matematika_lanjut
TRANSCRIPT
BUKU AJAR
MATEMATIKA LANJUT
Oleh: Erwin Budi Setiawan, SSi
PROGRAM PERKULIAHAN DASAR UMUM SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
BANDUNG 2002
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………… Kata Pengantar……………………………………………………………………… Daftar Isi ……………………………………………………………………………
Bab I Sistem Persamaan Linier dan Matriks
…………………………………… I.1 Matrik dan operasi matrik ……………………………………………………… I.2 Eliminasi Gauss .. ……………………………………………………………… I.3 Invers Matrik ……..……………………………………………………………. I.4 Sistem Persamaan Linier Homogen ……………………………………………. I.5 Determinan ……………………………………………………………………... I.6 Aturan Cramer …………………………………………………………………..
Bab II Persamaan Diferensial Biasa Orde I……………………………………...
II.1 Persamaan Diferensial Biasa …………………………………………………... II.2 Persamaan Diferensial Biasa Orde I ……………………………………………
Bab III Persamaan Diferensial Biasa Orde II
…………………………………... II.1 Persamaan Diferensial Biasa Orde II Homogen ………………………………. II.2 Persamaan Diferensial Biasa Orde II Non Homogen…………………………..
Bab IV Barisan dan Deret …………………………………………
…………….. IV.1 Barisan ………………………………………………………………………... IV.2 Deret Tak Hingga …………………………………………………………….. IV.3 Deret Ganti Tanda dan Kekonvergenan Mutlak……………………………… IV.4 Deret Pangkat ………………………………………………………………… IV.5 Deret Taylor dan Deret Maclurin ……………………………………………..
Bab V Fungsi Dua Peubah
i
ii iii 1 1 4 6 8
11 12 15 15 16 21 21 21 25 25 27 34 35 37 39 39 40 41 43 45 45 49 50 50 52
………………………………………………………..
V.1 Fungsi Dua Peubah ……………………………………………………………. V.2 Permukaan di Bidang ………………………………………………………….. V.3 Turunan Parsial Fungsi dua Peubah …………………………………………… V.4 Limit dan Kekontinuan ………………………………………………………...
Bab VI Fungsi Kompleks …………………………………………
……………… VI.1 Bilangan Kompleks …………………………………………………………… VI.2 Limit dan Turunan Bilangan Kompleks ……………………………………… VI.3 Fungsi Analitik ……………………………………………………………….. VI.4 Fungsi Harmonik ……………………………………………………………... Daftar Pustaka …………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan buku ajar Matematika Lanjut ini. Buku ini disusun sesuai silabus mata kuliah PU1322 Matematika Lanjut untuk kelas D3 Teknik Elektro. Dalam buku ini dijelaskan Sistem Persamaan Linier dan Matriks, Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde I, PDB Orde II, Barisan dan Deret, Fungsi Dua Peubah, serta Fungsi Kompleks. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu langsung maupun tak langsung sehingga tersusun buku ajar ini. Penulis menyadari bahwa buku ini makin jauh dari sempurna, karenanya penulis mohon maaf bila terdapat penulisan yang kurang tepat.
Bandung, Juli 2002
Penulis
DAFTAR PUSTAKA 1. Purcell, E.J and Varberg, D. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I. Penerbit
Erlangga, Indonesia. 2. Purcell, E.J and Varberg, D. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I. Penerbit
Erlangga, Indonesia. 3. Mursita, D. Kalkulus III. STTTelkom. Bandung. Indonesia 4. Kreyszic. E. (1988). Anvanced Engineering Mathematics. Sixth Edition. John
Willey & Sons. New York. 5. Budi.W.S (1997). Kalkulus Peubah Banyak. Jurusan Matematika. FMIPA ITB.
1 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
BAB I SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MATRIKS
I.1 Matrik dan Operasi Matriks Definisi : Sebuah matriks adalah susunan segiempat siku-siku dari bilangan – bilangan. Bilangan – bilangan tersebut di sebut entri dalam matriks. Contoh : Susunan berikut adalah matriks.
210241
, [ ]4321 ,
−
101
0210
2 eπ,
32
, [ ]5
Seperti ditunjukkan pada contoh di atas, ukuran matriks-matriks bermacam-macam besarnya. Ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris ( garis horisontal ) dan banyaknya kolom( garis vertikal) matriks tersebut. Contoh 1, berturut-turut memiliki ukuran 3 x 2, 1 x 4, 3 x 3, 2 x 1, 1 x 1. Kita akan menggunakan huruf besar dan tebal untuk menyatakan matriks-matriks, dan huruf kecil untuk kuantitas numerik, dan lazim menyebutnya sebagai skalar. Jadi kita dapat menulis
A =
210241
, dan B =
dcba
Jika A suatu matriks, maka kita akan menggunakan aij yang menyatakan entri pada baris ke-i dan kolom ke-j dari A. Jadi sebuah matriks 3 x 4 yang umum dapat dituliskan sebagai
A =
34333231
24232221
14131211
aaaaaaaaaaaa
Sebuah matriks dengan n baris dan n kolom dinamakan matriks kuadrat berorde n (Square Matrix of order n) dan entrinya a11, a22, … ,ann di sebut diagonal utama dari A.
A =
nnnn
n
n
aaa
aaaaaa
...............
...
...
21
22221
11211
Dua buah matriks dikatakan sama jika keduanya mempunyai ukuran yang sama dan entri-entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut sama. Jenis-jenis matriks 1. Matriks nol.
Sebuah matriks yang semua entrinya sama dengan nol, contohnya :
0000 ,
000000 ,
000000000
,
0000
, [ ]0
2. Matriks kuadrat.
2 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Sebuah matriks yang banyaknya baris dan banyaknya kolom sama, contohnya :
2221
1211
aaaa ,
333231
232221
131211
aaaaaaaaa
3. Matriks satuan. Matriks kuadrat dengan bilangan 1 terletak pada diagonal utama sedangkan 0 terletak di luar diagonal utama, contohnya:
1001 ,
100010001
,
1000010000100001
4. Matriks segitiga atas. Matriks yang semua entri di bawah diagonal utamanya adalah nol.
5. Matriks segitiga bawah. Matriks yang semua entri di atas diagonal utamanya adalah nol.
Operasi-operasi matriks. 1. Jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah
A + B adalah matriks yang diperoleh dengan menambah entri-entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Contoh : Tinjaulah matriks-matriks berikut:
A =
736241
, B =
−
112103
Maka
A + B =
736241
+
−
112103
=
+++−+++
171326)1(20431
=
848144
2. Jika A adalah suatu matriks dan c ε R, maka hasil kali c A adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing-masing entri dari A dengan c. Contoh : Jika A adalah matriks
A =
736241
Maka
2 A =
736241
2 =
14612482
dan (-1)A =
−
736241
)1( =
−−−−−−
736241
3. Jika A adalah suatu matriks m x r dan B adalah matriks r x n, maka hasil kali A
B adalah: untuk mencari entri dalam baris ke-i dan kolom ke-j dari A B, pilih baris ke-i dari matriks A dan kolom ke-j dari matriks B. Kalikan entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan tambahkan hasilkalinya. Contoh: Tinjaulah matriks
3 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
A =
−2014 , B=
513241
Maka
A B =
−2014
513241 =
⊗⊗⊗⊗⊗1
(4.1) + (-1.3) = 1 Perhitungan untuk hasil kali selebihnya yaitu
(4.4)+(-1.1) = 15 (4.2)+(-1.5) = 3 (0.1)+(2.3) = 6 (0.4)+(2.1) = 2 (0.2)+(2.5) = 10
Hasil selengkapnya adalah:
A B =
10263151
Jelas di sini bahwa ukuran matriks dari hasil perkalian A dan B adalah 2 x 3 di peroleh dari
A B = AB 2 x 2 2 x 3 2 x 3
4. Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka transpose A dinyatakan oleh At dan ukurannya menjadi n x m, yang kolom pertamanya adalah baris pertama A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian seterusnya. Contoh :
A =
3231
2221
1211
aaaaaa
At =
322212
312111
aaaaaa
B =
− 21
04 Bt =
−2014
Sifat-Sifat Operasi Matriks Walaupun banyak sifat-sifat operasi bilangan riil berlaku juga untuk matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Di antaranya untuk bilangan riil a dan b, kita selalu mempunyai a b = b a, akan tetapi untuk matriks, AB dan BA tidak perlu sama. Mengapa? Dengan mengganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan; maka operasi berikut akan benar: (a) A + B = B + A (b) A + (B + C) = (A + B) + C (c) A (B C) = (A B) C (d) A (B ± C) = AB ± AC (e) (B ± C) A = BA ± CA (f) a (B ± C) = a B ± a C (g) (a ± b) C = a C ± b C (h) (a b) C = a (b C) (i) a (B C) = (a B) C = B(a C) (j) A + O = O + A (k) A – A = O (l) O – A = - A
di dalam di luar
4 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
(m) A O = O ; O A = O Dengan a, b ε R, O adalah matriks nol. Latihan 1. Tinjaulah matriks di bawah ini
A =
−
112103
B =
−2014
C =
513241
D =
−
423101251
E=
−
314211316
Hitunglah (a) AB (b) D + E (c) (AB)C (d) DE (e) D + E2
2. Misalkan A =
3112
B =
−4302
C =
401023
D =
053062
Hitunglah (a) A+B , B+A (b) 4A – 2B, 2(2A – B) (c) A + B + C + D (d) – C – D, - (C + D) (e) 5 D – 4C (f) 4C – 5D
I.2 Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah sebuah prosedur yang didasrkan pada gagasan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut. Prosedur di atas pada akhirnya akan menghasilkan bentuk eselon baris tereduksi, yaitu matriks yang punya sifat-sifat berikut: 1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan tak nol pertama dalam
baris tersebut adalah 1. (di sebut 1 utama) 2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri nol, maka semua baris seperti itu
dikelompokkan bersama-sama dibawah matriks. 3. Dalam sebarang dua baris yang berturutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol,
maka 1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama dalam baris yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Sebuah matriks yang mempunyai sifat 1, 2, 3 dikatakan berada dalam bentuk eselon baris. Contoh . Matriks-matriks eselon baris tereduksi
−110070104001
,
100010001
,
00000000003100010210
,
0000
Matriks-matriks eselon baris
5 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
−110076104341
,
100010011
,
−
100000110006210
Untuk menghasilkan matriks yang berbentuk eselon baris tereduksi dan eselon baris dilakukan operasi baris elementer. Contoh. Diketahui matriks:
−−−−
1565422812610421270200
Reduksi matriks tersebut menjadi matriks eselon baris tereduksi. Jawab: Langkah 1. Letakkan kolom paling kiri (garis vertikal) yang seluruhnya tidak terdiri nol.
−−−−
1565422812610421270200
Kolom tak nol paling kiri Langkah 2. Pertukarkan baris atas dengan baris lain, jika perlu, untuk membawa entri tak nol ke atas kolom yang didapatkan dalam langkah 1.
−−−−
1565421270200281261042
Langkah 3. Jika entri yang sekarang ada di atas kolom yang didapat adalah , kalikan baris pertama dengan 1/a untuk memperoleh 1 utama.
−−−−
15654212702001463521
Langkah 4. Tambahkan kelipatan yang sesuai dari baris atas pada baris-baris yang ada di bawahnya sehingga semua entri 1 utama menjadi nol.
−−−−
2917050012702001463521
Langkah 5. Tutuplah baris atas, mulailah lagi dengan langkah 1 di terapkan pada submatriks yang masih sisa. Teruslah dengan cara ini sampai entri matriks tersebut dalam bentuk eselon baris.
−−−−
2917050012702001463521
Kolom tak nol paling kiri dari submatriks
−−−−
−
2917050062/70100
1463521
−−
−
12/1000062/70100
1463521
Baris pertama dan baris kedua dalam matriks terdahulu di pertukarkan.
Baris pertama matriks dikalikan dengan ½
-2 x Baris pertama dari matriks langkah 3 kmd tambahkan pada baris ketiga.
-5 x Baris pertama submatriks tambahkan pada baris ketiga, untuk mendapat nol di bawah 1 utama
Baris pertama dalam submatriks di kalikan dengan – ½ untuk mendapat 1 utama
-5 x Baris pertama submatriks tambahkan pada baris ketiga, untuk mendapat nol di bawah 1 utama
6 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
−−
−
21000062/70100
1463521
Kolom tak nol paling kiri dari submatriks yang baru Langkah 6. Dengan memulai baris tak nol terakhir dan bekerja ke arah atas, tambahkan kelipatan yang sesuai dari setiap baris pada baris-baris di atas untuk mendapatkan nol di atas 1 utama.
−
210000100100
1463521
−
210000100100203521
210000100100703021
Operasi baris elementer dari langkah 1 sampai langkah 6 di sebut sebagai prosedur Eliminasi Gauss I.3 Invers Matriks Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B sehingga AB = BA = I (matrik satuan), maka A dikatakan dapat di balik, dan B dinamakan invers dari A. Contoh .
Matriks B =
2153
adalah invers dari A =
−
−3152
Karena
A B =
−
−3152
2153
=
1001
Dan
B A =
2153
−
−3152
=
1001
Matriks yang dapat di balik hanya mempunyai satu invers. Jadi, jika ada dua invers matrik A, misalkan B dan C maka B = C. Buktikan! Simbol dari invers A adalah A-1. Jadi
A A-1 = A-1 A = I
Bagian atas dari submatriks ditutup, kemudian ulangi langkah 1 pada sub matriks yang baru, yaitu dikali dengan 2 untuk mendapatkan 1 utama
-7/2 x Baris ketiga kemudian ditambahkan pada baris kedua
-6 x Baris ketiga kemudian ditambahkan pada baris pertama
5 x Baris kedua kemudian ditambahkan pada baris pertama
7 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Contoh . Untuk matriks 2 x 2, misalkan
A =
dcba
Jika ad – bc ≠ 0, maka
A-1 =
−
−− ac
bdbcad
1 =
−−−
−−
−
bcada
bcadc
bcadb
bcadd
.
Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat di balik dan yang ukurannya sama, maka 1. A B dapat dibalik. 2. (AB)-1 = B-1A-1
Untuk mencari invers matriks secara umum misalkan matriks A kita dapat melakukan operasi baris elementer terhadap matriks tersebut sehingga menjadi matriks satuan (I). Metode sederhana untuk melaksanakan prosedur ini diberikan dalam contoh berikut. Contoh.Carilah invers dari
A =
−− 924242513
Jawab. Kita ingin mereduksi matriks tersebut dengan menggunakan operasi-operasi baris untuk mendapatkan A-1. Perhitungan dapat dilaksanakan sebagai berikut.
−− 100924010242001513
~1
31
B
−− 100924010242003
13
53
11
~212
314
BB
BB
+−
+
−
−−
1034
37
3100
0132
34
3100
0031
35
311
~210
3 B
−
−−
1034
37
3100
0103
51
5210
0031
35
311
~323
10
1231
BB
BB
+−
+−
−−
−−
−
112100010
35
15
210
0101
52
5901
~31B−
−−
−−
−
112100010
35
15
210
0101
52
5901
~235
2
1359
BB
BB
+
+−
−−−−
−
1121005
210
710105
910
194001
(keterangan B1 = baris ke 1, dst) Jadi
A-1 =
−−−−
−
1125
210
715
910
194
Latihan 1. Selesaikanlah matriks-matriks di bawah ini sehingga menjadi matriks-matriks eselon baris
tereduksi dengan Eliminasi Gauss.
8 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
(a)
− 125
412 (b)
− 511
1113
(c)
−
110533121
13340 (d)
−
1511141491430
(e)
−−−−
−−
1125015817412117330111
(f)
−−−−
−−−−−
111132727435452533311
2. Carilah invers (jika ada) dari
(a)
θθ−θθ
cossinsincos
(c)
8421042100210001
(b)
−− 924142513
(d)
θθ−θθ
1000cossin0sincos
(e)
−−
10007823541237115
I. 4 Sistem Persamaan Linier Homogen Sebuah garis pada bidang x y secara aljabar dapat dinyatakan oleh persamaan yang berbentuk
a1 x + a2 y = b Persamaan ini dinamakan persamaan linier dalam peubah x dan peubah y. Secara umum, kita mendefinisikan persamaan linier dalam n peubah x1, x2, …, xn , yaitu
a1 x1 + a2 x2 + … + an xn = b dengan a1, a2, …, an dan b adalah konstanta-konstanta riil. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linier dalam peubah x1, x2, …, xn disebut sistem persamaan linier atau sistem linier. Sebuah urutan bilangan-bilangan s1, s2, …, sn dinamakan solusi dari sistem linier tersebut jika x1 = s1, x2 = s2, …, xn = sn adalah solusi dari masing-masing persamaan dari sistem tersebut. Misalnya sistem linier
x1 – 2 x2 = 0 3 x1 + 4 x2 = -5
mempunyai solusi x1= -1 dan x2 = - ½ karena nilai-nilai ini memenuhi persamaan tersebut. Akan tetapi x1= 2 dan x2 = 1 bukanlah sebuah solusi karena nilai-nilai ini hanya memenuhi persamaan pertama dari kedua persamaan dalam sistem tersebut. Tidak semua sistem persamaan linier mempunyai solusi misalnya
x + y = 5 x + y = 3
sistem tersebut tak punya solusi, kalau kita gambarkan dalam koordinat kartesius keduanya adalah dua garis yang sejajar. Ada tiga kemungkinan dalam memecahkan sistem persamaan linier 1. tidak punya solusi 2. hanya punya satu solusi 3. mempunyai tak hingga banyak solusi.
9 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Sebuah sistem linier sebarang yang terdiri m persamaan linier dengan n bilangan tak diketahui, ditulis sebagai berikut.
mnmnmm
nn
nn
bxaxaxa
bxaxaxabxaxaxa
=+++
=+++=+++
......
......
2211
22222121
11212111
dengan x1, x2, …, xn adalah bilangan-bilangan tak diketahui, sedangkan a dan b menyatakan konstanta. Bentuk di atas dapat disingkat menjadi
nnnn
n
n
aaa
aaaaaa
...............
...
...
21
22221
11211
nx
xx
.
.
.2
1
=
nb
bb
.
.
.2
1
dari bentuk di atas diperoleh matriks yang diperbesar yaitu
mmnmm
n
n
baaa
baaabaaa
..................
...
...
21
222221
112111
dengan eliminasi gauss, akan didapat eselon baris tereduksi sehingga akan di dapat kemungkinan ketiga solusi di atas. Untuk buku ajar ini di batasi pada sistem linier homogen, yaitu sistem linier yang berbentuk.
0......
0...0...
2211
2222121
1212111
=+++
=+++=+++
nmnmm
nn
nn
xaxaxa
xaxaxaxaxaxa
Tiap-tiap sistem linier seperti di atas senantiasa punya solusi karena x1 = 0, x2 = 0, …, xn = 0 selalu merupakan solusi dari sistem tersebut. Solusi tersebut dinamakan solusi trivial; jika ada solusi lain, maka solusi tersebut dinamakan solusi tak trivial. Jadi untuk sistem persamaan linier homogen, maka persis salah satu di antara pernyataan berikut benar. 1. sistem tersebut mempunyai solusi trivial. 2. sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya, sebagai tambahan terhadap solusi trivial
tersebut. Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai solusi tak trivial; yaitu jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui daripada banyaknya persamaan. Contoh. Pecahkanlah sistem persamaan linier homogen berikut dengan menggunakan eliminasi gaus.
10 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
0
02
032022
543
5321
54321
5321
=++
=−−+
=+−+−−=+−+
xxx
xxxx
xxxxxxxxx
Matriks yang diperbesar dari sistem tersebut
−−−−−
−
011100010211013211010122
~31 BB ↔
−−−−
−−
011100010122013211010211
~31221
BBBB
+−+
−
−−
011100030300003000010211
~42 BB ↔
−
−−
003000030300011100010211
~323122
BBBB
+−+
−−
003000003000011100012011
~3
31 B−
− 003000001000011100012011
~42322122
BBBBBB
++−+−
000000001000010100010011
(keterangan: B1 = baris ke 1, dst; ↔ : ditukarkan) Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
000
4
53
521
==+=++
xxxxxx
Kemudian didapat
04
53
521
=−=
−−=
xxx
xxx
maka himpunan penyelesaiaanya adalah x1 = - s – t, x2 = s, x3 = -t, x4 = 0, dan x5 = t
Sistem di atas akan mempunyai solusi trivial jika s = t = 0.
11 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Latihan Selesaikan sistem persamaan linier di bawah ini 1. 2 x + y = 4
5 x – 2y = 1 2. 3x + y = 11
x – y = 5 3. –x + y + 2z = 0
3x + 4y + z = 0 2x + 5y + 3z = 0
4. 4x – y + 2z = 0 x + 2y – z = 0 3x + 5y + 5z = 0
5. x + y + z = -1 4y – 6z = 6 y + z = 1
6. 7x – 4y – 2z = 0 16x + 2y + z = 0
7. 3x – 12y = 6 -7x + 28y = -14
5x – 20y = 10 8. 4x – y + 2z = 4
x + 2y – z = 3 3x + 5y + 5z = 5
9. w + x + y = 3 -3 w – 17x + y + 2z = 1 4 w – 17x + 8y – 5z = 1 – 5x - 2y + z = 1
10. w – x + 3y + 3z = 3 -5 w + 2x – 5y + 4z = -5 -3 w – 4x + 7y – 2z = 7 2 w + 3x + y – 11z = 1
I.5 Determinan Definisi: Misalkan A matriks bujursangkar, maka fungsi determinan A dinyatakan oleh det(A) dan det(A) didefinisikan sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A. Hasil kali elementer adalah hasil kali yang berbentuk
nnjjj aaa ,...,,11 21 di mana
),...,,( 21 njjj adalah permutasi himpunan { }n...,,2,1 . Sedangkan hasil kali elementer bertanda dari A adalah hasil kali elementer
nnjjj aaa ,...,,11 21 dikalikan dengan +1 dan –1, tanda +1 jika banyaknya invers yang terjadi
adalah genap dan –1 jika banyaknya invers yang terjadi ganjil. Sebuah invers dikatakan terjadi dalam permutasi sini diartikan ),...,,( 21 njjj jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah bilangan bulat yang lebih kecil. Contoh. Tentukan determinan dari
A =
2221
1211
aaaa
Hasil kali elementer
Permutasi Banyaknya invers Genap/ganjil Hasil kali elementer
2211aa ( 1, 2 ) 0 Genap 2211aa
2112aa ( 2, 1 ) 1 Ganjil - 2112aa Jadi det(A) = 2211aa - 2112aa
Banyak cara untuk menghitung determinan suatu matriks, salah satunya adalah mereduksi matriks tersebut sampai pada bentuk eselon baris dengan operasi baris elementer. Ada beberapa sifat operasi baris elementer pada suatu matriks akan mempengaruhi nilai determinannya. 1. Jika B adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan dengan oleh konstanta k
maka det (B) = k det (A). 2. Jika B adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan maka det(B) = -det(A). 3. Jika B adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris yang
lain maka det(B) = det(A). Contoh Hitunglah det(A) di mana
13 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
A =
−
162963510
Jawab.
det(A) = 162963510
− = -162510963 −
(B2 ↔ B3)
= - 3
162510321 −
(faktor bersama baris pertama yaitu 3 dikeluarkan)
= - 3
5100510321
−
−(-2 B1 + B3)
= - 3
5500510321
−
−(-10 B2 + B3)
= (-3) (-55)
100510321 −
(faktor bersama baris ketiga yaitu -55 dikeluarkan)
= (-3) (-55) (1) = 165
Jadi det(A) = 165. I. 6 Aturan Cramer Aturan cramer adalah salah satu metode untuk mencari solusi dari system persamaan linier. Jika A X = B adalah system yang terdiri dari n persamaan linier dalam n bilangan tak diketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem linier tersebut mempunyai solusi yang unik, dan solusinya adalah
)det()det( 1
1 AA
x = , )det()det( 2
2 AA
x = , . . . , )det()det(
AA
x nn =
di mana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan menggantikan entri-entri dalam kolom ke –j dari A dengan entri-entri dalam matriks
B =
nb
bb
...2
1
Contoh Diketahui
x1 + 2 x3 = 6 -3 x1 + 4 x2 + 3 x3 = 30
- x1 – 2 x2 + 3 x3 = 8 Carilah x1, x2, dan x3 dengan menggunakan aturan cramer. Jawab Dari persamaan linier di atas didapat matriks
14 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
A =
−−−
321643201
A1=
− 3286430206
A2 =
−−
3816303261
A3=
−−−
8213043601
Maka
1110
4440
)det()det( 1
1 −=−==AA
x , 1118
4472
)det()det( 2
2 ===A
Ax dan
1138
44152
)det()det( 3
3 ===AA
x
Latihan Determinan dan Aturan Cramer. 1. Tentukan determinan dari matriks di bawah ini
a.
−5231
c.
−
−−
613211412
b.
−
822601721
d.
−180763001
2. Anggaplah det(A) = 5 di mana
A =
ihgfedcba
Carilah
a. det(3 A) b. det(2 A-1) c. det ((2A)-1) d. det
ficehbdga
15 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
3. Tunjukkan bahwa x = 0 dan x = 2 memenuhi
10011222 xx
= 0
4. Carilah solusi soal di bawah ini dengan aturan cramer. a. 4 x1 + 5 x2 = 2 11 x1 + x2 + 2 x3 = 3 x1 + 5 x2 + 2 x3 = 1
b. x1 + x2 – 2 x3 = 1 2 x1 – x2 + x3 = 2 x1 – 2 x2 – 4 x3 = –4
c. x1 – 3 x2 – x3 = 4 2 x1 – x2 = -2 4 x1 – 3 x3 = 0
d. 2 x1 – x2 + x3 – 4 x4 = –32 7 x1 + 2 x2 + 9 x3 – x4 = 14 3 x1 – x2 + x3 + x4 = 11 x1 + x2 – 4 x3 – 2 x4 = –4
15 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
BAB II PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA
ORDE SATU
II.1 Persamaan Differensial Biasa Defenisi. Persamaan differensial biasa Persamaan differensial biasa (PDB) adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi satu peubah yang tidak diketahui.
Bentuk umum PD orde-n adalah sebagai berikut: an(x) yn + an-1(x) yn-1 + … + a0(x) y = f(x)
dengan an(x) ≠ 0 dan an(x), an-1(x), … , a0(x) adalah koefisien PD. Bila f(x) = 0 disebut PDL Homogen, sebaliknya jika tidak disebut PDL tak homogen.
Contoh :
(1) dtdN = kN , N = N(t) , orde 1
(2) 1y + 2 cos 2x = 0 , orde 1 (3) 11y + 1yex + sin xy = xe sin x , orde 2 (4) 3x y 11y + cos 2x 31 )(y = 2x 2y , orde 2
• Orde PDB adalah turunan tertinggi yang terlibat dalam PDB • Solusi
Suatu fungsi y = f (x) disebut solusi PDB jika fungsi y = f (x) disubtitusikan ke PDB diperoleh persamaan identitas.
Solusi umum dan solusi khusus Jika fungsi y = f (x) memuat konstan sembarang maka solusi disebut solusi umum, sebaliknya disebut solusi khusus. Contoh : (1) y = cos x + c solusi umum P.D. 1y + sin x = 0 Karena 1)(cos cx + + sin x = -sin x + sin x = 0 (2) y = cos x + 6 solusi khusus PD 1y + sin x = 0 karena (cos x + 6)’ + sin x = -sin x + sin x = 0
16 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
II.2 PDB Orde 1 (i) PDB terpisah PDB yang dapat dituliskan dalam bentuk : g(y) dy = f(x) dx disebut PDB terpisah. Penyelesaian : integralkan kedua ruas Contoh : tentukan solusi umum PD
(1) (x ln x) 1y = y , ( 1y = dxdy )
x ln x dxdy = y
∫ dyy1 = ∫ dx
xx ln1 mis : u = ln x
ln y = ∫ xduxu1
dxdy =
x1
ln y = ln u + c dx = x du ln y = ln (ln x) + 1c exp (ln y) = exp (ln (ln x) + 1c ) y = c ln x jadi, solusi umum : y = c ln x
Contoh : tentukan solusi khusus PD
(2) 1y = yex −3 , y(2) = 0
dxdy = yex −3
dxdy = ye
x 13
ye dy = 3x dx ∫ ye dy = ∫ 3x dx
ye = 4
41 x + c
y = ln 4
41 x + ln c
syarat y(2) = 0 0 = ln (4 + c)
ln(1) = ln (4 + c) 1 = 4 + c c = -3
jadi, solusi khusus : y = ln ( 4
41 x - 3)
(ii) PD dengan koefisien fungsi homogen Fungsi A(x,y) disebut fungsi homogen dengan derajat n, jika A(kx,ky) = nk A(x,y), k konstan sembarang Contoh :
17 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Periksa apakah fungsi berikut homogen atau tidak ! (1) A(x,y) = x + y
A(kx,ky) = kx + ky = k (x + y) = 1k A(x,y) A(x,y) = x + y , homogen dengan derajat 1
(2) A(x,y) = x A(kx,ky) = kx
= k A(x,y) A(x,y) = x , homogen dengan derajat 1
(3) A(x,y) = 2x + xy
A(kx,ky) = 2)(kx + k(xy) = 2k 2x + kx ky
= 2k ( 2x + xy) 2k A(x,y) homogen dengan derajat 2
PDB dengan koefisien fungsi homogen mempunyai bentuk umum ),(),(1
yxByxAy =
dengan A,B fungsi homogen dengan derajat yang sama disebut PDB dengan koefisien fungsi homogen. Penyelesaian : gunakan subtitusi y = ux, u = u(x) …….(1)
uxuy += 11
dxdy = x
dxdu + u …….(2)
dy = x du + u dx …….(3) Contoh : Tentukan solusi umum PD x 1y = x + y (bukan PD terpisah)
xyxy +=1
karena x + y, x fungsi homogen dengan derajat 1, maka PD di atas adalah PD dengan koefisien fungsi homogen. Penyelesaian :
y = ux misalkan u = xy
uxuy += 11
xuxxuxu +=+1
xuxuxu )1(1 +=+
uuxu +=+ 11
18 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
11 =xu
xdxdu = 1
∫ du = ∫ x1 dx
u = ln x + c
xy = ln x + c
y = x ln x + cx sehingga solusi umumnnya : y = x ln x + cx
(iii) PDB Linier PDB yang dapat dituliskan dalam bentuk : 1y + P(x) y = r(x) disebut PD linier.
Penyelesaian : kalikan kedua ruas dengan ∫ dxxPe
)(
∫ dxxPe
)( 1y + ∫ dxxPe
)(P(x)y = ∫ dxxP
e)(
r(x) 1)(
)( ∫ dxxPye = ∫ dxxPe
)( r(x)
misal : h = ∫ P(x) dx
1)( hye = he r(x) integralkan kedua ruas y he = ∫ he r(x) dx + c
sehingga solusi umumnya : y = he− (∫ he r(x) dx + c)
contoh : (1) tentukan solusi umum PD
x 1y - 2y = xex3 jawab :
x 1y - 2y = xex3
1y - xy2 = c
PD linier dengan P(x) = x2− , r(x) = xex 2
h = ∫ x2− dx = -2 ln x = ln 2−x = ln ( 2
1x
)
he = )1ln( 2xe = 2
1x
212
1 xex
h ==−
y = he− {∫ he r(x) dx + c}
y = }1{ 22
2 cdxexx
x x +∫
19 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
y = }{2 cex x + y = cxex x 22 + (2) tentukan solusi khusus PD 1y + y = 3)0(,)1( 2 =+ yx
{ }{ }{ }
c30.4033)0(y:SKc3x4xy:SU
c)1x(2)1x(eey
dx)1x(2e)1x(eey
dx)1x(eey
xdx1h
)1x()x(r;1)x(p
2
2xx
x2xx
2xx
2
+++=⇒=+++=
++++=
+++=
+=
==
+==
−
−
−
∫∫
∫
0c
c33=
+=
3x4xy 2 ++= (iv) Trayektori Ortogonal
Dalam matematika terapan, seringkali kita jumpai permasalahan untuk mendapatkan keluarga kurva yang ortogonal atau tegak lurus terhadap keluarga kurva lain. Misalkan diberikan keluarga kurva f(x,y) = c, c parameter. Maka untuk mendapatkan trayektori ortogonal dilakukan langkah sebagai berikut: 1.Turunkan secara implisit f(x,y) = c terhadap x, nyatakan parameter c dalam x
dan y. 2.Karena tegak lurus maka trayeksi Ortogonal (TO) harus
memenuhi:)y,x(Df
1y1 −=
3.Trayektori Ortogonal dari f(x,y) = c, didapatkan dengan mencari solusi dari
)y,x(Df1y1 −= .
Misal lihat keluarga kurva 2cxy = Trayeksi ortogonal (TO) dari 2cxy = adalah kurva yang tegak lurus pada
2cxy = . Langkah-langkah menentukan TO :
1. Tuliskan 2cxy = dalam bentuk 2xyc =
xy2y
xxy2y
cx2y
)cx(Dx)y(Dx
cxy
1
21
1
2
2
=
=
=
=
=
2. TO akan memenuhi PD
20 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
y2
xx/y2
1y1 −=−=
3. TO dari 2cxy = adalah
)ellips(cy2
x
c2
xy
xdxydy2
y2x
dxdy
y2xy
22
22
1
⇒=+
+−=
−=
−=
−=
∫ ∫
LATIHAN
1. tentukan solusi trayektori ortogonal dari persamaan berikut : a. 222 cyx =+ c. cxy += b. 222 cyx =− d. 4 x2 + y2 = c
2. Tentukan solusi dari PDB satu dibawah ini : a. )x2x1)(y21(y 321 +++=
b. 0xy2ydxdy
x 22 =−−
c. 0yedxdy)e1( xx =++ dengan 1)0( =y
d. 'y + y tan x = 2x cos x
e. 2
2
x
xy2ydxdy +=
f. yxy3x
dxdy
−+
=
g. x1 ey2y −=+ h. x2x3xyxy 231 −++= i. 21 xyy =+
21 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
BAB III
PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE DUA
II.1 Persamaan Differensial Homogen
Bentuk umum : y″ + p(x)y′ + g(x)y = r(x), p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka Persamaan Differensial diatas disebut homogen, sebaliknya disebut non homogen. Persamaan Differensial Biasa linier orde dua homogen dengan koefisien konstan, memiliki bentuk umum : y″+ ay′ + by = 0 ; dimana a, b merupakan konstanta sebarang, misalkan y = erx. Persamaannya berubah menjadi r2 + ar + b = 0, sebuah persamaan kuadrat. Jadi kemungkinan akarnya ada 3 yaitu: 1.Akar real berbeda (r1,r2; dimana r1≠r2) Memiliki solusi basis y1 = er1 x dan y2 = er2 x dan mempunyai solusi
umum y = C1er1 x + C2er2 x 2. Akar real kembar (r1,r2; dimana r1=r2)
Memiliki solusi basis y1=C1 er1 x dan y2 =C2x er2 x dan mempunyai solusi umum y = C1er1 x + C2 x er2 x
3.Akar kompleks kojugate (r1 = u + wi, r2 = u – wi) Memiliki solusi basis y1 = eux cos wx; dan y2 = eux sin wx dan mempunyai solusi umum y = eux ( C1cos wx + C2 sin wx )
Contoh soal: 1. y″ + 5y′ + 6y = 0
( r + 2 ) ( r + 3 ) = 0 r1 = -2 atau r2 = -3
maka solusinya : y = C1e-2 x + C2e-3x 2. y″ + 6y′ + 9y = 0
( r + 3 ) ( r + 3 ) = 0 r1 = r2 = -3 maka solusinya : y = C1e-3x + C2 x e-3x
3. y″ + 4y = 0
r = 2
4.1.4−±
maka solusinya : y = C1cos 2x + C2 sin 2x
II.2 Persamaan Differensial non homogen Bentuk umum: y″ + p(x)y′ + g(x)y = r(x) dengan r(x) ≠ 0 Solusi umum : y = yh + yp Dimana yh = solusi P D homogen yp = solusi P D non homogen
22 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Menentukan solusi non homogennya (yp), yaitu : (i) Metode koefisien tak tentu, pilihlah yp yang serupa dengan r(x), lalu
substitusikan ke dalam persamaan.
r(x) yp r(x) = emx yp = A emx r(x) = Xn yp = AnXn + An-1Xn-1+…….+A1X + A0 r(x) = sin wx yp = A cos wx + B sin wx r(x) =cos wx yp = A cos wx + B sin wx r(x) = e uxsin wx yp = e ux (A cos wx + B sin wx ) R(x) =e uxcos wx yp = e ux (A cos wx + B sin wx )
Ctt: Solusi non homogen tidak boleh muncul pada solusi homogennya. Jika hal ini terjadi, kalikan solusi khususnya dengan faktor x atau x2 sehingga didak memuaat lagi solusi homogennya.
(ii) Metode variasi parameter, metode ini digunakan untuk memecahkan persamaan-persamaan yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode koefisien tak tentu. Sebagai contoh : Persamaan Differensial orde dua non homogen y″ +ay′ + by = r(x) memiliki solusi umum : y = yh + yp misal yp = u y1 + v y2 dimana u = u(x) ; v = v(x) maka y′p = u′ y1 + u y1 + v y2 + v′ y2 pilih u dan v sehingga : u′ y1 + v′ y2 = 0 ……………….(*) y′p = u y1′ + v y2′ y″p = u′y1′ + u y1″ + v′y2′ + vy2″ Substitusikan yp , yp ′, yp ″ ke dalam persamaan awal sehingga di dapatkan : u′y1′ + u y1″ + v′y2′ + vy2″ + a (u y1′ + v y2′)+ b ( u y1 + v y2 ) = r(x) u ( y1″ + a y1′ + b y1 ) + v ( y2″ + a y2′+ b y2 ) + u′y1′ + v′y2′ = r (x) u′y1′ + v′y2′ = r (x)…………….(**) Eleminasi (*) dan (**) di peroleh : u′ y1 + v′ y2 = 0 u′y1′ + v′y2′ = r (x) untuk dapat mengeliminir persamaan pertama dikalikan dengan y2′ dan persamaan kedua dikalikan dengan y2 , sehingga di dapat persamaan : u′ y1 y2′ + v′ y2 y2′ = 0 u′y1′ y2 + v′ y2′ y2 = y2 r (x) sehingga di dapat u′ ( y1 y2′ - y1′ y2 ) = - y2 r (x) jadi di peroleh :
u = ∫− dxW
)x(ry2 dan v = ∫ dxW
)x(ry1
dengan W = '22
'11
yyyy
23 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Contoh: tentukan solusi umum : y″ -4 y = e2x r2 – 4 = 0 r2 = 4 r = ± 2 yp = u y1 + v y2 = C1 e2x + C2 e-2x W = y1.y′2 – y2.y′1 W = -2e –2x. e 2x - 2e 2x e-2x = -1 – 1 = - 2
u = ∫− dxW
)x(ry2
u = ∫ −−
−dx
2ee x2x2
u = ∫dx21 sehingga u = ½ x
v = ∫ dxW
)x(ry1
v = ∫ −dx
2ee x2x2
v = ∫− dxe21 x4 maka v = -1/8 e4x
yp = u y1 + v y2 = C1 e2x + C2 e-2x
= 1/2 x e2x –1/8 e 4x e-2x = ½ x e2x - 1/8 e 2x y = yh + yp = C1 e2x + C2 e-2x + ½ xe2x – 1/8 e2x
Latihan Persamaan Diferensial Orde - Kedua Selesaikan persamaan diferensial : 1. Tentukan solusi umum dari : y″ + 4y′ + 3y = 0 2. Tentukan solusi khusus dari : y″ - 5y′ + 6y = 0, yang dapat memenuhi y(0) = 0,
y′(0) = 1 3. Tentukan solusi umum dari : y″ + 4y′ + 4y = 0 4. Tentukan solusi khusus dari : y″ -10 y′ + 25y = 0, yang memenuhi y(0) = 3; y′(0)
= 5 5. Tentukan solusi umumnya : y″ + 9 y = 0
24 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
6. Tentukan solusi khususnya ; y″ +2 y′ + 2y = 0, yang memenuhi y(0) = 1 dan y′ = 0
7. Tentukan solusi umum dari : y″ - y′ - 2y = cos x 8. Tentukan solusi khusus dari persamaan diferensial : y″ + y = x + 2e-x , dengan y(0)
= 0 dan y′(0) = 3 9. Tentukan solusi umum dari : y″ + y = sec x 10. Tentukan solusi khusus dari : y″ -5 y′ + 6 y = 2ex
25 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
BAB IV BARISAN DAN DERET
IV.1 Barisan Definisi Barisan bilangan didefinisikan sebagai fungsi dengan daerah asal merupakan bilangan asli. Notasi: f: N → R n f(n ) = an Fungsi tersebut dikenal sebagai barisan bilangan Riil {an} dengan an adalah suku ke-n. Bentuk penulisan dari deret : 1. bentuk eksplisit suku ke-n
an = n1
2. ditulis barisannya sejumlah berhingga suku awalnya.
...,
41,
31,
21,1
3. bentuk rekursi
an = 1 dan an+1=n
n
a1a+
Definisi: Barisan {an} dinamakan konvergen menuju L atau berlimit L, ditulis
Lalim nn=
∞→
Sebaliknya, barisan yang tidak konvergen ke suatu bilangan L yang terhingga dinamakan divergen. Sifat dari limit barisan, jika barisan {an} konvergen ke L dan barisan {bn} konvergen ke M, maka 1. ( ) ( ) ( ) MLblimalimbalim nnnnnnn
±=±=±∞→∞→∞→
2. ( ) ( ) ( ) M.Lblim.alimb.alim nnnnnnn==
∞→∞→∞→
3. ( )( ) M
Lblim
alim
ba
limnn
nn
n
n
n==
∞→
∞→
∞→, untuk M ≠ 0
Barisan {an} dikatakan a. Monoton naik bila an+1 ≥ an b. Monoton turun bila an+1 ≤ an
26 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Tentukan konvergensi dari barisan di bawah ini:
1. 1n2
na n −=
2. 3n2n
1n4a 2
2
n +−+=
3. 1n2n3a
2
n ++=
4. 1n
na n +=
5. ( )
n
n
n 4a π−=
6. n
)nln(a n =
7. n
n n11a
+=
8. an+1 = 1 + 21
an , a1=1
9. an+1 = 21
(an + na
2) , a1=2
10.
...
54,
43,
32,
21
11.
−−− ...
95,
74,
53,
32,1
12.
−−−...
431
1,
321
1,
211
1,1
13.
−−−−...
515
4,
414
3,
313
2,
212
1
27 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
IV.2 Deret Tak Hingga Bentuk deret tak hingga dinotasikan dengan notasi sigma, sebagai berikut:
∑∞
=0nna = a1 + a2 + a3 + a4 + …+ an + …
dengan an adalah suku ke-n.
Misalkan Sn menyatakan jumlah parsial ke-n suku deret ∑∞
=0iia , maka
S1 = a1 S2 = a1 + a2 . . .
Sn = a1 + a2 + a3 + a4 + …+ an = ∑=
n
0iia
Barisan { }nS , dinamakan barisan jumlah parsial deret ∑∞
=0iia . Dari jumlah parsial ini di dapat bahwa Sn
– Sn-1 = an . Definisi.
Deret tak hingga ∑∞
=0iia konvergen dan mempunyai jumlah S jika barisan jumlah-jumlah parsialnya { }nS
konvergen ke suatu nilai. Sebaliknya apabila { }nS divergen maka deret divergen. Contoh. Selidiki kekonvergenan dari :
1. ...321
161
81
41
21 +++++
Jawab: Kalau kita perhatikan
S1 = 21 = 1 -
21 S2 =
41
21 + =
43 = 1 – (
21 )2 S3 =
81
41
21 ++ =
87 = 1 – (
21 )3
Sehingga kita peroleh jumlah ke-n-nya
Sn = 1 – (21 )n
Dan
nnSlim
∞→ =
∞→nlim (1 – (
21 )n) = 1
Jadi karena barisan jumlah-jumlah parsialnya konvergen ke 1, maka deret di atas juga konvergen.
2. ∑∞
= +1i )1i(i1
Jawab: Perhatikan bahwa
)1i(i1+
=i1 -
1i1+
Dari sini kita peroleh bahwa
Sn =
+−
//++
//−
//+
//−
//+
//−
1n1
n1...
41
31
31
21
211 =
+−
1n11
28 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Dan
nnSlim
∞→=
∞→nlim
+−
1n11 = 1
Jadi, karena barisan jumlah-jumlah parsialnya konvergen ke 1, maka deret di atas juga konvergen.
3. ∑∞
=1i i1
Dari sini kita dapatkan
Sn = 1 + n1...
81
71
61
51
41
31
21 ++++++++
Sn = 1 + n1...
81
71
61
51
41
31
21 ++
++++
++
≥ 1 + n1...
81
81
81
81
41
41
21 ++
++++
++
= 1 + n1...
21
21
21
21 +++++
Sehingga akan kita dapatkan limit untuk Sn untuk n menuju tak hingga harganya adalah tak hingga juga. Jadi deret harmonik di atas adalah deret divergen.
4. ∑∞
= ++
1i22 )1i(i
1i2
Jawab. (dicoba!!!) Deret Geometri
Bentuk umum deret geometri adalah ∑∞
=
−
1n
1nar = a +ar +a r2 + ... + a rn-1 + ... dengan a ≠ 0.
Jumlah parsial deret ini adalah Sn = ∑=
−n
1i
1iar = a +ar +a r2 + ... + a rn-1, dan dapat ditulis sebagai Sn =
( )r1r1a n
−−
, r ≠ 1.
Sifat deret ini,
1. Jika r < 1 maka barisan {rn} konvergen ke 0 karena n
nrlim
∞→= 0, maka deretnya konvergen ke
r1a−
.
2. Jika r > 1 maka barisan {rn} divergen karena n
nrlim
∞→= ∞ , maka deretnya juga divergen.
Uji kedivergenan dengan suku ke-n.
Apabila ∑∞
=0nna konvergen maka nn
alim∞→
= 0, kebalikannya nnalim
∞→≠ 0 maka deret konvergen.
Contoh.
Buktikan bahwa ∑∞
= ++1n2
2
4n3n3n divergen.
Bukti.
4n3n3
nlim2
2
n ++∞→=
2n
n4
n33
1lim++∞→
= 31 (tidak nol)
29 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Jadi terbukti bahwa ∑∞
= ++1n2
2
4n3n3n divergen.
Dalam banyak kasus bahwa nnalim
∞→= 0, tetapi dari sini kita sangat sulit menentukan apakah deret tersebut
konvergen atau divergen.
Sebagai contoh deret harmonik, ∑∞
=1n n1 =1 +
n1...
81
71
61
51
41
31
21 ++++++++ + . . .
Jelas bahwa nnalim
∞→=
n1lim
n ∞→= 0, tetapi deret harmonik adalah deret yang divergen.
Oleh karena itu perlu dilakukan uji untuk deret positif di atas, yaitu: 1. Tes Integral
Misalkan fungsi f kontinu monoton turun dan f(x) > 0 pada selang [1,∝)
a. Jika integral tak wajar ∫∞
1dx)x(f konvergen, maka deret ∑
∞
=1n
)n(f konvergen.
b. Jika integral tak wajar ∫∞
1dx)x(f divergen, maka deret ∑
∞
=1n
)n(f divergen.
Contoh. Selidiki kekonvergenan dari ∑∞
=
−
1n
n2en
Jawab. Kita ambil 2xex)x(f −= , sehingga
dxex2x
1
−∞
∫ = dxexlim2xb
1b
−
∞→ ∫ = ∫ −
∞→
b
1
2x
b)x(delim
21 2
= b
1
x
b
2elim
21 −
∞→− =
1bb ee
1lim21
2−
−∞→
= e2
1
Jadi dxex2x
1
−∞
∫ konvergen.
Jadi karena dxex2x
1
−∞
∫ konvergen, maka ∑∞
=
−
1n
n2en juga konvergen.
Latihan. Selidiki kekonvergenan dari deret berikut
1. ∑∞
=2n nlnn1
2. ∑∞
=2n2 nlnn
1
3. ∑∞
= +1n 1n21
4. ∑∞
= +1n2 1n41
5. ( )
∑∞
= +1n 23
n34
1
2. Uji Deret-p
Deret-p atau deret hiperharmonik mempunyai bentuk umum ∑∞
=inpn
1 , dengan p > 0.
Dengan menggunakan tes integral, kita dapatkan
dxx1lim
1 pt ∫∞
∞→=
t
1
p1
t p1xlim
−
−
∞→=
p11tlim
p1
t −−−
∞→
Kalau kita perhatikan, untuk a. p = 1 diperoleh deret harmonik, sehingga untuk p = 1 deret konvergen.
30 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
b. p > 1 maka p1
ttlim −
∞→ = 0, sehinggga diperoleh deret yang konvergen.
c. p < 1 maka p1
ttlim −
∞→ = ∞ , sehingga deret divergen.
Sehingga di peroleh kesimpulan bahwa deret-p konvergen apabila p > 1, dan divergen apabila 0 < p ≤ 1.
3. Uji Banding Biasa
Andaikan ∑∞
= `1nna dan ∑
∞
= `1nnb deret positif, jika an ≤ bn maka
a. Jika ∑∞
= `1nnb konvergen, maka ∑
∞
= `1nna konvergen.
b. Jika ∑∞
= `1nna divergen, maka ∑
∞
= `1nnb divergen.
Contoh. Selidiki kekonvergenan deret berikut:
1. ∑∞
= −3n2 5nn
Akan kita bandingkan deret ini dengan an = n1 dengan bn =
5nn
2 −, kita tahu bahwa ∑
∞
=1n n1
adalah deret harmonik dan 5n
n2 −
≥ n1 , Sehingga karena ∑
∞
=1n n1 deret divergen, maka
∑∞
= −2n2 5nn deret yang divergen.
2. ∑∞
= +1n2 5n1
Akan kita bandingkan deret ini dengan bn = 2n
1 dengan bn =5n
12 +
, kita tahu bahwa ∑∞
=1n2n
1
adalah deret hiperharmonik dengan p > 1 dan 5n
12 +
≥ 2n
1 , Sehingga karena ∑∞
=1n2n
1 deret
konvergen, maka ∑∞
= +2n2 5n1 deret yang konvergen.
Latihan
1. ∑∞
= +1n2 5nn
2. ∑∞
= −3n2 5n1
3. ∑∞
= +1nn 121
4. ( )∑
∞
= −3n22n
1
5. ∑∞
= −1n 1n21
4. Uji Banding Limit
Andaikan an dan bn deret positif dan n
n
n ba
lim∞→
= L
31 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
a. Jika 0 < L < ∞ maka ∑∞
= `1nna dan ∑
∞
= `1nnb sama-sama konvergen atau divergen
b. Jika L = 0 dan ∑∞
= `1nnb konvergen maka ∑
∞
= `1nna konvergen.
Contoh. Selidiki kekonvergenan dari deret berikut
1. ∑∞
= +−+
1n23 7n5n3n2
.
Kita gunakan Uji Banding Limit. Kalau kita perhatikan deret tersebut, suku umumnya mirip dengan
2n2 sehingga
n
n
n ba
lim∞→
=2
23
n
n2
7n5n3n2
lim +−+
∞→=
14n10n2n3n2lim 23
23
n +−+
∞→= 1
Jadi deret ∑∞
= +−+
1n23 7n5n3n2
konvergen.
2. ∑∞
= +1n2 4n1
Kita gunakan Uji Banding Limit. Kalau kita perhatikan deret tersebut, suku umumnya mirip dengan
n1 ., sehingga
n
n
n ba
lim∞→
=
n1
4n1
lim2
n
+∞→
=4n
nlim 2
2
n +∞→= 1
Jadi deret ∑∞
= +1n2 4n1
divergen.
Latihan. Uji Banding Limit.
1. ∑∞
= ++1n2 3n2n
n
2. ∑∞
= −+
1n3 4n
1n3
3. ∑∞
= +1n 1nn1
4. ∑∞
=
+1n
2n3n2
5. ∑∞
=1n2nnln
5. Tes Rasio Tes ini sering juga disebut tes dengan membandingkan suatu deret dengan dirinya. Untuk menggunakan tes sebelumnya diperlukan wawasan yang luas tentang macam-macam deret yang telah diketahui kekonvergenan atau kedivergenannya. Selain itu kita juga harus memilih deret yang tepat yang hendak dibandingkan. Ujinya adalah sebagai berikut: Andaikan ∑ na sebuah deret positif dan andaikan
n1n
n aa
lim +∞→
= ρ
a. Jika ρ < 1 deret konvergen b. Jika ρ > 1 deret divergen c. Jika ρ = 1 , uji gagal Contoh: Selidiki kekonvergenan dari deret di bawah ini
32 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
1. ∑∞
=1n
n
!n2
Jawab :
ρ = ( ) 01n
2lim2
!n!1n
2lima
alim
nn
1n
nn1n
n=
+=
+=
∞→
+
∞→+
∞→
Menurut tes rasio deret tersebut konvergen.
2. ∑∞
=1n
n
!nn
Jawab :
ρ = ( )( ) ( )
n
n
n
nn
1n
nn1n
n n1nlim
n1n
1n1nlim
n
!n!1n
1nlima
alim
+=
+
++=
++=
∞→∞→
+
∞→+
∞→
Misalkan y = n
n1n
+ sehingga diperoleh
n1
n1nln
limn
1nlnnlimylnlimnnn
+
=
+=
∞→∞→∞→
=
+=
−
−−
+
∞→∞→ nn
nlim
n
1n
1nn1n
n
lim2
2
n2
2
n=1
sehingga di peroleh ρ = e1 > 1 Menurut tes rasio deret tersebut divergen.
Latihan
1. ∑∞
=1n
n2
!n5
2. ( )∑∞
=1n
n
!n2n
3. ∑∞
=1n
2
!nn
4. ( )∑∞
=+
1n
n
!2n!n2
5. ( )∑∞
=+
1n
n3
!1n3n
6. Uji Akar Andaikan an deret positif, dan n
nalim
∞→ = L
a. Jika L < 1 deret konvergen. b. Jika L > 1 deret divergen. c. Jika L = 1, uji gagal.
Contoh Selidiki kekonvergenan deret berikut ∑∞
=
++
1n
n
n1n1
Jawab.
L = nn
n n1n1lim
++
∞→=
+
∞→ n1n2lim
n= 2
Menurut uji akar deret divergen.
34 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Latihan. Selidiki kekonvergenan deret di bawah ini !
1. ∑∞
=
2n
n
nln1
2. ∑∞
=
+2n
n
2n3n
3. ∑∞
=
+
2n
n
n1
21
35 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
IV.3 Deret Ganti Tanda dan Kekonvergenan Mutlak Deret Ganti Tanda Deret ini mempunyai bentuk sebagai berikut
...aaaa 4321 +−+− dengan an > 0, untuk semua n. Contoh penting adaalah deret harmonik berganti tanda, yaitu
...41
31
211 +−+−
Uji deret ganti tanda Andaikan ...4321 +−+− aaaa deret ganti tanda, deret tersebut dikatakan konvergen jika
1. an+1< an 2. 0lim =
∞→nn
a
Contoh. Tentukan kekonvergenan deret ganti tanda berikut.
a. ...41
31
211 +−+−
b. ...!4
1!3
1!2
11 +−+−
Jawab:
a. Dari soal diatas kita punya an = n1 , dan an+1 =
11+n
, deret tersebut konvergen jika
1. an > an+1 ⇔ n1 >
11+n
, karena n ≠ 0, maka n+1 > n
2. nna
∞→lim =
nn
1lim∞→
= 0
Karena 1 dan 2 terpenuhi maka deret di atas konvergen.
b. Dari soal diatas kita punya an = !
1n
, dan an+1 = ( )!11+n
, deret tersebut konvergen jika
1. an > an+1 ⇔ !1n
> ( )!11+n
, karena n ≠ 0, maka (n+1)! > n!
2. nna
∞→lim =
!1limnn ∞→
= 0
Karena 1 dan 2 terpenuhi maka deret di atas konvergen. Konvergen Mutlak dan Konvergen Bersyarat Suatu deret dikatakan konvergen mutlak bila harga mutlak deret tersebut konvergen.
Atau dengan kata lain ∑∞
=1nna dikatakan konvergen mutlak jika ∑
∞
=1nna konvergen. Dan
dikatakan konvergen bersyarat jika ∑∞
=1nna divergen, tetapi ∑
∞
=1nna konvergen.
Pengujian kekonvergenan mutlak dilakukan dengan tes rasio.
Misalkan ∑∞
=1nna dengan an ≠ 0 dan
n
nn a
a 1lim +
∞→= r. Maka
(i) bila r < 1 maka deret konvergen mutlak (ii) bila r > 1 maka deret divergen (iii) bila r = 1 maka tes gagal.
36 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Latihan Tentukan kekonvergenan deret berikut.
1. ( )∑∞
=
−
1 51
nn
n n 2. ∑∞
=
−
12)4(
n
n
n 3. ∑
∞
=
−
1
)1(
n
n
n
IV.4 Deret Pangkat Deret pangkat secara umum ada dua bentuk (1) Deret pangkat dalam x didefinisikan
∑∞
=0n
nn xa = a0 + a1 x + a2 x2 + . . .
(2) Deret pangkat dalam x – b didefinisikan
( )∑∞
=
−0n
nn bxa = a0 + a1 (x-b) + a2 (x-b)2 + . . .
Untuk kali ini kita bicara selang kekonverganan / untuk harga x berapa saja deret pangkat tersebut konvergen. Pengujian apakah ada nilai x atau selang x yang menyebabkan deret kuasa konvergen dilakukan sebagai berikut:
Misalkan diberikan ( )∑∞
=
−0n
nn bxa dan L
bxabxa
nn
nn
n=
−− +
+
∞→ )()(
lim1
1
(1) L < 1, Deret konvergen mutlak, sesudah tahu hasil untuk selang x berapa, nilai titik ujung selang perlu kita masukan ke dalam deret asal untuk mengecek apakah selang kekonvergenan tersebut juga memuat titik ujung selang x.
(2) L > 1, deret divergen. Contoh. 1. Tentukan selang kekonvergenan deret
∑∞
= +0 2)1(nn
n
nx
Jawab. Kita akan gunakan Uji Hasilbagi Mutlak, untuk menyelidiki kekonvergenan mutlak.
2)2()1(
2lim
2)1(:
)2(2lim
1
1 xnnx
nx
nxL
nn
n
n
n
n=
++
=++
=∞→+
+
∞→
Jadi deret tersebut konvergen mutlak apabila L< 1, yaitu –2 < x < 2. Apabila x = 2 atau x = -2 uji tersebut gagal. Akan tetapi jika x = 2, deret tersebut di atas adaalah deret
harmonik yang divergen, sedangkan apabila x = - 2, deret tersebut menjadi deret harmonik berganti tanda yang konvergen. Sehingga selang kekonvergenannya adalah –2 ≤ x < 2.
2. Tentukan himpunan kekonvergenan dari deret
∑∞
= +0 !)1(n
n
nx
Jawab.
( ) ( ) ( ) 02
lim!1
:!2
lim1
=+
=++
=∞→
+
∞→ nx
nx
nxL
n
nn
n
Berdasarkan Uji Hasilbagi Mutlak, deret tersebut konvergen untuk semua nilai x. 3. Tentukan himpunan kekonvergenan dari deret
37 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
∑∞
=
+0
!)1(n
nxn
Jawab ( )( )
( )
≠∞=
=+=+
+=
∞→
+
∞→ 0,0,0
2lim!1
!2lim
1
xjikaxjika
xnxn
xnL
nn
n
n
jadi deret tersebut konvergen hanya untuk x = 0. Untuk lebih lanjut ada dua teorema yang akan menjelaskan masalah selang kekonvergenan deret pangkat, yaitu Teorema 1.
Himpunan kekonvergenan deret pangkat ∑∞
=0n
nn xa berbentuk selang yang berupa salah satu dari ketiga
jenis berikut (i) satu titik x = 0 (ii) selang (-c, c), mungkin ditambah salah satu atau keduanya titik ujungnya. (iii) seluruh himpunan bilangan riil Teorema 2. Teorema 1 juga berlaku bagi deret pangkat dalam (x-b) selang kekonvergenannya salah satu dari ketiga jenis berikut : (i) satu titik x = b (ii) selang (b-c, b+c), mungkin ditambah salah satu atau keduanya titik ujungnya. (iii) seluruh himpunan bilangan riil Latihan Tentukan selang kekonvergenan dari deret pangkat di bawah ini:
1. ( )∑
∞
= +−
021
)1(
n
n
nx
2. ( ) ( ) ( ) ...81.4
4ln227.3
3ln29.2
2ln23
2 432++++++++ xxxx
3. ( ) ( ) ( ) ...!32
!222
32++++++ xxx
Operasi deret pangkat Dalam pasal sebelumnya untuk 11 <<− x deret
xaax
n
n
−=∑
∞
= 11
Pertanyaan yang muncul mengenai sifat-sifat deret kuasa di atas (misal S(x)= ∑∞
=1n
nax ), misalkan
bagaimana jika S(x) didiferensialkan dan jika S(x) diintegralkan. Teorema. Andaikan S(x) adalah jumlah sebuah deret pangkat pada sebuah selang I; jadi
S(x)= ∑∞
=0n
nn xa = a0 + a1 x + a2 x2 + a3 x3+ . . .
Maka
38 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
(i) S’(x) = [ ]∑∞
=0n
nn xaD = D[a0 + a1 x + a2 x2 + a3 x3+ . . .] = a1 + 2a2 x + 3a3 x2+ . . . =∑
∞
=
−
1
1
n
nn xna
(ii) ∫x
dttS0
)( = ∑∫∞
=00
n
x nn dtta =∑
∞
=
+
+0
1
1n
nn xna
= a0x + 21 a1 x2 +
31 a2 x3 +
41 a3 x4+ . . .
Contoh. Sesuai teorema di atas
x−11 = 1 + x + x2 + x3 + . . . untuk -1< x <1, tentukan
a. ( )21
1x−
b. ln(1- x)
Jawab. a. Dengan menurunkan suku demi suku, kita peroleh
( )21
1x−
= 1 + 2x + 3x2 + 4 x3 + . . ., -1< x <1
b. Sedangkan dengan mengintegralkan suku demi suku, kita peroleh juga
∫ −
x
dtt
01
1 = x + 21
x2 +31 x3 +
41 x4+ . . .
jadi,
- ln(1- x) = x + 21
x2 +31 x3 +
41 x4+ . . ., -1< x <1
Latihan. Petunjuk : Lihat contoh a dan b di atas
1. x
xf+
=1
1)( 3. x
xx
xxf+
=+
=1
11
)( 22
5.
+−
xx
11ln
2. ( )21
1)(x
xf+
= 4. tan-1(x)
IV.5 Deret Taylor dan Deret Maclurin Deret Taylor Definisi: Misalkan f(x) dapat diturunkan sampai n kali pada x=b. Maka f(x) dapat diperderetkan menjadi deret kuasa dalam bentuk
f(x) = ( )∑∞
=
−0
)(
!)(
n
nn
bxn
bf= f(b) + f’(b)(x-b)+ 2)(
!2)('
bxbf
− + . . .
deret di atas disebut Deret Taylor dengan pusat x = b. Bila b = 0, kita peroleh Deret Mac Laurin, yaitu
f(x) = ( )∑∞
=0
)(
!)0(
n
nn
xn
f= f(0) + f’(0)(x)+ 2
!2)0('
xf
+ . . .
Contoh. Perderetkan fungsi berikut ke dalam deret Mac Laurin a. sin x b. ex Jawab a.
f(x) = sin x f(0) = 0 f’(x) = cos x f’(0) = 1
f’’(x) = - sin x f’’(0) = 0
39 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
f’’’(x) = -cos x f’’’(0) = -1 f’’’’(x) = sin x f’’’’(0) = 0
Sehingga,
sin x = ...!7!5!3
753+−+− xxxx
b. f(x) = ex f(0) = 1 f’(x) = ex f’(0) = 1 f’’(x) = ex f’’(0) = 1 f’’’(x) = ex f’’’(0) = 1 f’’’’(x) = ex f’’’’(0) = 1
Sehingga,
ex = ...!4!3!2
1432
+++++ xxxx
Latihan. Perderetkan fungsi dibawah ini ke dalam deret Mac Laurin. 1. f(x) = e-x 2. f(x) = cos x 3. f(x) = ex sin x 4. f(x) = ex + x + sin x 5. f(x) = e-x cos x
39 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
BAB V FUNGSI DUA PEUBAH
V.1 Fungsi Dua Peubah Fungsi dua peubah f(x,y) didefinisikan fungsi f yang mengaitkan setaip pasangan terurut (x,y) dalam daerah D pada bidang dengan bilangan riil z = f(x,y). Dinotasikan f : D R (x,y) f(x,y) = z Dengan x dan y adalah peubah bebas dan z adalah peubah tak bebas. Domain dari f adalah D ⊆ R2 dan Range f adalah { }Dydanxuntuk),y,x(fzz ∈= Contoh : Tentukan Domain dan Range dari :
1. yx)y,x(f +=
2. yx
2z+
−=
Jawab : 1. Domain dari f adalah: x + y Є R, syarat agar f(x,y) riil
x + y ≥ 0 Df = {(x,y) x + y ≥ 0} = {(x,y) x ≥ -y }
Rf = { z z ≥ 0 }
2. Domain dari z adalah,
syaratnya Ryx
2z ε+
−=
maka yx
2+
− ≥ 0 x + y > 0
x > -y A = Df = {(x,y) x + y > 0 } = {(x,y) x > -y} B = Rf = (-∞,0)
x
y
40 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
V.2 Permukaan (Grafik) di Bidang Grafik fungsi satu peubah y=f(x) mempunyai jejak garis atau lengkungan di bidang R2. Sedangkan grafik fungsi dua peubah z = f(x,y) merupakan bidang atau permukaan di ruang R3. Kita bisa menggambar bidang dan permukaan dengan melihat jejak di bidang XOY, XOZ dan YOZ. Permukaan persamaan yang kita kenal: 1. Persamaan Bola dengan pusat di O dengan jari-jari R
2222 Rzyx =++ 2. Ellipsoida pusat O;
1cz
by
ax
2
2
2
2
2
2
=++ , dengan a, b,c > 0
3. Hiperbola berdaun satu pusat O
1cz
by
ax
2
2
2
2
2
2
=−+ , dengan a, b,c > 0
4. Hiperbola berdaun dua pusat O
1cz
by
ax
2
2
2
2
2
2
=−− , dengan a, b,c > 0
5. Paraboloida elliptik pusat O
cz
by
ax
2
2
2
2
=+ , dengan a, b,c > 0
6. Paraboloida hiperbolik pusat O
cz
by
ax
2
2
2
2
=− , dengan a, b,c > 0
7. Kerucut pusat di O
2
2
2
2
2
2
cz
by
ax =+ , dengan a, b,c > 0
8. Tabung ; 222 Ryx =+ , 222 Rzx =+ , 222 Rzy =+ Bila kurva z = f(x,y) dipotongkan dengan bidang horizontal z = k (k konstanta) maka akan didapatkan perpotongan antara grafik tersebut dengan bidang z = k yang berupa garis atau kelengkungan. Proyeksi keluarga garis atau kelengkungan ini di bidang xy disebut kurva atau lengkungan ketinggian dari z = f(x,y). Latihan. Sebutkan nama dan gambar grafik tiap persamaan berikut diruang dimensi tiga.
1. 25x2 + 16y2 + 25z2 = 400 2. y = cos x 3. z = ( 1 y x 22 −+ ) 4. 025x18z4y4x9 222 =−−−−
5. z = 22 y - x- 16 6. x2 + y2 = 1/4z
41 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Tentukan Domain dan Range dari persamaan berikut. 7. f(x,y) = ln [ x2 – y2 ] 8. f(x,y) = 22 y - x- 16
9. f(x,y) = 2xy −
V.3 TURUNAN PARSIAL FUNGSI DUA PEUBAH Suatu fungsi dua peubah , jika salah satu peubah dianggap tetap/konstan , akan berubah menjadi satu peubah. a. Turunan parsial f(x,y) terhadap x , berarti peubah y dari f(x,y) dianggap tetap dan
didefinisikan sebagai :
fx (x,y) =x
)y,x(f∂
∂ =x
)y,x(f)y,xx(flim0x ∆
−∆+→∆
b. Turunan parsial f(x,y) terhadap y , berarti peubah x dari f(x,y) dianggap tetap dan
didefinisikan :
fy (x,y) =y
)y,x(f∂
∂ = y
)y,x(f)yy,x(flim0y ∆
−∆+→∆
Contoh : 1. Tentukan fx dan fy dari : f (x,y) = x cos y Jawab : fx (x,y) =1.cos y = cos y fy (x,y) = x.(-siny) = -xsiny 2. Tentukan fx dan fy dari : f(x,y) = x2 y + 3y³ jawab : fx (x,y) = 2xy + 0 = 2xy fy (x,y) = x2 + 9y2 Turunan parsial pertama f(x,y) ternyata tetap merupakan fungsi dua peubah , karena itu dapat diturunkan kembali secara parsial , sehingga didapat :
fxx (x,y) = 2
2
x)y,x(f
∂∂ =
)x(x))y,x(f(
∂∂∂∂ fxy (x,y) =
xy)y,x(f2
∂∂∂ =
)x(y))y,x(f(
∂∂∂∂
fyx (x,y) = yx
)y,x(f2
∂∂∂ =
)y(x))y,x(f(
∂∂∂∂ fyy (x,y) = 2
2
y)y,x(f
∂∂ =
)y(y))y,x(f(
∂∂∂∂
Contoh : Tentukan semua turunan parsial tingkat kedua dari :
1. f (x,y) = x cosy jawab : fx = cosy fy = -x siny
42 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
fxx = 0 fyx = - siny fxy = - siny fyy = -x cosy 2. f (r,θ) = 3r³cos θ jawab : fr = 9r2 cos θ fθ = 3r2 - sinθ frr = 18 r cos θ fθr = 9r2 - sin θ frθ = 9r2 - sin θ fθθ = - 3r3cos θ
ARTI GEOMETRI TURUNAN PARSIAL
a. fy = yf
∂∂ = tan ∝
Turunan parsial di (x0.y0) terhadap y adalah kemiringan / Gradien dari lengkungan yang dihasilkan oleh perpotongan antara permukaan z = f(x,y) dan bidang datar x = x0
b. fx = xf
∂∂ = tan β
Turunan parsial di (x0,y0) terhadaf x adalah kemiringan / Gradien dari lengkungan yang dihasilkan oleh perpotongan antara permukaan z = f(x,y) dan bidang datar y =y0 di titik (x0,y0).
Misalkan f merupakan fungsi tiga peubah x,y,z ,maka turunan parsial f terhadap x di (x,y,z) dinyatakan oleh fx(x,y,z) atau ∂f(x,y,z)/∂x dan didefinisikan oleh :
fx(x,y,z) = x
)z,y,x(f)z,y,xx(flim0x ∆
−∆+→∆
Turunan parsial terhadap y dan z didefinisikan dengan cara yang serupa.
ARTI FISIS TURUNAN PARSIAL
Arti fisis )y,x(f y laju perubahan nilai fungsi z = f (x,y) dalam arah sumbu y positif, sedangkan untuk )y,x(f x laju perubahan nilai fungsi z = f (x,y) dalam arah sumbu x positif.
Contoh :
Tentukan fx , fy , fz dari : 1. f(x,y,z) = xy + 2yz + 3zx
jawab : fx (x,y,z) = y + 3z fy (x,y,z) = x + 2z fz (x,y,z) = 2y +3x
2. f (x,y,z) = x cos (y – z) jawab : fx (x,y,z) = cos (y – z) fy (x,y,z) = -x sin (y – z) fz (x,y,z) = x sin (y – z)
43 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
V.4 LIMIT DAN KEKONTINUAN
Lambang limit fungsi dua peubah : L)y,x(flim
)b,a()y,x(=
→
Secara intuisi berarti jika (x,y) mendeteksi (a,b) , maka nilai fungsi f(x,y) mendekati L, masalah (x,y) mendekati (a,b) ada tak hingga banyak cara. DEFINISI L)y,x(flim
)b,a()y,x(=
→ ⇔ ∀ ε > 0,∃ ∆ > 0
f(x,y) – L < ε , jika (x,y) – (a,b) < ∆ Karena itu sangat sukar menunjukkan suatu fungsi dua peubah mempunyai limit di suatu titik , dibandingkan dengan menunjukkan suatu fungsi tidak mempunyai limit pada suatu titik (cukup ditunjukkan dua cara yang menghasilkan nilai limit berbeda). Contoh :
Tunjukkan bahwa fungsi f (x,y) = 22
22
yxyx
+− tidak mempunyai limit di titik asal
penyelesaian : Untuk y = 0, dengan memandang sumbu x sebagai jalur ke titik asal,
)0,0()0,x()0,0()0,x(lim)y,x(flim
→→=
0x0x
2
2
+− = +1
Untuk x = 0, dengan memandang sumbu y sebagai jalur ke titik asal,
)0,0()0,x()0,0()0,x(lim)y,x(flim
→→= 2
2
y0y0
+− = -1
karena hasilnya berbeda maka fungsi diatas tidak mempunyai limit di titik asal.
V.5 KEKONTINUAN DI SUATU TITIK f(x,y) dikatakan kontinu di titik (a,b) jika memenuhi syarat :
1. f (a,b) = ada 2. ada)y,x(flim
)b,a()y,x( →
3. )b,a(f)y,x(flim)b,a()y,x(
=→
44 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Latihan: 1. Tentukan turunan pertama fungsi yang diberikan tiap peubah bebasnya:
a. 4)yx2()y,x(f −=
b. xy
yx)y,x(f22 −=
c. xyxyyx)y,x(f 32 ++= d. uv32 evu)v,u(f = e. )yxcos(xy)y,x(f 22 += f. ycosxsinx2)y,x(f = 2. Perlihatkan bahwa
22)0,0()y,x( yxxylim+→
tidak ada, dengan cara memandang sumbu x sebagai jalur ke titik asal dan garis y=x.
3. Perlihatkan bahwa
22
3
)0,0()y,x( yxyxylim
++
→
tidak ada. 4. Perlihatkan bahwa
24
2
)0,0()y,x( yxyxlim
+→
a. Perlihatkan bahwa 0)y,x(f → untuk )0,0()y,x( → sepanjang garis lurus sebarang y=mx
b. Perlihatkan bahwa f (x,y ) →21 untuk )0,0()y,x( → sepanjang parabola
y=x2. c. Kesimpulan apa yang anda tarik?
45 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
BAB VI FUNGSI KOMPLEKS
VI.1 BILANGAN KOMPLEKS Tidak semua persamaan mempunyai solusi bilangan riil misalnya
x2 = - 5 atau x2 + 2 x + 10 = 0 Kedua contoh di atas mempunyai solusi bilangan kompeks. Definisi. Sebuah bilangan kompleks z dinotasikan sebagai pasangan bilangan riil (x,y) dan kita bisa tulis sebagai
z = (x,y) Nilai x adalah bagian riil dari z dan y adalah bagian imajiner dari z dan dinotasikan
x = Re(z) dan y = Im(z) Contoh Re(1,-2) = 1 dan Im(1,-2) = - 2 Sifat-sifat bilangan kompleks 1. Penjumlahan
z1 + z2 = (x1,y1)+(x2,y2)=(x1+x2, y1+y2) 2. Perkalian
z1z2 = (x1,y1) (x2,y2)=(x1x2 - y1y2 , x1y2+x2y1) 3. Kesamaan
Dua bilangan kompleks z1 = (x1,y1) dan z2 = (x2,y2) sama ⇔ x1=x2 dan y1 = y2 Notasi lain bilangan kompleks diberikan sebagai berikut : a. Bentuk, z = x + iy
Selain dituliskan dalam bentuk pasangan bilangan di atas bilangan kompleks z bisa dituliskan dalam bentuk z = x + i y. Bentuk ini sebetulnya di dapat dari bentuk pertama, yaitu Misal kita punya bentuk (x,0), di mana imajinernya nol dari sifat penjumlahan dan perkalian di atas kita punyaa
(x1,0)+(x2,0)=(x1+x2, 0) dan (x1,0) (x2,0)=(x1x2, 0) misalkan juga (x,0) = x dan i = (0,1), jadi i2 = i i = (0,1)(0,1) = (-1,0) = -1 Selanjutnya ∀ y ∈R, kita punya
i y = (0,1) (y,0) = (0,y) Kombinasikan ini dengan x = (x,0) dan dengan menggunakan sifat penjumlahan; di dapat;
(x,y) = (x,0) +(y,0) z = x + iy
Penjumlahan, perkalian dan pembagian dari bentuk tersebut, misalkan z1= x1+ iy1, z2=x2 +y2 1. penjumlahan dan pengurangan
z1 ± z2 = (x1 ± x1) + i(y1 ± y2) 2. perkalian
z1z2 = (x1 + iy1) (x2 + iy2) = (x1 x2 - y1y2) + i(x1y2 + x2y1)
46 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
3. pembagian
z =
+
−+
+
+=
−−
++
=2
22
2
21122
22
2
2121
22
22
22
11
2
1
yx
yxyxi
yx
yyxxyixyix
yixyix
zz
Sifat-sifat dari bilangan kompleks 1. Komunikatif
z1 ± z2 = z2 ± z1 z1 z2 = z2 z1
2. Asosiasif (z1 + z2) + z3 = z1+ (z2 + z3) (z1 z2) z3 = z1 (z2 z3)
3. Distributif z1 + (z2 + z3)= z1z2 + z1z3
4. Identitas z . 1 = z 0 + z = z
5. Balikan z + (-z) = (-z) + z = 0, dengan –z = -x – iy
Interpretasi geometri bilangan kompleks Secara geometri z = x + iy digambarkan sama dengan koordinat kartesius dengan sumbu tegaknya yaitu x sebagai sumbu riil, dan sumbu mendatar yaitu y sebagai sumbu imajiner. Contoh Modulus (nilai absolut) bilangan kompleks. Modulus z = x + i y didefinisikan sebagai jarak antara z dengan pusat sumbu dan dituliskan z =
22 yx + .
Misalkan 21 zz − = 221
221 )()( yyxx −+− .
Beberapa sifat dari modulus 1. 2121 zzzz +≤+
2. 2121 zzzz +≤−
3. 2121 zzzz −≥− Bilangan konjugate (sekawan) Konjugate dari z = x + iy didefinisikan sebagai bilangan kompleks yang didapatkan dari z yang dicerminkan terhadap sumbu x riil dan dituliskan
iyxz −=
z = x +iy
z = 2 – 2 i
sb riil (x)
Sb imajiner (y) y
x
47 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Sifat-sifat yang berhubungan dengan sekawan 1. z z = x2 + y2
2. Re(z) = x = ½ (z + z ); Im(z) = i2
1 (z - z )
3. ( ) 2121 zzzz +=+
4. ( ) 2121 zzzz =
5. 2
1
2
1
zz
zz=
6. zz =
b. Bentuk polar/trigometri, z = r (cos θ + i sin θ)
Notasi di atas menyatakan 22 yxzr +== dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh z dengan sumbu riil positif. θ disebut argumen dari z; θ = arg(z) = arctan(y/x), πθπ ≤≤− . Perkaliaan dan pembagian bentuk polar adalah sebagai berikut; misal z1 = r1 (cos θ1 + i sin θ1); z2 = r2 (cos θ2 + i sin θ2) (1) z1 z2 = r1 r2 ((cos θ1 cos θ2 - sin θ1 sin θ2) + i (sin θ1 cos θ2+ cos θ1 sin θ2))
(2) ))sin()( cos(rr
)sin (cos r)sin (cos r
21212
1
222
111
2
1 θθθθθθθθ
−+−=++
= iii
zz
Dari bentuk ini didapat bentuk lain yaitu θiez = , dengan θie = cos θ + i sin θ. Bentuk ini dinamakan bentuk eksponen atau bentuk euler. Pangkat dan Akar Bilangan Kompleks Misalkan zn = rn einθ, dengan menggunakan bentuk euler di atas didapat
ein = cos (nθ) + i sin (nθ) Bentuk ini dinamakan bentuk de ’ Moivre Contoh: Selesaikan persamaan zn = 1, dengan n = 2, 3, 4, … Jawab. zn = 1 rn einθ = 1 rn einθ = 1 ein0
maka di dapat
r = 1 dan θ = 0 + nkπ2 =
nkπ2
Jadi solusi untuk zn = 1 adalah z= exp(inkπ2 )
Dari bentuk di atas, bila n zw = maka
+++=
nki
nkrw n πθπθ 2sin2cos . Untuk k=0 maka
+=
ni
nrw n θθ sincos , ini disebut nilai prinsipal.
Untuk n = 2, yakni akar kuadrat dari bilangan kompleks dapat dicari menggunakan
( ) ( )
−++±= xziysignxzz
21)(
21 dengan
<−≥
=0,10,1
)(yjikayjika
ysign dan z = x +iy
Contoh. Carilah solusi persamaan 08)5(2 =+++− iziz Jawab.
Digunakan rumus ABC, [ ]iiiiiz 68)5(21)8)(1(4))5(()5(
21 2 +−±+=
+−+−±+=
48 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Sedangkan ( ) ( ) ( )iii 3181021810
2168 +±=++−±=+− , Jadi z = 3 + 2i dan z = 2 - i.
Daerah pada Bidang Kompleks Misal diberikan titik(bilangan kompleks) tetap z0 = (x0, y0). Maka tempat kedudukan titik-titik (bilangan kompleks), z=(x,y) yang berjarak R terhadap titik tetap di atas dapat ditentukan sebagai berikut :
20
20
20
2 )()( zzyyxxR −=−+−=
Oleh karena itu, didapatkan Rzz =− 0 merupakan lingkaran dengan pusat z0 = (x0, y0) dan jari-jari
R. Sedangkan Rzz <− 0 adalah daerah di dalam lingkaran yang berpusat di z0 dan berjari-jari R dan sering disebut dengan lingkaran buka atau lingkungan dari z0. Bila terdapat dua lingkaran misal yang kedua berjari-jari r, maka tempat kedudukan titik-titik yang memenuhi Rzzr <−< 0 disebut anulus (cincin). Lingkaran buka dan anulus merupakan himpunan (daerah) buka. Suatu Daerah S dikatakan tersambung bila sebarang dua titik di daerah tersebut dapat dihubungkan oleh sejumlah hingga ruas garis yang terletak di dalam S. Domain dari fungsi kompleks adalah daerah yang buka dan tersambung. Latihan 1. Misalkan z1 = 3 – 5i, z2 = 2 + i dan z3 = 4 – 6i. Hitung dan tentukan bagian riil dan imajiner :
a. z1 z2 b. z1 z2 z3 c. z1
3 d.
32
1
zzz+
2. Tentukan besar r dan θ dari : a. z = 1 – i
b. z = ii−+
11
c. z = i
i−2
3. Hitunglah
a. 11−+
zz
b. 2
2
)1()2(
iii−+
c. )34)(32)(1( −−+ iii 4. Carilah solusi dari persamaan bilangan kompleks berikut:
a. z2 + z + 1 =0 b. z2- 3 z + 3 = I c. z4 + 3(1 + 2i)z2 = 8 – 6i
49 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
5. Sketlah himpunan titik berikut dan tentukan mana yang merupakan domain. a. 11 =+− iz
b. 3≤+ iz
c. 42 =− iz IV.2 LIMIT DAN TURUNAN BILANGAN KOMPLEKS.
Limit Misalkan f(z) terdefinisi pada suatu lingkungan dari z0 maka dikatakan limit dari f(z) di z adalah L, bila z cukup dekat z0 dan dituliskan dengan
Lzfzz
=→
)(lim0
bila δε ∃<∀ ,0 sehingga berlaku ε<− Lzf )( untuk δ<−< 00 zz . Sedangkan f(z) dikatakan kontinu di z = z0 bila
)()(lim 00
zfzfzz
=→
Turunan Turunan f(z) ddi z0 didefinisikan sebagai
zzfzzf
zfzz ∆
−∆+=→
)()(lim)( 00
0,
0
bila limitnya ada, f dikatakan diferensiabel di z0. Jika kita menulis z∆ =z -z0, bentuk di atas akan menjadi
0
00
, )()(lim)(
0 zzzfzf
zfzz −
−=→
Turunan f(z) dinyatakan sebagai fungsi dalam peubah z Aturan diferensialannya sama dengan aturan pada kalkulus fungsi riil, yaitu 1. (cf(z))’ = c f’(z) 2. (f(z)+g(z))’ = f’(z) + g’(z) 3. (f(z) g(z))’ = f’(z) g(z) + f(z) g’(z)
4. ( )2
,
)()()(')()('
)()(
zgzfzgzgzf
zgzf −
=
5. 1−= nn
zndz
dz
Turunan f(z) dinyatakan dalam bentuk f(z) =U(x,y)+ i V(x,y). Misalkan f(z) = U(x,y)+ i V(x,y) dan f’(z) ada pada z0 = x0 + i y0, maka berlaku PERSAMAAN CAUCHY RIEMANN (PCR) yaitu Ux(x0,y0) = Vy(x0,y0) dan Uy(x0,y0) = -Vx(x0,y0), dengan Ux dan Uy berturut-turut merupakan turunan parsial pertama terhadap x dan y. Kondisi sebaliknya juga berlaku, bila pada f(z) berlaku PCR maka f’(z) ada dan f’(z0) = Ux(x0,y0) + i Vx(x0,y0).
Turunan f(z) dinyatakan dalam bentuk f(z) = U(r,θ) + I V(r,θ) Dalam koorninat polar, PCR dapat dinyatakan sebagai berikut:
Ur = r1 Vθ dan
r1 Uθ = -Vr, dan f’(z) = e-iθ(Ur + iVr).
Latihan 1. Nyatakan dalam bentuk f(z) = U(x,y) + iV(x,y).
a. f(z) = z2 b. f(z) = z2 + z + 1
c. f(z) = 12 ++
ziz
d. f(z) = 2z3 – 3 z
2. Nyatakan dalam bentuk f(z) = U(r,θ) + iV(r,θ).
50 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
a. f(z) = z +z1
b. f(z) = z2 + z + 1 3. Carilah turunan dari
a. f(z) =(z2 + i)3
b. f(z) = 14
2
2
+−
zz
4. Selidiki apakah f’(z) ada. Bila ada, tentukan f’(z)! a. f(z) = z b. f(z) = 2 x + i xy c. f(z) = x2 + y2 + y – 2 + ix
d. f(z) =
+−+
++
2222 yxyyi
yxxx
e. f(z) = e-xe-iy f. f(z) = exe-iy
VI.3 FUNGSI ANALITIK Sebuah fungsi dikatakan analitik pada domain D ( D : himpunan buka), jika f(z) terdefinisi dan terdeferensialkan di setiap titik pada D ( Dz∈∀ ). Sedangkan f(z) dikatakan analitik pada titik z = z0 jika f(z) analitik pada lingkungan z0. Fungsi f(z) disebut entire bila f(z) analitik untuk z∀ (f(z) berlaku PCR di z = z0). Sebaliknya f(z) dikatakan gagal analitik di z = z0, maka z = z0 dikatakan titik singular dari f(z).
Contoh. a. Apakah fungsi f(z) = xy – i xy merupakan fungsi entire.
b. Tentukan titik singular dari f(z) = 23
12
3
+−+zz
z
Jawab. a. Pandang U(x,y) = xy dan V(x,y) = -xy tidak berlaku PCR untuk setiap nilai z, tetapi PCR di z =
0, Ux= y = -x = Vy dan Uy = x = -y = Vx. Oleh karena itu f(z) bukan entire dan tidak anlitik di z = 0 tetapi diferensiabel di z = 0.
b. Pandang f(z) = 23
12
3
+−+zz
z =)2)(1(
13
−−+xx
z . Titik singular dari fungsi rasional dapat ditentukan
dari pembuat nol penyebutnya. Oleh karena itu, titik singular dari f(z), yaitu: z = 1 dan z = 2.
VI.4 FUNGSI HARMONIK Fungsi H(x,y) dikatakan fungsi harmonik pada suatu domain bila pada domain tersebut berlaku persamaan laplace yaitu : Hxx(x,y) + Hyy(x,y) = 0, dengan Hxx dan Hyy berturut-turut merupakan turunan parsial kedua terhadap x dan y. Misalkan U(x,y) dan V(x,y) harmonik pada D dan berlaku PCR (Ux = Vy dan Uy = -Vx), maka V(x,y) dikatakan konjute (sekawan) harmonik dari U(x,y). Hubungan keanalitikan suatu fungsi dengan keharmonikan bagian riil dan imajiner fungsi tersebut. 1. Misal f(z) = U(x,y) + i V(x,y) analitik pada domain D. Maka U(x,y) dan V(x,y) harmonik pada
D. 2. Fungsi f(z) = U(x,y) + i V(x,y) analitik pada D bila dan hanya bila V(x,y) sekawan harmonik
dari U(x,y). Contoh. Diketahui U(x,y) = x2 + ay2. Tentukan: 1. Nilai a agar U(x,y) merupakan fungsi harmonik. 2. Fungsi V(x,y) agar f(x,y) = U(x,y) + iV(x,y) merpakan fungsi analitik. Jawab. 1. Pandang 0 = Uxx + Uyy = 2 + 2a. Maka a = -1. Jadi U(x,y) = x2 - y2 fungsi harmonik.
51 Matematika Lanjut
Erwin Budi Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
2. V(x,y) merupakan sekawan harmonik dari U(x,y) dan berlaku PCR. Oleh karena itu,
V(x,y) = ∫ Ux dy = ∫ 2x dy = 2xy + C(x)
Vx = 2y +C’(x) = 2y (2y diperoleh dari -Uy) C(x) = i2
1 dx = C
Jadi V(x,y) = 2xy + C. Latihan 1. Selidiki apakah fungsi berikut entire.
a. f(z) = 3 x + y + i(3y-x)
b. f(z) = 41
1z−
c. f(z) = xy + iy d. f(z) = ex (sin y – i cos y) e. f(z) = ey eix
2. Tentukan titik singular dari fungsi berikut:
a. f(z) = )1(
122 ++
zzz
b. f(z) = ( )( )322
12
2
++++
zzzz
3. Tentukan a dan b agar fungsi berikut harmonik dan carilah sekawannya a. U(x,y) = eax cos 2y b. U(x,y) = ax + by c. U(x,y) = ax3 + by3 d. U(x,y) = ax3 + b xy
4. Carilah fungsi analitik f(z) = U(x,y) + iV(x,y)
a. U(x,y) = 22 yx
y+
b. U(x,y) = xy c. U(x,y) = y2 + x2 d. U(x,y) = x3 – 3 xy2