proposal tesis harviyaddin mulsa & nitrogen melon 2011

51

Upload: jumard-bio-sbk

Post on 07-Aug-2015

1.288 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011
Page 2: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

i

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BERBAGAI JENIS MULSA DAN

DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI TANAMAN MELON (Cucumis melo L.)

O l e h :

HARVIYADDIN

NIM. G2A1 011 007

PROGRAM STUDI AGRONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2012

Page 3: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Berbagai Jenis Mulsa dan Dosis Pupuk Nitrogen

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon

(Cucumis melo L.)

Nama Mahasiswa : Harviyaddin

NIM : G2A1011007

Program Studi : Agronomi

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Sc.Agr. Ir. H. La Karimuna, M.Sc

Ketua

Dr. Ir. La Ode Safuan, M.P.

Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi Agronomi,

Dr. Ir. Suaib, M.Sc.Agric.

NIP. 19571007 198303 1 002

Page 4: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu komoditas buah semusim

dari famili Cucurbitaceae. Buah ini populer sebagai juice dan kudapan karena

keunggulan rasa, warna daging bervariasi, bergizi, dan kadar air yang tinggi. Buah

dan biji melon penting bagi kesehatan sebagai sumber vitamin A, vitamin C dan

besi. Perdagangan melon prospektif, ekonomis, dan digemari masyarakat

Sulawesi Tenggara dibandingkan dengan buah lain dari famili Cucurbitaceae.

Sulawesi Tenggara pada Tahun 2010 memproduksi melon sebesar 8,3 ton

(BPS Sultra, 2011) sedangkan Tahun 2011 tidak terdapat laporan data produksi

padahal kebutuhan pasar cukup tinggi sehingga pedagang buah masih

mendatangkannya dari daerah lain. Kekurangan stock melon disebabkan produksi

buah yang rendah, berukuran kecil, dan cita rasa manis yang rendah. Masalah

utama adalah pemilihan jenis melon yang cocok dan metode budidaya seperti

pemulsaan dan pemupukan yang belum tepat. Peningkatan produksi buah yang

berkualitas dapat dilakukan melalui perluasan areal tanam dan perakitan

agroteknologi tepat guna.

Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya lahan yang luas untuk

mendukung pembangunan pertanian nasional khususnya pengembangan tanaman

melon seluas 182.377 ha (BPS Sultra, 2011), tetapi lahan pertanian tersebut,

didominasi oleh tanah Ultisol dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Tanah

ini mengandung Nitrogen (N), Phosfor (P), dan Kalium (K) tersedia yang rendah

karena didominasi kation basa seperti Al, Fe, dan Mn yang dapat meracuni

Page 5: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

2

tanaman, serta kapasitas tanah menahan air yang rendah. Peningkatan produksi

tanaman melon di Sulawesi Tenggara sensitif terhadap kahat N dan kelembaban

tanah yang rendah. Hara N cenderung mobile dalam tanah yaitu mudah

mengalami pencucian hara (leaching), menguap (volatilitation), dan denitrifikasi

akibat terpaan curah hujan dan radiasi pada permukaan tanah bahkan terbawa saat

panen. Curah hujan rendah dan tingginya radiasi surya menyebabkan evaporasi

yang tinggi sehingga kelembaban tanah yang rendah. Strategi agroteknologi untuk

menjaga air dan mengelola N dalam tanah agar tidak mudah menguap adalah

pemulsaan.

Mulsa berperan penting dalam menjaga ketersediaan air tanah bagi

tanaman. Ketersediaan air bagi tanaman sangat mutlak karena merupakan

komponen utama tanaman dan pelarut hara. Mulsa adalah materi yang

ditambahkan pada permukaan tanah untuk melindunginya dari curah hujan dan

radiasi surya yang berlebihan agar menjaga air, mengendalikan fluktuasi suhu,

mempertahankan aerasi, dan hara. Pemulsaan yang tepat dapat mempertahankan

kelembaban tanah, mengendalikan erosi, aliran permukaan, dan evaporasi

sehingga mengurangi pencucian hara dan volatilisasi NH3. Pemulsaan yang tidak

tepat dapat menyebabkan tanah basah dan tergenang sehingga memicu serangan

penyakit, akar menjadi busuk, meningkatkan denitrifikasi, dan ketersediaan hara

mikro menjadi rendah. Pemulsaan yang tepat dapat mendukung pertumbuhan dan

produksi tanaman melalui konservasi air dan hara yang optimal melalui

sedangkan pemulsaan yang tidak tepat dapat merugikan tanaman.

Page 6: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

3

Pemilihan mulsa perlu mempertimbangkan karakteristik lahan, tehnik

budidaya, dan tanaman. Mulsa mempengaruhi fluktuasi suhu, tingkat kelembaban

tanah, besarnya kehilangan N melalui pencucian hara, volatilisasi NH3, dan

denitrifikasi yang ditentukan oleh jenis, jumlah, dan kualitasnya. Banyak hasil

penelitian yang menegaskan bahwa status hara tanaman dipengaruhi interaksi

kultivar dan kombinasi metode budidaya. Majkowska-Gadomska (2009)

melaporkan bahwa interaksi melon var. Seledyn F1 dan kombinasi mulsa dengan

penutup non-moven polypropylene menghasilkan rasio Ca : mg dan Ca : P

masing-masing 3,12 dan 1,94 lebih tinggi dibandingkan interaksi varietas dan

kombinasi teknik budidaya lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemulsaan

mempengaruhi status hara tanaman sedangkan pemupukan berimplikasi pada

pertumbuhan dan produksi tanaman.

Pemupukan N pada tanah Ultisol sering tidak efektif karena disamping

kelembaban tanah yang rendah, bereaksi masam, pemupukan dalam jumlah besar

dapat menganggu keseimbangan dan mengurangi serapan hara lain sedangkan

dalam jumlah kecil menyebabkan defisiensi N. Pemupukan N dalam jumlah besar

dapat meningkatkan kemasaman, merangsang keracunan Al, penjenuhan basa

rendah, defisiensi hara makro dan mikro. Pengasaman dapat mempengaruhi

ketersediaan hara dan aktivitas biologis di sekitar akar. Tanaman menyerap N

berupa NH₄⁺ atau NO₃

⁻, ketika penyerapan NH₄⁺ maka akar melepaskan H⁺

sehingga cenderung masam sedangkan penyerapan NO₃⁻ maka akar melepaskan

OH- yang menyebabkan tanah cenderung basa. Perubahan NH₄⁺ menjadi NO₃

- oleh

mikroorganisme merupakan sumber kemasaman. Penurunan pH meningkatkan

Page 7: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

4

kelarutan Al, Fe, dan Mn yang dapat memfiksasi P sehingga tidak tersedia bagi

tanaman. Interaksi hara tanah di atas cenderung antagonistik, penyerapan NH4+

menurunkan pengambilan kation lain seperti Ca2+, Mg2+, dan K+ sambil

meningkatkan penyerapan H2PO4-, SO4

2-, dan Cl-. Penyerapan NO3- menurunkan

pengambilan anion lainnya. Kondisi tersebut merugikan tanaman.

Nitrogen sangat vital bagi tanaman karena sebagai salah satu komponen

DNA, RNA, asam amino, dan klorofil. Kelebihan N pada tanaman mengakibatkan

fase vegetatif lebih giat dibandingkan fase generatif dimana pembentukan cabang,

batang, dan daun tidak porporsional serta rentan rebah dan serangan penyakit.

Kekurangan N pada fase vegetatif dapat mengalami pertumbuhan yang kerdil dan

sistem perakaran yang terbatas, daun menjadi kuning atau hijau kekuningan dan

cenderung mudah gugur. Kekurangan N pada fase generatif berimplikasi pada

pertumbuhan buah tidak sempurna, kadar protein, dan serat daun yang rendah

sehingga mempengaruhi ukuran, warna, serta total padatan terlarut buah.

Kelebihan dan kekurangan N dapat diatur dan dipenuhi melalui

pemupukan. Pemupukan tepat dosis merupakan dasar kesehatan tanaman dan

tanah untuk mengganti pengambilan hara dan menghindari gangguan serapan hara

serta mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal. Penelitian

terbaru saat ini telah diarahkan mengevaluasi dampak penerapan N pada kualitas

buah. Castelanos et al. (2011) melaporkan bahwa melon var. Sancho pada tanah

Alfisol yang diberikan N 93 kg ha-1 mengurangi produksi buah 21%, pemupukan

N dosis 393 kg ha-1 diperoleh pertumbuhan vegetatif tertinggi sedangkan dosis

optimum diperoleh pada kisaran 90-100 kg ha-1.

Page 8: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

5

Pemupukan N harus mempertimbangkan jenis mulsa agar pemupukan

lebih efektif dan efisien sehingga diperlukan rekomendasi pemupukan spesifik

jenis mulsa. Rekomendasi ini belum dipublikasikan dan dikembangkan di

Sulawesi Tenggara terutama pada tanaman melon yang memiliki nilai ekonomi

tinggi. Fokus penelitian ini adalah mengkaji rekomendasi pemupukan N pada

jenis mulsa yang berbeda pada tanaman melon.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat interaksi pemberian berbagai jenis mulsa dengan berbagai

dosis pupuk N terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon,

2. Berapakah dosis pemupukan N yang optimal pada berbagai jenis mulsa dalam

pertumbuhan dan produksi tanaman melon,

3. Apakah pemberian berbagai jenis mulsa dapat memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon, dan

4. Apakah pemberian berbagai dosis pupuk N dapat memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengkaji pengaruh interaksi pemberian berbagai jenis mulsa dan berbagai

dosis pupuk N terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon,

2. Mempelajari pengaruh dosis pupuk N optimal pada berbagai jenis mulsa

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon.

Page 9: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

6

3. Mempelajari pengaruh jenis mulsa yang ideal terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman melon dan

4. Mempelajari pengaruh dosis pupuk N terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman melon.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai bahan referensi penelitian lanjutan yang

berkaitan dengan pemakaian dosis pupuk N pada jenis mulsa yang berbeda untuk

pertumbuhan dan produksi tanaman melon yang optimal. Hasil penelitian dapat

digunakan sebagai acuan pemakaian pemupukan N berdasarkan jenis mulsa pada

tanaman melon oleh petani yang berada di sekitar areal penelitian.

Page 10: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik dan Agroekologi Melon

1. Karakteristik Melon

Melon merupakan salah satu spesies penting Cucurbitaceae. Famili ini

terdiri atas 130 genus dan lebih dari 800 spesies (Dhiman et al., 2012). Genus

Cucumis memiliki lebih dari 50 spesies (Short dan Cowie, 2011), bahkan semakin

tahun terus ditemukan berbagai spesies liar. Jumlah kromosom melon adalah 2n

= 2x = 24 (Garcia-Mas et al., 2012). Melon merupakan tanaman C3 (Watson dan

Dallwitz, 2012) yang menghendaki kondisi suhu sejuk dan lembab sampai kondisi

panas dan lembab.

Melon sangat populer dalam genus Cucumis. Kultivar melon yang

populer di Indonesia, yaitu Cucumis melo var. Reticulatus (musk Melon) Cucumis

melo var. Cantaloupensis (cantaloupe) dan Cucumis melo var. Inodorus (casaba-

melon) (Awaludin, 2009). Wang et al. (2007) mengelompokan dalam 6 (enam)

grup yaitu cantalupensis (cantaloupe), inodorus (winter melon), flexuosus (snake

melon), conomon (pickling melon), dudaim (pomegranate melon) dan momordica

(snap melon). Perbedaan karakteristik dikelompokkan atas jala kulit buah, daya

simpan buah, dan tekstur daging.

Melon dikenal sebagai tanaman semusim (annual) berbentuk terna yang

menjalar baik di atas tanah (Tepner, 2004; Short dan Cowie, 2011) maupun ajir.

Ajir untuk efisiensi ruang tumbuh. Sistem perakaran menyebar tetapi tidak dalam.

Perkembangan akar ke arah horizontal lebih cepat, cabang akar dan rambut akar

menyebar ke segala arah oleh karena disamping memiliki akar tunggang juga

Page 11: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

8

diperkuat dengan akar primer, sekunder, dan tersier (Awaludin, 2009). Daya

jelajah akar tergantung pada kultivar. Cucumis melo ret, maksimum kedalaman

perakaran 135 cm, akan tetapi efektif pada kedalaman perakaran dan penyebaran

lateral masing-masing 60 dan 450 cm. Cucumis pepo L, memiliki kedalaman

perakaran maksimum 180 cm, bekerja pada kedalaman perakaran dan penyebaran

lateral masing-masing 120 dan 500 cm (Rechcigl, 1982). Arsitektur akar penting

untuk produktivitas tanaman daerah kering. Pentingnya arsitektur berhubungan

dengan kemampuan tanaman untuk pemanfaatan optimalisasi sumber hara dan air.

Melon bercabang banyak, batang hijau kebiruan (Kristianingsih, 2010)

berwarna hijau muda, berbentuk segi lima, berbulu halus, serta ruas sebagai

tempat muncul tunas, daun, dan buah. Batang memiliki alat pemegang (pilin)

(Kristianingsih, 2010) atau sulur pembelit (Awaludin, 2009) untuk merambat atau

menjalar (Jett, 2006) yang merupakan hasil modifikasi batang.

Melon memiliki warna daun hijau dengan permukaan berbulu, bentuk

lebar menjari agak pendek dengan lima sudut, tersusun berselang-seling pada ruas

batang (IPGRI, 2003). Warna hijau disebabkan zat hijau daun yang dipengaruhi

oleh N. Hasil penelitian Rosmiyani (2010) menemukan nilai konstanta daun

melon var. Amanta F1 yang ditanam pada altitude 53 m dpl sebesar 0,79.

Konstanta daun penting digunakan dalam menghitung luas daun. Luas daun

menunjukkan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan radiasi surya dan

asimilasi CO2 untuk fotosintesis.

Melon berbunga pada ketiak daun. Melon berkelamin tunggal, berumah

satu (monoceous) artinya letak bunga jantan dan bunga betina terpisah tidak dalam

Page 12: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

9

satu bunga, akan tetapi masih dalam satu tanaman bahkan dalam satu cabang

tanaman (Jett, 2006; Relf dan McDaniel, 2009; Short dan Cowie, 2011). Melon

umumnya menyerbuk silang (cross pollinated crop). Penyerbukan dapat dibantu

lebah (Relf dan McDaniel, 2009) atau angin.

Melon berbuah bulat, oval, sampai lonjong (IPGRI, 2003; Short dan

Cowie, 2011). Tipe kulit buah yakni berjaring (net), berjaring tidak jelas, dan

halus tanpa tanda jaring. Melon memiliki kemampuan untuk tidak menguningkan

daging buah ketika sudah masak fisiologis. Ciri-ciri buah siap dipanen apabila

dipukul menimbulkan bunyi nyaring (Soedarya, 2010), sulur pada buah menjadi

mati atau mengeriting (Relf dan McDaniel, 2009). Melon mempunyai warna

daging buah yang bervariasi seperti kuning, merah muda, jingga, hijau, dan putih

(IPGRI, 2003), tergantung varietas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa melon

merupakan salah satu spesies ekonomis Cucurbitaceae. Karakteristik tanaman ini

adalah menghendaki kondisi sejuk dan lembab sampai kondisi panas dan lembab,

tumbuh merambat melalui sulur, bentuk buah bulat dan bobot buah dapat

mencapai 4 kg, serta memiliki kemampuan untuk tidak menguningkan daging

buah ketika sudah masak fisiologis.

Page 13: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

10

2. Agroekologi Melon

Melon berasal dari lembah Panas Persia atau daerah Mediterania yang

merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan tanaman asli Afrika

(Wang et al., 2007). Indonesia merupakan salah satu daerah persebaran melon

(IPGRI, 2003). Persebaran ke Indonesia karena kandungan gizi dan harga yang

relatif bersaing dengan buah impor lainnya. Daerah pengembangan di Indonesia

seperti Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten (Mayunar dan Subrata,

2008) sedangkan di Sulawesi Tenggara dikembangkan di Kabupaten Kolaka dan

Kota Kendari (BPS, 2011).

Melon dapat ditemukan pada daerah yang sangat kering dan berbatu

(IPGRI, 2003). Tanah yang baik untuk pertumbuhan seperti tanah Andosol atau

tanah liat berpasir (Sudaryono, 2005), tanah kering dan berpasir (Relf dan

McDaniel, 2009), serta tanah Ultisol dengan tekstur lempung berdebu (Husma,

2010; Rosmiyani, 2010). Karakteristik tanah berhubungan erat dengan

kemampuan melón berproduksi. Melon dapat berproduksi pada dataran rendah

bahkan pada dataran tinggi. Melon dapat berproduksi baik pada ketinggian 7

meter dari permukaan laut (m dpl) (Krestiani, 2009) sampai ketinggian 1.950

MDPL (Ekinci dan Dursun, 2005). Produksi melon pada dataran rendah dan

tinggi dibatasi suhu rendah sehingga perlu pemulsaan untuk meningkatkan suhu

tanah agar mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman.

Melon menghendaki sistem drainase yang baik untuk mendukung

pertumbuhan akar. Sistem drainase yang dikendaki adalah pada kondisi tanah

yang lembab akan tetapi tudak tergenang dengan suhu tanah yang tingi. Melon

Page 14: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

11

dapat tumbuh pada pH 6,0-6,8 (Jett, 2006), 5,5-7,0 (Everhart et al., 2009), dan

6,0-6,5 (Rosen and Fritz, 2009). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, melon

dapat beradaptasi dengan baik pada pH 5,5-7,0. Melon tidak tahan masam (pH

rendah), karena pada tanah masam, tanaman tumbuh kerdil, dan menghambat

pembungaan (Rosen and Fritz, 2009).

Melon membutuhkan iklim yang khas untuk pertumbuhan yang optimal

seperti suhu yang sejuk kering, curah hujan, dan radiasi surya. Melon dapat

tumbuh dengan suhu tanah 14,29-31,65˚C (Ekenci dan Dursun, 2009). Suhu tanah

yang rendah dan terlalu tinggi dapat merusak enzim serta menggangu

metabolisme tanaman. Suhu udara ideal untuk pertumbuhan berkisar 21,1-29,5˚C

(Relf dan McDaniel, 2009). Curah hujan yang ideal berkisar antara 150-250 mm

bulan-1 (Mayunar dan Subrata, 2008).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa melon

merupakan tanaman daerah panas dan kering. Melon menghendaki suhu tanah

relatif tinggi dan pH netral akan tetapi membutuhkan air yang relatif banyak untuk

optimalisasi pertumbuhan dan produksi. Sulawesi Tenggara dapat dijadikan

daerah perluasan areal tanam dan produksi yang berkualitas karena ketersediaan

lahan dan kemiripan agroekologi melon dengan daerah asalnya namun demikian

harus didukung aplikasi agroteknologi yang sesuai seperti kombinasi pemulsaan

dan pemupukan yang tepat.

Page 15: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

12

B. Pemulsaan

Mulsa (mulch) merupakan penutup tanah sebagai pelindung dengan

berbagai substansi seperti tanaman atau bahan kering organik atau batu untuk

mencegah penguapan, menjaga kelembaban, mengatur suhu tanah, dan

mengendalikan gulma (Miller dan Donahue, 1990; Reijntjes et al., 1992).

Pemulsaan merupakan teknik penting untuk memperbaiki iklim mikro tanaman,

meningkatkan kesuburan tanah, menjaga kelembabab tanah, mengurangi

pertumbuhan gulma, mencegah kerusakan akibat dampak radiasi surya dan curah

hujan, pengendalian erosi, dan aliran permukaan (Monde, 2010), serta mengurangi

kebutuhan pengolahan tanah (Reijntjes et al., 1992). Melon menghendaki kualitas

radiasi surya, suhu, dan kelembaban yang tepat untuk mendukung berbagai reaksi

fisiologi tanaman seperti halnya fotosintesis, respirasi, dan evapotranspirasi.

Komponen iklim mikro tersebut sangat penting dan mempengaruhi produksi serta

berkaitan dalam mewujudkan keadaan lingkungan optimal bagi tanaman.

1. Pengaruh Mulsa Terhadap Tanah dan Tanaman

Mulsa mempengaruhi sifat tanah baik langsung maupun tidak langsung

seperti air tanah; kontrol limpasan, peningkatan infiltrasi, mengurangi evaporasi,

dan pengendalian gulma, pengendalian suhu tanah; melindungi dari radiasi,

perangkap dan konduksi panas, dan nutrisi tanah; penambahan bahan organik,

nitrifikasi diferensial, dan kelarutan mineral; struktur tanah; sifat biologis tanah

melalui penambahan bahan organik, populasi mikroba dan fauna tanah, dan

distribusi akar tanaman; erodibilitas tanah, dan salinitas tanah melalui pencucian

Page 16: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

13

hara dan kontrol evaporasi (Unger, 1995). Daerah pertanian kering dengan

dominasi tanah Ultisol seperti Sulawesi Tenggara peran mulsa yang penting

seperti air, suhu, struktur, kadar air, dan salinitas tanah dalam mendukung

pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal.

Efektivitas mulsa alang-alang telah banyak diteliti. Pemberian mulsa

alang-alang lebih baik dibandingkan mulsa seresah jagung dan kacang tanah

dalam mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Muhammad Nur,

2000). Mulsa alang-alang juga dilaporkan efektif mengendalikan gulma tanaman

jagung (Nanu, 2003). Mulsa alang-alang memberikan pengaruh signifikan

terhadap land equivalen ratio (LER) tumpang sari jagung dan kacang hijau

(Diatmika, 2005). Menurut Fatmawati (2011), mikroba dan populasi fauna tanah

mengalami peningkatan dengan aplikasi mulsa dibandingkan tanpa mulsa pada

pertanaman terong (Solanum melongena L.). Berdasarkan uraian tersebut diatas,

mulsa alang-alang dapat mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman yang

optimal.

Pengarusutamaan teknologi dan mulsa dalam bidang pertanian mendorong

para pakar pertanian mulai mengembangkan penelitian mulsa anorganik. Tahun

1985 mulsa anorganik mulai diuji dan dikembangkan seperti mulsa plastik hitam,

plastik hitam perak, plastik bening, silver, dan mulsa warna lainnya (Decoteau,

2008). Mulsa sintesis seperti mulsa plastik hitam digunakan pada tanaman

ekonomi penting (Unger, 1995) seperti mengendalikan gulma strawberry (Johnson

dan Fennimore, 2005) meningkatkan refleksi photosyntentically actiev radiation

pada strawberry (Locascio et al., 2005), efisiensi pemanfaatan pupuk N bagi

Page 17: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

14

semangka (Goreta et al., 2005), dan melon (Kosterna et al., 2011). Mulsa plastik

warna hitam berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi serta mengendalikan

hama dan penyakit cabai (Aripin dan Lubis, 2000). Mulsa mempertahankan suhu

tanah dan melindungi kontak langsung buah dengan tanah.

Salman (2005) melaporkan bahwa mulsa plastik hitam memberikan

kelembaban tanah dan udara masing-masing 61,59 dan 51,68%, suhu tanah dan

udara masing-masing 28,79 dan 27,79˚C, radiasi intersep, radiasi transmisi, dan

radiasi absorpsi masing-masing 363,40, 119,62, dan 308,89 Cal cm-2 hari-1. Mulsa

alang-alang memberikan kelembaban tanah dan udara masing-masing 49,30 dan

66,77%, suhu tanah dan udara masing-masing 27,08 dan 26,34˚C, radiasi intersep,

radiasi transmisi, dan radiasi absorpsi masing-masing 365,79, 117,27 dan 310,89

Cal cm-2 hari-1. Mulsa plastik hitam menghasilkan kelembaban tanah, suhu tanah,

suhu udara, dan radiasi transmisi lebih tinggi dibandikan mulsa alang-alang.

Mulsa alang-alang menghasilkan kelembaban udara, radiasi intersep, dan absorpsi

lebih tinggi dari pada mulsa plastik hitam pada budidaya jagung.

Ekenci dan Dursun (2009) melaporkan bahwa mulsa plastik bening dan

mulsa plastik hitam meningkatkan suhu tanah masing-masing 5-8 dan 1-4˚C

dibandingkan kontrol (tanpa mulsa) pada kedalaman 10 cm. Aplikasi mulsa

mempengaruhi pertumbuhan tanaman dibandingkan aplikasi tanpa mulsa seperti

diameter buah, panjang buah, bobot kering buah, total padatan terlarut, warna,

ketebalan kulit, ketebalan buah segar, tekstur buah, pH, dan gula total dari kultivar

diselidiki. Efek dari aplikasi mulsa yang signifikan tergantung pada kultivar.

Mulsa plastik bening dan mulsa plastik hitam meningkatkan rata-rata hasil panen

Page 18: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

15

tahunan sekitar 25-28 dan 15% dibandingkan kontrol (tanpa mulsa). penelitian

tersebut pada tanaman melon var. Galia F1, Falez F1, Kırkağaç 589, Kırkağaç

637, dan Sempati F1 pada altitude 1.950 m dpl. Hasil yang sama juga dilaporkan

pada cabai (Iqbal et al., 2009; Kandari, 2006) bahwa mulsa plastik hitam lebih

baik dibandingkan mulsa plastik bening dalam mendukung pertumbuhan dan

produksi tanaman.

Krestiani (2009) melaporkan bahwa pemulsaan berpengaruh pada

pertumbuhan dan hasil tanaman melon var. Action 4304. Kombinasi perlakuan

pemulsaan plastik hitam perak dan letak duduk buah ke-11 memberikan hasil

buah tertinggi yaitu 2,22 kg dengan kadar gula 12,61 ˚brix. Perlakuan letak duduk

buah hanya berpengaruh pada hasil tetapi tidak berpengaruh pada komponen

pertumbuhan tanaman yang diamati.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh mulsa

tergantung pada substansi bahan mulsa. Unger (1995) mengungkapkan bahwa

hasil panen relatif tinggi diperoleh dengan kertas plastik karena banyak air tanah

yang tersimpan, namun agak mahal dan terkadang sulit mengelola, akibatnya

penggunaan terbatas pada tanaman ekonomis untuk area terbatas. Peningkatan

produksi tanaman sebagai implikasi tidak langsung dari mulsa adalah

mengkonservasi sejumlah air untuk kebutuhan tanaman dalam menghasilkan

panen ekonomi penting. Pengaruh langsung adalah menekan evapotranspirasi dan

menegarkan tanaman tumbuh serta berproduksi optimal.

Cabello et al. (2009) melaporkan bahwa cekaman air moderat tidak

mengurangi hasil dan irigation water use eficiency (IWUE) tinggi diperoleh pada

Page 19: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

16

tanaman melon var. Sancho. Cekaman air yang parah, mengurangi hasil sebesar

22% karena penurunan berat buah. Hasil terbaik diperoleh dengan ETC 100%

pada dosis N 93 kg ha-1. Tekstur daging dan berat biji meningkat ketika tingkat

pengairan berkurang (Etc 60%). Nitrogen aplication eficiency (NAE) tertinggi

diperoleh dengan jumlah air hampir 100 ETC%. IWUE tertinggi diperoleh

dengan aplikasi N 90 kg ha-1. Hasil ini menunjukkan untuk menerapkan pengairan

defisit sedang, sekitar Etc 90%, dan input N 90 kg ha-1 tanpa mengurangi

produksi. Berdasarkan hal tersebut konservasi air sangat penting dalam

meningkatkan efisiensi pemupukan N.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, mulsa yang digunakan dalam

penelitian ini adalah mulsa organik dan mulsa sintesis. Mulsa organik yang

digunakan adalah mulsa alang-alang. Alang-alang merupakan tumbuhan yang

dijumpai di Sulawesi Tenggara pada areal luas. Mulsa tersebut digunakan pada

tanaman pangan seperti tanaman buah seperti cabai dan terung yang mendukung

pertumbuhan dan produksi tanaman akan tetapi belum diuji efektivitasnya pada

buah-buahan seperti tanaman melon. Mulsa sintesis yang digunakan adalah mulsa

plastik hitam perak. Mulsa ini telah diuji pada tanaman buah seperti cabai akan

tetapi belum teruji pada tanaman buah seperti tanaman melon. Kedua bahan mulsa

tersebut merupakan mulsa yang relatif lebih baik dalam mendukung pertumbuhan

dan produksi tanaman.

Page 20: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

17

C. Pemupukan Nitrogen

1. Nitrogen Dalam Tanah

Nitrogen sebagian besar bersumber dari atmosfir, sekitar 79% (Gardner et

al., 1991), 78% (Salisbury dan Ross, 1995; Taiz dan Zeiger, 1991). Siklus N

adalah kompleks seperti fiksasi N, aminasi, ammonifikasi, nitrifikasi, volatilisasi,

dan denitrifikasi (Beever et al., 2007; Fitter dan Hay, 1998; Gardner et al., 1991;

Salisbury dan Ross, 1995; Taiz dan Zeiger, 1991; Havlin et al., 2005).

Transformasi tersebut dapat membuat N menjadi tersedia atau tidak tersedia bagi

tanaman. Aminasi, ammonifikasi, dan nitrifikasi merupakan bentuk transformasi

yang memperpanjang periode ketersediaan N sedangkan volatilisasi dan

denitrifikasi merupakan harus kehilangan yang harus dikendalikan untuk

memaksimalkan ketersediaan N.

Fiksasi N adalah proses alam, biologis atau abiotik yang mengubah N di

udara menjadi NH4+. Fiksasi alam terjadi saat petir sedangkan fiksasi biologis

terjadi pada tanaman legum. Fiksasi biologis dapat dilakukan bakteri yang hidup

bebas (non simbiotik) yaitu azotobakter pada kondisi aerobik dan clostridium jika

kondisi anaerobik. Melon secara genetik belum dapat melakukan proses tersebut

sehingga salah satu upaya memenuhi kebutuhan hara N melalui pemupukan.

Aminasi merupakan proses penguraian bahan organik sebagai sumber N

(protein) menjadi asam amino yang dikenal dengan ammonifikasi. Ammonifikasi

terjadi apabila tumbuhan atau hewan mati, N organik diubah menjadi NH4+ oleh

mikroorganisme (bakteri dan jamur) atau pembentukan senyawa ammonium dari

senyawa amina oleh mikroorganisme.

Page 21: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

18

Nitrifikasi merupakan perubahan dari NH4+ atau dioksidasi menjadi nitrit

selanjutnya menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof nitrosomonas dan

nitrobacter (Havlin et al., 2005), serta nitrococus (Fitter dan Hay, 1998). Havlin

et al., (2005) menyatakan bahwa kondisi nitrifikasi dipengaruhi tata sumber NH4+,

populasi bakteri nitrifikasi, pH tanah, aerasi tanah, kelembaban tanah, dan suhu

tanah. Nitrifikasi berjalan baik pada keadaan tata udara baik, pada pH netral (8,5).

Suhu optimal sekitar 25-35˚C untuk perkembangan bakteri tersebut. Kondisi

lembab akan tetapi tidak tergenang, kapasitas lapangan atau 1/3 bar. Nitrat mudah

larut dalam air dan tercuci bersama pergerakan air hujan karena tidak dapat

dipegang koloid tanah. Proses konversi nitrit menjadi nitrat sangat penting karena

nitrit merupakan racun bagi kehidupan tanaman.

Kekuatan penyangga tanah sangat berbeda untuk setiap ion, tergantung

luas penyerapan tanah seperti halnya nitrat yang sangat mudah larut dan sedikit

tersimpan dalam tanah (Fitter dan Hay, 1998). NH4+ dapat direduksi menjadi

ammonia pada suhu selanjutnya menguap ke atmosfir. Ammonium yang diberikan

melalui pemupukan lebih dari 50% mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari

dengan kadar air sekitar titik layu permanen, sedangkan tegangan air diturunkan

sekitar 7 bar, dalam waktu 21 hari 100% NH4+ berubah menjadi nitrit (Havlin et

al., 2005).

Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat untuk kembali menjadi gas N

sehingga tidak menjadi tersedia bagi tanaman (Miller dan Donahue, 1990).

Denitrifikasi dilakukan spesies bakteri seperti pseudomonas dan bacillus dalam

kondisi anaerobik seperti tergenang, atau terbatasnya oksigen, drainase buruk atau

Page 22: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

19

tata udara jelek. Eksudat karbon dari akar aktif mendukung pertumbuhan bakteri

denitrifikasi di rizosfer. Genangan menyebabkan denitrifikasi dengan

menghambat difusi O2 dalam tanah. Denitrifikasi dapat terjadi secara kimia yaitu

setelah terbentuk nitrit misalnya bereaksi dengan urea dengan demikian hal ini

merugikan tanaman.

Nitrogen dalam tanah dapat berasal dari pemupukan. Pemupukan pada

melon diberikan dalam bentuk bahan organik atau anorganik. Bahan organik

dalam bentuk cair (urin) mengandung N Organik 35-70% dan bentuk padat

mengandung N Organik 20-30%, urea (CO(NH2)2 mengandung N 45-46%

(Havlin et al., 2005). Hara N dapat bersumber dari pupuk kandang, pupuk guano,

pupuk bokashi, dan bahan organik lainnya. Melon menggunakan bahan organik

terlebih dahulu dimineralisasi sedangkan urea terlebih dahulu dihidrolisis dengan

enzim urease untuk menghasilkan ammonium. Selanjutnya NH4+ yang diberikan

ke tanah berubah menjadi nitrat. Ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3

-) dapat

menurunkan kapasitas fiksasi K karena kation ini memenuhi ruang interlayer

sehingga mencegah fiksasi K dari larutan tanah. Ketidakseimbangan ini dapat

menganggu dan merugikan tanaman serapan NO3- mempengaruhi absorpsi K

dalam larutan tanah (Ramadiana, 2011).

Paduarti (2011) melaporkan bahwa pemberian pupuk hijau memberikan

pengaruh signifikan terhadap ketersediaan N dalam bentuk NO3- dan pengaruh

tidak signifikan terhadap ketersediaan N dalam bentuk NH4+. Hal tersebut sejalan

dengan hasil penelitian Fang et al. (2011) bahwa penerapan biomassa mulsa segar

mempengaruhi N tersedia untuk tanaman perkebunan.

Page 23: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

20

2. Nitrogen dalam Tanaman

Melon memerlukan hara N untuk menyelesaikan siklus hidupnya.

Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen seperti

purin dan protein (Gardner et al., 1991). Melon dapat menyerap ion nitrat atau

ammonium dari tanah melalui rambut akarnya atau dalam bentuk terikat (dalam

bentuk senyawa dengan unsur lain). Aliran massa dan difusi adalah mekanisme

yang lazim bagi N. Menurut Foth (1995) serapan hara tanaman dipengaruhi

faktor-faktor seperti ketersediaan air, ketersediaan unsur hara dalam tanah,

distribusi, dan kerapatan akar tanaman. Penyerapan NH4+ terbaik pada pH netral

dan tertekan dengan meningkatkan keasaman. Penyerapan NH4+ mengurangi

serapan Ca2+, Mg2+, dan K+ sambil meningkatkan H2PO4-, SO4

2-, dan penyerapan

Cl-. pH rizosfer menurun dengan serapan NH4+, disebabkan H+ yang keluar dari

akar untuk menjaga netralitas elektro atau keseimbangan muatan di dalam

tanaman (Havlin et al., 2005).

Sumber utama N bagi tanaman adalah nitrat dan amonium. Nitrat yang

diserap akar dapat diasimilasikan pada akar maupun daun, tergantung

ketersediaan nitrat dan spesies tanaman. Asimilasi nitrat mencakup reduksi nitrat

menjadi nitrit dalam sitoplasma oleh enzim nitratreduktase, yang diikuti dengan

reduksi nitrit menjadi amonium oleh enzim nitritreduktase di Kloroplas (Havlin et

al., 2005). Amonium, baik yang berasal dari serapan akar atau hasil reduksi nitrat

atau fotorespirasi, dikonversi menjadi glutamin dan glutamat melalui reaksi

bertahap oleh glutaminsintase dan glutamatsintase yang berada di sitosol dan

plastida akar atau kloroplas. Setelah diasimilasikan menjadi glutamin atau

Page 24: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

21

glutamat, N dapat ditransfer menjadi senyawa N-organik lain melalui reaksi

transaminasi. Interkonversi antara glutamin dan asparagin oleh asparaginsintase

berperan sebagai penyeimbang metabolisme C dan metabolisme N dalam tanaman

(Taiz dan Zeiger, 1991).

Melon merespon perubahan nutrisi N dengan mengatur ekspresi M-GS1

(glutamin sintetase, aksesi No DQ851867), mengandung 1494 nukleotida.

Ekspresi M-GS1 secara signifikan disebabkan oleh amonium atau nitrat tetapi

sangat tertekan oleh glutamat. Dengan meningkatkan konsentrasi N dari 0,75

sampai 3,75 atau 7,50 mM, tingkat mRNA ditingkatkan sekitar 300% dalam

pemberian amonium, 200 atau 300%, dengan nitrat, tetapi mengalami penurunan

sekitar 30 atau 60%, bila glutamat yang dominan. Ekspresi M-GS1 tertekan kuat

oleh glutamat pada akar tetapi tidak terpengaruh dalam batang dan daun. Hal ini

akan memungkinkan asimilasi N untuk melanjutkan menurut status metabolik dan

biosintetik kebutuhan tanaman (Deng et al., 2011).

Hara N berfungsi sebagai salah satu komponen asam amino dalam

pembentukan protein dan merupakan unit struktural butir hijau klorofil (Gardner

et al., 1991), penyusun enzim, komponen DNA dan RNA (Beever et al., 2007)

penyusun protein dan asam nukleat (Havlin et al., 2005). Berdasarkan uraian

tersebut di atas, N sangat penting dalam pertumbuhan dan produksi melon. Hal ini

disebabkan karena N dapat berupa asam amino, amida, dan amin yang berfungsi

sebagai kerangka (building blocks) dan senyawa antara (intermediary

compounds).

Page 25: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

22

Senyawa ammonium tidak harus direduksi dalam tanaman sehingga

menghemat energi. Senyawa nitrat harus direduksi terlebih dahulu dalam tanaman

sebelum disintesis menjadi asam amino dan senyawa kimia kombinasi -N lainnya

(Gardner et al., 1991). Jika kadar NH4+ tinggi dapat bersifat meracuni tanaman

sedangkan jika kelebihan NO3- dapat aman disimpan dalam vakuola.

N sangat mobile dalam jaringan tanaman, dapat berpindah dari daun yang

tua ke daun yang muda. Kebutuhan melon yang tinggi dan ketersediaan N tersedia

dalam tanah yang rendah menyebabkan melon mengalami kekurangan.

Kekurangan N mengakibatkan daun berwarna hijau pucat sampai menguning

(yellowing) yang dikenal dengan klorosis daun dan terjadi pengeringan dari bawah

ke atas, penurunan total masa akar serta jangkauan akar (Beever et al., 2007).

Defisiensi N menyebabkan penurunan hasil yang parah dan kualitas protein

tanaman rendah. Tanaman kekurangan N, tumbuh kerdil dan sistem perakaran

yang terbatas, daun menjadi kuning atau hijau kekuningan (Havlin et al., 2005),

dan cenderung mudah gugur, pertumbuhan buah tidak sempurna, pemasakan buah

dipercepat, kadar protein rendah, serta serat daun (Buckman dan Brady, 1982).

Keadaan tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi tanaman oleh karena itu

melon dapat tumbun dan berproduksi optimal maka hara N harus dalam jumlah

yang cukup.

Kelebihan hara N dalam tanaman dapat memacu pertumbuhan vegetatif

tanaman (daun, akar, dan batang), meningkatkan sintesa karbohidrat yang

kemudian diubah menjadi protein, dan meningkatkan pembentukan sel, serta

menambah ukuran sel yang menyebabkan sel bersifat sekulen (Buckman dan

Page 26: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

23

Brady, 1982). Keadaan ini dapat berimplikasi pada pertumbuhan tanaman yang

tidak dikehendaki bahkan berpotensi terhadap serangan penyakit dengan demikian

merugikan bagi tanaman.

Lucascio et al. (1984) menyatakan bahwa N mempengaruhi penampilan

buah, terutama karena mempengaruhi ukuran, warna, dan karakteristik kulitnya

Daya simpan dan kualitas buah segar dan produk olahan dapat dipengaruhi oleh

N. Karakter komposisi yang mempengaruhi kualitas buah termasuk daging atau

warna jus, padatan terlarut, asam organik, vitamin C, dan kandungan glikosida,

ester, dan alkalin yang memberikan rasa khusus buah. Hal ini mendorong

tingginya tingkat aplikasi N karena keuntungan didasarkan pada produksi padatan

terlarut.

Melon tidak dapat tumbuh tanpa N oleh karena berfungsi sebagai salah

satu komponen utama asam amino dalam pembentukan protein dan merupakan

unit struktural dari butir hijau klorofil sehingga menentukan kualitas buah. Hara N

banyak diberikan melalui pemupukan karena ketidakmampuan melon memfiksasi

N dari atmosfir. Kekurangan N mengakibatkan daun berwarna hijau pucat sampai

menguning (yellowing) dan terjadi pengeringan dari bawah ke atas daun. Hal ini

berimplikasi pada percepatan pemasakan buah, kadar protein rendah, dan

menghasilkan kualitas buah yang rendah.

3. Pemupukan pada Melon

Pemupukan merupakan upaya menambahkan hara tanah agar tanaman

dapat memperoleh hara makro dan hara mikro dengan baik. Pemupukan pada

melon dapat berupa bahan organik, bahan anorganik, dan kombinasi keduanya.

Page 27: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

24

Pemupukan harus tepat dosis agar keseimbangan hara terjaga dan menghindari

kelebihan serta defisiensi hara tanaman sehingga dapat mendukung pertumbuhan

dan produksi tanaman yang optimal. Ketersediaan hara melalui pemupukan N

yang tepat dosis berdasarkan teknik budidaya melon.

Saido (2008) melaporkan bahwa pemberian kotoran ayam dosis 10.000 kg

ha-1 setara dengan 450 g tanaman-1 memberikan pengaruh terbaik terhadap bobot

dan diameter buah melon var. Orlondo 47 masing-masing 2,3 kg dan 25,69 cm.

Pemberian pupuk cap rusa dengan dosis 1.500 kg ha-1 memberikan nilai produksi

tertinggi sebesar 33,51 kg ha-1 berbeda signifikan dengan perlakuan lainnya.

Pemberian urea 225 kg ha-1 setara 10,10 g tanaman-1, SP-36 sebanyak 325 kg ha-1

setara 14,60 g tanaman-1, KCl 400 kg ha-1 setara 18,00 g tanaman-1, kotoran ayam

5.000 kg ha-1 setara 225,00 g tanaman-1 memberikan hasil terendah sebesar 1,8 kg

buah-1 atau 26,46 kg ha-1 dan berbeda signifikan dengan perlakuan lainnya. Hasil

tersebut diperoleh pada jarak tanam 60x75 cm. Pemberian pupuk organik

memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksi melon

dibandingkan pupuk organik. Hal ini sebabkan karena pupuk organik

mengandung hara makro dan hara mikro sedangkan pupuk anorganik tersebut di

atas hanya mengandung hara makro.

Jaya (2009) mengungkapkan bahwa perlakuan berbagai jenis pupuk

bokashi berpengaruh sangat signifikan terhadap tinggi tanaman diameter batang,

jumlah daun umur 14, 28, dan 42 hst, berat buah, serta diameter buah melon var,

Sakata 144. Perlakuan pupuk bokashi krinyu memberikan pertumbuhan dan

produksi tanaman melon yang sangat baik dari jenis bokashi lainnya dengan berat

Page 28: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

25

buah 0,83 kg buah-1. Hasil tersebut diperoleh dengan pemberian Urea, SP-36, dan

KCl masing-masing 2,8, 5,6, dan 4,5 g polibeg-1.

Elmayanti (2009) melaporkan bahwa terdapat interaksi antara isi rumen

sapi dan kapur dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon var.

Cantika. Pemberian isi rumen sapi 20 ton ha-1 dan kapur 5 ton ha-1 memberikan

hasil tertinggi (1,5 kg tanaman-1) akan tetapi tidak berbeda signifikan dengan

pemberian isi rumen sapi 15 ton ha-1. Interaksi sangat signifikan pada diameter

batang umur 60 hst dan jumlah buah. Interaksi signifikan pada jumlah daun,

jumlah cabang, dan panjang ruas umur masing-masing umur 60 hst, diameter,

berat, ketebalan daging dan kulit buah.

Siswanto et al. (2010) melaporkan bahwa untuk mendapatkan kualitas

buah melon terbaik maka diberikan pengapuran, bahan organik, pupuk kalium,

dan diikuti penggunaan mulsa plastik hitam perak. Penggunaan bahan organik

pada budidaya melon yang diikuti dengan sterilisasi mampu menekan penggunaan

pupuk buatan pabrik KCl, Urea, dan SP-36 masing-masing sampai 25,0, 12,5, dan

63,6%. Penggunaan dolomit mampu meningkatkan kadar gula buah meskipun

pengaruhnya tidak signifikan akan tetapi mampu mendukung pertumbuhan dan

produksi tanaman.

Hanifia (2011) melaporkan bahwa pemberian pupuk organik cair dosis 375

l ha-1 memberikan pengaruh lebih baik terhadap ILD umur 25 dan 45 HST

masing-masing 1,02 dan 2,11, serta percepatan umur berbunga hanya 21 hari

dibandingkan kontrol. Dosis 75 l ha-1 memberikan pengaruh yang lebih baik pada

produksi melon var. Amanta F1 yaitu 1,69 kg buah-1.

Page 29: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

26

Imran (2011) melaporkan bahwa pemberian pupuk NPK memberikan

kadar N lebih tinggi dibandingkan dengan Ca, P, dan K pada daun namun

memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap tinggi tanaman umur 15 dan 30

hst, jumlah daun umur 15 hst, lingkar, panjang, dan berat buah. Pemupukan

memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap luas daun umur 15 dan 30 hst,

jumlah daun, dan diameter batang umur masing-masing umur 30 hst. Dosis pupuk

NPK 600 kg ha-1 diperoleh produksi 37,78 ton ha-1. Hasil tersebut diperoleh

dengan jarak tanam 60x60 cm, kapur dolomit 1 ton ha-1, dan pupuk kandang

kotoran ayam sebanyak 10 ha-1 atau 3.600 g petak-1 serta menggunakan melon var.

Amanta F1.

Pemberian pupuk N selain meningkatkan produksi buah juga

meningkatkan kadar padatan terlarut melon (Srinivas dan Prabhakar, 1994).

Cabello et al. (2006) menyatakan bahwa serapan N bervariasi selama siklus

tanaman, penyerapan N adalah linier. Melon dapat dipupuk N dengan jumlah

yang konstan sampai 2-3 minggu sebelum panen terakhir karena NH4+ dan NO3

-

menjadi tersedia untuk tanaman antara 2 dan 2,5 minggu setelah penerapannya.

Menurut Ferrante et al. (2008), produksi buah melon dan kandungan N buah

meningkat linear dengan tingkat N mulai dari 0-165 kg ha-1. Senyawa antioksidan

seperti karotenoid total, fenol total, dan asam askorbat (ASA) menurun setelah

penyimpanan pada suhu 10˚C selama 8 hari tetapi tidak dipengaruhi tingkat

pemupukan N. Semua parameter kualitas tampaknya tidak terpengaruh tingkat N

baik pada waktu panen atau setelah penyimpanan, oleh karena itu disarankan

Page 30: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

27

untuk mengurangi input N untuk budidaya tanpa mengorbankan kualitas dan

hasil. Input N harus sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas maka penelitian pupuk

majemuk menjadi pintu masuk penelitian pemupukan dosis tunggal. Rosmiyani

(2010) melaporkan bahwa dosis P yang optimal adalah 114,29 kg ha-1. Dosis

tersebut menghasilkan bobot buah segar sebesar 1,32 kg buah-1 atau 2,64 kg

pohon-1 setara 55,44 ton ha-1. Produksi optimal apabila dilakukan dengan

pemberian bahan organik dan kapur dolomit masing-masing 10,43 dan 1 ton ha-1,

diikuti dengan pemberian N dan K2O masing-masing 130 dan 150 kg ha-1, jarak

tanam 50x60 cm, menyisahkan dua buah pertanaman, serta penggunaan mulsa

plastik hitam perak dan melon var. Amanta F1.

Husma (2010) melaporkan bahwa interaksi bahan organik dan pupuk

Kalium tidak memberikan pengaruh terhadap semua variabel pengamatan.

Pemberian bahan organik dosis 10-15 ton ha-1 dan K2O sebanyak 50-150 kg ha-1

dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi. Dosis bahan organik yang

optimal 12,25 ton ha-1 menghasilkan bobot buah 1,2 kg atau 2,4 kg pohon-1 setara

50,40 ton ha-1 sedangkan dosis pupuk K yang optimal adalah 150 kg ha-1. Dosis

tersebut menghasilkan buah segar sebesar 1,14 kg atau 2,28 kg pohon-1 atau 47,88

ton ha-1. Hasil diperoleh dengan pemberian N dan P masing-masing 130 dan 150

kg ha-1, kapur dolomit 1 ton ha-1, jarak tanam 50x60 cm, menyisahkan dua buah

pertanaman, serta penggunaan mulsa plastik hitam perak dan melon var. Amanta

F1.

Page 31: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

28

Pemupukan N yang melebihi kebutuhan tanaman diperoleh kualitas buah

melon yang rendah sedangkan pada pemupukan yang dibawah kebutuhan tanaman

diperoleh kualitas melon yang rendah. Pemupukan harus spesifik dosis sesuai

teknik budidaya yang diterapkan seperti pengapuran dan pemulsaan. Pemulsaan

mendukung pemupukan melalui konservasi air dan hara sehingga lebih efektif dan

efisien dalam mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan N

pada tanaman harus berdasarkan jenis mulsa yang digunakan.

D. Pemulsaan dan Pemupukan pada Tanaman

Ketersediaan unsur hara bagi tanaman selama pertumbuhan sangat

diperlukan, karena unsur hara merupakan pembatas utama dalam sistem produksi

tanaman. Penambahan unsur hara yang tepat dapat memperbaiki status hara tanah

yang menunjang optimalisasi pertumbuhan tanaman. Optimalisasi tersebut

didukung dengan pemulsaan yang dapat mengkonservasi air, mengurangi

pencucian hara, dan mengendalikan fluktuasi suhu sehingga memperpanjang

periode ketersediaan hara.

Sudjinato dan Krestiani (2009) melaporkan bahwa pemulsaan

menggunakan plastik hitam perak menghasilkan bobot dan kadar gula buah

tertinggi dibandingkan tanpa mulsa dan mulsa jerami. Pemberian NPK dosis 80 g

tanaman-1 memberikan bobot dan kadar gula tertinggi dibandingkan dosis masing-

masing 40 dan 120 g tanaman-1. Perlakuan tanpa pemulsaan dengan dosis pupuk

NPK 40 g tanaman-1 memberikan hasil yang terendah. Penelitian ini belum terjadi

interaksi antara dua faktor yang dicobakan terhadap pertumbuhan dan hasil

Page 32: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

29

tanaman. Penelitian tersebut menggunakan melon var. Action 4304 pada altitude

7 m dpl, dengan jenis tanah Latosol, dan pH 6,5.

Majkowska-Gadomska (2009) melaporkan bahwa hara seperti N, P, K Ca,

dan Mg serta hara makro seperti Fe da Cu secara signifikan dipengaruhi oleh

kultivar, metode budidaya yang diterapkan, dan interaksi antara faktor-faktor

eksperimental. Variasi yang signifikan dalam jumlah hara makro dan mikro pada

buah dipengaruhi metode budidaya yang diterapkan. Kandungan N tertinggi pada

melon var. Oliwin dengan penggunaan mulsa polyethylene. Hasil penelitian

tersebut dilakukan pada pH H2O 5,9 dan konsentrasi garam 1,5 g dm-3 dengan

menggunakan melon var. Malaga F1, Melba, Oliwin, dan Seledyn F1.

Page 33: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

30

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran

Melon merupakan sumber vitaman A dan C. Perdagangan buah ini

prospektif, ekonomis, dan digemari masyarakat Sulawesi Tenggara. Produksi

melon di Sulawesi Tenggara masih relatif rendah, dengan buah yang berukuran

kecil dan cita rasa manis yang rendah. Hal ini dipengaruhi teknik budidaya melon

yang belum tepat pada tanah Ultisol yang sensitif kelembaban dan kahat N.

Peningkatan produksi buah berkualitas dapat dilakukan melalui perluasan areal

tanam dan perakitan agroteknologi tepat guna.

Pemupukan N merupakan upaya memenuhi kesenjangan antara hara dalam

tanah dan kebutuhan tanaman akan tetapi dalam jumlah besar dapat menganggu

keseimbangan dan mengurangi serapan hara lain sedangkan dalam jumlah kecil

menyebabkan defisiensi N sehingga merugikan tanaman. Pemupukan N dalam

jumlah besar dapat meningkatkan kemasaman, merangsang keracunan Al,

penjenuhan basa yang rendah, serta defisiensi Ca, K, dan Mg. Perubahan tersebut

mempengaruhi daya larut hara dan ketersediaan bagi tanaman bahkan interaksi

cenderung antagonistik, penyerapan NH4+ menurunkan pengambilan kation lain

dan penyerapan NO3- menurunkan pengambilan anion lainnya.

Nitrogen berfungsi sebagai salah satu komponen asam amino untuk

pembentukan protein dan unit struktural butir hijau klorofil, komponen DNA, dan

RNA. Nutrisi ini berperan dalam fase vegetatif dan berimplikasi pada produksi

tanaman seperti ukuran, warna, dan total padatan terlarut buah. Kelebihan N pada

tanaman mengakibatkan fase vegetatif lebih giat dibandingkan fase generatif

Page 34: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

31

dimana pembentukan cabang, batang, dan daun tidak porporsional Defisiensi N

menyebabkan penurunan hasil yang parah dan kualitas protein buah rendah

sehingga mengakibatkan total padatan terlarut yang rendah. Kelebihan dan

kekurangan N dapat diatur melalui pemupukan.

Pemupukan N pada tanah Ultisol sering tidak efektif karena disamping

kelembaban tanah yang rendah, N cenderung mobile dalam tanah yaitu mudah

mengalami pencucian hara (leaching), menguap (volatilitation), dan denitrifikasi

akibat terpaan curah hujan dan radiasi pada permukaan tanah bahkan terbawa saat

panen. Strategi agroteknologi mengelola air dan N dalam tanah agar tidak mudah

tersedia bagi tanaman adalah pemulsaan. Pemulsaan yang tepat dapat

mempertahankan kelembaban tanah, mengendalikan erosi, aliran permukaan, dan

evaporasi sehingga mengurangi pencucian hara. Pengendalian fluktuasi suhu dan

perbaikan aerasi tanah dapat mengurangi volatilisasi NH3. Pemulsaan yang tidak

tepat dapat menyebabkan tanah tergenang sehingga memicu serangan penyakit,

dan denitrifikasi. Kondisi ini dapat merugikan tanaman.

Pemilihan mulsa dan pemupukan perlu mempertimbangkan karakteristik

lahan dan tanaman untuk mendukung efisiensi pemupukan. Dosis pemupukan

bukan hanya berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan tetapi

bahan mulsa juga dapat menjadi pertimbangan. Jenis, jumlah, dan kaulitas mulsa

mempengaruhi efektivitas pemupukan karena tanaman pada bahan mulsa yang

berbeda membutuhkan dosis pemupukan yang berbeda. Kerangka pikir penelitian

ini disajikan dalam bagan alir sebagai berikut:

Page 35: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

32

Gambar 3.1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran

Produksi Melon pada

tanah Ultisol rendah

Perlu pemupukan N untuk

menambah ketersediaan N

Kelebihan pupuk dapat menimbulkan kemasaman tanah dan menggangu

kesetimbangan hara

Mulsa yang tepat dapat mengendalikan

volatilisasi, denitrifikasi, dan

leaching

Pemulsaan dan pemupukan N pada tanaman melon menjadi efektif dan efisien

Hara N pada kurang tersedia karena mengalami volatilisasi, denitrifikasi, dan

leaching

Perlu dicari dosis N yang optimal berdasarkan jenis mulsa

Pertumbuhan dan produksi tanaman melon optimal

Kekurangan pupuk maka

tanaman defisiensi N

Mulsa tidak tepat dapat

meningkatkan

denitrifikasi

Perlu pemulsaan untuk mengurangi kehilangan air

dan N

Page 36: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

33

B. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang maka diajukan hipotesis sebagai berikut: (1)

Interaksi antara mulsa dan pupuk N memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan

dan produksi tanaman melon, (2) Dosis pemupukan N yang optimal berbeda pada

berbagai jenis mulsa dalam pertumbuhan dan produksi tanaman melon, (3)

Pemberian berbagai jenis mulsa dapat memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon, dan (4) Pemberian berbagai

dosis pupuk N dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan

dan produksi tanaman melon.

Page 37: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

34

BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Tempat penelitian di Kelurahan Kambu Kecamatan Poasia Kota Kendari

Provinsi Sulawesi Tenggara. Lahan tersebut merupakan lahan ubi kayu dan

pisang. Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Maret 2012.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih melon var. Amanta

F1 (Deskripsi pada Lampiran 1), pupuk Urea (N 45%), SP-36 (P2O5 28%), KCl

(K2O 60%), mulsa plastik hitam perak, mulsa alang-alang, propamokarb

hidroklorida, ajir, dan bokashi kotoran sapi. Alat yang digunakan adalah cangkul,

kaleng susu, alat ukur, alat tulis menulis, alat siram, dan alat timbang.. Alat ukur

yang digunakan yaitu meter, jangka sorong, handrefraktormeter, termometer,

observatorium, dan soil moisture meter tipe luktron. Alat tulis menulis seperti

polpen dan spidol. Alat siram seperti gembor dan hand sprayer. Alat timbang

seperti timbangan analitik dan timbangan duduk.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri atas pengolahan tanah dan

pengapuran, persiapan dan penyemaian benih, pemulsaan, penanaman, dan

pemupukan, dan pemeliharaan tanaman. Rincian teknis prosedur pelaksanaan

penelitian diuraian sebagai berikut:

Page 38: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

35

1. Pengolahan Tanah dan Pengapuran

Melon membutuhkan kondisi tanah yang gembur oleh karena itu sebelum

penanaman dilakukan pengolahan tanah. Pengambilan sampel tanah sebelum

pengolahan tanah dan setelah panen untuk keperluan analisis sifat tanah. Lahan

dibersihkan dari sisa tanaman dan sampah panen. Tanah diolah dengan

menggunakan cangkul sedalam 20 cm, dibiarkan selama tujuh hari. Bongkahan

tanah dihaluskan sampai gembur dan dibiarkan selama tujuh hari. Selanjutnya

membuat bedengan atau petakan. Petakan diberi label sesuai kode perlakuan (lay

out petakan pada Lampiran 2).

Melon membutuhkan pH tanah yang netral, oleh karena penelitian ini pada

tanah Ultisol yang dikenal bereaksi masam maka diberikan kapur dosis satu kali

Al-dd. Pemberian kapur, dengan menaburkan kapur secara merata di atas

petakan. Selanjutnya dicangkul sampai kapur tercampur merata dengan tanah.

2. Persiapan dan Penyemaian Benih

Benih melon harus diberikan perlakuan sebelum disemaikan. Persiapan

benih diawali dengan merendam benih dalam air. Benih yang baik berada di dasar

air, sedangkan benih yang mengapung tergolong benih rusak sehingga tidak perlu

untuk disemaikan. Benih terpilih direndam dalam air hangat kuku (± 40˚C) yang

telah dicampur fungisida berbahan aktif propamokarb hidroklorida konsentrasi 2

ml liter-1. Benih ditiriskan dan diletakan di atas kertas koran basah selama 36 jam

(1 hari 2 malam) pada suhu 25-35˚C. Suhu tersebut diperoleh dengan

menggunakan lampu pijar 15 watt pada jarak 30 cm dari benih. Benih melon yang

telah siap tanam selanjutnya disemaikan pada polibeg.

Page 39: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

36

Media tanam untuk penyemain benih berupa campuran tanah dan pupuk

kandang dengan perbandingan 2:1, yang dimasukkan dalam polibag berukuran

8x10 cm. Kondisi media saat tanam dalam keadaan lembab. Benih yang runcing

berada di bagian bawah. Polibag dimasukkan dalam sungkup yang terbuat dari

rangka bambu. Penyiraman menggunakan gembor untuk menjaga kondisi media

tumbuh agar bibit tumbuh normal. Bibit yang tumbuh normal dan seragam

dikumpulkan menjadi satu untuk ditanam, sedangkan bibit yang tumbuh merana

tidak ditanam.

3. Pemulsaan, Penanaman dan Pemupukan

Mulsa yang digunakan adalah plastik hitam perak berukuran lebar 125 cm

dan mulsa alang-alang. Pemasangan mulsa plastik hitam perak, bagian plastik

berwarna perak menghadap ke atas, sedangkan sisi yang berwarna hitam

menghadap ke bawah. Pemasangan mulsa saat matahari terik dan tanah dalam

keadaan basah. Sisi mulsa dikaitkan pada bedengan menggunakan pasak

penjempit dari bambu. Pemasangan mulsa alang-alang dengan menghamparkan

potongan alang-alang ukuran 5-7 cm pada permukaan tanah sebanyak 10 ton ha-1

atau 3,6 kg petak-1.

Penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanam. Pembuatan lubang

di atas mulsa plastik hitam perak menggunakan kaleng susu bekas berdiameter 10

cm yang dipanaskan, dengan jarak antar lubang 50x60 cm. Lubang tanam dibuat

sedalam 5-7 cm. Setiap lubang tanam diikuti pemasang ajir setinggi 2 meter.

Bagian ajir yang masuk dalam tanah sekitar 20 cm. Pemindahan bibit ke lapangan

ketika umur 10 hari setelah semai atau memiliki 2-3 pasang daun. Penanaman

Page 40: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

37

bibit dilakukan sore hari. Media bibit disiram sebelum tanam agar media tidak

pecah saat polibag dibuka. Polibag dilepaskan dari media bibit secara hati-hati.

Bibit ditanam pada lubang yang disiapkan dan diupayakan media tanam bibit tetap

kompak atau tidak pecah. Bibit diusahakan berdiri tegak dan memastikan bibit

tidak menyentuh mulsa plastik hitam perak.

Melon membutuhkan nutrisi yang lengkap dalam pertumbuhan dan

produksi. Nutrisi dapat berasal dari pupuk dan bokashi kotoran sapi. Pupuk dan

bokashisapi yang diberikan sebelum pemasangan mulsa dengan cara disebar

merata ke permukaan bedengan, dicangkul merata dengan tanah. Pemberian

pupuk SP-36 sebanyak 200 kg ha-1 atau 72 g petak-1 dan KCl sebanyak 150 kg ha-

1 atau 54 g petak-1. Bokashi kotoran sapi diberikan dengan dosis 5 ton ha-1 atau

1,3 kg petak-1. Pemberian pupuk N disesuaikan dengan dosis yang diuji

(Lampiran 2).

4. Pemeliharaan Tanaman

Melon dipelihara dengan penyiraman, penyulaman, pemangkasan,

pengendalian hama, pengendalian penyakit dan pengendalian gulma.

Pemeliharaan sejak benih berkecambah untuk mendapatkan bibit tumbuh normal

dan sehat. Penyiraman menggunakan gembor dilakukan apabila tidak terjadi

hujan. Penyulaman dilakukan sore hari agar tanaman dapat beradaptasi dengan

lingkungan baru. Pemangkasan menggunakan gunting pangkas terhadap cabang

yang menjalar dekat permukaan tanah. Pemeliharaan buah menyisakan satu buah

setiap tanaman antara ruas ke-9 sampai ruas ke-12. Pengendalian hama dan

penyakit menggunakan pestisida disesuaikan dengan hama dan gejala penyakit

Page 41: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

38

yang muncul berdasarkan dosis anjuran. Pengendalian gulma dengan mencabut

setiap gulma yang tumbuh.

D. Rancangan Penelitian

Penelitian disusun berdasarkan rancangan petak terpisah (Split Plot

Design) dalam rancangan acak kelompok yang terdiri atas dua faktor yaitu mulsa

dan dosis pupuk N. Faktor pertama adalah pemberian berbagai jenis mulsa,

ditempatkan sebagai petak utama yang terdiri atas tiga taraf perlakuan yaitu tanpa

mulsa (M0), mulsa alang-alang (M1) dan mulsa plastik hitam perak (M2). Faktor

kedua dalam penelitian ini adalah dosis pupuk N, ditempatkan sebagai anak petak

yang terdiri atas enam taraf perlakuan yaitu N dosis 0 kg ha-1 (N0), N dosis 50 kg

ha-1 (N1), N dosis 100 kg ha-1 (N2), N dosis 150 kg ha-1(N3), N dosis 200 kg ha-1

(N4), dan N dosis 250 kg ha-1 (N5). Perlakuan diulang sebanyak tiga kali maka

terdapat 54 unit percobaan (Desain penempatan unit percobaan dan dosis

pemupukan pada Lampiran 2).

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terhadap karakter vegetatif, generatif, dan komponen

iklim mikro tanaman meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm), diukur mulai dari ruas pertama sampai tinggi tanaman

terakhir pada umur 14 dan 28 Hari Sesudah Pindah Tanam (HSTP),

2. Diameter batang (cm), diukur antara ruas ke-10 sampai ruas ke-11 pada umur

14 dan 28 HSTP,

Page 42: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

39

3. Jumlah daun (helai), dihitung mulai dari ruas ke-1 sampai daun terakhir pada

umur 14 dan 28 HSPT,

4. Luas daun (cm2), diukur duan yang telah membuka sempurna umur 14 dan 28

HSPT,

5. Umur tanaman berbunga (hari), dihitung apabila 50% populasi telah mekar

bunga pertama,

6. Umur panen (hari), dihitung waktu yang dibutuhkan untuk panen,

7. Bobot buah panen segar (kg) ditimbang bobot buah segar panen,

8. Kadar total padatan terlarut (˚brix), diukur pada sampel daging buah bagian

tengah dan bagian lekukan buah kemudian dihitung rataannya,

9. Lingkar (cm), diukur pada bagian tengah buah,

10. Ketebalan daging (cm), diukur pada bagian tengah dan dua lekukan buah

kemudian dihitung rataannya

11. Kandungan air tanah (%), diukur setiap tiga hari pada unit percobaan, dan

12. Suhu tanah dan udara (˚C), diukur pada kedalaman 10 cm pada pukul 07.30,

12.30, dan 16.30 WITA setiap unit percobaan.

13. Curah hujan (mm) diukur setiap pukul 07.00 WITA.

F. Analisa Data dan Penarikan Kesimpulan

Data hasil pengamatan variabel vegetatif dan generatif dianalisis melalui

sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang

diamati. Hasil analisis yang menunjukkan pengaruh signifikan pada taraf α = 0,05,

dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui

Page 43: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

40

perbedaan pengaruh antar perlakuan. Dosis pupuk N yang optimal pada berbagai

jenis mulsa diketahui melalui analisis regresi. Data hasil pengukuran iklim mikro

tanaman ditabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik selanjutnya dianalisis secara

deskripsi.

Page 44: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

41

DAFTAR PUSTAKA

Aripin K. dan Lubis L., 2000. Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) pada

Tanaman Cabai (Capsicum annum) di Dataran Rendah. Laporan

Penelitian Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital library, diakses 5 Juli 2012.

Awaludin R., 2009. Evaluasi Karakteristik Hortikultura 24 Hibrida Melon

(Cucumis melo L.) PKBT IPB. Skripsi Departemen Agronomi dan hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Beever D., Brentrup F., Eveillard F., Fixen P., Heffer P., Herz B., Larson R. and Pallière C., 2007. Sustainable Management of the Nitrogen Cycle in

Agriculture and Mitigation of Reactive Nitrogen Side Effects., in Sustainable Management of the Nitrogen Cycle in Agriculture and Mitigation of Reactive Nitrogen Side Effects First edition, IFA, Paris, France.

BPS Sultra, 2011. Sulawesi Tenggara dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari.

Buckman H.O. dan Brandy N.C., 1982. Ilmu Tanah (Terjemahan Soegiman). Bharata Karya. Jakarta.

Cabello M.J., Castellanos M.T., Romojaro F., Martínez-Madrid C. and Ribas F., 2009. Yield and Quality of Melon Grown Under Different Irrigation and

Nitrogen Rates. Agricultural Water Management 96(5): 866-874.

Cabello M.J., Castellanos M.T., Tarquis A.M., Cartagena M.C., Arce A. and Ribas F., 2006. Determination of the Uptake and Translocation of

Nitrogen Applied at Different Growth Stages of a Melon Crop (Cucumis

melo L.) Using 15

N Isotope. Scientia Horticulturae 130(3): 541-550.

Castellanos M.T., Cabello M.J., Cartagena M.D.C., Tarquis A.M., Arce A. and Ribas F., 2011. Growth Dynamics and Yield of Melon as Influenced by

Nitrogen Fertilizer. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.) 68(2): 191-199.

Decoteau, 2008. Colored Reflective Mulch Technology. Recent Advances in Agriculture. Kerala, India.

Dhiman K., Gupta A., Sharma D.K., Gill N.S. and Goyal A., 2012. A Review on

the Medicinally Important Plants of the Family Cucurbitaceae. Asian Journal of Clinical Nutrition 4:16-26.

Deng Y.-W., Zhang Y.-D., Guan S.-Q., Chen Y., Jiang W., Tang D.-M. and Huang D.-F., 2011. Molecular Cloning and Characterization of Nitrogen

Source Responsive GS1 Gene from Melon. Biologia Plantarum 55(1): 61-67.

Page 45: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

42

Ekinci M. and Dursun A., 2009. Effects of Different Mulch Materials on Plant

Growth, Some Quality Parameters and Yield in Melon (Cucumis melo L.) Cultivars in High Altitude Environmental Condition Pak. J. Bot 41(4): 1891-1901.

Elmayanti 2009. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon (Cucumis melo L.) pada Tanah Ultisol yang Diberi Isi Rumen Sapi dan Kapur Dolomit. Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Everhart E., Haynes C. and Taber H., 2009. Melons. Iowa State University, University Extension. PM 1892 Revised May 2009. Hort and LA 2-3 and 2-9.

Fang S., Xie B., Dong L. and Jiujun L., 2011. Effects of Mulching Materials on

Nitrogen Mineralization, Nitrogen Availability and Poplar Growth on

Degraded Agricultural Soil. New Forests 41(2): 147-162.

Fatmawati, 2011. Pengaruh Berbagai Jenis Mulsa dan Pupuk Organik Cair

Terhadap Produksi Tanaman Terong (Solanum molongena L.) dan

Fauna Tanah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Haluoleo. Kendari.

Ferrante A., Spinardi A., Maggiore T., Testoni A. and Gallina P.M., 2008. Effect

of Nitrogen Fertilisation Levels on Melon Fruit Quality at the Harvest

Time and During Storage. Journal of the Science of Food and Agriculture 88(4): 707-713.

Fitter A.H. dan Hay R.K.M., 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Terjemahan Sri Andani dan E.D. Purbayanti). Gadja Mada University Press. Yogyakarta.

Foth H.D., 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Terjemahan Purbayanti, E. Lukiwati, dan R. Trimulatsi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Garcia-Masa J., Benjaka A., Sanseverinoa W., Bourgeoisa M., Mira G., Gonzálezb V.M., Hénaffb E., Câmarac F., Cozzutoc L., Lowyc E., Aliotod T, Capella-Gutiérrezc S, Blancae J, Cañizarese J, Ziarsoloe P., Gonzalez-Ibeasf D., Rodríguez-Morenof L., Droegeg M., Duh L., Alvarez-Tejadoi M., Lorente-Galdos B., Meléc B., Yangk L., Wengk Y., Navarroj A., Marques-Bonetj T., Arandaf M.A., Nueze F, Picóe B., Gabaldónc T., Romac G., Guigóc R., Casacubertab J.M., Arúsa P. and Puigdomènechb P., 2012. The Genome of Melon (Cucumis melo L.). www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1205415109, PNAS Early Edition, Plant biology.

Gardner F.P., Pearce R.B. dan Mitchell R.L., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan Herawati Susilo). UI Press. Jakarta.

Goreta S., Perica S., Dumicic G., Bucan L. and Zanic K., 2005. Growth and Yield

of Watermelon on Polyethylene Mulch with Different Spacings and

Nitrogen Rates. Hortscience 40(2): 366-369.

Page 46: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

43

Hanifia W.O., 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon (Cucumis melo L.). Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Havlin J.L., Beaton J.D., Tisdale S.L. and Nelson W.L., 2005. Soil Fertility and

Fertilizers, an Introduction to Nutrient Management. 10th edition. Pearson Education, Inc. New Jersey.

Husma M., 2010. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Kalium Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.). Tesis Program Pascasarjana Universitas Haluoleo. Kendari.

Imran A., 2011. Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.) yang diberi

Berbagai Dosis Pupuk NPK. Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

IPGRI, 2003. Descriptors for Melon (Cucumis melo L.). International Plant Genetic Resources Institute, Rome, Italy. http://www.bioversityinternational.org/publications/pubfile.asp?ID_PUB=906, diakses tanggal 30 Mei 2012.

Iqbal Q., Amjad M., Asi M.R. and Ahmad R., 2009. Vegetative and Reproductive

Evaluation of Hot Peppers Under Different Plastic Mulches in

Poly/Plastic Tunnel. Pak. J. Agri. Sci., 46(2): 113-118.

Jaya A.H., 2009. Pengaruh Berbagai Jenis Pupuk Bokashi Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.). Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Jett L.W., 2006. High Tunnel Melon and Watermelon Production. University of Missouri Extension. M173, New February 2006.

Johnson M.S. and Fennimore S.A., 2005. Weed and Crop Response to Colored

Plastic Mulches in Strawberry Production. Hortscience 40(5): 1371-1375.

Kandari A.M., 2006. Iklim Mikro dan Pertumbuhan serta Produksi Tanaman

Cabai Besar (Capsicum annum L.) pada Lahan Kering yang diberi

Berbagi Warna Mulsa Plastik. Jurnal Agriplus 16(03): 242-253.

Kosterna E., Zaniewicz-Bajkowska A., Franczuk J., Rosa R., Chromińska K., Borysiak-Marciniak I. and Panasz M., 2011. Effect of Synthetic Mulches

on Melon (Cucumis melo L.) Yielding. Folia Hort., 23(2): 151-156.

Krestiani V., 2009. Kajian Pemulsaan dan Letak Duduk Buah Terhadap Hasil

Melon (Cucumis sativus L.). Jurnal Sains dan Teknologi 2(2): 1-7.

Kristianingsih I.D., 2010. Produksi Benih Melon (Cucumis melo L.) Unggul di

Multi Global Agrindo (MGA), Karangpandan, Karanganyar. Tugas Akhir Jurusan/Program Studi Agribisnis Hortikultura dan Arsitektur Pertamanan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Page 47: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

44

Locascio S.J, Gilreath J.P, Olson S., Hutchinson C.M. and Chase C.A. 2005. Red and Black Mulch Color Affects Production of Florida Strawberries. Hortscience 40(1): 69-71.

Lucascio S.J., Witbank W.J., Gull D.D. and Maynard D.N., 1984. Fruit and

Vegetable Quality as a Affectef by Nitrogen Nutrition, in Hauch R.D., Nitrogen in Crop Production. American Society of Agronomy. Wisconsin USA.

Majkowska-Gadomska J., 2009. Mineral Content of Melon Fruit (Cucumis

melo L.). Journal of Elementol 14(4): 717-727.

Mayunar dan Subrata, 2008. Budidaya Melon di Lahan Sawah. http://banten.litbang.deptan.go.id/index.Php, diakses tanggal 30 Mei

2012.

Miller R.W. and Donahue R.L., 1990. Soil: Introduction to Soil and Plant

Growth. Sixth edition. A divisio of Simon and Schuster Englewood Cliffs, New Jersey 07623.

Monde A., 2010. Pengendalian Aliran Permukaan dan Erosi pada Lahan

Berbasis Kakao di DAS Gumbasa, Sulawesi Tengah. Media Litbang Sulteng III(2): 131-136.

Muhammad Nur, 2000. Pengaruh Jenis dan Ketebalan Mulsa Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Cabai (Capsicum annum L.). Skripsi Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Nanu, 2003. Pengaruh Pemberian Mulsa Alang-alang dan Herbisida DMA-6

Tergadap Pengendalian Gulma dan Peningkatan Produksi Jagung Manis (Zea mays Saccharata sturt.). Skripsi Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Paduarti R., 2011. Pengaruh Pupuh Hijau pada Tanah Bekas Tambang Nikel

dalam Meningkatkan Ketersediaan Nitrogen Tanah dan Pertumbuhan

Tanaman Jagung (Zea Masy L.) Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Ramadiana S., 2011. The Aplication of Rice Hull Mulch and Potassium Nitrate on

Growth and Yield of Kailan (Brassica oleraceae var. Long Leaf). Journal of Tropical Soil 16(2): 145-150.

Rechcigl M., 1982. Hand Book of Agricultural Produtivity, Vol I. CRC press, Inc. Boca Raton, Florida.

Reijntjes C., Haverkort B. dan Ann Water-Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan;

Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (Terjemahan Sukoco S.S.). Kanisius. Jakarta.

Relf D. and McDaniel A., 2009. Cucumbers, Melons, and Squash. Virginia Coorperative Extention-Virginia State University, publication 426-406.

Page 48: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

45

Rosen C. and Fritz V., 2009. Growing Melons (Cantaloupe, Watermelon,

Honeydew) in Minnesota Home Gardens. M1262. Regents of the University of Minnesota.

Rosmiyani, 2010. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Fosfor Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.). Tesis Program Pascasarjana Universitas Haluoleo. Kendari.

Saido H., 2008. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Terhadap Pertumbuhan dan

Produksi Melon (Cucumis melo L.) Varietas F1 Orlondo 464 pada Lahan

Marjinal di Kelurahan Andonouhu. Skripsi Program Studi Ilmu Tanah. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Salisbury F.B. dan Ross C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 2 (Terjemahan R. Lukman dan Sumaryono). ITB. Bandung.

Salman, 2005. Iklim Mikro dan Pertumbuhan serta Produksi Tanaman Cabai

Besar (Capsicum annum var. Longum L.) pada Penggunaan Mulsa

Alang-alang dan Mulsa Plastik. Skripsi Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Short P.S. and Cowie I.D., 2011. Flora of the Darwin Region I. Series: Northern Territory Botanical Bulletin No. 37. National Library of Australia Cataloguing-in-publication entry (PDF).

Siswanto, Wisnu B. dan Purwadi., 2010. Karakteristik Lahan untuk Tanaman

Melon (Cucumis melo L.) dalam Kaitannya dengan Peningkatan Kadar

Gula. Jurnal Pertanian Mapeta XII(2): 72-144.

Soedarya A., 2010. Agribisnis Melon. Pustaka Grafika. Bandung.

Srinivas K. and Prabhakar B.S., 1994. Response of Muks Melon (Cucumis melo

L.) Varyed Lands of Spacing and Fertilizers. Singapore Juornal Primary Industries 2: 36-61.

Sudaryono, 2005. Naungan dan Pemberian Mulsa Terhadap Produksi Buah

Melon (Cucumis melo L.) (Studi Kasus di Pantai Bugel, Kabupaten

Kulon Progo). J. Tek. Lingk. P3TL-BPPT 6(3): 456-462.

Sudjianto U. dan Krestiani V., 2009. Studi Pemulsaan dan Dosis NPK pada Hasil Buah Melon (Cucumis melo L.). Jurnal Sains dan Teknologi 2(2): 1-7.

Taiz L. and Zeiger E., 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cumming Publishing Company, Inc. California.

Teppner H., 2004. Notes on Lagenaria and Cucurbita (Cucurbitaceae), Review

and New Contributions. Phyton (Horn, Austria) 44(2): 245-308.

Unger P.W., 1995. Role of Mulches in Dryland Agriculture. in Gupta U.S., Production and Improvement of Crops for Drylands. Science published, Inc. 52 laBombard Road Nort Lebanon, NH 03766, USA.

Page 49: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

46

Wang H.Y., Joobeur T., Dean R.A. and Staub J.E., 2007. Cucurbits. in Genomic Mapping and Molecular Breeding in Plant 5 Vegetables. C. Kole (Ed.). Springer-Verleg Berlin Heidelberg.

Watson L. and Dallwitz M.J., 1992. The Families of Flowering Plants,

Cucurbitaceae Juss. http://delta-intkey.com, diakses tanggal 25 September 2012.

Page 50: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

47

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Melon var. Amanta (F1)

Silsilah : ME 1400 (F) x ME 794 (M) Golongan varietas : Hibrida Tipe tanaman : Merambat Bentuk penampakan batang : Bulat Sistem batang : 1,8-2,2 cm Warna batang : Hijau Warna daun : Bulat berlekuk menjari Bentuk daun : Panjang 17-19 cm, lebar 15-18 cm Tepi daun : Hijau Bentuk ujung daun : Bergelombang Permukaan daun : Lancip Bentuk daun : Kasap Bentuk bunga : Seperti terompet Warna kelopak bunga : Hijau Warna mahkota bunga : Kuning Warna kepala putik : Hijau muda Warna benang sari : Kuning Umur mulai berbunga : 23-24 hari setelah tanam Umur panen : 60-65 hari setelah tanam Bentuk buah : Bulat Ukuran buah : Tinggi 16,0-18,5 cm, diameter 16,2-18,3 cm Warna kulir buah muda : Hijau Warna kulir buah tua : Kuning Tipe kulit buah : Berjaring rapat Ketebalan daging buah : 6-8 cm Warna daging buah : Putih kehijauan Tekstur daging buah : Halus Rasa daging buah : Manis Aroma buah : Harum Kadar gula : 11-13 ˚brix Berat per buah : 2,2-3,5 kg Berat 1000 biji : 24,2-25,0 g Daging buah yang dikonsumsi : 60 - 80% Daya simpan buah suhu kamar : 29-31 ˚C siang, 25-27 ˚C malam Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap serangan busuk batang Hasil buah : 49-58 ton ha-1 Populasi per petak : 25.000 tanaman Kebutuhan benih per hektar : 480-486 g Keterangan : Beradaptasi dengan baik pada altitude 50-200

m dpl Pengusul : PT. East West Seed Indonesia Peneliti : Fatkhu Rahman (PT. East West Seed

Indonesia)

Page 51: Proposal Tesis Harviyaddin Mulsa & Nitrogen Melon 2011

48

Lampiran 2. Desain Penempatan Unit Percobaan

I

U

II

III

Keterangan : Panjang bedengan : 300 cm Lebar bedengan : 120 cm Tinggi bedengan : 40 cm Jarak antar bedengan : 50 cm Jarak antar kelompok : 100 cm Kelompok : I, II, dan III M0 = Tanpa mulsa M1 = Mulsa alang-alang, 10 ton ha-1 atau 3,6 kg petak-1 M2 = Mulsa plastik hitam perak N0 = Tanpa pupuk N N1 = N 50 kg ha-1 atau 18 g petak-1 (Urea 111,11 kg ha-1 atau 40 g petak-1) N2 = N 100 kg ha-1 atau 36 g petak-1 (Urea 222,22 kg ha-1 atau 80 g petak-1) N3 = N 150 kg ha-1 atau 54 g petak-1 (Urea 333,33 kg ha-1 atau 120 g petak-1) N4 = N 200 kg ha-1 atau 72 g petak-1 (Urea 444,44 kg ha-1 atau 160 g petak-1) N5 = N 250 kg ha-1 atau 90 g petak-1 (Urea 555,56 kg ha-1 atau 200 g petak-1)

M2N4

M1N1

M2N5

M1N0

M2N3

M1N2

M2N3

M1N3

M2N5

M1N1

M2N2

M1N4

M2N2

M1N3

M2N1

M1N0

M2N2 M2N0 M2N4

M1N2 M1N1 M1N0 M1N3

M2N3

M1N4

M2N5

M2N1

M1N4

M2N4

M1N2

M0N4 M0N5 M0N2 M0N1 M0N0

M0N5 M0N0 M0N4 M0N3 M0N1

M0N2 M0N5 M0N4 M0N0 M0N1

M1N5

M2N1

M0N3

M2N0

M1N5

M0N2

M2N0

M1N5

M0N3