materi
DESCRIPTION
Pengelolaan System Drainase Dengan KateterTRANSCRIPT
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
(SAP)
Mata Kuliah :
Kode Mata Ajaran :
Waktu :
Pertemuan :
A. Tujuan Instruksional
1. Umum :
Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan
tindakan pengelolaan sistem drainase dengan kateter dan pelepasan kateter
2. Khusus :
Setelah selesai mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem perkemihan
b. Menyebutkan pengertian pengelolaan sistem drainase dengan kateter dan pelepasan
kateter
c. Menyebutkan tujuan tindakan pengelolaan sistem drainase dengan kateter dan
pelepasan kateter
d. Menjelaskan dan melaksanakan prosedur tindakan pengelolaan sistem drainase
dengan kateter dan pelepasan kateter
B. Pokok Bahasan : Irigasi Kandung Kemih
C. Sub Pokok Bahasan :
1. Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan
2. Pengertian tindakan pengelolaan sistem drainase dengan kateter dan pelepasan kateter
3. Tujuan tindakan pengelolaan sistem drainase dengan kateter dan pelepasan kateter
4. Prosedur tindakan pengelolaan sistem drainase dengan kateter dan pelepasan kateter
1
D. Media : LCD, Laptop, Papan tulis
E. Metode : Ceramah dan Tanya jawab
F. Kegiatan Pembelajaran
Tahap Kegiatan Kegiatan
Mahasiswa
Media
pengajaran
Pendahuluan Menjelaskan tujuan pembelajaran Mendengarkan
Memperhatikan
-
Penyajian 1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi
sistem perkemihan
2. Menjelaskan pengertian
tindakan pengelolaan sistem
drainase dengan kateter dan
pelepasan kateter
3. Menjelaskan tujuan tindakan
pengelolaan sistem drainase
dengan kateter dan pelepasan
kateter
4. Menjelaskan prosedur tindakan
pengelolaan sistem drainase
dengan kateter dan pelepasan
kateter
LCD, Leptop,
papan tulis.
Penutup 1. Memberi rangkuman materi yang
sudah diberikan
2. Memberi kesempatan bertanya.
3. Memberikan penilaian
2
G. Evaluasi
1. Evaluasi dilakukan selama proses belajar mengajar berlansung.
2. Essay.
H. Sumber :
1. Potter and Pery. 2005. Fundamental keperawatan: Konsep, proses dan praktik. EGC.
Jakarta
2. Pearce C. Evelyn. 2007. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta
3. Potter,dkk. 2008. Buku Saku Ketrampilan dan Prosedur Dasar. EGC. Jakarta
4. Kusyati Eni dkk. 2006. Ketrampilan Dan Prosedur Laboratorium: Keperawatan Dasar. EGC. Jakarta
3
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
1. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang buncis, berwarna coklat agak
kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum
dan terletak pada otot pinggang bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis
kedua belas sampai vertebra lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih
tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara
khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai 150 gram. Sebuah kelenjar
adrenal terletak di kutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan secara langsung
dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal dilapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan
dikelilingi oleh lapisan lemak.
Produk buangan (limbah) dari hasil metabolism yang terkumpul di dalam darah
difiltrasi di ginjal. Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis (ginjal) yang
merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui
hilum. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal.
Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal,
membentuk urine. Nefron tersusun atas glomerulus, kapsul Bowman, tubulus kontortus
proksimal, ansa henle, tubulus distal, duktus pengumpul.
Darah masuk ke nefron melalui arteriola eferen. Sekelompok pembuluh darah ini
membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah
dan tempat awal pembentukan urine. Kapiler glomerulus memiliki pori-pori sehingga
dapat memfiltrasi air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, urea, kreatinine, dan
elektrolit-elektrolit utama ke dalam kapsul Bowman. Dalam kondisi normal, protein yang
berukuran besar dan sel-sel darah tidak difiltrasi melalui glomerulus. Apabila di dalam
urine terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda
adanya cedera pada glomerulus. Glomerulus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrate per menit.
Pada awalnya jumlah filtrate mendekati jumlah plasma darah dikurangi protein yang
berukuran besar.
4
Tidak semua filtrate glomerulus diekskresi sebagai urine. Setelah filtrat
meninggalkan glomerulus, filtrat masuk ke sistem tubulus dan duktus pengumpul, yang
merupakan tempat air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, asam urat, dan ion-ion
natrium serta kalium direabsorpsi kembali ke dalam plasma secara selektif. Substansi
yang lain seperti ion hydrogen, kalium (disertai aldosteron), dan ammonia disekresi
kembali ke tubulus, tempat hilangnya substansi tersebut di dalam urine. Sekitar 99%
filtrat direabsorpsi ke dalam plasma, dengan 1% sisanya diekskresikan sebagai urine.
Dengan demikian, ginjal memainkan peranan penting dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit. Walaupun haluaran urine tergantung pada asupan, haluran urine normal orang
dewasa dalam 24 jam adalah sekitar 1500 sampai 1600 ml. haluaran urine sebanyak 60
ml per jam pada umumnya adalah normal. Haluaran urine kurang dari 30 ml per jam
dapat mengindikasikan adanya perubahan pada ginjal. Ginjal juga menghasilkan
beberapa hormon penting untuk memproduksi sel darah merah (SDM), pengaturan
tekanan darah.
Ginjal bertanggung jawab untuk mempertahankan volume normal SDM. Ginjal
memproduksi eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel-sel
glomerulus khusus, yang dapat merasakan adanya penurunan oksigenasi sel darah merah
(hipoksia lokal). Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoietin di dalam sumsum
tulang adalah untuk menstimulasi eritropoiesis (produksi dan pematangan SDM) dengan
merubah sel induk tertentu menjadi eritroblast (McCance dan Huether, 1994).
Eritropoietin juga memperpanjang umur hidup SDM yang telah matang. Klien yang
mengalamui perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini dalam jumlah yang
cukup, sehingga klien tersebut akan rentan terserang anemia.
Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal. Fungsi utama hormon ini
adalah untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal (penurunan
suplai darah). Renin disintesis dan dilepaskan dari sel jukstaglomerulus, yang berada di
aparatus jukstaglomerulus ginjal.
Fungsi renin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen (suatu substansi
yang disintesis oleh hati) menjadi angiotensin I. Begitu angiotensin I bersirkulasi di
dalam paru-paru, angiotensin I dirubah menjadi angiotensin II dan angiotensin III
mengeluarkan efek yang serupa namun derajatnya lebih rendah. Efek gabungan dari
5
mekanisme ini adalah peningkatan tekanan darah dan aliran darah ginjal (McCane dan
Huether, 1994).
Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan kalsium dan fosfat. Ginjal
bertanggung jawab untuk memproduksi substansi yang mengubah vitamin D menjadi
vitamin D dalam bentuk aktif. Klien yang mengalami perubahan kronis pada fungsi
ginjalnya tidak membuat metabolit vitamin D dalam bentuk aktif yang cukup. Dengan
demikian, klien ini akan rentan terserang penyakit demineralisasi tulang karena adanya
gangguan absorpsi kalsium, kecuali terdapat persediaan vitamin D dalam bentuk aktif.
2. Ureter
Urine meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentranspor urine ke pelvis renalis. Sebuah rute keluar pertama pembuangan urine.
Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum
untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan
uretrovesikalis. Urine yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril.
Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan
membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih.
Lapisan tengah terdiri dari serabut otot polos yang mentranspor urine melalui ureter
dengan gerakan peristaltik yang distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih.
Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.
Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk ke dalam kandung kemih dalam
bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding
posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal
mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses
berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis (sambungan ureter
dengan kandung kemih). Adanya obstruksi di dalam salah satu ureter, seperti batu ginjal
(kalkulus renalis), menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat yang mencoba
mendorong obstruksi ke dalam kandung kemih. Gerakan peristaltis yang kuat ini
menimbulkan nyeri yang sering disebut sebagai kolik ginjal.
6
3. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun
atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan organ ekskresi.
Apabila kosong, kandung kemih berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis
pubis. Pada pria, kandung kemih terletak pada rektum bagian posterior dan pada wanita
kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus dan uterus vagina.
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urine. Dinding kandung kemih
dapat mengembang. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah, bahkan saat
sebagian kandung kemih penuh, suatu faktor yang melindungi kandung kemih dari
infeksi. Kandung kemih dapat menampung sekitar 600 ml urine, walaupun pengeluaran
urine normal sekitar 300 ml
Dalam keadaan penuhm kandung kemih membesar dan membentang sampai ke atas
simfisis. Kandung kemih yang mengalami distensi maksimal dapat mencapai umbilikus.
Pada wanita hamil, janin mendorong kandung kemih, menimbulkan suatu perasaan penuh
dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester
pertama ataupun trimester ketiga.
Trigonum (suatu daerah segitiga yang halus pada permukaan bagian dalam kandung
kemih) merupakan dasar kandung kemih. Sebuah lubang terdapat pada setiap sudut
segitiga. Dua lubang untuk ureter serta satu lubang untuk uretra.
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan: lapisan mukosa di dalam, sebuah
lapisan submukosa pada jaringan penyambung, sebuah lapisan otot, dan sebuah lapisan
serosa di bagian luar. Lapisan otot memiliki berkas-berkas serabut otot yang membentuk
otot destrusor. Serabut saraf parasimpatis menstimulasi otot destrusor selama proses
perkemihan. Sfingter uretra interna, yang tersusun atas kumpulan otot yang berbentuk
seperti cincin, berada pada dasar kandung kemih tempat sfingter tersebut bergabung
dengan uretra. Sfingter mencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah
kontrol volunteer (kontrol otot yang disadari)
7
4. Uretra
Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Dalam kondisi normal, aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine
bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi
lender ke dalam saluran uretra. Lender dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk
plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal
mengelilingi uretra.
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5 cm. sfingter uretra
eksterna, yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra, memungkinkan aliran
volunteer urine. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi
untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah
perineum. Uretra pada pria, yang merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar serta
sekresi dari organ reproduksi, memiliki panjang 20 cm. uretra pda pria ini terdiri dari tiga
bagian, yaitu: uretra prostatic, uretra membranosa, dan uretra penil atau uretra kavernosa.
Pada wanita, meatus urinarius (lubang) terletak di antara labia manora, di atas vagina
dan di bawah klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis
8
B. Pengelolaan System Drainase Dengan Kateter
Pengertian
Perawatan slang yang terbuat dari berbagai bahan yang dimasukan ke dalam saluran kemih
sampai kandung kemih untuk memungkinkan aliran (drainase) urine.
Tujuan
Memperlancar aliran urine
Mencegah terjadinya infeksi
Mencegah terjadinya aliran balik
Prosedur Pelaksanaan
1. Jangan melepaskan sambungan kateter kecuali jika akan dibilas (mencegah masuknya
bakteri)
2. Ambil urin untuk pemeriksaan dari slang yang ditusuk dengan jarum suntik. Bersikan
dulu slang yang akan ditusuk dengan desinfektan (mempertahankan bagian yang
tertutup dan mencegah masuknya kuman)
3. Jangan sekali-kali meninggikan kantong penampung urine lebih tinggi dari rongga yang
sedang didrainase, eratkan kantong pada rangka tempat tidur jika pasien tidur terlentang
dan pada daerahdi bawah dengkul bila pasien ambulatory. (mencegah urine masuk
kembali ke kandung kemih, tersedia kantong yang dilengkapi katup agar tidak bisa
kembali.
4. Kantong penggumpul urine tidak boleh diletakan diatas lantai. (mencegah kontaminasi
pada system)
5. Amati slang untuk mengatahui adanya lipatan dan kebocoran. (penyumbatan
memungkinkan terjadinya urine mengalir kembali ke kandung kemih)
6. Kosongkan kantong pengumpul ke dalam takaran urine dan takaran tersebut harus
dibersikan secara teratur. (mencegah kontaminasi system drainase)
7. Periksa kultur urine secara sering dan berkala pada pasien yang terpasang kateter
dower. (menyajikan data perubahan jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat
dalam urine sebelum timbul gejala)
9
8. Perhatikan system penampung setiap hari apakah terdapat sedimen atau bocor. (ganti
jika terdapat sedimen atau bocor)
C. Pelepasan Kateter
Pengertian
Melepaskan drainase urine pada pasien yang terpasang kateter.
Tujuan
Melatih pasien untuk buang air kecil (BAK) normal tanpa menggunakan kateter.
Persiapan Alat Dan Bahan
Satu pasang sarung tangan/ handscoen steril
Pinset
Spuit
Betadine
Bengkok/ nierbeken 2 buah
Plester
Alcohol
Lidi kapas
Prosedur Pelaksanaan
1. Beri tahu pasien
2. Pasang sampiran atau penutup jendela
3. Bawa alat ke dekat pasien
4. Cuci tangan
5. Buka plester dengan menggunakan alcohol
6. Pakai sarung tangan
7. Keluarkan isi balon kateter dengan spuit
8. Tarik kateter dan anjurkan pasien untuk menarik napas panjang, kemudian buang
kateter pada bengkok.
10
9. Oleskan area prepusium (meatus uretra) dengan betadine.
10. Lepas sarung tangan dan bereskan alat.
11. Cuci tangan.
12. Dokumentasikan tindakan.
PERHATIKAN :
Pasien yang akan dilepas kateter sebaiknya melakukan latihan berkemih.
Sebelum menarik kateter, kosongkan kantong pengumpul urine terlebih dahulu.
11