d 1 sari buah melon jeruk mentimun
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL NABATI
PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN JENIS PENSTABIL
TERHADAP KESTABILAN SARI BUAH JERUK MELON DAN
MENTIMUN
Disusun oleh:
1. Tjong Sandy (6103008028)
2. Florentin Yunita H. (6103008030)
3. Lidya Tansil (6103008111)
4. Lily Chandra (6103008114)
Kelompok : D-1
Asisten : T.Dwi Wibawa Budianta, MT
Tanggal Praktikum : 23 September 2010
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2010
I. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami proses pembuatan sari buah jeruk, melon dan mentimun.
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Dapat melakukan proses pembuatan sari buah jeruk, melon dan mentimun.
2. Dapat mengetahui pengaruh penggunaan karagenan, dan Na-CMC terhadap
kestabilan sari buah jeruk, melon dan mentimun yang dihasilkan.
3. Dapat mengendalikan setiap faktor yang berpengaruh pada pembuatan sari buah
jeruk, melon dan mentimun.
II. DASAR TEORI
Sari buah merupakan cairan jernih atau agak jernih, tidak difermentasi, diperoleh
dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar baik di saring atau
tidak, yang langsung dapat di minum. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan dan komponen yang
berguna untuk menunjang kualitas sari buah seperti flavor, warna, dan aroma tidak
banyak berubah (Muchtadi, 1985).
Menurut Astawan (1991), Sari buah ada dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan tingkat
kekeruhannya, yaitu:
a. Sari buah jernih
Buah yang cocok digunakan dalam pembuatan sari buah jernih adalah buah
yang berkadar pektin rendah. Adanya kandungan pektin yang tinggi pada buah
akan menyebabkan viskositas sari buah meningkat, sehingga kenampakan sari
buah menjadi lebih keruh. Untuk itu, dalam pembuatan sari buah diperlukan tahap
penjernihan atau filtrasi agar produk sari buah menjadi jernih. Menurut Eskin dan
Towsend (1971), kekeruhan pada minuman sari buah disebabkan oleh adanya
senyawa protein, pektin dan tannin yang terdispersi koloid di dalam minuman
tersebut. Pektin merupakan senyawa yang terdapat di seluruh jaringan tanaman,
terutama sebagai komponen lamella tengah yang berperan sebagai perekat antar
dinding sel. Pada jaringan yang masih relatif muda dan segar dan buah mentah,
senyawa pektin tidak larut dalam air atau cairan jaringan sehingga fungsinya
sebagai perekat sangat kuat. Pada buah yang matang (ripening), senyawa pektin
mulai larut sehingga daya perekatan antar sel lebih lemah dan tekstur melunak
(Sudarmantosastro, 2008).
b. Sari buah keruh
Kekeruhan pada minuman sari buah disebabkan oleh adanya senyawa protein,
pektin dan tannin yang terdispersi koloid di dalam minuman tersebut. Sari buah ini
tidak melalui proses penyaringan sehingga didapatkan jaringan beserta cairan sari
buahnya. Contohnya: sari buah apel, sari buah anggur dan lain-lain.
Menurut Dahlan dan Wartono (1984), pada prinsipnya dikenal 2 macam sari buah,
yaitu:
1. Sari buah encer
Adalah sari buah yang dapat langsung diminum, yaitu cairan buah yang
diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan
gula pasir.
2. Sari buah pekat/sirup
Yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan
dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara
lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat
langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air.
Bahan yang di gunakan untuk membuat sari buah ada 2 macam bahan, yaitu
bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku merupakan bahan utama dan primer
dalam pembuatan sari buah. Bahan baku dapat berasal berbagai macam buah.
Sedangkan bahan tambahan adalah bahan yang sengaja di tambahkan dalam
jumlah yang sedikit untuk meningkatkan mutu suatu produk minuman atau pun
makanan. Kondisi buah yang digunakan sebagai bahan baku sangat menentukan
kualitas sari buah yang dihasilkan. Sebaiknya dipilih buah yang segar, tidak
terluka, mempunyai aroma dan citrarasa yang menarik. Selain itu dihindari
penggunaan buah yang busuk, karena akan menimbulkan kerusakan mikrobiologis
dan mempengaruhi citarasa dari sari buah (Makfoeld, 1985).
Beberapa jenis bahan tambahan yang biasa ditambahkan pada sari buah adalah:
1. Bahan pemanis
Bahan pemanis ini dapat berupa sukrosa atau gula pasir yang biasanya
digunakan dalam rumah tangga. Kosentrasi yang di berikan rata-rata 11%-15%,
namun pada tingkat industri selain sukrosa dapat juga digunakan pemanis
sintetis lainnya dengan berbagai tingkat kemanisan. Bahan tambahan pemanis
ini mempunyai peranan dalam penampakan dan citra rasa sari buah. Selain itu,
gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Gula dapat berfungsi sebagai
pengawet, karena pada konsistensi yang tinggi (minimal 40%) larutan gula akan
mencegah pertumbuhan bakteri, ragi dan kapang.
2. Asam sitrat
Asam sitrat ditambahkan untuk meningkatkan rasa dan aroma dari sari
buah. Asam sitrat ini banyak digunakan dalam industri karena memiliki tingkat
kelarutan yang tinggi, memberi rasa asam yang segar dan tidak beracun.
Fungsi asam sitrat ini antara lain:
- Untuk mengatur PH terutama yang menggunakan buah dengan tingkat
keasaman yang rendah
- Memberi rasa dan aroma yang khas
- Mengimbangi rasa manis
- Sebagai bahan pengawet
Penambahan asam sitrat dalam proses pembuatan sari buah tidaklah harus
selalu dilakukan. Buah yang sudah cukup asam tidak perlu ditambah asam
sitrat. Asam sitrat biasa ditambahkan ke dalam sari buah hingga pH mencapai
4,5.
3. Pewarna
Pewarna yang ditambahkan berfungsi untuk memperbaiki warna asli sari
buah dan menarik minat konsumen. Contoh pewarna sintetik yang umum
ditambahkan dalam sari buah adalah tartrazine, sunset yellow, green S,
karamel, FCF dan lain-lain.
4. Bahan pengawet
Bahan pengawet ditambahkan ke dalam sari buah untuk
memperpanjang umur simpan dari produk sari buah. Bahan pengawet
berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam produk sari
buah. Bahan pengawet yang paling banyak digunakan untuk sari buah adalah
natrium benzoat. Dalam pembuatan sari buah natrium benzoat digunakan
dengan dosis 0.05 % - 0.1 %.
5. Bahan penstabil
Bahan penstabil adalah suatu zat yang dapat berfungsi untuk
menstabilkan, mengentalkan atau memekatkan suatu makanan yang dicampur
dengan air sehingga terbentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan
homogen dalam waktu yang relatif lama. Dalam pembuatan sari buah keruh,
bahan penstabil akan dapat mempertahankan kondisi keruh tersebut dengan
mencegah pembentukan pemisahan antara cairan dengan endapan partikel
padat dalam sari buah tersebut. Beberapa bahan yang termasuk dalam bahan
penstabil adalah: gelatin dan agar-agar, gum arab, karagenan, dan pectin.
6. Bahan penjernih
Bahan penjernih ditambahkan apabila akan dibuat clarified juice yaitu sari
buah dengan kenampakan yang jernih. Ada 2 cara penjernihan yang umumnya
digunakan antara lain: penjernihan enzimatis dan nonenzimatis. Bahan
penjernih enzimatis dilakukan dengan penambahan enzim pektinase. Bahan-
bahan penjernih non enzimatis dapat digunakan bahan-bahan adsorben, antara
lain: gelatin, bentonit, asam tanat, kasein, albumin dan lain sebagainya. Untuk
meningkatkan keefektifan penjernihan, dapat digunakan kombinasi antara dua
atau lebih bahan penjernih. Bahan penjernih yang biasanya di gunakan adalah
bentonit.
Menurut Amerine dan Berg (1972), kelebihan dari penggunaan bentonit
adalah selain harganya yang murah dan mudah didapat, bentonit juga efektif
dalam mengendapkan protein, pektin dan tanin yang ada dalam sari buah
jambu biji sedangkan kekurangannya yaitu dapat menimbulkan rasa yang tidak
disukai jika ditambahkan dalam jumlah yang berlebih.
Proses pembuatan sari buah mempengaruhi kualitas sari buahnya. Secara umum
proses pembuatan sari buah adalah:
Pemilihan dan penentuan kemasakan buah
Umumnya industri pengolah sari buah dan juga industri pengalengan
buah, yang dipertimbangkan dalam pemilihan buah adalah bentuk buah,
ukuran, warna, banyak sedikitnya noda yang merupakan kerusakan. Berbagai
jenis buah mempunyai kandungan air cukup banyak atau rata-rata kandungan
airnya 60 %. Juga diketahui varietas buah memiliki bau, rasa, warna yang
diharapkan tidak berubah selama pengolahan.
Untuk mendapatkan sari buah yang baik sebaiknya dipilih buah yang
masak. Buah yang kurang masak, lewat masak atau busuk akan menghasilkan
sari buah yang kualitasnya rendah. Setiap pabrik mempunyai cara dan standar
tersendiri serta ahli yang berdasarkan pengamatan dan pengalaman
menentukan kriteria kemasakan buah yang diolah. Sehingga hal ini merupakan
faktor penentu aspek kualitas dari produk sari buah yang akan dibuat.
Sortasi dan pengupasan
Sortasi merupakan tahap yang penting dalam proses pengolahan sari buah.
Karena dalam tahap ini dipilih buah yang segar dan yang baik serta matang
dan sehat (Satuhu, 1996). Sortasi dilakukan sebagai pemilihan ulang agar
didapat hasil yang seragam. Serta dilakukan pengupasan dengan tujuan untuk
bagian-bagian yang tidak dikehendaki maupun bagian yang tidak bisa
dimanfaatkan.
Pemotongan dan pencucian
Pemotongan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh potongan-
potongan buah, sehingga pada saat diekstrak, cairan yang ada didalam buah
dapat secara optimum terekstrak. Pencucian dimaksudkan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran atau noda debu yang tidak dikehendaki.
Pencucian dapat dilakukan dengan perendaman dalam air, penyemprotan
ataupun alat cuci dengan segala perlengkapannya (Susanto, 1993).
Blanching
Blanching adalah suatu proses pemanasan bahan dengan cara penguapan
dengan air panas atau pun dengan pencelupan dalam air panas. Proses
blanching ini bertujuan blancing juga untuk mempertahankan warna,
menghilangkan flavour yang tidak dikehendaki dan mengurangi terjadinya
endapan (Susanto, 1993)
Penghancuran, pengepresan dan penyaringan
Penghancuran ini dapat dilakukan dengan cara diblender atau dipress.
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sari buahnya. Setelah itu disaring
untuk mendapatkan cairannya saja. Penyaringan ini juga dilakukan untuk
memisahkan jaringan buah dengan cairan buahnya. Penyaringan dapat
digunakan dengan kertas saring, kain saring atau alat penyaring. Pada
penggunaan blender, ditambahkan air matang secukupnya. Jumlah air yang
ditambahkan tergantung dari sari buah yang dibuat. Setelah itu, dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kain saring (Satuhu, 1996).
Pengendapan/penjernihan
Bila ingin mendapatkan sari buah yang jernih maka tahap ini harus
dilakukan. Pengendapan ini bertujuan untuk mengendapkan partikel-partikel
yang berasal dari bubur buah sehingga menjadi keruh. Oleh karena itu
dilakukan penjernihan sehingga didapatkan sari buah yang jernih. Beberapa
cara yang digunakan untuk penjernihan sari buah, antara lain:
1) Enzyme treatment
Enzim yang digunakan adalah pektinase, yaitu enzim yang memecah
pektin, suatu substrat polisakarida yang ditemukan di dinding sel tumbuhan.
Salah satu pektinase yang banyak digunakan secara komersial adalah
poligalakturonase. Hal ini dikarenakan petin merupakan suatu matriks mirip
jelly yang merekatkan sel-sel tumbuhan dan merekatkan antar dinding sel
tumbuhan, seperti serbut selulosa. Oleh karenanya, enzim ini berperan
dalam proses yang melibatkan degradasi bahan yang berasal dari tumbuhan,
seperti mempercepat ektraksi jus dari buah-buahan.
Pektinase biasanya merupakan campuran dari beberapa enzim, seperti
selulase, yang digunakan secara luas dalam industri jus untuk membantu
ekstraksi, menjernihkan, dan memodifikasi jus.
2) Tannin and Gelatin Treatment
Dalam sari buah apel banyak terkandung senyawa tannin, yang
memberikan flavor “astringent”. Jika sejumlah larutan gelatin ditambahkan
kedalam sari buah apel, maka akan terbentuk presipitasi flokulan. Endapan
tersebut akan membawa partikel-partikel yang tersuspensi didalam sari
buah ikut mengendap (karena BM lebih besar). Sehingga akan diperoleh
supernatan, yaitu sari buah dengan kenampakan yang jernih.
3) Sentrifugasi
Sentrifugasi sari buah dilakukan dengan cara memasukkan sari buah ke
dalam “mangkok berputar” (spining bowl) yang berputar dengan kecepatan
15.000 rpm. Sehingga akan terpisah antara sari buah yang jernih dan
endapannya.
4) Heat Treatment
Pemanasan pendahuluan ini dilakukan pada suhu 82,20 – 850 C dalam
waktu yang relatif singkat. Kemudian didinginkan secara cepat, lalu
disaring atau disentrifugasi untuk memisahlkan partikel yang terkoagulasi.
Cara penjernihan ini dapat merusak flavor dan aroma dari sari buah yang
dibuat. Karena produk sari buah mengalami dua kali pemanasan.
5) Bentonit
Mekanisme bentonit sebagai bahan penjernih yaitu bentonit akan
menyerap protein karena adanya tarik-menarik antara muatan negatif dari
silikat yang dikandung bentonit dengan muatan positif dari protein. Partikel
bentonit yang telah menyerap protein dapat juga menyerap tanin. Kemudian
dengan proses penyaringan dapat dipisahkan koloid-koloid yang
terendapkan. Kelebihan dari bentonit selain harganya yang murah dan
mudah didapat, bentonit juga efektif dalam mengendapkan protein, pektin
dan tanin yang ada dalam sari buah jambu biji sedangkan kekurangannya
yaitu dapat menimbulkan rasa yang tidak disukai jika ditambahkan dalam
jumlah yang berlebih.
Pengisian/Pembotolan sari buah
Pembotolan sari buah dilakukan dengan botol gelas sebagai wadah.
Karena botol gelas mempunyai sifat inert (tidak bereaksi dengan bahan, tahan
asam, tidak korosif, dan bersifat transparan). Sebelumnya botol-botol yang
digunakan sudah disterilisasi terlebih dahulu sehingga botol-botol yang
digunakan dapat mempertahankan mutu dari produk sari buah tersebut.
Pengisian diharapkan tidak terlalu penuh juga tidak terlalu kosong karena bila
terlalu banyak ruang kosong, maka pada saat “sealing” akan terbentuk
gelembung udara dan bila terlalu penuh maka bahan akan mudah tumpah pada
saat “sealing”.(Satuhu, 1996).
Sterilisasi dan pendinginan
Sterilisasi ini dimaksudkan untuk memberikan panas tertentu dalam
periode tertentu pada bahan yang telah ditutup dan terisi. Cara sterilisasi
adalah menguapkan botol yang telah disusun dalam panci. Waktu dihitung
dari saat air mulai mendidih pada suhu tertentu. Waktu dan suhu sterilisasi
tergantung pada bahan yang akan dimasukkan dalam botol dan ukuran bahan.
Namun biasanya berkisar antara 10 menit-15 menit. Setelah sterilisasi, botol
segera didinginkan dengan maksud agar tidak terjadi pemanasan yang
berlebihan (over cooking) pada bahan yang berada di dalamnya. (Satuhu,
1996).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :- Pisau- Telenan- Baskom- Blender- Kain saring- Botol- Dandang pengaduk- Panci
Bahan yang digunakan :- Melon- Jeruk- Mentimun- Karagenan- Na-CMC- Air
IV. CARA KERJA
Jeruk
Pencucian
Pengupasan
Pemotongan
Melon Mentimun
A
Penghancuran dengan blender
Penyaringan
Pencampuran
Pengenceran
Penambahan Na-CMC Penambahan karagenan
Pasteurisasi80°C, 5 menit
Pembotolan
A
Jeruk 50%Melon 30%Mentimun 20%
Jeruk 30%Melon 50%Mentimun 20%
Air : sari buah (2:1)
V. HASIL PENGAMATAN
Komposisi 1:
Bahan Jeruk 50% Melon 30% Mentimun 20%Jenis Penstabil CMC KaragenanSuhu Refri Kamar Refri KamarpH I 4.50 4.49 4.32 4.32 II 4.48 4.49 4.29 4.33 III 4.47 4.49 4.29 4.33Rata-Rata pH 4.48 4.49 4.30 4.33Viskositas (dPa.s)
0.60 0.50 - -
Kestabilan +++ ++++++ +++++++ ++++++++
Komposisi 2:
Bahan Jeruk 30% Melon 50% Mentimun 20%Jenis Penstabil CMC KaragenanSuhu Refri Kamar Refri KamarpH I 4.51 4.53 4.38 4.31 II 4.48 4.52 4.38 4.31 III 4.50 4.54 4.39 4.33Rata-Rata pH 4.50 4.53 4.38 4.32Viskositas (dPa.s)
0.65 0.55 - -
Kestabilan + +++++ ++ ++++
Keterangan:
+ semakin banyak + maka tingkat kestabilan semakin rendah (semakin tidak stabil)
Penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke-4
Bahan T20 J50 M30 T20 J30 M50
CMC Karagenan CMC Karagenan
Total Botol 7 7 8 6
Jumlah Rusak 1 2 5 1
Keterangan:
T20 J50 M30 = Mentimun 20%, Jeruk 50%, Melon 30%
T20 J30 M50 = Mentimun 20%, Jeruk 30%, Melon 50%
VI. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini digunakan buah melon, jeruk Pacitan dan mentimun.
Penstabil yang digunakan adalah NaCMC dan karagenan. Komposisi buah yang
diujikan adalah perlakuan komposisi 1: mentimun 20%, jeruk 50% dan melon 30%,
sedangkan perlakuan komposisi 2: mentimun 20%, jeruk 30% dan melon 50%. Sari
buah tersebut disimpan pada suhu kamar dan suhu refrigerator. Pengamatan dilakukan
pada hari pertama yang meliputi uji pH, viskositas dan kestabilan sari buah.
VI.1 pH Sari Buah
Dari hasil pengamatan pH dengan perlakuan komposisi 1 dan komposisi 2
serta perlakuan penstabil Na-CMC dan karagenan menunjukkan bahwa pada
suhu refrigerator dan suhu kamar tidak terdapat perbedaan nilai pH yang besar.
Hal ini membuktikan bahwa suhu tidak berpengaruh terhadap nilai pH sari buah.
Nilai pH menyatakan banyaknya kandungan ion H+ di dalam sari buah.
Banyaknya kandungan ion H+ tidak terpengaruh oleh adanya perbedaan suhu.
Oleh karena itu pH sari buah pada suhu kamar dan suhu refrigerator tidak
berbeda.
Pada perlakuan NaCMC dan karagenan pada kedua perlakuan komposisi
yang berbeda terdapat selisih nilai pH yang cukup besar. Dengan menggunakan
penstabil NaCMC diperoleh nilai pH pada suhu refrigerator sebesar 4,48 dan
suhu kamar 4,49 sedangkan dengan menggunakan penstabil karagenan diperoleh
nilai pH pada suhu refrigerator sebesar 4,30 dan suhu kamar 4,33. Nilai pH
dengan penstabil NaCMC lebih besar daripada nilai pH dengan penstabil
karagenan, dikarenakan karagenan bersifat asam sehingga apabila ditambahkan
pada sari buah akan menurunkan pH sari buah. Demikian juga dengan perlakuan
komposisi 2.
VI.2 Viskositas
Nilai viskositas perlakuan komposisi 1 dengan penstabil NaCMC pada suhu
refrigerator (0,60) lebih tinggi daripada suhu kamar (0,50). Hal yang sama juga
ditunjukkan pada perlakuan komposisi 2 dengan penstabil NaCMC. Nilai
viskositas pada suhu refrigerator lebih tinggi dibandingkan suhu kamar
disebabkan pada penyimpanan di refrigerator terjadi perpindahan air dari sari
buah ke lingkungan. Perpindahan air ini disebabkan RH sari buah lebih tinggi
dibandingkan RH refrigerator sehingga air dari sari buah berpindah untuk
menyeimbangkan RH dengan lingkungan. Perpindahan air ke lingkungan
menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas pada sari buah. Pengujian
viskositas pada sari buah dengan penstabil karagenan komposisi 1 dan 2 tidak
dilakukan karena sari buah mengalami telah mengalami pemadatan. Hal ini
terjadi disebabkan karagenan yang diberikan terlalu banyak, sehingga karagenan
akan membentuk struktur tiga dimensi yang akan memerangkap air dalam jumlah
yang cukup besar.
VI.3 Kestabilan
Pada perlakuan komposisi 1 dan komposisi 2 dengan penambahan Na-CMC
dan karagenan pada suhu refrigerator menunjukkan nilai kestabilan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu kamar. Hal ini disebabkan karena dengan suhu
rendah, maka molekul-molekul terdispersi dalam bahan akan lebih sulit bergerak
karena, sebagian molekul air membeku sehingga menghindari bertemunya
molekul-molekul terdispersi sehingga menghambat terjadinya penggumpalan.
Perbedaan komposisi bahan mempengaruhi kestabilan dari sari buah.
Perlakuan dengan mentimun 20%, jeruk 30% dan melon 50% memberikan
kestabilan yang lebih baik. Ditunjukkan dari hasil percobaan dengan
menggunakan karagenan dan NaCMC pada suhu refrigerator dan suhu kamar,
tingkat kestabilannya lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan mentimun
20%, jeruk 50% dan melon 30%. Hal ini disebabkan perbedaan jumlah padatan
terlarut pada kedua komposisi bahan tersebut. Semakin banyak total padatan
terlarut pada sari buah maka semakin sulit untuk mempertahankan kestabilannya.
Perlakuan dengan mentimun 20%, jeruk 30% dan melon 50% memberikan totqal
padatan terlarut lebih banyak karena melon mengandung total padatan terlarut
lebih banyak dibandingkan jeruk.
Dalam percobaan sari buah ini tidak dapat dilakukan uji organoleptik. Hal ini
disebabkan karena pada hari ke-4 dimana akan dilakukan uji organoleptik, ternyata sari
buah telah mengalami kerusakan yakni berbusa dan berbau alkoholik. Hal ini mungkin
dikarenakan adanya kontaminasi mikroba yang mungkin terjadi pada saat dilakukan
pembotolan, dimana walaupun sari buah telah dipasteurisasi dan botol telah disterilkan,
namun pembotolan tidak dilakukan dalam ruang aseptis (tidak tersedia ruang aseptis)
sehingga kontaminasi dapat terjadi.
Pada hari ke-4, diamati pula total botol yang mengalami kerusakan, total botol
terbanyak yang mengalami kerusakan adalah botol dengan komposisi 2 dengan
perlakuan Na-CMC. Hal ini mungkin disebabkan karena komposisi bahan mengandung
lebih sedikit asam dibandingkan dengan komposisi 1 dimana terdapat lebih banyak
jeruk sehingga pH-nya lebih rendah. pH yang rendah akan menghambat pertumbuhan
mikroba-mikroba pembusuk. Selain itu, perlakuan dengan Na-CMC cenderung lebih
cair dibandingkan dengan perlakuan dengan karagenan sehingga air bebas pada
perlakuan dengan Na-CMC lebih besar dibandingkan perlakuan dengan karagenan. Hal
inilah yang menyebabkan sari buah dengan perlakuan Na-CMC lebih mudah ditumbuhi
oleh mikroba pembusuk.
VII. KESIMPULAN
1 Suhu tidak berpengaruh terhadap nilai pH sari buah. Nilai pH dengan penstabil
NaCMC lebih besar daripada nilai pH dengan penstabil karagenan
2 Nilai viskositas pada suhu refrigerator lebih tinggi dibandingkan suhu kamar
3 Penyimpanan suhu refrigerator menunjukkan nilai kestabilan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu kamar.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Muchtadi, G. Muchtadi, C.J. Hariyanto. 1985. Pengolahan Teknologi Pangan
Sayuran, Buah-buahan, dan Rempah-rempah. Bogor: Jurusan Pangan dan Gizi FTP
IPB
2. Dahlan, A. dan Wartono. 1984. Sari Buah. Jakarta: PT. Medyatama Sarana
3. Makfoeld, D. 1985. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Yogyakarta: Agritech.
4. Satuhu, S. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya
5. Susanto, T. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: PT Bina Ilmu
LAMPIRAN
Analisis Ekonomi
Pengeluaran
Bahan Rincian Harga Per Satuan Harga Total
Melon 2 buah Rp 15.000,00/buah Rp30,000.00
Timun 1,5 Kg Rp 7.000,00/1,5 Kg Rp7,000.00
Jeruk 4 Kg Rp 5.000,00/Kg Rp20,000.00
Gula 3 Kg Rp 10.000,00/Kg Rp30,000.00
Air 4 L Rp 10.000/19 L Rp 2,105.26
Na-CMC 15 g Rp 5.000,00/100g Rp750.00
Karagenan 7,5 g Rp 400/6 g Rp500.00
Listrik 3 kWh Rp 1.000,00/kWh Rp3,000.00
Gas Elpiji 1 Kg Rp 13.000,00/3Kg Rp4,333.33
Total Biaya Rp97,688.59
Sari buah yang dihasilkan : 40 botol @ 200 mL
Harga sari buah perbotol : Rp 2,442.21 ≈ Rp 2,500.00