masih perlukah mahasiswa berorganisasi dalam kampus

7
Masih perlukah mahasiswa berorganisasi dalam kampus ?? Menurut RM.Rekso Roemekso, Organisasi adalah wadah serta proses kerja sama sejumlah manusia yang terkait dalam hubungan formal dalam rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Sondang P.Siagian yang dikutip dari bukunya Dr.Kartini kartono menjelaskan bahwa: Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hierarki dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pemimpin dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Dalam rimba dunia kampus atau dunia mahasiswa, mereka, para mahasiswa dan para akademisi itu membagi organisasi mahasiswa menjadi 2 jenis, yakni organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi mahasiswa intra kampus adalah organisasi mahasiswa yang memiliki kedudukan resmi di lingkungan perguruan tinggi dan mendapat pendanaan kegiatan kemahasiswaan dari pengelola perguruan tinggi. Sementara organnisasi mahasiswa ekstra kampus adalah organisasi mahasiswa yang berkedudukan di luar kampus, tapi mempunyai basis massa di dalam kampus, dan biasanya organisasi mahasiswa ekstra ini diikat dengan sebuah ikatan ideologi yang mencerminkan profil dan arah gerak organisasi tersebut. Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa fungsi organisasi secara umum adalah lembaga tempat menampung dan penyalur aspirasi mahasiswa, dan juga sebagai wahana tempat

Upload: harun-rosyid

Post on 24-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Masih perlukah mahasiswa berorganisasi dalam kampus ??Menurut RM.Rekso Roemekso, Organisasi adalah wadah serta proses kerja sama sejumlah manusia yang terkait dalam hubungan formal dalam rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Sondang P.Siagian yang dikutip dari bukunya Dr.Kartini kartono menjelaskan bahwa: Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hierarki dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pemimpin dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan.Dalam rimba dunia kampus atau dunia mahasiswa, mereka, para mahasiswa dan para akademisi itu membagi organisasi mahasiswa menjadi 2 jenis, yakni organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi mahasiswa intra kampus adalah organisasi mahasiswa yang memiliki kedudukan resmi di lingkungan perguruan tinggi dan mendapat pendanaan kegiatan kemahasiswaan dari pengelola perguruan tinggi. Sementara organnisasi mahasiswa ekstra kampus adalah organisasi mahasiswa yang berkedudukan di luar kampus, tapi mempunyai basis massa di dalam kampus, dan biasanya organisasi mahasiswa ekstra ini diikat dengan sebuah ikatan ideologi yang mencerminkan profil dan arah gerak organisasi tersebut.Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa fungsi organisasi secara umum adalah lembaga tempat menampung dan penyalur aspirasi mahasiswa, dan juga sebagai wahana tempat mengembangkan potensi mahasiswa sehingga mampu melahirkan mahasiswa yang berpotensi, berguna bagi masyarakat, dan yang akan melahirkan sosok pemimpin yang terampil dalam memimpin massa atau rakyat kelak nantinya.

Dari hulu ke hilir proses pencetakan pemimpin Indonesia, semua dimulai dari dalam kampus.Berhenti di sini, kita sekarang menghadapi habitat politik yang jauh berbeda. Ilalang kering (situasi obyektif seperti kemiskinan yang akut, ketidak-adilan, perampasan hak-hak warga miskin, korupsi, dan lainnya) mungkin sama, bahkan mungkin ilalang kita lebih kering dari Negara-negara Amerika Latin, tempat bersemainya gerakan-gerakan social justice. Tapi pertanyaannya, kenapa tidak mudah terbakar? Bila pun terbakar seperti kasus 1966 dan 1998......

Arus kepemimpinan Indonesia saat ini, ibarat sungai, sungai yang keruh. Karena mata airnya pun keruh, kampus-kampus Perguruan Tinggi, sudah jauh dari sumber inspirasi yang mengalirkan tokoh-tokoh pergerakan sejak hulu hingga ke hilir. Tidak ada yang luar biasa selain menjalankan rutinitas sistim kebut semalam,sibuk dengan tugas, ribut dengan nilai ketika setelah UAS padahal kenyataannya hanya rentetan angka dan huruf yang tidak mencerminkan pemahaman kita pada materi dan selebihnya diselingi rutinitas kehidupan anak muda kelas mapan (borjuis kecil)* yang tidak peduli kenyataan hidup dan kondisi sosial masyarakat sekitarnya.

Adanya sebuah stagnansi kesadaran politik ideologis, paska diberangusnya partai-partai ideologis era Soeharto, dan berganti watak menjadi partai-partai politik yang sekedar hanya membuat program-program menanam padi, beternak bebek atau mendirikan usaha kecil-kecilan (kekaryaan), membuat imbas yang cukup signifikan terhadap arah gerakan mahasiswa yang semakin tidak memiliki arah dan ruh ideologis yang kuat

Partai-partai terbuka, dalam arti tidak merujuk kepada agama tertentu pun, situasinya sudah benar-benar terbuka. Tak mengherankan bila partai-partai itu menjadi pasar kaget dari beragam kepentingan, dan layakknya sebuah pasar, proses politik pun berjalan transaksional. Orang-orang yang tersingkir dari pasar politik segera menghimpun kekuatannya ke sejumlah organisasi kemasyarakatan, berlatar belakang suku, agama atau kelompok-kelompok premanisme yang sebelumnya sudah eksis di era Soeharto.

Gejala munculnya kelompok-kelompok alumni Perguruan Tinggi, ternama, setengah ternama, bahkan yang statusnya tidak jelas, antara terdaftar atau terdampar, tidak terlepas dari upaya-upaya mendekatkan diri ke pasar kekuasaan, atau sebaliknya menyingkir dari pasar dengan membangun kekuatan-kekuatan baru yang sama sekali tidak berorientasi ideologi kerakyatan, selain sebagai alat supaya dilirik oleh pasar.

Gejala seperti itu pula yang kemungkinan ikut-ikutan berproses di lingkungan mahasiswa. Pengaruh ekstra kampus, termasuk diantaranya alumni, ormas-ormas kemahasiswaan beserta alumninya, alumni unit-unit kegiatan mahasiswa, sebenarnya sah-sah saja bertarung dalam kaderisasi kepemimpinan di lingkungan mahasiswa. Tapi semua digerakkan oleh pasar kekuasaan, bukan kepada bertumbuh-kembangnya ideology sosial justice seperti yang terjadi pada berbagai kelompok di Amerika Latin.

Bahkan ormas kemahasiswaan yang mengklaim dirinya ideologis, pada kenyataannya tidak lebih sekedar atribut pembeda, persis sama dengan pengelompokan berdasarkan suku, agama, sekte, ras dan lainnya. Outputnya pun sama, bagaimana merebut atau mendekat (pasar) kekuasaan. Tidak ada diantara kelompok-kelompok yang bertarung itu terbetik keinginan yang kuat dan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan social justice.

Agama, ideologi kebangsaan, bahkan ideologi dunia yang ditawarkan tidak lebih dari sekedar atribut pembeda, bukan substansi yang mewajibkan mahasiswa berjuang secara bersungguh-sungguh mewujudkan imajinasi kelompoknya dalam pertarungan yang dengan taktik, strategi dan platform masing-masing berkehendak memakmurkan Rakyat. Bahkan, kendati ada merah, kuning, hijau, putih,biru, kiri dan kanan, semuanya tidak lebih dari sekedar lapak-lapak di Pasar Kaget yang menjual satu komoditas tunggal, yaitu melayani kapitalisme global (imperialisme).Dalam situasi demikian, siapapun kader yang terpilih menjadi Presiden Dewan Eksekutif Mahasiswa, atau apapun namanya, hanya garis tangan (dan mungkin saja campur tangan alumni) yang membuatnya menduduki tempat terhormat itu, dengan harapan suatu saat menjadi Menteri, anggota parlemen (DPR), atau bahkan Presiden, dari tempat-tempat seperti itulah, sesungguhnya, sumber mata-air kepemimpinan mahasiswa berasal. Maka tidak mengherankan, jika program kerja yang dijalankan hanya program kerja yang normatif seperti mengadakan seminar, pelatihan-pelatihan yang tidak jelas ouputnya tanpa adanya suatu inisiatif program yamg arahnya ke pelayanan rakyat atau mengawal isu-isu rakyat, bukan isu-isu buatan media mainstream. Semua pengurus dalam organisasi intra masing-masing mencari selamat, dari tekanan alumni atau pejabat yang memberinya segudang janji dan fasilitas.

Sulit diharapkan dari kondisi perpolitikan kampus-kampus Perguruan Tinggi yang memiliki kondisi seperti itu serta tidak memiliki landasan ideologis yang bervisi kerakyatan, akan lahir seorang pemimpin yang memberi inspirasi bagi generasinya. Tidak pula akan melahirkan seorang Camila Vallejo, seorang mahasiswi cantik dari Chile yang menjadi pemimpin dan penggerak jutaan masa yang diakui oleh dunia sebagai calon pemimpin di masa depan.

Suka atau tidak suka, itulah gambaran sumber mata air kepemimpinan mahasiswa Indonesia sekarang yang ironisnya melahirkan generasi pengekor, bukan generasi motivator yang memberi inspirasi kepada bangsanya untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Bukan generasi yang melahirkan seorang PNS-PNS muda yang bangga dengan rekening gendutnya dan juga bukan para mahasiswa yang ahli mencari proyek dari para seniornya yang ada di lingkaran kekuasaan serta membuat LSM yang jargonnya untuk pemberdayaan masyarakat, tap kenyataannya hanya sebagai alibi untuk pencairan dana. Padahal, siapapun tidak tahu, kapan ilalang kering itu akan terbakar kembali dan dia masih setia untuk menunggu datangnya pembawa obor perubahan yang akan membakan ilalang kering itu. Tanpa hadirnya pemimpin yang inspiratif, disiplin dan tangguh, niscaya ilalang kering yang terbakar itu hanya melahirkan amuk dan tragedi tak berkesudahan.Jadi, masih perlukah mahasiswa sekarang berorganisasi dalam kampus ?Sejalan dengan fungsi organisasi diatas, yang dimana organisasi berfungsi menjadi tempat menampung dan penyalur aspirasi mahasiswa, dan juga sebagai wahana tempat mengembangkan potensi mahasiswa sehingga mampu melahirkan mahasiswa yang berpotensi, berguna bagi masyarakat, dan yang akan melahirkan sosok pemimpin yang terampil dalam memimpin massa atau rakyat kelak nantinya. Maka, saya katakan bahwa beorganisasi itu penting, tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan bergabung dalam organisasi pilihan anda :

1. Organisai itu memiliki visi dan misi kerakyatan yang jelas, bukan organisasi yang hanya menjadi alat untuk mendekat pada lingkaran kekuasaan.2. Organisasi yang tidak memiliki kaitan apapun dengan partai politik tertentu, sehingga tida menimbulkan anggapan bahwa organisasi yang anda ikuti hanya bisa membebek dan di kendalikan oleh orang-orang di lingkaran kekuasaan.

3. Organisasi yang inklusif, bisa menerima segala hal yang baik yang berasal dari organ lain, serta tidak mengajari kadernya memusuhi organisasi lain yang berbeda jalur dengan pemahaman organisasi tersebut.

4. Organisasi yang demokratis, yang tidak hanya dikuasai oleh suku, agama, atau ras tertentu di dalamnya.

5. Selalu cepat mengawal isu-isu rakyat, bukan isu-isu pesanan atau yang diproduksi media massa mainstream

Dan kesimpulannya, berorganisasi bagi mahasiswa di kampus itu penting, asalkan organisasi yang kita ikuti memiliki 5 kriteria diatas. Selamat berorganisasi .!!keadaan sosial seseorang, akan mempengaruhi kesadaran sosialnya