai (Beirut -
Lebanon). Bahasa yang beliau kuasai yaitu Bahasa Arab dan
Inggris.
Pengalaman Profesional :
1. Pada tahun 2001 sebagai pembicara dalam seminar Global
University (tema: Aqidah Akhlak dan Fiqh, Beirut – Lebanon
2. Pada tahun 2001 – 2009 sebagai Dosen di Global University of
Lebanon, Beirut - Lebanon
1 Hasil Interview dengan1 Syaikh Fadhi selaku Pengajar Metode Memahami ayat
Mutasyabihat di Yayasan Syahamah Banten pada 21 Juli 2020
51
3. Pada tahun 2010 – 2012 sebagi penceramah untuk guru di Euthopia
4. Pada tahun 2013 – 2015 sebagai penceramah bagi para guru di
Srilanka
5. Pada tahun 2016 beliau berada di Indonesia
6. Pada tahun 2016 sebagai Penceramah di Pondok Pesantren Ma’had
Aliy Anwar, Semarang
7. Pada tahun 2017 Sebagai pembicara di Universitas Islam Raniri
Aceh, Indonesia
8. Pada tahun 2017 Sebagai pembicara di IAIN Jember (tema: Aqidatu
Muasakir)
9. Pada tahun 2017 sebagai penceramah di Yayasan Khairat Palu,
Sulawesi
10. Pada tahun 2017 sebagai Penceramah di Tamirul Islam Solo - Jawa
Tengah
11. Pada tahun 2017sebagai Penceramah di Pondok Tahfidh Qur’anic
Center Lampung – Sumatera
12. Pada tahun 2017 sebagai Penceramah di Yayasan Radothul
Hasanah, Majelis Talim Ihtihad, Medan – Sumatera
13. Pada tahun 2017 sebagai Penceramah STAI Barumun Raya, Padang
Lawas - Sumatera Utara
14. Pada tahun 2017 sebagai Penceramah di Pondok Pesantren
Kananga, Menes
15. Pada tahun 2017 sebagai Penceramah di Pondok Pesantre Darul
Rahman, Lampung - Sumatera
16. Pada tahun 2018 Sebagai pembicara di Universitas Islam Raniri
Aceh, Indonesia (tema: Aqidah Islam)
17. 2018: Penceramah di Yayasan Syekh Manshur Pandeglang-Banten
18. 2018: Penceramah di Al Khoiriyah Cilegon – Banten
52
19. 2018: Penceramah di Banten Knowledge Center, Ciputat – Banten
sampai sekarang.2
B. Mengenal Tafsir Rujukan Syekh Fadi
Pengajian tafsir aqidah di Yayasan Syahamah Banten
mengkaji kitab AS-Shirath Al-Mustaqim karya Syekh Abdullah Al-
Harary. Ia adalah seorang ulama besar, panutan para ahli tahqiq,
sandaran para ahli tadqiq, pemuka para ulama 'amilin, pakar hadits,
ahli bahasa, pakar ushul, seorang yang bertaqwa dan zuhud. Beliau
berasal dari Harar, nasabnya bersambung dengan Bani 'Abduddar
dari suku Quraisy melalui jalur Bani Syaibah, bermadzhab Syafi'i
dan mufti wilayah Harar. Syaikh Abdullah Al-Harariyy senantiasa
disibukkan dengan membenahi aqidah ummat dan memerangi
orang-orang ateis serta mengonter ahli bid’ah yang menyimpang
dengan fokus untuk mengarang dan menulis buku3. Salah satu
bukunya yang dikaji adalah kitab As-Shirath Al-Mustaqim yang
didalamnya memuat tentang ilmu-ilmu aqidah. yang di kaji oleh
Syekh Fadi selaku muridnya. Syekh Abdullah dalam kitabya
memaknai ayat mutasyabihat sebagai ayat yang belum jelas
maknanya atau memiliki banyak kemungkinan makna sehingga
perlu perenungan untuk memaknainya dengan pemaknaan yang
sesuai. Kemudian syekh Abdullah juga dalam kitabnya menyatakan
penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang mungkin maknaya
diketahui oleh para ulama wajib dikembalikan pada ayat-ayat
muhkamat supaya tidak bertentangan.
2 Daftar Riwayat hidup Syekh Fadi 3 Muhammad bin Nazi, ar-Ramthuniyy bin dan Ali al Athrasy bin Muhammad. al
Qaul al Jaly Penjelasan Ringkasan Kitab “Mukhtashar ‘Abdullah Al Harariyy” (Jakarta:
Syahamah Press 2018).
53
Salah seorang murid dari Syekh Abdullah al-Harariyy adalah
seorang alim asal Lebanon yang bernama Syekh Fadi yang dikirim
ke yayasan Syahamah. Ia sangat piawai menjelaskan metode
penafsiran ayat-ayat mutasyabihat berdasarkan pengajaran gurunya.
Ia menjelaskan bahwa ada dua metode yang diberikan oleh para
ulama untuk menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat. Syekh Fadi juga
membenarkan dan membolehkan utuk mengamalkan kedua metode
tersebut.4
Metode yang pertama di sebut metode Ulama salaf yaitu
metode yang diikuti mayoritas Ulama salaf. Ulama salaf adalah
mereka yang hidup pada abad ke -3 pertama Hijriyah sebagaimana
itu dikuatkan oleh Imam Ibnu As-Syakir Ad-Dimaski, ada juga
Sebagian pendapat yang mengatakan bahwa Ulama salaf adalah
mereka yang hidup pada 200 tahun pertama Hijriyah, akan tetapi
Syekh Abdullah Al-Harariyy lebih mengunggulkan pendapatnya
Ibnu As-Syakir Ad-Dimaski yang mengatakan ulama salaf mereka
yang hidup pada 300 pertama hijriyah atau 3 abad pertama hijriyah.
metode salaf ialah metode yang digunakan oleh sebagian besar
mayoritas ulama salaf dalam menfasirkan ayat mutasyabihat
mentakwilnya dengan takwil Ijmali atau takwil global. yang
dimaksud takwil Ijmali yaitu ulama salaf dalam memahami ayat
mutasyabihat mereka tidak mengambil makna dzahirnya atau
memalingkan ayat mutasyabihat dari makna-makna dzhahirnya
yang mengimplikasikan adanya tasybih atau penyerupaan Allah dari
mahluknya hal itu dipalingkan tidak diambil maknanya. yaitu
4 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
54
dengan cara mengimaninya serta berkeyakinan bahwa ayat tersebut
itu bukan merupakan sifat jism, melainkan ayat tersebut memiliki
makna yang layak bagi keagungan Allah dengan tanpa menentukan
maknanya melainkan mereka mengembalikan ayat mutasyabihat
pada ayat muhkamat seperti firman allah:
.ليسركمثلهۦرشيءر
Kemudian Syekh Fadi mendefinisikan bahwa ulama salaf ialah
mereka yang hidup pada abad 300 tahun hijriyah mereka beriman
sepenuhnya pada ayat mutasyabihat bahwasanaya ayat
mutasyabihat ada dan mereka membenarkan itu dan tidak
memaknainya sebagaimana makna dzahirnya yang ada unsur
tasyabihnya penyerupaan Allah dengan mahluknya, melainkan
mereka memiliki keyakinan bahwa ayat tersebut memiliki makna
yang layak yang sesuai bagi keagungan Allah dan mereka tidak
menentukan tidak menyebut makna secara khusus secara tertentu
terhadap ayat mutasyabihat tersebut. Alasan mengapa Ulama salaf
menggunakan takwil Ijmali dengan memalingkan ayat
mutasyabihat dari makna dzahirnya dengan tanpa menyebut makna
tertentu pada ayat mutasyabihat alasannya karena pada masa itu
belum bermunculan kelompok-kelompok ahli bid’ah kelompok
sesat belum bermunculan.5
Selanjutnya syekh Fadi juga mengungkapkan bahwa di
zaman dahulu memang ada kelompok yang menyalahi ajaran
kelompok ahlusunnah dimasa itu tapi tidak menyebar dan
5 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
55
kelompok itu tidak kuat dan tidak viral misalnya kelopok Khawarij
,Qadariyah, Musyabihah dan Rawafidah sudah ada dimasa itu,
tetapi kemunculan yang meyalahi ahlusunnah ini tidak tersebar luas
tidak sampai pada batas yang mengkhawatirkan, Karenanya para
ulama salaf umumnya mayoritas dalam memahami ayat
mutasyabihat mereka tidak menentukan maknanya secara khusus
tertentu karena kondisinya tidak mengkhawatirkan yang mana orang
awam tidak sampai mengikuti mereka. Tetapi jika sekiranya ada
kondisi yang mengkhawatirkan dimasa ulama salaf yang
dikhawatirkan orang-orang awam itu akan mengikuti kelompok-
kelompok sesat kelompok ahli bid’ah maka ulama salaf pun ada
diantara mereka yang menentukan makna dari ayat mutasyabihat.
Selain itu, juga dijelaskan salah satu perkataan Imam Syafi’i:
ءامنتربارجاءرعنراللهرعلىرمرادراللهروبارجاءرعنررسوراللهرصلىراللهرعليهرررلرقار وسلمرعلىرمرادررسولرالله
Artinya: “Aku beriman dengan segala yang berasal dari Allah sesuai
dengan makna yang dikehendaki oleh Allah dan beriman yang
berasal dari Rasulullah sesuai dengan yang dikehendaki
Rasulullah”.
Perkataannya Imam Syafi’i mempunyai pengertian bahwa
dalam memahami ayat mutasyabihat maupun hadis mutasyabihat
sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah dan Rasulnya artinya
tidak berdasarkan pada persangkaan-perasangkaan dari makna fisik
dan Jism makna-makna itu tidak boleh dinisbatkan kepada Allah.6
6 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
56
Selanjutnya Syekh Fadi menjelasakan Metode kedua yaitu
Metode Ulama Khalaf. Ulama khalaf adalah ulama yang hidup
setelah 300 pertama hijriyah yaitu mereka yang datang setelah
Ulama Salaf. yaitu para ulama yang hidup setelah 300 tahun hijriyah
sampai sekarang. Yang dilakukan oleh Ulama khalaf dalam
memahami ayat mutasyabihat pertama bahwa mereka tidak
memahami ayat mutasyabihat itu berdasarkan makna dzahirnya
melainkan mereka menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat dengan
penakwilan tafshili. Takwil Tafshili yaitu Memahami ayat
mutasyabihat dengan menetukan makna yang menjadi cakupan
Bahasa Arab dan makna yang mereka tentukan tidak bertentangan
dengan ayat muhkamat. Artinya bahwa ulama khalaf ini tidak
mamaknai ayat-ayat mutasyabihat berdasarkan pada makna
dzahirnya sebagaimana dengan ulama salaf dalam memaknainya
ayat mutasyabihat mereka tidak memaknai secara dzahir begitu juga
ulama khalaf tetapi perbedaanya adalah ulama salaf sebagian
besarnya tidak menentukan maknanya secara pasti tapi kalau ulama
khalaf menentukan maknanya. 7
Mayoritas ulama salaf menggunakan metode ijmali, tetapi
dalam situasi tertentu jika dibutuhkan secara spesifik untuk makna
ayat mutasyabihat maka yang dilakukann oleh ulama salaf juga
menggunakan takwil tafshili sebagaimana contoh takwil tafshili
yang sudah disebutkan dari penafsiran yang dilakukan oleh ulama
salaf diantaranya seperti penakwilan Imam Bukhari dalam kitabnya.
7 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
57
Begitu juga takwil tafshili yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
Ibnu Hambal dan beliau termasuk Ulama Salaf seperti contoh
penafsiran QS.Al-Qashah:88 dan QS.Al-Fajr:22 .8
Oleh Syekh Fadi juga disebutkan keinginan syekh Abdullah
al-Harrariyy dalam mengarang kitab as-shirat adalah untuk
membantah kelompok Wahabiyah yang menolak takwil bahkan
mereka memaknai ayat-ayat mutasyabihat itu secara dzahirnya
karena orang-orang wahabi mereka mengangggap mengikuti
madzhab Imam Ahmad Hanbali, maka dari itu Syekh Abdullah Al-
Harariyy mengatakan bahwa mereka orang wahabi sebenarnya tidak
mengikuti Imam Ahmad bin Hanbali melainkan mereka
bertentangan untuk menyalahi Imam Ahmad bin Hanbali. dimasa
sekarang banyak dari kelompok wahabiyah yang mengaku pengikut
madzhab Hanafi, Maliki, bahkan Sebagian mengaku sebagai
pengikuti Syafi’i tapi sebenarnya mereka tidak mengikuti madzhab
itu mereka bahkan menyalahi madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i
bahkan dalam fiqih sebagian mereka mengatakan bahwa katanya
dalam fiqih kita tidak mengikuti seorang madzhab yang ada mereka
mengambil secara langsung dari sumbernya yaitu dari Al-Qur’an
dan sunnah.9
Syekh Fadi juga mejelaskan bahwa Syekh Abdullah al-
Harariyy dalam kitabnya berpendapat bahwa tidak masalah metode
yang digunakan oleh para ulama khalaf ini digunakan dalam
menafsirakan ayat mutasyabihat terutama ketika dikhawatirkan
8 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020 9 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
58
terjadinya goncangan aqidah, dikhawatirkan terjadinya keyakinan
tasyabih dari kalangan orang-orang awam untuk menjaga keyakinan
orang awam dari aqidah tasyabih dari keyakinan menyerupakan
Allah dengan mahluknya, supaya mereka tetap dalam keyakinan
yang benar aqidah Ahlusunnah wal jam’ah. Maka Syekh Fadi
berpandangan bahwa Para Ulama Salaf dan Khalaf mereka sama-
sama tidak menafsirkan ayat mutasyabihat berdasarkan makna
dzahirnya karena dalam dzahirnya tersebut terdapat tasyabih
terdapat penyerupaan Allah dengan mahluknya melainkan mereka
semuanya menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat ini. Bedanya Ulama
Salaf Sebagian besarnya menakwil ayat-ayat mutasyabihat dengan
takwil ijmali, Yaitu dengan mengimaninya disertai dengan
keyakinan bahwa ayat tersebut memiliki makna yang layak bagi
keagungan Allah SWT dan tanpa meyerupakan Allah dengan
mahluknya, sedangkan Ulama Khalaf mentakwil ayat-ayat
mutasyabihat dengan takwil tafshili. yaitu dengan menentukan
makna dari ayat mutasyabihat tersebut dengan makna yang masih
dalam cakupan bahasa arab dan tidak bertentangan dengan
muhkamat.10
C. Profile Yayasan Syahamah Banten
1. Sejarah Pembentukan Yayasan
Awal berdirinya Yayasan syahamah pertama kali tepatnya di
Klender Jakarta timur. Bermula dari kegiatan organisasi pertama
10 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
59
kali dilaksanakan sebagai pusat awal berdirinya. Yayasan
Syahamah berdiri mengalami 2 priode, periode pertama Syahamah
berdiri sebagai organisasi ditahun 1999-2010, pada tahun 1999
Syahamah masih terbentuk sebagai organisasi yang dilatar
belakangi oleh beberapa teman-teman mahasiswa yang kuliah di
Lipia mereka yang memiliki kesadaran akan bahaya dari
menyebarnya ajaran wahabi yang dikembangkan oleh lembaga
pengetahuan islam Lipia maka dari itu teman-teman mahasiswa
yang masih studi di Lipia bernisiatif untuk mendirikan sebuah
organisasi yang bisa mengkaunter ajaran wahabiyah tersebut
melalui kegiatan-kegiatan pengajian, berkerjasama dengan ormas-
ormas kegaaamaan seperti Nahdatul Ulama dan sebagainya.
Di antara orang-orang yang berkontribusi dalam berdirinya
Yayasan Syahamah pada fase pertama ketika Syahamah masih
berbentuk organisasi adalah teman-teman mahasiswa yang alumni
Lipia yaitu mereka yang tidak sependapat dengan ajaran yang ada
di Lipia mereka tahu bagaimana bahayanya ajaran wahabiyah dari
pengetahuan yang mereka dapatkan dilipia, kemudian dari itulah
mendorong mereka untuk mendirikan organisasi Syahamah.
Di samping itu yang berkontribusi besar dalam pendirian
Yayasan Syahamah adalah seorang ulama dari Lebanon yaitu Syekh
Salim alwan al-husayni sekarang menjabat sebagai Mufti pimpinan
Darul fatwa di Australi, beliaulah yang sebenarnya memberikan
banyak pengetahuan pada teman-teman mahasiswa Lipia tentang
bagaimana cara mengkauter ajaran-ajaran wahabiyah karena
60
rupanya ajaran wahabi bukan hanya berkembang di indonesia
diberbagai negara khusunya Arab Saudi yang merupakan pusat
ajaran wahabi dan ajaran resminya kerajaan Saudi dan di Negara-
negara di timur tengah juga banyak berkembang ajaran wahabi yang
berkembang di sana termasuk di Negara asalnya Syekh Salim yaitu
di Lebanon.
Dan ada juga beberapa kiai di Indonesia yang berkontribusi
dalam mendirikan Yayasan Syahamah seperti Kiai HJ. Mahfud
Asshirun pengasuh pondok pesantren Al-Itqon cengkareng. Pada
awal berdirinya Yayasan Syahamah kia HJ Mahfud Asshirun
merupakan salah satu Pembina Yayasan Syahamah, selain itu yang
berkontribusi dalam mendirikan Yayasan Syahamah yaitu Al-
marhum Kiai Munzil Tamam mantan ketua MUI Jakarta beliau
banyak memberikan nasehat kepada teman-teman mahasiswa untuk
konsisiten dalam meyebarkan ajaran ahlusunnah wal-jama’ah dalam
pandangan beliau ahlusunnah wal-jama’ah itu adalah warisan ajaran
para ulama dulu yang berjasa dalam menyebarkan ajaran islam.
Setelah beberapa tahun kemudian organisasi Syahamah mulai
berkembang dan pengikutnya organisasi banyak kemudian teman-
teman mendatangkan para Syekh dari Lebanon yang awalnya hanya
Syekh Salim saja, akhirnya Syekh Salim mengajak syekh lain
seperti Syekh Fawwaz Abbud, Syekh Syabilal al-Khumaizi mulai
diajak ke indonesia dan akhirnya bukan hanya Syekh Salim yang
ngisi pengajian, mulai dari Lebanon berdatangan ke Indonesia, dan
melihat perkembangan organisasi Syahamah di Indonesia kemudian
61
dari Lebanon punya inisiatif untuk menjadikan Syahamah sebagai
salah suatu cabangnya Lembaga Jam’iyyah namanya Jam’iyah
Masyarih al-Khairiyah al-islamiyah salah satu pendirinya adalah
Syekh Nizar Al-Halabi, beliau syahid meninggal ditembak oleh
kelompok wahabi. Yang mengajar mengisi pengajian dilembaga
tersebut adalah Syekh Abdullah Al-Kharariyy. Keinginan dari
Jam’iyyah ialah Syamahah ingin menjadi induk dari Jam’iyyah
Lebanon, dan akhirnya setelah disampaikan ke Jam’iyyah
meyepakati hal tersebut supaya Syamahah terkoordinir satu
komando dalam dakwah dan satu manhaj dalam dakwah, akhirnya
sejak ketika itu Syahamah sebagai organisasi bubar berubah menjadi
Yayasan dengan sendirinya karena di daftarkan ke notaris. Setelah
Syahamah tercatat sebagai Yayasan yang punya notaris maka
Yayasan Syahamah punya hak untuk mendirikan pesantren,
madrasah dan lain-lain.11
Dalam perkembangannya, Yayasan Syahamah yang berpusat
di Jakarta, saat ini sudah memiliki jaringan di 15 provinsi di
Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jogja, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara,
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Lampung dan
Papua.12Penelitian ini hanya difokuskan pada Yayasan syahamah
yang ada di Banten tepatnya di jalan Ciputat molek V No 16 A.
11 Hasil Wawancara Ustadz Syaiful pada tanggal, 20 April 2020. 12 Pdf sejarah profile Singkat Yayasan syahamah Jl. Buaran 1 No.1 Rt:005/012
Klender, Duren Sawit Jakarta Timur.
62
2. Struktur Kepengurusan Yayasan Syahamah Banten
Susunan Pengurus Syahamah Cab. Banten13
Dewan Pembina : KH. Choirul Anshori, MA
KH. Dr. Khalilurohman Lc, MA
Capt. Muhammad John Jaiz
Ketua : H. Innaka Kamal Ali Lc.
Sekretaris : Sulamun Najihuddin
Bendahara : Lily Setiawati S.P.d
Bidang Pendidikan dan Pengajaran
Kordinator : H. Syaiful Anwar, M, Si.
Anggota : Miftakhul Ghofar S. Sos.I
Hasanuddin S.Pd.
Muhammad Syauqi
Bidang Hubungan Masyarakat Kordinator : Hj. Puti Intan Ageyani Hgr. Dpl. Hotlr
Anggota: Ahmad Taufiq, M. Pd I.
Maria
Bidang Penelitian dan Pengembangan:
Koordnator : Habibullah S.H.
Anggota: H. Abdurrohman al-Bantani S.E
Amrina Alfianti, S.pd.I.
Rahma Pratiwi.
13 Lampiran 1 keputusan Syahamah No:148//A.II.04.d/02/2020 Tentang
Pengesahan Syahamah Masa Khidmat 2020-2025
63
PENGURUS YAYASAN SYAHAMAH CABANG BANTEN
Pembina
KH.Choirul Ansori
Sekretaris
Salamun Najihuddin
Bidang Pendidikan & Pengajaran
H.Syaiful Anwar, M.si.
Miftahul Ghofar S.Sos.I
Hasanuddin Spd
Muhammad Syauqi
Bidang Hubungan Masyarakat
HJ.Puti Ageyani Hgr Dolt Hotlr
Ahmad Taufiq MPd.I
Maria
Bidang Penelitian & Pengembangan
Habibullah S.H
H.Abdurrahman Al-Bantani S.E
Amrina Alfianti Spd.I
Rahma Pratiwi
Bendahara
Liliy Setiawati SPd.
Capt. Muhammad Jhon Jaiz
KH.Dr. Kholilurrohman
LC,MA.
Ketua
Innaka Kamal Ali LC
64
3. Nama dan Badan Hukum Yayasan Syahamah
Nama Yayasan: YAYASAN SYAHAMAH (SYABAB
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH). Akte Notaris: Suparman
Hasyim, SH, No. 1, Tanggal 1 Desember 2010.14
4. Tujuan Utama Yayayasan Syahamah Banten
Yayasan Syahamah Banten Memiliki dua Tujuan utama yang
pertama; mengkouter penyebaran ajaran wahabiyah dan
meyebarnya aliran-aliran yang ditengarai menyimpang dari ajaran
mayoritas ummat islam khusunya di Indonesia selain wahabiyah
seperti yang disebut Hisbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, yang dinilai
bahwa aliran kelompok ini menyimpang dari aliran yang diikuti oleh
mayoritas islam yang ada di indonesia maupun seluruh dunia.
Kemudian tujuannya yang kedua nasru’ ilmi ahlusunnah
menyebarkan ilmu ahlusunnah wal-jama’ah yaitu ajaran as’ariyah
dan maturidiyah.15
5. Motivasi Dakwah Yayasan Syahamah Banten
Motivasi yang diemban oleh Yayasan syahamah ialah
Menjaga kelestarian ajaran Ahlusunnah Wal-jama’ah dan
memastikan ajaran Ahlusunnah Wal jama’ah tetap menjadi ajaran
yang diikuti mayoritas ummat islam khususnya di Indonesia.16
14 Pdf sejarah profile Singkat Yayasan syahamah Jl. Buaran 1 No.1 Rt:005/012
Klender, Duren Sawit Jakarta Timur. 15 Hasil Wawancara Ustadz Syaiful pada tanggal, 20 April 2020. 16 Hasil Wawancara Ustadz Syaiful pada tanggal, 20 April 2020.
65
6. Kegiatan Yayasan Syahamah Banten
Yayasan Syahamah Banten menyelenggarakan program
pengajian umum yang diikuti oleh masyarakat umum dari berbagai
kalangan dan profesi. kegiatan ini dilaksanakan di Pusat Studi
Aswaja berlokasi di jalan ciputat molek V No 16 A biasanya
dilaksakan setiap hari ahad dengan mengkaji ilmu-ilmu dhorury
(ilmu yang wajib dipelajari) seperti ilmu aqidah dan fiqih. Kegiatan-
kegiatan tersebut diselenggarakan secara gratis tanpa dipungut
biaya.
Selain itu Yayasan Syahamah Banten juga pernah
menyelenggarakan kegiatan daurah ilmiah yang berkerjasama
dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diselenggarakan di
gedung Harun Nasutian dilaksakan 2 hari dengan menghatamkan 1
kitab yang diisi oleh syekh Salim. Selain itu Yayasan Syahamah
juga pernah mengadakan daurah yang berkerjasama dengan senat
mahasiswa fakultas Dirasat Islamiyah dilaksanakan di Aula
Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun kegiatan penulis teliti ialah daurah ilmiah yang
dilaksanakan di Pusat Studi Aswaja berlokasi di jalan ciputat molek
V No 16 A Yayasan Syahamah Banten yang dilakukan secara
mandiri tidak berkerja sama dengan pihak manapun.
Yayasan Syahamah Banten juga menyelenggarakan program
ziarah ke makam para auliya’ seperti berziarah kemakam para wali-
wali dibanten dan pernah menyelenggarakan kunjungan gunung
santri sekaligus berziarah kemakam para wali yang ada disana.
66
Selain itu Yayasan Syahamah Banten juga ikut menyemarakkan
kegiatan syi’ar- syi’ar Islam dengan menyelenggarakan peringatan
hari-hari besar Islam, seperti ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, Maulid
Nabi, Isra’ Mi’raj, Tahun Baru Hijriyyah dan lain-lain.
Di bidang sosial Ada beberapa kegiatan Yayasan Syahamah
Banten diantaranya yaitu menyelenggarakan program santunan
anak yatim dengan menghimpun sumbangan dari para dermawan,
lalu menyalurkannya kepada yang berhak. Kegiatan tersebut
dirangkai dengan ta’lim mingguan bagi mereka dan ibu-ibu wali
anak yatim. Selain itu Yayasan Syahamah Banten juga
melaksanakan kegiatan Pembagian Daging Qurban yaitu dengan
menerima, menyembelih dan menyalurkan daging Qurban dan
seringkali disertai dengan pembagian sembako secara gratis kepada
orang-orang yang menerima pembagian daging qurban tersebut.
Selain itu Yayasan Syahamah Banten juga menerima dan
Menyalurkan Zakat, Infaq dan Shadaqah menerima zakat, infaq dan
shadaqah dari para dermawan, dan menyalurkannya kepada yang
berhak. Yayasan Syahamah Banten juga ikut menyalurkan bantuan
korban bencana dengan menerima dan menyalurkan bantuan untuk
korban bencana dari donatur dari dalam dan luar negeri, baik berupa
makanan, pakaian atau uang, untuk diberikan langsung kepada
korban bencana.17
17 Hasil Wawancara Ustadz Syaiful pada tanggal, 20 April 2020.
67
7. Biodata Jama’ah Pengajian Daurah
Dalam bab ini, penulis mencantumkan profil atau biodata
responden, yaitu: Profil Jama’ah daurah ilmiah Yayasan Syahamah
Banten yang mengikuti kajian daurah ilmiah.
Tabel 3.1 Profil Jama'ah Kajian Memahami Ayat Mutasyabihat
Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Jabatan di Yayasan
Syaiful
Anwar
Laki-laki 40 Pengajar Bid.Pendidikan dan
Pengajaran
Mariah Perempuan 21 Pelajar/
Mahasiswa
Anggota Bidang
Hubungan Masyarakat
Nurul
Qomariyah
Perempuan 21 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Alifatunnisa Perempuan 20 Pekerja
/Kasir
Jama’ah
Firmansyah Laki-laki 25 Pelajar Jama’ah
Fadlur
Rahman
Perempuan 21 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Rahama
Pratiwi
Perempuan 21 Pelajar/
Mahasiswa
Bidang Penelitian dan
Pengembangan
Salamun
Najih
Laki-laki 25 Pekerja Sekretaris
Evaroni
Nasrun
Perempuan 22 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Elsa Anugrah
Putri
Perempuan 21 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Lisa
Ridhowati
Perempuan 22 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Indah
Fadillah
Perempuan 20 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Ahmad Zaid
Zamzami
Laki-laki 37 Pengajar Jama’ah
Bella Bartiza Perempuan 20 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
Lauru Egia Perempuan 20 Pelajar/
Mahasiswa
Jama’ah
68
Riskiy
Hamonangan
Laki-laki 27 Guru Jama’ah
69
BAB IV
TAKWIL SYEKH FADI TERHADAP AYAT-AYAT
MUTASYABIHAT DALAM DAURAH ILMIAH YAYASAN
SYAHAMAH BANTEN
A. Seputar Daurah Ilmiah Yayayasan Syahamah Banten
Daurah ilmiah merupakan salah satu kegiatan yang
diselenggarakan oleh Yayasan Syahamah Banten. Kegiatan ini
biasanya dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Yayasan Syahamah
Banten juga pernah melaksanakan daurah Ilmiah berkerjasama
dengan berbagai lembaga seperti universitas, pondok pesantren dan
yayasan lain biasanya dilaksanakan 2 atau 1 kali dalam setahun.
Daurah ilmiah yang penulis teliti ini masuk dalam kategori daurah
yang tidak bekerjasama, dan sifat kegiatannya berada dalam ruang
lingkup internal Yayasan Syahamah Banten, meski diperkenankan
adanya peserta dari luar Yayasan. Dilaksanakan pada hari Ahad
tanggal 08 Maret dan 22 Maret 2020 di Markas Yayasan Syahamah
Pusat Studi Aswaja berlokasi di jalan Ciputat Molek V No 16 A.
Daurah ini bertemakan “Metode Ulama Salaf dan Khalaf dalam
Memahami ayat Mutsyabihat” dengan menggunakan sumber
rujukan utama kitab As-Shirath Al-Mustaqim karya Syekh Abdullah
Al-Harariyy. Daurah ilmiah diisi oleh Syekh Fadi Fuad Alamuddin
asal Lebanon selaku murid dari Syekh Abdullah Al-Harary dengan
penyampaian materinya menggunakan Bahasa Arab dan
diterjemahkan oleh Ustadz Syaiful Anwar M, Si., Innaka Kamal Ali
Lc., dan Ustadz Risky secara bergantian untuk memudahkan
jama’ah dalam memahami penjelasannya dan jama’ah yang hadir ±
30 orang saja. Kegiatan daurah ini dilaksanakan untuk semua
70
kalangan atau terbuka untuk umum. Adapun cara pendaftaran
mengikuti kegiatan daurah ini ialah dengan mendaftar kepada pihak
panitia yang menyelenggarakan dan membayar biaya sebesar 25
ribu rupiah, para peserta daurah yang mendaftar mendapatkan
beberapa fasilitas seperti belajar pada guru yang bersanad, fotokopi
kitab yang dikaji, makan siang dan tea break.
B. Materi Daurah seputar Ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam ceramah yang diberikan pada acara daurah ilmiah yang
dilakukan pada hari Ahad tanggal 8 dan 22 Maret 2020 Syekh Fadi
Fuad Alamuddin. memaparkan beberapa langkah pena’wilan yang
dilakukan terhadap beberapa tema yang menjadi kandungan ayat-
ayat mutasyabihat seputar tema istawa ala al-‘arsy, naiknya
kalimah tayyibah, wajah Tuhan, kedatangan Tuhan bersama para
malaikat, makna tangan Tuhan, Ruh Tuhan, Rumah Tuhan dan
istilah “Pemilik Arasy”. Berikut penulis paparkan pena’wilan beliau
terhadap masing-masing tema.
1. Ta’wil Makna Istiwa’ dalam QS. Thaha ayat:5
ٱلرحنرعلىرٱلعرشرٱست وى
Artinya: “Yang maha pengasih yang berkuasa di ‘Arsy”.
Tema pertama yang dikupas secara tuntas pena’wilannya
dalam daurah ilmiah oleh Syekh Fadi Fuad Alamuddin yang
menjadi narasumber dalam daurah yang dilangsungkan pada hari
Ahad tanggal 8 Maret 2020 adalah pena’wilan makna kata kerja
ست وىرار . Menurut Syekh Fadhi, kata kerja ini dalam bahasa Arab
memiliki 15 makna seperti yang akan diterangkan di bawah ini.
71
Tidak semua makna kata ini, menurut Syekh Fadi layak ataupun
tidak layak dan mustahil dinisbatkan kepada Allah, sehingga tugas
utama mufassir menjadi cukup sulit untuk menentukan makna mana
yang layak diberikan dalam menjelaskan ayat ini.
Yang pertama, menurutnya lafaz ست وىرار dalam Bahasa Arab
bermakna جلسر atau duduk. Kedua, kata juga diartikan ست وىراررر
sebagai padanan kata dalam Bahasa Arabnya untuk makna ستقيمار
)lurus). Ketiga kata ini dalam bentuk masdarnya bisa juga diartikan
untuk makna نضوج yang artinya “makanan masak atau matang”.
Keempat, kata ini juga dimakna حفظرر yang berarti menjaga. Kelima,
kata ini bisa juga berarti اب قى yang berarti “mengekalkan atau
menetapkan”. Keenam, kata ini juga bisa bermakna إست قرر yaitu
menetap. Ketujuh, kata ini juga bermakna قهرررر “menundukkan” atau
“mengusai” dan makna-makna lain yang tidak dijelaskan oleh
Syekh. Jumlah seluruh maknanya ada sebanyak 15 makna.1
Dari 15 makna yang dicakup oleh lafaz است وىر terkait dengan
ayat ke-5 Surah Taha Syekh Fadi menegaskan lagi perlunya mencari
makna yang sesuai, yang sekira maknanya boleh diambil sebagai
bentuk tafsir atau ta’wil bagi lafaz tersebut. Syekh Fadi menjelaskan
bahwa para ulama menjadi pihak yang dapat mengetahui makna
ta’wil lafaz ست وىرار dengan beragam metode yang mereka tempuh.
Menurutnya, seperti diterangkan dalam ceramahnya saat daurah
ilmiah, ada 2 metode yang bisa dilakukan dalam mencari makna
lafaz istiwa’ ini. Jika ditafsirkan dengan makna جلسر yakni duduk,
1 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
72
maka makna ini menurutnya tentu bertentangan dengan firman
Allah شيءر karena ada beberapa mahluk yang memiliki ليسركمثلهۦر
kemampuan untuk duduk. Masih menurutnya lagi, siapa saja yang
dinisbatkan dengan aktivitas duduk umumnya dinisbatkan kepada
benda-benda yang memiliki dua bagian: yaitu, yang memiliki sifat
bagian atas dan juga bagian bawah. Mereka dapat melakukan
aktivitas kerja duduk, seperti manusia dan beberapa jenis binatang.2
Dari kenyataan ini, menurut Syekh Fadi tidak boleh dikatakan
bahwa Allah “duduk” karena mengandung unsur tasybih atau
penyerupaan Allah dengan mahluk-Nya, karena ada mahluk Allah
yang memiliki aktivitas duduk.3
Demikian pula, Allah tidak boleh disifati dengan karena إست قر
ada unsur tasybihnya juga, sehingga menisbatkan Allah memiliki
aktivitats menetap menyerupakan Allah dengan mahluk-Nya pula.
Di sini, ayat ke-5 surah Thaha علىرر ٱست وىرٱلرحنر ٱلعرشر juga tidak
boleh ditafsirkan dengan arti نضوجر atau matang, karena akan
meyerupakan Allah dengan mahluk-Nya pula, karena ada makhluk
Allah yang disifati dengan sifat “matang”, نضوجر dan menurut Syekh
Fadi hal itu menyalahi ayat muhkamat dalam firman Allah ayat
muhkamat سركمثلهۦرشيءرلي bahwa Allah tidak menyerupai satupun
dari makhluk-Nya.4
Selain makna-makna yang menyulut tasybih, atau
penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya yang diterangkan di atas,
2 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 3 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 4 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
73
lafaz ست وىرار menurut Syekh Fadi dapat ditafsirkan dengan makna
ررهرقرلرار artinya “menundukkan”. Makna ini boleh dipakai dengan tiga
alasan: Pertama, karena makna menundukkan tidak bertentangan
dengan ayat muhkamat yang menolak tasybih. Kedua, karena
memang makna قهرر yakni menundukkan juga menjadi cakupan
makna ست وىرار dalam bahasa Arab, sehingga para ulama kemudian
mengatakan bahwa boleh menafsirkan ست وىرار seperti dalam firman
Allah swt ٱست وىر ٱلعرشر علىر ”dengan makna “menundukkan ٱلرحنر
karena tidak bertentangan dengan ayat muhkamat yang menegaskan
tidak boleh menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Alasan
ketiga yang disebutkan Syekh adalah karena dalam Al-Qur’an dan
hadist-hadits nabi Muhammad Saw sifat القهرر yang dinisbatkan
kepada Allah SWT, yaitu “Maha Menundukkan” merupakan sifat-
sifat jalalah Allah sebagaimana di dalam Al-Qur’an disebutkan: وهورر ٱلقاهررف وقرعبادهرۦ Artinya: “Dan Dialah Allah Dzat yang Maha Menundukkan
menguasai di atas para hamba-Nya.” (QS. Al -An’am:18) 5
Dengan tiga argumentasi di atas, penafsiran kata ست وىرار dengan
makna قهرر sesuai dengan hadis-hadis Nabi Saw dan ayat Al-Qur’an
lainnya dan tidak ada pertentangan dengan ayat muhkamat. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa ayat ke-5 surah Taha ٱلرحنرعلىرررر selain itu juga dapat , قهرر dapat dimaknai dengan makna ٱلعرشرٱست وى
dimaknai dengan makna حفظر atau ىقرب رار karena ketiga makna yang
disebutkan merupakan sifat-sifat Allah SWT, yaitu “Maha
Menudukkan ‘Arsy” atau “Maha menjaga ‘Arsy atau juga dapat
5 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
74
bermakna رىقرب رار ٱلعرشرر ”Dzat yang Maha Mengekalkan atau
Menetapkan Arasy”.6 Ketiga makna tersebut tidak bertentangan
dengan nash, tidak seperti ketika mengatakan maknanya sebagai
“duduk” sebagaimana dipersangkakan oleh sebagian orang. Syekh
Fadi sekali lagi menegaskan bahwa kalau diartikan dengan جلسر
atau duduk maka ayat ini akan bertentangan dengan ayat lainnya,
sedangkan ayat-ayat Al-Qur’an mustahil saling bertentangan satu
sama lainnya. Begitu juga yang berlaku pada ayat-ayat mutasyabihat
lainnya di dalam Al-Qur’an.7
Metode yang digunakan Syekh Fadi dalam menafsirkan ayat
ini, atau yang beliau katakan sebagai metode yang seharusnya
digunakan oleh ulama tafsir dalam menafsirkan ayat mutasyabihat
adalah dengan melihat makna-makna yang bisa ditarik dari ayat
tersebut dalam pengertian bahasa Arabnya agar tidak bertentangan
dengan ayat-ayat lainnya. Makna-makna yang tidak bertentangan
atau kontradiktif dengan ayat lain dapat dipakai sebagai bentuk
ta’wil, sedangkan makna-makna yang bertentangan sudah
seharusnya dijauhkan. Dalam menetapkan makna yang tidak
bertentangan dengan ayat-ayat lain yang muhkamat inilah kemudian
Syekh Fadi menasehati agar mereka menafsirkannya seraya
mengatakan, “Kemungkinan ini atau kemugkinan maknanya adalah
ini atau ini.”8 Dengan pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan
bahwa Syekh Fadi cukup menerapkan kehati-hatian dalam
menentukan makna pilihannya dalam mena’wilkan, karena selain
6 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 7 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 8 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
75
harus mengembalikan maknanya kepada mafhum dari ayat-ayat
yang muhkamat yang memiliki makna yang jelas, dan juga
kedudukan yang sudah jelas, maka makna yang diambil tidak
bertentangan dengan ayat muhkamat tersebut.
Dalam penjelasan Syekh Fadi di atas penulis dapat simpulkan
bahwa makna ست وىرار disebutkan oleh Syekh Fadi memiliki 15 makna
dalam Bahasa Arab. Dalam ceramahnya, beliau hanya menyebutkan
7 makna saja, yaitu جلسر (duduk) ستقيما ر (lurus), نضوجر (makanan
masak atau matang), حفظر (menjaga), اب قى (mengekalkan atau
menetapkan) إست قرر (menetap) atau bermakna قهرر (menundukkan
atau mengusai). Dari ketujuh makna yang disebutkan, Syekh Fadi
menetapkan bahwa kemungkinan makna lafaz ست وىرار dimaknai
dengan makna قهرر, حفظررر dan اب قى, yaitu menjaga atau memelihara
‘Arsy menundukkan atau menguasai atau ٱلعرشر mengekalkan اب قىر
‘Arsy atau menetapkan ‘Arsy.
Dalam kamus Lisanul Arab dijelaskan bahwa lafal ست وىرار memiliki 13 makna diantaranya: pertama bermakna عتدلرا (sama),
kedua bermakna ب لغر (patokan batas umur atau tingkat Batasan umur
seseorang), ketiga bermakn keempat ,(bermaksud atau berniat) قصدر
keenam ,(menguasai) است ولر kelima bermakna ,(sengaja) عمدر
bermakna ظهرر (menguasakan), ketujuh bermakna رراق بلر (berhadap-
hadapan), kedelapan bermakna اق بلر (mendekati atau mendatangi),
kesembilan bermakna صعدر (mendaki atau menaiki), kesepuluh
bermakna است قرر (menetap), kesebelas bermakna مستقيم (lurus),
76
kedua belas bermakna هلكر (hancur atau binasa) ketiga belas
bermakna التامر (sempurna).9
Jika merujuk pada kitab As-Shirat karya Syekh Abdullah Al-
Hararry yang menjadi rujukan utama pengajian Yayasan Syahamah,
penulisnya tidak menjelaskan secara khusus mengenai makna lafaz
ست وىرار yang memiliki 15 makna dalam bahasa Arab. Syekh Abdullah
al-Harariyy hanya menyebutkan bahwa ست وىرار wajib dita’wilkan
selain pada makna bersemayam, duduk dan semacamnya.
Menurutnya, hukumnya kafir bagi orang yang meyakini demikian.
Karena dianggap bertentang dengan nash dalam ayat lain, apalagi
terkait masalah tasybih, masih menurutnya pula lafaz istawa tidak
boleh dimaknai secara zahirnya, sebaliknya harus dipahami dengan
makna yang dapat diterima oleh akal, maka ست وىرار dimaknai dengan
,bermakna “menundukkan” dan “menguasai”.10 Walhasil القهرر
penjelasan Syekh Fadi dalam ceramah beliau dalam kegiatan daurah
ilmiah yang dilakukan oleh Yayasan Syahamah Banten pada Hari
Ahad tanggal 8 Maret 2020 dapat penulis anggap tidak bertentangan
dengan buku rujukan utama penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang
dipakai oleh Yayasan Syahamah yang disusun oleh Syekh Abdulalh
al-Harariyy yang merupakan guru dari Syekh Fadi tersebut.
9 Muhammad bin Mukrim bin Ali Abu al-Fadhl Jamaluddin Ibn Mandzur al-
Anshari ar-Ruwaifi’I al-Afriqi, Mu’jam Lisan al-‘Arab fi al-Lughah (Beirut Lebanon:Daar
Shaadar, jilid 4 hal.414-415 10 Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal. 90.
77
2. Takwil Makna Naiknya Kalimah Tayyibah QS. Fathir:10
يعاررمنركانريريدرٱلعزةرفللهرٱلعزةرر لح يرف عهۥ إليه يصعد ٱلكلم ٱلطي ب جم وٱلعمل ٱلصArtinya: “Barang siapa menghendaki kemuliaan, maka ketahuilah
itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik perkataan-
perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan
mengangkatnya. Adapun orang-orang yang merencanakan
kejahatan mereka akan mendapat azab yang sangat keras, dan
recana azab mereka akan hancur”.
Tema kedua yang dikupas secara tuntas dalam daurah ilmiah
ialah penakwilan ayat tentang “Kepada-Nyalah Kalimah Tayyibah
naik”. Permasalahannya adalah bagaimana sesuatu naik ke haribaan
Allah? Ini menjadi sesuatu yang musykil, sehingga menurut Syekh
Fadi ayat “لحري رف عهرۥ ,harus dita’wilkan إليهريصعدرٱلكلمرٱلطي بررروٱلعملررٱلص
sehingga kemudian dipahami bahwa makna Kalimah Tayyibah ini
sebagai “perkataan yang baik yang mendapatkan pahala”, kalimat
tersebut “naik ke tempat yang dimuliakan oleh Allah SWT”, yaitu
langit dan Kalimah Tayyibah akan mengangkat amal shaleh.
Pemaknaan inilah menurut Syekh Fadi yang sesuai dan selaras
dengan ayat muhkamat.
Pertama Syekh Fadi menjelaskan bahwa lafal إليهريصعدرٱلكلمررر diartikan perkataan yang baik Ketika diucapkan mendapatkan ٱلطي بر
pahala seperti kalimat لإلهرإلرالله artinya kalimat itu naik ke tempat
yang dimuliakan oleh Allah SWT yaitu langit. Menurutnya ٱلكلمر itu akan naik ketempat yang dimuliakan oleh Allah SWT dan ٱلطي بر
78
ٱلطي بر akan mengangkat amal shaleh. Pemaknaan ini yang ٱلكلمر
sesuai dan selaras dengan ayat muhkamat.11
Demikian pula syekh Fadi mengatakan bahwa jika ada dari
seorang mufassir yang menafsirkan إليهريصعدرٱلكلمرٱلطي بر maknanya
bahwa Allah berada di suatu tempat di Arsy, kemudian ٱلكلمرٱلطي بر dinaikkan ketempat tersebut di mana Allah berada, maka penafsiran
ini bertentangan dengan ayat muhkamat ليسركمثلهرشيءر karena Allah
tidak menyerupai satupun dari mahluk-Nya.12 Maka dari itu
menurut Syekh Fadi tidak boleh dikatakan bahwa Kalimah
Tayyibah naik ke ‘Arsy atau tempat Allah karena Allah tidak butuh
pada tempat dan Allah tidak serupa dengan mahluknya. Menurutnya
idhafah yang dimaksudkan dalam firman Allah yaitu pada pada
lafal إليهررر kepada-Nya ialah maksudnya adalah هرترمررركرررل ررمرلرار yaitu
ketempat yang dimuliakan Allah. Syekh Fadi juga memaparkan
tentang macam-macam Idhafah bahwa macam Idahafah ada dua
yaitu idhafah juz’iyyah yakni Sebagian darinya dan idhafah
milkiyyah yaitu kepemilikan. Idhafah yang dimaksud dalam lafal إليهر ialah idhafah kepemilikan. Kemudian Syaikh memberikan 2 contoh
idhafah. Pertama mencontohkan kalimat رهرذرهر يدريرر ini adalah
tanganku, yaitu tangan yang di Idahfahkan padanya adalah idhafah
juz’iyyah artinya tangan ini bagian darinya. Kedua mencontohkan
هرذرهر ىفراترار “Ini Hand Phone saya” ini termasuk idhafah milkiyah
artinya handphon ini milikku. Allah adalah sebagai pemilik seluruh
Alam, pemilik segala sesuatu karena Allah tuhan semesta alam
11 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020. 12 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
79
pencipta segala sesuatu dan pemilik dari segala sesuatu. Maka
Syekh Fadi memaknai kalimat ليهرإ ” yaitu ketempat yang dimulikan
oleh Allah. Kemudian Syekh Fadi menegaskan kembali bahwa lafal
ٱلطي بر ٱلكلمر يصعدر maknanya harus ditakwil maksudnya adalah إليهر
Kalimah Tayyibah akan diangkat ketempat yang dimuliakan oleh
Allah SWT yaitu langit. 13
Syekh Fadi memberikan alasan mengapa langit dikategorikan
sebagai tempat yang dimulikan oleh Allah. Alasan pertama langit
itu dikatakan mulia karena di langit tidak pernah dilakukan
perbuatan maksiat di dalamnya. Kedua karena langit adalah
tempatnya para malaikat yang semuanya adalah para kekasih Allah,
semuanya para ulama kekasih Allah betempat di langit. Kemudian
Syekh menyebutkan suatu dalil dalam Al-Qur’an mengenai sifat
malaikat yaitu pada ayat:
رمارأمرهمروي فعلونرماري ؤمرونري عصونرٱللرررلر
Artinya: “yang tidak pernah durhaka kepada Allah terhadap apa
yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan” (QS. at-Tahrim:6).14
Dengan dalil tersebut syekh Fadi berpendapat bahwa
semuanya para kekasih Allah yakni malaikat ini tidak pernah
berbuat maksiat kepada Allah dan senantiasa menjalankan perintah
Allah. 15Jadi Syekh Fadi menyimpulkan bahwa langit adalah
tempatnya para malaikat tempat yang dimuliakan oleh Allah SWT
karena dilangit tidak pernah terjadi maksiat kepada Allah SWT.
13 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 14 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 15 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
80
Syekh juga menegaskan bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat
mutasyabihat wajib dan harus dikembalikan pada ayat-ayat
muhkamat hal itu berlaku pada ayat mutasyabih yang mungkin
diketahui oleh para ulama.
Dari penjelasan Syekh Fadi di atas maka penulis
menyimpulkan ayat “ لحري رف عهرإليهرر يصعدرٱلكلمرٱلطي بروٱلعملرٱلص harus
dipahami bahwa pada lafal tersebut Kalimat Tayyibah atau
perkataan yang baik ketika diucapkan mendapatkan pahala seperti
kalimat لإلهرإلرالله kalimat itu naik ke tempat yang dimuliakan, yaitu
langit, dan Kalimat Tayyibah akan mengangkat amal shaleh.
pemaknaan ini yang sesuai dan selaras dengan ayat muhkamat.
Jika merujuk pada kitab As-Shirat karya Syaikh Abdullah Al-
Harrary yang menjadi rujukan utama dalam daurah ilmiah pengajian
Yayasan Syahamah Banten penulis di sana tidak menjelaskan secara
detail mengenai macam-macam idhafah beserta contohnya dan tidak
menjelaskan alasan mengapa langit menjadi tempat yang
dimuliakan. Di dalam kitab As-Shirath hanya disebutkan bahwa
akan naik لإلهرإلرالله pemaknaanya adalah seperti dzikir ٱلكلمرٱلطي بر
ketempat kemuliaanNya, yaitu langit dan ٱلكلمرٱلطي بر ini juga akan
mengangkat amal shalih dan pemaknaan ini yang sesuai dan selaras
dengan ayat muhkamat.16 Maka dari hasil pemaparan Syekh Fadi di
atas mengenai penjelasan naiknya Kalimat Thayyibah itu tidak
berbeda jauh dengan penjelasan yang ada dalam kitab As-Shirat,
16 Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.80
81
syekh Fadi hanya menambahkan penjelasan mengenai Idhafah
milkiyyah yang ada pada kata إليهر dan alasan mengapa langit
termasuk tempat yang mulia.
3. Takwil Makna Wajah Tuhan QS. al-Qashash:88
رهور رلرإلهرإل ارءاخر رإل لهرٱلكمروإليهرركل شيء هالك إل وجهه ولرتدعرمعرٱلل ت رجعونرر
Artinya: “Dan jangan pula engkau sembah tuhan yang lain selain
Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Segala
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi
wewenangnya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan”.
Tema ketiga yang dibahas secara tuntas dalam kajian daurah
ilmiah Yayasan Syahamah Banten ialah mengenai penakwilan
makna wajah Allah. Syekh Fadi menjelaskan ayat tersebut menukil
pada pentakwilan yang dilakukan oleh Imam Bukhari yang terdapat
dalam kitab Jami’nya. Syekh Fadi mengatakan bahwa Imam
Bukhari sebagai Ulama Salaf ternyata juga menakwil wajah Allah
seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:
Yang pertama Syekh Fadi menjelaskan bahwa Imam Bukhari
dalam memaknai ههرجرور memiliki dua makna. Pertama kata هرهرجرور bisa
dimaknai dengan هركرلرمر artinya segala sesuatu akan binasa kecuali
kekuasaannya. Kedua diartikan dengan هريرلرإرررهربررربررحرقرت ري رررمار artinya “suatu
amal yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah” Syekh
Fadi juga menjelaskan contoh amal yang dilakukan seseorang
misalnya memberikan sedekah kepada orang fakir dengan
menyebutkan saya bersedekah untuk ارباررحرقرت ر راللهلرر mendekatkan diri
82
kepada Allah, atau juga misalnya ketika seseorang shalat atau puasa
dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.17
Syekh Fadi menjelaskan pada jama’ah bahwa Imam Bukhari
mentakwil dengan menyebutkan إر هكرلررمرلراير هرهرجررورلرإرررك رالرهرررئ رشرررلحركر maksudnya ialah bahwa segala sesuatu akan binasa kecuali
kekuasaa-Nya atau suatu amalan yang dilakukan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Kemudian Syekh Fadi menegaskan
Kembali bahwa lafal مرلرإر هركرلرر artinya adalah kecuali kerajaan
kekuasaan Allah maksudnya bahwa nanti di hari kiamat semua akan
hilang kecuali kerajaa-Nya, atau bisa dimaknai هريرلرإرررهربررربررحرقرت ري رررمار artinya
bahwa nanti pada hari kiamat semua amalan manusia yang
dilakukan tidak akan bermanfaat bagi ummat manusia dan tidak
akan diterima kecuali amalan yang dilakukan semata-mata hanya
dilakukan untuk mendekatkan diri pada Allah. Amalan baik atau
perbuatan baik yang dilakukan karena Allah tersebut nanti di akhirat
yang diterima yang akan kekal dan tidak akan binasa yang akan
memberikan manfaat bagi manusia yang melakukanya dan amal
manusia itu tidak akan bermanfaat bagi dirinya pada hari kimat
kecuali yang diniatkan karena Allah. Menurut Syekh Fadi di akhirat
nanti yang kekal hanyalah kekuasaan atau kerajaan Allah yang azali
yang tidak memiliki permulaan tidak sama seperti kerajaan atau
kekuasaan Allah yang diberikan kepada mahluk-Nya. Kekuasaan
yang diberikan Allah kepada sebagian mahluk-Nya akan binasa
tidak kekal yang kekal hanyalah kekuasaan Allah.18
17 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 18 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
83
Syekh Fadi membenarkan atas penakwilan yang dilakukan
Imam al-Bukhari terhadap ayat yang terdapat dalam QS. Al-Qashah:
88 bahwa Penakwilan pada lafal هرهرجر memiliki 2 makna pertama
adalah هركرلررمرلرإر kecuali kekuasaan Allah atau penafsiran yang lain اررمر amalan yang dilakukan mendekatkan diri kepada راللهلرإرررهربررربررحرقرت ري ر
Allah, amalan itu yang akan nantinya kekal pada hari kiamat. Syekh
Fadi Juga menjelaskan bahwa tidak hanya ayat itu yang di takwil
oleh Imam Bukhari, melainkan ada juga ayat yang lain, misalnya
Imam Bukhari menakwil kata كرحرضر yang dinisbatkan kepada Allah
sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi beliau menakwilnya
dengan makna rahmat. Syekh Fadi mengatakan bahwa hadis
tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Baihaki dalam kitabnya asma’
wa shifat diriwayatkan oleh al Imam Abu Sulaiman khtobi dan
diriwaytakan oleh Imam Bukhari.19
Jika merujuk pada kitab As-Shirath karya Syekh Abdullah Al-
Harariyy yang menjadi rujukan utama dalam pengajian daurah
ilmiah Yayasan Syahamah Banten maka penulis temukan bahwa
Syekh Fadi selalu berpegang teguh pada kitab As-Shirath misalnya
dalam kitab As-Shirat menyebutkan bahwa pentakwilan QS.Al-
Qashas: 8 terdapat dalam kitabnya Imam al-Bukhari kitab tafsir Al-
Qur’an dalam redaksinya tertulis:
روجه(ررإلرملكهرويقالرمايتقربربهرإليهر رإل رهالك سورةرالقصص:)ركلحرشئ
“Surat al-Qashah وجهر ر إل ر هالك ر شئ yakni kecuali كلحر
kekuasaan-Nya atau amal yang dilakukan untuk mendekatkan diri
19 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
84
kepada-Nya”. Kekuasaan Allah adalah salah satu sifat Azali (tidak
memiliki permulaan), tidak seperti kekuasaan yang Ia berikan
kepada mahluk-Nya. Dalam Kitab As-Shirat juga menyebutkan
bahwa didalam Shahih al-Bukhari juga masih terdapat ta’wil
dibagian yang lain seperti takwil pada lafal ضحكر yang terdapat
dalam hadis dengan rahmat-Nya.20 Maka dapat disimpulkan bahwa
Syekh Fadi dalam menjelaskan ayat mutasyabihat selalu berpatokan
pada kitab As-Shirat dan tidak bertentangan dengan apa yang
dijelaskan dalam kitab As-Shirath.
4. Takwil Makna Kedatangan Tuhan Bersama Malaikat QS. Al-
Fajr :22
رررصف اررراروٱلملكرصف ررروجاء ربك Artinya: “Telah datang tanda-tanda kekuasaan Allah, dan
malaikat berbaris-baris”.
Tema keempat yang dikupas secara tuntas dalam daurah
ilmiah pengajian Yayasan Syahahamah Banten ialah mengenai
penakwilan kadatangan tuhan. Dalam menjelaskan ayat ini Syekh
Fadi menukil pada penakwilan yang dilakukan oleh ulama salaf
yaitu Imam bin hanbal melakukan takwil tafshili pada lafal وجاءرربحكر dengan makna munculnya tanda-tanda kekuasaan tuhan.
Yang pertama Syekh menakwil ayat ررتراءرارجرنرايرإررركربحررررراءرجرورهرتررردرقر memiliki arti muncul tanda-tanda kekuasaan Tuhanmu. yang
dimaksud هرتررردرقرررترءرجار artinya telah muncul telah datang tanda-tanda
20 Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.80
85
kekuasaan dari Allah SWT. Syekh Fadi juga memberikan
pemahaman bahwa munculnya atau datangnya tanda-tanda
kekuasaan dari Allah SWT ialah bahwa nanti pada hari kiamat Allah
SWT menampakkan sesuatu yang menjadi tanda kekuasaan Allah
yang belum pernah ditampakkan sebelumnya kepada hamba-
hamba-Nya.kemudian Syekh menguatkan pendapatya dengan
mengatakan "Bukan kah nanti hari kiamat langit akan terpecah belah
kemudian lautan menyala api yang membara kemudian gunung-
gunung lari behamburan sebagaimana awan”. Maka menurut Syekh
Fadi bahwa Allah SWT pada hari kiamat akan menampakkan dan
menunjukkan sesuatu yang menjadi tanda-tanda kekuasaanya. Maka
dari itu hal inilah menurut Syekh Fadi yang dikatakan oleh Imam
Ahmad bin Hanbal ketika menakwilkan ayat كربحررررراءرجرور dengan اررنرإر artinya adalah nanti pada hari kiamat Allah SWT هرتررردرقرررتراءرجر
memunculkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.21
Jika merujuk pada kitab As-Shirat karya Syekh Abdullah Al-
Hararry yang menjadi rujukan utama pengajian daurah ilmiah
Yayasan Syahamah Banten, di sana tertulis: “Diriwayatkan dengan
shahih pula ta’wil tafshili dari Imam Ahmad yang termasuk ulama
salaf. Telah tsabit darinya bahwa ia berkata tentang firman Allah
SWT (وجاءربحكر) "جرنرإر رتراءرار "هرتررردرقرر “Yakni muncul tanda-tanda
kekuasaan Tuhanmu”22 maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
Syekh Fadi dalam menjelaskan makna ayat mutasyabihat selalu
21 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 22Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.86
86
berpedoman pada kitab As-Shirath tidak keluar dari pembahasan
hanya saja Syekh Fadi menjelaskan lebih detail mengenai apa yang
dimaksud datangnya tanda-tanda kekuasaan dari Allah SWT.
5. Takwil Makna Tangan Tuhan QS. Shaad :75
أستكبترأمركنترمنرٱلعالينررررخلقت بيدي ما من عك أن تسجد لما قالريبليسررArtinya: “Allah berfirman, “Wahai Iblis, apakah yang
menghalangi kamu sujud kepada yang telah aku ciptakan dengan
pemeliharaan dan penjagaan-Ku. Apakah kamu menyombongkan
diri atau kamu merasa termasuk golongan yang lebih tinggi”.
Tema kelima yang dibahas tuntas dalam daurah ilmiah
Yayasan Syahamah Banten ialah penakwilan makna tangan.
Menurut Syekh Fadi tidak boleh seseorang meyakini Allah memiliki
tangan karena keyakinan tersebut bisa mengatarkan pada
menyerupakan Allah dengan mahluk-Nya. Maka dari itu lafal بيدير pada QS. Shaad :75 harus ditakwil
Yang pertama Syekh Fadi menjelaskan lafal رردرجرسرترررنرأررركرعرن رارمرمريدريربر maksudnya ialah seseorang harus meyakini bahwa Allah SWT
tidak memiliki dua tangan dalam artian anggota badan. menurut
Syekh Fadi Orang yang berkeyakinan bahwa Allah memilki dua
tangan dalam artian anggota badan berarti orang tersebut telah
menyerupakan Allah dengan mahluknya dan menyalahi firman
Allah ليسركمثلهۦرشيءر karena Allah tidak serupa dengan mahuk-Nya.
Demikian pula Syekh Fadi menjelaskan bahwa para ulama
Salaf dulu juga mengatakan “kita beriman pada ayat seperti ini tapi
bukan dalam pengertian anggota badan tanpa menyerupakana Allah
dengan mahluknya”, begitu juga dengan Ulama khalaf mereka tidak
87
memaknai secara dzahir tidak memaknainya sebagai penyerupaan
Allah dengan mahluk-Nya akan tetapi mereka menentukan
maknanya yang mana makna yang ditentukan tersebut masih dalam
cakupan bahasa arab dan tidak bertentangan dengan bahasa Arab.23
Menurut Syekh Fadi Ulama Khalaf juga mentakwil seperti
yang dilakukan oleh Imam Ibnu Hajar Asqallani seorang hafidz
dalam kitabnya Fathul Bari yaitu syarah kitab al-Bukhari mereka
mengatakan bahwa maksud dari al-yaday dalam QS. Shaad :75
adalah al-‘inayah maknanya perhatian khusus dan pemuliaan serta
al-hifz pemeliharaan dan penjagaaan.24
Jika merujuk pada kitab As-Shirat karya Syaikh Abdullah Al-
Harariyy yang menjadi rujukan utama pengajian daurah ilmiah
Yayasan Syahamah Banten, disana dijelaskan bahwa “Boleh
dikatakan maksud kata al-yaday pada QS. Shadd:85 ketika Allah
mencela Iblis ditakwil al-‘inayah (Khusus perhatian khusus dan
pemuliaan) dan al-hifzh (pemeliharaan dan penjagaan). 25 jadi apa
yang dipaparkan Syekh Fadi dalam menjelasakan pentakwilan suatu
ayat selalu berdasar pada kitab As-Shirat.
6. Takwil Makna Ruh Tuhan QS. al-Anbiya’:91 dan QS.
Shaad:76
ن هارءايةررف ن فخنا فيها من روحناوٱلترأحصنترف رجهارر لمينررروجعلنهاروٱب ل لعArtinya: “Dan ingatlah kisah Maryam yang memelihara
kehormatannya, lalu kami memerintahkan kepada Jibril untuk
23 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020
24 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 08 Maret 2020 25 Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.87
88
meniupkan kedalam Maryam roh yang merupakan milik kami
dan mulia menurut kami.”
Tema keenam dalam daurah ilmiah Yayasan Syahamah
Banten yang dibahas secara tuntas ialah takwil makna ruh tuhan
dalam QS. al-Anbiya’ ayat:91 dan QS. Shaad ayat 76. Syekh
menjelaskan bahwa makna ruh tuhan dalam ayat tersebut
menunjukkan kepemilikan dan untuk memuliakan ruh Nabi Musa
dan Nabi Adam. Menurutnya Allah bukanlah ruh akan tetapi Allah
adalah pencipta jasad dan Ruh.
Pertama Syekh Fadi menjelaskan bahwa yang harus diketahui
seseorang ialah bahwa Allah SWT sebagai pencipta jasad dan ruh
maka dari itu Allah bukan ruh dan bukan jasad karena menurutnya
penyandaran atau penisbatan sesuatu bisa saja atas dasar
kepemilikan atau juziyyah yaitu bagian misalnya kata هذارهاتفي ini
adalah handphone saya, maka makna disitu juga mengandung
makna kepemilikan jadi penisbatan ini bisa jadi dengan makna
bagian bisa jadi dengan kepemilikan.. 26
Kemudian Syekh Fadi menafsirkan firman Allah dalam Al-
Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 91: هارمنرروحناف ن فر في حنار pengetiannya
ialah bahwasanya kami memerintahkan kepada Jibril untuk
mengirimkan kepada Maryam ruh yang merupakan milik kami dan
mulia menurut kami jadi disini menunujukkan kepemilikan dan
untuk memuliakan. 27
26 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020 27 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020
89
Penafsiran ruh dalam QS. Shaad: 76
تهۥرون فخترفيهرر جدينر من روحيفإذارسوي ف قعوارلهۥرسArtinya: “Kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya
kemudian aku tiupkan roh (ciptaan) Ku kepadanya; maka
tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.”.
Dalam ayat ini Syekh Fadi juga mengatakan bahwa makna ruh
disitu tujuannya untuk kepemilikan dan untuk memulikan ruh Nabi
Adam tidak boleh dikatakan Allah bagian dari ruh.
Menurut Syekh Fadi Firman Allah SWT lafal يحروررحرررنرمر yang
menerangkan tentang Nabi Adam disitu tujuannya untuk memulikan
dan kepemilikan dengan alasan karena ruh terbagi menjadi dua
bagian, Pertama adalah ruh yang dimuliakan yaitu arwah
musyarrafah dan yang kedua adalah ruh yang buruk yaitu roh
khabitsah. Kemudian Syekh Fadi mengatakan bahwa tidak ada
keraguan apabila ruh-ruh para nabi itu adalah termasuk ruh yang
pertama yaitu ruh yang dimuliakan dan demikian juga ruh Nabi
Adam.28Maka dari itu Syekh Fadi berkesimpulan bahwa
penyandaran dalam QS. al-Anbiya’ ayat:91 dan QS. Shaad ayat 76
ketika disebutkan tentang ruh Allah adalah idhafah milk wa tasyrif
untuk kepemilikan dan pemuliaan kepada-Nya yaitu ruh Nabi Adam
dan ruh Nabi Isa.
Menurut Syekh Fadi Tidak boleh diyakini bahwasanya Allah
SWT adalah ruh kemudian Nabi Adam dan Nabi Isa adalah
termasuk bagian dari ruh maka dihukumi keluar dari Islam orang
28 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020
90
yang berkeyakinan seperti itu. Karena ruh adalah yang diciptakan
yakni mahluk Allah. Syekh Fadi juga menjelaskan dalil aqli dengan
mengatakan bahwa ruh itu bukanlah Allah dan setiap selain Allah
itu adalah yang diciptakan yakni mahluk oleh karena itu
menurutnya, Allah SWT merupakan sang pencipta segala sesuatu
berarti Allah bukan ruh. Dalil yang lain yang disebutkan Syekh Fadi
yaitu firman Allah dalam Al-Qur’an Al-Isra’ayat 85: لرحوحرٱ يسلونكررر Nabi ketika ditanya tentang masalah ruh maka yang mengetahui عنرر
tentang ruh hanyalah Allah, kemudian Syekh Fadi juga
memberitahukan bahwa penyandaran makna kepemilikan dan
pemuliaan terhadap Allah dalam Al-Qur’an itu bukan hanya pada
ayat رمنرروحناdan مرنررررحرورحري tentang Nabi Isa dan Nabi adam saja.29
Jika merujuk pada kitab As-Shirat karya Syekh Abdullah Al-
Harariyy yang menjadi rujukan utama pengajian daurah ilmiah
Yayasan Syahamah Banten, didalamnya dijelaskan mengenai dua
pembagian ruh yaitu adanya ruh musyarafah yaitu ruh yang
dimuliakan dan khabitsah yaitu ruh yang buruk.Jadi Ruh para nabi
termasuk bagian pertama yaitu ruh yang dimuliakan maka
penyadaran (idhafah ) ruh Nabi Isa dan ruh Nabi Adam kepada
Allah adalah Idhafah milk wa tasyrif (Penyandaran yang berarti
kepemilikan dan pemuliaaan Allah terhadap keduanya). Dan kafir
hukumnya orang yang meyakini bahwa Allah SWT adalah ruh
karena ruh adalah mahluk dan Allah maha suci darinya.30 Alhasil
penulis dapat simpulkan bahwa Syekh Fadi dalam menjelaskan
29 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020 30 Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.88.
91
pemaknaan ayat mutasyabihat selalu berpatokan pada kitab As-
Shirat dan tidak pernah menyimpang dari pembahasan yang ada
dalam kitab As-Shirat.
7. Takwil Makna Rumah Tuhan pada QS. Al-Hajj: 26 dan Pemilik
Arasy QS. al-Mukminun: 116
رتشركربرشير رهيمرمكانرٱلب يترأنرل ب نرلإللطائفينروٱلقائمينرررب يت وطه ررررئاوإذرب وأ
وٱلرحكعرٱلسحجودرArtinya: “Dan ingatlah, Ketika kami tempatkna Ibrahim di
tempat Baitullah dengan mengatakan “Janganlah engkau
mempersekutukan Aku denga apapun dan sucikanlah rumah-ku
bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah
dan orang-orang yang rukuk dan sujud”.
Tema ketujuh yang dibahas secara tuntas dalam daurah ilmiah
Yayasan Syahamah Banten tentang penakwilan makna Rumah
Tuhan dalam Surat Al-Hajj: 26 dan Pemilik ‘Arsy dalam Surat Al-
Mukminun: 116. Syekh Fadi yang menjadi narasumber dalam
daurah mengatakan bahwa lafal ب يتر rumahku maknanya adalah
untuk penyandaran kepemilikan dan pemuliaan. Adapun
Penyandaran dalam lafal ٱلعرشر ر tersebut menunjukkan bahwa ربح
Allah sebagai pencipta ‘Arsy.
Pertama Syekh Fadi menjelaskan bahwa lafal ب يتر “rumahku”
maknanya adalah untuk penyandaran kepemilikan dan pemuliaan.
Syekh Fadi juga menyatakan bahwa tidak ada salah satu sifat dari
sifat Allah itu adalah sifat al-bait (rumah) bukan seperti sifal al-ilm
yang disandarkan kepada Allah maka menurutnya perlu diketahui
bahwa penyandaran makna ب يتر adalah tentang kepemilikan dan
92
pemuliaan, Syekh Fadi juga menyatakan bahwa lafal ب يتر bukan
bermaka sifat dan mulabasah yakni bertempat karena sifat
bertempat itu mustahil bagi Allah31
Pentakwilan QS. Al-Mukminun:116
رهورر رلرإلهرإلرٱلملكرٱلقح لىرٱلل ٱلكريمرر رب ٱلعرش ف ت ع
Artinya: “Maka maha tinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang memiliki Arsy
yang mulia”.
Pada lafal ayat di atas Syekh mentakwil lafal ٱلعرشر ر ,ربحmaknanya bukan Allah duduk menetap di atas ‘Arsy akan tetapi
lafal tersebut menunujukkan bahwa Allah sebagai pencipta ‘Arasy.
Syekh Fadi berpendapat bahwa penyandaran Allah terhadap
Arasy dalam lafal ٱلعرشر ر menunjukkan bahwa Allahlah yang ربح
menciptakan ‘Arsy. ‘Arsy menurutnya adalah mahluk yang paling
besar ukurannya, Syekh Fadi juga berpendapat bahwa Allah SWT
yang menciptakan ‘Arsy hal ini menunjukkan betapa besarnya
kekuasaannya Allah. Tidak boleh seseorang mengatakan dan
meyakini bahwa Allah bersemayam atau duduk di atas ‘Arsy karena
menurut Syekh Fadi ini adalah pendapat yang tidak sesuai
bertentangan dengan aqidah yang benar.32
Demikian juga Syekh Fadi menyatakan bahwa makna dari
ٱلعرشر ربحر bukan Allah itu duduk di atas ‘Arsy dengan menempel,
kemudian jika Allah dikatakan duduk di atas ‘Arsy berarti Allah
31 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020 32 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020
93
sama dengan mahluknya. Maka ketika seseorang duduk disuatu
tempat dengan menetap atau menempel maka sang pencipta yang
menciptakan mahluk mustahil bersifat seperti menempel yang ada
pada mahluk-Nya, jika seandainya Allah disifati dengan sifat
mahluk maka hal itu menurut Syekh Fadi bertentangan dengan ayat
yang sudah ada dalam-Al-Qur’an yaitu lafal ليسركمثلهۦرشيءر. Karena
Allah tidak serupa dengan mahluknya maka mustahil bagi Allah
disifati sejajar baik dari bawah maupun dari atas semuanya itu
mustahil bagi Allah, jika seandainya Allah punya sifat sejajar baik
dari bawah ataupun atas berarti Allah sama dengan yang diciptkan
yaitu mahluk-Nya. Padahal Allah Tidak menyerupai mahluk-Nya.
Kemudian Syekh Fadi menjelaskan dua keistimewaan ‘Arsy dan
alasanya mengapa ‘Arsy diistimewakan. Pertama ‘Arsy sebagai
kiblat para malaikat yang mengelilinginya. karena ‘Arsy dikekelingi
oleh malaikat sebagaimana ka’bah juga dimuliakan oleh orang-
orang mukmin yang thawaf mengelilinginya. Kedua keistimewa
‘Arsy di ‘Arsy tidak pernah dilakukan disana perbuatan maksiat
kepada Allah, karena yang berada di sekeliling ‘Arsy adalah
malaikat yang dimuliakan yang mana para malaikat disana mereka
tidak melakukan maksiat dan mereka mengerjakan perintah Allah
yang diperintahkan kepada mereka, para malaikat tidak melakukan
maksiat kepada Allah sekecil apapun.33
Demikian Juga tidak boleh seseorang meyakini Allah
menciptakan ‘Arsy tujuannya hanya untuk duduk di atas aras orang
yang berkeyakinan seperti itu berarti telah menyerupakan Allah
33 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020
94
dengan para raja yang membuat ranjang-ranjang besar untuk duduk
di atasnya. Maka orang yang tidak mengenal Allah kecuali dengan
hasil yang diajarkan maka ibadahnya tidak sah. Syekh Fadi
berlandaskan pada ungkapan yang pernah disampaikan oleh imam
al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin ترلر ردرعرب رلرإرررةرادربرعرالرررححرصرردرورب رعرمرالرررةرفرررعرمر bahwa amal perbuatan seseorang itu tidak diterima
kecuali sudah mengenal Allah maka Syekh Fadi beranggapan bahwa
orang yang meyakini Allah bersentuhan dengan mahluk maka orang
ini berkeyakinan yang salah dan keluar dari islam karena orang
tersebut mensifati Allah dengan sifat yang tidak layak bagi Allah.34
Maka dalam hal ini Syekh Fadi berkeyakinan bahwa sifat Allah
tidak bersinggungan atau bersentuhan dengan sifat mahluk dan
mustahil sifat Allah bersentuhan dengan sifat mahluk-Nya.
Jika mengacu pada kitab As-Shirat yang dikarang oleh Syekh
Abdullah Al-Harariyy yang menjadi rujukan utama dalam pengajian
daurah ilmiah Yayasan Syahamah Banten Syekh Abdullah dalam
kitabnya menjelaskan lafal ب يتر mengenai ka’bah adalah
penyandaran idhafah yang berarti kepemilikan dan pemuliaaan
Allah terhadap ka’bah, bukan idhafah yang bermakna sifat atau
mulabasah (betempat), karena mustahilnya persinggungan dan
bersentuhan antara Allah dan ka’bah. Begitu juga ketika Syekh
Abdullah al-Harariyy menejelaskan lafal ٱلعرشر ر lafal itu tidak ربح
menunjukkan kecuali bahwa Allah adalah pencipta ‘Arsy, mahluk
Allah yang paling besar ukurannya. Penyadaran ini bukan karena
‘Arsy memiliki kaitan dengan Allah sebab Allah duduk di atasnya
34 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 22 Maret 2020
95
atau berada di atasnya dengan jarak. Maknanya bukan bahwa Allah
duduk di atas ‘Arsy dengan menempel, juga bukan berarti Allah
berada di atas ‘Arsy dengan adanya ruang kosong, baik diperkirakan
luas atau sempit, antara Allah dengan ‘Arsy. Ini semua mustahil bagi
Allah.35 Syekh Abdullah dalam kitabnya juga menyebutkan dua
keistemewaan ‘Arsy sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Fadi
kepada jama’ah daurah Yayasan Syahamah Banten. Maka terlihat
bahwa syekh Fadi dalam menjelaskan pentakwilan makna ayat
mutsyabihat selalu bersandar pada pendapatnya Syekh Abdullah Al-
Harariyy.
C. Metode Penafsiran Syekh Fadi terhadap Ayat-ayat
Mutasyabihat
Syekh Fadi Fuad Alamuddin sebagai narasumber dalam
kegiatan daurah ilmiah memaparkan tentang metode ulama dalam
memahami ayat-ayat mutasyabihat serta mengenai dalil atau
landasan adanya pemisahan antara muhkamat dan mutasyabihat
dalam Al-Qur’an QS Al-Imran:7. Syekh Fadi menafsirkan QS. Al-
Imran:7
ترفأمار به رأمحرٱلكتبروأخررمتش رهن ت كم هورٱلذيرأنزلرعليكرٱلكتبرمنهرءايترمحويلهۦروما
نةروٱبتغاءرت بهرمنهرٱبتغاءرٱلفت ري علرررٱلذينرفرق لوبمرزيغرف ي تبعونرمارتش ويلهۥ
مرتيذكررإلرر ومار ر رب نا عندر م نر بهۦركل ر ءامنار ي قولونر ٱلعلمر وٱلرسخونرفر ر
رٱلل أولوارإل
ٱللببرر
35 Syekh Abdullah al-Harariyy, “As-Shirat al-Mustaqim terjemahan Jalan yang
Lurus” (Jakarta: Syahamh Press, 2018), hal.89
96
Artinya: “Dialah yang menurunkan Al-Qur’an kepada kamu.
Diantara isinya ada ayat-ayat muhkamat, itulah pokok-okok isi Al-
Qur’an dan yang lain ayat-ayat mutsyabihat. Adapun orang-orang
yang dalam hati mereka condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti Sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada
yang mengetahui takwilnya melainkan Allah serta orang-orang yang
mendalam ilmunya, seraya mengatakan: “kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan
kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-
oarang yang berakal” (QS. Ali Imran:7). Ayat ini baginya menjadi dalil bahwa di dalam Al-Qur’an ada
ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat. Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab
dan didalam bahasa Arab sebagian ibarah-ibarahnya nya ada yang
memiliki makna satu dan ada yang beragam tidak hanya satu makna
saja., begitu juga dalam Al-Qur’an ada yang memiliki makna satu
saja, sebagian yang lain memiliki beragam makna, begitu juga
dengan bahasa yang digunakan oleh manusia ada Sebagian jumlah
kata yang digunakan memiliki banyak makna.36
Selanjutnya Syekh Fadi menguraikan bahwa makna ayat
muhkamat memiliki dua makna. Pertama ayat muhkamat yaitu ayat
yang kemungkinan tidak mengandung makna lain hanya memiliki
satu makna. Kedua makna ayat muhkamat yaitu yang diketahui
maksudnya secara terang secara jelas. Syekh Fadi menjelaskan
sebagaimana yang disebutkan dalam kitab as-shirat.
Syekh Fadi juga memberikan contoh ayat muhkamat firman
Allah SWT Surat as-Syura ayat 11: ليسركمثلهۦرشيءررر artinya:” Allah
36 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
97
tidak menyerupai mahluknya baik dari satu segi maupun dari segi
yang lain” dan contoh yang kedua surat Al-Ikhlas ayat:4 ريكنرلهۥرررر ولر .”Artinya: “Dan tidak seorang pun yang setara dengan Allahكفوارأحد
Dan contoh yang terkahir Surat Maryam:65: ي ر اهلرت علمرلهۥرس artinya:
“Engkau tidaklah menemukan surupa bagi-Nya”. Intinya menurut
Syekh Fadi contoh-contoh di atas makna ayatnya menunjukkan
bahwasanya tidak ada perserupaa bagi Allah. 37
Syekh Fadi juga menjelaskan definisi ayat mutasyabihat
dengan mengutip penjelasan dalam kitab As-shirath bahwa ayat
mutasyabihat memiliki dua definisi. Pertama ayat mutasyabihat
yaitu ayat yang belum jelas penunjukkannya, Kedua ayat
mutasyabihat yaitu ayat yang mencakup beberapa makna dan
dibutuhkan pandangan ketelitian untuk memaknai ayat tersebut
berdasarkan pada makna yang sesuai. Kemudian Syekh Fadi
mengatakan bahwa yang memiliki kewenanngan untuk meneliti
makna dari ayat mutasyabihat tidak semua orang dan bukan
kapasistas orang awam yang memiliki kewenangan untuk
menemukan makna tersebut, melainkan yang mempunyai tugas
meneliti makna ayat mutasyabihat adalah ulama tafsir.38
Selanjutnya Syekh Fadi menegaskan lagi mengenai makna
ayat تررروأخررررٱلكتبرررأمحرررهنر به ررمتش bahwa ayat muhkamat adalah امرالكتبرر artinya untuk menafsirkan ayat mutasyabihat harus اصلرالذىريرجعراليها
dikembalikan dan harus diselaraskan dengan ayat muhkamat. Lebih
lanjut Syekh Fadi mengemukakan satu kaidah yang mengatakan
37 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020 38 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
98
bahwa ayat Al-Qur’an tidak kontradiktif yakni tidak saling
bertentangan diantara satu ayat dengan ayat lainnya, yakni tidak ada
satu ayat yang menyalahi satu ayat dengan ayat lainnya, akan tetapi
ayat-ayat Al-Qur’an itu saling menguatkan antara satu ayat dengan
ayat lainnya dan tidak saling kontradiksi. Oleh sebab itu Syekh Fadi
berprinsip bahwa untuk menafsirkan ayat mutasyabihat harus
dikembalikan terlebih dahulu kepada ayat muhkamat. Jika ada
makna dzahir yang terdapat dalam ayat mutasyabihat seakan-akan
atau seolah-olah ada keserupaan antara Allah dan mahluk-Nya maka
sudah dipastikan bukan itu maknanya, tetapi makna yang benar
adalah makna yang tidak mengandung unsur tasbih penyerupaan
Allah dengan mahluknya. Dengan begitu menurut Syekh Fadi dalam
menafsirkan ayat mutasyabihat mesti harus mengacu pada makna
yang disebutkan dalam bahasa arab, tidak boleh keluar dari makna-
makna yang berlaku dalam bahasa arab karena Al-Qur’an
diturunkan dengan Bahasa arab maka maknanya harus sesuai
dengan Bahasa arab tidak mungkin Al-Qur’an maknanya keluar dari
bahasa arab makna yang ada dalam ayat mutasyabihat pastinya tidak
bertentangan dengan ayat muhkamat.39
Kemudian Syekh Fadi melanjutkan penjelasanya mengenai
penafsiran ujung kalimat pada QS. Al-Imran ayat 7, فرر ٱلذينر فأمارزيغرر Adapun orang-orang yang didalam hatinya terdapat“ ق لوبمر
kecondongan pada kesesatan kecendrungan pada yang sesat,
kecendrungan untuk keluar dari yang haq, orang-orang yang
didalam nya terdapat zaig yakni terdapat kecenderugan untuk
39 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
99
meninggalkan yang haq atau condongan pada yang sesat.
Menurutnya, ويلهنةروٱبتغاءرت بهرمنهرٱبتغاءرٱلفت mereka yang ف ي تبعونرمارتش
mengikuti sebagian ayat mutashabihat tanpa menyelaraskan
maknanya dengan ayat mukamat tanpa mengembalikan maknanya
pada ayat-ayat muhkamat. Mereka mengikuti ayat mutasyabihat
dengan pemahaman makna secara leterlek untuk menimbulkan
fitnah dan mencari-cari takwilnya,
Syekh Fadi menyatakan bahwa orang yang didalamnya
terdapat penyakit zigh kecondongan pada kesesatan yaitu mereka
yang memamahami ayat mutasyabihat mereka mencari-cari
takwilnya tanpa menyelaraskan maknanya dengan ayat muhkamat
mereka mecari-cari takwilnya tujuanya hanya untuk menyebarkan
fitnah untuk menancapkan pemahaman ayat-ayat al-Qura’an lalu
mereka tafsirkan ayat mutasyabihat atau mereka ambil ayat
mutasyabihat sesuai dengan pemahaman dirinya atau sesuai dengan
nafsunya sendiri.40
رر رٱلل رإل ويلهۥ ada dua qira’ah bacaan para ulama pada وماري علمرت
ayat ini, Pertama bacaan yang waqaf pada lafal Allah yaitu وماري علمررٱللر ر إل ر ويلهۥ
ini adalah satu bacaan, kedua waqafnya ada pada ayat ت
selanjutnya yaitu dengan melanjutkan bacaan pada pada ayat ومارٱلعلمر فر وٱلرسخونر ر
ٱلل ر إل ر ويلهۥ
ت Qira’at yang pertama yang ي علمر
waqafnya pada lafal Jalalah memiliki makna tertentu, sedangkan
qira’at yang waqafnya bukan pada lafal Jalalah juga punya makna
yang tentunya berbeda dengan waqafnya yang ada pada lafal
40 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
100
Jalalah hal ini yang disebutkan oleh para ulama tafsir. Ulama yang
mengambil bacaan pertama yang meletakkan waqaf dilafal Jalalah
maka ia adalah seperti saat tibanya kiamat secara pasti, sebab tidak
seorangpun yang dapat mengetahui secara pasti kapan datangnya
hari kiamat, begitu juga dengan kapan munculnya Dajjal secara
pasti, jadi memang ada perkara-perkara yang memang Allah SWT
tidak memberitahukan kepada mahluknya kapan secara pasti
perkara-perkara itu muncul.41 Maksudnya adalah ketika seseorang
yang mengambil waqaf pada lafal lafdzul Jalalah maka ayat
mutasyabih tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah
seperti kapan datangnya secara pasti hari kiamat dan secara pasti
munculnya dajjal itu tidak ada yang tahu.
Sedangkan به orang-orang yang mendalam ilmu ءامنار
agamanya mereka mengatakan “kami beriman”. ialah orang-orang
yang yakin bahwa Dajjal akan muncul dan orang yang yakin
beriman kalau hari kiamat pasti datang akan tetapi datangnya dajjal
dan kiamat tidak tau kapan munculnya namun harus meyakini
secara pasti kalau hal itu pasti terjadi, inilah tafsir dari ayat tersebut
berdasarkan qiraat yang pertama,
Kemudian penafsiran qiraat bacaan yang kedua yang tidak
melakukan waqaf pada lafzdul Jalalah melanjutkan ayat
melafalkan dengan ٱلعلمر فر وٱلرسخونر رٱلل ر إل ر ويلهۥ
ت ي علمر maknanya ومار
adalah bahwa Allah SWT dan ulama yang mempuni ilmunya yang
mendalam ilmunya mereka mengetahui takwil dari makna ayat-ayat
41 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020.
101
mutasyabihat seperti ر maka ulama-ulama yang ٱلرحنرعلىرٱلعرشرٱست وى
mempuni yang memiliki kadalaman ilmu agama mereka tahu tafsir
atau takwil dari ayat mutasyabihat tersebut.
Mereka para ulama orang-orang . ي قولونرءامناربهۦركل رم نرعندررب نار
yang mendalami ilmu agama mengatakan “kami beriman padanya”
yakni kami beriman bahwa ayat-ayat mutasyabihat, ada disebutkan
dalam al-Qur’an dan semuanya baik ayat muhkamat dan
mutasyabihat semuanya dari Allah SWT.42
Kemudian Syekh Fadi menyebutkan sebuah hadis Rasulullah Saw:
اعملواربكمهروءامنواربتشابهرArtinya:“Amalkanlah ayat-ayat muhkamat yang ada dalam Al-
Qur’an dan berimanlah terhadap ayat mutasyabihat yang ada dalam
Al-Qur’an”
Syekh Fadi memberitahukan kepada jama’ah bahwa hadis ini
statusnya dhaif dengan tingkat kedhaifan yang ringan. Atas dasar
ini Syekh Fadi juga mengimbau kepada jama’ah untuk meyakini
keberadaan ayat mutasyabihat ada dalam Al-Qur’an dan ayat
mutasyabihat juga memiliki makna yang layak bagi Allah dan
orang-orang mangamalkan ayat-ayat muhkamat mesti
membenarkan mempercayai ayat-ayat mutasyabihat, tidak boleh
mencari-cari makna dari ayat mutasyabihat dengan tujuan untuk
menyebarkan fitnah yang memiliki tujuan untuk keluar dari
kebenaran .Ada sebagian kelompok yang menyimpang yaitu
sekelompok orang yang cenderung menyerupakan Allah dengan
42 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
102
mahluknya yaitu kelompok yang menisbatkan dirinya pada islam
namun sejatinya mereka keluar dari Ah-Sunnah mereka berpegang
teguh pada ayat mutasyabihat sesuai dengan makna yang mereka
maknai sendiri dan mereka menafsirkan ayat mutasyabihat dengan
penafsiran yang menyalahi penafsiran ulama Ahlusunnah, mereka
maknai ayat-ayat mutsyabihat sesuai dengan kecenderungan hawa
nafsunya dan mereka tidak mengikuti ulama Ahlusunnah dalam
menafsirkan ayat mutasyabihat. Maka menurut Syekh Fadi
penafsiran yang benar adalah penafsiran yang dilakukan oleh ulama
Ahlusunnah bukan penafsiran yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok yang menyerupakan Allah dengan mahluknya seperti
Musyabihah, Khawarij, qadariyah dan kelompok lain diluar
Ahlusunnah43
Dalam penjelasan Syekh Fadi di atas penulis temukan bahwa
dalam memberikan penjelasan materinya lebih luas dari kitab As-
Shirath yang menjadi rujukan utama kitab daurah ilmiah misalnya
ketika Syekh Fadi menafsirkan surat Al-Imran ayat:7 Syekh Fadi
menafsirkan setiap penggalan-penggalan ayat didalamnya dan
Syekh Abdullah dalam kitab As-shirat hanya menyebutkan inti
makna dari Al-Imran:7.
Dari uraian yang sudah dipaparkan di atas mengenai materi
daurah beberapa penafsiran ayat mutasyabihat. maka penulis akan
memaparkan hasil analisis Metode yang digunakan Syekh Fadi
dalam menafsirkan ayat mutasyabihat yang akan dibahas berikut ini
43 Ceramah Syekh Fadi dalam Daurah Ilmiah pada tanggal 8 Maret 2020
103
meliputi metode penafsiran, corak dan sumber yang dipakai dan
sumber penafsiran.
1. Analisis Metode Penafsiran
Terdapat Empat metode tafsir yang biasa digunakan oleh para
mufasir dalam menafsirkan ayat yaitu Tahlili, Ijmali, Muqaran Dan
Maudhu’i. Jika melihat beberapa penjelasan ayat yang telah
dipaparkan Syekh Fadi dalam materi daurah ilmiah Yayasan
Syahamah Banten maka penulis menemukan bahwa metode yang
dipakai oleh Syekh Fadi adalah metode Maudhu’i yaitu metode
menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan tema-tema tertentu dengan cara
mengumpulkan ayat yang relevan dengan tema-tema yag ditentukan
kemudian di tafsirkan. Terlihat ketika Syekh Fadi menjelaskan di
dalam daurah ilmiah hanya menafsirkan beberapa ayat saja yaitu
tentang tema-tema seputar pentakwilan mengenai ayat-ayat
mutasyabihat khusunya ayat-ayat sifat seperti istawa ala al-‘arsy,
Naiknya kalimah tayyibah, wajah Tuhan, kedatangan Tuhan
bersama malaikat, makna tangan Tuhan, Ruh Tuhan, Rumah Tuhan
dan pemilik arsy. Tema-tema ini menurutnya perlu ditakwil dan
diselaraskan dengan ayat mutasyabihat agar tidak menimbukan
penyerupakan Allah dengan sesuatupun dari mahluk-Nya.
Sebagaimana hasi wawancara penulis dengan Syekh Fadi sebagai
narasumber, Syekh Fadi mengatakan bahwa kaidah dasar yang
digunakan dalam memahami ayat mutasyabihat yaitu ditafsirkan
sesuai dengan makna cakupan bahasa arab dan juga disenadakan
dengan ayat-ayat muhkamat tidak bertentangan artinya ayat
mutasyabihat dikembalikan kepada ayat muhkamat, dilihat apa
104
makna yang sesuai dengan makna ayat muhkamat yang tidak
bertolak belakang dengan ayat muhkamat44
2. Corak Penafsiran dan Sumber Rujukan Tafsir
Dalam kajian tafsir biasanya terdapat karakter atau corak
tertentu yang menjadi khas yang mendominasi. Sebagaimana
penafsiran Syekh Fadi dalam daurah ilmiah Yayasan Syahamah
Banten dalam penafsiran ayat-ayat mutasyabihat digolongkan pada
tafsir yang bercorak Aqidah, sebagaimana sumber penafsian yang
dipakai sebagai rujukan utama dalam daurah Yayasan Syahamah
yaitu kitab As-Shirath Al-Mustaqim karya Syekh Abdullah Al-
Harariyy yang memuat penjelasan tentang aqidah. Hal ini juga dapat
dibuktikan ketika Syekh Fadi menguraikan beberapa ayat
mutasyabihat selalu diselaraskan dengan muhkamat perlunya
adanya keyakinan bahwa Allah tidak sama atau serupa dengan
Mahluk-Nya. Selain itu Syekh Fadi juga mengungkapkan bahwa
ayat mutasyabihat sangat berkaitan erat dengan masalah aqidah.
Menurutnya banyak sekali dari golongan-golongan sekte-sekte yang
menisbatkan diri mereka pada islam dan telah menyeleweng
menyempal dari aqidah Ahlusunnah waljamaah dari apa yang
dibawah oleh Nabi Muhmmad dan para sahabat pada penafsiran dan
pentakwilan tentang ayat-ayat mutasyabihat seperti halnya
golongan Musyabihhah, al-Qadariyah, Khawarij dan Murji’ah yang
memaknai ayat mutasyabiat tidak sesuai dengan yang disampaikan
44 Interview dengan Syekh Fadhi selaku Narasumber dalam daurah ilmiah pada
21 Juli 2020
105
Rasulullah. 45 Ahlusunnah wal-jama’ah yang beliau maksud adalah
pengikut Abul Hasan al-Asya’ari dan Iman Abul Mansur al-
Maturidi merupakan dua tokoh besar Ahlusunnah Waljamaah yang
mana keduanya sangat memperhatikan aqidah Ahlusunnah Wal-
jama’ah.46
Selain kitab A-Shirath Al-Mustaqim yang menjadi sumber
penafsirannya Syekh Fadi adalah Sebagai rujukannya Syekh Fadi
adalah Syarah As-Shirath yaitu syarahnya yang lengkap kitab
Dalilul qowim dan kitab lain dari kitab ahli sunnah yang membahas
tentang ayat mutasyabihat yang pengambilanya dari kitab ulama
terdahulu dari kalangan ahlusunnah wal jama’ah. 47 selain itu yang
menjadi sumber penafsirannya adalah kitab Ihya’ Ulumuddin
Syekh Fadi mengutip satu perkataanya Imam Al-Ghazali mengenai
“Tidak sah ibadah seseorang kecuali sudah mengenal Allah”. Hal
ini menunjukkan bahwa Syekh Fadi juga mempunyai bacaan atau
rujukan lain selain kitab as-Shirat namun yang paling mendominasi
dalam sumber penafisrannya adalah kitab As-Shirath Al-Mustaqim
sebagai rujukan utama dalam pengajian daurah ilmiah Yayasan
Syahamah Banten.
Sumber penafsiran (mashadir)yang digunakan oleh Syekh
Fadi dalam daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten adalah
perpaduan dari sumber) dan al-ra’yi /logika al-ma’tsur (Riwayat).
45 Interview dengan Syekh Fadi selaku Narasumber dalam daurah ilmiah pada 21
Juli 2020 46 Interview dengan Syekh Fadi selaku Narasumber dalam daurah ilmiah pada 21
Juli 2020 47 Interview dengan Syekh Fadhi selaku Narasumber dalam daurah ilmiah pada
21 Juli 2020
106
Syekh Fadi mengungkapkan sedikit periwayatan misalnya
menyebutkan hadis dalam penafsirannya, tetapi yang lebih
mendominasi diantara keduanya adalah sumber bil-ra’yi. Terlihat
ketika Syekh Fadi selalu melakukan takwil tafshili pada setiap ayat
yang ditafsirkan yakni dengan menentukan makna ayat
mutasyabihat yang disesuaikan dan diselaraskan dengan ayat
muhkamat, disamping itu Syekh Fadi juga menjelaskan hal-hal yang
bersifat kebahasaan seperti ketika beliau menjelaskan aspek-aspek
kaidah nahwu yang ada dalam suatu lafal, menjabarkan tentang
idhafah penyadaran suatu kalimat yang terkandung dalam suatu
ayat.
D. Respon Jama’ah Daurah Ilmiah
Penulis meneliti motivasi jama’ah dalam mengikuti kajian,
manfaat yang diperoleh jam’ah dan pemahaman terhadap materi
yang disampaikan dalam kajian khusunya mengenai kajian ayat
mutasyabihat di Yayasan Syahamah Banten. Hal ini penting untuk
diteliti dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana respon dan
pemahaman jama’ah terhadap kajian ayat-ayat mutasyabihat di
Yayasan Syahamah Banten.
1. Motivasi Jama’ah dalam Mengikut Daurah Ilmiah
Motivasi dalam jama’ah pengajian Daurah Ilmiah Yayasan
syahamah penulis dapat kategorikan menjadi lima kategori jawaban
yang dari jawaban jam’ah yaitu: karena mempelajari ilmu dhorury
ilmu agama yang pokok yaitu ilmu tauhid, karena belajar pada guru
107
yang jelas sanadnya, karena suasana yang menyenangkan seperti
keluarga sendiri dan dan jama’ahnya ramah-ramah. Dan karena
istiqamah khairun min alfi karamah dan satu lagi hanya untuk
mengisi waktu luang. Berikut tabel motivasi jama’ah dalam
mengikuti pengajian di Yayasan Syahamah
Tabel 1.2 motivasi Jama’ah Mengikuti Pengajian
No Kategori Jumlah
Jama’ah
1 Karena mempelajari ilmu dhorury ilmu agama yang
pokok yaitu ilmu tauhid yang benar
6
2 Karena belajar pada guru tsiqah dan yang jelas
sanadnya
5
3 Karena suasana yang menyenangkan seperti keluarga
sendiri dan dan jama’ahnya ramah-ramah
2
4 Karena Al-istiqomah khoirun min alfi karomah 1
5 Karena untuk mengisi waktu luang dengan hal yang
bermanfaat
1
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa motivasi
jama’ah untuk terus istiqamah dalam mengikuti kajian karena
mempelajari ilmu dhorury ilmu agama yang pokok yaitu ilmu tauhid
berjumlah 6 orang, Karena belajar pada guru tsiqah yang jelas
sanadnya berjumlah 5 orang dan ada 2 jama’ah karena suasana yang
menyenagkan seperti keluarga sendiri dan dan jama’ahnya ramah-
ramah, ada 1 orang yang menjawab bahwa istiqamah itu lebih baik
dari pada seribu karamah, ada juga 1 jama’ah yang motivasinya
hanya untuk mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat.
Enam jama’ah yang bermotivasi karena mempelajari ilmu
dhorury ilmu agama yang pokok yaitu ilmu tauhid adalah, AN, FS,
RP, IN, IF dan AZ. Lima jama’ah karena belajar pada guru yang
jelas sanadnya Tsiqah adalah MR, SN, EN, RH dan LE. Sedangkan
108
2 jama’ah Karena suasana yang menyenangkan seperti keluarga
sendiri dan dan jama’ahnya ramah-ramah BB dan LR. 1 jama’ah
Karena istiqamah itu lebih baik dari pada seribu karamah yaitu FR
dan 1 lagi yang motivasinya hanya untuk mengisi waktu luang
dengan hal yang bermanfaa adalah ELP.wawancara yang penulis
cantumkan dalam tabel dan data di atas dapat diketahui bahwa
motivasi jam’ah dalam mengikuti pengajian Yayasan Syahamah
paling banyak adalah karena mempelajari ilmu dhorury ilmu agama
yang pokok yaitu ilmu tauhid.
2. Pemahaman Jama’ah Terhadap Materi yang Disampaikan
Penulis akan memaparkan bagaimana pemahamahan jama’ah
terhadap materi daurah ilmiah Yayasan Syahahamah Banten, dari
hasil wawancara maka penulis mengkategorikan menjadi 3 yaitu ada
yang mudah memahami dan ada yang cukup memahami dan ada
yang kurang memahami disertai dengan alasannya.
Tabel 1.4 pemahaman jama’ah terhadap materi yang disamapikan
No Kategori Alasan Jama’ah 1 Mudah memahami Sebab ada yang
menerjemahkan dalam
penjelasan syekh
12
2 Cukup mudah memahami Karena dibantu dengan
muraja’ah
2
3 Kurang mehamahami Kurang fokus dalam
menyimak materi
1
Dari tabel di atas maka diketahui bahwa jumlah jama’ah yang
paling banyak adalah jama’ah yang mudah memahami karena
adanya Ustadz yang meenerjemahkan Syekh dalam menyampaikan
109
kajian di Yayasan Syahamah. Dua belas jama’ah yang mudah
memahami yaitu: AN, FS, FR, RP, SN, LR, BB, EAP, AZ, LE dan
EN. AN mengatakan bahwa “Menurut saya selama pengajian
mudah dipahami sebab dari Ustadz kita sendiri beliau mentarjim
dengan jelas dan sesuai apa yang Syekh jelaskan”48. FS juga
mengatakan “Dengan adanya guru yang fasih berbahasa arab
(Syeikh Fadhi) dan Penterjemah (Ustadz Syaiful dan Ustadz Kamal)
penjelasan dalam pengajian sangat mudah untuk dipahami, dan
tidak hanya itu saja, dengan adanya metode belajar seperti ini bisa
menjadi media untuk mengembangkan sekaligus mempercepat
peningkatan kualitas belajar kita, terutama dalam belajar
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa arab dengan baik dan
benar”49. RP juga mengatakan “Mudah dipahami, karna
diterjemahkan oleh Ustadz yg menjelaskannya dengan gamblang50.
Dua jama’ah cukup memahami karena adanya bantuan
muraja’ah yaitu: yaitu MR dan IF. MR mengataka ": Penjelasan
cukup mudah untuk dipahami, tetapi ada beberapa bab yang
memang butuh berulang kali untuk bisa difahami. Alhamdulillah
selalu ada sesi murojaah di setiap pertemuan, sehingga bisa
membantu dalam pemahaman.”51
48 Hasil Wawancara AN selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020 49 Hasil Wawancara FS selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020 50 Hasil Wawancara RP selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020 51 Hasil Wawancara MR selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat 23 April
2020
110
Satu jama’ah kurang memahami yaitu NK. NK mengatakan
bahwa “Dari saya sendiri karena kurang fokus jadi tidak bisa
menangkap semua materi yang disampaikan.”52
Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas pemahaman
jama’ah terhadap materi yang disampaikan oleh Syekh mudah
dipahami. Jama’ah juga mendapatkan manfaat salah satunya ialah
Menambah ilmu pengetahuan dan mempertebal keyakinan aqidah
dan keimanan dan lebih berhati-hati dalam segala hal khusunya
berhati-hati dalam membaca makna Al-Qur’an yang mengandung
unsur tasbih dan bisa membedakan mana yang benar-benar
mengikuti manhaj Ahlussunnah. dan jama’ah juga merasakan
dampak postif yang dirasakan setelah mengikuti kajian. Dampak
posiitif jama’ah yang dirasakan Jama’ah yaitu meyakini bahwa
Allah tidak serupa dengan mahluknyam berhati-hati dalam
bertindak dan bisa membedakan yang hak dan yang batil dan Tidak
mudah terpengaruh pada fitnah yang terjadi di zaman sekarang yang
berpedoman dengan terjemahan Al-Qur’an dapat terhindar dari
orang-orang yang salah meyakini ayat mutasyabihat.
3. Manfaat Daurah Bagi Jama’ah
Setelah mengetahui motivasi jama’ah dalam mengikuti kajian,
selanjutnya penulis akan menyajikan manfaat yang diperoleh
jama’ah setelah mengikuti kajian Yayasan Syahamah. Berdasarkan
52 Hasil Wawancara NK selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat 23 April
2020
111
hasil wawancara penulis yang diperoleh dari jama’ah, manfaat yang
diperoleh dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu: pertama menjadi tau
ilmu dharury ilmu yang pokok dan lebih berhati-hati dalam segala
hal khusunya berhati-hati dalam membaca makna Al-Qur’an yang
mengandung unsur tasbih. kedua, serta dapat mengetahui ilmu
aqidah ahlusunnah dan bisa membedakan mana yg benar-benar
mengikuti manhaj Ahlussunnah. Ketiga, menambah ilmu
pengetahuan dan mempertebal keimananan atau keyakinan. Berkut
tabel hasil wawancara manfaat kajian Yayasan syahamah
Tabel 1.3
No Kategori Jumlah Jama’ah
1 Menambah ilmu pengetahuan dan mempertebal keyakinan aqidah
dan keimanan 6
2
Menjadi tau ilmu dharury ilmu yang pokok dan lebih berhati-hati
dalam segala hal khusunya berhati-hati dalam membaca makna
Al-Qur’an yang mengandung unsur tasbih
5
3 Dapat mengetahui ilmu aqidah ahlusunnah dan bisa membedakan
mana yang benar-benar mengikuti manhaj Ahlussunnah. 4
Berdasarkan tebel di atas, manfaaat yang paling banyak
dirasakan oleh jama’ah kajian Yayasan Syahamah adalah
menambah ilmu dan mempertebal keyakinan aqidah dan keimanan,
dengan jumlah enam jam’ah; Menjadi tau ilmu dharury ilmu yang
pokok dan lebih berhati-hati dalam segala hal khusunya berhati-hati
dalam membaca makna Al-Qur’an yang mengandung unsur tasbih,
dengan jumlah lima orang; Dapat mengetahui ilmu aqidah
ahlusunnah, bisa membedakan mana yang benar-benar mengikuti
manhaj Ahlussunnah berjumlah 4 orang.
112
Enam jama’ah Menambah ilmu pengetahuan dan
mempertebal keyakinan aqidah dan keimanan, yaitu: FR, SN, LE,
EAP, LR AZ. FR mengatakan “Menambah wawasan, mempertebal
benteng keimanan”53 SN mengatakan “Manfaat yg paling utama
semakin menambah ketebalan dalam akidah.”54 LE juga
mengatakan “Semakin menguatkan keimanan dan ukhuwah
Islamiyyah”55.
Lima jama’ah Menjadi tau ilmu dharury ilmu yang pokok dan
lebih berhati-hati dalam segala hal khusunya berhati-hati dalam
membaca makna Al-Qur’an yang mengandung unsur tasbih, yaitu
MR, NQ, AN, EN dan RP. MR mengatakan “Menjadi tau sebagian
dari ilmu dhorury”56 RP juga mengatakan “Jadi lebih berhati hati
apabila membaca terjemahan al-Quran apalagi yg mengandung
unsur tasybih. Serta dapat memahami bahwa sejatinya terjemahan
al-Quran yg beredar saat ini bukanlah al-Quran”57
Empat jama’ah Dapat mengetahui ilmu aqidah ahlusunnah
dan bisa membedakan mana yang benar-benar mengikuti manhaj
Ahlussunnah yaitu, FS, IN RH dan BB. FS mengatakan “ya banyak
sekali manfaat yang saya rasakan setelah mngikuti kajian di
syahamah,, terutama adalah setelah saya mengenal kajian di
53 Hasil Wawancara dengan FR selaku jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23
April 2020. 54 Hasil Wawancara dengan SN selaku jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23
April 2020. 55 Hasil Wawancara dengan LE selaku jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23
April 2020. 56 Hasil Wawancara MR Selaku jama’ah Yayasa Syahmah, Ciputat, 23 April 2020 57 Hasil Wawancara RP Selaku Jama’ah Yayasan SYahamah, Ciputat, 23 April
2020
113
syahamah saya dapat mngetahui mana yang di sebut al Firqah
an Najiyyah, ditengah banyaknya aliran-aliran sesat yg
mengklaim diri mereka Ahlussunnah,, kita dapat mngetahui dan
membedakan mana yang benar-benar mengikuti manhaj
Ahlussunnah dan mana yang tidak.”58 IN juga mengatakan “Saya
jadi tahu ilmu agama orang-orang aswaja”59
4. Dampak Positif Daurah Bagi Jama’ah
Selanjutnya penulis akan memaparkan mengenai terkait
dampak positif yang dirasakan jama’ah setelah megikuti kajian di
Yayasan Syahamah. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis
peroleh dilapangan, dampak positif yang diperoleh oleh jama’ah
dikategorikan menjadi 3 yaitu tidak mudah terpengaruh pada fitnah
yang terjadi di zaman sekarang yang berpedoman dengan
terjemahan Al-Qur’an dapat terhindar dari orang-orang yang salah
meyakini ayat mutasyabihat, menjadi yakin bahwa Allah tidak
serupa dengan mahluknya, berhati-hati dalam bertindak dan dapat
membedakan yang hak dan yang batil.
Tabel 1.4 Dampak Positif Jama’ah Yayasan Syahamah
No Kategori Jumlah Jama’ah
1 Tidak mudah terpengaruh pada fitnah yang terjadi di
zaman sekarang yang berpedoman dengan terjemahan
Al-Qur’an dapat terhindar dari orang-orang yang salah
meyakini ayat mutasyabihat
7
2 Meyakini bahwa Allah tidak serupa dengan mahluknya 5
58 Hasil Wawancara FS selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020 59 Hasil Wawancara IN selaku Jama’ah Yayasan SYahamah, Ciputat, 23 April
2020
114
3 Berhati-hati dalam bertindak dan membedakan yang hak
dan yang batil
3
Dampak positif yang paling banyak dirasakan oleh jama’ah
ialah tidak mudah terpengaruh pada fitnah yang terjadi di zaman
sekarang yang berpedoman dengan terjemahan Al-Qur’an dapat
terhindar dari orang-orang yang salah meyakini ayat mutasyabihat
dengan jumlah tujuh jama’ah setelah itu jama’ah yang merasakan
dampak positif dengan berkeyakinan bahwa Allah tidak serupa
dengan mahluk-Nya berjumlah lima dan tiga jama’ah yang
merasakan dampak positif lebih berhati-hati dalam bertindak dan
membedakan yang hak dan yang batil.
Tujuh jama’ah yang mengatakan bahwa dampak positif yang
dirasakan adalah Tidak mudah terpengaruh pada fitnah yang terjadi
di zaman sekarang yang berpedoman dengan terjemahan Al-Qur’an
dapat terhindar dari orang-orang yang salah meyakini ayat
mutasyabihat yaitu: MR, FS, FR, LE, RH, AN dan BB. MR
mengatakan “tidak mudah terpengaruh kepada fitnah-fitnah yang
terjadi di zaman sekarang, karena pada zaman sekarang banyak
orang-orang yang berpedoman dengan terjemahan Al-Quran tanpa
ilmu”60 FR juga mengatakan bahwa “ Dampak positif yang saya
rasakan ialah, sekarang saya tahu, bahwa kita itu tidak boleh
sembarangan atau serampangan dalam memahami atau memaknai
ayat-ayat mutasyabihat secara dzahirnya, karna hal itu bisa
60 Hasil Wawancara MR Selaku jama’ah Yayasa Syahamah, Ciputat, 23 April
2020
115
membahayakan dan merusak aqidah kita”.61 LE juga mengatakan
“ Positifnya dapat terhindari oleh orang-orang yang salah meyakini
ayat mutasyabihat, sehingga kita bisa berbagi ilmu kepada mereka
dan merubah alur pikir mereka tentang ayat ini”62.
Lima jama’ah yang merasakan dampak positif dengan
berkeyakinan bahwa Allah tidak serupa dengan mahluknya yaitu:
RP, EN, LR dan AZ. RP mengatakan “Dampak positif nya menjadi
lebih yakin bahwa Allah tidaklah serupa dengan makhluknya dapat
dilihat dalam ayat muhkamat laysa kamitlihi syai. Karna ayat
alquran yang satu dengan yang lainnya tidak bertentangan”63 dan
EN juga mengatakan “Bagaimana kita mengenal Tuhan yang berhak
disembah, yang tidak butuh kepada apapun, yang ada tanpa
bertempat dan tanpa arah”64 dan LR juga mengatakan
“Pengamalannya tidak mensifati sifat Allah dengan sifat benda atau
makhluknya”65.
Tiga jama’ah merasakan dampak positif yaitu berhati-hati
dalam bertindak dan membedakan yang hak dan yang batil yaitu:
NK, EAP dan IF. NK mengatakan “Lebih berhati hati dalam
berkata, bertindak, dan berprasangka”66. EAP juga mengatakan
61 Hasil Wawancara dengan FS selaku jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23
April 2020. 62 Hasil Wawancara dengan LE selaku jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23
April 2020 63 Hasil Wawancara RP Selaku Jama’ah Yayasan Syahamah , Ciputat, 23 April
2020 64 Hasil Wawancara EN Selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020 65 Hasil Wawancara LR Selaku Jama’ah Yayasan Syahamah Ciputat, 23 April
2020 66 Hasil Wawancara NK Selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020
116
“dapat membedakan mana yang hak dan mana yang bathil”67 dan IF
juga mengatakan “Bisa menghindari perilaku yg menyebabkan
kekafiran”68.
67 Hasil Wawancara EAP Selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020 68 Hasil Wawancara IF Selaku Jama’ah Yayasan Syahamah, Ciputat, 23 April
2020
117
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian dalam daurah ilmiah
Pengajian Yayasan Syahamah Banten yang dilaksanakan Markas
Yayasan Syahamah Pusat Studi Aswaja yang berlokasi di Jalan
Ciputat Molek V No 16 A, dengan jumlah jama’ah yang hadir ± 30
orang dengan narasumber Syekh Fadi menggunakan rujukan utama
kitab As-Shirat Al-Mustaqim, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa metode dalam menafsirkan ayat mutasyabihat yang
disampaikan oleh Syekh Fadi adalah metode maudhu’i dengan
mengambil ayat-ayat tertentu disesuaikan dengan tema daurah yaitu
tentang ayat mutasyabihat khusunya penafsiran tentang ayat-ayat
yang berkenaan dengan sifat Allah. Corak tafsirnya adalah ‘aqaidi
atau aqidah yaitu sebagai kelompok Ahlusunnah wal-jama’ah yaitu
pengikut Abul Hasan al-Asya’ari dan Iman Abul Mansur al-
Maturidi dan sumber penafsiran yang digunakan dominan pada
tafsir bil ra’yi yang mana Syekh Fadi dalam menjelaskan tafsir ayat
mutasyabihat selalu mentakwil dengan menggunakan takwil tafshili
yakni dengan menentukan makna pada ayat mutasyabihat yang
beliau tafsirkan. Dan dalam penafsirannya Syekh Fadi selalu
berpedoman pada rujukan utamanya yaitu kitab As-Shirath Al-
Mustaqim karya Syekh Abdulah Al-Harariyy selaku guru dari Syekh
Fadi.
118
Mayoritas jama’ah merespon baik terhadap materi yang
disampaikan. Beberapa manfaat yang Jama’ah rasakan setelah
mengikuti daurah ilmiah yaitu Menambah ilmu pengetahuan dan
mempertebal keyakinan aqidah dan keimanan dan lebih berhati-hati
dalam segala hal khususnya berhati-hati dalam membaca makna Al-
Qur’an yang mengandung unsur tasbih dan bisa membedakan mana
yang benar-benar mengikuti manhaj Ahlussunnah. selain itu
jama’ah juga merasakan dampak postif salah satunya setelah
mengikuti kajian jama’ah meyakini bahwa Allah tidak serupa
dengan mahluknya.
B. Saran-saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis
menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga
penulis yakin bahwa penilitian ini masih menyisakan kekurangan
didalamnya. Maka setelah penulis melakukan penelitian tentang
Memahami Ayat-ayat Mutasyabihat dalam Daurah Ilmiah Yayasan
Syahamah Banten, Penulis akan memberikan beberapa masukan:
1. Kepada Yayasan Syahamah Banten untuk senantiasa
mempertahankan pengajian daurah ini khususnya mengenai
penafsiran ayat-ayat mutasyabihat mengenai sifat Allah agar
jama’ah tidak salah dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat
sehingga memiliki keyakinan bahwa Allah tidak serupa dengan
mahluknya.
2. Bagi pembaca, semoga penelitian ini bisa menjadi sumbangsih
membantu para pembaca untuk mengetahui bagaimana metode
memahami ayat-ayat mutasyabihat khusunya tentang sifat Allah.
119
3. Bagi peneliti selanjutnya, karena penelitian ini masih memiliki
kekurangan, oleh karenanya perlu adanya kajian tambahan secara
mendetail mengenai ayat-ayat mutasyabihat berkenaan dengan sifat
Allah karena ada beberapa perbedaan pandangan dalam memahami
ayat mutasyabihat dan pengajian daurah ilmiah ini tidak semua ayat
mutasyabihat dikaji hanya beberapa saja. Penelitian selanjutnya bisa
juga mengkaji dari kitab atau tafsir yang berbeda mengenai metode
dalam memahami ayat mutasyabihat.
120
121
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al-Razi, Tafsir Al-Kabir, (Misr:al-Matba’ah al-Bahiyyah al-Misriyyah bi
Midan al-Azhar, juz 4).
Al-Razi, “Tafsir Al-Kabir wa Mafaatih al-Ghaib” (Beirut: Darul Fikr: Juz
22).
Arief, Subiyantoro dkk. Metode dan Tenik Penelitian Sosial. (Yogyakarta:
C.V Andi Offset, 2007).
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Prenada Media Group
2007).
Emzir. Metodelogi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif.
(Jakarta:PT Raja Grafinda Persada, 2008)
Harariyy, Syaikh Abdullah. As-Shirat al-Mustaqim Terjemah Jalan Yang
Lurus. (Jakarta: Syahamh Press, 2018).
Harun, Salman dkk , “Kaidah-Kaidah Tafsir”, (Jakarta: QAF, 2017).
Hasyim, Arrazy. Akidah Imam Al-Tahawi Ulasan dan Terjemahan.
(Banten: Maktabah Darus-sunnah, 2020).
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. (Yogyakarta,
Idea Press Yogyakarta, 2015).
Nazi, har-Ramthuniyy bin Muhammad dan Ali al Athrasy bin Muhammad.
al Qaul al Jaly Penjelasan Ringkasan Kitab Mukhtashar ‘Abdullah
Al-Harariyy. (Jakarta: Syahamah Press 2018).
Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2005).
Rozak, Abdul dkk, “Ilmu Kalam”, (Bandung: CV Pustaka Setia 2018).
Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2011).
Sukandarrumidi. Metodelogi Penelitian Pentunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012).
122
Suyuti, Imam UlumUl Qur’an II , (Solo: Indiva Pustaka, 2008).
Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Sifat-Sifat Allah dalam
Pandangan Ibnu Taimiyah. (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam 2005).
Waskito, Abu Muhammad. Mendamaikan Ahlusunnah di Nusantara
Mencari Titik Kesepakatan antara Asy’ariyah dan Wahabiyah.
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012).
JURNAL
Abdullah bin Mustaffa dan Zainol bin Ahmad Nazri. “Ayat Sifat Menurut
Tafsiran Fakhr Al-Din Al-Razi dalam Karyanya Tafsir Al-Kabir”
Center of Quranic International Journal.
Abdullah, Nasimah dkk. “Terjemah ayat mutasyabihat: Analisis Fungsi
Prosedur Eksplitsi”, Jurnal Al-Irsyad: Vol. 4, No. 2, Dec 2019.
Abdullah. “Kaidah Ayat Mutasyabihat dan Kritik Terhadap Peringkatnya”,
Al-I’Jaz, Vol.1 no.1 (Januari-Desember 2013).
Alfatih Suryadilaga, Muhammad. “Majlis Tafsir Al-Qur’an dan
Keberagaman di Indonesia: Studi Tentang Peran dan Kedudukan
Hadis Menurut MTA” Jurnal Masyarakat Indonesia, Vol.14 (1),
Juni 2015.
Atabik, Ahmad. “Corak Tafsir Aqidah (Kajian Komparatif Penafsian Ayat-
Ayat Aqidah)” Esensia, Vol 17, No, 2, Oktober 2016.
Dardum, Abdulloh. Teologi Asy’ari dalam Kitab Tafsir (Analisa Metode
Ta’wil Tafsili dalam Memahami Ayat Istiwa’)” Jurnal Kalimah,
Vol. 15, No. 2, September 2017.
Junaedi, Didi. “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa
Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal of Qur’an and
Hadith Studies – Vol. 4, No. 2, 2015.
Kamal, Mustafa Bin Amat Misra dkk. “Analisis Interpretasi Manhaj Aqidah
AL-Sunnah Wa Al-Jama’ah dalam Ayat-ayat sifat” Jurnal ‘Ulwan’s
Jilid 4 2019.
Muhammad, Rashidi Wahab dkk. “Persoalan Mutashābihāt mengenai
Istiwā’ Jurnal Ushuluddin (Januari – Jun 2014) 39:33-69
123
Mun’im, A Rafiq Zainul. “Tafsir Realis Terhadap Makna Dan Simbol
Alquran Bagi Masyarakat Kabupaten Probolinggo”. MADANIA
Vol. 21, No. 2, Desember 2017.
Murshidi, Mohd Noor dkk. “Pendirian al-Bukhārī Terhadap Ayat-ayat
Mutashābihāt”, Jurnal Usuluddin (Julai – Disember 2012).
Najitama, Fikria. Diskursus Muhkam dan Mutasyabih dalam Tafsir, Institut
Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen. An-Nidzam
Volume 04, No. 01, Januari-Juni 2017.
Rashidi Wahab, Muhammad dkk. “Persoalan Mutashābihāt mengenai
Istiwā’”, Jurnal Usuluddin (Januari – Jun 2014).
Yanti, Nova. “Memahami Makna Muhkam dan Mutasyabihat dalam Al-
Quran”, STAI Hubbulwathan Duri, jurnal Pendidikan Al-ISLAH.
SKRIPSI
Ahmad, Zohdi bin Mohd Ikbal. “Metode Basmeih dalam Menafsirkan Ayat
dalam Tafsir Pimpinan Al-Rahman” (Skripsi Fakultas Ushuluddin
UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2010).
Amalina, Nor. “Pengajian Tafsir Jalalain di Majelis Taklim Zawiyah Al-
Muttaqin Desa Pakapuran Kecil Kecamatan Daha Utara”, (Skripsi
Fakultas Ushuluddin dan Humanira UIN Antasari, 2019).
Fitri, Muhammad. “Pengkajian Tafsir di Lembaga Pengajan dan Pengkajian
Al-Qur’an (LPPQ) IAIN Antasari Bnjar Masin Priode 2016”
(Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari
Banjarmasin, 2017).
Haqqi, Zyaul. “Pembelajaran Tafsir di Pesantren Ummul Ayman
Samalanga”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-
Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2017).
Hazri, Irfan. “Terjemah ayat mutasyabihat: Analisis Fungsi Prosedur
Eksplitsi” (Skripsi Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019).
Ismail, M Hadi. “Konsep Tauriyah dalam Memahami Ayat-ayat
Mutasyâbihât: Studi Analisis terhadap Ta’wîl Ayat-ayat Sifat”
(Skripsi Fakultas Ushuuddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
2012).
124
Makin, Arsyi, “Respon Jama’ah Terhadap Pengajian Tafsir Tematik di
Masjid Islamic Centre Jakarta”, (Skripsi Fakultas Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008).
Muhammad, Ahmad. “Pengajian Tafsir Nur Al-Ihsan Karya Muhammad
Sa’id bin Umar Oleh Baba Ismail di Patani”, (Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta, 2019).
Nurfadilah, Mega. “Pengajian Tafsir (Studi Kasus Masjid Jami’ Al-
Muhtarom Jakarta Utara”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019).
Parukhi. “Problematika Pengajian Tafsir Al-Qur’an dan Upaya
Pemecahanya di Desa Jatimulya Kec.Suradadi Kab.Tegal”, (Skripsi
Fakultas Dakwah IAIN Wali Songo Semarang, 2012).
Randa. “Iterpretasi Hadis terhadap Ayat-ayat Mutasyabihat (Studi Ayat-
ayat Tajsim)” (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UIN Raden Fatah Palembang, 2018).
Saputro, Teguh, Pendidikan Agama Islam Melalui Pengajian Rutin Ahad
Pagi di Desa Potronayan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali
Tahun 2018 (Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut
Agama Islam Negeri Surakarta, 2018).
Kamus
Abu al-Fadhl Jamaluddin Ibn Mandzur al-Anshari ar-Ruwaifi’I al-Afriqi,
Muhammad bin Mukrim bin Ali, Mu’jam Lisan al-‘Arab fi al-
Lughah (Beirut Lebanon:Daar Shaadar, jilid 4.
Kamus Besar Indonesia (KBBI)
Majma’ al-Lughoh al-Arabiyyah Bi al-Qahirah, Mu’jam Al-Wasit, (t.tp, Dar
al-Da’wah,t.th.), Juz 1.
Al-Qur’an Terjemah
125
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1:
Daftar Arsip
Arsip Yayasan Syahamah Banten berupa profile Yayasan, struktur
kepengurusan dan struktur kegiatan.
Arsip U.Syaiful Anwar berupa sejarah Yayasan Syahamah
Dokumentasi pengajian Yayasan Syahamah
126
Lampiran II
Daftar Observasi dan Wawancara
Observasi di Yayasan Syahamah, bulan Maret-July
Wawancara Pribadi dengan dengan SA selaku. Bid.pendidikan dan
pengajaran dan salah satu Inisiator Pendiri Yayasan Syahamah pada,
Ciputat 20 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan SFA selaku pengajar tetap di Yayasan
Syahamah Banten, Ciputat, 21 Juli 2020.
Wawancara Pribadi dengan MR selaku jama’ah Yayasan Syahamah
Banten, Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan NQ selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan AN selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan FS selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan FR selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan RP selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan SN selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan EN selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan EAP selaku jama’ah Yayasan Syahamah
Banten, Ciputat, 23 April 2020.
127
Wawancara Pribadi dengan LR selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan IF selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan AZ selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan BB selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan LE selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
Wawancara Pribadi dengan RH selaku jama’ah Yayasan Syahamah Banten,
Ciputat, 23 April 2020.
128
Lampiran III
Pedoman wawancara
Responden: (Nama: Syaifu Anwar, M. Si, Laki-laki, Umur: 40 tahun. Asal:
Pasuruan Jawa Timur)
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya Yayasan syahamah?
2. Apa tujuan awal dibentuknya yayasan Syahamah?
3. Siapa saja yang bekonribusi dalam mendirikan Yayasan Syahamah?
4. Apa saja kegiatan yang dilakuakan di Yayasan Syahamah?
5. Apa motivasi dakwah yang diemban dalam Yayasan syahamah?
Ciputat,
Inisiator pendiri Yayasan Syahamah
Responden: (Nama: Syaikh Fadi Alameddine, Asal: Lebanon)
1. Bagaimana latar Pendidikan Syekh Fadi?
2. Khusus dalam hal penafsiran ayat mutasyabihat, kitab rujukan apa
saja yang dipakai?
3. Apakah Syekh bersedia menjelaskan, mengapa ayat mutasyabihat
penting untuk dikaji?
4. Adakah kaidah tafsir/ta'wil khusus yang digunakan untuk dapat
memahami ayat mutasyabihat? Bagaimana pendapat Syekh tentang
ta'wil?
129
5. Apakah metode yang ditawarkan dalam kitab as-shiratal mustaqim
masih dianggap sebagai metode yang paling tepat untuk memahami
ayat mutasyabihat dalam konteks sekarang ini?
6. Suatu pemahaman terhadap ayat mutasyabihat tentu terkait dengan
suatu aliran tertentu dalam sistem teologi Islam. Aliran apa yang
diperkenalkan oleh Yayasan Syahamah ini?
7. Apa tujuan memberikan pemahaman ayat-ayat mutasyabihat kepada
para jamaah di Yayasan Syahamah ini?
8. Apa saja metode yang diperkenalkan dalam kajian ayat
mutasyabihat di Yayasan Syahamah ini, dan apakah metode ini
dianggap sebagai metode yang memudahkan diipahami oleh
jama’ah?
9. Menurut Syekh sendiri, bagaimana perhatian jamaah terhadap
kajian ayat-ayat mutasyabihah di yayasan ini, apakah mereka
antusias mengikutinya dan bertanya memperdalam wawasan
keilmuan, atau seperti apa?
Ciputat,
Narasumber daurah ilmiah Yayasan Syahamah
130
Responden Jama’ah Daurah Pengajian daurah Ilmiah Yayasan
Syahamah Banten
1. Sudah berapa lama bapak/ibu ikut pengajian di yayasan Syahamah?
2. Pengajian apa saja yang pernah bapak/ibu ikuti?
3. Khusus pengajian ayat-ayat mutasyabihat bersama Syekh Fadi, apa
kesan yang dirasakan? Apakah itu menambah tebal keyakinan
aqidah bapak/ibu tentang Islam?
4. Apakah penjelasan dalam pengajian mudah difahami? Jelaskan
bagaimana pendapat bapak/ibu?
5. Manfaat apa yg dirasakan bapak/ibu setelah mengikuti pengajian di
Yayasan syahamah ini?
6. Apa yang membuat bapak/ibu tertarik istiqomah mengikuti kajian
di Yayasan syahamah?
7. Apa saja dampak positif ataupun pengaplikasian dan pengamalan
terhadap ayat-ayat mutasyabihat khususnya pada keyakinan aqidah
bapak/ibu setelah mengikuti kajian ini?
131
Lampiran IV
Dokumentasi
Dokumen Pribadi: Pamflet Pengajian Yayasan Syahamah Banten
132
Dokumen Pribadi: Saat pengajian daurah ilmiah berlangsung
133
Dokumen Pribadi: Saat mewawancarai Ustadz Syaiful Anwar Salah Satu
Inisiator Pendiri Yayasan serta pengurus Bid. Pendidikan dan pengajaran di
Yayasan Syahamah Banten
Dokumen Pribadi: Saat Mewawancarai Syekh Fadi Selaku Narasumber
Daurah Ilmiah Yayasan Syahamah Banten Bersama Ustadzz Risky Selaku
penerjemah Yayasan Syahamah Banten