melon terolah minimal

Upload: budiheriansyah

Post on 11-Oct-2015

142 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

melon terolah minimal

TRANSCRIPT

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pengolahan minimal merupakan suatu proses secara minimal dengan maksud

    untuk mempertahankan karakteristik kesegaran bahan tetapi memberikan

    kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen. Proses penanganan pada pengolahan

    minimal meliputi pembersihan, pencucian, sortasi, penghilangan bagian-bagian

    yang tidak dikehendaki termasuk pengupasan, pemotongan, pengirisan menjadi

    bagian yang lebih kecil dengan bentuk yang spesifik sesuai komoditas (Shewfelt,

    1987). Namun, perlakuan pada proses pengolahan menyebabkan produk terolah

    minimal mudah mengalami penurunan mutu karena terjadinya peningkatan

    produksi etilen, peningkatan laju respirasi, kehilangan air, dan kerusakan akibat

    mikroorganisme. Salah satu contoh penurunan mutunya yaitu penurunan umur

    simpan pada buah terolah minimal (Baeza, 2007).

    Pengolahan minimal dapat dijumpai pada buah-buahan, contohnya pada buah

    melon terolah minimal. Melon (Curcumis melo L.) saat ini merupakan salah satu

    buah yang banyak disediakan dalam setiap jamuan makan sebagai hidangan

    pencuci mulut. Kelemahan yang ditemui pada buah potong melon yaitu singkatnya

    masa simpan yang dimiliki. Kesegaran buah melon yang dapat dipertahankan

    apabila buah tersebut telah dikupas dan terpotong hanya bertahan kurang lebih 2

    hari pada suhu kamar. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan kadar air yang

    menyebabkan melon akan terlihat keriput dan penampilannya menjadi kurang

    menarik, perubahan kandungan gula dan juga perubahan kadar vitamin C. Oleh

  • 2

    karena itu, diperlukan sebuah alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi

    kerusakan di atas dan untuk mempertahankan kualitas buah melon terolah minimal.

    Pelapisan buah menggunakan edible coating merupakan salah satu alternatif

    yang dapat digunakan untuk meminimalisir penurunan mutu buah terolah minimal.

    Edible coating adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang dapat

    dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat

    terhadap transfer massa (misalnya kelembapan, oksigen dan zat terlarut) dan atau

    sebagai pembawa atau carrier bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet

    untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan (Krochta,1992). Metode

    yang paling umum dilakukan edible coating adalah pencelupan, dimana produk

    yang akan digunakan dicelupkan pada larutan yang digunakan sebagai bahan

    coating (Miskiyah et al. 2011). Bahan dasar pembentuk edible coating yaitu pati.

    Pati merupakan bagian dari karbohidrat yakni jenis polisakarida yang banyak

    dimanfaatkan sebagai sumber energi. Salah satu tanaman yang memiliki potensi

    sebagai bahan dasar pembentuk edible coating adalah talas (Colocasia esculenta).

    Talas di Indonesia merupakan bahan makanan yang cukup populer dan

    produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang

    dan Malang) yang merupakan sentra produksi talas. Pemanfaatan talas selama ini

    hanya sebagai bahan makanan cemilan, misalnya keripik. Padahal di negara lain

    seperti Amerika Serikat, Hawai, Jepang dan Columbia talas telah dijadikan

    berbagai komoditas industri antara lain biscuit, roti dan pasta talas. Oleh karena itu,

    penelitian ini difokuskan pada penggunaan pati talas sebagai salah satu sumber pati

    alternatif dalam pembuatan bahan edible coating karena talas mempunyai

  • 3

    kandungan pati sebesar 80 % (kadar amilosa 5,55 % dan kadar amilopektin 74,45

    %) (Rahmawati et all. 2012).

    Edible coating berbasis pati dapat ditambahkan bahan lain, salah satunya

    yaitu plasticizer berupa sorbitol. Sorbitol adalah plasticizer yang cocok digunakan

    pada edible coating berbasis pati, karena sruktur molekul glukosa yang mirip

    dengan unit rantai pati, serta meningkatkan perubahan interaksi rantai polimer

    (Embuscado, M. dan Kerry C. H. 2009). Penambahan sorbitol sebagai plasticizer

    berfungsi untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas bahan,

    menghindari dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan

    zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas pada edible coating.

    Penggunaan edible coating berbasis pati talas diharapkan akan memberikan

    keuntungan pada hasil penanganan produk buah melon terolah minimal, sehingga

    dapat melindungi kualitas buah selama masa simpan dan dapat mengurangi

    kerusakan akibat proses pengolahan minimal pada buah melon. Kandungan pati

    talas yang tinggi sebagai bahan dasar pembuatan edible coating dengan

    penambahan sorbitol sebagai plasticizer yang digunakan, maka penelitiaan tentang

    pengaruh penggunaan edible coating berbasis pati talas pada buah melon terolah

    minimal perlu dilakukan.

    B. Tujuan Penelitian

    Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penggunaan pati

    talas sebagai bahan edible coating dengan tambahan sorbitol sebagai plasticizer

    terhadap kualitas penyimpanan buah melon terolah minimal.

  • 4

    Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

    1. Mempelajari pengaruh penggunaan edible coating pada buah melon terolah

    minimal selama masa penyimpanan.

    2. Mengetahui konsentrasi pati talas dan sorbitol sebagai plasticizer yang paling

    baik dalam pembuatan edible coating.

    3. Mengevaluasi buah melon selama masa penyimpanan dengan mengukur susut

    bobot, kadar air, uji kekerasan, total padatan terlarut, warna serta uji

    organoleptik.

    C. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai

    acuan dalam upaya peningkatan umur simpan buah potong melon terolah minimal,

    serta memberikan informasi mengenai cara untuk mempertahankan mutu serta

    umur simpan buah potong melon terolah minimal dengan menggunakan edible

    coating berbahan dasar pati talas dan memberikan informasi kepada masyarakat

    bahwa pati talas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan edible coating.

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Edible Coating

    Pelapis edibel adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang

    dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai

    penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid dan zat

    terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif dan atau untuk

    meningkatkan penanganan makanan (Krocha, et al.,1992). Edible coating dapat

    melindungi produk segar dan dapat juga memberikan efek yang sama dengan

    modified atmosphere storage dengan menyesuaikan komposisi gas internal.

    Keberhasilan edible coating untuk buah tergantung pada pemilihan film atau

    coating yang memberikan komposisi gas internal yang dikehendaki sesuai untuk

    produk tertentu (Park, 2002).

    Komponen pelapis edibel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu

    hidrokoloid, lipid dan komponen campurannya. Hidrokoloid yang cocok

    diantaranya adalah protein, alginat, pektin, pati dan polisakaridanya. Lipid yang

    cocok adalah lilin, asilgliserol dan asam lemak. Pelapis campuran dapat berbentuk

    bilayer, di mana lapisan yang satu hidrokoloid bercampur dalam lapisan hidrofobik

    (Paramawati, 2001).

    Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengaplikasi edible coating yaitu :

    menurunkan permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat

    dihindari, memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi

    mengkilat, mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah,

  • 6

    mengurangi kontak dengan oksigen dengan bahan sehingga oksidasi dapat dihindari

    (ketengikan dapat dihambat), sifat asli produk seperti flavour tidak mengalami

    perubahan, dan memperbaiki penampilan produk (Santoso et al. 2004).

    Julianti dan Nurminah (2007) menyatakan bahwa, aplikasi dari edible film

    atau edible coating dapat dikelompokkan atas kegunaanya, yaitu :

    1. Sebagai kemasan primer dari produk.

    Contohnya adalah pada permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis,

    daging dan produk laut.

    2. Sebagai Barrier

    Gelam Kum yang direaksikan dengan garam mono atau dwivalen yang

    membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan

    Barrier yang baik untuk absorpsi minyak pada bahan pangan yang digoreng,

    sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di

    Jepang bahan ini digunakan untuk menggoreng tempura.

    3. Sebagai pengikat (Binding)

    Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi

    bumbu yaitu sebagai pengikat atau andesit dari bumbu yang diberikan agar

    dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi

    lemak pada bahan yang dengan penambahan bumbu.

    4. Sebagai pelapis (Glaze)

    Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-

    produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur.

  • 7

    Edible coating yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbahan dasar

    polisakarida berupa pati talas yang ditambah bahan lain yaitu sorbitol sebagai

    plasticizer dan bahan pengental CMC (Carboxymethylcellulose). Larutan edible

    coating tersebut kemudian diaplikasikan dengan teknik pencelupan pada buah

    melon yang terolah minimal yang dikemas dengan plastik wrap serta disimpan pada

    suhu dingin untuk memperpanjang umur simpannya.

    B. Pati

    Bahan dasar edible coating salah satunya adalah polisakarida. Golongan

    polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pembuatan edible coating

    adalah pati dan turunannya, selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil

    selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin ekstrak ganggang laut (alginat,

    karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), xanthan, dan kitosan (Gennadios

    dan Weller 1990). Aplikasi polisakarida biasanya dikombinasikan dengan beberapa

    bahan tambahan seperti resin, plasticizers, surfaktan, minyak, lilin (waxes), dan

    emulsifier yang memiliki fungsi memberikan permukaan yang halus dan mencegah

    kehilangan uap air (Krochta et al. 1994).

    Edible coating/film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein, dan

    lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan,

    penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier) terhadap

    oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Edible

    coating/film berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel

  • 8

    yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO sehingga dapat menurunkan

    tingkat respirasi pada buah dan sayuran (Krochta et al.1994).

    Aplikasi coating polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, dan

    pencoklatan pada permukaan serta mengurangi laju respirasi dengan mengontrol

    komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal. Keuntungan lain coating

    berbahan dasar polisakarida adalah memperbaiki tekstur dan warna, meningkatkan

    stabilitas selama penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat

    kebusukan (Krochta et al. 1994).

    Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam,

    bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat

    pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat membentuk film yang

    cukup kuat. Namun, edible coating berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu

    resistensinya terhadap air rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah

    karena sifat hidrofilik pati dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya

    (Garcia, 2011). Tanaman talas mempunyai kandungan pati yang tinggi, sehingga

    dapat digunakan sebagai salah satu sumber alternatif untuk bahan dasar pembuatan

    edible coating.

    C. Talas (Calocasia esculenta)

    Talas (Calocasia esculenta) merupakan salah satu tanaman umbi umbian

    yang mengandung karbohidrat tinggi yang banyak digemari masyarakat. Talas

    merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Talas juga merupakan sumber

    pangan yang penting karena selain merupakan sumber karbohidrat, protein dan

  • 9

    lemak, talas juga mengandung beberapa unsur mineral dan vitamin sehingga dapat

    dijadikan bahan obat-obatan. Sebagai pengganti nasi, talas mengandung banyak

    karbohidrat dan protein yang terkandung dalam umbinya, sedangkan daunnya

    dipergunakan sebagai sumber nabati (Prihatman, 2000).

    Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China

    dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa

    pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa

    di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai

    pegunungan di atas 1000 m dpl, baik liar maupun di tanam (Purwono dan Heni,

    2007).

    Gambar 1. Talas

    Talas mempunyai kandungan pati sebesar 80 % (kadar amilosa 5,55 % dan

    kadar amilopektin 74,45 %). Kandungan pati talas lebih tinggi dibandingkan

    dengan pati jagung 71,3% dan pati singkong 72,17%, namun tidak lebih tinggi

    dibandingkan dengan pati beras 78,9 - 85,18 % (Rahmawati et all. 2012). Oleh

  • 10

    karena itu, talas yang mengandung kadar pati yang tinggi dapat dijadikan sebagai

    salah satu bahan dasar pembuat edible coating berbasis pati.

    D. Komposisi Edible Coating

    Komposisi dalam edible coating dapat ditambahkan bahan lain untuk

    meningkatkan efektivitasnya. Bahan yang dapat ditambahkan pada pembuatan

    larutan edible coating antara lain plasticizer dan CMC (Carboxymethylcellulose).

    Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang

    ditambahkan dengan maksud untuk mengurangi kerapuhan serta mampu

    meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan pada suhu

    rendah (Kester dan Fennema, 1989). Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer

    yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen

    internal pada ikatan intermolekuler. Plasticizer ditambahkan pada pembuatan

    edible film untuk mengurangi kerapuhan meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan

    film terutama jika disimpan ada suhu rendah. Beberapa jenis plasticizer yang dapat

    digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol, lilin lebah, polivinil

    alkohol dan sorbitol (Julianti dan Nurminah, 2007).

    Sorbitol merupakan polialkohol berkarbon enam yang terdapat dalam

    makanan. Sorbitol memiliki kadar kemanisan 60 % kemanisan sukrosa, dan

    memiliki rumus C6H8(OH)6 (Pudjaatmaka, 2002). Wittaya (2013) menyatakan

    bahwa dalam penelitian yang telah dilakukan menunjukkan film yang yang dibuat

    menggunakan sorbitol sebagai plasticizer memberikan kuat tarik tertinggi daripada

    film yang menggunakan polietilen glikol dan gliserol. Kemampuan sorbitol dalam

  • 11

    menstabilkan kadar air dapat melindungi produk dari pengeringan dan

    mempertahankan kesegaran produk selama proses penyimpanan serta sorbitol

    sangat stabil dan tidak reaktif secara kimia.

    Bahan lain dalam larutan edible coating selain plasticizer yang perlu

    ditambahkan yaitu bahan pengental untuk menstabilkan, merekatkan, atau

    mengentalkan bahan lain yang dicampur dalam air. Pengental yang digunakan yaitu

    CMC (Carboxymethil cellulosa) yang merupakan bahan pengental buatan. CMC

    (Carboxymethil cellulosa) merupakan eter polimer selulosa linier dan berupa

    senyawa amnion yang bersifat biodegradebel, tidak berbau, tidak berwarna, tidak

    beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air, memiliki rentang pH 6,5-8,0

    (Fennema, 1996).

    Turunan selulosa yang dikenal sebagain Carboxymethil cellulose (MC) sering

    dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya

    pada pembuatan es krim. Pemakaian CMC Kam memperbaiki tekstur dan kristal

    laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC yang banyak dipakai pada industri

    makanan adalah garam Na Carboxymethil cellulose yang dalam bentuk murninya

    disebut Kum selulosa. Karena CMC mempunyai gugus karboksil, maka viskositas

    larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimumnya adalah 5, dan apabila

    pH terlalu rendah (

  • 12

    mengakibatkan lapisan yang terbentuk tidak merata, juga akan memperlama waktu

    pengeringan produk serta dapat mengakibatkan fermentasi anaerobik (Latifah,

    2009).

    E. Melon (Curcumis melo L.)

    Buah melon merupakan salah satu jenis buah segar dengan kandungan

    vitamin C yang cukup tinggi. Awalnya yakni sebelum tahun 1980, buah melon

    hadir di Indonesia sebagai buah impor. Kemudian banyak perusahaan agrobisnis

    yang mencoba menanam melon untuk dibudidayakan daerah Cisarua (Bogor) dan

    Kalianda (Lampung) dengan varietas melon dari Amerika, Taiwan, Jepang, Cina,

    Prancis, Denmark, Belanda dan Jerman (Siswanto, 2010).

    Buah melon sangat bervariasi, baik bentuk, warna kulit, warna daging buah

    maupun berat atau bobotnya. Bentuk buah melon antara bulat, bulat oval sampai

    lonjong atau selindris. Warna kulit buah antara putih susu, putih krem, hijau krem,

    hijau kekuning-kuningan, hijau muda, kuning, kuning muda, kuning jingga hingga

    kombinasi dari warna lainnya. Bahkan ada yang bergaris-garis, totol-totol, dan juga

    struktur kulit antara berjala (berjaring), semi berjala hingga tipis dan halus

    (Rukmana, 1994).

    Buah melon bersifat cepat matang dan mudah rusak, sehingga teknik

    penyimpanan yang baik adalah diruang dingin, baik berupa penyimpanan suhu

    dingin maupun lemari pendingin. Penyimpanan suhu dingin bertujuan untuk

    mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tak diinginkan sehingga

    mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen

  • 13

    selama mungkin. Proses pendinginan dapat mengurangi atau menghentikan sama

    sekali aktivitas penyebab pembusukan (Rukmana, 1994).

    Masalah utama dalam penyimpanan buah melon pada suhu kamar adalah

    penurunan kualitas akibat menurunnya berat serta nilai gizi seperti vitamin C dan

    kadar gula. Hal ini disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang

    berlangsung cepat dan terus menerus (Siswanto, 2010). Salah satu faktor penyebab

    kerusakan bahan pangan adalah suhu, hal ini dikarenakan suhu dapat

    mempengaruhi kelayuan dan laju kehilangan air, laju respirasi dan kecepatan reaksi

    biokimia serta laju pertumbuhan mikroba (Budaraga, 1998). Oleh karena itu,

    penggunaan edible coating dapat digunakan pada buah melon terolah minimal

    untuk memperlambat laju respirasi.

    F. Buah Terolah Minimal

    Buah terolah minimal merupakan suatu proses secara minimal dengan

    maksud untuk tetap mempertahankan karakteristik kesegarannya tetapi

    memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen. Proses penanganan

    tersebut meliputi pembersihan, pencucian, sortasi, penghilangan bagian-bagian

    yang tidak dikehendaki termasuk pengupasan, pemotongan, pengirisan menjadi

    bagian yang lebih kecil dengan bentuk yang spesifik sesuai komoditas. Dengan

    demikian buah terolah minimal tetap memberikan kenampakan segar, cepat

    disajikan dan siap santap. Mendasarkan pada urutan proses penanganan yang

    sederhana untuk tetap mempertahankan kesegaran buah, istilah minimally

  • 14

    processed sering disebut : lightly processed, partially processed, fresh processed

    atau preprepared (Shewfelt, 1987).

    Masalah yang dihadapi oleh buah terolah minimal adalah terjadinya

    perubahan fisiologi yang tidak dikehendaki karena hilangnya keutuhan sel akibat

    pengupasan dan pengirisan (Rolle dan Chism, 1987). Adanya perlukaan sel akibat

    pengupasan dan pengirisan akan meningkatkan metabolisme dan laju respirasi serta

    terganggunya sistem kerja enzim sehingga menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi

    yang tidak dikehendaki seperti terbentuknya warna cokelat akibat senyawa fenol.

    Hal ini terjadi karena substrat pencoklatan yang terdapat dalam sel mengalir keluar,

    selanjutnya kontak dengan O2 udara akan mengaktifkan enzim polifenol oksidasi

    sehingga terjadi reaksi pencoklatan (Lehninger, 1982). Buah terolah minimal pada

    dasarnya masih harus diikuti dengan tahapan pasca pengolahan minimal yang

    sifatnya mengawetkan dan menjaga kestabilan produk, seperti penyimpanan pada

    suhu rendah, pengemasan atau reduksi Aw.

  • 15

    III. METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Pasca Panen,

    Program Studi Teknik Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

    B. Bahan dan Alat Penelitian

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buah melon dan umbi talas

    yang diperoleh dari Pasar Wage Purwokerto. Bahan-bahan kimia yang diperlukan

    adalah sorbitol, CMC dan aquades.

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu label, tissue kering, isolasi

    hitam, double tipe, blender (penghancur), kain saring, alat pengering, pemanas

    (kompor gas), panci, pengaduk, Penetrometer, Refraktometer, timbangan,

    thermometer, Color Reader, sterofoam dan alat-alat lainnya.

    C. Variasi Perlakuan

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental

    menggunakan dua faktor, yaitu lama penyimpanan serta perlakuan penambahan

    bahan plasticizer, yaitu sorbitol dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan

    uji statistik menggunakan pengujian hipotesis komparatif yaitu dengan uji F taraf

    1% dan dilanjutkan uji DMRT (Dunchans Multiple Range Test) taraf 1% apabila

    berpengaruh nyata. Kontrol dari penelitian ini adalah melon terolah minimal tanpa

    edible coating. Faktor perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

  • 16

    1. Konsentrasi sorbitol

    G0 = kontrol

    G1 = konsentrasi sorbitol 1,5%

    G2 = konsentrasi sorbitol 2%

    G3 = konsentrasi sorbitol 2,5%

    G4 = konsentrasi sorbitol 3%

    2. Waktu penyimpanan melon

    T0 = penyimpanan hari ke-0 (nol)

    T1 = penyimpanan hari ke-2

    T2 = penyimpanan hari ke-4

    T3 = penyimpanan hari ke-6

    T4 = penyimpanan hari ke-8

    Kombinasi perlakuan percobaan yang diperoleh sebanyak 25 variasi

    percobaan dengan ulangan sebanyak 3 kali yaitu sebagai berikut:

    Tabel 1. Kombinasi perlakuan percobaan.

    Perlakuan Lama Penyimpanan

    T0 T2 T4 T6 T8

    G0 G0 T0 G0 T2 G0 T4 G0 T6 G0 T8

    G1 G1 T0 G1T2 G1 T4 G1 T6 G1 T8

    G2 G2T0 G2 T2 G2 T4 G2 T6 G2 T8

    G3 G3 T0 G3 T2 G3 T4 G3 T6 G3 T8

    G4 G4 T0 G4 T2 G4 T4 G4 T6 G4 T8

  • 17

    D. Variabel dan Pengukuran

    Variabel yang diamati dan diukur pada penelitian ini adalah:

    1. Susut bobot

    Nilai susut bobot diperoleh dari persentase antara penurunan berat bahan awal

    hingga akhir penyimpanan. Digunakan persamaan sebagai berikut :

    % =( )

    100%................................(1)

    2. Kadar air

    Kadar air sampel ditentukan dengan cara dikeringkan dengan oven sampai

    kadar air di bawah 20%, penentuan kandungan air (SNI 01-2891-1992). Kadar

    air dihitung dengan menggunakan sampel 2 gram lalu dikeringkan dalam oven

    suhu 105oC selama 15 jam. Kandungan air dihitung dengan rumus :

    Kandungan air = W1W2

    W0 x 100%.........................................................(2)

    W1 = berat cawan + sampel sebelum di keringkan

    W2 = berat cawan + sampel sesudah di keringkan

    W0 = berat sampel

    3. Kekerasan

    Pengukuran tekstur (kekerasan) sampel dilakukan secara objektif

    menggunakan metode destruktif. Alat yang digunakan yaitu penetrometer

    (fruit hardness tester). Nilai tekanan yang ditunjukkan oleh penetrometer

    mempunyai satuan kg sehingga perlu dikonversi menjadi kg/mm2 dengan

    rumus sebagai berikut:

    P = F/A....................................................................................................(3)

  • 18

    Keterangan :

    P = Tekanan (kg/mm2)

    F = Gaya (kg)

    A = luas permukaan (mm2)

    4. Total padatan terlarut

    Alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut

    adalah Refractometer. Refractometer yang digunakan adalah Refractometer

    digital dengan range 0-32Brix. Sampel yang akan dianalisa diperas dan cairan

    yang diperoleh diteteskan pada prisma pengukur refraktometer. Total padatan

    terlarut dibaca dengan satuan Brix.

    5. Warna

    Perubahan warna diukur menggunakan untuk mendeteksi warna (Color Reader

    Minolta CR-10). Nilai warna yang diperoleh dan diolah yaitu berupa data Lab

    dengan ketentuan sebagai berikut:

    L = kecerahan warna (0 = gelap; 100 = cerah)

    a* b* = kecenderungan warna

    a* (+) = merah

    a* (-) = hijau

    b* (+) = kuning

    b* (-) = biru

  • 19

    6. Uji organoleptik

    Pengujian dilakukan terhadap penampakan secara umum yaitu warna, serta

    rasa daging buah melon. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala yang

    terdiri dari 5 tingkat kesukaan, yaitu warna (sangat hijau, hijau, agak hijau,

    agak kuning, dan kuning), tekstur (sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras,

    dan keras), dan rasa (agak asam, netral, agak manis, manis, dan sangat manis).

    Penilaian terhadap nilai kesukaan dilakukan oleh 15 orang panelis yang

    dianggap mewakili konsumen.

    7. Laju perubahan mutu dan titik puncak variabel pengukuran

    Data observasi penelitian dianalisis secara grafis menggunakan persamaan

    kuadrat kemudian dicari laju penurunan mutu (Persamaan 4) dan titik puncak

    (Persamaan 5) pada masing-masing variabel menggunakan turunan pertama

    dari rumus:

    y = ax2 + bx + c

    dY

    dX = 2ax + b.......................................................................................................(4)

    dY

    dX = 0

    0 = 2ax +b

    x = b

    2a .............................................................................................................(5)

  • 20

    E. Analisis Data

    1. Menghitung data menggunakan rumus-rumus (1) sampai (5).

    2. Menganalisis hubungan antara perlakuan penelitian terhadap susut bobot,

    kadar air, kekerasan, total padatan terlarut, warna buah melon secara grafis

    selama masa penyimpanan.

    3. Menganalisis hubungan antara perlakuan penelitian terhadap tingkat

    penerimaan konsumen (panelis) pada buah secara grafis dengan cara

    menghitung selisih data tiap pengamatan.

    4. Menganalisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan menggunakan analisis

    statistik yaitu dengan uji F.

    5. Menghitung penurunan mutu dan titik puncak maksimal tiap variabel

    pengukuran dari persamaan matematis yang diperoleh.

    F. Garis Besar Pelaksanaan Penelitian

    1. Penelitian pendahuluan

    a. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

    b. Membuat pati umbi talas untuk bahan dasar edible coating. Cara membuat

    pati umbi talas yaitu umbi dikupas dan dibersihkan terlebih dahulu,

    kemudian direndam air garam selama 30 menit agar tidak gatal apabila

    dipegang. Umbi talas yang sudah dipotong kecil-kecil dicampur dengan

    sedikit air 500 ml kemudian dimasukkan ke dalam blender dan

    dihaluskan sampai terbentuk seperti bubur. Umbi yang sudah jadi bubur

    kemudian disaring dan diperas untuk memisahkan pati dan ampasnya

  • 21

    menggunakan kain kasa. Setelah disaring, campuran air dan pati umbi talas

    diendapkan selama 12 jam sehingga endapan pati dari umbi talas dan air

    terpisa. Endapan pati dikeringkan menggunakan pengering cabinet dryer

    selama 2 jam. Pati yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 3.

    Gambar 2. Pati talas kering.

    c. Menetukan konsentrasi pati dan CMC untuk edible coating yaitu dengan

    variasi pati 1% (b/v) CMC 0,5% (b/v); pati 1% (b/v) CMC 1% (b/v); pati

    2% (b/v) CMC 0,5% (b/v) dan pati 1% (b/v) CMC 1% (b/v). Larutan yang

    dipilih dinilai secara subjektif berdasarkan viskositas, yaitu tidak terlalu

    encer dan tidak terlalu kental. Secara visual konsentrasi pati dan CMC

    yang tidak terlalu encer dan kental adalah larutan pati 2% (b/v) CMC 0,5%

    (b/v).

    2. Penelitian utama

    a. Membuat larutan edible coating dengan konsentrasi sorbitol 1,5% (v/v),

    2% (v/v), 2,5% (v/v) dan 3% (v/v). Teknik pembuatan larutan edible

    coating mengacu pada Latifah (2009) dengan modifikasi yang dapat

    dilihat pada Lampiran 4.

  • 22

    b. Mengaplikasikan pada buah melon dengan metode pencelupan.

    c. Menyimpan pada suhu 13-15 oC.

    d. Pengukuran data pengamatan

    Buah yang telah dibersihkan selanjutnya diukur kadar airnya dengan

    cara pengeringan menggunakan oven, berat awal buah untuk mengetahui

    susut bobot selama penyimpanan, kekerasan dengan penetrometer,

    intensitas warna menggunakan Color Reader Minolta CR-10.

    e. Penyimpanan buah

    Buah yang telah diukur pada pengamatan pertama selanjutnya

    disimpan dalam sterofoam kemudian disimpan selama 8 hari pada suhu

    refrigerasi (13-15oC). Setiap hari dilakukan pengukuran variabel

    penelitian pada tiap perlakuan.

    Gambar 3. Penyimpanan melon

  • 23

    f. Pengamatan

    1) Susut bobot

    Berat buah ditimbang setelah waktu penyimpanan berakhir, susut bobot

    buah diperoleh dari persentase antara penurunan berat bahan awal

    hingga akhir penyimpanan.

    Gambar 4. Pengukuran susut bobot melon

    2) Kadar air

    Sampel potongan buah sebanyak 1-2 gram diletakkan pada cawan dan

    dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 15 jam hingga

    diperoleh massa konstan dan didinginkan dalam desikator selama 15-

    30 menit untuk mendinginkan sampel yang akan diuji kadar airnya.

  • 24

    Gambar 5. Pengukuran kadar air melon

    3) Kekerasan

    Pengamatan kekerasan dilakukan dengan menusukkan jarum

    penetrometer daging buah melon yaitu hasil pengukuran tekanan

    kemudian dihitung rata-ratanya dalam satuan kg/mm2.

    Gambar 6. Alat pengukur kekerasan melon

  • 25

    4) Total padatan terlarut

    Pengamatan Total padatan terlarut dilakukan dengan cara memeras

    buah untuk didapatkan sari buahnya lalu teteskan pada kaca

    refraktometer. Nilai kadar gula terlihat pada lensa yaitu perbatasan garis

    biru dan putih pada salah satu sisi refraktometer.

    Gambar 7. Pengukuran total padatan terlarut melon

    5) Warna

    Pengamatan warna untuk semua perlakuan dengan menggunakan alat

    Color Reader Minolta CR-10. Data hasil pengukuran kemudian

    dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.

  • 26

    Gambar 8. Pengukuran warna melon

    6) Uji organoleptik

    Pengujian dilakukan terhadap penampakan secara umum yaitu warna,

    serta rasa daging buah melon, dilakukan oleh 15 orang panelis tidak

    terlatih yang dianggap mewakili penerimaan tingkat konsumen.

  • 27

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi edible coating dengan

    menggunakan pati talas dan variasi konsentrasi sorbitol yang berbeda memberi

    pengaruh terhadap beberapa parameter yang diamati. Pengaruh pada aplikasi edible

    coating berbasis pati talas pada buah melon terolah minimal dengan variasi

    konsentrasi sorbitol sebagai plastizer terhadap parameter yang diamati dapat

    dijelaskan di bawah ini.

    A. Perubahan Susut Bobot Melon

    Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu terukur yang dapat

    digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan pada penelitian ini selama masa

    penyimpanan. Susut bobot diperoleh dari selisih antara berat awal produk dengan

    berat akhir selama masa penyimpanan.

    Selama penyimpanan dan proses pematangan buah tetap melakukan proses

    metabolik yaitu respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan kehilangan air

    dan bahan organik lain sehingga terjadi susut bobot buah. Hartuti (2006)

    menjelasakan bahwa kehilangan berat pada buah dan sayuran yang disimpan,

    terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan

    kehilangan karbon selama respirasi. Kelembaban relatif yang rendah dapat

    mempercepat penguapan terutama pada suhu yang tinggi, sedangkan kehilangan

    berat akibat respirasi tidak dapat dihindarkan karena bahan setelah dipanen masih

    hidup dan akan melakukan proses pernafasan. Kehilangan air selama penyimpanan

    tidak hanya menurunkan bobot, tetapi dapat menurunkan mutu dan menimbulkan

  • 28

    kerusakan. Grafik perubahan susut bobot buah melon selama penyimpanan dapat

    dilihat pada Gambar 9.

    Gambar 9. Grafik observasi susut bobot buah melon tiap perlakuan selama

    penyimpanan.

    Susut bobot buah potong melon juga semakin meningkat seiring dengan

    lamanya waktu penyimpanan. Rata-rata total susut bobot terbesar terdapat pada

    buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 2,5% yaitu

    7,77%. Rata-rata susut bobot terendah terjadi pada pada buah potong melon yang

    dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5% yaitu 5,2%. Rendahnya susut

    bobot pada buah yang dilapisi sorbitol lebih rendah ini sama dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Harahap (2009), dimana semakin tinggi konsentrasi sorbitol maka

    susut bobot akan semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena adanya perombakan

    gula melalui respirasi pada bahan. Proses ini akan merombak glukosa yang terdapat

    pada bahan untuk menghasilkan energi. Glukosa yang ada lambat laun akan habis

    dan buah akan menjadi busuk akibat tidak adanya glukosa sebagai cadangan

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Susu

    t B

    ob

    ot

    (%)

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 29

    makanan, sehingga buah akan mengalami susut akibat perombakan glukosa. Hasil

    prediksi secara grafis dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Grafik observasi dan prediksi nilai susut bobot tiap perlakuan selama

    penyimpanan.

    Gambar 10 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan

    terhadap susut bobot. Persamaan matematis dan laju perubahan nilai susut bobot

    dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Persamaan matematis, koefisien korelasi dan laju perubahan susut bobot

    melon.

    Perlakuan Persamaan

    matematis

    Koefisien korelasi

    (R2)

    dY/dX Error

    rata-

    rata

    G0 y = 1,2903x R = 0,9405 1,2903 4,982

    G1 y = 1,2454x R = 0,9251 1,2454 5,280

    G2 y = 1,3279x R = 0,9279 1,3279 12,764

    G3 y = 1,924x R = 0,9916 1,924 4,264

    G4 y = 1,3199x R = 0,9676 1,3199 9,489

    Tabel 13 menunjukkan koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai

    susut bobot terbesar yaitu terjadi pada perlakuan edible coating dengan variasi

    sorbitol 2,5% (G3) dengan nilai yaitu R2 = 0,9916, hal ini menunjukkan kolerasi

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    18

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Susu

    t B

    obot

    Hari Ke-

    KONTROL

    SORBITOL1,5%

    SORBITOL2%

    SORBITOL2,5%

    SORBITOL3%

  • 30

    sangat kuat antara susut bobot terhadap waktu penyimpanan. Laju perubahan susut

    bobot selama penyimpanan diperoleh dari turunan pertama (dY/dX) pada

    persamaan masing-masing perlakuan. Perlakuan G1 (sorbitol 1,5%) mengalami

    penurunan susut bobot paling rendah yaitu sebesar 1,2454% tiap waktu

    penyimpanan.

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 8 hari penyimpanan pada

    masing-masing perlakuan di ketahui bahwa, rata-rata susut bobot yang terjadi pada

    buah potong kontrol yang tidak dilapisi tidak lebih tinggi dibandingkan dengan

    buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5% (G1)

    yang merupakan perlakuan terbaik karena mampu menghambat laju kehilangan air

    susut bobot yang relatif lebih kecil. Hal ini dapat terjadi karena bahan dasar dalam

    pembuatan edible coating adalah pati yang merupakan hidrokoloid yang memiliki

    sifat hidrofilik, yaitu penghalang yang buruk terhadap uap air. Pemotongan pada

    pengolahan minimal dapat menyebabkan luka pada buah yang dapat mempercepat

    penguapan air. Kandungan air pada buah lebih banyak diserap oleh hidrokoloid

    sehingga susut bobotnya lebih tinggi dibandingkan buah melon yang tidak dilapisi

    edible coating. Julianti & Nurminah (2007) menjelaskan bahwa susut bobot pada

    buah yang diberi edible coating relatif rendah karena edible coating mampu

    mencegah kehilangan air dari dalam buah. Edible coating merupakan barrier yang

    baik terhadap air dan oksigen.

  • 31

    B. Perubahan Kadar Air Melon

    Perubahan kadar air buah potong melon selama penyimpan dapat dilihat pada

    Gambar 11 berikut ini :

    Gambar 11. Grafik observasi kadar air buah melon tiap perlakuan selama

    penyimpanan.

    Kadar air buah melon potong dapat dilihat pada gambar diatas mengalami

    peningkatan pada hari ke 0 sampai hari ke 4 namun pada hari ke 6 buah melon

    mengalami penurunan kadar air. Peningkatan ini diduga terjadi karena proses

    pematangan buah yang terjadi karena aktivitas enzim dan pemecahan senyawa-

    senyawa sehingga menyebabkan jumlah air dalam buah bertambah. Selanjutnya

    buah mengalami penurunan kadar air selama penyimpanan. Rata-rata total kadar

    air terbesar terdapat pada buah potong melon yang tidak dilapisi edible coating

    yaitu 94,26%. Rata-rata total kadar air terendah terjadi pada pada buah potong

    melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 3% yaitu 93,08%.

    Hasil uji sidik ragam taraf 1% menunjukkan bahwa pelapisan edible coating

    pada buah potong melon tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air selama

    87

    88

    89

    90

    91

    92

    93

    94

    95

    96

    97

    0 2 4 6 8 10

    Kad

    ar A

    ir

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 32

    penyimpanan. Hal ini senada dengan penelitian Septiana (2009), dimana perlakuan

    coating tidak mampu menghambat penurunan kadar air. Pelapisan edible coating

    seharusnya menghambat penurunan kadar air. Pelapisan edible coating dapat

    menurunkan laju respirasi dan transpirasi buah yang selanjutnya menghambat

    penurunan kadar air. Hal ini dapat terjadi karena bahan dasar pembuat edible

    coating pati yang memiliki sifat hidrofilik, yaitu penghalang yang buruk terhadap

    uap air (Latifah, 2009), sehingga menunjukkan pelapisan edible coating pada

    penelitian ini kurang efektif dalam menghambat penurunan kadar air. Winarti

    (2012) menambahkan bahwa sifat mekanik lapisan coating dari pati juga kurang

    baik karena mempunyai elastisitas yang rendah. Untuk meningkatkan

    karakteristiknya, biasanya pati dapat dicampur dengan biopolimer yang bersifat

    hidrofobik atau bahan tahan air seperti kitosan. Hasil prediksi secara grafis dapat

    dilihat pada Gambar 12.

    Gambar 12. Grafik observasi dan prediksi nilai kadar air melon tiap perlakuan

    selama penyimpanan.

    Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air melon hasil observasi tidak jauh

    berbeda dengan hasil prediksi dari persamaan matematis yang diperoleh.

    87

    88

    89

    90

    91

    92

    93

    94

    95

    96

    97

    0 2 4 6 8 10

    Kad

    ar A

    ir

    Hari Ke-

    Kontrol

    Sorbitol 1,5%

    Sorbitol 2%

    Sorbitol 2,5%

    Sorbitol 3%

  • 33

    Persamaan matematis, nilai R2. Persamaan matematis nilai kadar air dapat dilihat

    pada Tabel 3.

    Tabel 3. Persamaan matematis dan koefisien korelasi kadar air melon.

    Perlakuan Persamaan matematis

    Koefisien

    korelasi (R2)

    Error

    rata-rata

    G0 y = -0,1765x2 + 1,8729x + 91,002 R = 0,9948 0,11

    G1 y = -0,0499x2 + 0,7298x + 92,806 R = 0,39 1,67

    G2 y = -0,0717x2 + 0,7871x + 92,624 R = 0,9861 0,08

    G3 y = -0,0757x2 + 0,7479x + 93,03 R = 0,8606 0,25

    G4 y = -0,0953x2 + 0,9442x + 91,607 R = 0,9829 0,08

    Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai kadar air terbesar yaitu

    terjadi pada perlakuan yang tidak dilapisi edible coating dengan nilai yaitu R2 =

    0,9948 dengan persamaan y = -0,1765x2 + 1,8729x + 91,002, hal ini menunjukkan

    kolerasi sangat kuat antara kadar air terhadap waktu penyimpanan. Laju perubahan

    dan titik puncak kadar air ditampilkan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Laju perubahan dan titik puncak kadar air melon.

    Perlakuan dY/dX Titik puncak

    Kenaikan Penurunan Hari ke-

    G0 1,1669 -0,5981 5,31

    G1 0,4304 -0,0686 7,31

    G2 0,5003 -0,2167 5,49

    G3 0,4451 -0,3119 4,94

    G4 0,563 -0,39 4,95

    Perlakuan G1 dengan variasi sorbitol 1,5% mengalami penurunan kadar air

    paling rendah yaitu sebesar 0,0686%. Titik puncak mencapai kadar air minimal

    terlama yaitu pada hari ke-8 pada perlakuan G1. Penurunan kadar air terbesar yaitu

    pada perlakuan kontrol (G0), hal ini disebabkan karena buah tidak dilapisi edible

    coating. Edible coating merupakan barrier yang baik terhadap air dan oksigen,

    sehingga mampu mencegah kehilangan air dari dalam buah. Qanytah (2004)

    menjelaskan bahwa penurunan kadar air terjadi karena hilangnya air akibat buah

  • 34

    masih mengalami respirasi dan transpirasi selepas panen yang menyebabkan air

    keluar melalui pori-pori permukaan buah. Penguapan cairan di ruang-ruang antarsel

    menyebabkan sel menyusut sehinggga ruang antarsel menyatu dan zat pektin saling

    berikatan. Sedangkan kenaikan kadar air terjadi karena perubahan komposisi

    penyusun dinding sel maupun komponen makro lainnya pada saat pematangan

    sehingga buah mengalami pelunakan.

    C. Perubahan Kekerasan Melon

    Hasil pengukuran menunjukkan nilai kekerasan pada buah potong melon

    semakin menurun selama penyimpanan. Perubahan kekerasan buah potong melon

    selama penyimpan dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini :

    Gambar 13. Grafik observasi kekerasan melon tiap perlakuan selama

    penyimpanan

    Rata-rata total kekerasan terbesar terdapat pada buah potong melon yang

    dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 3% yaitu 0,41 kg. Rata-rata kekerasan

    terendah terjadi pada pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan

    variasi sorbitol 1,5% yaitu 0,36 kg. Latifah (2009) menjelaskan bahwa penggunaan

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0 2 4 6 8 10

    Kek

    eras

    an

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 35

    pati yang memiliki sifat hidrofilik akan menyerap air lebih banyak sehingga kadar

    air yang terkandung dalam buah menurun yang mengakibatkan nilai kekerasan

    menurun pula.

    Hasil uji sidik ragam taraf 1% juga menunjukkan bahwa pelapisan edible

    coating pada buah potong melon berpengaruh nyata terhadap kekerasan selama

    penyimpanan dengan nilai F sebesar 2,48%. Hasil pengujian rata-rata

    menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) diperoleh bahwa

    perlakuan terbaik untuk kekerasan buah potong melon selama penyimpanan yaitu

    pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 3%.

    Tabel anova dan dan hasil uji DMRT dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil prediksi

    nilai kekerasan selama penyimpanan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 14

    berikut ini.

    Gambar 14. Grafik observasi dan prediksi nilai kekerasan melon tiap perlakuan

    selama penyimpanan.

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0 2 4 6 8 10

    Kek

    eras

    an

    Hari Ke-

    Kontrol

    Sorbitol 1,5%

    Sorbitol 2%

    Sorbitol 2,5%

    Sorbitol 3%

  • 36

    Gambar 14 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan

    terhadap kekerasan. Persamaan matematis nilai kekerasan dapat dilihat pada Tabel

    5.

    Tabel 5. Persamaan matematis dan koefisien korelasi kekerasan melon.

    Perlakuan Persamaan matematis

    Koefisien

    korelasi (R2)

    Error

    Rata-rata

    G0 y = -0,0121x + 0,4567 R = 0,2302 9,46

    G1 y = -0,0171x + 0,4333 R = 0,1171 32,95

    G2 y = 0,0074x2 0,0717x + 0,4833 R = 0,94 3,44

    G3 y = 0,0045x2 0,0496x + 0,4833 R = 0,6182 8,54

    G4 y = 0,0046x2 0,0486x + 0,49 R = 0,617 7,45

    Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai kekerasan terbesar yaitu

    terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 2,5%

    dengan nilai yaitu R2 = 0,94, hal ini menunjukkan kolerasi sangat kuat antara

    kekerasan terhadap waktu penyimpanan. Hal ini senada dengan penelitian Septiana

    (2009), dimana buah dengan edible coating mengalami kelunakan tekstur yang

    lebih lambat. Hal ini karena pelapisan dengan edible coating mampu menghambat

    proses transpirasi yang selanjutnya menghambat kehilangan air dan kelunakan

    tekstur. Laju perubahan dan titik puncak kekerasan melon ditampilkan pada Tabel

    6.

    Tabel 6. Laju perubahan dan titik puncak kekerasan melon.

    Perlakuan dY/dX Titik puncak

    Kenaikan Penurunan Hari ke-

    G0 - -0,0121 -

    G1 - -0,0171 -

    G2 0,0319 -0,0421 4,84

    G3 0,0134 -0,0316 5,51

    G4 0,0158 -0,0302 5,28

    Berdasarkan tabel 7, perlakuan G3 dengan variasi sorbitol 3% kekerasan

    paling rendah yaitu sebesar 0,0158%. Pengukuran terhadap kelima perlakuan dalam

  • 37

    penelitian ini didapat kesimpulan buah potong yang dilapisi edible coating dengan

    variasi sorbitol 3% memiliki nilai rata-rata terbesar. Hal ini disebabkan karena pada

    kondisi tersebut oksigen yang masuk ke jaringan lebih sedikit sehingga enzim-

    enzim yang terlibat dalam proses respirasi dan pelunakan jaringan kurang aktif.

    Rudito (2005) menyatakan bahwa laju respirasi yang kecil pada edible coating

    menyebabkan penundaan kematangan dan mengurangi degradasi tekstur selama

    penyimpanan.

    D. Perubahan Total Padatan Terlarut Melon

    Berdasarkan data pengamatan (Lampiran 8) dapat dilihat perubahan pada

    nilai total padatan terlarut mengalami kenaikan dan penurunan. Perubahan total

    padatan terlarut buah potong melon selama penyimpan dapat dilihat pada Gambar

    15.

    Gambar 15. Grafik observasi kadar brix melon selama penyimpanan.

    Berdasarkan Gambar 15 diatas dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut

    pada hari ke-0 cenderung mengalami penurunan dan mengalami kenaikan pada hari

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

    0 2 4 6 8 10

    Tota

    l P

    adat

    an T

    erla

    rut

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 38

    ke-2 sampai hari ke-6 dan kemudian mengalami penurunan kembali. Rata-rata nilai

    kadar brix terbesar terdapat pada buah potong melon yang dilapisi edible coating

    dengan variasi sorbitol 3% yaitu 3,41oBrix. Rata-rata nilai kadar brix terendah

    terjadi pada pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi

    sorbitol 2% yaitu 2,39oBrix. Harahap (2009) menjelaskan dalam penelitiannya,

    bahwa semakin tinggi konsentrasi sorbitol maka total asam dari bahan akan

    semakin menurun. Peningkatan total padatan terlarut dalam buah karena selama

    proses respirasi terjadi proses perombakan karbohidrat menjadi gula-gula yang

    lebih sederhana seperti sukrosa, fruktosa, dan galaktosa. Hal ini diperkuat oleh

    Paramawati (2001), dimana semakin tinggi konsentrasi sorbitol sebagai zat

    pemlastis maka semakin tebal edible coating yang dihasilkan sehingga terjadi

    respirasi anaerob dalam buah yang mengakibatkan kadar gula meningkat.

    Hasil uji sidik ragam taraf 1% juga menunjukkan bahwa pelapisan edible

    coating pada buah potong melon berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut

    selama penyimpanan. Hasil pengujian rata-rata menggunakan uji Duncan Multiple

    Range Test (DMRT) diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk total padatan terlarut

    buah potong melon selama penyimpanan yaitu pada buah potong melon yang

    dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 2%. Tabel anova dan dan hasil uji

    DMRT dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil prediksi nilai kadar brix selama

    penyimpanan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini.

  • 39

    Gambar 16. Grafik observasi dan prediksi total padatan terlarut tiap perlakuan

    selama penyimpanan.

    Gambar 16 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan

    terhadap total padatan terlarut. Persamaan matematis dan koefisien kolerasi nilai

    total padatan terlarut dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Persamaan matematis dan koefisien korelasi total padatan terlarut melon.

    Perlakuan Persamaan matematis

    Koefisien

    korelasi (R2)

    Error

    Rata-rata

    G0 y = 0,0792x2 - 0,565x + 3,3333 R = 0,7866 7,868

    G1 y = 0,0465x2 - 0,2923x + 2,9333 R = 0,5426 10,615

    G2 y = -0,0378x2 + 0,3212x + 2,0333 R = 0,4485 9,988

    G3 y = -0,0103x2 + 0,1918x + 2,1 R = 0,2427 21,206

    G4 y = 0,0503x2 - 0,4429x + 4,0333 R = 0,2634 10,203

    Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai total padatan terlarut

    terbesar yaitu terjadi pada perlakuan yang tidak dilapisi edible coating dengan

    dengan nilai yaitu R = 0,7866, hal ini menunjukkan kolerasi sangat kuat antara

    total padatan terlarut terhadap waktu penyimpanan. Selain secara grafis, penurunan

    total padatan terlarut dapat dianalisis menggunakan laju penurunan (dY/dX) dan

    titik puncak maksimal seperti pada Tabel 8.

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

    0 2 4 6 8 10

    Tota

    l P

    adat

    an T

    erla

    rut

    Hari Ke-

    Kontrol

    Sorbitol 1,5%

    Sorbitol 2%

    Sorbitol 2,5%

    Sorbitol 3%

  • 40

    Tabel 8. Laju perubahan dan titik puncak total padatan terlarut melon.

    Perlakuan dY/dX Titik puncak

    Kenaikan Penurunan Hari ke-

    G0 0,3854 -0,8132 3,566919192

    G1 0,2657 -0,1993 3,143010753

    G2 0,17 -0,208 4,248677249

    G3 0,1094 - 9,310679612

    G4 0,2613 -0,2417 4,402584493

    Berdasarkan Tabel 8, penurunan kadar brix terendah yaitu pada perlakuan G1

    dengan variasi sorbitol 1,5% yaitu sebesar 0,1993 oBrix setelah mencapai titik

    puncaknya pada hari ke-4. Pada perlakuan G3 tidak terdapat nilai penurunan untuk

    kadar brix karena belum mengalami penurunan pada titik puncaknya. Pengamatan

    selama 8 hari menunjukkan bahwa total padatan terlarut akan meningkat hingga

    buah mencapai fase klimakteriknya dan akan menurun kembali setelah puncak

    klimakterik berakhir. Hal ini diperkuat oleh Hidayah (2009), bahwa

    meningkatnya nilai TPT menunjukkan bahwa kandungan gula semakin banyak

    seiring dengan lamanya penyimpanan. Secara umum apabila buah-buahan

    menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat dan kandungan asamnya

    akan menurun. Keadaan ini berlaku untuk buah klimakterik.

    E. Perubahan Warna Melon

    Pengamatan terhadap perubahan warna pada sema sampel jambu biji

    dilakukan dengan menggunakan Color Reader Minolta CR-10. Sistem warna

    yang digunakan adalah Hunters Lab Colometric System. Sistem notasi warna

    Hunter dicirikan dengan tiga nilai yaitu L (Lightness), a (Fedness), dan b

    (Yellowness). Untuk L sebagai kecerahan, dapat diukur dengan kisaran nilai 1-100.

    Semakin besar nilai L maka semakin tinggi tingkat kecerahan melon. Notasi a*

  • 41

    (redness) dengan kisaran dari nilai (-80)-(+100) menunjukkan dari hijau ke merah.

    Apabila skala menunjukkan nilai negatif maka sampel yang diuji menunjukkan

    kecenderungan warna hijau. Apabila skala menunjukkan nilai positif maka sampel

    yang diuji menunjukkan kecenderungan warna merah. Notasi b* (yellowness)

    dengan kisaran nilai (-70)-(+70) menunjukkan dari biru ke kuning. Apabila skala

    menunjukkan nilai negatif maka sampel yang diuji menunjukkan kecenderungan

    warna biru. Apabila skala menunjukkan nilai positif maka sampel yang diuji

    menunjukkan kecenderungan warna kuning.

    1. Kecerahan warna (L)

    Berdasarkan data pengamatan dan uji sidik ragam taraf 1% pada Lampiran

    9 menunjukkan bahwa pelapisan edible coating buah potong melon

    berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan selama penyimpanan.

    Grafik perubahan kecerahan warna buah melon selama penyimpanan dapat dilihat

    pada Gambar 17.

    Gambar 17. Tingkat Kecerahan Melon Selama penyimpanan

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    0 2 4 6 8 10

    Nli

    ali

    L

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 42

    Gambar 17 menujukkan bahwa secara umum nilai kecerahan pada tiap

    perlakuan mengalami penurunan dan peningkatan, semakin tinggi nilai L maka

    tingkat kecerahan buah melon yang terolah minimal semakin tinggi begitupun

    sebaliknya. Hal ini dikarenakan melon terolah minmal merupakan buah klimakterik

    yang masih mengalami respirasi dan transpirasi sehingga akan terjadi kenaikan

    perubahan warna pada fase klimakterik dan kembali menurun pada fase senescene.

    Rata-rata nilai kecerahan terbesar terdapat pada buah potong melon yang dilapisi

    edible coating dengan variasi sorbitol 1,5% yaitu 63,64%. Rata-rata nilai kecerahan

    terendah terjadi pada pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan

    variasi sorbitol 2,5% yaitu 56,41%.

    Hasil pengujian rata-rata menggunakan uji Duncan Multiple Range Test

    (DMRT) diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk kecerahan buah potong melon

    selama penyimpanan yaitu pada buah potong melon yang dilapisi edible coating

    dengan variasi sorbitol 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan edible

    coating dapat mempertahankan kecerahan pada melon. Menurut penelitian

    Mardiana (2008), buah belimbing yang diberi edible coating dapat

    mempertahankan kecerahannya hingga hari terakhir pengamatan pada hari ke-21.

    Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya coating dapat menunda degradasi zat

    warna selama penyimpanan. Budi dan Bambang (1995) memperkuat bahwa

    hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan atau munculnya pigmen kuning

    hingga merah (karotenoid). Karotenoid merupakan senyawa stabil dan tetap ada

    dalam jaringan bahkan saat senesenpun terjadi. Karotenoid tersembunyi karena

  • 43

    adanya klorofil. Tabel anova dan dan hasil uji DMRT dapat dilihat pada Lampiran

    9.

    Kecerahan prediksi perlu dicari untuk mengetahui umur simpan serta

    kecerahan melon pada hari tertentu. Nilai kecerahan prediksi dicari

    menggunakan model kuadratik secara grafis seperti pada Gambar 18.

    Gambar 18. Grafik observasi dan prediksi kecerahan selama penyimpanan

    Gambar 18 menunjukkan terdapat korelasi antara waktu penyimpanan

    terhadap kecerahan. Persamaan matematis dan koefisien kolerasi nilai

    kecerahan dapat dilihat pada Tabel 9.

    Tabel 9. Persamaan matematis dan koefisien korelasi kecerahan melon.

    Perlakuan Persamaan matematis

    Koefisien

    korelasi (R2)

    Error

    Erat-rata

    G0 y = -0,3331x2 + 3,6704x + 56,5 R = 0,3865 3,45

    G1 y = -0,6372x2 + 7,2854x + 49,433 R = 0,8997 2,69

    G2 y = -0,4395x2 + 5,6068x + 45,533 R = 0,5204 5,80

    G3 y = -0,4054x2 + 5,2914x + 44,4 R = 0,636 4,88

    G4 y = -0,5008x2 + 5,3854x + 49,967 R = 0,6451 3,65

    Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan tingkat kecerahan terbesar

    yaitu terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible coating dengan dengan variasi

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Nila

    i L

    Hari Ke-

    G0

    G1

    G2

    G3

    G4

  • 44

    sorbitol 1,5% (G1) yaitu R = 0,8997. Nilai R terbesar menunjukkan kesesuaian

    hasil pengukuran dengan hasil prediksi. Laju perubahan (dY/dX) dan waktu

    mencapai titik puncak nilai L melon terdapat pada Tabel 10.

    Tabel 10. Laju perubahan dan titik puncak kecerahan melon.

    Perlakuan dY/dX titik puncak

    Kenaikan Penurunan Hari ke-

    G0 2,338 -0,993 5,51

    G1 4,7366 -1,6354 5,72

    G2 2,9698 -1,4252 6,38

    G3 2,859 -1,195 6,53

    G4 3,3822 -1,6258 5,38

    Tabel 10 menunjukkan G0 mengalami peningkatan nilai L terkecil yaitu

    2,338 sampai pada titik puncaknya. Hal ini dikarenakan bahan edible coating dapat

    menahan melon mengalami respirasi dan transpirasi yang cepat sehingga dapat

    terjadi kenaikan perubahan warna pada fase klimakteriknya. Titik puncak terlama

    pada perlakuan G3 dengan variasi sorbitol 2,5% dimana nilai L akan meningkat

    sampai hari ke-8, sehingga perlakuan G3 dapat memepertahankan kecerahan melon

    dalam waktu yang lebih lama.

    2. Kehijauan warna (a-)

    Berdasarkan data pengamatan dan uji sidik ragam taraf 1% pada Lampiran

    10 menunjukkan bahwa pelapisan edible coating buah potong melon

    berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kehijauan warna pada buah potong

    melon selama penyimpanan. Peningkatan nilai a (-) menunjukkan peningkatan

    warna hijau pada jambu melon. Grafik perubahan nilai kehijauan (a-) melon

    selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19.

  • 45

    Gambar 19. Tingkat Kehijauan Melon Selama penyimpanan

    Gambar 19 diatas menujukkan bahwa secara umum nilai hijau pada perlakuan

    yang dilapisi edible coating mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena proses

    perubahan warna dari hijau ke kuning yaitu terjadi penurunan klorofil dimana daya

    serap cahaya menurun seiring dengan lamanya masa penyimpanan dan terjadi

    kenaikan pigmen karotenoid (Hidayah, 2009). Semakin tinggi nilai L maka tingkat

    kecerahan buah melon yang terolah minimal semakin tinggi begitupun sebaliknya.

    Rata-rata nilai kehijauan terbesar terdapat pada buah potong melon yang dilapisi

    edible coating dengan variasi sorbitol 2,5% yaitu 4,91%. Rata-rata nilai kehijauan

    terendah terjadi pada pada buah potong melon yang tidak dilapisi edible coating

    yaitu 4,19%. Hal ini menunjukkan pelaisan edible coating pada buah potong melon

    dapat mempertahankan warna hijau pada buah potong melon.

    Hasil pengujian rata-rata menggunakan uji Duncan Multiple Range Test

    (DMRT) diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk nilai kehijauan buah potong

    melon selama penyimpanan yaitu pada buah potong melon yang dilapisi edible

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Nil

    ai A

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 46

    coating dengan variasi sorbitol 2,5%. Tabel anova dan dan hasil uji DMRT dapat

    dilihat pada Lampiran 10.

    Warna hijau prediksi perlu dicari untuk mengetahui umur simpan serta

    warna hijau buah potong melon pada hari tertentu. Nilai warna hijau prediksi

    dicari menggunakan model kuadratik secara grafis seperti pada Gambar 20.

    Gambar 20. Grafik observasi dan prediksi warna hijau selama penyimpanan

    Gambar 20 menunjukkan terdapat korelasi antara waktu penyimpanan

    terhadap nilai warna hijau. Persamaan matematis nilai warna hijau dapat dilihat

    pada Tabel 11.

    Tabel 11. Persamaan matematis dan koefisien korelasi warna hijau melon.

    Perlakuan Persamaan matematis

    Koefisien

    korelasi (R2)

    Error

    Rata-rata

    G0 y = -0,0106x2 - 0,102x + 4,8333 R = 0,7544 6,76

    G1 y = -0,0819x2 + 0,724x + 3,8333 R = 0,3966 7,69

    G2 y = -0,046x2 + 0,6165x + 2,9333 R = 0,8168 5,68

    G3 y = -0,0522x2 + 0,5632x + 3,8 R = 0,0683 14,55

    G4 y = -0,0222x2 + 0,1928x + 4,4667 R = 0,2356 5,12

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    0 2 4 6 8 10

    Nila

    i a(-

    )

    Hari Ke-

    G0

    G1

    G2

    G3

    G4

  • 47

    Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan tingkat kehijaun pada buah

    potong melon terbesar yaitu terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible coating

    dengan dengan variasi sorbitol 2% (G2) yaitu R = 0,8168, hal ini menunjukkan

    kedekatan yang sangat besar antara nilai a(-) terhadap variabel waktu dengan hasil

    observasi dan prediksi. ersamaan matematis yang diperoleh dapat digunakan untuk

    menghitung penurunan atau perubahan nilai a(-) selama penyimpanan seperti pada

    Tabel 12.

    Tabel 12. Laju perubahan dan titik puncak warna hijau melon.

    Perlakuan dY/dX Titik puncak

    Kenaikan Penurunan Hari ke-

    G0 - -0,1868 -

    G1 0,3964 -0,4226 2,210012

    G2 0,3405 -0,1195 3,350543

    G3 0,2857 -1,1018 1,014775

    G4 0,104 -0,118 2,171171

    Penurunan warna hijau terkecil yaitu pada perlakuan G4 dengan variasi

    sorbitol 3%. Sedangkan untuk mencapai titik puncak terlama yaitu pada perlakuan

    G2 dengan variasi sorbitol 2%. Pada buah kontrol penurunan terjadi terus menerus

    hingga hari terakhir sehingga tidak mencapai titik puncaknya. Untuk nilai a(-) pada

    buah potong melon mengalami penurunan selama penyimpanan, hal ini

    dikarenakan buah mengalami kematangan dengan ditandai munculnya warna

    kuning. Semakin rendah laju perubahan nilai a(-) maka penurunan warna hijau

    melon semakin rendah. Berubahnya warna buah melon dari hijau menjadi kuning-

    oranye disebabkan oleh terdegradasinya klorofil menjadi pigmen lainnya.

    Hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan atau munculnya pigmen kuning

    hingga merah (Budi dan Bambang, 1995).

  • 48

    3. Kekuningan warna (b+)

    Nilai kekuningan untuk masing-masing perlakuan yang terjadi pada buah

    potong melon selama masa simpan mengalami perubahan yang fluktuatif seperti

    yang terlihat pada Gambar 21.

    Gambar 21. Tingkat Kekuningan Melon Selama penyimpanan

    Berdasarkan Gambar 21, nilai b+ buah potong melon selama

    penyimpanan mengalami perubahan yang bervariasi. Perubahan ini terjadi

    karena adanya degradasi pigmen dalam buah yang merupakan tanda

    kematangan buah. Winarno dan Aman (1981) menjelaskan bahwa kematangan

    buah ditandai dengan peristiwa degradasi pigmen klorofil sehingga

    kandungannya dalam buah menurun dan karotenoid semakin nyata. Rata-rata

    kekuningan warna buah potong melon selama 8 hari penyimpanan yang paling

    tinggi terjadi pada buah yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol

    1,5% yaitu 15,44, sedangkan yang paling rendah yaitu pada bauh yang dilapisi

    edible coating dengan variasi sorbitol 2% yaitu 13,67.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    18

    20

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Nil

    ai B

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 49

    Hasil analisis keragaman taraf 1 % pada Lampiran 11 menunjukkan

    bahwa perlakuan lama penyimpanan sangat nyata terhadap perubahan

    kekuningan buah polong melon. Hasil Duncan 1% memperlihatkan adanya

    pengaruh yang sangat nyata dari perlakuan penggunaan edible coating pada

    buah potong melon dengan variasi sorbitol 2% karena memilki peringkat

    pertama dari kelima perlakuan yang ada.

    Warna kuning prediksi perlu dicari untuk mengetahui umur simpan serta

    warna kuning buah potong melon pada hari tertentu. Nilai warna kuning

    prediksi dicari menggunakan model kuadratik secara grafis seperti pada

    Gambar 22.

    Gambar 22. Grafik observasi dan prediksi warna kuning selama penyimpanan

    Gambar 22 menunjukkan terdapat korelasi antara waktu penyimpanan

    terhadap nilai warna kuning. Persamaan matematis nilai warna hijau dapat

    dilihat pada Tabel 12.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    18

    20

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Nila

    i B

    Hari Ke-

    G0

    G1

    G2

    G3

    G4

  • 50

    Tabel 13. Persamaan matematis dan koefisien korelasi warna kuning melon.

    Perlakuan Persamaan matematis

    Koefisien

    korelasi (R2)

    Error

    Rata-rata

    G0 y = -0,0422x2 + 0,2291x + 14,8 R = 0,0748 6,78

    G1 y = -0,2286x2 + 2,1259x + 12,233 R = 0,5175 5,70

    G2 y = -0,2746x2 + 2,9023x + 8,5333 R = 0,9014 3,88

    G3 y = -0,155x2 + 2,1104x + 9,8333 R = 0,4621 10,02

    G4 y = -0,2449x2 + 2,5248x + 9,4 R = 0,6794 6,59

    Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan tingkat kekuningan pada

    buah potong melon terbesar yaitu terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible

    coating dengan dengan variasi sorbitol 2% (G2) yaitu R = 0,9014, hal ini

    menunjukkan kedekatan yang sangat besar antara nilai b(+) terhadap variabel waktu

    dengan hasil observasi dan prediksi. Persamaan matematis yang diperoleh dapat

    digunakan untuk menghitung penurunan atau perubahan nilai b(+) selama

    penyimpanan seperti pada Tabel 13.

    Tabel 14. Laju perubahan dan titik puncak warna kuning melon.

    Perlakuan dY/dX Titik puncak

    Kenaikan Penurunan Hari ke-

    G0 0,1447 -0,2773 1,36

    G1 1,94302 - -

    G2 1,8039 -0,9421 2,64

    G3 1,1804 -0,3696 3,40

    G4 1,5452 -0,9038 2,58

    Kenaikan warna kuning terkecil pada melon yaitu pada perlakuan G0 sebesar

    0,1447 hingga mencapai titik puncaknya. Sedangkan untuk mencapai titik puncak

    terlamanya yaitu pada perlakuan G3 dengan variasi sorbitol 2,5%. Nilai kekuningan

    atau b(+) mengalami peningkatan tiap harinya ini dapat disebabkan karena buah

    mengalami proses kematangan.

  • 51

    F. Uji organoleptik

    Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen

    terhadap umur simpan buah potong melon yang dilapisi edibel coating berdasarkan

    penilaian panelis dengan tiga parameter mutu yaitu warna, tekstur dan rasa. Panelis

    yang dijadikan sampel berjumlah 15 orang.

    1. Warna

    Warna merupakan kriteria penting penerimaan konsumen terhadap suatu

    produk. Grafik uji warna buah potong melon selama penyimpanan disajikan pada

    Gambar 23 dan data nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 12.

    Gambar 23. Uji organoleptik warna buah potong melon

    Dari Gambar 23 terlihat bahwa penilaian untuk warna buah potong melon

    keseluruhan meningkat selama penyimpanan. Untuk perubahan warna pada

    buah potong melon kontrol, terlihat lebih rendah daripada buah potong melon

    yang dilapisi edible coating tiap harinya. Pada hari ke-0 dan hari ke-8 perlakuan

    G1 memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 2,73 dan 3,46 dengan kriteria warna

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

    0 2 4 6 8

    War

    na

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 52

    buah melon agak hijau hingga hijau dan hari ke-2, 4 dan 6 pada perlakuan G4

    memilki nilai tertinggi yang diberikan panelis yaitu dengan nilai 3,40 sampai

    3,93 dengan kriteria dari agak hijau hingga agak kuning. Berdasarkan Lampiran

    14 diperoleh bahwa rata-rata terbesar diperoleh pada buah potong melon

    dengan konsentrasi sorbitol 3% yaitu 3,60 dengan kriteria dari agak hijau

    hingga agak kuning. Hal ini menujukkan bahwa pemberian edible coating

    dengan variasi sorbitol 3% ternyata dapat mempertahankan warna buah potong

    melon sebagaimana buah segarnya. Pada penelitian Alsuhendra (2011)

    menunjukkan hal yang senada dimana panelis memberikan nilai yang paling

    tinggi untuk buah potong melon dan stroberi yang dilapisi edible coating

    dengan variasi sorbitol tertinggi yaitu 2% dengan spesifikasi warna cerah.

    2. Tekstur

    Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa buah potong melon kontrol

    dinilai paling rendah dibandingkan buah potong yang dilapisi edible coating.

    Grafik uji tekstur buah potong melon selama penyimpanan disajikan pada Gambar

    24 dan data nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 12.

  • 53

    Gambar 24. Uji organoleptik tekstur buah potong melon

    Penilaian panelis pada hari ke-0 dan ke-8 perlakuan G1 dan G3 memiliki

    nilai yang lebih tinggi yaitu 3,13 dan 3,60 dengan kriteria tekstur buah melon

    agak lunak dan agak keras, hari ke-2 pada perlakuan G2 juga memilki nilai

    tertinggi yang diberikan panelis yaitu dengan nilai 3,87 dengan kriteria agak

    keras dan pada hari ke-4 dan ke-6 pada perlakuan G3 memilki nilai tertinggi

    yang diberikan panelis yaitu dengan nilai 3,8 dengan kriteria agak keras.

    Berdasarkan Lampiran 12 diperoleh bahwa rata-rata terbesar diperoleh pada

    buah potong melon dengan konsentrasi sorbitol 2,5% yaitu 3,71 dengan kriteria

    agak keras. Hal ini menujukkan bahwa pemberian edible coating dengan variasi

    sorbitol 2,5% ternyata dapat mempertahankan tekstur buah potong melon

    sebagaimana buah segarnya. Hasil penilaian panelis pada penelitian Alsuhendra

    (2011), menunjukkan bahwa buah potong kontrol baik stroberi maupun melon

    dinilai paling rendah oleh panelis atau memiliki tekstur yang lunak. Sedangkan

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

    0 2 4 6 8

    Tek

    stur

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 54

    panelis memberi nilai yang tinggi pada buah potong melon dengan perlakuan

    yang diberi sorbitol paling banyak dengan kriteria tekstur antara agak keras.

    3. Rasa

    Pada penilaian mutu rasa buah potong melon, panelis diminta untuk

    menilai rasa dengan menggunakan 5 skala. Skala mutu tersebut adalah 1 (agak

    asam), 2 (netral), 3 (agak manis), 4 (manis) dan 5 (sangat manis). Grafik uji rasa

    buah potong melon selama penyimpanan disajikan pada Gambar 18 dan data nilai

    organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 25.

    Gambar 25. Uji organoleptik rasa buah potong melon

    Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa penialai panelis pada hari

    ke-0 dan ke-4 pada perlakuan G0 memiliki nilai tertinggi yaitu 3,53 dan 3,07

    dengan kriteria warna agak manis hingga manis. Pada hari ke-2 dan hari ke-6

    sampai ke-8 perlakuan G4 memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 3,27.

    Berdasarkan Lampiran 12 diperoleh bahwa rata-rata terbesar diperoleh pada

    buah potong melon dengan konsentrasi sorbitol 3% yaitu 3,18 dengan kriteria

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    0 2 4 6 8

    Ras

    a

    Hari Ke-

    G0 G1 G2 G3 G4

  • 55

    agak manis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian edible coating dengan

    variasi sorbitol 3% ternyata dapat mempertahankan rasa buah potong melon

    sebagaimana buah segarnya. Berdasarkan hasil penilaian panelis pada

    penelitian Alsuhendra (2011), rasa buah potong stroberi dan melon yang diberi

    edible coating lebih baik dibandingkan dengan rasa buah potong kontrol.

    Dimana panelis menilai rasa pada buah potong stroberi dan melon kontrol

    adalah spesifik buah mulai berkurang dan mulai muncul rasa asam.

  • 56

    G. Pembahasan Umum

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan edible coating berbasis

    pati talas pada buat terolah minimal melon dengan variasi sorbitol berpengaruh

    sangat nyata terhadap nilai susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan

    warna pada buah melon, hal ini menunjukkan dengan adanyanya pelapisan

    edible coating dapat mempengaruhi nilai susut bobot, kekerasan, total padatan

    terlarut dan juga warna. Namun penggunaan edible coating dengan variasi

    sorbitol pada buah melon ini tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air

    pada buah melon terolah minimal, karena nilai kadar air pada buah melon yang

    dilapisi edible coating tidak mengalami perbedaan antara buah yang tidak

    dilapisi dengan buah yang diberi edible coating.

    Buah melon terolah minimal yang dilapisi edible coating dengan variasi

    sorbitol 3 % memiliki nilai kekerasan dan total padatan terlarut yang tertinggi.

    Untuk nilai kecerahan dan nilai kehijauan pada buah melon yang dilapisi edible

    coating dengan variasi sorbitol 2,5% jauh lebih baik digunakan dibandingkan

    dengan penambahan sorbitol dengan konsentrasi lainnya, sedangkan untuk nilai

    kekuningan pada buah melon yang dilapisi edible coating dengan variasi

    sorbitol 2%.

    Analisis secara grafis laju perubahan parameter mutu buah melon selama

    masa penyimpanan menunjukkan laju penurunan tingkat kekerasan dan kecerahan

    pada buah melon yang terkecil terjadi pada buah melon yang tidak dilapisi edible

    coating dan peningkatan laju untuk nilai warna kekuningan juga terjadi pada buah

    melon yang tidak dilapisi edible coating. Peningkatan susut bobot buah melon yang

  • 57

    terkecil terjadi pada buah yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5%.

    Penurunan laju perubahan mutu terkecil untuk kadar air dan total padatan terlarut

    terjadi pada buah melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5%

    serta penurunan terkecil untuk nilai wana kehijauan terjadi pada buah melon yang

    dilapisi dengan variasi sorbitol 3%.

    Tingkat penerimaan konsumen terhadap umur simpan buah potong melon

    yang dilapisi edibel coating berdasarkan penilaian panelis dengan tiga parameter

    mutu, yaitu warna, tekstur dan rasa. Dari ketiga parameter mutu diperoleh untuk

    pelapisan dengan variasi sorbitol 2,5% (G3) dan 3% (G4) memiliki tingkat

    penerimaan konsumen yang tinggi. Untuk uji organoleptik warna dan rasa yaitu

    dengan kriteria warna hijau kekuningan dan rasa agak manis yaitu dengan variasi

    sorbitol 3%. Sedangkan untuk nilai uji organoleptik tekstur pelapisan buah potong

    melon dengan variasi sorbitol 2,5% yaitu dengan kriteria tekstur agak keras.

  • 58

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    1. Pelapiasan edible coating berbasis pati talas pada buah melon terolah minimal

    dengan variasi sorbitol sebagai plasticizer berpengaruh nyata terhadap susut

    bobot, kekerasan, total padatan terlarut dan warna, tetapi tidak berpengaruh

    nyata terhadap kadar air buah potong melon selama penyimpanan.

    2. Konsentrasi sorbitol sebagai plasticizer yang paling baik dalam pembuatan

    edible coating untuk mempertahankan susut bobot yaitu dengan konsentrasi

    1,5%; kekerasan yaitu dengan konsentrasi 3%; total padatan terlarut yaitu

    dengan konsentrasi sorbitol 2%; L kecerahan melon yaitu dengan konsentrasi

    2,5%; nilai a- (kehijauan) yaitu dengan konsentrasi 2,5%; dan untuk nilai b+

    (kekuningan) yaitu dengan konsentrasi 2%.

    3. Tingkat penerimaan konsumen pada buah potong melon yang dilapisi edible

    coating menunjukkan bahwa untuk pelapisan dengan variasi sorbitol 3%

    mempunyai nilai yang tinggi untuk uji organoleptik warna dan rasa yaitu

    dengan kriteria warna hijau kekuningan dan rasa agak manis. Sedangkan untuk

    nilai uji organoleptik tekstur pelapisan buah potong melon dengan variasi

    sorbitol 2,5 memiliki tingkat penerimaan konsumen yang tinggi yaitu dengan

    kriteria tekstur agak keras.

  • 59

    B. Saran

    Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pelapis yang terbaik dengan

    menggunakan sumber pati yang berbeda selain talas atau menggunakan bahan lain

    selain pati untuk pembuatan edible coating sebagai bahan dasarnya atau

    penambahan bahan seperti senyawa lipid karena dapat mengurangi sifat hidrofilik

    pati yang tidak dapat menghambat kehilangan kadar air atau kitosan yang memilki

    sifat anti mikroba untuk memperbaiki karakteristik dari pati dan juga penggunaan

    plastizicer jenis lainnya, karena di Indonesia sendiri sudah cukup banyak penelitian

    mengenai edible coating namun kurang dikembangkan. Padahal dengan

    meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan alami termasuk

    pengawet, penggunaan edible coating ini dapat semakin tinggi karena semakin

    banyak produk terolah minimal yang dijual di pasar.

  • 60

    DAFTAR PUSTAKA

    Alsuhendra, Ridawati dan Agus Imam. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating

    Terhadap Susut Bobot, p H, dan Karakteristik Organoleptik Buah Potong

    Pada Penyajian Hidangan Dessert. Jurnal Fakultas Teknik Universitas Negeri

    Jakarta. Baeza, R. 2007. Comparison of Technologies to Control the Physiological,

    Biochemical and Nutritional Changes of Fresh-cut Fruit. Report. Food

    Science Graduate Program College of Agriculture, Kansan State University.

    Manhattan, Kansas. Budaraga, I. K. 1998. Pengkajian respirasi Buah Mangga dan Salak Terolah

    Minimal Selama Penyimpanan. Thesis Magister. Program Teknologi Pasca

    Panen, IPB, Bogor. Budi, B. Santoso dan Bambang S.P. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen

    Tanaman Hortikultura. Eastern University Project Indonesia Australia

    AusAID. Embuscado, M. d

    an Kerry C. H. 2009. Edible Films And Coatings For Food Applications. Springer. Fennema, O. 1996. Food Chemistry. Third Edition. New York. Chemical

    Publishing Company Inc. Garcia, N.L. 2011. Effect of glycerol on the morphology of nanocomposites made

    from thermoplastic starch and starch nanocrystals. Carbohydrate Polymers

    coating krom wheat and corn proteins. Food Technol. Gennadios, A. and Weller C. L. 1990. Edible Films and Coating from Wheat and

    Corn Proteins. J Food Tecnol. 44(10) : 63-69. Harahap, A. P. 2009. Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel dari Pati Ubi

    Kayu dengan Penambahan Sorbitol sebagai Zat Pemlastis. Skripsi. Fakultas

    Pertanian Universitas Sumatera Utara.

    Hartuti, N. 2006. Penanganan Segar pada Penyimpanan Tomat Dengan Pelapisan

    Lilin untuk Memperpanjang Masa Simpan. Balai Penelitian Tanama Sayuran.

    Bandung. Hasanah, U. 2009. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya sebagai Edible Coating untuk

    Memperpanjang Umur Simpan Paprika (Capcisum annum var. Sunny).

    Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hidayah, N.N. 2009. Sifat Optik Buah Jambu Biji (Psidium Guajava) ang Disimpan

    Dalam Toples Plastik Menggunakan Spektrofotometer Reflektans Uv-Vis.

  • 61

    Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Julianti, E. dan M. Nurminah. 2007. Buku Ajar Teknologi Pengemasan.

    Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas pertanian, Universitas Sumatra

    Utara. Kester, J. J. and O. R. Fennema. 1989. Edible Film and Coating : A review. Food

    Technology. 40(12) : 47-59. Krochta, J. M. 1992. Edible Coating and Film to Improve food Quality. Technomic

    Publ. Co. Inc. Pennsylvania, USA. Latifah. 2009. Pengaruh Edible Coating Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.)

    Terhadap Perubahan Warna Apel Potong Segar (Fresh-Cut Apple). Skripsi.

    Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Lehninger, A.L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publ. Inc. London. Mardiana, K. 2008. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya Sebagai Edible Coating Buah

    Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.). Skripsi. Fakultas Teknologi

    Pertanian IPB. Bogor. Miskiyah, Widaningrum dan C. Winarti . 2011. Aplikasi Edible Coating Berbasis

    Pati Sagu dengan Penambahan Vitamin C pada Paprika : Preferensi

    Konsumen dan Mutu Mikrobiologi. J. Hort. 21(1) : 68-76. Paramawati, R. 2001. Penentuan Komposisi Atsmosfer Penyimpanan Suhu Salak

    Segar Terbungkus Lapis Edibel. Thesis Magister. Program Studi Teknologu

    Pasca Panen. IPB, Bogor. Park, H. J. 2002. Edible coatings for fruits dalam Fruit and vegetable processing,

    Improving quality, ed. Wim Jongen, CRC Press, Boca Raton. Prihatman, K. 2010. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). Jakarta. Deputi

    Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan

    dan Teknologi. Pudjaatmaka, A. H. 2002. Kamus Kimia. PT Balai Pustaka, Jakarta.

    Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.

    Penebar Swadaya, Jakarta. Qanytah. 2004. Kajian Perubahan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

    dengan Perlakuan Precooling dan Penggunaan Giberelin Selama

    Penyimpanan. Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Rahmawati, W., Yovita, A.K. dan N. Aryanti. 2012. Karakteristik Pati Talas

    (Colocasia Esculenta (L.) Schott) Sebagai Alternatif Sumber Pati Industri

    Di Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1(1) :347-351.

  • 62

    Rolle, R. S. and G. W. Chism. 1987. Physiological consequences of minimally

    processed fruits and vegetable. J. Food Quality. 10(3): 157-1678.

    Rudito. 2005. Perlakuan Komposisi Gelatin dan Asam Sitrat Dalam Edible Coating

    yang Mengandung Gliserol Pada Penyimpsnsn Tomat. Program Studi

    Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. Politeknik Pertanian Negeri

    Samarinda. Rukmana, R. 1994. Budidaya Melon Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. Santoso, B. D., et al. 2004. Kajian Teknologi Edible Coating dari Pati dan

    Aplikasinya untuk Pengemas Primer Lempok Durian.J. Teknol. Dan Industri

    Pangan. 15(3):239-252. Septiana, Eveline. (2009). Formulasi dan Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati

    Pagu dengan Penambahan Minyak Sereh Pada Paprika (Capsium nnuum var

    athena). Skripsi. Fakultas Teknologi, Pertanian Institut Pertanian Bogor. Shewfelt, R. L. 1987. Quality of minimally processed fruits and vegetables. Food

    Quality. 10(3): 143-156. Siswanto. 2010. Meningkatkan Kadar Gula Melon. Program Studi Agroteknologi

    Fakultas Pertanian. UPN Veteran, Jawa Timur. Widyaningsih, S. et al. 2012. Pengaruh Penambahan Sorbitol Dan Kalsium

    Karbonat Terhadap Karakteristik Dan Sifat Biodegradasi Film Dari Pati Kulit

    PIsang. Molekul. 7(1) : 69-81. Winarno F. G. dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepaspanen. Jakarta. Sastra Hudaya. Winarno, F. G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarti, Christina., et la. 2012. Teknologi Produksi Dan Aplikasi Pengemas Edible

    Coating Antimikroba Berbasis Pati. J. Litbang Pert. Vol 31 No. 3 september

    2012 : 85-93. Wittaya, T. 2013. Influence of Type and Concentration of Plasticizers On the

    Properties of Edible Film From Mung Bean Proteins. KMITL Science and

    Technology Journal vol 13, no.1.

  • 63

    Lampiran 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian.

    Pembuatan pati talas sebagai bahan dasar edible coating

    Penentuan konsentrasi pati dan CMC untuk edible coating

    Pati 1% (b/v)

    CMC 0,5%

    (b/v)

    Pati 1% (b/v)

    CMC 1%

    (b/v)

    Pati 2% (b/v)

    CMC 0,5%

    (b/v)

    Pati 2% (b/v)

    CMC 1%

    (b/v)

    Penilaian kenampakan secara subjektif terhadap viskositas

    (tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer)

    Konsentrasi

    pati dan CMC

    yang

    diinginkan

    Pembuatan larutan edible coating

    Penambahan

    sorbitol 1,5%

    (v/v)

    Penambahan

    sorbitol 2%

    (v/v)

    Penambahan

    sorbitol 2,5%

    (v/v)

    Penambahan

    sorbitol 3%

    (v/v)

    Kontrol

    Kadar air Susut bobot Tekstur Warna Total padatan terlarut

  • 64

    Lampiran 2. Diagram alir pembuatan pati talas.

    Talas segar dan

    bersih

    Disortasi

    Dicuci bersih

    Dipotong-potong

    Diblender Air

    Diperas

    Disaring dengan kain

    Disortasi Ampas

    Diendapkan selama 12 jam

    Pati talas basah

    Dikeringkan dengan oven 40oC

    Pati talas kering kasar

    Digiling

    Diayak dengan pengayak 100 mesh

    Pati talas kering

  • 65

    Lampiran 3. Diagram alir pembuatan larutan edible coating (Latifah, 2009).

    Pati (2 gram)

    Diaduk manual menggunakan gelas pengaduk

    Diaduk dengan magnetic stirrer skala 8 selama 15 menit

    CMC (1 gram)

    gram)

    Air destilata (197 ml)

    Dipanaskan sampai suhu 85oC, sambil diaduk

    Degassing dengan pompa vakum sampai tidak ada gelembung lagi

    Gliserol 15% (v/b

    pati)

    Larutan edible coating

  • 66

    Lampiran 4. Diagram alir pembuatan larutan edible coating modifikasi.

    Pati

    Diaduk menggunakan mixer skala 1

    CMC Akuades

    Sorbitol

    Dipanaskan sampai suhu 85oC, sambil diaduk dengan magnetic stirrer

    Larutan edible coating

  • 67

    Lampiran 5. Data susut bobot melon selama penyimpanan.

    Tabel 15. Data pengamatan susut bobot

    kode sampel m cawan m awal + cawan m akhir + cawan susut bobot

    G0T0 2,64 65,9 65,9 0

    G1T0 3,03 49,58 49,58 0

    G2T0 3,01 49,27 49,27 0

    G3T0 3,02 47,05 47,05 0

    G4T0 2,89 48,81 48,81 0

    G0T2 2,91 59,75 57,52 3,732217573

    G1T2 3 51,89 49,85 3,931393332

    G2T2 2,71 48,41 46,41 4,131377815

    G3T2 2,73 32,83 31,62 3,685653366

    G4T2 2,8 50,53 48,6 3,81951316

    G0T4 3,04 57,83 54,32 6,069514093

    G1T4 3,08 48,85 46,6 4,60593654

    G2T4 2,72 53,56 50,11 6,44137416

    G3T4 3,24 37,99 34,78 8,449591998

    G4T4 2,77 46,31 43,71 5,614338156

    G0T6 2,98 66,3 61,94 6,576168929

    G1T6 2,98 56,52 51,73 8,47487615

    G2T6 3,02 56,04 51,69 7,762312634

    G3T6 3,04 36,51 32,14 11,96932347

    G4T6 3,13 50,38 46,75 7,205240175

    G0T8 3,12 58,73 52,59 10,45462285

    G1T8 2,96 60,52 55,05 9,038334435

    G2T8 2,87 56,79 51,2 9,843282268

    G3T8 2,97 39,22 33,44 14,73737889

    G4T8 3,11 50,79 45,39 10,63201418

    jumlah 73,77 1280,36 1206,05 147,1744642

    rata-rata 2,9508 51,2144 48,242 5,886978567

  • 68

    Lampiran 6. Data kadar air melon selama penyimpanan.

    Tabel 16. Data pengamatan kadar air melon selama penyimpanan

    KODE

    SAMPEL

    KA

    RATA2 JUMLAH A B C

    G0T0 91,42293507 91,53666441 90,04559271 91,00173073 273,0051922

    G1T0 92,66603169 92,76280468 92,98882682 92,80588773 278,4176632

    G2T0 92,14896215 92,9373147 92,7853512 92,62387602 277,8716281

    G3T0 93,25158786 92,96594547 92,87341872 93,03031735 279,0909521

    G4T0 91,48776299 92,1043714 91,2286538 91,6069294 274,8207882

    G0T2 93,99530884 94,49606862 93,90720058 94,13285935 282,398578

    G1T2 94,38285842 95,8325368 73,03513475 87,750176