matematika_lanjut

56
BUKU AJAR MATEMATIKA LANJUT Oleh: Erwin Budi Setiawan, SSi PROGRAM PERKULIAHAN DASAR UMUM SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM BANDUNG 2002

Upload: jethro-bhaskara

Post on 23-Jun-2015

2.071 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MATEMATIKA_LANJUT

BUKU AJAR

MATEMATIKA LANJUT

Oleh: Erwin Budi Setiawan, SSi

PROGRAM PERKULIAHAN DASAR UMUM SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM

BANDUNG 2002

Page 2: MATEMATIKA_LANJUT

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………………………………… Kata Pengantar……………………………………………………………………… Daftar Isi ……………………………………………………………………………

Bab I Sistem Persamaan Linier dan Matriks

…………………………………… I.1 Matrik dan operasi matrik ……………………………………………………… I.2 Eliminasi Gauss .. ……………………………………………………………… I.3 Invers Matrik ……..……………………………………………………………. I.4 Sistem Persamaan Linier Homogen ……………………………………………. I.5 Determinan ……………………………………………………………………... I.6 Aturan Cramer …………………………………………………………………..

Bab II Persamaan Diferensial Biasa Orde I……………………………………...

II.1 Persamaan Diferensial Biasa …………………………………………………... II.2 Persamaan Diferensial Biasa Orde I ……………………………………………

Bab III Persamaan Diferensial Biasa Orde II

…………………………………... II.1 Persamaan Diferensial Biasa Orde II Homogen ………………………………. II.2 Persamaan Diferensial Biasa Orde II Non Homogen…………………………..

Bab IV Barisan dan Deret …………………………………………

…………….. IV.1 Barisan ………………………………………………………………………... IV.2 Deret Tak Hingga …………………………………………………………….. IV.3 Deret Ganti Tanda dan Kekonvergenan Mutlak……………………………… IV.4 Deret Pangkat ………………………………………………………………… IV.5 Deret Taylor dan Deret Maclurin ……………………………………………..

Bab V Fungsi Dua Peubah

i

ii iii 1 1 4 6 8

11 12 15 15 16 21 21 21 25 25 27 34 35 37 39 39 40 41 43 45 45 49 50 50 52

Page 3: MATEMATIKA_LANJUT

………………………………………………………..

V.1 Fungsi Dua Peubah ……………………………………………………………. V.2 Permukaan di Bidang ………………………………………………………….. V.3 Turunan Parsial Fungsi dua Peubah …………………………………………… V.4 Limit dan Kekontinuan ………………………………………………………...

Bab VI Fungsi Kompleks …………………………………………

……………… VI.1 Bilangan Kompleks …………………………………………………………… VI.2 Limit dan Turunan Bilangan Kompleks ……………………………………… VI.3 Fungsi Analitik ……………………………………………………………….. VI.4 Fungsi Harmonik ……………………………………………………………... Daftar Pustaka …………………………………………………………………….

Page 4: MATEMATIKA_LANJUT

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan buku ajar Matematika Lanjut ini. Buku ini disusun sesuai silabus mata kuliah PU1322 Matematika Lanjut untuk kelas D3 Teknik Elektro. Dalam buku ini dijelaskan Sistem Persamaan Linier dan Matriks, Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde I, PDB Orde II, Barisan dan Deret, Fungsi Dua Peubah, serta Fungsi Kompleks. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu langsung maupun tak langsung sehingga tersusun buku ajar ini. Penulis menyadari bahwa buku ini makin jauh dari sempurna, karenanya penulis mohon maaf bila terdapat penulisan yang kurang tepat.

Bandung, Juli 2002

Penulis

Page 5: MATEMATIKA_LANJUT

DAFTAR PUSTAKA 1. Purcell, E.J and Varberg, D. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I. Penerbit

Erlangga, Indonesia. 2. Purcell, E.J and Varberg, D. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I. Penerbit

Erlangga, Indonesia. 3. Mursita, D. Kalkulus III. STTTelkom. Bandung. Indonesia 4. Kreyszic. E. (1988). Anvanced Engineering Mathematics. Sixth Edition. John

Willey & Sons. New York. 5. Budi.W.S (1997). Kalkulus Peubah Banyak. Jurusan Matematika. FMIPA ITB.

Page 6: MATEMATIKA_LANJUT

1 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB I SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MATRIKS

I.1 Matrik dan Operasi Matriks Definisi : Sebuah matriks adalah susunan segiempat siku-siku dari bilangan – bilangan. Bilangan – bilangan tersebut di sebut entri dalam matriks. Contoh : Susunan berikut adalah matriks.

210241

, [ ]4321 ,

101

0210

2 eπ,

32

, [ ]5

Seperti ditunjukkan pada contoh di atas, ukuran matriks-matriks bermacam-macam besarnya. Ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris ( garis horisontal ) dan banyaknya kolom( garis vertikal) matriks tersebut. Contoh 1, berturut-turut memiliki ukuran 3 x 2, 1 x 4, 3 x 3, 2 x 1, 1 x 1. Kita akan menggunakan huruf besar dan tebal untuk menyatakan matriks-matriks, dan huruf kecil untuk kuantitas numerik, dan lazim menyebutnya sebagai skalar. Jadi kita dapat menulis

A =

210241

, dan B =

dcba

Jika A suatu matriks, maka kita akan menggunakan aij yang menyatakan entri pada baris ke-i dan kolom ke-j dari A. Jadi sebuah matriks 3 x 4 yang umum dapat dituliskan sebagai

A =

34333231

24232221

14131211

aaaaaaaaaaaa

Sebuah matriks dengan n baris dan n kolom dinamakan matriks kuadrat berorde n (Square Matrix of order n) dan entrinya a11, a22, … ,ann di sebut diagonal utama dari A.

A =

nnnn

n

n

aaa

aaaaaa

...............

...

...

21

22221

11211

Dua buah matriks dikatakan sama jika keduanya mempunyai ukuran yang sama dan entri-entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut sama. Jenis-jenis matriks 1. Matriks nol.

Sebuah matriks yang semua entrinya sama dengan nol, contohnya :

0000 ,

000000 ,

000000000

,

0000

, [ ]0

2. Matriks kuadrat.

Page 7: MATEMATIKA_LANJUT

2 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Sebuah matriks yang banyaknya baris dan banyaknya kolom sama, contohnya :

2221

1211

aaaa ,

333231

232221

131211

aaaaaaaaa

3. Matriks satuan. Matriks kuadrat dengan bilangan 1 terletak pada diagonal utama sedangkan 0 terletak di luar diagonal utama, contohnya:

1001 ,

100010001

,

1000010000100001

4. Matriks segitiga atas. Matriks yang semua entri di bawah diagonal utamanya adalah nol.

5. Matriks segitiga bawah. Matriks yang semua entri di atas diagonal utamanya adalah nol.

Operasi-operasi matriks. 1. Jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah

A + B adalah matriks yang diperoleh dengan menambah entri-entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Contoh : Tinjaulah matriks-matriks berikut:

A =

736241

, B =

112103

Maka

A + B =

736241

+

112103

=

+++−+++

171326)1(20431

=

848144

2. Jika A adalah suatu matriks dan c ε R, maka hasil kali c A adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing-masing entri dari A dengan c. Contoh : Jika A adalah matriks

A =

736241

Maka

2 A =

736241

2 =

14612482

dan (-1)A =

736241

)1( =

−−−−−−

736241

3. Jika A adalah suatu matriks m x r dan B adalah matriks r x n, maka hasil kali A

B adalah: untuk mencari entri dalam baris ke-i dan kolom ke-j dari A B, pilih baris ke-i dari matriks A dan kolom ke-j dari matriks B. Kalikan entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan tambahkan hasilkalinya. Contoh: Tinjaulah matriks

Page 8: MATEMATIKA_LANJUT

3 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

A =

−2014 , B=

513241

Maka

A B =

−2014

513241 =

⊗⊗⊗⊗⊗1

(4.1) + (-1.3) = 1 Perhitungan untuk hasil kali selebihnya yaitu

(4.4)+(-1.1) = 15 (4.2)+(-1.5) = 3 (0.1)+(2.3) = 6 (0.4)+(2.1) = 2 (0.2)+(2.5) = 10

Hasil selengkapnya adalah:

A B =

10263151

Jelas di sini bahwa ukuran matriks dari hasil perkalian A dan B adalah 2 x 3 di peroleh dari

A B = AB 2 x 2 2 x 3 2 x 3

4. Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka transpose A dinyatakan oleh At dan ukurannya menjadi n x m, yang kolom pertamanya adalah baris pertama A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian seterusnya. Contoh :

A =

3231

2221

1211

aaaaaa

At =

322212

312111

aaaaaa

B =

− 21

04 Bt =

−2014

Sifat-Sifat Operasi Matriks Walaupun banyak sifat-sifat operasi bilangan riil berlaku juga untuk matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Di antaranya untuk bilangan riil a dan b, kita selalu mempunyai a b = b a, akan tetapi untuk matriks, AB dan BA tidak perlu sama. Mengapa? Dengan mengganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan; maka operasi berikut akan benar: (a) A + B = B + A (b) A + (B + C) = (A + B) + C (c) A (B C) = (A B) C (d) A (B ± C) = AB ± AC (e) (B ± C) A = BA ± CA (f) a (B ± C) = a B ± a C (g) (a ± b) C = a C ± b C (h) (a b) C = a (b C) (i) a (B C) = (a B) C = B(a C) (j) A + O = O + A (k) A – A = O (l) O – A = - A

di dalam di luar

Page 9: MATEMATIKA_LANJUT

4 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

(m) A O = O ; O A = O Dengan a, b ε R, O adalah matriks nol. Latihan 1. Tinjaulah matriks di bawah ini

A =

112103

B =

−2014

C =

513241

D =

423101251

E=

314211316

Hitunglah (a) AB (b) D + E (c) (AB)C (d) DE (e) D + E2

2. Misalkan A =

3112

B =

−4302

C =

401023

D =

053062

Hitunglah (a) A+B , B+A (b) 4A – 2B, 2(2A – B) (c) A + B + C + D (d) – C – D, - (C + D) (e) 5 D – 4C (f) 4C – 5D

I.2 Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah sebuah prosedur yang didasrkan pada gagasan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut. Prosedur di atas pada akhirnya akan menghasilkan bentuk eselon baris tereduksi, yaitu matriks yang punya sifat-sifat berikut: 1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan tak nol pertama dalam

baris tersebut adalah 1. (di sebut 1 utama) 2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri nol, maka semua baris seperti itu

dikelompokkan bersama-sama dibawah matriks. 3. Dalam sebarang dua baris yang berturutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol,

maka 1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama dalam baris yang lebih tinggi.

4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.

Sebuah matriks yang mempunyai sifat 1, 2, 3 dikatakan berada dalam bentuk eselon baris. Contoh . Matriks-matriks eselon baris tereduksi

−110070104001

,

100010001

,

00000000003100010210

,

0000

Matriks-matriks eselon baris

Page 10: MATEMATIKA_LANJUT

5 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

−110076104341

,

100010011

,

100000110006210

Untuk menghasilkan matriks yang berbentuk eselon baris tereduksi dan eselon baris dilakukan operasi baris elementer. Contoh. Diketahui matriks:

−−−−

1565422812610421270200

Reduksi matriks tersebut menjadi matriks eselon baris tereduksi. Jawab: Langkah 1. Letakkan kolom paling kiri (garis vertikal) yang seluruhnya tidak terdiri nol.

−−−−

1565422812610421270200

Kolom tak nol paling kiri Langkah 2. Pertukarkan baris atas dengan baris lain, jika perlu, untuk membawa entri tak nol ke atas kolom yang didapatkan dalam langkah 1.

−−−−

1565421270200281261042

Langkah 3. Jika entri yang sekarang ada di atas kolom yang didapat adalah , kalikan baris pertama dengan 1/a untuk memperoleh 1 utama.

−−−−

15654212702001463521

Langkah 4. Tambahkan kelipatan yang sesuai dari baris atas pada baris-baris yang ada di bawahnya sehingga semua entri 1 utama menjadi nol.

−−−−

2917050012702001463521

Langkah 5. Tutuplah baris atas, mulailah lagi dengan langkah 1 di terapkan pada submatriks yang masih sisa. Teruslah dengan cara ini sampai entri matriks tersebut dalam bentuk eselon baris.

−−−−

2917050012702001463521

Kolom tak nol paling kiri dari submatriks

−−−−

2917050062/70100

1463521

−−

12/1000062/70100

1463521

Baris pertama dan baris kedua dalam matriks terdahulu di pertukarkan.

Baris pertama matriks dikalikan dengan ½

-2 x Baris pertama dari matriks langkah 3 kmd tambahkan pada baris ketiga.

-5 x Baris pertama submatriks tambahkan pada baris ketiga, untuk mendapat nol di bawah 1 utama

Baris pertama dalam submatriks di kalikan dengan – ½ untuk mendapat 1 utama

-5 x Baris pertama submatriks tambahkan pada baris ketiga, untuk mendapat nol di bawah 1 utama

Page 11: MATEMATIKA_LANJUT

6 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

−−

21000062/70100

1463521

Kolom tak nol paling kiri dari submatriks yang baru Langkah 6. Dengan memulai baris tak nol terakhir dan bekerja ke arah atas, tambahkan kelipatan yang sesuai dari setiap baris pada baris-baris di atas untuk mendapatkan nol di atas 1 utama.

210000100100

1463521

210000100100203521

210000100100703021

Operasi baris elementer dari langkah 1 sampai langkah 6 di sebut sebagai prosedur Eliminasi Gauss I.3 Invers Matriks Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B sehingga AB = BA = I (matrik satuan), maka A dikatakan dapat di balik, dan B dinamakan invers dari A. Contoh .

Matriks B =

2153

adalah invers dari A =

−3152

Karena

A B =

−3152

2153

=

1001

Dan

B A =

2153

−3152

=

1001

Matriks yang dapat di balik hanya mempunyai satu invers. Jadi, jika ada dua invers matrik A, misalkan B dan C maka B = C. Buktikan! Simbol dari invers A adalah A-1. Jadi

A A-1 = A-1 A = I

Bagian atas dari submatriks ditutup, kemudian ulangi langkah 1 pada sub matriks yang baru, yaitu dikali dengan 2 untuk mendapatkan 1 utama

-7/2 x Baris ketiga kemudian ditambahkan pada baris kedua

-6 x Baris ketiga kemudian ditambahkan pada baris pertama

5 x Baris kedua kemudian ditambahkan pada baris pertama

Page 12: MATEMATIKA_LANJUT

7 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Contoh . Untuk matriks 2 x 2, misalkan

A =

dcba

Jika ad – bc ≠ 0, maka

A-1 =

−− ac

bdbcad

1 =

−−−

−−

bcada

bcadc

bcadb

bcadd

.

Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat di balik dan yang ukurannya sama, maka 1. A B dapat dibalik. 2. (AB)-1 = B-1A-1

Untuk mencari invers matriks secara umum misalkan matriks A kita dapat melakukan operasi baris elementer terhadap matriks tersebut sehingga menjadi matriks satuan (I). Metode sederhana untuk melaksanakan prosedur ini diberikan dalam contoh berikut. Contoh.Carilah invers dari

A =

−− 924242513

Jawab. Kita ingin mereduksi matriks tersebut dengan menggunakan operasi-operasi baris untuk mendapatkan A-1. Perhitungan dapat dilaksanakan sebagai berikut.

−− 100924010242001513

~1

31

B

−− 100924010242003

13

53

11

~212

314

BB

BB

+−

+

−−

1034

37

3100

0132

34

3100

0031

35

311

~210

3 B

−−

1034

37

3100

0103

51

5210

0031

35

311

~323

10

1231

BB

BB

+−

+−

−−

−−

112100010

35

15

210

0101

52

5901

~31B−

−−

−−

112100010

35

15

210

0101

52

5901

~235

2

1359

BB

BB

+

+−

−−−−

1121005

210

710105

910

194001

(keterangan B1 = baris ke 1, dst) Jadi

A-1 =

−−−−

1125

210

715

910

194

Latihan 1. Selesaikanlah matriks-matriks di bawah ini sehingga menjadi matriks-matriks eselon baris

tereduksi dengan Eliminasi Gauss.

Page 13: MATEMATIKA_LANJUT

8 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

(a)

− 125

412 (b)

− 511

1113

(c)

110533121

13340 (d)

1511141491430

(e)

−−−−

−−

1125015817412117330111

(f)

−−−−

−−−−−

111132727435452533311

2. Carilah invers (jika ada) dari

(a)

θθ−θθ

cossinsincos

(c)

8421042100210001

(b)

−− 924142513

(d)

θθ−θθ

1000cossin0sincos

(e)

−−

10007823541237115

I. 4 Sistem Persamaan Linier Homogen Sebuah garis pada bidang x y secara aljabar dapat dinyatakan oleh persamaan yang berbentuk

a1 x + a2 y = b Persamaan ini dinamakan persamaan linier dalam peubah x dan peubah y. Secara umum, kita mendefinisikan persamaan linier dalam n peubah x1, x2, …, xn , yaitu

a1 x1 + a2 x2 + … + an xn = b dengan a1, a2, …, an dan b adalah konstanta-konstanta riil. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linier dalam peubah x1, x2, …, xn disebut sistem persamaan linier atau sistem linier. Sebuah urutan bilangan-bilangan s1, s2, …, sn dinamakan solusi dari sistem linier tersebut jika x1 = s1, x2 = s2, …, xn = sn adalah solusi dari masing-masing persamaan dari sistem tersebut. Misalnya sistem linier

x1 – 2 x2 = 0 3 x1 + 4 x2 = -5

mempunyai solusi x1= -1 dan x2 = - ½ karena nilai-nilai ini memenuhi persamaan tersebut. Akan tetapi x1= 2 dan x2 = 1 bukanlah sebuah solusi karena nilai-nilai ini hanya memenuhi persamaan pertama dari kedua persamaan dalam sistem tersebut. Tidak semua sistem persamaan linier mempunyai solusi misalnya

x + y = 5 x + y = 3

sistem tersebut tak punya solusi, kalau kita gambarkan dalam koordinat kartesius keduanya adalah dua garis yang sejajar. Ada tiga kemungkinan dalam memecahkan sistem persamaan linier 1. tidak punya solusi 2. hanya punya satu solusi 3. mempunyai tak hingga banyak solusi.

Page 14: MATEMATIKA_LANJUT

9 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Sebuah sistem linier sebarang yang terdiri m persamaan linier dengan n bilangan tak diketahui, ditulis sebagai berikut.

mnmnmm

nn

nn

bxaxaxa

bxaxaxabxaxaxa

=+++

=+++=+++

......

......

2211

22222121

11212111

dengan x1, x2, …, xn adalah bilangan-bilangan tak diketahui, sedangkan a dan b menyatakan konstanta. Bentuk di atas dapat disingkat menjadi

nnnn

n

n

aaa

aaaaaa

...............

...

...

21

22221

11211

nx

xx

.

.

.2

1

=

nb

bb

.

.

.2

1

dari bentuk di atas diperoleh matriks yang diperbesar yaitu

mmnmm

n

n

baaa

baaabaaa

..................

...

...

21

222221

112111

dengan eliminasi gauss, akan didapat eselon baris tereduksi sehingga akan di dapat kemungkinan ketiga solusi di atas. Untuk buku ajar ini di batasi pada sistem linier homogen, yaitu sistem linier yang berbentuk.

0......

0...0...

2211

2222121

1212111

=+++

=+++=+++

nmnmm

nn

nn

xaxaxa

xaxaxaxaxaxa

Tiap-tiap sistem linier seperti di atas senantiasa punya solusi karena x1 = 0, x2 = 0, …, xn = 0 selalu merupakan solusi dari sistem tersebut. Solusi tersebut dinamakan solusi trivial; jika ada solusi lain, maka solusi tersebut dinamakan solusi tak trivial. Jadi untuk sistem persamaan linier homogen, maka persis salah satu di antara pernyataan berikut benar. 1. sistem tersebut mempunyai solusi trivial. 2. sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya, sebagai tambahan terhadap solusi trivial

tersebut. Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai solusi tak trivial; yaitu jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui daripada banyaknya persamaan. Contoh. Pecahkanlah sistem persamaan linier homogen berikut dengan menggunakan eliminasi gaus.

Page 15: MATEMATIKA_LANJUT

10 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

0

02

032022

543

5321

54321

5321

=++

=−−+

=+−+−−=+−+

xxx

xxxx

xxxxxxxxx

Matriks yang diperbesar dari sistem tersebut

−−−−−

011100010211013211010122

~31 BB ↔

−−−−

−−

011100010122013211010211

~31221

BBBB

+−+

−−

011100030300003000010211

~42 BB ↔

−−

003000030300011100010211

~323122

BBBB

+−+

−−

003000003000011100012011

~3

31 B−

− 003000001000011100012011

~42322122

BBBBBB

++−+−

000000001000010100010011

(keterangan: B1 = baris ke 1, dst; ↔ : ditukarkan) Sistem persamaan yang bersesuaian adalah

000

4

53

521

==+=++

xxxxxx

Kemudian didapat

04

53

521

=−=

−−=

xxx

xxx

maka himpunan penyelesaiaanya adalah x1 = - s – t, x2 = s, x3 = -t, x4 = 0, dan x5 = t

Sistem di atas akan mempunyai solusi trivial jika s = t = 0.

Page 16: MATEMATIKA_LANJUT

11 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Latihan Selesaikan sistem persamaan linier di bawah ini 1. 2 x + y = 4

5 x – 2y = 1 2. 3x + y = 11

x – y = 5 3. –x + y + 2z = 0

3x + 4y + z = 0 2x + 5y + 3z = 0

4. 4x – y + 2z = 0 x + 2y – z = 0 3x + 5y + 5z = 0

5. x + y + z = -1 4y – 6z = 6 y + z = 1

6. 7x – 4y – 2z = 0 16x + 2y + z = 0

7. 3x – 12y = 6 -7x + 28y = -14

5x – 20y = 10 8. 4x – y + 2z = 4

x + 2y – z = 3 3x + 5y + 5z = 5

9. w + x + y = 3 -3 w – 17x + y + 2z = 1 4 w – 17x + 8y – 5z = 1 – 5x - 2y + z = 1

10. w – x + 3y + 3z = 3 -5 w + 2x – 5y + 4z = -5 -3 w – 4x + 7y – 2z = 7 2 w + 3x + y – 11z = 1

I.5 Determinan Definisi: Misalkan A matriks bujursangkar, maka fungsi determinan A dinyatakan oleh det(A) dan det(A) didefinisikan sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A. Hasil kali elementer adalah hasil kali yang berbentuk

nnjjj aaa ,...,,11 21 di mana

),...,,( 21 njjj adalah permutasi himpunan { }n...,,2,1 . Sedangkan hasil kali elementer bertanda dari A adalah hasil kali elementer

nnjjj aaa ,...,,11 21 dikalikan dengan +1 dan –1, tanda +1 jika banyaknya invers yang terjadi

adalah genap dan –1 jika banyaknya invers yang terjadi ganjil. Sebuah invers dikatakan terjadi dalam permutasi sini diartikan ),...,,( 21 njjj jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah bilangan bulat yang lebih kecil. Contoh. Tentukan determinan dari

A =

2221

1211

aaaa

Hasil kali elementer

Permutasi Banyaknya invers Genap/ganjil Hasil kali elementer

2211aa ( 1, 2 ) 0 Genap 2211aa

2112aa ( 2, 1 ) 1 Ganjil - 2112aa Jadi det(A) = 2211aa - 2112aa

Banyak cara untuk menghitung determinan suatu matriks, salah satunya adalah mereduksi matriks tersebut sampai pada bentuk eselon baris dengan operasi baris elementer. Ada beberapa sifat operasi baris elementer pada suatu matriks akan mempengaruhi nilai determinannya. 1. Jika B adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan dengan oleh konstanta k

maka det (B) = k det (A). 2. Jika B adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan maka det(B) = -det(A). 3. Jika B adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris yang

lain maka det(B) = det(A). Contoh Hitunglah det(A) di mana

Page 17: MATEMATIKA_LANJUT

13 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

A =

162963510

Jawab.

det(A) = 162963510

− = -162510963 −

(B2 ↔ B3)

= - 3

162510321 −

(faktor bersama baris pertama yaitu 3 dikeluarkan)

= - 3

5100510321

−(-2 B1 + B3)

= - 3

5500510321

−(-10 B2 + B3)

= (-3) (-55)

100510321 −

(faktor bersama baris ketiga yaitu -55 dikeluarkan)

= (-3) (-55) (1) = 165

Jadi det(A) = 165. I. 6 Aturan Cramer Aturan cramer adalah salah satu metode untuk mencari solusi dari system persamaan linier. Jika A X = B adalah system yang terdiri dari n persamaan linier dalam n bilangan tak diketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem linier tersebut mempunyai solusi yang unik, dan solusinya adalah

)det()det( 1

1 AA

x = , )det()det( 2

2 AA

x = , . . . , )det()det(

AA

x nn =

di mana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan menggantikan entri-entri dalam kolom ke –j dari A dengan entri-entri dalam matriks

B =

nb

bb

...2

1

Contoh Diketahui

x1 + 2 x3 = 6 -3 x1 + 4 x2 + 3 x3 = 30

- x1 – 2 x2 + 3 x3 = 8 Carilah x1, x2, dan x3 dengan menggunakan aturan cramer. Jawab Dari persamaan linier di atas didapat matriks

Page 18: MATEMATIKA_LANJUT

14 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

A =

−−−

321643201

A1=

− 3286430206

A2 =

−−

3816303261

A3=

−−−

8213043601

Maka

1110

4440

)det()det( 1

1 −=−==AA

x , 1118

4472

)det()det( 2

2 ===A

Ax dan

1138

44152

)det()det( 3

3 ===AA

x

Latihan Determinan dan Aturan Cramer. 1. Tentukan determinan dari matriks di bawah ini

a.

−5231

c.

−−

613211412

b.

822601721

d.

−180763001

2. Anggaplah det(A) = 5 di mana

A =

ihgfedcba

Carilah

a. det(3 A) b. det(2 A-1) c. det ((2A)-1) d. det

ficehbdga

Page 19: MATEMATIKA_LANJUT

15 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

3. Tunjukkan bahwa x = 0 dan x = 2 memenuhi

10011222 xx

= 0

4. Carilah solusi soal di bawah ini dengan aturan cramer. a. 4 x1 + 5 x2 = 2 11 x1 + x2 + 2 x3 = 3 x1 + 5 x2 + 2 x3 = 1

b. x1 + x2 – 2 x3 = 1 2 x1 – x2 + x3 = 2 x1 – 2 x2 – 4 x3 = –4

c. x1 – 3 x2 – x3 = 4 2 x1 – x2 = -2 4 x1 – 3 x3 = 0

d. 2 x1 – x2 + x3 – 4 x4 = –32 7 x1 + 2 x2 + 9 x3 – x4 = 14 3 x1 – x2 + x3 + x4 = 11 x1 + x2 – 4 x3 – 2 x4 = –4

Page 20: MATEMATIKA_LANJUT

15 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB II PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

ORDE SATU

II.1 Persamaan Differensial Biasa Defenisi. Persamaan differensial biasa Persamaan differensial biasa (PDB) adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi satu peubah yang tidak diketahui.

Bentuk umum PD orde-n adalah sebagai berikut: an(x) yn + an-1(x) yn-1 + … + a0(x) y = f(x)

dengan an(x) ≠ 0 dan an(x), an-1(x), … , a0(x) adalah koefisien PD. Bila f(x) = 0 disebut PDL Homogen, sebaliknya jika tidak disebut PDL tak homogen.

Contoh :

(1) dtdN = kN , N = N(t) , orde 1

(2) 1y + 2 cos 2x = 0 , orde 1 (3) 11y + 1yex + sin xy = xe sin x , orde 2 (4) 3x y 11y + cos 2x 31 )(y = 2x 2y , orde 2

• Orde PDB adalah turunan tertinggi yang terlibat dalam PDB • Solusi

Suatu fungsi y = f (x) disebut solusi PDB jika fungsi y = f (x) disubtitusikan ke PDB diperoleh persamaan identitas.

Solusi umum dan solusi khusus Jika fungsi y = f (x) memuat konstan sembarang maka solusi disebut solusi umum, sebaliknya disebut solusi khusus. Contoh : (1) y = cos x + c solusi umum P.D. 1y + sin x = 0 Karena 1)(cos cx + + sin x = -sin x + sin x = 0 (2) y = cos x + 6 solusi khusus PD 1y + sin x = 0 karena (cos x + 6)’ + sin x = -sin x + sin x = 0

Page 21: MATEMATIKA_LANJUT

16 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

II.2 PDB Orde 1 (i) PDB terpisah PDB yang dapat dituliskan dalam bentuk : g(y) dy = f(x) dx disebut PDB terpisah. Penyelesaian : integralkan kedua ruas Contoh : tentukan solusi umum PD

(1) (x ln x) 1y = y , ( 1y = dxdy )

x ln x dxdy = y

∫ dyy1 = ∫ dx

xx ln1 mis : u = ln x

ln y = ∫ xduxu1

dxdy =

x1

ln y = ln u + c dx = x du ln y = ln (ln x) + 1c exp (ln y) = exp (ln (ln x) + 1c ) y = c ln x jadi, solusi umum : y = c ln x

Contoh : tentukan solusi khusus PD

(2) 1y = yex −3 , y(2) = 0

dxdy = yex −3

dxdy = ye

x 13

ye dy = 3x dx ∫ ye dy = ∫ 3x dx

ye = 4

41 x + c

y = ln 4

41 x + ln c

syarat y(2) = 0 0 = ln (4 + c)

ln(1) = ln (4 + c) 1 = 4 + c c = -3

jadi, solusi khusus : y = ln ( 4

41 x - 3)

(ii) PD dengan koefisien fungsi homogen Fungsi A(x,y) disebut fungsi homogen dengan derajat n, jika A(kx,ky) = nk A(x,y), k konstan sembarang Contoh :

Page 22: MATEMATIKA_LANJUT

17 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Periksa apakah fungsi berikut homogen atau tidak ! (1) A(x,y) = x + y

A(kx,ky) = kx + ky = k (x + y) = 1k A(x,y) A(x,y) = x + y , homogen dengan derajat 1

(2) A(x,y) = x A(kx,ky) = kx

= k A(x,y) A(x,y) = x , homogen dengan derajat 1

(3) A(x,y) = 2x + xy

A(kx,ky) = 2)(kx + k(xy) = 2k 2x + kx ky

= 2k ( 2x + xy) 2k A(x,y) homogen dengan derajat 2

PDB dengan koefisien fungsi homogen mempunyai bentuk umum ),(),(1

yxByxAy =

dengan A,B fungsi homogen dengan derajat yang sama disebut PDB dengan koefisien fungsi homogen. Penyelesaian : gunakan subtitusi y = ux, u = u(x) …….(1)

uxuy += 11

dxdy = x

dxdu + u …….(2)

dy = x du + u dx …….(3) Contoh : Tentukan solusi umum PD x 1y = x + y (bukan PD terpisah)

xyxy +=1

karena x + y, x fungsi homogen dengan derajat 1, maka PD di atas adalah PD dengan koefisien fungsi homogen. Penyelesaian :

y = ux misalkan u = xy

uxuy += 11

xuxxuxu +=+1

xuxuxu )1(1 +=+

uuxu +=+ 11

Page 23: MATEMATIKA_LANJUT

18 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

11 =xu

xdxdu = 1

∫ du = ∫ x1 dx

u = ln x + c

xy = ln x + c

y = x ln x + cx sehingga solusi umumnnya : y = x ln x + cx

(iii) PDB Linier PDB yang dapat dituliskan dalam bentuk : 1y + P(x) y = r(x) disebut PD linier.

Penyelesaian : kalikan kedua ruas dengan ∫ dxxPe

)(

∫ dxxPe

)( 1y + ∫ dxxPe

)(P(x)y = ∫ dxxP

e)(

r(x) 1)(

)( ∫ dxxPye = ∫ dxxPe

)( r(x)

misal : h = ∫ P(x) dx

1)( hye = he r(x) integralkan kedua ruas y he = ∫ he r(x) dx + c

sehingga solusi umumnya : y = he− (∫ he r(x) dx + c)

contoh : (1) tentukan solusi umum PD

x 1y - 2y = xex3 jawab :

x 1y - 2y = xex3

1y - xy2 = c

PD linier dengan P(x) = x2− , r(x) = xex 2

h = ∫ x2− dx = -2 ln x = ln 2−x = ln ( 2

1x

)

he = )1ln( 2xe = 2

1x

212

1 xex

h ==−

y = he− {∫ he r(x) dx + c}

y = }1{ 22

2 cdxexx

x x +∫

Page 24: MATEMATIKA_LANJUT

19 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

y = }{2 cex x + y = cxex x 22 + (2) tentukan solusi khusus PD 1y + y = 3)0(,)1( 2 =+ yx

{ }{ }{ }

c30.4033)0(y:SKc3x4xy:SU

c)1x(2)1x(eey

dx)1x(2e)1x(eey

dx)1x(eey

xdx1h

)1x()x(r;1)x(p

2

2xx

x2xx

2xx

2

+++=⇒=+++=

++++=

+++=

+=

==

+==

∫∫

0c

c33=

+=

3x4xy 2 ++= (iv) Trayektori Ortogonal

Dalam matematika terapan, seringkali kita jumpai permasalahan untuk mendapatkan keluarga kurva yang ortogonal atau tegak lurus terhadap keluarga kurva lain. Misalkan diberikan keluarga kurva f(x,y) = c, c parameter. Maka untuk mendapatkan trayektori ortogonal dilakukan langkah sebagai berikut: 1.Turunkan secara implisit f(x,y) = c terhadap x, nyatakan parameter c dalam x

dan y. 2.Karena tegak lurus maka trayeksi Ortogonal (TO) harus

memenuhi:)y,x(Df

1y1 −=

3.Trayektori Ortogonal dari f(x,y) = c, didapatkan dengan mencari solusi dari

)y,x(Df1y1 −= .

Misal lihat keluarga kurva 2cxy = Trayeksi ortogonal (TO) dari 2cxy = adalah kurva yang tegak lurus pada

2cxy = . Langkah-langkah menentukan TO :

1. Tuliskan 2cxy = dalam bentuk 2xyc =

xy2y

xxy2y

cx2y

)cx(Dx)y(Dx

cxy

1

21

1

2

2

=

=

=

=

=

2. TO akan memenuhi PD

Page 25: MATEMATIKA_LANJUT

20 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

y2

xx/y2

1y1 −=−=

3. TO dari 2cxy = adalah

)ellips(cy2

x

c2

xy

xdxydy2

y2x

dxdy

y2xy

22

22

1

⇒=+

+−=

−=

−=

−=

∫ ∫

LATIHAN

1. tentukan solusi trayektori ortogonal dari persamaan berikut : a. 222 cyx =+ c. cxy += b. 222 cyx =− d. 4 x2 + y2 = c

2. Tentukan solusi dari PDB satu dibawah ini : a. )x2x1)(y21(y 321 +++=

b. 0xy2ydxdy

x 22 =−−

c. 0yedxdy)e1( xx =++ dengan 1)0( =y

d. 'y + y tan x = 2x cos x

e. 2

2

x

xy2ydxdy +=

f. yxy3x

dxdy

−+

=

g. x1 ey2y −=+ h. x2x3xyxy 231 −++= i. 21 xyy =+

Page 26: MATEMATIKA_LANJUT

21 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB III

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE DUA

II.1 Persamaan Differensial Homogen

Bentuk umum : y″ + p(x)y′ + g(x)y = r(x), p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka Persamaan Differensial diatas disebut homogen, sebaliknya disebut non homogen. Persamaan Differensial Biasa linier orde dua homogen dengan koefisien konstan, memiliki bentuk umum : y″+ ay′ + by = 0 ; dimana a, b merupakan konstanta sebarang, misalkan y = erx. Persamaannya berubah menjadi r2 + ar + b = 0, sebuah persamaan kuadrat. Jadi kemungkinan akarnya ada 3 yaitu: 1.Akar real berbeda (r1,r2; dimana r1≠r2) Memiliki solusi basis y1 = er1 x dan y2 = er2 x dan mempunyai solusi

umum y = C1er1 x + C2er2 x 2. Akar real kembar (r1,r2; dimana r1=r2)

Memiliki solusi basis y1=C1 er1 x dan y2 =C2x er2 x dan mempunyai solusi umum y = C1er1 x + C2 x er2 x

3.Akar kompleks kojugate (r1 = u + wi, r2 = u – wi) Memiliki solusi basis y1 = eux cos wx; dan y2 = eux sin wx dan mempunyai solusi umum y = eux ( C1cos wx + C2 sin wx )

Contoh soal: 1. y″ + 5y′ + 6y = 0

( r + 2 ) ( r + 3 ) = 0 r1 = -2 atau r2 = -3

maka solusinya : y = C1e-2 x + C2e-3x 2. y″ + 6y′ + 9y = 0

( r + 3 ) ( r + 3 ) = 0 r1 = r2 = -3 maka solusinya : y = C1e-3x + C2 x e-3x

3. y″ + 4y = 0

r = 2

4.1.4−±

maka solusinya : y = C1cos 2x + C2 sin 2x

II.2 Persamaan Differensial non homogen Bentuk umum: y″ + p(x)y′ + g(x)y = r(x) dengan r(x) ≠ 0 Solusi umum : y = yh + yp Dimana yh = solusi P D homogen yp = solusi P D non homogen

Page 27: MATEMATIKA_LANJUT

22 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Menentukan solusi non homogennya (yp), yaitu : (i) Metode koefisien tak tentu, pilihlah yp yang serupa dengan r(x), lalu

substitusikan ke dalam persamaan.

r(x) yp r(x) = emx yp = A emx r(x) = Xn yp = AnXn + An-1Xn-1+…….+A1X + A0 r(x) = sin wx yp = A cos wx + B sin wx r(x) =cos wx yp = A cos wx + B sin wx r(x) = e uxsin wx yp = e ux (A cos wx + B sin wx ) R(x) =e uxcos wx yp = e ux (A cos wx + B sin wx )

Ctt: Solusi non homogen tidak boleh muncul pada solusi homogennya. Jika hal ini terjadi, kalikan solusi khususnya dengan faktor x atau x2 sehingga didak memuaat lagi solusi homogennya.

(ii) Metode variasi parameter, metode ini digunakan untuk memecahkan persamaan-persamaan yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode koefisien tak tentu. Sebagai contoh : Persamaan Differensial orde dua non homogen y″ +ay′ + by = r(x) memiliki solusi umum : y = yh + yp misal yp = u y1 + v y2 dimana u = u(x) ; v = v(x) maka y′p = u′ y1 + u y1 + v y2 + v′ y2 pilih u dan v sehingga : u′ y1 + v′ y2 = 0 ……………….(*) y′p = u y1′ + v y2′ y″p = u′y1′ + u y1″ + v′y2′ + vy2″ Substitusikan yp , yp ′, yp ″ ke dalam persamaan awal sehingga di dapatkan : u′y1′ + u y1″ + v′y2′ + vy2″ + a (u y1′ + v y2′)+ b ( u y1 + v y2 ) = r(x) u ( y1″ + a y1′ + b y1 ) + v ( y2″ + a y2′+ b y2 ) + u′y1′ + v′y2′ = r (x) u′y1′ + v′y2′ = r (x)…………….(**) Eleminasi (*) dan (**) di peroleh : u′ y1 + v′ y2 = 0 u′y1′ + v′y2′ = r (x) untuk dapat mengeliminir persamaan pertama dikalikan dengan y2′ dan persamaan kedua dikalikan dengan y2 , sehingga di dapat persamaan : u′ y1 y2′ + v′ y2 y2′ = 0 u′y1′ y2 + v′ y2′ y2 = y2 r (x) sehingga di dapat u′ ( y1 y2′ - y1′ y2 ) = - y2 r (x) jadi di peroleh :

u = ∫− dxW

)x(ry2 dan v = ∫ dxW

)x(ry1

dengan W = '22

'11

yyyy

Page 28: MATEMATIKA_LANJUT

23 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Contoh: tentukan solusi umum : y″ -4 y = e2x r2 – 4 = 0 r2 = 4 r = ± 2 yp = u y1 + v y2 = C1 e2x + C2 e-2x W = y1.y′2 – y2.y′1 W = -2e –2x. e 2x - 2e 2x e-2x = -1 – 1 = - 2

u = ∫− dxW

)x(ry2

u = ∫ −−

−dx

2ee x2x2

u = ∫dx21 sehingga u = ½ x

v = ∫ dxW

)x(ry1

v = ∫ −dx

2ee x2x2

v = ∫− dxe21 x4 maka v = -1/8 e4x

yp = u y1 + v y2 = C1 e2x + C2 e-2x

= 1/2 x e2x –1/8 e 4x e-2x = ½ x e2x - 1/8 e 2x y = yh + yp = C1 e2x + C2 e-2x + ½ xe2x – 1/8 e2x

Latihan Persamaan Diferensial Orde - Kedua Selesaikan persamaan diferensial : 1. Tentukan solusi umum dari : y″ + 4y′ + 3y = 0 2. Tentukan solusi khusus dari : y″ - 5y′ + 6y = 0, yang dapat memenuhi y(0) = 0,

y′(0) = 1 3. Tentukan solusi umum dari : y″ + 4y′ + 4y = 0 4. Tentukan solusi khusus dari : y″ -10 y′ + 25y = 0, yang memenuhi y(0) = 3; y′(0)

= 5 5. Tentukan solusi umumnya : y″ + 9 y = 0

Page 29: MATEMATIKA_LANJUT

24 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

6. Tentukan solusi khususnya ; y″ +2 y′ + 2y = 0, yang memenuhi y(0) = 1 dan y′ = 0

7. Tentukan solusi umum dari : y″ - y′ - 2y = cos x 8. Tentukan solusi khusus dari persamaan diferensial : y″ + y = x + 2e-x , dengan y(0)

= 0 dan y′(0) = 3 9. Tentukan solusi umum dari : y″ + y = sec x 10. Tentukan solusi khusus dari : y″ -5 y′ + 6 y = 2ex

Page 30: MATEMATIKA_LANJUT

25 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB IV BARISAN DAN DERET

IV.1 Barisan Definisi Barisan bilangan didefinisikan sebagai fungsi dengan daerah asal merupakan bilangan asli. Notasi: f: N → R n f(n ) = an Fungsi tersebut dikenal sebagai barisan bilangan Riil {an} dengan an adalah suku ke-n. Bentuk penulisan dari deret : 1. bentuk eksplisit suku ke-n

an = n1

2. ditulis barisannya sejumlah berhingga suku awalnya.

...,

41,

31,

21,1

3. bentuk rekursi

an = 1 dan an+1=n

n

a1a+

Definisi: Barisan {an} dinamakan konvergen menuju L atau berlimit L, ditulis

Lalim nn=

∞→

Sebaliknya, barisan yang tidak konvergen ke suatu bilangan L yang terhingga dinamakan divergen. Sifat dari limit barisan, jika barisan {an} konvergen ke L dan barisan {bn} konvergen ke M, maka 1. ( ) ( ) ( ) MLblimalimbalim nnnnnnn

±=±=±∞→∞→∞→

2. ( ) ( ) ( ) M.Lblim.alimb.alim nnnnnnn==

∞→∞→∞→

3. ( )( ) M

Lblim

alim

ba

limnn

nn

n

n

n==

∞→

∞→

∞→, untuk M ≠ 0

Barisan {an} dikatakan a. Monoton naik bila an+1 ≥ an b. Monoton turun bila an+1 ≤ an

Page 31: MATEMATIKA_LANJUT

26 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Tentukan konvergensi dari barisan di bawah ini:

1. 1n2

na n −=

2. 3n2n

1n4a 2

2

n +−+=

3. 1n2n3a

2

n ++=

4. 1n

na n +=

5. ( )

n

n

n 4a π−=

6. n

)nln(a n =

7. n

n n11a

+=

8. an+1 = 1 + 21

an , a1=1

9. an+1 = 21

(an + na

2) , a1=2

10.

...

54,

43,

32,

21

11.

−−− ...

95,

74,

53,

32,1

12.

−−−...

431

1,

321

1,

211

1,1

13.

−−−−...

515

4,

414

3,

313

2,

212

1

Page 32: MATEMATIKA_LANJUT

27 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

IV.2 Deret Tak Hingga Bentuk deret tak hingga dinotasikan dengan notasi sigma, sebagai berikut:

∑∞

=0nna = a1 + a2 + a3 + a4 + …+ an + …

dengan an adalah suku ke-n.

Misalkan Sn menyatakan jumlah parsial ke-n suku deret ∑∞

=0iia , maka

S1 = a1 S2 = a1 + a2 . . .

Sn = a1 + a2 + a3 + a4 + …+ an = ∑=

n

0iia

Barisan { }nS , dinamakan barisan jumlah parsial deret ∑∞

=0iia . Dari jumlah parsial ini di dapat bahwa Sn

– Sn-1 = an . Definisi.

Deret tak hingga ∑∞

=0iia konvergen dan mempunyai jumlah S jika barisan jumlah-jumlah parsialnya { }nS

konvergen ke suatu nilai. Sebaliknya apabila { }nS divergen maka deret divergen. Contoh. Selidiki kekonvergenan dari :

1. ...321

161

81

41

21 +++++

Jawab: Kalau kita perhatikan

S1 = 21 = 1 -

21 S2 =

41

21 + =

43 = 1 – (

21 )2 S3 =

81

41

21 ++ =

87 = 1 – (

21 )3

Sehingga kita peroleh jumlah ke-n-nya

Sn = 1 – (21 )n

Dan

nnSlim

∞→ =

∞→nlim (1 – (

21 )n) = 1

Jadi karena barisan jumlah-jumlah parsialnya konvergen ke 1, maka deret di atas juga konvergen.

2. ∑∞

= +1i )1i(i1

Jawab: Perhatikan bahwa

)1i(i1+

=i1 -

1i1+

Dari sini kita peroleh bahwa

Sn =

+−

//++

//−

//+

//−

//+

//−

1n1

n1...

41

31

31

21

211 =

+−

1n11

Page 33: MATEMATIKA_LANJUT

28 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Dan

nnSlim

∞→=

∞→nlim

+−

1n11 = 1

Jadi, karena barisan jumlah-jumlah parsialnya konvergen ke 1, maka deret di atas juga konvergen.

3. ∑∞

=1i i1

Dari sini kita dapatkan

Sn = 1 + n1...

81

71

61

51

41

31

21 ++++++++

Sn = 1 + n1...

81

71

61

51

41

31

21 ++

++++

++

≥ 1 + n1...

81

81

81

81

41

41

21 ++

++++

++

= 1 + n1...

21

21

21

21 +++++

Sehingga akan kita dapatkan limit untuk Sn untuk n menuju tak hingga harganya adalah tak hingga juga. Jadi deret harmonik di atas adalah deret divergen.

4. ∑∞

= ++

1i22 )1i(i

1i2

Jawab. (dicoba!!!) Deret Geometri

Bentuk umum deret geometri adalah ∑∞

=

1n

1nar = a +ar +a r2 + ... + a rn-1 + ... dengan a ≠ 0.

Jumlah parsial deret ini adalah Sn = ∑=

−n

1i

1iar = a +ar +a r2 + ... + a rn-1, dan dapat ditulis sebagai Sn =

( )r1r1a n

−−

, r ≠ 1.

Sifat deret ini,

1. Jika r < 1 maka barisan {rn} konvergen ke 0 karena n

nrlim

∞→= 0, maka deretnya konvergen ke

r1a−

.

2. Jika r > 1 maka barisan {rn} divergen karena n

nrlim

∞→= ∞ , maka deretnya juga divergen.

Uji kedivergenan dengan suku ke-n.

Apabila ∑∞

=0nna konvergen maka nn

alim∞→

= 0, kebalikannya nnalim

∞→≠ 0 maka deret konvergen.

Contoh.

Buktikan bahwa ∑∞

= ++1n2

2

4n3n3n divergen.

Bukti.

4n3n3

nlim2

2

n ++∞→=

2n

n4

n33

1lim++∞→

= 31 (tidak nol)

Page 34: MATEMATIKA_LANJUT

29 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Jadi terbukti bahwa ∑∞

= ++1n2

2

4n3n3n divergen.

Dalam banyak kasus bahwa nnalim

∞→= 0, tetapi dari sini kita sangat sulit menentukan apakah deret tersebut

konvergen atau divergen.

Sebagai contoh deret harmonik, ∑∞

=1n n1 =1 +

n1...

81

71

61

51

41

31

21 ++++++++ + . . .

Jelas bahwa nnalim

∞→=

n1lim

n ∞→= 0, tetapi deret harmonik adalah deret yang divergen.

Oleh karena itu perlu dilakukan uji untuk deret positif di atas, yaitu: 1. Tes Integral

Misalkan fungsi f kontinu monoton turun dan f(x) > 0 pada selang [1,∝)

a. Jika integral tak wajar ∫∞

1dx)x(f konvergen, maka deret ∑

=1n

)n(f konvergen.

b. Jika integral tak wajar ∫∞

1dx)x(f divergen, maka deret ∑

=1n

)n(f divergen.

Contoh. Selidiki kekonvergenan dari ∑∞

=

1n

n2en

Jawab. Kita ambil 2xex)x(f −= , sehingga

dxex2x

1

−∞

∫ = dxexlim2xb

1b

∞→ ∫ = ∫ −

∞→

b

1

2x

b)x(delim

21 2

= b

1

x

b

2elim

21 −

∞→− =

1bb ee

1lim21

2−

−∞→

= e2

1

Jadi dxex2x

1

−∞

∫ konvergen.

Jadi karena dxex2x

1

−∞

∫ konvergen, maka ∑∞

=

1n

n2en juga konvergen.

Latihan. Selidiki kekonvergenan dari deret berikut

1. ∑∞

=2n nlnn1

2. ∑∞

=2n2 nlnn

1

3. ∑∞

= +1n 1n21

4. ∑∞

= +1n2 1n41

5. ( )

∑∞

= +1n 23

n34

1

2. Uji Deret-p

Deret-p atau deret hiperharmonik mempunyai bentuk umum ∑∞

=inpn

1 , dengan p > 0.

Dengan menggunakan tes integral, kita dapatkan

dxx1lim

1 pt ∫∞

∞→=

t

1

p1

t p1xlim

∞→=

p11tlim

p1

t −−−

∞→

Kalau kita perhatikan, untuk a. p = 1 diperoleh deret harmonik, sehingga untuk p = 1 deret konvergen.

Page 35: MATEMATIKA_LANJUT

30 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

b. p > 1 maka p1

ttlim −

∞→ = 0, sehinggga diperoleh deret yang konvergen.

c. p < 1 maka p1

ttlim −

∞→ = ∞ , sehingga deret divergen.

Sehingga di peroleh kesimpulan bahwa deret-p konvergen apabila p > 1, dan divergen apabila 0 < p ≤ 1.

3. Uji Banding Biasa

Andaikan ∑∞

= `1nna dan ∑

= `1nnb deret positif, jika an ≤ bn maka

a. Jika ∑∞

= `1nnb konvergen, maka ∑

= `1nna konvergen.

b. Jika ∑∞

= `1nna divergen, maka ∑

= `1nnb divergen.

Contoh. Selidiki kekonvergenan deret berikut:

1. ∑∞

= −3n2 5nn

Akan kita bandingkan deret ini dengan an = n1 dengan bn =

5nn

2 −, kita tahu bahwa ∑

=1n n1

adalah deret harmonik dan 5n

n2 −

≥ n1 , Sehingga karena ∑

=1n n1 deret divergen, maka

∑∞

= −2n2 5nn deret yang divergen.

2. ∑∞

= +1n2 5n1

Akan kita bandingkan deret ini dengan bn = 2n

1 dengan bn =5n

12 +

, kita tahu bahwa ∑∞

=1n2n

1

adalah deret hiperharmonik dengan p > 1 dan 5n

12 +

≥ 2n

1 , Sehingga karena ∑∞

=1n2n

1 deret

konvergen, maka ∑∞

= +2n2 5n1 deret yang konvergen.

Latihan

1. ∑∞

= +1n2 5nn

2. ∑∞

= −3n2 5n1

3. ∑∞

= +1nn 121

4. ( )∑

= −3n22n

1

5. ∑∞

= −1n 1n21

4. Uji Banding Limit

Andaikan an dan bn deret positif dan n

n

n ba

lim∞→

= L

Page 36: MATEMATIKA_LANJUT

31 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

a. Jika 0 < L < ∞ maka ∑∞

= `1nna dan ∑

= `1nnb sama-sama konvergen atau divergen

b. Jika L = 0 dan ∑∞

= `1nnb konvergen maka ∑

= `1nna konvergen.

Contoh. Selidiki kekonvergenan dari deret berikut

1. ∑∞

= +−+

1n23 7n5n3n2

.

Kita gunakan Uji Banding Limit. Kalau kita perhatikan deret tersebut, suku umumnya mirip dengan

2n2 sehingga

n

n

n ba

lim∞→

=2

23

n

n2

7n5n3n2

lim +−+

∞→=

14n10n2n3n2lim 23

23

n +−+

∞→= 1

Jadi deret ∑∞

= +−+

1n23 7n5n3n2

konvergen.

2. ∑∞

= +1n2 4n1

Kita gunakan Uji Banding Limit. Kalau kita perhatikan deret tersebut, suku umumnya mirip dengan

n1 ., sehingga

n

n

n ba

lim∞→

=

n1

4n1

lim2

n

+∞→

=4n

nlim 2

2

n +∞→= 1

Jadi deret ∑∞

= +1n2 4n1

divergen.

Latihan. Uji Banding Limit.

1. ∑∞

= ++1n2 3n2n

n

2. ∑∞

= −+

1n3 4n

1n3

3. ∑∞

= +1n 1nn1

4. ∑∞

=

+1n

2n3n2

5. ∑∞

=1n2nnln

5. Tes Rasio Tes ini sering juga disebut tes dengan membandingkan suatu deret dengan dirinya. Untuk menggunakan tes sebelumnya diperlukan wawasan yang luas tentang macam-macam deret yang telah diketahui kekonvergenan atau kedivergenannya. Selain itu kita juga harus memilih deret yang tepat yang hendak dibandingkan. Ujinya adalah sebagai berikut: Andaikan ∑ na sebuah deret positif dan andaikan

n1n

n aa

lim +∞→

= ρ

a. Jika ρ < 1 deret konvergen b. Jika ρ > 1 deret divergen c. Jika ρ = 1 , uji gagal Contoh: Selidiki kekonvergenan dari deret di bawah ini

Page 37: MATEMATIKA_LANJUT

32 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

1. ∑∞

=1n

n

!n2

Jawab :

ρ = ( ) 01n

2lim2

!n!1n

2lima

alim

nn

1n

nn1n

n=

+=

+=

∞→

+

∞→+

∞→

Menurut tes rasio deret tersebut konvergen.

2. ∑∞

=1n

n

!nn

Jawab :

ρ = ( )( ) ( )

n

n

n

nn

1n

nn1n

n n1nlim

n1n

1n1nlim

n

!n!1n

1nlima

alim

+=

+

++=

++=

∞→∞→

+

∞→+

∞→

Misalkan y = n

n1n

+ sehingga diperoleh

n1

n1nln

limn

1nlnnlimylnlimnnn

+

=

+=

∞→∞→∞→

=

+=

−−

+

∞→∞→ nn

nlim

n

1n

1nn1n

n

lim2

2

n2

2

n=1

sehingga di peroleh ρ = e1 > 1 Menurut tes rasio deret tersebut divergen.

Latihan

1. ∑∞

=1n

n2

!n5

2. ( )∑∞

=1n

n

!n2n

3. ∑∞

=1n

2

!nn

4. ( )∑∞

=+

1n

n

!2n!n2

5. ( )∑∞

=+

1n

n3

!1n3n

6. Uji Akar Andaikan an deret positif, dan n

nalim

∞→ = L

a. Jika L < 1 deret konvergen. b. Jika L > 1 deret divergen. c. Jika L = 1, uji gagal.

Contoh Selidiki kekonvergenan deret berikut ∑∞

=

++

1n

n

n1n1

Jawab.

L = nn

n n1n1lim

++

∞→=

+

∞→ n1n2lim

n= 2

Menurut uji akar deret divergen.

Page 38: MATEMATIKA_LANJUT

34 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Latihan. Selidiki kekonvergenan deret di bawah ini !

1. ∑∞

=

2n

n

nln1

2. ∑∞

=

+2n

n

2n3n

3. ∑∞

=

+

2n

n

n1

21

Page 39: MATEMATIKA_LANJUT

35 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

IV.3 Deret Ganti Tanda dan Kekonvergenan Mutlak Deret Ganti Tanda Deret ini mempunyai bentuk sebagai berikut

...aaaa 4321 +−+− dengan an > 0, untuk semua n. Contoh penting adaalah deret harmonik berganti tanda, yaitu

...41

31

211 +−+−

Uji deret ganti tanda Andaikan ...4321 +−+− aaaa deret ganti tanda, deret tersebut dikatakan konvergen jika

1. an+1< an 2. 0lim =

∞→nn

a

Contoh. Tentukan kekonvergenan deret ganti tanda berikut.

a. ...41

31

211 +−+−

b. ...!4

1!3

1!2

11 +−+−

Jawab:

a. Dari soal diatas kita punya an = n1 , dan an+1 =

11+n

, deret tersebut konvergen jika

1. an > an+1 ⇔ n1 >

11+n

, karena n ≠ 0, maka n+1 > n

2. nna

∞→lim =

nn

1lim∞→

= 0

Karena 1 dan 2 terpenuhi maka deret di atas konvergen.

b. Dari soal diatas kita punya an = !

1n

, dan an+1 = ( )!11+n

, deret tersebut konvergen jika

1. an > an+1 ⇔ !1n

> ( )!11+n

, karena n ≠ 0, maka (n+1)! > n!

2. nna

∞→lim =

!1limnn ∞→

= 0

Karena 1 dan 2 terpenuhi maka deret di atas konvergen. Konvergen Mutlak dan Konvergen Bersyarat Suatu deret dikatakan konvergen mutlak bila harga mutlak deret tersebut konvergen.

Atau dengan kata lain ∑∞

=1nna dikatakan konvergen mutlak jika ∑

=1nna konvergen. Dan

dikatakan konvergen bersyarat jika ∑∞

=1nna divergen, tetapi ∑

=1nna konvergen.

Pengujian kekonvergenan mutlak dilakukan dengan tes rasio.

Misalkan ∑∞

=1nna dengan an ≠ 0 dan

n

nn a

a 1lim +

∞→= r. Maka

(i) bila r < 1 maka deret konvergen mutlak (ii) bila r > 1 maka deret divergen (iii) bila r = 1 maka tes gagal.

Page 40: MATEMATIKA_LANJUT

36 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Latihan Tentukan kekonvergenan deret berikut.

1. ( )∑∞

=

1 51

nn

n n 2. ∑∞

=

12)4(

n

n

n 3. ∑

=

1

)1(

n

n

n

IV.4 Deret Pangkat Deret pangkat secara umum ada dua bentuk (1) Deret pangkat dalam x didefinisikan

∑∞

=0n

nn xa = a0 + a1 x + a2 x2 + . . .

(2) Deret pangkat dalam x – b didefinisikan

( )∑∞

=

−0n

nn bxa = a0 + a1 (x-b) + a2 (x-b)2 + . . .

Untuk kali ini kita bicara selang kekonverganan / untuk harga x berapa saja deret pangkat tersebut konvergen. Pengujian apakah ada nilai x atau selang x yang menyebabkan deret kuasa konvergen dilakukan sebagai berikut:

Misalkan diberikan ( )∑∞

=

−0n

nn bxa dan L

bxabxa

nn

nn

n=

−− +

+

∞→ )()(

lim1

1

(1) L < 1, Deret konvergen mutlak, sesudah tahu hasil untuk selang x berapa, nilai titik ujung selang perlu kita masukan ke dalam deret asal untuk mengecek apakah selang kekonvergenan tersebut juga memuat titik ujung selang x.

(2) L > 1, deret divergen. Contoh. 1. Tentukan selang kekonvergenan deret

∑∞

= +0 2)1(nn

n

nx

Jawab. Kita akan gunakan Uji Hasilbagi Mutlak, untuk menyelidiki kekonvergenan mutlak.

2)2()1(

2lim

2)1(:

)2(2lim

1

1 xnnx

nx

nxL

nn

n

n

n

n=

++

=++

=∞→+

+

∞→

Jadi deret tersebut konvergen mutlak apabila L< 1, yaitu –2 < x < 2. Apabila x = 2 atau x = -2 uji tersebut gagal. Akan tetapi jika x = 2, deret tersebut di atas adaalah deret

harmonik yang divergen, sedangkan apabila x = - 2, deret tersebut menjadi deret harmonik berganti tanda yang konvergen. Sehingga selang kekonvergenannya adalah –2 ≤ x < 2.

2. Tentukan himpunan kekonvergenan dari deret

∑∞

= +0 !)1(n

n

nx

Jawab.

( ) ( ) ( ) 02

lim!1

:!2

lim1

=+

=++

=∞→

+

∞→ nx

nx

nxL

n

nn

n

Berdasarkan Uji Hasilbagi Mutlak, deret tersebut konvergen untuk semua nilai x. 3. Tentukan himpunan kekonvergenan dari deret

Page 41: MATEMATIKA_LANJUT

37 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

∑∞

=

+0

!)1(n

nxn

Jawab ( )( )

( )

≠∞=

=+=+

+=

∞→

+

∞→ 0,0,0

2lim!1

!2lim

1

xjikaxjika

xnxn

xnL

nn

n

n

jadi deret tersebut konvergen hanya untuk x = 0. Untuk lebih lanjut ada dua teorema yang akan menjelaskan masalah selang kekonvergenan deret pangkat, yaitu Teorema 1.

Himpunan kekonvergenan deret pangkat ∑∞

=0n

nn xa berbentuk selang yang berupa salah satu dari ketiga

jenis berikut (i) satu titik x = 0 (ii) selang (-c, c), mungkin ditambah salah satu atau keduanya titik ujungnya. (iii) seluruh himpunan bilangan riil Teorema 2. Teorema 1 juga berlaku bagi deret pangkat dalam (x-b) selang kekonvergenannya salah satu dari ketiga jenis berikut : (i) satu titik x = b (ii) selang (b-c, b+c), mungkin ditambah salah satu atau keduanya titik ujungnya. (iii) seluruh himpunan bilangan riil Latihan Tentukan selang kekonvergenan dari deret pangkat di bawah ini:

1. ( )∑

= +−

021

)1(

n

n

nx

2. ( ) ( ) ( ) ...81.4

4ln227.3

3ln29.2

2ln23

2 432++++++++ xxxx

3. ( ) ( ) ( ) ...!32

!222

32++++++ xxx

Operasi deret pangkat Dalam pasal sebelumnya untuk 11 <<− x deret

xaax

n

n

−=∑

= 11

Pertanyaan yang muncul mengenai sifat-sifat deret kuasa di atas (misal S(x)= ∑∞

=1n

nax ), misalkan

bagaimana jika S(x) didiferensialkan dan jika S(x) diintegralkan. Teorema. Andaikan S(x) adalah jumlah sebuah deret pangkat pada sebuah selang I; jadi

S(x)= ∑∞

=0n

nn xa = a0 + a1 x + a2 x2 + a3 x3+ . . .

Maka

Page 42: MATEMATIKA_LANJUT

38 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

(i) S’(x) = [ ]∑∞

=0n

nn xaD = D[a0 + a1 x + a2 x2 + a3 x3+ . . .] = a1 + 2a2 x + 3a3 x2+ . . . =∑

=

1

1

n

nn xna

(ii) ∫x

dttS0

)( = ∑∫∞

=00

n

x nn dtta =∑

=

+

+0

1

1n

nn xna

= a0x + 21 a1 x2 +

31 a2 x3 +

41 a3 x4+ . . .

Contoh. Sesuai teorema di atas

x−11 = 1 + x + x2 + x3 + . . . untuk -1< x <1, tentukan

a. ( )21

1x−

b. ln(1- x)

Jawab. a. Dengan menurunkan suku demi suku, kita peroleh

( )21

1x−

= 1 + 2x + 3x2 + 4 x3 + . . ., -1< x <1

b. Sedangkan dengan mengintegralkan suku demi suku, kita peroleh juga

∫ −

x

dtt

01

1 = x + 21

x2 +31 x3 +

41 x4+ . . .

jadi,

- ln(1- x) = x + 21

x2 +31 x3 +

41 x4+ . . ., -1< x <1

Latihan. Petunjuk : Lihat contoh a dan b di atas

1. x

xf+

=1

1)( 3. x

xx

xxf+

=+

=1

11

)( 22

5.

+−

xx

11ln

2. ( )21

1)(x

xf+

= 4. tan-1(x)

IV.5 Deret Taylor dan Deret Maclurin Deret Taylor Definisi: Misalkan f(x) dapat diturunkan sampai n kali pada x=b. Maka f(x) dapat diperderetkan menjadi deret kuasa dalam bentuk

f(x) = ( )∑∞

=

−0

)(

!)(

n

nn

bxn

bf= f(b) + f’(b)(x-b)+ 2)(

!2)('

bxbf

− + . . .

deret di atas disebut Deret Taylor dengan pusat x = b. Bila b = 0, kita peroleh Deret Mac Laurin, yaitu

f(x) = ( )∑∞

=0

)(

!)0(

n

nn

xn

f= f(0) + f’(0)(x)+ 2

!2)0('

xf

+ . . .

Contoh. Perderetkan fungsi berikut ke dalam deret Mac Laurin a. sin x b. ex Jawab a.

f(x) = sin x f(0) = 0 f’(x) = cos x f’(0) = 1

f’’(x) = - sin x f’’(0) = 0

Page 43: MATEMATIKA_LANJUT

39 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

f’’’(x) = -cos x f’’’(0) = -1 f’’’’(x) = sin x f’’’’(0) = 0

Sehingga,

sin x = ...!7!5!3

753+−+− xxxx

b. f(x) = ex f(0) = 1 f’(x) = ex f’(0) = 1 f’’(x) = ex f’’(0) = 1 f’’’(x) = ex f’’’(0) = 1 f’’’’(x) = ex f’’’’(0) = 1

Sehingga,

ex = ...!4!3!2

1432

+++++ xxxx

Latihan. Perderetkan fungsi dibawah ini ke dalam deret Mac Laurin. 1. f(x) = e-x 2. f(x) = cos x 3. f(x) = ex sin x 4. f(x) = ex + x + sin x 5. f(x) = e-x cos x

Page 44: MATEMATIKA_LANJUT

39 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB V FUNGSI DUA PEUBAH

V.1 Fungsi Dua Peubah Fungsi dua peubah f(x,y) didefinisikan fungsi f yang mengaitkan setaip pasangan terurut (x,y) dalam daerah D pada bidang dengan bilangan riil z = f(x,y). Dinotasikan f : D R (x,y) f(x,y) = z Dengan x dan y adalah peubah bebas dan z adalah peubah tak bebas. Domain dari f adalah D ⊆ R2 dan Range f adalah { }Dydanxuntuk),y,x(fzz ∈= Contoh : Tentukan Domain dan Range dari :

1. yx)y,x(f +=

2. yx

2z+

−=

Jawab : 1. Domain dari f adalah: x + y Є R, syarat agar f(x,y) riil

x + y ≥ 0 Df = {(x,y) x + y ≥ 0} = {(x,y) x ≥ -y }

Rf = { z z ≥ 0 }

2. Domain dari z adalah,

syaratnya Ryx

2z ε+

−=

maka yx

2+

− ≥ 0 x + y > 0

x > -y A = Df = {(x,y) x + y > 0 } = {(x,y) x > -y} B = Rf = (-∞,0)

x

y

Page 45: MATEMATIKA_LANJUT

40 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

V.2 Permukaan (Grafik) di Bidang Grafik fungsi satu peubah y=f(x) mempunyai jejak garis atau lengkungan di bidang R2. Sedangkan grafik fungsi dua peubah z = f(x,y) merupakan bidang atau permukaan di ruang R3. Kita bisa menggambar bidang dan permukaan dengan melihat jejak di bidang XOY, XOZ dan YOZ. Permukaan persamaan yang kita kenal: 1. Persamaan Bola dengan pusat di O dengan jari-jari R

2222 Rzyx =++ 2. Ellipsoida pusat O;

1cz

by

ax

2

2

2

2

2

2

=++ , dengan a, b,c > 0

3. Hiperbola berdaun satu pusat O

1cz

by

ax

2

2

2

2

2

2

=−+ , dengan a, b,c > 0

4. Hiperbola berdaun dua pusat O

1cz

by

ax

2

2

2

2

2

2

=−− , dengan a, b,c > 0

5. Paraboloida elliptik pusat O

cz

by

ax

2

2

2

2

=+ , dengan a, b,c > 0

6. Paraboloida hiperbolik pusat O

cz

by

ax

2

2

2

2

=− , dengan a, b,c > 0

7. Kerucut pusat di O

2

2

2

2

2

2

cz

by

ax =+ , dengan a, b,c > 0

8. Tabung ; 222 Ryx =+ , 222 Rzx =+ , 222 Rzy =+ Bila kurva z = f(x,y) dipotongkan dengan bidang horizontal z = k (k konstanta) maka akan didapatkan perpotongan antara grafik tersebut dengan bidang z = k yang berupa garis atau kelengkungan. Proyeksi keluarga garis atau kelengkungan ini di bidang xy disebut kurva atau lengkungan ketinggian dari z = f(x,y). Latihan. Sebutkan nama dan gambar grafik tiap persamaan berikut diruang dimensi tiga.

1. 25x2 + 16y2 + 25z2 = 400 2. y = cos x 3. z = ( 1 y x 22 −+ ) 4. 025x18z4y4x9 222 =−−−−

5. z = 22 y - x- 16 6. x2 + y2 = 1/4z

Page 46: MATEMATIKA_LANJUT

41 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Tentukan Domain dan Range dari persamaan berikut. 7. f(x,y) = ln [ x2 – y2 ] 8. f(x,y) = 22 y - x- 16

9. f(x,y) = 2xy −

V.3 TURUNAN PARSIAL FUNGSI DUA PEUBAH Suatu fungsi dua peubah , jika salah satu peubah dianggap tetap/konstan , akan berubah menjadi satu peubah. a. Turunan parsial f(x,y) terhadap x , berarti peubah y dari f(x,y) dianggap tetap dan

didefinisikan sebagai :

fx (x,y) =x

)y,x(f∂

∂ =x

)y,x(f)y,xx(flim0x ∆

−∆+→∆

b. Turunan parsial f(x,y) terhadap y , berarti peubah x dari f(x,y) dianggap tetap dan

didefinisikan :

fy (x,y) =y

)y,x(f∂

∂ = y

)y,x(f)yy,x(flim0y ∆

−∆+→∆

Contoh : 1. Tentukan fx dan fy dari : f (x,y) = x cos y Jawab : fx (x,y) =1.cos y = cos y fy (x,y) = x.(-siny) = -xsiny 2. Tentukan fx dan fy dari : f(x,y) = x2 y + 3y³ jawab : fx (x,y) = 2xy + 0 = 2xy fy (x,y) = x2 + 9y2 Turunan parsial pertama f(x,y) ternyata tetap merupakan fungsi dua peubah , karena itu dapat diturunkan kembali secara parsial , sehingga didapat :

fxx (x,y) = 2

2

x)y,x(f

∂∂ =

)x(x))y,x(f(

∂∂∂∂ fxy (x,y) =

xy)y,x(f2

∂∂∂ =

)x(y))y,x(f(

∂∂∂∂

fyx (x,y) = yx

)y,x(f2

∂∂∂ =

)y(x))y,x(f(

∂∂∂∂ fyy (x,y) = 2

2

y)y,x(f

∂∂ =

)y(y))y,x(f(

∂∂∂∂

Contoh : Tentukan semua turunan parsial tingkat kedua dari :

1. f (x,y) = x cosy jawab : fx = cosy fy = -x siny

Page 47: MATEMATIKA_LANJUT

42 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

fxx = 0 fyx = - siny fxy = - siny fyy = -x cosy 2. f (r,θ) = 3r³cos θ jawab : fr = 9r2 cos θ fθ = 3r2 - sinθ frr = 18 r cos θ fθr = 9r2 - sin θ frθ = 9r2 - sin θ fθθ = - 3r3cos θ

ARTI GEOMETRI TURUNAN PARSIAL

a. fy = yf

∂∂ = tan ∝

Turunan parsial di (x0.y0) terhadap y adalah kemiringan / Gradien dari lengkungan yang dihasilkan oleh perpotongan antara permukaan z = f(x,y) dan bidang datar x = x0

b. fx = xf

∂∂ = tan β

Turunan parsial di (x0,y0) terhadaf x adalah kemiringan / Gradien dari lengkungan yang dihasilkan oleh perpotongan antara permukaan z = f(x,y) dan bidang datar y =y0 di titik (x0,y0).

Misalkan f merupakan fungsi tiga peubah x,y,z ,maka turunan parsial f terhadap x di (x,y,z) dinyatakan oleh fx(x,y,z) atau ∂f(x,y,z)/∂x dan didefinisikan oleh :

fx(x,y,z) = x

)z,y,x(f)z,y,xx(flim0x ∆

−∆+→∆

Turunan parsial terhadap y dan z didefinisikan dengan cara yang serupa.

ARTI FISIS TURUNAN PARSIAL

Arti fisis )y,x(f y laju perubahan nilai fungsi z = f (x,y) dalam arah sumbu y positif, sedangkan untuk )y,x(f x laju perubahan nilai fungsi z = f (x,y) dalam arah sumbu x positif.

Contoh :

Tentukan fx , fy , fz dari : 1. f(x,y,z) = xy + 2yz + 3zx

jawab : fx (x,y,z) = y + 3z fy (x,y,z) = x + 2z fz (x,y,z) = 2y +3x

2. f (x,y,z) = x cos (y – z) jawab : fx (x,y,z) = cos (y – z) fy (x,y,z) = -x sin (y – z) fz (x,y,z) = x sin (y – z)

Page 48: MATEMATIKA_LANJUT

43 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

V.4 LIMIT DAN KEKONTINUAN

Lambang limit fungsi dua peubah : L)y,x(flim

)b,a()y,x(=

Secara intuisi berarti jika (x,y) mendeteksi (a,b) , maka nilai fungsi f(x,y) mendekati L, masalah (x,y) mendekati (a,b) ada tak hingga banyak cara. DEFINISI L)y,x(flim

)b,a()y,x(=

→ ⇔ ∀ ε > 0,∃ ∆ > 0

f(x,y) – L < ε , jika (x,y) – (a,b) < ∆ Karena itu sangat sukar menunjukkan suatu fungsi dua peubah mempunyai limit di suatu titik , dibandingkan dengan menunjukkan suatu fungsi tidak mempunyai limit pada suatu titik (cukup ditunjukkan dua cara yang menghasilkan nilai limit berbeda). Contoh :

Tunjukkan bahwa fungsi f (x,y) = 22

22

yxyx

+− tidak mempunyai limit di titik asal

penyelesaian : Untuk y = 0, dengan memandang sumbu x sebagai jalur ke titik asal,

)0,0()0,x()0,0()0,x(lim)y,x(flim

→→=

0x0x

2

2

+− = +1

Untuk x = 0, dengan memandang sumbu y sebagai jalur ke titik asal,

)0,0()0,x()0,0()0,x(lim)y,x(flim

→→= 2

2

y0y0

+− = -1

karena hasilnya berbeda maka fungsi diatas tidak mempunyai limit di titik asal.

V.5 KEKONTINUAN DI SUATU TITIK f(x,y) dikatakan kontinu di titik (a,b) jika memenuhi syarat :

1. f (a,b) = ada 2. ada)y,x(flim

)b,a()y,x( →

3. )b,a(f)y,x(flim)b,a()y,x(

=→

Page 49: MATEMATIKA_LANJUT

44 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Latihan: 1. Tentukan turunan pertama fungsi yang diberikan tiap peubah bebasnya:

a. 4)yx2()y,x(f −=

b. xy

yx)y,x(f22 −=

c. xyxyyx)y,x(f 32 ++= d. uv32 evu)v,u(f = e. )yxcos(xy)y,x(f 22 += f. ycosxsinx2)y,x(f = 2. Perlihatkan bahwa

22)0,0()y,x( yxxylim+→

tidak ada, dengan cara memandang sumbu x sebagai jalur ke titik asal dan garis y=x.

3. Perlihatkan bahwa

22

3

)0,0()y,x( yxyxylim

++

tidak ada. 4. Perlihatkan bahwa

24

2

)0,0()y,x( yxyxlim

+→

a. Perlihatkan bahwa 0)y,x(f → untuk )0,0()y,x( → sepanjang garis lurus sebarang y=mx

b. Perlihatkan bahwa f (x,y ) →21 untuk )0,0()y,x( → sepanjang parabola

y=x2. c. Kesimpulan apa yang anda tarik?

Page 50: MATEMATIKA_LANJUT

45 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB VI FUNGSI KOMPLEKS

VI.1 BILANGAN KOMPLEKS Tidak semua persamaan mempunyai solusi bilangan riil misalnya

x2 = - 5 atau x2 + 2 x + 10 = 0 Kedua contoh di atas mempunyai solusi bilangan kompeks. Definisi. Sebuah bilangan kompleks z dinotasikan sebagai pasangan bilangan riil (x,y) dan kita bisa tulis sebagai

z = (x,y) Nilai x adalah bagian riil dari z dan y adalah bagian imajiner dari z dan dinotasikan

x = Re(z) dan y = Im(z) Contoh Re(1,-2) = 1 dan Im(1,-2) = - 2 Sifat-sifat bilangan kompleks 1. Penjumlahan

z1 + z2 = (x1,y1)+(x2,y2)=(x1+x2, y1+y2) 2. Perkalian

z1z2 = (x1,y1) (x2,y2)=(x1x2 - y1y2 , x1y2+x2y1) 3. Kesamaan

Dua bilangan kompleks z1 = (x1,y1) dan z2 = (x2,y2) sama ⇔ x1=x2 dan y1 = y2 Notasi lain bilangan kompleks diberikan sebagai berikut : a. Bentuk, z = x + iy

Selain dituliskan dalam bentuk pasangan bilangan di atas bilangan kompleks z bisa dituliskan dalam bentuk z = x + i y. Bentuk ini sebetulnya di dapat dari bentuk pertama, yaitu Misal kita punya bentuk (x,0), di mana imajinernya nol dari sifat penjumlahan dan perkalian di atas kita punyaa

(x1,0)+(x2,0)=(x1+x2, 0) dan (x1,0) (x2,0)=(x1x2, 0) misalkan juga (x,0) = x dan i = (0,1), jadi i2 = i i = (0,1)(0,1) = (-1,0) = -1 Selanjutnya ∀ y ∈R, kita punya

i y = (0,1) (y,0) = (0,y) Kombinasikan ini dengan x = (x,0) dan dengan menggunakan sifat penjumlahan; di dapat;

(x,y) = (x,0) +(y,0) z = x + iy

Penjumlahan, perkalian dan pembagian dari bentuk tersebut, misalkan z1= x1+ iy1, z2=x2 +y2 1. penjumlahan dan pengurangan

z1 ± z2 = (x1 ± x1) + i(y1 ± y2) 2. perkalian

z1z2 = (x1 + iy1) (x2 + iy2) = (x1 x2 - y1y2) + i(x1y2 + x2y1)

Page 51: MATEMATIKA_LANJUT

46 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

3. pembagian

z =

+

−+

+

+=

−−

++

=2

22

2

21122

22

2

2121

22

22

22

11

2

1

yx

yxyxi

yx

yyxxyixyix

yixyix

zz

Sifat-sifat dari bilangan kompleks 1. Komunikatif

z1 ± z2 = z2 ± z1 z1 z2 = z2 z1

2. Asosiasif (z1 + z2) + z3 = z1+ (z2 + z3) (z1 z2) z3 = z1 (z2 z3)

3. Distributif z1 + (z2 + z3)= z1z2 + z1z3

4. Identitas z . 1 = z 0 + z = z

5. Balikan z + (-z) = (-z) + z = 0, dengan –z = -x – iy

Interpretasi geometri bilangan kompleks Secara geometri z = x + iy digambarkan sama dengan koordinat kartesius dengan sumbu tegaknya yaitu x sebagai sumbu riil, dan sumbu mendatar yaitu y sebagai sumbu imajiner. Contoh Modulus (nilai absolut) bilangan kompleks. Modulus z = x + i y didefinisikan sebagai jarak antara z dengan pusat sumbu dan dituliskan z =

22 yx + .

Misalkan 21 zz − = 221

221 )()( yyxx −+− .

Beberapa sifat dari modulus 1. 2121 zzzz +≤+

2. 2121 zzzz +≤−

3. 2121 zzzz −≥− Bilangan konjugate (sekawan) Konjugate dari z = x + iy didefinisikan sebagai bilangan kompleks yang didapatkan dari z yang dicerminkan terhadap sumbu x riil dan dituliskan

iyxz −=

z = x +iy

z = 2 – 2 i

sb riil (x)

Sb imajiner (y) y

x

Page 52: MATEMATIKA_LANJUT

47 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Sifat-sifat yang berhubungan dengan sekawan 1. z z = x2 + y2

2. Re(z) = x = ½ (z + z ); Im(z) = i2

1 (z - z )

3. ( ) 2121 zzzz +=+

4. ( ) 2121 zzzz =

5. 2

1

2

1

zz

zz=

6. zz =

b. Bentuk polar/trigometri, z = r (cos θ + i sin θ)

Notasi di atas menyatakan 22 yxzr +== dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh z dengan sumbu riil positif. θ disebut argumen dari z; θ = arg(z) = arctan(y/x), πθπ ≤≤− . Perkaliaan dan pembagian bentuk polar adalah sebagai berikut; misal z1 = r1 (cos θ1 + i sin θ1); z2 = r2 (cos θ2 + i sin θ2) (1) z1 z2 = r1 r2 ((cos θ1 cos θ2 - sin θ1 sin θ2) + i (sin θ1 cos θ2+ cos θ1 sin θ2))

(2) ))sin()( cos(rr

)sin (cos r)sin (cos r

21212

1

222

111

2

1 θθθθθθθθ

−+−=++

= iii

zz

Dari bentuk ini didapat bentuk lain yaitu θiez = , dengan θie = cos θ + i sin θ. Bentuk ini dinamakan bentuk eksponen atau bentuk euler. Pangkat dan Akar Bilangan Kompleks Misalkan zn = rn einθ, dengan menggunakan bentuk euler di atas didapat

ein = cos (nθ) + i sin (nθ) Bentuk ini dinamakan bentuk de ’ Moivre Contoh: Selesaikan persamaan zn = 1, dengan n = 2, 3, 4, … Jawab. zn = 1 rn einθ = 1 rn einθ = 1 ein0

maka di dapat

r = 1 dan θ = 0 + nkπ2 =

nkπ2

Jadi solusi untuk zn = 1 adalah z= exp(inkπ2 )

Dari bentuk di atas, bila n zw = maka

+++=

nki

nkrw n πθπθ 2sin2cos . Untuk k=0 maka

+=

ni

nrw n θθ sincos , ini disebut nilai prinsipal.

Untuk n = 2, yakni akar kuadrat dari bilangan kompleks dapat dicari menggunakan

( ) ( )

−++±= xziysignxzz

21)(

21 dengan

<−≥

=0,10,1

)(yjikayjika

ysign dan z = x +iy

Contoh. Carilah solusi persamaan 08)5(2 =+++− iziz Jawab.

Digunakan rumus ABC, [ ]iiiiiz 68)5(21)8)(1(4))5(()5(

21 2 +−±+=

+−+−±+=

Page 53: MATEMATIKA_LANJUT

48 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Sedangkan ( ) ( ) ( )iii 3181021810

2168 +±=++−±=+− , Jadi z = 3 + 2i dan z = 2 - i.

Daerah pada Bidang Kompleks Misal diberikan titik(bilangan kompleks) tetap z0 = (x0, y0). Maka tempat kedudukan titik-titik (bilangan kompleks), z=(x,y) yang berjarak R terhadap titik tetap di atas dapat ditentukan sebagai berikut :

20

20

20

2 )()( zzyyxxR −=−+−=

Oleh karena itu, didapatkan Rzz =− 0 merupakan lingkaran dengan pusat z0 = (x0, y0) dan jari-jari

R. Sedangkan Rzz <− 0 adalah daerah di dalam lingkaran yang berpusat di z0 dan berjari-jari R dan sering disebut dengan lingkaran buka atau lingkungan dari z0. Bila terdapat dua lingkaran misal yang kedua berjari-jari r, maka tempat kedudukan titik-titik yang memenuhi Rzzr <−< 0 disebut anulus (cincin). Lingkaran buka dan anulus merupakan himpunan (daerah) buka. Suatu Daerah S dikatakan tersambung bila sebarang dua titik di daerah tersebut dapat dihubungkan oleh sejumlah hingga ruas garis yang terletak di dalam S. Domain dari fungsi kompleks adalah daerah yang buka dan tersambung. Latihan 1. Misalkan z1 = 3 – 5i, z2 = 2 + i dan z3 = 4 – 6i. Hitung dan tentukan bagian riil dan imajiner :

a. z1 z2 b. z1 z2 z3 c. z1

3 d.

32

1

zzz+

2. Tentukan besar r dan θ dari : a. z = 1 – i

b. z = ii−+

11

c. z = i

i−2

3. Hitunglah

a. 11−+

zz

b. 2

2

)1()2(

iii−+

c. )34)(32)(1( −−+ iii 4. Carilah solusi dari persamaan bilangan kompleks berikut:

a. z2 + z + 1 =0 b. z2- 3 z + 3 = I c. z4 + 3(1 + 2i)z2 = 8 – 6i

Page 54: MATEMATIKA_LANJUT

49 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

5. Sketlah himpunan titik berikut dan tentukan mana yang merupakan domain. a. 11 =+− iz

b. 3≤+ iz

c. 42 =− iz IV.2 LIMIT DAN TURUNAN BILANGAN KOMPLEKS.

Limit Misalkan f(z) terdefinisi pada suatu lingkungan dari z0 maka dikatakan limit dari f(z) di z adalah L, bila z cukup dekat z0 dan dituliskan dengan

Lzfzz

=→

)(lim0

bila δε ∃<∀ ,0 sehingga berlaku ε<− Lzf )( untuk δ<−< 00 zz . Sedangkan f(z) dikatakan kontinu di z = z0 bila

)()(lim 00

zfzfzz

=→

Turunan Turunan f(z) ddi z0 didefinisikan sebagai

zzfzzf

zfzz ∆

−∆+=→

)()(lim)( 00

0,

0

bila limitnya ada, f dikatakan diferensiabel di z0. Jika kita menulis z∆ =z -z0, bentuk di atas akan menjadi

0

00

, )()(lim)(

0 zzzfzf

zfzz −

−=→

Turunan f(z) dinyatakan sebagai fungsi dalam peubah z Aturan diferensialannya sama dengan aturan pada kalkulus fungsi riil, yaitu 1. (cf(z))’ = c f’(z) 2. (f(z)+g(z))’ = f’(z) + g’(z) 3. (f(z) g(z))’ = f’(z) g(z) + f(z) g’(z)

4. ( )2

,

)()()(')()('

)()(

zgzfzgzgzf

zgzf −

=

5. 1−= nn

zndz

dz

Turunan f(z) dinyatakan dalam bentuk f(z) =U(x,y)+ i V(x,y). Misalkan f(z) = U(x,y)+ i V(x,y) dan f’(z) ada pada z0 = x0 + i y0, maka berlaku PERSAMAAN CAUCHY RIEMANN (PCR) yaitu Ux(x0,y0) = Vy(x0,y0) dan Uy(x0,y0) = -Vx(x0,y0), dengan Ux dan Uy berturut-turut merupakan turunan parsial pertama terhadap x dan y. Kondisi sebaliknya juga berlaku, bila pada f(z) berlaku PCR maka f’(z) ada dan f’(z0) = Ux(x0,y0) + i Vx(x0,y0).

Turunan f(z) dinyatakan dalam bentuk f(z) = U(r,θ) + I V(r,θ) Dalam koorninat polar, PCR dapat dinyatakan sebagai berikut:

Ur = r1 Vθ dan

r1 Uθ = -Vr, dan f’(z) = e-iθ(Ur + iVr).

Latihan 1. Nyatakan dalam bentuk f(z) = U(x,y) + iV(x,y).

a. f(z) = z2 b. f(z) = z2 + z + 1

c. f(z) = 12 ++

ziz

d. f(z) = 2z3 – 3 z

2. Nyatakan dalam bentuk f(z) = U(r,θ) + iV(r,θ).

Page 55: MATEMATIKA_LANJUT

50 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

a. f(z) = z +z1

b. f(z) = z2 + z + 1 3. Carilah turunan dari

a. f(z) =(z2 + i)3

b. f(z) = 14

2

2

+−

zz

4. Selidiki apakah f’(z) ada. Bila ada, tentukan f’(z)! a. f(z) = z b. f(z) = 2 x + i xy c. f(z) = x2 + y2 + y – 2 + ix

d. f(z) =

+−+

++

2222 yxyyi

yxxx

e. f(z) = e-xe-iy f. f(z) = exe-iy

VI.3 FUNGSI ANALITIK Sebuah fungsi dikatakan analitik pada domain D ( D : himpunan buka), jika f(z) terdefinisi dan terdeferensialkan di setiap titik pada D ( Dz∈∀ ). Sedangkan f(z) dikatakan analitik pada titik z = z0 jika f(z) analitik pada lingkungan z0. Fungsi f(z) disebut entire bila f(z) analitik untuk z∀ (f(z) berlaku PCR di z = z0). Sebaliknya f(z) dikatakan gagal analitik di z = z0, maka z = z0 dikatakan titik singular dari f(z).

Contoh. a. Apakah fungsi f(z) = xy – i xy merupakan fungsi entire.

b. Tentukan titik singular dari f(z) = 23

12

3

+−+zz

z

Jawab. a. Pandang U(x,y) = xy dan V(x,y) = -xy tidak berlaku PCR untuk setiap nilai z, tetapi PCR di z =

0, Ux= y = -x = Vy dan Uy = x = -y = Vx. Oleh karena itu f(z) bukan entire dan tidak anlitik di z = 0 tetapi diferensiabel di z = 0.

b. Pandang f(z) = 23

12

3

+−+zz

z =)2)(1(

13

−−+xx

z . Titik singular dari fungsi rasional dapat ditentukan

dari pembuat nol penyebutnya. Oleh karena itu, titik singular dari f(z), yaitu: z = 1 dan z = 2.

VI.4 FUNGSI HARMONIK Fungsi H(x,y) dikatakan fungsi harmonik pada suatu domain bila pada domain tersebut berlaku persamaan laplace yaitu : Hxx(x,y) + Hyy(x,y) = 0, dengan Hxx dan Hyy berturut-turut merupakan turunan parsial kedua terhadap x dan y. Misalkan U(x,y) dan V(x,y) harmonik pada D dan berlaku PCR (Ux = Vy dan Uy = -Vx), maka V(x,y) dikatakan konjute (sekawan) harmonik dari U(x,y). Hubungan keanalitikan suatu fungsi dengan keharmonikan bagian riil dan imajiner fungsi tersebut. 1. Misal f(z) = U(x,y) + i V(x,y) analitik pada domain D. Maka U(x,y) dan V(x,y) harmonik pada

D. 2. Fungsi f(z) = U(x,y) + i V(x,y) analitik pada D bila dan hanya bila V(x,y) sekawan harmonik

dari U(x,y). Contoh. Diketahui U(x,y) = x2 + ay2. Tentukan: 1. Nilai a agar U(x,y) merupakan fungsi harmonik. 2. Fungsi V(x,y) agar f(x,y) = U(x,y) + iV(x,y) merpakan fungsi analitik. Jawab. 1. Pandang 0 = Uxx + Uyy = 2 + 2a. Maka a = -1. Jadi U(x,y) = x2 - y2 fungsi harmonik.

Page 56: MATEMATIKA_LANJUT

51 Matematika Lanjut

Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

2. V(x,y) merupakan sekawan harmonik dari U(x,y) dan berlaku PCR. Oleh karena itu,

V(x,y) = ∫ Ux dy = ∫ 2x dy = 2xy + C(x)

Vx = 2y +C’(x) = 2y (2y diperoleh dari -Uy) C(x) = i2

1 dx = C

Jadi V(x,y) = 2xy + C. Latihan 1. Selidiki apakah fungsi berikut entire.

a. f(z) = 3 x + y + i(3y-x)

b. f(z) = 41

1z−

c. f(z) = xy + iy d. f(z) = ex (sin y – i cos y) e. f(z) = ey eix

2. Tentukan titik singular dari fungsi berikut:

a. f(z) = )1(

122 ++

zzz

b. f(z) = ( )( )322

12

2

++++

zzzz

3. Tentukan a dan b agar fungsi berikut harmonik dan carilah sekawannya a. U(x,y) = eax cos 2y b. U(x,y) = ax + by c. U(x,y) = ax3 + by3 d. U(x,y) = ax3 + b xy

4. Carilah fungsi analitik f(z) = U(x,y) + iV(x,y)

a. U(x,y) = 22 yx

y+

b. U(x,y) = xy c. U(x,y) = y2 + x2 d. U(x,y) = x3 – 3 xy2