masalah politik dalam bidang kesehatan
TRANSCRIPT
MASALAH POLITIK DALAM BIDANG KESEHATAN
Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Politik Kesehatan dengan dosen pengampu
Ns.Latifa Aini, M.Kep, Sp.Kom
Disusun oleh:
Kelompok 19
Desy Rindra Puspita (092310101002)
Ivan Syah Nurcholis (092310101037)
Tetty Pradika (092310101073)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
MASALAH POLITIK DALAM BIDANG KESEHATAN
Kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, dimana polis
berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri atau berdiri sendiri
(negara), sedangkan taia berarti urusan.sedangkan pengertian politik menurut Mr.
Aristoteles “politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama”. Sedangkan politik kesehatan merupakan upaya pembangunan
masyarakat dalam bidang kesehatan. Masalah politik dalam kesehatan adalah
sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan dalam upaya pembangunan di
bidang kesehatan.
Saat ini, apa yang dipikirkan oleh ahli kesehatan masyarakat sangat
berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh para pemimpin politik dalam melihat
pembangunan. Para ahli kesehatan masyarakat selalu memandang kesehatan
adalah utama dan satu satunya cara dalam mencapai kesejahteraan, kesehatan ibu
dan anak adalah prioritas, ketimpangan kaya dan miskin adalah sumber masalah
kesehatan, kebijakan dan politik kesehatan harus berbasis bukti dan pendekatan
pencegahan penyakit adalah yang utama. Sayangnya para pemimpin politik, tidak
memandang sama dalam melihat persoalan pembangunan kesehatan, keputusan-
keputusan politik lebih didasari kepada hasil survey popularitas dan prioritas
pembangunan lebih kepada yang terlihat cepat dimata konstituen.
Perbedaan masalah ini berakar dari para ahli kesehatan masyarakat yang
enggan untuk memahami masalah politik pembangunan, terutama pembangunan
dalam bidang kesehatan. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa masalah
kesehatan adalah masalah politik. Fran Baum (2008) seorang sosiolog Australia
yang juga merupakan salah seorang konsultan kesehatan (WHO) yang menangani
masalah-masalah kesehatan dalam perspective social (social determinants of
health) dalam bukunya the New Public Helath lebih jauh mengatakan bahwa
masalah kesehatan bukan lagi hanya berkaitan erat dengan tehnis medis, tetapi
sudah lebih jauh memasuki area-area yang bersifat social, ekonomi dan politik.
Karena masalah kesehatan merupakan masalah politik maka untuk
memecahkannya diperlukan komitmen politik. Namun, untuk memecahkan
masalah tersebut ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Disini
aktor politik kesehatan belum mampu meyakinkan bahwa kesehatan adalah
investasi, sector produktif dan bukan sector konsumtif. Praktisi kesehatan juga
belum mampu memperlihatkan secara jelas di dalam mempengaruhi para
pemegang kebijakan tentang manfaat investasi bidang kesehatan yang dapat
menunjang pembangunan bangsa.
Siapa Aktor Politik itu ?
Tidak ada batasan yang jelas siapa aktor politik kesehatan yang
sesungguhnya, namun dapat dikatakan bahwa aktor politik kesehatan adalah
orang, lembaga atau profesi yang berjuang untuk mewujudkan rakyat yang sehat
dan sejahtera. Akan tetapi karena masalah politik adalah masalah kesehatan, maka
tentu saja tidak perlu semua aktor politik adalah orang kesehatan atau orang
dengan latar belakang kesehatan akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana
para aktor politik mempunyai wawasan kesehatan. Wawasan kesehatan apa saja
yang harus dimiliki oleh para aktor politik, tentu tidak ada batasannya akan tetapi
ada beberapa point yang dianggap penting untuk harus dipahami sebagai aktor
politik antara lain yakni :
1. Aktor politik harus paham bahwa yang menjadi kepala Puskesmas seperti
yang diatur oleh Keputusan Menkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004
tentang kebijakan dasar Puskesmas yaitu Kepala Puskesmas
dipersyaratkan harus seorang Sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum
pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat ( SKM ).
2. Aktor politik harus paham bahwa di tingkat Puskesmas sebagai penyedia
pelayanan kesehatan terdapat pilihan-pilihan jabatan fungsional maupun
structural yang harus dijalankan secara adil. Tapi jabatan structural Kepala
Puskesmas eselon IV dengan konsep wilayah puskesmas sama dengan
wilayah Kecamatan, eselonnya sama dengan Lurah/Kelurahan dengan
konsep wilayah hanya satu kelurahan/desa. Bagaimana dengan kepala
Puskesmas Pembantu ? apa eselonnya bisa sama dengan Pak Lurah ?
3. Aktor politik harus paham bahwa ada pertemuan para bupati/walikota se
Indonesia pada tahun 2001 yang menyepakati bahwa alokasi anggaran
kesehatan minimal 15% dari APBD.
4. Aktor politik harus paham bahwa jika ada seorang warga Negara
pengguna narkoba berarti mereka telah merusak generasi dan bangsanya.
5. Aktor politik harus paham bahwa seorang yang telah terjangkit HIV/AIDS
berarti dia telah membawa beban penyakit seumur hidup
6. Aktor politik harus paham bahwa kematian satu orang bayi/anak karena
kekurangan gizi berarti Negara telah mengabaikan rakyatnya.
7. Aktor politik harus paham bahwa arah pembangunan kesehatan ditekankan
pada orang sehat sambil menyelesaikan masalah orang sakit secara
perorangan.
8. Aktor politik harus paham bahwa ada lima tingkatan pencegahan penyakit
agar seseorang tidak sakit dan tidak bertambah sakit yakni health
promotion, specific protection, early diagnosis and prompt treatment,
disability limitation dan rehabilitation.
9. Aktor politik harus paham bahwa derajat kesehatan ditentukan oleh empat
factor yakni prilaku masyarakat, kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan dan genetika.
10. Aktor politik harus paham bahwa pada bulan September tahun 2000, telah
disepakati dan di deklarasikan oleh 189 negara anggota PBB termasuk
Indonesia tentang paradigma pembangunan global yang disebut dengan
MDG’s dengan 8 tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015, yang mana 5
tujuan tersebut merupakan tanggung jawab kesehatan yakni :
a. mengggulangi kemiskinan dan kelaparan,
b. menurunkan angka kematian anak,
c. meningkatkan kesehatan ibi,
d. memerangi HIV/AIDS, malaria dan TB paru,
e. menjamin kelestarian lingkungan hidup.
Referensi
Aminullah, S. 2006. Komitmen Politik Ole “Actor-Aktor Politik Guna
Mewujudkan Indonesia Sehat 2010 dan peran ISMKMI, makalah
dalam musyawarah-Rapat Kerja Simposium Nasional Kesehatan
Indonesia ke VIII. Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
Indonesia. Makassar22-27 maret2006
Mulgan, Geoff. 1995. Politik Dalam Sebuah Era Anti-Potik. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Suharto, Edi. 2008. Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat
dengan Kebutuhan, Disampaikan pada Focused Group Discussion
(FGD) “Kajian Penerapan Pelayanan Khusus (Service for Customers
with Special Needs) pada Sektor Pelayanan Publik, Lembaga
Administrasi Negara, Sahira Butik Hotel.